Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Pembuatan Koloid

Laporan Ilmiah

Dibuat oleh:

Rachel Aurellia Irawan XIIA4 / 26

SMA Santa Laurensia


Jl. Sutera Utama No. 1, Alam Sutera
Tangerang Selatan, Banten
021 539 8888
2019
I. Tujuan
a. Siswa dapat membedakan larutan, koloid, dan suspensi
b. Siswa dapat membuat koloid dengan cara kondensasi dan cara dispersi

II. Alat dan Bahan


a. Alat:
1. Gelas kimia 100 mL
2. Pipet tetes
3. Alat pembakar spiritus
4. kaki tiga
5. Pengaduk kaca
6. Tabung reaksi
7. Penjepit tabung
8. Sendok spatula
9. Pengaduk
10.Lumpang dan mortar porselen
11.Senter

b. Bahan:
1. Larutan FeCl3
2. Aquades
3. Serbuk agar-agar
4. Serbuk belerang
5. Gula pasir
6. Larutan HCl
7. Natrium tiosulfat (Na2S2O3)
8. Na-Alginat
9. Kalsium klorida (CaCl2)

III. Prosedur
a. Pembuatan sol dari HCl + Na2S2O3
1) Masukkan 1 mL HCl ke dalam tabung reaksi
2) Tambahkan 2 mL Na2S2O3
3) Amati reaksi yang terjadi
4) Sorot dengan cahaya senter dan amati ada tidaknya efek tyndall
b. Pembuatan sol belerang dalam air
1) Siapkan 2 tabung reaksi
2) Isi kedua tabung reaksi dengan aquades sebanyak 2 mL
3) Untuk tabung I, tambahkan belerang kurang lebih ½ spatula
4) Untuk tabung II, geruslah belerang dengan lumping terlebih dahulu
dengan penambahan gula pasir. Kemudian masukkan ke dalam tabung
reaksi dan aduk
5) Saringlah tabung II untuk memisahkan serbuk yang belum larut dari
tabung
6) Amati kedua tabung tersebut dan bandingkan hasilnya
c. Pembuatan emulsi (gel) agar-agar
1) Siapkan 2 tabung reaksi
2) Tambahkan bubuk agar ke dalam kedua tabung reaksi masing-masing
½-1 spatula
3) Tambahkan aquades secukupnya
4) Panaskan salah satu tabung saja dan kemudian dinginkan hingga
terbentuk agar-agar
5) Bandingkan kedua tabung tersebut (dipanaskan dan tidak dipanaskan)
d. Pembuatan sol Fe(OH)3
1) Siapkan 2 tabung reaksi
2) Isi kedua tabung reaksi dengan FeCl3 masing-masing sekitar 1 mL
3) Encerkan dengan menambahkan aquades secukupnya
4) Panaskan salah satu tabung hingga mendidih dan terjadi perubahan
fisik
5) Amati kedua tabung dan bandingkan
6) Sorot dengan cahaya senter dan amati ada tidaknya efek tyndall
e. Pembuatan emulsi (gel) Na-Alginat
1) Siapkan 2 tabung reaksi
2) Tambahkan bubuk natrium alginat ke dalam kedua tabung reaksi
masing-masing ½-1 spatula
3) Untuk tabung I, tambahkan aquades secukupnya
4) Untuk tabung II, tambahkan kalsium klorida (CaCl 2) secukupnya
5) Amati kedua tabung dan bandingkan

IV. Dasar Teori


Koloid, merupakan campuran dari dispersi kasar dengan dispersi halus dengan
ukuran partikel-partikelnya antara 10-7 dan 10-5 cm. Dalam system koloid, terdapat dua
fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi. Walaupun Nampak sebagai disperse
homogeny, namun koloid merupakan disperse heterogen.
Larutan, merupakan sistem dispersi halus yang ukuran partikel-partikelnya sangat
kecil (10-7 cm), sehingga tidak dapat diamati (dibedakan) antara partikel pendispersi
dan partikel terdispersi meskipun dengan menggunakan mikroskop ultra.Larutan adalah
campuran antara fase terdispersi berupa zat padat, gas, maupun cair dengan fase
pendisperinya yaitu zat cair. Larutan merupakan campuran homogeny.
Suspensi atau dispersi kasar, merupana sistem dispersi dengan ukuran relatif
besar (10-5 cm) yang tersebar merata dalam medium pendispersinya.Suspenss yaitu
campuran heterogen antar fasa terdispersi dengan medium pendispersinya. Fasa
terdispersi biasaanya berupa zat padat yang ukurannya lebih besar sehingga akan
membentuk endapan jika disatukan didiamkan dalam beberapa saat.
Sifat-sifat Koloid
a. Efek Tyndall
Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut
akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika
cahaya dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan diteruskannya . Sifat
koloid yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan
untuk membedakan koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oleh
Michael Faradaykemudian diselidiki lebih lanjut oleh John Tyndall (1820 – 1893),
seorang ahli Fisikabangsa Inggris.
Efek Tyndall juga dapat menjelaskan mengapa langit pada siang hari berwarna
biru sedangkan pada saat matahari terbenam, langit di ufuk barat berwarna jingga atau
merah. Hal itu disebabkan oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di
angkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas
sama.
Jika intensitas cahaya yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi,
maka pada waktu siang hari ketika matahari melintas di atas kita frekuensi paling tinggi
(warna biru) yang banyak dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna biru.
Sedangkan ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih
banyak dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna jingga atau merah.
Gejala efek tyndall yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut:
- Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
- Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
- Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut

b. Gerak Brown
Gerak brown merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus menerus
dan hanya dapat diamati denganmikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat
tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel
koloid.Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar,
sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami
gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati.Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang
terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga
menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan faktor penyebab stabilnya partikel koloid dalam
medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus dapat mengimbangi gaya
gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami sedimentasi (pengendapan).

c. Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid
bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut
elektroforesis. Jika dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan
kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak
kesalah satu elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan
bergerak ke anode (elektrode positif) sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke
katode (elektrode negatif).
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika
partikel koloid berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif, jika
partikel koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan positif. Peristiwa
elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi/tes DNA pada
jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal

d. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain,
seperti ion H+ dan OH- dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi,
minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat
yang menarik disebut adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada permukaan partikel
koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh
muatan ion-ion yang mengelilinginya.
Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada
permukaannya.Oleh karena itu partikel koloid bermuatan listrik.Penyerapan pada
permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe(OH)3 dalam air
mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi ion
negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan
antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit (tablet yang terbuat
dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan penambahan tawas.

e. Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid.Koloid
distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka
kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau
penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika
elektrolit ditambahakan ke dalam system koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup
lama kedalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika
mencapai elektroda. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena
koloid bermuatan positif menarik ion negative dan koloid bermuatan negative menarik
ion positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu
terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi.

Sistem koloid dapat dibuat dengan menggabungkan ukuran partikel-partikel


larutan sejati menjadi berukuran partikel koloid atau dinamakan kondensasi. Selain itu
juga dapat dibuat dengan cara menghaluskan ukuran partikel suspense kasar menjadi
berukuran partikel koloid, cara ini dinamakan dispersi.
1. Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi, partikel-partikel fase terdispersi dalam larutan sejati yang
berupa molekul atom atau ion diubah menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
kimia dan cara fisika.
Cara ini juga dapat dilakukan melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi redoks,
hidrolisis, dan dekomposisi rangkap atau dengan pergantian pelarut.

2. Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi
dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur
bredig).
a. Cara Mekanik
Menurut cara ini butir – butir kasar digerus dengan lumping atau penggiling koloid
sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama
dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu
dengan air.
b. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan
dengan bantuan suatu zat pemeptasi (pemecah). Zat pemeptasi memecahkan butir-butir
kasar menjadi butir-butir koloid.
Contoh: agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan
lain-lain.
c. Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol – sol logam.

V. Hasil Pengamatan

Percobaan Hasil Pengamatan


HCl + Na2S2O3 Berwarna putih pekat, larut, tidak terbentuk endapan, tidak
dapat dibedakan antara HCl dan Na2S2O3, sedikit kental,
saat disorot senter menghamburkan cahaya
Belerang + aquades Belerang tidak larut, berwarna kuning terbentuk endapan
belerang, dapat dibedakan antara belerang dan air, cair
Belerang + digerus + gula + Belerang dan gula larut, tidak terbentuk endapan,,
aquades berwarna putih keruh, tidak transparan, saat disorot senter
menghamburkan cahaya
Agar-agar + air Berwarna putih, cair, terbentuk endapan agar-agar, dapat
dibedakan antara air dan agar-agar
Agar-agar + air + dipanaskan Berwarna putih, tidak terbentuk endapan, antara air dan
agar-agar menyatu membentuk gel padat
FeCl3 + air Berwarna merah bata, transparan, tidak dapat dibedakan
antara FeCl3 dan air, saat disorot senter meneruskan cahaya
FeCl3 + air + dipanaskan Berwarna merah bata, keruh, saat disorot senter
menghamburkan cahaya ( efek tyndall)
Na-Alginat + air Tidak larut, terbentuk endapan, air tetap jernih, dapat
dibedakan antara air dan alginate, cair
Na-Alginat + CaCl2 Larut, tidak terbentuk endapan, keruh, membentuk gel,
kental

VI. Pembahasan
1. Pembuatan sol belerang dari asam klorida dan natrium tiosulfat
Asam klorida yang ditambahkan dengan natrium tiosulfat akan mengakibatkan
terjadinya reksi substitusi yang menghasilkan belerang (sulfur). Warna koloid yang
dihasilkan berwarna putih layaknya sol belerang dengan fase terdispersi padat (sulfur)
dan medium pendispersi cair. Pembuatan koloid ini menggunakan cara kondensasi
dimana partikel-partikel belerang kecil yang dihasilkan dari reaksi digabungkan
menjadi ukuran yang lebih besar sehingga terbentuklah sol belerang. Adapun reaksi
pembentukannya sebagai berikut:
Na2SO3 (aq) + 2 HCl (aq) →2 NaCl (aq) + H2O (l) + S (s)

2. Pembuatan sol belerang dalam air


Belerang yang tidak digerus dan ditambahkan gula tidak dapat larut dan hanya
membentuk endapan, sedangkan belerang yang digerus bersama gula dapat larut dan
membentuk koloid berwarna putih dengan fase terdispersi padat dan medium
pendispersi cair (sol cair). Dengan digerusnya belerang bersama gula dan air berarti
belerang diberi perlakuan khusus atau disebut dispersi yang merupakan salah satu cara
pembuatan koloid dimana partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Gula berfungsi
sebagai emulgator artinya engikat partikel-partikel koloid hidrofob agar tidak terjadi
koagulasi atau penggumpalan sehingga belerang dapat larut.
3. Pembuatan emulsi (gel) agar-agar
Agar-agar dan air yang tidak dipanaskan tidak dapat membentuk koloid dan hnya
membentuk suspensi yang ditandakan dengan adanya endapan. Agar-agar yang
dipanaskan menjadi koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) atau disebut juga
dengan gel, gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi
medium pendispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat (emulsi padat). sol
agar-agar dibuat pertama dari serbuk agar-agar, atau partikel suspensi agar-
agar menjadi partikel berukuran koloid. Koloid agar dibuat dengan cara dispersi
tepatnya peptisasi, yakni cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu
endapan dengan bantuan suatu zat pemecah (zat pemeptisasi). Zat pemeptisasi akan
memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
4. Pembuatan sol Fe(OH)3
FeCl3 dan air yang tidak dipanaskan hanya membentuk larutan sejati yang
transparan, sedangkan FeCl3 dan air yang dipanaskan membentuk koloid. Hal ini dapat
dibuktikan melalui senter yang disorotkan terhadap kedua tabung reaksi dimana larutan
yang dipanaskan dapat menghamburkan cahaya sedangkan yang tidak dipanaskan tetap
meneruskan cahaya. Pemanasan diperlukan agar proses hidrolisis dapat terjadi sehingga
terbentuk koloid dengan fase terdispersi padat dan medium pendispersi cair (sol).
Pembuatan koloid Fe(OH)3 ini dengan cara kondensasi dimana terjadi penggabungan
partikel halus menjadi partikel kasar melalui hidrolisis. Adapun reaksinya sebagai
berikut:
FeCl3(aq) + 3H2O(l) ⎯⎯→Fe(OH)3 (koloid) + 3 HCl(aq)

5. Pembuatan emulsi Na-Alginat


Natrium alginat yang ditambahkan aquades membentuk suspense dimana dapat
dibedakan antara alginat dan juga aquades, sedangkan natrium alginat yang
ditambahkan dengan kalsium klorida (CaCl 2) membentuk koloid berupa gel yang
bersifat kental dengan fase terdispersi cair dan medium pendispersi padat. Pembuatan
koloid ini menggunakan metode dispersi dimana partikel kasar dipecah menjadi lebih
halus sehingga terbentuk koloid. Kalsium klorida mampu bereaksi dengan natrium
alginat dimana ion Ca2+ dan ion Na+ bertukar sehingga membentuk ikatan yang
mengakibatkan perubahan fisik menjadi gel.

VII. Kesimpulan
Melalui praktikum ini, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Ada beberapa cara dalam membuat koloid, yaitu cara kondensasi dan cara
dispersi. Cara kondensasi yaitu dengan menggabungkan partikel-partikel halus
menjadi lebih kasar melalui suatu reaksi kimia, sedangkan cara dispersi yaitu
dengan memecah partikel-partikel kasar menjadi partikel yang lebih halus atau
partikel koloid.
2. Pembuatan koloid secara dispersi dalam praktikum ini meliputi:
- Pembuatan sol belerang dalam air (mekanik)
- Pembuatan emulsi (gel) agar-agar (peptisasi)
- Pembuatan emulsi Na-Alginat (peptisasi)
3. Pembuatan koloid secara kondensasi dalam praktikum ini meliputi:
- Pembuatan sol belerang dari asam klorida dan natrium tiosulfat (reaksi
substitusi)
- Pembuatan sol Fe(OH)3 (reaksi hidrolisis)
4. Koloid memiliki ukuran partikel lebih besar dibandingkan larutan sejati, namun
lebih kecil dibandingkan suspensi
5. Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut
akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya tersebut akan terlihat (efek
tyndall)

VIII. Referensi
https://www.academia.edu/8634804/Laporan_Pratikum_Kimia_Koloid
http://subaniari.blogspot.com/2017/02/laporan-kimia-pembuatan-koloid.html
http://www.ift.org/~/media/Knowledge%20Center/Learn%20Food%20Science/Fo
od%20Science%20Activity%20Guide/activity_alginategummie.pdf

Anda mungkin juga menyukai