Anda di halaman 1dari 139

CARA MEMBUAT BAHAN AJAR BERUPA MODUL

Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Wednesday, May 30, 2018

CARA MEMBUAT BAHAN AJAR BERUPA MODUL

1. Pengertian Modul
Istilah modul dipinjam dari dunia teknologi, yaitu alat ukur yang lengkap dan merupakan satu kesatuan
program yang dapat mengukur tujuan. Modul menurut Cece Wijaya (1992:86), dapat dipandang sebagai
paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar. Departemen
Pendidikan Nasional dalam bukunya “ Teknik Belajar dengan Modul, (2002:5), mendefinisikan modul
sebagai suatu kesatuan bahan belajar yang disajikan dalam bentuk “ self- instruction”, artinya bahan
belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan bantuan yang terbatas
dari guru atau orang lain.
Walaupun ada bermacam-macam batasan modul, namun ada kesamaan pendapat bahwa modul
itu merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri, karena modul adalah suatu
unit yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu
siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dengan demikian,
pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan
belajar dan bahan pelajaran.

Batasan modul pada buku pedoman penyusunan modul (Cece Wijaya 1992:96), yang dimaksud dengan
modul ialah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara terinci menggariskan:
1. Tujuan-tujuan intruksional umum.
2. Tujuan-tujuan intruksional khusus.
3. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar.
4. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan.
5. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas.
6. Peranan guru dalam proses belajar mengajar.
7. Alat dan sumber yang akan dipakai.
8. Kegiatan belajar mengajar yang akan/harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan.
9. Lembaran-lembaran kerja yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini.
Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B. Suryosubroto (1983 :17), bahwa
modul adalah sebagai sejenis satuan kegiatan belajar yang terencana, didesain guna membantu siswa
menyelesaikan tujuan-tujuan tertentu.

====================================

====================================

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modul merupakan bahan belajar terprogram yang
disusun sedemikian rupa dan disajikan secara terpadu, sistematis, serta terperinci. Dengan mempelajari
materi modul, siswa diarahkan pada pencarian suatu tujuan melalui langkah-langkah belajar tertentu,
karena modul merupakan paket program untuk keperluan belajar. Dan satu paket program modul, terdiri
dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber
belajar, dan sistem evaluasi.

2. Komponen - Komponen Modul


Berdasarkan batasan modul di atas, dapat diketahui bahwa komponen-komponen atau unsur-
unsur yang terdapat modul, adalah sebagai berikut:

a. Pedoman guru
Pedoman guru berisi petunjuk-petunjuk guru agar pengajaran dapat diselenggarakan secara
efisien, juga memberi penjelasan tentang:
1) Macam-macam yang harus dilakukan oleh guru.
2) Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul itu.
3) Alat-alat pelajaran yang harus digunakan.
4) Petunjuk-petunjuk evaluasi.

b. Lembar kegiatan siswa


Lembar kegiatan ini, memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa dan pelajaran juga
disusun secara teratur langkah demi langkah sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh siswa. Dalam
lembaran kegiatan, tercantum pula kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa, misalnya mengadakan
percobaan, membaca kamus, dan sebagainya.

c. Lembar kerja
Lembar kerja ini menyertai lembar kegiatan siswa, digunakan untuk menjawab atau mengerjakan
soal-soal tugas atau masalah yang harus dipecahkan.
d. Kunci lembaran kerja
Maksudnya agar siswa dapat mengevaluasi (mengoreksi) sendiri hasil pekerjaannya, apabila
siswa membuat kesalahan dalam pekerjaannya maka ia dapat meninjau kembali pekerjaannya.

e. Lembaran tes
Tiap modul disertai lembaran tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai alat pengukur
keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam modul itu. Jadi, lembaran tes
berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam modul
tersebut.

f. Kunci lembaran tes


Kunci lembaran tes sebagai alat koreksi sendiri terhadap penilaian yang dilaksanakan.
Sedangkan penjelasan komponen-komponen modul menurut Cece Wijaya, (1992 :97) adalah
sebagai berikut:

1. Petunjuk guru
a. Umum, berisikan:
1) Fungsi modul serta kedudukannya dalam kesatuan program pengajaran.
2) Kemampuan khusus yang perlu dikuasai terlebih dahulu sebagai prasyarat.
3) Penjelasan singkat tentang istilah-istilah.
b. Khusus, berisi:
1) Topik yang dikembangkan dalam modul.
2) Kelas yang bersangkutan.
3) Waktu yang diperlukan untuk modul itu.
4) Tujuan intruksional.
5) Pokok-pokok materi yang perlu dibahas.
6) Prosedur pengerjaan modul, kegiatan guru dan murid, serta alat yang dipergunakan.
7) Penilaian: prosedur dan alatnya.

2. Lembaran kegiatan siswa, berisi:


a. Petunjuk untuk murid mengenai topik yang akan dibahas, pengarahan umum, dan waktu yang tersedia
untuk mengerjakannya.
b. Tujuan pelajaran, yaitu yang berupa tujuan intruksional khusus yang ingin dicapai dengan modul yang
bersangkutan.
c. Pokok-pokok materi dan rinciannya.
d. Alat-alat pelajaran yang dipergunakan, dan
e. Petunjuk khusus tentang langkah-langkah kegiatan belajar yang harus ditempuh, yang biberikan secara
terinci dan berkelanjutan diselingi dengan pelaksanaan kegiatan.

3. Lembar kerja siswa


Berisi tugas-tugas atau persoalan-persoalan yang harus dikerjakan oleh murid setelah
mempelajari kegiatan murid.
4. Kunci jawaban untuk lembaran kerja siswa
Berisi jawaban yang diharapkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan oleh murid pada waktu
melaksanakan kegiatan belajar dengan mempergunakan lembaran kerja. Dengan kunci jawaban ini, anak
dapat mengoreksi sendiri apakah pekerjaannya telah diselesaikan dengan baik atau tidak.

5. Lembaran tes
Berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam
modul tersebut.

6. Kunci jawaban untuk lembaran tes


Berisi jawaban yang benar untuk setiap soal yang ada dalam lembaran penilaian, ialah untuk
digunakan sebagai alat koreksi sendiri terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam modul Cece Wijaya (1992:99) adalah
sebagai berikut:

1. Petunjuk untuk guru


a. Tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
b. Penjelasan tentang cara menyelenggarakan proses belajar mengajar yang efisien.
c. Penjelasan tentang materi pelajaran yang akan disajikan dan strategi belajarnya.
d. Waktu yang disediakan untuk mempelajari materi modul.
e. Alat-alat dan bahan pelajaran serta sumber-sumber yang harus digunakan, dan
f. Prosedur penilaian, jenis, cara/alat, dan materi penilaian yang digunakan.

2. Kegiatan siswa
a. Pendahuluan. Pada bagian ini dicantumkan jadwal modul lainnya dan kegiatan-kegiatan yang harus
dilaksanakan siswa. Di samping itu, memuat tujuan yang dicapai dan materi yang akan dipelajari oleh
siswa.
b. Petunjuk belajar. Pada bagian ini, akan diuraikan apa-apa atau urutan langkah yang harus dikerjakan
siswa dalam menggunakan modul.
c. Kegiatan belajar. Pada bagian ini, terdiri dari beberapa kegiatan masing-masing kegiatan memuat tujuan
yang akan dicapai. Materi pokok yang akan dipelajari dan uraian materinya. Pada akhir uraian materi
pelajaran, disajikan tugas atau masalah yang harus dipecahkan maupun pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab siswa mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari. Tugas-tugas ini, diberikan agar
siswa dapat menilai hasil belajarnya sendiri.
d. Kunci tugas. Kunci tugas disediakan pada akhir kegiatan siswa dengan harapan agar siswa dapat dengan
segera mengetahui apakah tugas-tugas yang dikerjakannya benar.

3. Tes akhir modul


Setiap modul dilengkapi dengan tes akhir modul. Dari hasil tes siswa, guru dapat mengetahui
apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan telah tercapai atau belum. Cakupan tes akhir modul antara
lain dapat mengukur aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

4. Kunci tes akhir modul


Kunci tes disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kunci tes ini, hanya
dipegang oleh guru yang senantiasa dijaga kerahasiaannya.

3. Tujuan Modul dalam Kegiatan Belajar


Tujuan digunakannya modul di dalam proses belajar mengajar menurut B. Suryosubroto
(1983:18), ialah agar:
a. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif.
b. Murid dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya sendiri.
c. Murid dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri, baik di bawah
bimbingan atau tanpa bimbingan guru.
d. Murid dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan.
e. Murid benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.
f. Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada
setiap modul berakhir.
g. Modul disusun dengan berdasar kepada konsep “Mastery Learning” suatu konsep yang menekankan
bawa murid harus secara optimal menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu. Prinsip ini,
mengandung konsekwensi bahwa seorang murid tidak diperbolehkan mengikuti program berikutnya
sebelum ia menguasai paling sedikit 75% dari bahan tersebut.

Jadi, jelaslah bahwa pengajaran modul itu merupakan pengajaran individual yang memberi
kesempatan kepada masing-masing siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan sesuai dengan
kecepatan masing-masing individu.

4. Modul Langkah-langkah penyusunan modul


Suatu modul yang digunakan di sekolah, disusun atau ditulis dengan melalui langkah-langkah
seperti berikut:
1. Menyusun kerangka modul
a. Menetapkan (menggariskan) tujuan intruksional umum (TIU) yang akan dicapai dengan mempelajari
modul tersebut.
b. Merumuskan tujuan intruksional khusus (TIK) yang merupakan perincian atau pengkhususan dari tujuan
intruksional umum tadi.
c. Menyusun soal-soal penilaian untuk mengukur sejauh mana tujuan intruksional khusus bisa dicapai.
d. Identifikasi pokok materi pelajaran yang sesuai dengan setiap tujuan intruksional khusus.
e. Mengatur/menyusun pokok-pokok materi tersebut di dalam urutan yang logis dan fungsional.
f. Menyusun langkah-langkah kegiatan belajar murid.
g. Memeriksa sejauh mana langkah-langkah kegiatan belajar telah diarahkan untuk mencapai semua tujuan
yang telah dirumuskan.
h. Identifikasi alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan modul itu.
2. Menyusun (menulis) program secara terperinci meliputi pembuatan semua unsur modul, yakni petunjuk
guru, lembar kegiatan murid, lembar kerja murid, lembar jawaban, lembar penilaian (tes), dan lembar
jawaban tes.
Secara garis besarnya, penyusunan modul atau pengembangan modul menurut S. Nasution
(1987:217-218) dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan siswa yang dapat diamati dan
diukur.
2. Urutan tujuan itu yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam modul itu.
3. Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan, dan kemampuan yang telah
dimilikinya sebagai pra-syarat untuk menempuh modul itu ( Entry Behaviouratau Entering Behaviour).
4. Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul ini bagi siswa. Ia harus tahu apa gunanya ia
mempelajari modul ini, siswa harus yakin akan manfaat modul itu agar ia bersedia mempelajarinya
dengan sepenuh tenaga.
5. Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa agar mencapai
kompetensi-kompetensi seperti dirumuskan dalam tujuan. Kegiatan itu dapat berupa mendengarkan
rekaman, melihat film, mengadakan percobaan dalam laboratorium, mengadakan bacaan membuat soal,
dan sebagainya. Perlu disediakan beberapa alternatif, beberapa cara yang dijalani oleh siswa sesuai
dengan pribadinya. Bagian inilah yang merupakan inti modul, aspek yang paling penting dalam modul itu,
karena menyangkut proses belajar itu sendiri.
6. Menyusun post-tes untuk mengukur hasil belajar murid, hingga manakah ia menguasai tujuan-tujuan
modul. Dapat pula disusun beberapa bentuk tes yang pararel. Butir-butir tes harus bertalian erat dengan
tujuan-tujuan modul.
7. Menyiapkan pusat sumber-sumber berupa bacaan yang terbuka bagi siswa setiap waktu ia
memerlukannya.
Secara teoritis penyusunan modul dimulai dengan perumusan tujuan, akan tetapi dalam
prakteknya sering dimulai dengan penentuan topik dan bahan pelajarannya dapat dipecahkan dalam
bagian-bagian yang lebih kecil yang akan dikembangkan menjadi modul. Baru sebagai langkah kedua,
dirumuskan tujuan-tujuan modul yang berkenaan dengan bahan yang perlu dikuasai itu.

Sumber Bacaan:

Cece Wijaya (1992), Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya, B.
Suryosubroto. (1983) Sistem Pengajaran dengan Modul, Jakarta: Bina Aksara,

Departemen Pendidikan Nasional (2002), Teknik Belajar dengan Modul, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah

S. Nasution, (1987) Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara
MEDIA PEMBELAJARAN
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Friday, October 26, 2018

MEDIA PEMBELAJARAN

A. Pengertian Media Pembelajaran

AECT (Association of Education and Communication Technology) pada tahun


1977 telah memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sejalan dengan
pendapat di atas, Arsyad (2011:4) menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah alat untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan-
pesan pembelajaran.

Menurut Brigss sebagaimana dikutip Nuryani (2005:114) media


pembelajaranmerupakan peralatan fisik untuk menawarkan atau menyampaikan
isi pembelajaran. Sedangkan menurut Hamalik (1994:12), media pembelajaran
merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan pendapat di atas, ada dua
komponen yang terdapat dalam media pembelajaran, yakni 1) komponen isi atau
pesan atau komponen materi pembelajaran, dan 2) komponen alat yang
digunakan untuk mengantarkan isi atau pesan. Komponen pertama sering
disebut dengan software atau perangkat lunak, sedangkan komponen kedua
dinamakan hardware atau perangkat keras.

=========================================

=========================================
Sejalan dengan pendapat di atas Aqib (2010:58) menyatakan bahwa media
pembelajaran sebagai “segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (massage), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar”.

Menurut Arif Sadiman dkk (1993:7), media pembelajaran adalah segala


sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Sedangkan Oemar Hamalik (1994:12), media pembelajaran merupakan


alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Hal ini senada dengan
pendapat Rustiyah NK yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1992:80), bahwa
media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam
rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antar
guru dan siswa dalam proses pengajaran di sekolah.

Sedangkan Mudhofir (1993: 81), bahwa media adalah sumber belajar,


secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda atau pun
peristiwa yang membuat kondisi siswa untuk lebih memungkinkan
memperoleh pengetahuan keterampilan atau pun sikap.

Beberapa pendapat di atas pada intinya menyatakan bahwa media


pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan untuk membantu
proses pembelajaran. Hal ini berarti media pembelajaran merupakan sumber
belajar. Sebagai sumber belajar media dapat diartikan dengan manusia, benda
atau pun peristiwa yang membuat kondisi siswa untuk lebih memungkinkan
memperoleh pengetahuan keterampilan maupun sikap.

Memang pada mulanya, media hanya berupa alat bantu mengajar yang
hanya digunakan di dalam kelas. Namun dalam perkembangannya, media
tidak cukup hanya digunakan di dalam kelas saja, akan tetapi
dimungkinkan juga penggunaannya di luar kelas, dan hal ini berkaitan
dengan istilah media pembelajaran (intruksional). Kata intruksional
mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata
pengajaran ada dalam konteks guru, murid di kelas (ruang) formal,
pembelajaran atau intruksional mencakup pula kegiatan belajar mengajar
yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu,
dalam instruction yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-
usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar
terjadi proses belajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran.

Berdasarkan definisi-definisi tentang media pembelajaran seperti yang


telah dikemukakan di atas, dapatlah ditarik pengertian pokok tentang
media pembelajaran, yaitu:
a. Media pembelajaran identik dengan peragaan.
b. Media pembelajaran merupakan suatu sarana untuk terciptanya suatu
proses belajar mengajar yang dapat menunjang efektivitas keberhasilan
belajar siswa.
c. Media pembelajaran tidak hanya digunakan dalam kelas saja, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan digunakan di luar proses belajar mengajar.

Seiring dengan kemajuan teknologi, maka perkembangan media


pembelajaran begitu cepat, di mana masing-masing media yang ada punya
ciri-ciri dan kemampuan sendiri. Dari hal ini, kemudian timbul usaha-usaha
penataannya yaitu pengelompokkan atau klasifikasi menurut kesamaan
ciri-ciri atau karakteristiknya. Ciri-ciri umum dari media pembelajaran,
adalah:
1. Media pembelajaran identik dengan pengertian peragaan yang berasal
dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat dan
didengar dan yang dapat diamati melalui panca indera.
2. Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang dapat dilihat dan
didengar.
3. Media pembelajaran digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi)
dalam pengajaran antara guru dan siswa.
4. Media pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik di
dalam maupun di luar kelas.
5. Media pembelajaran merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan
digunakan dalam rangka belajar.
6. Media pembelajaran mengandung aspek, sebagai alat dan sebagi teknik
yang erat pertaliannya dengan metode belajar.

Berdasarkan ciri-ciri yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa media pembelajaran adalah sarana, metode dan teknik yang
digunakan dalam rangka mengidentifikasikan komunikasi dan
interaksi antar guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.

B. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Pada mulanya media pembelajaran hanya berupa alat bantu mengajar yang
hanya digunakan di dalam kelas. Namun dalam perkembangannya, media tidak
cukup hanya digunakan di dalam kelas saja, akan tetapi dimungkinkan juga
penggunaannya di luar kelas.

Pada tahun 1964, Edgar Dale mengembangkan “kerucut pengalaman”. Kerucut


pengalaman itu dimulai dari pebelajar sebagai partisipan dalam pengalaman
sesungguhnya, menuju pebelajar sebagai pengamat atas suatu kejadian tak
langsung (melalui beberapa medium), dan akhirnya pebelajar itu mengamati
simbul-simbul yang mewakili kejadian itu (Nur, 2000). Dale menyatakan bahwa
pebelajar dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang lebih abstrak, asalkan
mereka telah membangun sejumlah pengalaman lebih konkrit untuk memaknai
penyajian realitas yang lebih abstrak tersebut. Gambar 4-4 memperlihatkan
kerucut pengalaman Dale tersebut, disertai rumusan Bruner di sampingnya.
Kerucut pengalaman Dale

Kerucut pengalaman tersebut memberikan gambaran bahwa proses


pembelajaran dengan cara melakukan sendiri dan melihat (fokus pada
keterlibatan siswa) lebih besar pengaruhnya dari pada proses mendengarkan.
Agar kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada proses keterlibatan siswa
maka ketersediaaan media pembelajaran mutlak diperlukan. Berdasarkan
kerucut pengalaman tersebut, media pembelajaran memiliki peranan yang
sangat vital bagi keberhasilan proses pembelajaran.

Seiring dengan kemajuan teknologi, maka perkembangan media


pembelajaran begitu cepat. Selain memiliki ciri-ciri umum, masing-
masingmedia pembelajaran memiliki ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Ciri-ciri umum dari media pembelajaran menurut Hamalik (1994:12),
adalah:

 Media pembelajaran identik dengan pengertian peragaan yang berasal


dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat dan
didengar dan yang dapat diamati melalui panca indera.

 Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang dapat dilihat dan
didengar.

 Media pembelajaran digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi)


dalam pengajaran antara guru dan siswa.

 Media pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik di


dalam maupun di luar kelas.

 Media pembelajaran merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan


digunakan dalam rangka belajar.

 Media pembelajaran mengandung aspek, sebagai alat dan sebagi teknik


yang erat pertaliannya dengan metode belajar.”

Dari ciri-ciri yang dikemukakan di atas, dapat ditarik pengertian pokok


tentangmedia pembelajaran, yaitu:
 Media pembelajaran identik dengan alat peraga.

 Media pembelajaran merupakan suatu sarana untuk terciptanya suatu


proses pembelajaran yang dapat menunjang efektivitas keberhasilan
belajar siswa.

 Media pembelajaran tidak hanya digunakan dalam kelas saja, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan digunakan di luar kelas.

Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki setiap media, Rudi Bretz (Sadiman, 1993:20)
membagi media dalam delapan klasifikasi, yakni:

 Media audio visual gerak.

 Media audio visual diam.

 Media audio semi gerak.

 Media visual gerak.

 Media visual diam.

 Media visual semi gerak.

 Media audio.

 Media cetak.
Media Pembelaran ini Bisa digunakan sebagai
media Audio Visul diam maupun Gerak

Susilana (2009:209) yang mengelompokkan media berdasarkan bentuk


penyajian dan cara penyajiannya membagi media dalam tujuh kelompok yaitu (a)
media grafis, bahan cetak, dan gambar diam; (b) media proyeksi diam; (c) media
audio; (d) media audio visual; (e) media gambar hidup/film; (f) media televisi; (g)
multi media.
Torso merupakan contoh Media Pembelajaran Berbentuk Model

Menurut Briggs (Sadiman, 1993:23), media pembelajaran terbagi dalam 13


macam, yaitu:

 Objek.

 Model.

 Suara langsung.

 Rekaman audio.

 Media cetak.

 Pembelajaran terprogram.

 Papan tulis.

 Media transparansi.

 Film rangkai.

 Film bingkai.
 Film.

 Televisi.

 Gambar.

Gambar Burung Garuda bisa digunakan


sebagai Media Pembelajaran

Jenis media yang lebih lengkap dikemukakan Seels dan Glasgow (1990:181-
183) yang membagi media pembelajaran dalam dua katagori luas yaitu media
tradisional dan mutakhir. Yang termasuk media tradisional adalah:

 Visual diam yang diproyeksi

 Visual yang tak diproyeksi

 Audio

 Penyajian multimedia

 Visual dinamis yang diproyeksikan

 Cetak
 Permainan

 Realia

Film Bisa Digunakan sebagai Media Pembelajaran Audio Visual

Adapun yang termasuk media teknologi mutakhir adalah

 Media berbasis telekomunikasi

 Media berbasis microprosesor

 Computer assited instructional

 Permainan computer

 Interaktif

 Hypermedia

 Compact (video) disk

Perkembangan pendidikan yang sangat pesat, berpengaruh pada


perkembangan psikologi belajar dan sistem intruksional. Keadaan tersebut,
mendorong dan berakibat juga pada kemajuan teknologi pembelajaran dan
penambahan baru pada media pembelajaran. Pemikiran-pemikiran dan
penemuan baru itu, terjadi antara lain dalam penggunaan multi media dan pusat
sumber belajar. Kedua media ini, dianggap sebagai suatu kemajuan besar dan
mempunyai peranan yang penting dalam bidang media pembelajaran, yang
berfungsi untuk menunjang pelaksanaan sistem intruksional yang lebih efektif.

Hamalik (1994:188) mengelompokkan jenis media yang termasuk dalam katagori


multi media, yakni:

 Gambar

 Slide

 Film strip

 Rekaman

 Transparan

 Video tape.

Adapun jenis media yang termasuk dalam katagori pusat sumber belajar
menurut Hamalik (1994:195), yakni suatu sistem atau perangkat materi yang
sengaja disiapkan atau diciptakan dengan maksud memungkinkan atau memberi
kesempatan siswa belajar. Sumber belajar merupakan semua sumber yang
dapat dipakai oleh siswa, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
siswa lainnya untuk memudahkan belajar. Sedangkan yang dimaksud pusat
sumber belajar adalah suatu tempat yang disiapkan secara khusus dengan
maksud penyimpanan dan penggunaan suatu kumpulan sumber-sumber, dalam
bentuk tercetak dan tak tercetak. Belajar berdasarkan suatu sumber
mengandung makna sistem belajar yang terpusat pada siswa,
diindividualisasikan dan sangat berstruktur yang menggunakan sepenuhnya
sumber-sumber yang bermakna, yakni benda dan manusia, dalam rangka
menciptakan situasi belajar yang efektif.

AECT sebagaimana dikutip oleh Rohani (1991:155-156),


mengklasifikasikanmedia pembelajaran sebagai sumber belajar menjadi enam
macam, yaitu:
1. Message (pesan), yaitu informasi/ajaran yang diteruskan oleh komponen
lain yang dalam bentuk gagasan, fakta, arti dan data. Termasuk dalam
kelompok pesan adalah semua bidang studi/mata kuliah atau bahan
pengajaran yang diajarkan kepada siswa, dan sebagainya.

2. People (orang), yakni manusia yang bertindak sebagai penyimpan,


pengolah dan penyaji pesan. Termasuk kelompok ini misalnya guru/dosen,
tutor siswa dan sebaginya.

3. Materials (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk


disajikan melalui penggunaan alat perangkat keras atau pun oleh dirinya
sendiri. Berbagai program media termasuk media materials seperti
transportasi, slide, film, audio, video, modul, majalah, buku dan
sebagainya.

4. Device (alat), yakni (suatu perangkat keras) yang digunakan untuk


menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan, misalnya OHP, slide,
video, tape recorder, dan sebagainya.

5. Technique (teknik), yaitu prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk


penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk menyampaikan
pesan. Misalnya pengajaran terprogram/modul, simulasi, demonstrasi,
tanya jawab, CBSA, dan sebagainya.

6. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar di mana pesan


disampaikan. Baik lingkungan fisik ruang kelas, gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, taman, lapangan, dan sebagainya. Juga
lingkungan non fisik, misalnya suasana belajar itu sendiri, tenang, lelah,
ramai dan sebagainya.

Media pembelajaran kalau dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, tidak
hanya terbatas pada alat-alat audio visual saja yang dapat dilihat dan dapat
didengar, melainkan juga sampai pada kondisi pribadi siswa dan tingkah laku
guru.

Berdasarkan hal tersebut, media pembelajaran menurut Hamalik (1994:36-37)


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Bahan-bahan cetakan atau bacaan (supplementary materials), berupa
bahan bacaan seperti: buku, komik, koran, majalah, buletin, pamflet dan
lain-lain. Bahan-bahan ini lebih mengutamakan kegiatan bacaan dan
menggunakan simbol-simbol kata atau visual.

 Alat-alat audio-visual, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, terdiri


atas:

 Media pembelajaran tanpa proyeksi, seperti papan tulis, papan tempel,


papan flannel, bagan, diagram, grafik, poster, kartun, komik, gambar.

 Media pembelajaran tiga dimensi, alat-alat yang tergolong kepada kategori


ini terdiri model benda asli, benda tiruan, boneka, topeng, dan lainnya

 Media pembelajaran yang menggunakan teknik atau mesin, alat-alat yang


tergolong dalam kategori ini antara lain, slide, film, kaset rekaman, radio,
televisi, laboratorium elektronik, ruang kelas otomatis, sistem
interkomunikasi dan komputer.

 Sumber-sumber masyarakat berupa objek-objek peninggalan sejarah,


dokumentasi, bahan-bahan makalah dan sebagainya. Dari berbagai
bidang meliputi data kependudukan, sejarah, jenis kehidupan, mata
pencaharian, industri, perbankan, perdagangan, pemerintah, kebudayaan,
politik dan lain-lain. Untuk mempelajari hal tersebut, diperlukan berbagai
metode seperti karya wisata, survei, berkemah, pengabdian sosial,
praktek kerja nyata atau lapangan dan lain-lain.

 Kumpulan benda-benda (materials collection), berupa benda atau barang-


barang yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk dipelajari seperti,
potongan kaca, potongan sendok, daun, benih, bibit, bahan kimia, dan
lain-lain.

 Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru, meliputi semua


contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh guru sewaktu mengajar,
misalnya, dengan tangan, kaki, gerakan badan, mimik dan lain-lain.
Peragaan yang tergolong dalam kategori ini tak mungkin disebutkan satu-
satu, karena sangat banyak macamnya dan sangat tergantung kepada
kreasi dan inisiatif pribadi guru sendiri, tetapi pada pokoknya jenis media
ini hanya dapat dilihat, didengarkan, dan ditiru oleh siswa.
Agak berbeda dari beberapa pendapat di atas, Smaldino, Lowther, dan
Russel(2011:7) mengkatagorikan media dalam enam katagori dasar, yakni teks,
audio, visual, video, perekayasa (manipulative), dan orang-orang. Teks
merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format
apapun, seperti buku, papan tulis, dan sebagainya. Audio mencakup apa saja
yang bias didengar. Visual meliputi diagram pada sebuah poster, gambar, foto
dan lainnya. Video merupakan media yang menampilkan gerakan, termasuk
DVD, rekaman video, animasi komputer dan sebagainya. Perekayasa dimaksud
sebagai benda tiga dimensi, bisa disentuh dan dipegang oleh siswa. Dan
katagori terakhir adalah orang, termasuk didalamnya guru, siswa atau para ahli.

C. Manfaat Media Pembelajaran


Arsyad (2011:15) menyatakan bahwa: “Fungsi utama media
pembelajaranadalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi
iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru”.
Pernyataan di atas memberi penegasan bahwa media merupakan alat bantu
bagi terciptanya kegiatan belajar dan pembelajaran.

Sudjana (2010:99-100), mengemukakan ada enam fungsi dari alat peraga dalam
proses belajar mengajar, yaitu:

 Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan


merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai
alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.

 Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan


situasi mengajar. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu
unsur yang harus dikembangkan oleh guru.

 Alat peraga dalam pembelajaran penggunaannya integral dengan tujuan


dan isi pembelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa
penggunaan alat peraga harus melihat kepada tujuan dan bahan
pelajaran/pembelajaran.

 Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bukan semata-mata sebagai


alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses
belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
 Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran lebih diutamakan agar siswa
dapat memahami materi pembelajaran yang diberikan oleh guru.

 Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk


mempertinggi mutu belajar dan pembelajaran. Dengan perkataan lain
melalui menggunakan alat peraga hasil belajar yang dicapai akan tahan
lama diingat oleh siswa, sehingga pembelajaran mempunyai nilai yang
tinggi

Levie dan Lentz (Arsyad, 2011:16) mengemukakan 4 Fungsi media


pembelajaran, yakni a) fungsi atensi; b) fungsi afektif; c) fungsi kognitif; dan d)
fungsi kompensatoris.

Fungsi atensi merupakan fungsi inti media yakni manarik dan mengarahkan
perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada materi pembelajaran yang
berkaitan dengan makna visual yang disampaikan atau menyertai materi
pembelajaran. Fungsi afektif berkaitan dengan perasaan senang yang dimiliki
siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Fungsi kognitif mengandung
makna bahwa lambing visual atau gambar dapat memperlancar pencapaian
tujuan pembelajaran untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar atau media pembelajaran. Sedangkan fungsi
kompensatoris mengadung makna bahwa media berfungsi untuk
mengakomodasikan atau membantu siswa yang lemah dan lambat menerima
atau memahami materi pembelajaran yang disajikan dengan teks (verbal).

Kemp dan Dayton (1985:3-4) mengemukakan beberapa hasil penelitian yang


menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral
dalam kegiatan pembelajaran di kelas, yakni:

 Penyampaian materi pembelajaran menjadi baku

 Pembelajaran menjadi lebih interaktif

 Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat namun hasil


lebih maksimal

 Kualitas hasil pembelajaran dapat ditingkatkan


 Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana saja

 Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap
proses pembelajaran dapat ditingkatkan.

 Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa media pembelajaran memiliki fungsi yang
sangat berpengaruh bagi pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu,
dalam penggunaan media, guru harus mampu menggunakan berbagai jenis
media semaksimal mungkin, termasuk juga melakukan percontohan di depan
kelas sehingga siswa dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru tersebut.

D Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2011:75) ada enam kriteria yang harus diperhatikan guru
dalam pemilihan media. Keenam kriteria tersebut adalah:

 Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

 Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip,
atau generalisasi.

 Praktis, luwes dan bertahan

 Guru terampil menggunakannya

 Pengelompokkan sasaran

 Mutu teknis

Kriteria yang paling utama dari enam kriteria dalam pemilihan media adalah
kesesuaian pemilihan dan penggunaan media dengan tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang ingin dicapai, isi materi pembelajaran, dan guru harus terampil
mengunakannya Sebagai contoh, apabila tujuan atau kompetensi siswa bersifat
menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika
tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media
cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik
(gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu,
terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi seperti: biaya, ketepatgunaan;
keadaan siswa; ketersediaan; dan mutu teknis.

Warsita (2008:253) mengemukakan ada sembilan kriteria dalam pemilihanmedia


pembelajaran, yakni:

 Kesesuian media dengan tujuan atau kompetensi

 Kesesuian media dengan jenis pengetahuan

 Kesesuian media dengan sasaran

 Ketersediaan atau kemudahan untuk memperolehnya

 Biaya, penggunaan media dimaksud untuk meningkatkan efektivitas dan


efesiensi pembelajaran

 Kemampuan media, untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok


besar atau massal.

 Karakteristik media yang bersangkutan

 Waktu, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau


membuat media yang akan kita pilih.

 Mutu teknis.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Susilana (2009:204-205) yang mengartikan


media dalam arti yang lebih luas yakni sebagai sumber belajar mengemukakan
beberapa kriteria dalam pemilihan dan penggunaan media. Adapun yang
menjadi kriteria dalam pemilihan media pembelajaran adalah:

 Ketepatan dengan tujuan pembelajaran.

 Dukungan terhadap isi materi pmbelajaran.


 Kemudahan memperoleh sumber belajar atau media yang akan
digunakan.

 Keterampilan guru dalam menggunakannya.

 Tersedia waktu untuk menggunakannya.

 Sesuai dengan taraf berpikir siswa.

Adapun kriteria dalam penggunaan media mencakup:

 Media atau sumber belajar yang digunakan dapat meningkatkan


kemampuan siswa.

 Media atau sumber belajar yang digunakan cukup memadai dengan


memanfaatkan sumber belajar secara efektif.

 Isi dari media atau sumber belajar yang digunakan memenuhi syarat untuk
menjelaskan materi yang akan disampaikan.

 Media atau sumber belajar yang digunakan mampu menarik perhatian


siswa.

 Media atau sumber belajar yang digunakan mampu menjelaskan materi


secara detail.

 Media atau sumber belajar yang digunakan telah memuat seluruh


informasi yang akan disampaikan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa


setidaknya ada tujuah kriteria yang harus diperhatikan guru dalam penggunaan
media pembelajaran, yaitu:

 Media yang digunakan sesuai dengan tujuan pembelajaran

 Media yang digunakan sesuai karakteristik materi pelajaran;

 Media yang digunakan sesuai dengan keadaan siswa;


 Kemampuan guru dalam menggunakan media;

 Media yang digunakan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;

 Media yang digunakan bervariasi dan inovatif;

 Media yang digunakan hendaknya cukup dikenal audience (siswa) atau


bersifat kontekstual.

E. Fungsi Dan Tujuan Media Pembelajaran


1. Fungsi Media Pembelajaran

Pada dasarnya, media adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan


dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat komunikasi, media
pembelajaran tidak lepas dari tujuan dan alat fungsinya, maka
sesungguhnya sebagai media komunikasi mempunyai fungsi yang luas di
antaranya:
a. Fungsi edukatif media komunikasi, yakni bahwa setiap kegiatan media
komunikasi mengandung sifat mendidik karena di dalamnya memberikan
pengaruh pendidikan.
b. Fungsi sosial media komunikasi, media komunikasi memberikan informasi
aktual dan pengalaman dalam berbagai bidang kehidupan sosial orang.
c. Fungsi ekonomis media komunikasi, media komunikasi dapat digunakan
secara intensif pada bidang-bidang pedagang dan industri.
d. Fungsi politis media komunikasi, dalam bidang politik media komunikasi
dapat berfungsi terutama politik pembangunan baik material maupun
spiritual.
e. Fungsi seni dan budaya media komunikasi, perkembangan ke bidang seni
dan budaya dapat tersebar lewat media komunikasi.

Dan seperti telah dikemukakan di atas, bahwa media pembelajaranidentik


dengan keperagaan, sebagai alat peraga media mempunyai fungsi seperti
pernyataan Nana Sudjana (1995:1991), bahwa ada enam fungsi dari alat
peraga dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan
fungsi tambahan tapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar yang efektif.
b. Penggunaan alat peraga merupaka bagian yang integral dari keseluruhan
situasi mengajar. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan oleh guru.
c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan
bahan pengajaran. Ini berarti bahwa penggunaan alat peraga harus melihat
kepada tujuan dan bahan pelajaran.
d. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran semata-mata alat hiburan,
dalam arti digunakan bahwa sekedar melengkapi proses belajar supaya
lebih menarik perhatian siswa.
e. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan siswa dalam
menangkap pengertian yang diberikan oleh guru.
f. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu belajar mengajar, dengan perkataan lain menggunakan
alat peraga hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat oleh siswa.

Oleh karena itu, dalam hal penggunaan alat peraga, guru harus mampu
menggunakan jenis alat peraga apa saja semaksimal mungkin, termasuk
juga melakukan percontohan di depan kelas misalkan tentang salah satu
gerakan sholat dalam hal ini guru memberikan contoh langsung kepada
siswa, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami pelajaran yang
disampaikan oleh guru tersebut.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa fungsi media pembelajaran sangat


berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam
pendidikan.

2. Tujuan Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai suatu media komunikasi antara guru dan


siswa dalam pengajaran, sudah barang tentu sangat erat kaitannya dengan
kegiatan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, jelaslah bahwa tujuan
belajar mengajar sangat penting bagi media pembelajaran, dalam hal:
a. Tujuan pengajaran menentukan arah yang hendak dicapai oleh media
pembelajaran.
b. Tujuan pengajaran menentukan alat/atau media pembelajaran apa yang
akan digunakan.
c. Tujuan pengajaran menentukan proses, metode, dan media pembelajaran
apa yang akan digunakan oleh guru dalam membimbing kegiatan belajar
siswa.
d. Tujuan pengajaran menentukan proses kegiatan komunikasi pendidikan
sekolah.
e. Tujuan pengajaran menentukan teknik penilaian terhadap penggunaan
media pembelajaran.
f. Tujuan pengajaran menentukan arah dan kebijakan yang ditempuh dalam
administrasi media pembelajaran di sekolah.

Oleh karena itu, maka tujuan pendidikan dan pengajaran harus dirumuskan
secara jelas, terarah, sistematis, dan maksimal, sehingga dari tujuan itu
dapat menentukan terhadap pemilihan, penggunaan, produksi, penilaian,
dan pengelolaan (administrasi) media pembelajaran yang tepat di sekolah.

Referensi

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arif Sadiman (1993) Media Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Aqib, Zainal. 2010. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan


Cendekia.

Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan, Bandung: Citra Adtya Bakti.

Kemp. 1977. Intructional Design: a Plan for Unit and Curriculum Development.
New York: Technology Publ.

Kemp, J.E. & Dayton. D.K. 1985. Planning and Producing Instrutional Media
(Fifth Edition).New York : Harper & Row. Publishers. .

Mappire, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa, Surabaya: Usaha Nasional.


Marimba, Ahmad D. 1980. Pengantar Filsaf at Pendidikan Islam. Bandung: PT.
Almaíarif.
Mudhofir, (1993) Teknologi Intruksional, Bandung: Remaja Rosda Karya

Nana Sudjana (1995), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:


Sinar Baru Algensindo

Nuryani. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Penerbit Universitas


Negeri Malang.

Rohani, Ahmad. 1991. Pengelolaan Pelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sadiman, Arief S. 1993. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Seels, Barbara B. dan Glasgow. 1990. Exercises in Intructional Design.


Columbus: Merril Publishing Company.

Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran, Definisi


dan Kawasannya (Intructional Technology: The Definition and Domains of the
Filed) Diterjemahkan oleh Dra. Dewi S. Prawiradilaga, dkk. Jakarta: UNJ

Smaldino, Sharon E.; Deborah L. Lowther; dan James D. Russell. 2011.


Intructional Technology and Media For Learning (Teknologi Pembelajaran dan
Media Untuk Belajar) Diterjemahkan oleh Arif Rahman. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Susilana, Rudi. 2009. “Sumber Belajar dalam Pendidikan”. Dalam Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan, Bagian II : Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT. Imperial
Bhakti Utama (Halaman 197 – 220)

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya.


Jakarta: Rineka Cpta

Oemar Hamalik (1994) Media Pendidikan, Bandung: Citra Adtya Bakt

Zakiah Darajat (1992) Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara


METODE LATIHAN (DRILL)
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Sunday, October 28, 2018

METODE LATIHAN (DRILL)

1. Pengertian Metode Latihan (Drill)

Metoda adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran


dalam upaya mencapai tujuan. Dewasa ini aktivitas guru yang bertindak
sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Pengembangan kurikulum
dan pembelajaran (2002: 22) juga sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar kelas. Tentang pengertian metoda latihan ialah
latihan siap sangat sesuai untuk melatih keterampilan, baik keterampilan
fisik maupun mental dan menurut pendapat Syaiful Sagala dan Subana
(217: 202).

Metode latihan (Driil) merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Latihan adalah suatu teknik
mengajar yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan
agar memiliki ketangkasan / keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang
dipelajari. Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode latihan adalah suatu
cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu, yang digunakan untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan,
kesempatan, dan keterampilan.

=========================================

=========================================

Syaiful Sagala (2003) menyatakan bahwa Metode latihan (metode


drill)adalah metode latihan, atau metode training yang merupakan suatu
cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan dan keterampilan” Sedangkan Roestiyah (2001:
125) mengungkapkan metode latihan adalah cara mengajar dimana siswa
melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan
atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.

PENERAPAN METODE LATIHAN (DRILL)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disipmpulkan metode


latihan (metode drill) adalah suatu cara mengajar yang dilakukan guru
untuk menanamkan suatu kebiasan-kebiasaan tertentu atau mengajarkan
siswa melakukan suatu latihan-latihan. Hal ini dilakukan supaya siswa
dapat memperoleh suatu ketangkasan maupun keterampilan yang lebih
baik lagi.

2. Fungsi dan Manfaat Metoda Latihan


Metoda Latihan atau drill dapat diterapkan untuk materi yang menekankan
aspek keterampilan, baik keterampilan fisik maupun keterampilan mental
karena dengan latihan, sesuatu keterampilan dapat dikuasai. Beberapa hal
yang yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknik/ metode latihan.
a. Sifat latihan berbeda dengan latihan sebelumnya, karena situasi dan
pengaruh latihan berbeda. Hal itu mendatangkan kondisi, respon serta
tanggapan yang berbeda.
b. Penilaian latihan dengan keseluruhan pelajaran disekolah perlu dikaitkan
agar siswa ada dorongan motivasi untuk mengetahui tujuan latihan serta
kaitannya dengan pelajaran sehingga dapat memanfaatkannya dalam
kehidupan.

Sudjana dan Syaiful Sagala (86: 217) mengatakan: Penilaian pada


umumnya digunakan untuk memperoleh keterangan suatu keterampilan
dari apa yang telah dipelajari dan sebagai sarana untuk membantu siswa
menguasai keterampilan secara tepat dalam perilaku yang cepat dan
otomatik.

CONTOH PENERAPAN METODE LATIHAN (DRILL)

Metode latihan (driil) ia berhubungan dengan pembentukan kemahiran


motoris (fisik) ataukah kemahiran yang bersifat penyesuaian seperti
kemahiran untuk memecahkan suatu soal atau kecakapan dalam
penyelesaian diri terhadap suatu situasi (petunjuk pelaksanaan mengajar,
21: 22).

Agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, guru harus memperhatikan


dari pihak anak didik, yaitu mereka memiliki dorongan minat dan perhatian
terhadap apa yang sedang dipelajari, pelaksanaan metoda latihan harus
tetap diusahakan mengembangkan minat dan meningkatkan kemampuan
anak didik.

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Latihan


Kelebihan Metode Latihan (Drill) menurut Djamarah dan Zain (2006: 6):
a. Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf,
kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, dan terampil menggunakan
setiap peralatan.
b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti, perkalian, pembagian,
penjumlahan, pengurangan, tanda-tanda (simbol- simbol), dan sebagainya.
c. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti
hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol,dan sebagainya.
d. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta
kecepatan pelaksanaan.
e. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan adanya
konsentrasi dalam pelaksanaanya.
f. Pembentukan kebiasan-kebiasan membuat gerakan-gerakan yang
kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.

Kelemahan Metode Latihan (Metode Drill) menurut Djamarah dan Zain


(2006):
a. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa
kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang- ulang
merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
d. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis.
e. Dapat menimbulkan verbalisme.
Langkah-Langkah Penerapan Metode Latihan (Metode Drill)

4. Langkah-Langkah PenerapanMetode Latihan (Metode Drill)


Berikut ini Langkah-Langkah Penerapan Metode Latihan (Metode Drill),
agar pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif serta hasil belajar
dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
a) Siswa terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan secara teori, sesuai
dengan bahan ajaran yang akan diterapkan dengan metode pembelajaran
drill.
b) Guru memberikan contoh latihan soal sebelum diberikannya latihan tentang
materi pembelajaran yang telah diberikan.
c) Guru memberikan latihan soal-soal tentang materi yang telah diberikan,
kemudian dilakukan oleh siswa, dengan bimbingan guru.
d) Guru mengoreksi dan membetulkan kesalahan-kesalahan latihan yang
dilakukan oleh siswa.
e) Siswa diharuskan mengulang kembali latihan untuk mencapai gerakan
otomatis yang benar.
f) Pengulangan yang ketiga kalinya atau terakhir, guru melakukan evaluasi
hasil belajar siswa, dengan lembar tes. Evaluasi dilakukan pada saat
melakukan kegiatan yang ketiga kalinya.

Referensi

Djamarah, Syaiful Bachri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Rineka Cipta. Jakarta

Karli, H. dan Sri Yulirtianingsih, M (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis


Kompetensi, Jakarta; Bina Media Informasi
Mulyana, E (2003), Strategi Pembelajaran dan Diagnosis Kesulitan Belajar
Siswa, Makalah, Bandung, PP BPG.

Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sagala, Syaiful (2003), Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung;


Alfabeta.

MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013


(Materi Diklat Kurikulum 2013)
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Tuesday, November 6, 2018

A. Pengertian Pembelajaran, Model pembelajaran dan Prinsip Pembelajaran


dalam Kurikulum 2013
1. Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik,antara peserta
didik dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada suatu
lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta didik dapat
membangun sikap, pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian.
2. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan
belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung
(Joice&Wells). Sedangkan menurut Arends dalam Trianto, mengatakan “model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.

3. Prinsi-prinsip pembelajaran meliputi: (1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, (2)
peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar, (3) proses pembelajaraan
menggunakan pendekatan ilmiah, (4) pembelajaran berbasis kompetensi, (5)
pembelajaran terpadu, (6) pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen
yang memiliki kebenaran multi dimensi, (7) pembelajaran berbasis keterampilan
aplikatif, (8) peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-
skills dan soft-skills, (9)pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, (10) pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberiketeladanan (ingngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ingmadyomangunkarso), dan mengembangkan kreativitas
pesertadidik dalam proses pembelajaran (tut wurihandayani), (11) pembelajaran yang
berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, (12) pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
(13) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik, dan
(14) suasana belajar menyenangkan dan menantang.

===================================

===================================

4. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,


termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
5. Tujuan penggunaan model pembelajaran sebagai strategi bagaimana pembelajaran
yang dilaksanakan dapat membantu peserta didik mengembangkan dirinya baik berupa
informasi, gagasan, keterampilan nilai dan cara-cara berpikir dalam meningkatkan
kapasitas berpikir secara jernih, bijaksana dan membangun keterampilan sosial serta
komitmen (Joice& Wells).
6. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:
a. Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Model
pembelajaran mempunyai teori berfikir yang masuk akal. Maksudnya para pencipta atau
pengembang membuat teori dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan
sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran
yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa
yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan
baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah laku mengajar yang
diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil
dalam pelaksanaannya.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Model
pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman, sehingga
suasana belajar dapat menjadi salah satu aspek penunjang apa yang selama ini
menjadi tujuan pembelajaran. (Trianto, 2010).
7. Memilih atau menentukan model pembelajaran sangat dipengaruhi olehkondisi
Kompetensi Dasar (KD), tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran, sifat dari materi
yang akan diajarkan, dantingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu, setiap
model pembelajaran mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa
dengan bimbingan guru.
8. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagaimana yang diterapkan
pada kurikulum 2013, sebaiknya dipadukan secara sinkron dengan langkah/tahapan
kerja (syntax) model pembelajaran.

B. Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama(Permendikbud No. 103


Tahun 2014)yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta
mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model
Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning), model Pembelajaran
Berbasis Projek (Project Based Learning), dan model Pembelajaran Melalui
Penyingkapan/Penemuan(Discovery/Inquiry Learning). Disamping model pembelajaran
di atas dapat juga dikembangkan model pembelajaran Production Based
Education (PBE) sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan

Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi pembelajaran.
Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran
tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika
menggunakan model pembelajaran tertentu.Oleh karenanya guru harus menganalisis
rumusan pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada pembelajaran
penyingkapan(Discovery/Inquiry Learning) atau pada pembelajaran hasil karya
(Problem Based Learning dan Project Based Learning ).
Rambu-rambu penentuan model penyingkapan/penemuan:
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah ke pencarian atau penemuan;
2. Pernyataan KD-3 lebih menitikberatkan pada pemahaman pengetahuan faktual,
konseptual, procedural, dan dimungkinkan sampai metakognitif;
3. Pernyataan KD-4 pada taksonomi mengolah dan menalar
Rambu-rambu penemuan model hasil karya (Problem Based Learning danProject Based
Learning):
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau produk;
2. Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif;
3. Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan
4. Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan pengetahuan
konseptual dan prosedural.
Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah
kerja(syntax) tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Penyingkapan (penemuan dan pencarian/penelitian)


Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning)adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan
dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive processsedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatingconcepts and principles in the mind ( Robert B.
Sund dalam Malik, 2001:219).
a. Sintak model Discovery Learning
1) Pemberian rangsangan (Stimulation);
2) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement);
3) Pengumpulan data (Data Collection);
4) Pembuktian (Verification), dan
5) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).
b. Sintak model Inquiry Learning Terbimbing
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses penelitian
melalui penyelidikan dan penjelasan dalam settingwaktu yang singkat (Joice&Wells,
2003).
Model pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara
sistematis kritis dan logis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya.
Sintak/tahap model inkuiri meliputi:
1) Orientasi masalah;
2) Pengumpulan data dan verifikasi;
3) Pengumpulan data melalui eksperimen;
4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan
5) Analisis proses inkuiri.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Merupakan pembelajaran yang menggunakans berbagai kemampuan berpikir dari peserta
didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi
permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan OnnSeng, 2000).
Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep
pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order Thinking
Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan
keterampilan(Norman and Schmidt).
a. Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam Jamie Kirkley,
2003:3) terdiri atas:
1) Mengidentifikasi masalah;
2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi informasi-
informasi yang relevan;
3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif, tukar-pikiran dan
mengecek perbedaan pandang;
4) Melakukan tindakan strategis, dan
5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan.
b. Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H. Jonassen,
2011:93) terdiri atas:
1) Merumuskan uraian masalah;
2) Mengembangkan kemungkinan penyebab;
3) Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan
4) Mengevaluasi.

3. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).


Model pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek nyata
dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan menantang, tugas-
tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan kompetensi yang dilakukan
secara kerjasama dalam upaya memecahkan masalah (Barel, 2000 and Baron 2011).
Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar, team work,
keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan akademik level tinggi/taksonomi
tingkat kreativitas yang dibutuhkan pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010).
Sintak/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi:
a. Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question);
b. Mendesain perencanaan proyek;
c. Menyusun jadwal (Create a Schedule);
d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress
of the Project);
e. Menguji hasil (Assess the Outcome), dan
f. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).
4. Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapat digunakan model Production
Based Training (PBT) untuk mendukung pengembangan Teaching Factory pada mata
pelajaran pengembangan produk kreatif. Model Pembelajaran Production Based
Trainingmerupakan proses pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses
produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang
kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan
pesanan, pelaksanaan dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah
pelayanan pasca produksi.Tujuan penggunaan model pembelajaranPBT adalah untuk
menyiapkan peserta didik agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan
kompetensi teknisserta kemampuan kerjasama sesuai tuntutan organisasi kerja.
Sintaks/tahapan model pembelajaran Production Based Trainningmeliputi:
a. Merencanakan produk;
b. Melaksanakan proses produksi;
c. Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan
d. Mengembangkan rencana pemasaran.
(G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).
Proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik, meliputi lima langkah
sebagai berikut.
1. Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat (membaca,
menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada waktu mengamati
suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu. Alternatif kegiatan mengamati antara
lain observasi lingkungan, mengamati gambar, video, tabel dan grafik data,
menganalisis peta, membaca berbagai informasi yang tersedia di media masa dan
internet maupun sumber lain. Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati
adalah siswa dapat mengidentifikasi masalah.
2. Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya baik yang
berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses tertentu. Dalam kegiatan
menanya, siswa membuat pertanyaan secara individu atau kelompok tentang apa yang
belum diketahuinya. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber,
siswa lainnya dan atau kepada diri sendiri dengan bimbingan
guru hinggasiswa dapat mandiri dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan
secara lisan dan tulisan serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap
aktif dan gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat
hipotesis. Hasil belajar dari kegiatanmenanya adalah siswa dapat merumuskan
masalah dan merumuskanhipotesis.
3. Mengumpulkan data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai
bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan datadapat dilakukan
dengan cara membaca buku, mengumpulkan data sekunder, observasi lapangan, uji
coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari
kegiatan mengumpulkan data adalah siswa dapat menguji hipotesis.
4. Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk serangkaian aktivitas
fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu. Bentuk kegiatan mengolah data
antara lain melakukan klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan
menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data
sehingga lebih bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat
tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa
menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data
yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau
ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah skema
kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari
kegiatan menalar/mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian
dari hipotesis.
5. Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan menyampaikan hasil
temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolah data,
serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan
dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat
teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasilbelajar dari
kegiatanmengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan
mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis.
Sumber: Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2016, Kemdikbud
A. Fungsi Kurikulum
Apa sebenarnya fungsi kurikulumbagi guru, siswa, kepala sekolah/pe-
ngawas, orang tua, dan masyarakat? Pada dasarnya kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi
sebagai pe-doman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala
sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah.
Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk
memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.
======================================

======================================

Bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi


kurikulumsebagai berikut: (a) fungsi penyesuaian, (b) fungsi integrasi, (c)
fungsi diferensia-si, (d) fungsi persiapan, (e) fungsi pemilihan, dan (f)
fungsi diagnostik.

Fungsi Penyesuaian.
Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well
adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik
lingkungan fi-sik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri
senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa
pun harus memiliki kemam-puan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan-nya.

Fungsi Integrasi.
Fungsi Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh
kare-na itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk
dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

Fungsi Diferensiasi.
Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
indivi-du siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik
maupun psi-kis, yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

Fungsi Persiapan.
Fungsi Persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jen-jang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan
dapat mem-persiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat
seandainya karena se-suatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Fungsi Pemilihan.
Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya. Fung-si pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi
diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa
berarti pula diberinya ke-sempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua
fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat
fleksibel.

Fungsi Diagnostik
Fungsi Diagnosti mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
mema-hami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang
dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemah-an yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa
dapat mengembangkan sen-diri potensi kekuatan yang dimilikinya atau
memperbaiki kelemahan-kele-mahannya.

B. Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki
peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Terdapat tiga peranan Kurikulum yang dinilai sangat
penting, yaitu: (a) peranan konser-vatif, (2) peranan kreatif, dan (3)
peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).

Peranan Konservatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum sebagai sarana untuk
mentrans-misikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para
siswa. Dengan demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum, yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini
sifatnya menjadi sangat men-dasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa
pendidikan pada hakikatnya me-rupakan proses sosial. Salah satu tugas
pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai
dengan nilai-nilai sosial yang hidup di ling-kungan masyarakatnya.

Peranan Kreatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembang-
kan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebu-
tuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
Kuri-kulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengem-bangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahu-an-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta
cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

Peranan Kritis dan Evaluatif.


Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
se-hingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesu-aikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu,
perkembang-an yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang
belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Karena itu, peranan
kurikulum tidak hanya me-wariskan nilai dan budaya yang ada atau
menerapkan hasil perkembangan ba-ru yang terjadi, melainkan juga
memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta
pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Da-lam hal ini,
kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial.
Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa
kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyem-
purnaan.

Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara


seim-bang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika
tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan
kurikulum per-sekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga
peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait dalam proses pen-didikan, di antaranya guru, kepala sekolah,
pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-
pihak yang terkait tersebut idealnya da-pat memahami betul apa yang
menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang di-terapkan sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.
PENGERTIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENILAIAN
PORTOFOLIO
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Monday, November 26, 2018

Penilaian Portofolio adalah teknik penilaian yang dilakukan


dengan cara menilai hasil karya peserta didik yang berupa kumpulan tugas,
karya, prestasi akademik/non akademik, yang dikerjakan/dihasilkan peserta
didik. Contoh karangan, puisi, surat, lukisan, laporan penelitian, laporan kerja
kelompok, sertifikat atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh peserta
didik. Kumpulan ini menggambarkan minat, perkembangan, prestasi dan
kreativitas peserta didik pada satu periode tertentu.

Portofolio penilaian bukan sekadar kumpulan hasil kerja siswa, melainkan


kumpulan hasil kerja siswa dari kegiatan yang sengaja diperbuat siswa
untuk menunjukkan bukti tentang kompetensi, pemahaman, dan capaian
siswa terhadap kompetensi dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio juga
merupakan kumpulan informasi yang perlu diketahui oleh guru sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah perbaikan
pembelajaran, atau peningkatan belajar siswa.

Portofolio peserta didik untuk penilaian merupakan kumpulan produk siswa,


yang berisi berbagai jenis karya seorang siswa, misalnya:
1) Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik siswa, yang disajikan secara tertulis
atau dengan penjelasan tertulis.
2) Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa, dalam rangka
melaksanakan tugas untuk mata pelajaran yang bersangkutan.
3) Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan.
4) Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah, dalam mata pelajaran
yang bersangkutan
5) Laporan hasil penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam mata
pelajaran atau antarmata-pelajaran.
6) Penyelesaian soal-soal terbuka.
7) Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda
dengan cara yang diajarkan di sekolah, atau dengan cara yang berbeda dari
cara pilihan teman-teman sekelasnya.
8) Laporan kerja kelompok.
9) Hasil kerja siswa yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam video, alat
rekam audio, dan komputer.
10) Fotokopi surat piagam atau tAnda penghargaan yang pernah diterima oleh
siswa yang bersangkutan.
11) Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak
ditugaskan oleh guru (atas pilihan siswa sendiri, tetapi relevan dengan mata
pelajaran yang bersangkutan).
12) Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan siswa terhadap mata
pelajaran yang bersangkutan.
13) Cerita tentang usaha siswa sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis,
atau usaha peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang
bersangkutan.

Langkah-langkah Penilaian Portofolio


Penilaian portofolio dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Jelaskan kepada peserta didik maksud penugasan portofolio.
2) Jelaskan sampel-sampel portofolio yang dapat digunakan.
3) Peserta didik diharuskan mengumpulkan dan mengarsipkan portofolio.
4) Cantumkan tanggal pembuatan pada setiap evidence (bukti-bukti hasil belajar)
5) Tentukan kriteria penilaian sampel-sampel portofolio.
6) Lakukan perbaikan terhadap portofolio yang belum sesuai dengan kriteria.

Contoh format Penilaian Portofolio


Catatan:
Setiap karya siswa sesuai Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar yang masuk
dalam daftar portofolio dikumpulkan dalam satu file (tempat) untuk setiap
peserta didik sebagai bukti pekerjaannya. Skor untuk setiap kriteria
menggunakan skala penilaian 0 - 10 atau 0 - 100. Semakin baik hasil yang
terlihat dari tulisan peserta didik, semakin tinggi skor yang diberikan. Kolom
keterangan diisi dengan catatan guru tentang kelemahan dan kekuatan tulisan
yang dinilai.
MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Friday, November 30, 2018

Pengertian Model Pembelajaran Think-Talk-Write


Model pembelajaran think-talk-write (TTW) adalah model pembelajaran
yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemahaman dan komunikasi
siswa. Model pembelajaran think-talk-write dikembangkan oleh Huinker dan
Laughlin (Yamin dan Ansari, 2008:84) yang dibangun melalui berpikir, berbicara
dan menulis. Alur model Think-Talk-Write dimulai dari keterlibatan siswa dalam
berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,
selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya kemudian menulis
hasil diskusi. Model ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen
dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini semua siswa diminta membaca, membuat
catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman
kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
========================================

========================================

Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran think-talk-write


(TTW)menurut Yamin dan Ansari (2008:85) adalah :

1) Think; Think merupakan aktivitas siswa untuk berpikir. Hal ini dapat dilihat
dari proses membaca suatu teks atau cerita kemudian membuat catatan tentang
apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan, siswa
membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan
kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa sendiri. Menurut Wiederhold (Yamin
dan Ansari, 2008:85) membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan
memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu belajar membuat/menulis
catatan setelah membaca dapat merangang aktivitas berpikir sebelum, selama
dan setelah membaca. Membuat catatan dapat memperluas pengetahuan siswa,
bahkan meningkatkan ketrampilan berpikir dan menulis. Salah satu manfaat dari
proses ini adalah membuat catatan yang akan menjadi integral dalam setting
pembelajaran. Kemampuan membaca yang meliputi membaca baris demi baris
atau membaca yang penting saja menurut Wiederhold (Yamin dan Ansari,
2008:85) secara umum dianggap berpikir. Seringkali suatu teks bacaan disertai
panduan yang bertujuan untuk mempermudah dalam diskusi dan
mengembangkan pemahaman siswa (Narode dalam Yamin dan Ansari, 2008:85).
Dalam tahap ini teks bacaan selalui dimulai dengan soal-soal kontekstual yang
diberi sedikit panduan sebelum siswa membuat catatan kecil.

2) Talk; Talk merupakan aktivitas siswa dalam berkomunikai dengan mengguna-


kan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Menurut Yamin dan Ansari
(2008:86), manfaat talk adalah: (a) merupakan tulisan, gambaran, isyarat atau
percakapan sebagai bahasa manusia (b) pemahaman dibangun melalui interaksi
dan konversasi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas
sosial yang bermakna, (c) cara utama partisipasi komunikasi yaitu siswa
menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya dan membuat
definisi, (d) pembentukan ide, (e) internalisasi ide yang dibentuk melalui berpikir
dan memecahkan masalah, (f) meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.

Talking juga dapat membantu guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
dalam belajar matematika, sehingga dapat mempersiapkan perlengakapan
pembelajaran yang dibutuhkan. Komunikasi dalam model Think-Talk-Write
memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Proses komunikasi dipelajari
siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Proses komunikai dapat dibangun di kelas secara alami dan
mudah serta dapat dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Misalnya siswa
berkomunikasi tentang ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman
mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang ide tersebut. Selain itu
komunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan
aktivitas belajar dalam kelas. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa
diberi kesempatan untuk berkomunikasi sekaligus mereka berpikir bagaimana
cara mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu ketrampilan
berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya
melalui tulian. Selanjutnya berkomunikasi atau berdialog baik antar siswa
maupun guru dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini terjadi karena ketika
siswa diberi kesempatan untuk berbicara atau berdialog sekaligus
mengkonstruksikan berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog.

3) Write; write merupakan aktivitas siswa dalam menuliskan hasil diskusi/dialog


pada lembar aktivitas siswa. Aktivitas menulis berarti mengkonstrukikan ide
setelah berdiskusi antar teman. Menulis dalam matematika dapat membantu
merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang
materi yang siswa pelajari. Aktivitas menulis juga akan membantu siswa dalam
membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan
konsep siswa. Selain itu menurut Wisniowska (Yamin dan Ansari, 2008:88),
bahwa kreativitas menulis siswa membantu guru untuk memantau
kesalahan siswa, miskonsepsi dan konsepsi siswa terhadap ide yang
sama. Aktivitas siswa pada tahap write adalah:

 Menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk


perhitungan.

 Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik


penyelesai-annya ada yang menggunakan diagram, grafik ataupun tabel
agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti.

 Mengoreksi semua pekerjaan sehingga tidak ada pekerjaan ataupun


perhitungan yang ketinggalan.

 Menyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca


dan terjamin keasliannya.

Langkah-langkah model pembelajaran think-talk-write menurut Yamin dan


Ansari (2008:84) adalah:

 Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat
situasi masalah yang bersifat open ended dan petunjuk serta prosedur
pelaksanaannya.

 Siswa membaca teks dan membuat catatan hasil bacaan secara


individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).

 Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi


catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.
 Siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi
(write). Guru memantau dan mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.

Peranan guru dalam model pembelajaran think-talk-write (TTW) menurut Silver


dan Mith (Yamin dan Ansari, 2008:84) adalah:

 Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan


menantang setiap siswa berpikir.

 Mendengar secara hati-hati ide siswa.

 Menyuruh siswa mengungkapkan ide secara lisan dan tertulis.

 Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

 Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasikan persoalan


persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa
berjuang dengan kesulitan.

 Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam dikusi dan memutuskan


kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

Sumber Bacaan:
Yamin, Martinis dan Ansari, Bansu I. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press.
PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK KETERAMPILAN
MENGAJAR
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Monday, December 10, 2018

Keterampilan Mengajar
A. Pengertian Keterampilan Mengajar
Salah satu kemampuan dasar yang dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam
keterampilan mengajar. Kemampuan ini membekali guru dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Keterampilan mengajar adalah
untuk mencapai tujuan pengajaran.

Adapun pengertian keterampilan mengajar guru adalah sebagaimana


pendapat Amstrong dkk (1992:33) yaitu kemampuan menspesifikasi tujuan
performasi, kemampuan mendiagnosa murid, keterampilan memilih strategi
penajaran, kemampuan berinteraksi dengan murid, dan keterampilan menilai
efektifitas pengajaran.

============================================
============================================

Adapun mengajar merupakan proses yang komplek, tidak sekedar


menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun
tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih
baik pada siswa.karena itu banyak terdapat aneka ragam pengertian mengajar,
antara lain:

Menurut M.Ali (1987:12) mengartikan mengajar adalah : “Segala upaya yang


disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya
proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan”.

Sedangkan menurut Nasution (1995:4) memberikan definisi mengajar yang


lengkap sebagai berikut:

1. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak.

2. Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak.

3. Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan


sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses
belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian


keterampilan mengajar adalah keterampilan yang berkaitan dengan semua
aspek kemampuan guru yang berkaitan erat dengan berbagai tugas guru yang
berbentuk keterampilan dalam rangka memberi rangsangan dan motivasi kepada
siswa untuk melaksanakan aktuvitas oleh guru adalah ketermpilan untuk
membimbing, mengarahkan, membangun siswa dalam belajar guna mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan secara terpadu.

B. Bentuk-bentuk Keterampilan Mengajar


Seperti yang telah diketahui bahwa mengajar merupakan suatu sistem yang
komplek dan integratif dari sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan
terhadap seseorang mengajar dikatakan sistem yang komplek karena dalam
mengajar guru tidak hanya sekedar memberi informasi secara lisan kepada
siswa, akan tetapi dalam mengajar guru harus dapat menciptakan situasi
lingkungan yang memungkinkan anak secara aktif belajar, sehingga guru harus
melibatkan beberapa komponen dan kompetensi interaksi belajar mengajar.

Untuk lebih jelasnya tentang beberapa konsep keterampilan mengajar, maka


berikut ini akan diuraikan dari bentuk-bentuk keterampilan mengajar yang
harus dikuasai oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
diantaranya :

1) Keterampilan Bertanya

Memberi pertanyaan kepada siswa merupakan kegiatan yang tidak dapat


dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena metode apapun yang
digunakan, tujuan pengajaran apapun yang ingin dicapai, maka bertanya kepada
siswa merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Karena pertanyaan yang
diajukan kepada siswa pada dasarnya bertujuan agar siswa lebih meningkatkan
belajarnya dan berfikir terhadap pokok bahasan yang sedang dipelajari.

Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian (1992:100) menyimpulkan bahwa


keterampilan bertanya adalah keterampilan yang berisi ucapan verbal yang
diminta respon dari seseorang yang dikenal.

Sedangkan respon yang dimaksud adalah dapat berupa pengetahuan sampai


hasil pertimbangan. Jadi dapat disimpulkan bertanya adalah merupakan stimulus
efektif yang mendorong kemampuan berfikir. Seorang guru yang mengajukan
pertanyaan dengan menggunakan keterampilan bertanya secara tepat
mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :

 Mengbangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok
bahasan.

 Memusatkan perhatian siswa terhadap suatu pokok bahasan.

 Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang mengahmbat siswa belajar.

 Mengembangkan cara belajar siswa aktif

 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasikan informasi.


 M endorong siswa mengemukakan pandangannya dalam diskusi.

 Menguji dan mengukur hasil belajar siswa.

Dalam usaha mencapai tujuan diatas, ada beberapa hal yang mendapat
perhatian guru waktu menggunakan keterampilan bertanya dasar maupun
keterampilan bertanya lanjut misalnya, kehangatan dan keantusiasan,
mengulangi pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri, menentukan
siswa tertentu untuk menjawab, pertanyaan ganda.

Keterampilan dibedakan atas keterampilan bertanya dasar dan keterampilan


bertanya lanjutan, keterampilan bertanya dasar perlu diterapkan dalam
mengajukan segala jenis pertanyaan, sedangkan keterampilan bertanya lanjutan
merupakan lanjutan dari pada keterampilan bertanya dasar yang lebih
mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berfikir siswa,
memperbesar partisipasi dan mendorong siswa agar berinisiatif sendiri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus dapat membedakan antara
keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan, karena
keduanya memiliki kaitan dalam menguji siswa terhadap pelajaran-pelajaran
yang telah disampaikan dikelas dalam proses belajar mengajar

Menurut Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian (1992:100) mengemukakan


komponen keterampilan bertanya :
a) Keterampilan dasar

 Pengungkapan pertanyaan jelas dan singkat

 Pemberian acuan

 Pemindahan giliran

 Penyebaran pertanyaan

 Pemberian waktu berfikir

 Pemusatan kearah jawaban yang diminta

b) Keterampilan lanjutan
 Mengubah tuntunan tingkat kognitif pertanyaan

 Urutan pertanyaan harus ada urutan logis

 Melacak

 Keterampilan mendorong adanya interaksi antar siswa.

Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa penguasaan keterampilan bertanya


bagi guru sangat penting, karena dengan penggunaan keterampilan bertanya
yang efektif dan efisien dalam proses belajar mengajar diharapkan timbul
perubahan sikap pada guru dan siswa, misalnya perubahan pada guru, banyak
memberikan informasi, banyak menggunakan interaksi, pada siswa lebih banyak
mendengarkan informasi serta menjadi lebih banyak berpartisipasi.

2) Keterampilan memberi penguatan

Dalam proses belajar mengajar, penghargaan atau pujian terhadap perbuatan


yang baik dari siswa merupakan hal yang sangat diperlukan, sehingga dengan
penghargaan atau pujian itu diharapkan siswa akan terus berusaha berbuat lebih
baik.

Soetomo (1993:95) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian


penguatan adalah : ”Suatu respon positif dari guru kepada anak yang telah
melakukan suatu perbuatan baik”.

Sebagaimana diketahui bahwa penghargaan yang positif terhadap seseorang


akan memperbaiki tingkah laku serta meningkatkan usahanya. Oleh karena itu
penguatan terhadap siswa dan segala aktifitasnya sangat dibutuhkan dalam
rangka menumbuhkan dan mengembangkan proses belajar. Memberi penguatan
dalam kegiatan mengajar kelihatannya sederhana saja yaitu antara lain
dinyatakan dalam bentuk kata-kata membenarkan, kata-kata pujian, senyuman
atau anggukan, padahal pemberian penguatan dalam kelas akan mendorong
siswa meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar dan
mengembangkan hasil belajarnya.

Menurut Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian (1992:100) Pemberian


penguatan dalam proses belajar mengajar mempunyai tujuan diantaranya:
 Meningkatkan perhatian siswa.

 Memudahkan proses belajar.

 Membangkitkan dan mempertahankan motivasi.

 Mengontrol dan mengubah sikap yang mengganggu kearah sikap tingkah


laku belajar yang produktif.

 Mengatur diri sendiri cara berfikir yang baik dan inisiatif pribadi.

Mengingat sangat pentingnya peranan pemberian penguatan dalam proses


belajar mengajar, maka perlulah guru melatih diri secara teratur dan terarah
tentang keterampilan memberi penguatan terdiri dari beberapa komponen yang
perlu difahami dan dikuasai penggunaannya oleh guru agar ia dapat memberikan
penguatan secara bijaksana dan sistematis komponen itu adalah sebagai
berikut:
a) Penguatan Verbal
Biasanya digunakan atau atau diutarakan dengan menggunakan kata-kata
pujian, penghargaan, persetujuan, dan sebagainya, misalnya bagus, bagus
sekali, betul, pintar, seratus buat kamu.

b) Penguatan non verbal

 Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan kepala, senyuman, acungan


jempol, wajah cerah, sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam
menantang.

 Penguatan pendekatan: guru mendekati siswa untuk menyatakan


perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau
penampilan siswa misalnya guru berdiri disamping siswa, menuju siswa,
duduk dengan siswa atau sekelompok siswa.

 Penguatan dengan sentuhan, guru dapat menyatakan persetujuan dan


penghargaan terhadap usaha penampilan siswa dengan cara menepuk-
nepuk bahu atau berjabat tangan mengangkat tangan siswa yang menang
dalam pertandingan.
 Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, guru dapat
menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi siswa
sebagai penguatan. Misalnya siswa yang menunjukan kemajuan dalam
pelajaran musik ditunjuk sebagai pemimpin paduan suara.

 Penguatan berupa simbol atau benda. Penguatan ini dilakukan dengan


cara menggunakan sebagai simbol berupa benda kartu bergambar,
komentar tertulis pada siswa, bintang plastik, lencana.

 Jika siswa memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru
hendaknya tidak menyalahkan siswa. Dalam keadaan ini hendaklah guru
memberi penguatan tak penuh misalnya : ya, jawaban mu sudah baik tapi
masih perlu disempurnakan.

3) Keterampilan mengadakan variasi


Memberi variasi dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang penting dan
harus diperhatikan oleh guru, karena semakin banyak guru memberikan variasi
dalam proses mengajar maka semakin berhasillah pengajarannya. Sebaliknya
guru yang terus menerus mengajar dengan memberikan ceramah dari awal
sampai akhir akan menimbulkan kebosanan pada siswa.

Soetomo (1993:100) mengemukakan pemberian variasi dalam proses belajar


mengajar diartikan sebagai perubahan pengajaran dari yang satu kepada yang
lain, dengan tujuan untuk menghilangkan kebosanan dan kejenuhan siswa
dalam menerima bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa
dapat aktif lagi dan berpartisipasi dalam belajarnya.

Sedangkan menurut piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian (1992:103)


menyimpulkan bahwa : menggunakan variasi adalah perubahan guru dalam
konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa,
sehingga ada rasa ketekunan, antusiasme, serta berperan secara aktif.

Dari definisi memberi variasi yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemberian variasi itu mempunyai arti suatu kegiatan guru
dalam kontek proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi
kebosanan siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar murid yang bertujuan
untuk mengatasi kebosanan siswa, senantisa menunjukan ketekunan,
antusiasme, serta penuh partisipasi. Kebosanan merupakan masalah yang
selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghilangkan atau
setidak-tidaknya mencoba menguranginya. Oleh sebab itu, murid menginginkan
adanya variasi dalam proses belajarnya, sehingga belajar itu sendiri lebih
menarik dan lebih hidup. Dengan demikian lebih dapat memusatkan perhatian
mereka, dan belajar lebih berhasil.

Menurut Soetomo (1993:95) Pemberian variasi yang tepat dalam proses belajar
mengajar akan dapat memberi manfaat bagi siswa yaitu:

 Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek


belajar mengajar yang relevan

 Untuk memberikan kesempatan bagi perkembangannya bakat ingin


mengetahui menyelidiki pada siswa tentang hal-hal yang baru.

 Untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah
dengan berbekal cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar
yang lebih baik.

 Guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara


menerima pelajaran yang disenangi.

Dengan adanya tujuan tersebut. Seorang guru hendaknya mengadakan variasi


dalam proses belajar mengajar baik itu variasi dalam gaya mengajar, variasi pola
interaksi dan kegiatan siswa.
Berikut ini akan diuraikan komponen-komponen keterampilan mengadakan
variasi :
a) Variasi dalam gaya mengajar, mencakup:

 Variasi suara, keras lemah

 Pemusatan perhatian siswa

 Kesenyapan atau kebisuan guru

 Kontak pandang

 Gerak bedan dan mimik


 Perubahan posisi guru

b) Variasi penggunaan media dan bahan pengajaran, mencakup:

 Media dan bahan yang dapat didengar misalnya rekaman suara, radio,
musik, sosiodrama.

 Variasi alat atau bahan yang dapat dilihat misalnya grafik, bagan, poster,
diodrama film, slide.

 Variasi alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi dan digerakkan
misalnya boneka, topeng, pantung.

 Variasi alat atau bahan yang dapat didengar dan diraba, misalnya televisi,
radio, slide proyektor yang diiringi penjelasan baru.

c) Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa


Perubahan interaksi antara kedua kutub tadi akan berakibat pola-pola kegiatan
yang dilakukan siswa.

Uzer Usman (1990:85) mengemukakan jenis pola interaksi sebagai berikut :


1) Pola murid guru atau komunikasi sebagai aksi (satu arah)
2) Pola guru-murid-murid (Ada balikan (feed back) bagi guru tidak ada interaksi
antara siswa (komunikasi sebagai interaksi)
3) Pola guru-guru-murid (Ada balikan bagi guru, siswa saling belajar satu sama
lain)
4) Pola guru-murid, murid-guru, murid (Interaksi optimal antara guru dengan murid
dan antara murid dengan murid (komunikasi sebagai transaksi, multiarah)
5) Pola Melingkar (Setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan
atau jawaban, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila siswa belum
mendapat giliran)

Penggunaan variasi pola interaksi dimaksud agar tidak menimbulkan kebosanan,


kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan murid
dalam mencapai tujuan. Dengan mengubah pola interaksi ini guru dengan
sendirinya mengubah belajar murid, tingkat dominasi guru dan keterlibatan
murid, tingkat tuntutan kognitif, serta susunan kelas.
4) Keterampilan Menjelaskan
Kegiatan menjelaskan dalam proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang
mutlak dilakukan oleh guru, karena apapun yang disampaikan, apapun jenis
sekolah, dan bagaimanapun yang disampaikan, apapun jenis sekolah, dan
bagaimanapun tingkat umur siswa, maka kegiatan menjelaskan selalu harus
dilaksanakan oleh guru, hanya saja cara penyampaiannya dan kualitasnya yang
berbeda-beda melihat semua komponen diatas dan menyesuaikan dengan
situasi pada waktu itu.

Uzer Usman (1990:81) mengemukakan yang dimaksudkan dengan keterampilan


menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara
sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lain,
misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu
yang belum diketahui.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menjelaskan adanya suatu


penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik yang
menunjukkan hubungan yang harus dikuasai oleh guru secara efektif dan efisien
agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam memberikan penjelasan
didalam kelas :

 Untuk membimbing siswa memahami hukum dengan jelas jawaban


pertanyaan “mengapa” yang meraka sajikan ataupun yang dikemukakan
oleh guru.

 Menolong siswa mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-


prinsip umum secara objektif dan bernalar.

 Melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-masalah


atau pertanyaan.

 Untuk mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya


dan untuk mengatasi kesalahan pengertian mereka.

 Menolong siswa untuk menghayati dan mendapatkan proses penalaran


dan penggunaan bukti dalam menyelasaikan keadaan yang meragukan.
Memberikan penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari
kegiatan guru dalam interaksi dengan siswa kelas. Oleh sebab itu, hal ini
haruslah dibenahi untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang
optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi
murid. Dengan demikian seorang guru harus mengetahui komponen
keterampilan menjelaskan yaitu :
a) Merencanakan, penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
b) Menyajikan penjelasan. Yang perlu diperhatikan :

 Kejelasan : Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan


bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.

 Penggunaan contoh dan ilustrasi : dalam memberikan penjelasan


sebaiknya digunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

 Pemberian tekanan : guru harus memusatkan perhatian siswa kepada


masalah pokok yang mengurangi informasi yang tidak begitu penting.

Penggunaan balikan : guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa


untuk menunjukan pemahaman, keraguan, atau ketidak mengertian ketika
penjelasan itu diberikan.

5) Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Membuka pelajaran
Membuka pelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru dalam proses
belajar mengajar untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap
mental dan menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan
dipelajari sehingga usaha itu akan dapat terpengaruh positif terhadap kegiatan
dan hasil belajar siswa.

Dengan kata lain membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan pra
kondisi bagi murid agar mental dan perhatiannya terpusat pada apa yang akan
dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif
terhadap kegiatan belajar.

Kegiatan membuka pelajaran semacam ini tidak saja harus dilakukan pada awal
jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran
yang diberikan selama jam pelajaran itu. Sehingga murid diharapkan akan dapat
terdorong untuk mengikuti materi pelajaran yang akan disampaikan.

Uzer Usman (1990:85) menjelaskan komponen keterampilan membuka


pelajaran sebagai berikut :
a) Menarik perhatian siswa, antara lain dengan:

 Gaya mengajar guru

 Penggunaan alat bantu pelajaran

 Pola interaksi yang bervariasi

b) Menumbulkan motivasi dengan cara:

 Kehangatan dan keantusiasan

 Menumbulkan rasa ingin tahu

 Mengemukakan ide yang bertentangan

 Memperhatikan minat siswa

c) Memberi acuan melalui berbagai usaha :

 Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas

 Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan

 Mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas

 Membuat pertanyaan-pertanyaan

d) Membuat kaitan atau hubungan diantara materi-materi yang akan dipelajari


dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.
Dari berbagai hal yang dilakukan diatas dengan tujuan agar anak dapat
memusatkan perhatian kepada materi yang akan disampaikan guru dan telah
siap untuk menerima materi itu.

Menutup pelajaran
Menutup pelajaran menurut Soetomo (1993:107) adalah “kegiatan guru untuk
mengakhiri proses belajar mengajar”.Jadi kegiatan menutup pelajaran tersebut
dimaksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah
dicapai siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan komponen menutup pelajaran guru menurut Uzer Usman (1990:85)


adalah :
a) Meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran
dan membuat ringkasan.
b) Mengevaluasi, dengan bentuk antara lain :

 Mendemontrasikan keterampilan

 Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain

 Mengeksplorasikan ide baru pada situasi lain

 Memberikan soal-soal tertulis

Dengan demikian kegiatan membuka dan menutup pelajaran tidak mencakup


urutan-urutan kegiatan rutin, seperti menertibkan siswa, mengisi daftar hadir,
memberi tugas rumah, sebaiknya yang menjadi pusat perhatian dalam membuka
dan menutup pelajaran adalah kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya langsung
dengan penyampaian pelajaran. Sedangkan tujuan pokok dari membuka
pelajaran adalah untuk menyiapkan mental siswa dan menimbulkan minat serta
permusatan perhatian siswa terhadap apa yang akan dibicarakan dalam proses
belajar mengajak, dan menutup pelajaran supaya dapat mengetahui tingkat
keberhasilan dalam mempelajari pelajaran itu.

6) Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil


Diskusi kelompok menurut Uzer Usman (1990:86) adalah suatu proses yang
teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang
informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan,
atau pemecahan masalah.

Keterampilan Guru Membimbing Diskusi


Kelompok Kecil

Dengan kata lain diskusi kelompok adalah merupakan salah satu strategi yang
memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu
masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan untuk berfikir,
berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Pengertian diskusi kelompok
dalam kegiatan belajar mengajar tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas.
Siswa berdiskusi didalam kelompok-kelompok kecil, dibawah pimpinan guru atau
temannya, untuk berbagai informasi dan mengambil suatu keputusan.

Komponen keterampilan membimbing diskusi yang dikemukakan Uzer Usman


(1990:87) adalah :
a) Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, caranya adalah
sebagai berikut :

 Rumusan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi.

 Kemukakan masalah-masalah khusus

 Catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan

 Rangkuman hasil pembicaraan dalam diskusi

b) Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara :


 Menguraikan kembali atau merangkum ulang tersebut hingga menjadi
jelas

 Meminta komentar siswa dan mengajukan pertanyaan

 Menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi

c) Menganalisa pandangan siswa

 Meneliti apakah alasan tersebut mempunyai dasar yang kuat dan


memperjelas hal-hal yang disepakati

d) Meningkatkan urunan siswa

 Mengajukan pertanyaan, memberikan contoh-contoh

 Memberikan waktu berfikir dan memberikan dukungan

5) Menutup diskusi

 Membuat rangkuman hasil diskusi

 Memberi gambaran tentang tindak lanjut

 Mengajak siswa untuk menilai proses hasil diskusi

7) Keterampilan Mengelola Kelas


Dalam proses belajar mengajar didalam kelas perlu sekali adanya penciptaan
lingkungan yang memungkinkan anak dapat belajar dengan tenang tanpa ada
gangguan-gangguan, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai

Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan


memelihara kondisi belajar yang optimal, dan keterampilan untuk
mengembalikan kondisi belajar yang optimal, apabila terdapat gangguan kecil
dan sementara maupun yang bersifat gangguan yang berlanjutan.

Dengan kondisi demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengelola


kelas adalah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Yang dimaksud kedalam
hal ini adalah misalnya penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas
oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif.

Menurut Syaiful Bakri Djamarah (1991:112) keterampilan mengelola kelas adalah


meliputi :

 Menunjukkan sikap tanggap; memandang secara seksama gerak


mendekati, memberikan pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap
gangguan dan kekacauan siswa.

 Memberikan perhatian, secara visual, secara verbal dan gabungan secara


verbal dan visual.

 Memusatkan perhatian kelompok; menyiagakan siswa dan menuntut


tanggung jawab.

 Menegur; tegas dan jelas, jangan kasar, menyakitkan dan menghina,


menghindari ejekan dan sebagainya.

 Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas

 Memberikan penguatan.

8) Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan


Secara fisik yang menandai bentuk pengajaran ini adalah jumlah siswa yang
dihadapi oleh guru berkisar antara 3-8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang
perseorang. Ini tidak berarti bahwa guru hanya menghadapi satu kelompok atau
seorang siswa saja sepanjang waktu belajar. Guru menghadapi banyak siswa
yang terdiri dari beberapa kelompok yang dapat bertatap muka baik secara
perseorangan maupun kelompok. Sedangkan hakikat pengajaran ini adalah :

 Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga


siswa dengan siswa

 Siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing

 Siswa mendapatkan bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhan belajar


mengajar
Komponen keterampilan dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan
menurut Piet Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian (1992:105) adalah:

 Keterampilan mengadakan pendekatan pribadi menunjukan kehangatan,


memberi respon, kesiapan membantu siswa, mendengarkan secara
simpati

 Keterampilan mengorganisasi

 Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar

 Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar


mengajar.

Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu


kebutuhan yang esensial bagi setiap guru yang ingin meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Pengajaran perorangan adalah merupakan satu cara belajar
yang dapat memenuhi kebutuhan secara optimal, sekaligus juga memberikan
tanggung jawab belajar lebih besar kepada siswa.

C. Faktor-faktor Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar


Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang
diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan belajar terarah
kepada tujuan pendidikan. Pengawasan yang dilakukan terhadap lingkungan itu
turut menentukan sejauh mana menjadi lingkungan belajar yang baik.
Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang bersifat menantang dan
merangsang siswa untuk belajar memberikan rasa aman dan kepuasan serta
mencapai tujuan yang diharapkan.

Kualitas dan kuantitas belajar siswa didalam proses belajar mengajar tergantung
pada banyak faktor antara lain siswa didalam kelas, bahan-bahan pelajaran,
perlengkapan belajar, kondisi dan suasana dalam proses belajar mengajar.

Menurut A. Tabrani Rusyan (1990:82), faktor lain yang penting dalam proses
belajar yang harus dilaksanakan oleh guru, meliputi :

 Perencanaan instruksional
 Organisasi belajar

 Menggerakkan peserta didik

 Pengawasan

 Penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong. 1992. Supervisi Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.

M. Ali. 1987. Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru
Algesindo.

S. Nasution. 1995. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta, Bumi Aksara.

Piet Sahertian, Ida Alaeida Sahertian. 1992.Supervisi Pendidikan Dalam Rangka


Program Inservice Education. Jakarta, Rineka Cipta.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha


Nasional.

Moh. Uzer Usman. 1990. Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja


Rosdakarya.

Syaiful Bahri Dajamarah.1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Syrabaya,


Usaha Nasional.

A. Tabrani Rusyan dkk. 1990. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar,


Jakarta, Remaja Karya.
METODE KERJA KELOMPOK
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Thursday, December 20, 2018

METODE KERJA KELOMPOK

A. Pengertian Metode Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok


Di dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai
subjek belajar dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan,
kemampuan, dan sikap, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan
efisien. Untuk itu maka, orang kemudian mengembangkan berbagai
pengetahuan, misalnya psikologi pendidikan, metode mengajar, pengelolaan
pengajaran, dan ilmu-ilmu lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar
itu.
Salah satu metode yang dewasa ini mulai banyak digunakan oleh berbagai
lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas anak didik, yaitu
metode belajar kelompok atau Kerja Kelompok. Usaha pemahaman mengenai
makna metode belajar kelompok ini, akan diawali dengan mengemukakan
beberapa definisi tentang metode, definisi belajar sertakelompok. Adapun
beberapa definisi tentang metode, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Metode berasal dari kata meta berarti melalui, dan hodos jalan. Jadi metode
adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
2. Metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
3. Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
suatu maksud.
4. Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

=============================================

=============================================

Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan


bahwametode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Sebelum membahas tentang
belajar kelompok, perlu kiranya dipahami pengertiannya terlebih dahulu,
sehingga dapat dilihat inti dan pokok yang sekiranya mungkin dilaksanakan
secara efektif dalam berbagai kegiatan belajar mengajar pada pendidikan.

Rumusan tentang belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik
untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono berpendapat mengenai pengertian


belajar secara psikologis, ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Kemudian Nana Sudjana mengemukakan, bahwa belajar adalah suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan
sebagai hasil proses belajar dapat ditentukan dalam berbagai bentuk, seperti
berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
menerimanya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Sedangkan Muhibbin Syah berpendapat, bahwa belajar adalah suatu perubahan


tingkah laku yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) yang
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut.

Contoh penerapan Metode Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok

Dari beberapa perumusan belajar yang telah disebutkan di atas, walaupun


terdapat perbedaan-perbedaan tetapi secara prinsip mempunyai arti dan tujuan
yang sama, yaitu bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang
dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan
keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu sendiri.
Adapun pengertian kelompokmengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia,
bahwa katakelompok adalah kata sifat yang artinya kumpulan orang; yang tidak
mengerjakan sendiri-sendiri. Konotasi lain dari kata kelompok adalah
berkumpul, kata kumpul ialah sebuah kata sifat yang artinya bersama-sama
menjadi satu kesatuan atau kelompok (tidak terpisah-pisah).
Dalam bahasa Inggris, kata kelompok dan golongan disebut group. Kata ini,
berfungsi sebagai adjektif (kata sifat), adapun noun (kata bendanya) adalah in
group, yang berarti berkelompok atau berkumpul. Dari definisi-definisi tersebut,
kita dapat menyimpulkan bahwa kelompok berarti bersama-sama atau
berkumpul.
Setelah kita membahas tentang ketiga istilah di atas, yaitu metode, belajar,
dankelompok, selanjutnya penulis akan mengungkapkan pengertian
belajarkelompok menurut para ahli, bahwa istilah belajar kelompok sepadan
dengan arti study group atau study club. Jadi, belajar kelompok tertumpu pada
kegiatan siswa dan diskusi siswa untuk mencapai keberhasilan belajarnya.
Artinya, belajar kelompok atau Kerja Kelompok adalah kelompok individu
dalam kelas yang mengadakan kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas
belajar untuk terciptanya tujuan belajar.
Pelaksanaan belajarnya dapat dilakukan secara berkelompok kecil (± 5 orang),
bahkan dapat dilengkapi dengan belajar secara klasikal tetapi yang
menitikberatkan pada tanya jawab dan diskusi.

Model Kegitan Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok

Metode belajar kelompok atau Kerja Kelompok mempunyai peranan yang


amat penting dalam menumbuhkan kedewasaan dan meningkatkan kemampuan
anak dalam menguasai materi apa pun yang mereka kehendaki secara belajar
bersama-sama. Metode ini, memberikan kesempatan yang lebih besar kepada
anak untuk mengeksplor bakat yang mereka miliki, serta memilih teman yang
mereka anggap baik dan tepat untuk belajar secara bersama-sama, sehingga
mereka dapat dengan mudah menguasai semua pengetahuan yang mereka
harapkan. Di samping itu, metode ini pun dapat melatih anak untuk berpikir dan
bekerja berkelompok, sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan akan lebih
banyak dan lebih luas dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan
pengetahuan sendiri.

Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud


dengan metode belajar kelompok atau Kerja Kelompok adalah suatu metode
yang diterapkan oleh guru dalam rangka menciptakan situasi belajar yang di
dalamnya para pelajar dapat belajar bersama-sama, sehingga mereka dapat
mencapai hasil yang maksimal.
B. Macam-macam Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok
Pengelompokkan anak didik bermacam-macam, dari yang sederhana sampai
yang kompleks. Menurut Roestiyah, N.K membagi pengelompokkan belajar
menjadi tiga, antara lain:
1) Waktu
a. Waktu jangka pendek
b. Waktu jangka panjang
2) Kecepatan
a. Kelompok anak dengan perkembangan cepat
b. Kelompok anak dengan perkembangan lambat
3) Sifat
a. Kelompok untuk mengatasi alat pelajaran
b. Kelompok atas dasar intelegensi individu
c. Kelompok atas dasar minat individual
d. Kelompok untuk memperbesar partisipasi
e. Kelompok untuk pembagian pekerjaan
f. Kelompok untuk belajar secara efisien menuju tujuan.

Pendapat lain mengatakan, pengelompokkan belajar dapat dilakukan


berdasarkan:
a. Pengelompokkan atas dasar kesenangan berkawan,
b. Pengelompokkan atas dasar kemampuan, dan
c. Pengelompokkan menurut minat.
Belajar dengan cara Kelompok atau Kerja Kelompok

Langkah pertama untuk melaksanakan pengelompokkan belajar,


yaitu pembentukankelompok dilakukan oleh siswa. Cara ini, dilakukan
berdasarkan pemilihan anggotakelompok atas dasar rasa simpatik satu sama
lain. Minat yang sama didorong kemauan yang sama untuk memperoleh hasil
yang baik dengan cara bekerja sama.
Kedua, pembentukan kelompokyang dibentuk oleh guru. Cara ini, biasanya
didasarkan pada perbedaan heterogen anak, sebagai contoh tempat duduk yang
berdekatan, urutan presensi anak, taraf prestasi anak, dan sebagainya.
Ketiga, pembentukan kelompok diatur oleh guru atas dasar usulan dari anak
didik. Siswa mengusulkan nama-nama dalam keanggotaan kelompok belajar,
berdasarkan pertimbangan tertentu guru dapat menetapkan keanggotaan
tersebut. Anak didik mengisi angket dengan menuliskan nama teman yang
dipilih, kemudian hasil diberikan kepada guru.

C. Tujuan Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok


Penerapan Metode Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok dalam
kelas

Belajar kelompok atau Kerja Kelompok dilakukan atas dasar pandangan


bahwa anak didik merupakan satu kesatuan yang dapat belajar bersama,
berbaur untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dalam prakteknya, ada
beberapa jenis belajar kelompokyang dapat dilaksanakan yang semua itu
tergantung pada tujuan khusus yang ingin dicapai berdasarkan umur,
kemampuan siswa, fasilitas, jenis tugas, dan media yang tersedia. Adapun tujuan
dari metode belajar kelompok, adalah:
1) Belajar kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa, dengan
memberi sugesti, motivasi, dan informasi.
2) Melatih diri anak dengan mengembangkan potensi dengan berinteraksi dengan
orang lain.
3) Memupuk rasa kebersamaan dengan cara bekerjasama memecahkan persoalan
berupa pekerjaan/tugas dari guru.
4) Melatih keberanian siswa
5) Untuk memantapkan pengetahuan yang telah diterima oleh para siswa

D. Kelemahan Dan Kekurangan Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok


Tugas Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok

Semua metode pembelajaran yang telah diketahui, mempunyai kelemahan dan


kelebihan masing-masing, termasuk metode belajar kelompok atau Kerja
Kelompok juga mempunyai kelemahan dan kelebihan. Adapun kelemahan dari
metode belajar kelompok, yaitu:
1) Terlalu banyak persiapan-persiapan dan pengaturan yang kompleks
dibanding dengan metode lain.
2) Bilamana guru (di sekolah) dan orang tua (di rumah) kurang mengontrol
maka akan terjadi persaingan yang negatif antar kelompok.
3) Tugas-tugas yang diberikan kadang-kadang hanya dikerjakan oleh segelintir
siswa yang cakap dan rajin, sedangkan siswa yang malas akan menyerahkan
tugas-tugasnya kepada temannya dalam kelompok tersebut.

1) Ditinjau dari segi pedagogis, kegiatan kelompok akan dapat meningkatkan


kualitas kepribadian siswa, seperti adanya kerjasama, toleransi, berpikir kritis,
dan disiplin.
2) Ditinjau dari segi psikologis, timbul persaingan yang positif
antarkelompok karena mereka bekerja pada masing-masing kelompok.
3) Ditinjau dari segi sosial, anak yang pandai dalam kelompok tersebut dapat
membantu anak yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugas.

E. Cara Belajar Kelompok atau Kerja Kelompok


Belajar Kelompok memecahkan masalah tertentu

Ada beberapa petunjuk yang dapat dilakukan dalam melaksanakan metode


belajar kelompok, yaitu:
1) Pilih teman anda yang paling cocok untuk bergabung dalam
satukelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Anggota yang terlalu banyak biasanya
kurang efektif.
2) Tentukan dan sepakati bersama, kapan, di mana, dan apa yang akan dibahas
serta apa yang perlu dipersiapkan untuk keperluan diskusi. Lakukan secara rutin
minimal satu kali dalam satu minggu.
3) Setelah berkumpul secara bergilir tetapkan siapa pimpinan kelompokyang
akan mengatur diskusi dan siapa penulis yang akan mencatat hasil diskusi.
4) Rumuskan pertanyaan atau permasalahan yang akan dipecahkan bersama dan
batasi ruang lingkupnya agar pembahasan tidak menyimpang.
5) Bahas dan pecahkan setiap persoalan satu persatu sampai tuntas, dengan cara
memberi kesempatan kepada setiap anggota mengajukan pendapatnya. Dari
setiap pendapat yang muncul, dikaji secara bersama manakah yang paling tepat.
Kesimpulan jawaban yang telah disepakati bersama dicatat oleh penulis.
6) Bila ada persoalan yang tidak dapat dipecahkan atau tidak ada kesepakatan
antar anggota, tangguhkan saja untuk dimintakan pendapatnya kepada guru.
Lanjutkan saja kepada persoalan yang lain.
7) Kesimpulan hasil diskusi dicatat penulis, lalu dibagikan kepada
anggotakelompok untuk dipelajari lebih lanjut di rumah masing-masing.
KAIDAH ATAU PEDOMAN PENULISAN SOAL PILIHAN
GANDA
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Saturday, December 22, 2018

Kaidah Penulisan
Soal Pilihan Ganda (PG)
Berikut ini Teknis dan Kaidah atau Pedoman Penulisan Soal Pilihan Ganda
(PG) atau Pedoman Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)

Pengertian Soal Bentuk Pilihan Ganda

Soal bentuk pilihan ganda adalah suatu soal yang jawabannyav harus dipilih dari
beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.

Keunggulan dan keterbatasan Soal Bentuk Pilihan Ganda

Keunggulan:

1. dapat diskor dengan mudah, cepat, serta objektif, dan


2. dapat mencakup ruang lingkup bahan / materi / PB yang luas
3. tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak

Keterbatasan:

1. memerlukan waktu yang relatif lama untuk menulis soalnya;


2. sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi; dan
3. terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban.

=========================================
=========================================
Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG) atau Pedoman Penulisan Soal
Pilihan Ganda (PG)

Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG) atau Pedoman Penulisan Soal
Pilihan Ganda (PG) dilihat dari Aspek Materi
1. Soal harus sesuai dengan Indikator.
2. Pengecoh berfungsi.
3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

Pedoman Penulisan Soal Pilihan Ganda


(PG)
Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG) atau Pedoman Penulisan Soal
Pilihan Ganda (PG) dilihat dari Aspek Konstruksi

1. Soal harus sesuai dengan indikator.


Indikator:
Diberikan beberapa bentuk badan usaha, siswa dapat menunjukkan bentuk
badan usaha yang sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1

Contoh yang tidak sesuai dengan indikator.

Badan usaha yang sesuai dengan demokrasi ekonomi adalah … .


A. Badan Usaha Milik Negara
B. Badan Usaha Swasta
C. Badan Usaha Perseorangan
D. Badan Usaha Koperasi
Kunci : D
Penjelasan:
Contoh soal di atas tidak sesuai dengan indikator karena pada contoh yang
ditanyakan tentang bentuk badan usaha yang sesuai dengan demokrasi
ekonomi, sedangkan indikator menuntut soal tentang bentuk badan usaha yang
sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1.

Contoh yang sesuai dengan indikator.

Bentuk badan usaha yang paling sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1
adalah … .
A. Badan Usaha Milik Negara
B. Badan Usaha Swasta
C. Badan Usaha Perseorangan
D. Badan Usaha Koperasi
Kunci: D

2. Pilihan jawaban harus homogen dan logis.

Contoh soal yang kurang baik.

Kekuasaan yang tertinggi di dalam badan usaha koperasi terletak pada


A. Pengurus
B. Anggaran dasar
C. Pemerintah
D. Rapat anggota
Kunci: D
Penjelasan:

Contoh soal di atas, pilihan jawaban C tidak homogen dari segi materi, yang
ditanyakan mengenai koperasi, sedangkan pilihan jawaban tersebut tidak
berhubungan dengan koperasi secara langsung.

Contoh soal yang lebih baik.

Kekuasaan yang tertinggi didalam badan usaha koperasi terletak pada ..


A. pengurus
B. ketua koperasi
C. penyandang dana
D. rapat anggota
Kunci: D

3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

Contoh soal yang kurang baik.


Salah satu tugas pokok Bank Sentral adalah … .
A. mencetak dan mengedarkan uang kertas dan logam
B. menerbitkan surat pengakuan hutang
C..mengatur dan mengawasi bank
D. menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat
Kunci: A
Penjelasan
Pilihan jawaban yang benar untuk soal di atas lebih dari satu yaitu A dan C.

Contoh soal yang baik

Salah satu tugas pokok Bank Sentral adalah … .


mencetak dan mengedarkan uang kartal
menerbitkan surat pengakuan hutang
memberikan kredit pada masyarakat
menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat
Kunci: A

4. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas

Contoh soal yang kurang baik.

Yang termasuk kebutuhan manusia adalah … .


A. pakaian
B. buku
C. televisi
D. sepeda
Kunci: A

Penjelasan:
Permasalahan yang dinyatakan pada rumusan pokok soal di atas tidak jelas,
sehingga membingungkan siswa dalam menentukan jawaban yang benar.

Contoh soal yang baik.

Yang termasuk kebutuhan pokok manusia adalah … .


pakaian
buku
televisi
sepeda
Kunci: A
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja.

Contoh soal yang kurang baik.

Pembagian kebutuhan dapat dilihat dari sifat, wujud, jenis, identitas dan subyek.
Pembagian kebutuhan menurut sifatnya adalah kebutuhan … .
A. jasmani dan rohani
B. individu dan sosial
C. primer, sekunder dan tertier
D. benda dan jenis hasil produksi
Kunci: A

Penjelasan:
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban pada contoh soal di atas berlebihan
karena ada bagian yang tidak diperlukan. Hal ini akan menyita sebagian waktu
yang disediakan.

Contoh soal yang baik.

Pembagian kebutuhan menurut sifatnya adalah kebutuhan … .


A. jasmani dan rohani
B. individu dan sosial
C. primer, sekunder dan tertier
D. benda dan jasa
Kunci: A
5. Pokok soal jangan memberi petunjuk kearah jawaban

Contoh soal yang kurang baik.


Rotan yang diubah bentuknya di dalam industri menciptakan kegunaan … .
A. bentuk
B. waktu
C. tempat
D. milik
Kunci: A
Penjelasan:
Pokok soal pada contoh soal di atas memberi petunjuk pada pilihan jawaban
yang benar, yaitu frase “yang diubah bentuknya”

Contoh soal yang lebih baik.

Rotan di dalam dunia industri menciptakan kegunaan … .


bentuk
waktu
tempat
milik
Kunci: A

Pokok soal tidak menggunakan pernyataan yang bersifat negatif ganda.


Contoh soal yang kurang baik.
Semua kegiatan ekonomi tidak akan tercapai pada tingkat kemakmuran yang
memadai tanpa … .
A. hukum permintaan dan penawaran
B. perhitungan biaya produksi
C. menggunakan prinsip ekonomi
D. melakukan tindakan ekonomi
Kunci: C

Penjelasan:
Pokok soal yang menggunakan pernyataan yang bersifat negatif ganda (tidak -
tanpa; bukan - kecuali dan sejenisnya) dapat membingungkan siswa dalam
memahami pokok permasalahan yang ditanyakan.

Contoh soal yang baik.


Semua kegiatan ekonomi akan tercapai pada tingkat kemakmuran yang
memadai dengan cara … .
A. mengindahkan hukum permintaan dan penawaran
B. perhitungan biaya produksi
C. penggunaan prinsip ekonomi
D. melakukan tindakan ekonomi
Kunci: C
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.

Contoh soal yang kurang baik.

Peranan koperasi simpan pinjam adalah … .


A. meminjamkan uang kepada masyarakat
B. menerima simpanan anggota dan masyarakat
C. menerima simpanan dan memberikan pinjaman kepada anggota dengan
bunga yang rendah
D. memberikan pinjaman uang dengan jaminan barang
Kunci: C

Penjelasan:
Panjang rumusan pilihan jawaban C tidak sama dibandingkan pilihan jawaban
yang lain. Hal ini cenderung membuat siswa memilih jawaban tersebut sebagai
kunci jawaban.

Contoh soal yang baik.

Peranan koperasi simpan pinjam adalah … .


meminjamkan uang kepada anggota masyarakat
menerima simpanan anggota dam masyarakat
memberikan pinjaman kepada anggota dengan bunga rendah
memberikan pinjaman uang dengan jaminan barang
Kunci: C

6. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di


atas” atau “semua pilihan jawaban di atas benar”.

Contoh soal yang kurang baik.


Alat pembayaran perdagangan internasional adalah … .
A. valuta asing
B. emas
C. wesel asing
D. semua jawaban pilihan di atas benar

Penjelasan:
Contoh soal di atas kurang baik karena jawaban berkurang satu yaitu pilihan
jawaban D. Bila pada soal “semua pilihan jawaban di atas salah” merupakan
kunci jawaban.
Maka kita tidak mendapatkn informasi apakah siswa mengetahui jawaban yang
benar.

Contoh soal yang baik.

Alat pembayaran luar negeri dalam perdagangan antar negara adalah … .


A. giro
B. rupiah
C. valuta asing
D. deviden
Kunci: C

7. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu, disusun berdasarkan urutan
besar kecilnya angka atau secara kronologis.

Contoh soal yang kurang baik.

Tn. Amir mendepositokan uang sebesar Rp10.000.000,00 di Bank Mandiri


dengan bunga 18% selama 3 tahun. Bunga deposito yang diterima oleh TN. Amir
tiap-tiap bulan adalah … .
A. Rp155.000,00
B. Rp150.000,00
C. Rp165.000,00
D. Rp160.000,00

Penjelasan:
Pilihan jawaban pada contoh soal di atas tidak berurutan. Pilihan jawaban dalam
bentuk angka yang diurutkan akan mempermudah siswa dalam menemukan
angka yang dimaksud.

Contoh soal yang baik.

Tn. Amir mendepositokan uangnya sebesar Rp10.000.000,00 di Bank Mandiri


dengan bunga 18 % selama 3 tahun. Bunga deposito yang diterima oleh Tn.
Amir tiap-tiap bulan adalah … .
A. Rp150.000,00
B. Rp155.000,00
C. Rp160.000,00
D. Rp165.000,00

8. Gambar/Grafis/Tabel dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi.

Contoh soal yang kurang baik.

Dari bagan organisasi koperasi di atas, tingkat kedua termasuk …


A. gabungan koperasi
B. pusat koperasi
C. koperasi primer
D. koperasi induk
Kunci: B

Penjelasan :
Bagan tersebut tidak jelas karena tidak di lengkapi dengan nomor tingkatan.
Sebaliknya tanpa digambarkan tabel tersebut, siswa dapat memperkirakan
tingkatan ke 2 adalah koperasi primer sehingga besar tersebut tidak berfungsi.

Contoh soal yang baik.


Dari bagan organisasi koperasi di atas, tingkat ke dua atau angka 4 termasuk
….
A. Gabungan koperasi
B. Pusat koperasi
C. Koperasi primer
D. Koperasi induk
Kunci: B

9. Butir soal jangan bergantung pada soal sebelumnya.

Contoh soal yang kurang baik.

Seorang ayah membagi sejumlah uang kepada kedua anaknya. Anak pertama
mendapatkan 60 % yaitu sebesar Rp 360.000,00. Bagian yang diterima anak
kedua adalah … .
A. Rp 540.000,00
B. Rp 480.000,00
C. Rp 450.000,00
D. Rp 240.000,00
Kunci: D

Berdasarkan soal di atas, 20 % dar jumlah uang yang diterima anaka kedua di
sumbangkan kepada yayasan yatim piatu. Jumlah yang disumbangkan adalah …
.
A. Rp 108.000,00
B. Rp 96.000,00
C. Rp 90.000,00
D. Rp 48.000,00
Kunci: D

Penjelasan:
Apabila siswa salah dalam menjawab soal pertama, maka kemungkinan salah
pula dalam menjawab soal ke 2. Dengan demikian anak dirugikan karena akan
kesalahan dalam menjawab soal sebelumnya.

Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang sama yang bukan


merupakan satu kesatuan. Bila memungkinakan letakkan kata tersebut pada
pokok soal.

Contoh soal yang kurang baik.


Salah satu usaha pemerintah untuk melindungi konsumen dilakukan dengan
cara… .
A. menentukan harga pokok
B. menentukan harga pasar
C. menentukan harga maksimum
D. menentukan harga keseimbangan
Kunci: C

Penjelasan:
Contoh soal di atas kurang baik karena pada pilihan jawaban terdapat kata/frase
yang berulang-ulang. Hal ini akan menyita sebagian waktu yang disediakan.

Contoh soal yang baik


Salah satu usaha pemerintah untuk melindungi konsumen dilakukan dengan
cara menentukan … .
A. harga pokok
B. harga pasar
C. harga maksimum
D. harga keseimbangan

10. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.

Contoh soal yang kurang baik.

Yang sekarang berlaku Undang-undang koperasi adalah … .


UU No. 25/1992
UU No. 15/1992
UU No. 12/1992
UU No. 7/1992
Kunci: A

Penjelasan:
Rumusan soal pada soal di atas tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Contoh soal yang baik.

Undang-undang koperasi yang berlaku sekarang ini adalah … .


A, UU No. 25/1992
B. UU No. 15/1992
C. UU No. 12/1992
D. UU No. 7/1992
Kunci: A

Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.

Contoh soal yang kurang baik.

Kebutuhan yang pemenuhannya timbul oleh rasa gengsi disebut kebutuhan … .


A. primer
B. sekunder
C. mewah/lux
D, sosial
Kunci: C

Penjelasan:
Kata “timbul” mengandung arti atau makna yang berbeda antara daerah DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Contoh soal yang baik.

Kebutuhan yang pemenuhannya didorong oleh rasa gengsi disebut kebutuhan….


A. primer
B. sekunder
C. mewah/lux
D. sosial
Kunci: C
GAYA BELAJAR SISWA, PENGERTIAN TIFE DAN FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Friday, December 28, 2018

Pengertian Gaya belajar siswa


Gaya belajar siswa merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
belajar. Setiap siswa tentu memiliki gaya belajar yang berbeda.
Mengetahui gaya belajar siswa yang berbeda ini dapat membantu para
guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran kepada semua siswa shingga
hasil belajar akan lebih efektif.

Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam bukunya Quantum


Learning halaman 110-111, gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana
ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”.

Sedangkan menurut James dan Gardner dalam bukunya “Gaya belajar’


halaman 42 “gaya belajar adalah cara yang kompleks dimana
para siswamenganggap dan merasa paling efektif dan efisien dalam
memproses, menyimpan dan memanggil kembali apa yang telah mereka
pelajari”.

Dunn dan Dunn dalam bukunya Psikologi Pendidikan (Sugihartono: 2007:53


menjelaskan bahwa : “gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik
pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang
dan tidak efektif untuk orang lain”. Berati gaya belajar berhubungan dengan
cara anak belajar, serta cara belajar yang paling disukai.
Menurut Nasution dalam bukunya Berbagai Pendidikan dalam Proses Belajar
Mengajar, ( 2009:94) gaya belajar adalah cara yang konsisten yang
dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi,
cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal

Berdasarkan beberapa definsi di atas, Gaya belajar dapat disimpulkan sebagai


cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang
optimal dibandingkan dengan cara yang lain. Setiap orang memiliki gaya
belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting. Bagi guru
dengan mengetahui gaya belajar tiap siswa maka guru dapat menerapkan
tekhnik dan strategi yang tepat baik dalam pembelajaran maupun dalam
pengembangan diri. Hanya dengan penerapan yang sesuai maka tingkat
keberhasilannya lebih tinggi. Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya
belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang
lebih baik dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan
memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya
disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal.

=========================================

=========================================
Jenis atau Tife Gaya belajar siswa
Secara realita jenis gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari
beberapa gaya belajar. Di sini kita mengenal ada tiga gaya belajar, yaitu:gaya
belajar visual, auditori, dan kinetetik. Masing-masing gaya belajarterbagi dua,
yaitu: yang bersifat eksternal (tergantung media luar sebagai sumber informasi)
dan yang bersifat internal (tergantung pada kemampuan kita bagaimana
mengelola pikiran dan imajinasi) (Didang, 2006).

Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi


tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk
mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di
kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran (Slamento,2003).

Sedangkan dalam buku Quantum Learning, gaya belajar sesorang hanya dibagi
dalam 3 jenis atau modalitas belajar seseorang yaitu : 1) gaya belajaratau
2) Gaya belajar atau modalitas visual; 2) Gaya belajar auditori atau kinestetik.
Ketiga gaya belajar tersebut dikenal dengan istilah VAK. Dalam prakteknya
masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada
tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara
ketiganya.

1. Visual (belajar dengan cara melihat)


Gaya belajar visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman
mata/penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih
dahulu agar siswa paham. Ciri-ciri siswa yang memiliki gaya belajar visual
adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan juga menangkap informasi
secara visual sebelum mereka memahaminya.

Gaya Belajar Siswa Tife Visual

Siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah mengingat apa yang
mereka lihat, seperti bahasa tubuh/ekspresi muka gurunya, diagram, buku
pelajaran bergambar dan video, sehingga mereka bisa mengerti dengan
baik mengenai posisi/lokasi, bentuk, angka, dan warna. Siswa visual
cenderung rapi dan teratur dan tidak terganggu dengan keributan yang
ada, tetapi mereka sulit menerima instruksi verbal.

Siswa yang memiliki gaya belajar visual menangkap pelajaran lewat materi
bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna,
disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik.
Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung
karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran
secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ketajaman visual, lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam
diri seseorang. Alasannya adalah bahwa “di dalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera
lain”. Sedangkan menurut objeknya “masalah penglihatan digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam dan melihat warna”.

a) Ciri-ciri gaya belajar visual :


1) Bicara agak cepat
2) Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3) Tidak mudah terganggu oleh keributan
4) Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5) Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6) Pembaca cepat dan tekun
7) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-
kata
8) Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9) Lebih suka musik dari pada seni
10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan
seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

b) Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :


1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

2. Gaya belajar Auditori (belajar dengan cara mendengar)


Gaya Belajar Siswa tefe Auditoei

Gaya belajar auditori mempunyai kemampuan dalam hal menyerap informasi


dari telinga/pendengaran. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial dapat
belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan
apa yang guru katakan. Siswa auditorial memiliki kepekaan terhadap musik
dan baik dalam aktivitas lisan, mereka berbicara dengan irama yang terpola,
biasanya pembicara yang fasih, suka berdiskusi dan menjelaskan segala
sesuatu panjang lebar. Siswa dengan tipe gaya belajar ini mudah
terganggu dengan keributan dan lemah dalam aktivitas visual.

Metode pembelajaran yang tepat untuk pembelajar model seperti ini harus
memperhatikan kondisi fisik dari pembelajar. Anak yang mempunyai gaya
belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal
dan mendengarkan apa yang guru katakan. Pikiran auditori kita lebih kuat
daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari. Dan “ketika kita
membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita
menjadi aktif”.

a. Ciri-ciri gaya belajar auditori :


1) Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
2) Penampilan rapi
3) Mudah terganggu oleh keributan
4) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada
yang dilihat
5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7) Biasanya ia pembicara yang fasih
8) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11) Berbicara dalam irama yang terpola
12) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

b) Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :


1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia
untuk mendengarkannyasebelum tidur.

Gaya Belajar Siswa Tife Kinestetik

3. Gaya belajar Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan


menyentuh)
Gaya belajar kinestetik merupakan aktivitas belajar dengan cara bergerak,
bekerja dan menyentuh. Pembelajar tipe ini mempunyai keunikan dalam
belajar yaitu selalu bergerak, aktivitas panca indera, dan menyentuh.
Pembelajar ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka
untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Mereka merasa bisa belajar
lebih baik jika prosesnya disertai kegiatan fisik. Siswa dengan tipe ini suka
coba-coba dan umumnya kurang rapi serta lemah dalam aktivitas verbal.

a) Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :


1) Berbicara perlahan
2) Penampilan rapi
3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8) Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh
saat membaca
9) Menyukai permainan yang menyibukkan
10) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di
tempat itu
11) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata
yang mengandung aksi

b) Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:


1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak
dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep
baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Sedangkan menurut Fleming dan Mills dalam Slamento (2003) mengajukan


kategori gaya belajar (Learning Style) dalam empat bentul Visual, Auditory,
Read-write, Kinestetic yang dikenal dengan singkat VARK. Berikut ini
penjelasan gaya belajar (Learning Style) menurut Fleming dan Mills:

1. Gaya Visual (V)


Visiual learning (Gaya Belajar Visual) adalah gaya belajar dengan cara
melihat sehingga mata memegang peranan penting. Gaya belajar secara
visual dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan melihat
gambar, diagram, peta, poster, grafik, data teks seperti tulisan, dan sebagainya

Kecenderungan Gaya Belajar Visual biasanya meliputi menggambarkan


informasi dalam bentuk peta, diagram, garfik, flow chart dan symbol visual
seperti panah, lingkaran, hirarki dan materi lain yang digunakan instruktur untuk
mempresentasikan hal-hal yang dapat disampaikan dalam kata-kata. Hal ini
mencakup juga desain, pola, bentuk dan format lain yang digunkan untuk
menandai dan menyampaikan informasi.

Orang-orang yang memiliki Gaya Belajar Visual mempunyai ciri-ciri atau


karakteristik antara lain: 1) Senantiasa melihat bibir guru yang sedang
mengajar; 2) Menyukai instruksi tertulis, foto dan ilustras untuk dilihat; 3) Saat
petunjuk untuk melakukan sesuatu diberikan biasanya kan melihat teman-teman
lainnya baru dia sendiri bertindak; 4) Cenderung menggunakan gerakan tubuh
untuk mengekspresikan atau mengganti sebuah kata saat mengungkapkan
sesuatu; 5) Kurang menyukai berbicara di depan kelompok dan kurang
menyukai untuk mendengarkan orang lain; 6) Biasanya tidak dapat mengingat
informasi yang diberikan secara lisan; 7) Menyukai diagram, kalender maupun
grafik time-line untuk mengingat bagian peristiwa; 8) Selalu mengamati seluruh
elemen fisik dari lingkungan belajar; 9) Lebih menyukai peragaan daripada
penjelasan lisan; 10) Biasanya tipe ini dapat duduk tenang di tengah situasi
yang ribut atau ramai tanpa merasa terganggu; 11) Mengorganisir materi
belajarnya dengan hati-hati; 12) Berusaha mengingat dan memahami
menggunakan diagram, table dan peta; 13) Mempelajari materi dengan
membaca catatan dan membuat ringkasan

Berdasarkan cirri-ciri Gaya Belajar Visual, maka sarana atau media yang
cocok untuk Gaya belajar Tife Visual Learner ini antara lain: 1) Guru yang
menggunakan bahasa tubuh atau gambar dalam keadaan menerangkan;
2) Media gambar, video, poster dan sebagainya; 3) Buku yang banyak
mencantumkan diagram atau gambar; 4) Flow chart; 5) Grafik; 6) Menandai
bagian-bagian yang penting dari bahan ajar dengan menggunakan warna yang
berbeda; 7) Symbol-simbol visual. Oleh karena itu kenali cirri-ciri Gaya belajar
siswa agar guru dapat memilih sarana atau media yang tepat

Adapun Strategi belajar untuk Gaya belajar Tife Visual Learner menurut
Mansur HR adalah sebagai berikut: (a) Biarkan mereka duduk di bangku
paling depan, sehingga mereka bisa langsung melihat apa yang dituliskan
atau digambarkan guru di papan tulis. (b) Buatlah lebih banyak bagan-bagan,
diagram, flow-chart dalam menjelaskan sesuatu. (c) Putarkan film. (d) Minta
mereka untuk menuliskan poin-poin penting yang harus dihapalkan. (e)
Gunakan berbagai ilustrasi dan gambar. (f) Tulis ulang apa yang ada di
papan tulis. (g) Gunakan warna-warni yang berbeda pada tulisan.
2. Aural atau Auditory Learning (A)
Gaya Belajar Auditori adalah gaya belajar yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh informasi dengan memanfaatkan indra telinga. Oleh karena itu
mereka sangat mengandalkan telinganya untuk mencapai kesuksesan
belajar, seperti mendengarkan ceramah, radio, berdialog, berdiskusi dan
sebagainya Gaya Belajar ini menggambarkan preferensi terhadap informasi
yang didengar atau diucapkan. Siswa dengan modalitas ini belajar secara
maksimal dari ceramah, tutorial, tape diskusi kelompok, bicara dan
membicarakan materi. Hal ini mencangkup berbicara dengan suara keras atau
bicara kepada diri sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas, cirri-ciri atau karakteristik gaya belajar Auditory


Learner antara lain : 1) Mampu mengingat dengan baik apa yang mereka
katakana maupun yang orang lain sampaikan; 2) Mengingat dengan baik
dengan jalan selalu mengucapkan dengan nada keras dan mengulang-ulang
kalimat; 3) Sangat menyukai diskusi kelompok; 4) Menyukai diskusi yang lebih
lama terutama untuk hal-hal yang kurang mereka pahami; 5) Mampu
menginngat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas;
6) Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV dan bahkan dapat menirukannya
secara tepat dan komplit; 7) Suka berbicara; 8) Kurang suka tugas membaca
(dan pada umumnya bukanlah pembaca yang baik); 9) Kurang dapat
mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya; 10) Kurang dalam
mengerjakan tugas mengarang atau menulis; 11) Kurang memperhatikan hal-hal
baru dalam lingkungan sekitarnya seperti: hadirnya anak baru, adanya papan
pengumuman yang baru dsb; 12) Sukar bekerja dengan tenang tanpa
menimbulkan suara; 13) Mudah terganggu konsentrasi karena suara dan juga
susah berkonsentrasi bila tidak ada suara sama sekali

Sesuai dengan cirri-ciri tersebut, media atau sarana yang cocok untukgaya
belajar tife Aural atau Auditory Learning antara lain: 1) Menghadiri kelas;
2) Diskusi; 3) Membahas suatu topic bersama dengan teman; 4) Membahas
suatu topic bersama dengan guru; 5) Menjelaskan ide-ide baru kepada orang
lain; 6) Menggunakan perekam; 7) Mengingat cerita, contoh atau lelucon yang
menarik; 8) Menjelaskan bahan yang didapat secara visual (gambar, power point
dsb)

Adapun Strategi belajar untuk gaya belajar tife Aural atau Auditory Learning
menurut Mansur HR adalah sebagai berikut: (a) Gunakan audio dalam
pembelajaran (musik, radio, dan lain lain), (b) Saat belajar, biarkan mereka
membaca dengan nyaring dan suara keras. (c) Seringlah memberi
pertanyaan kepada mereka. (d) Membuat diskusi kelas. (e) Menggunakan
rekaman. (f) Biarkan mereka menjelaskan dengan kata-kata. (g) Biarkan
mereka menuliskan apa yang mereka pahami tentang satu mata pelajaran.
(h) Belajar berkelompok.

3. Read – Write
Selain gaya belajar yang menekankan pada aspek mendengar, terdapat juga
gaya belajar yang lebih banyak aspek membaca dan menulis. Pada sesorang
yang memiliki gaya belajar seperti ini ia akan lebih mudah memahami materi
pembelajaran dengan cara membaca atau menulis. Adapun sarana atau media
yang cocok untuk gaya belajar tife Read – Write, antara lain: Kamus, Handout,
Buku teks, Catatan, Daftar, Essay, Membaca buku manual dan berbagi jenis
kegiatan lain yang berhubungan dengan membaca dan menulis.
Adapun Strategi belajar untuk gaya belajar tife Read – Write, antara lain 1)
Tuliskan kata-kata secara berulang-ulang; 2) Baca catatan Anda (dengan sunyi)
secara berkali-kali; 3) Tulis kembali ide atau informasi dengan kalimat yang
berbeda; 4) Terjemahkan semua diagram, gambar, dan sebagainya ke dalam
kata-kata

4. Kinestetic atau Tactile Learner (K)


Gaya Belajar Kinestetik) adalah cara belajar yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh informasi dengan melakukan gerakan, sentuhan, praktik
atau pengalaman belajar secara langsung Gaya Belajar ini mengarah pada
pengalaman dan latihan (simulasi atau nyata, meskipun pengalaman tersebut
melibatkan modalitas lain. Hal ini mencakup demonstrasi, simulasi, video dan
film dari pelajaran yang sesuai aslinya, sama halnya dengan studi kasus, latihan
dan aplikasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, cirri atau karakteristiknya Gaya belajar


Kinestetic atau Tactile Learner, antara lain; 1) Suka menyentuh segala
sesuatu yang dijumpainya; 2) Sulit untuk berdiam diri; 3) Suka mengerjakan
segala sesuatu dengan menggunakan tangan; 4) Biasanya memiliki koordinasi
tubuh yang baik; 5) Suka menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu
belajar; 6) Mempelajari hal-hal yang abstrak (symbol matematika, peta dsb);
7) Mengingat secara baik bila secara fisik terlibat aktif dalam proses
pembelajaran; 8) Menikmati kesempatan untuk menyusun atau menangani
secara fisik materi pembelajaran; 9) Sering berusaha membuat catatan hanya
untuk menyibukkan diri tanpa memanfaatkan hasil catatan tersebut;
10) Menyukai penggunaan computer 11) Mengungkapkan minat dan
ketertarikan terhadap sesuatu secara fisik dengan bekerja secara antusias;
12) Sulit apabila diminta untik berdiam diri atau berada disuatu tempat untuk
beberapa lama tanpa aktifitas fisik; 13) Sering bermain-main dengan benda
disekitarnya sambil mendengarkan atau mengerjakan sesuatu

Berdasarkan cirri-ciri tersebut, Media atau sarana yang dapat digunakan


untuk Gaya belajar Kinestetic atau Tactile Learner, antara lain 1) Menggunakan
seluruh panca indera : penglihatan, sentuhan, pengecap, penciuman,
pendengaran; 2) Laboratorium; 3) Kunjungan lapangan; 4) Pembicara yang
memberikan contoh kehidupan nyata; 5) Pengaplikasian; 6) Pameran, sampel,
fotografi; 7) Koleksi berbagai macam tumbuhan, serangga dan sebagainya
Adapu strategi belajar untuk gaya belajar tife Kinestetic atau Tactile Learner,
menurut Mansur HR adalah sebagai berikut: (a) Perbanyak praktek lapangan.
(b) Melakukan demonstrasi atau pertunjukan langsung terhadap suatu
proses. (c) Membuat model ataucontoh-contoh. (d) Belajar tidak harus
duduk secara formal, bisa dilakukan dengan duduk dalam posisi yang
nyaman, walaupun tidak biasa dilakukan oleh murid-murid yang lain. e)
Perbanyak praktek di laboratorium. (f) Boleh menghapal sesuatu sambil
bergerak, berjalan atau mondar-mandir misalnya. (g) Perbanyak simulasi dan
role playing. (h) Biarkan murid berdiri saat menjelaskan sesuatu.

Cara Untuk Mengenal Atau Mengetahui Gaya Belajar Siswa


Cara untuk mengenal atau mengetahui gaya belajar siwa menurut Wijaya
Kusumah dalam http://www.gayabelajar.net bisa kita lakukan antara lain melalui:
1) Menggunakan observasi secara mendetail terhadap setiap peserta didik
melalui penggunaan berbagai metode belajar mengajar di kelas. Untuk
mengenal peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditori, gunakanlah
metode ceramah secara umum. Selanjutnya perhatikan dan catatlah peserta
didik yang betah mendengarkan dengan tekun hingga akhir. Dari sini kita bisa
mengklasifikasikan secara sederhana tipe-tipe peserta didik dengan gaya
auditori yang lebih menonjol.
2) Dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk melakukan pekerjaan
yang membutuhkan proses penyatuan bagian-bagian yang terpisah,
misalnya menyatukan model rumah yang bagian-bagiannya terpisahkan.
Ada tiga pilihan cara yang bisa dilakukan dalam menyatukan model rumah ini,
(1) adalah melakukan praktek langsung dengan mencoba menyatukan bagian-
bagian rumah ini setelah melihat potongan-potongan yang ada; (2) adalah
dengan melihat gambar desain rumah secara keseluruhan, baru mulai
menyatukan; dan (3) adalah membaca petunjuk tertulis langkah-langkah yang
diperlukan untuk membangun rumah tersebut dari awal hingga akhir.
3) Melakukan survey atau tes gaya belajar. Tes gaya belajar ini biasanya
menggunakan jasa konsultan atau psikolog tertentu. Karena tes gaya belajar ini
menggunakan metodologi yang sudah cukup teruji, biasanya survey atau
tes gaya belajar semacam ini mempunyai akurasi yang tinggi sehingga
memudahkan bagi guru untuk segera mengenal gaya belajar peserta didik.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya belajar siswa


Menurut Rita Dunn dalam (Sugihartono, 2007) pelopor di bidang gaya
belajaryang lain telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi Gaya
belajar siswa, dianatranya: fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan.
Sebagian orang dapat belajar dengan baik dalam cahaya yang terang,
sedangkan yang lain baru dapat belajar jika pencahayaan suram. Ada sebagian
orang paling baik menyelesaikan tugas belajarnya dengan berkelompok,
sedangkan yang lain lebih memilih belajar sendiri karena dirasa lebih efektif.
Sebagian orang memilih belajar dengan latar belakang iringan musik, sementara
yang lain tidak dapat belajar kecuali jika dalam suasana sepi. Ada orang yang
memilih lingkungan kerjanya teratur dengan rapi, tetapi yang lain selalu
menggelar segala sesuatunya agar semuanya dapat terlihat.
Sedangkan menurut David Kolb dalam Ghufron dan Risnawati, Gaya belajar
siswa dipengaruhi oleh tipe kepribadian, kebiasaan atau habit, serta
berkembang sejalan dengan waktu dan pengalaman.

Berdasarkan penjelasan di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi cara


dan gaya belajar siswa. Di samping faktor yang ada di dalam diri orang itu
sendiri (faktor intern), banyak pula faktor-faktor yang berasal dari luar individu itu
sendiri (faktor ekstern).

1) Faktor-faktor intern yang mempengaruhi gaya belajar siswa


a) Faktor jasmaniah
Faktor jasmaniah mencakup dua bagian yaitu kesehatan dan cacat tubuh.
Faktor kesehatan berpengaruh pada kegiatan belajar. Proses belajar akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk bila badannya lemah, kurang
darah ataupun ada gangguan pada alat indera serta tubuh. Sedangkan cacat
tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna
mengenai tubuh. Cacat itu bisa berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli,
patah kaki, lumpuhdan lain-lain. Keadaan cacat tubuh demikian juga
mempengaruhi kegiatan belajar seseorang.
b) Faktor psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan
Kelelahan pada manusia walaupun susah dipisahkan tetapi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat
psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan menurunya daya tahan tubuh.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kurangnya minat
belajar, kelesuan dan kebosanan untuk belajar, sehingga minat dan dorongan
untuk menghasilkan sesuatu hilang. Faktor kelelahan dalam diri seseorang
berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu cara atau gaya belajar yang berbeda.
2) Faktor-faktor ekstern
a) Faktor keluarga
Seseorang yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara
orang tu a mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga.
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang akan mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa antara
lain metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa
dengan siswa, disiplin atau tata tertib sekolah, suasana belajar, standar
pelajaran, keadaan gedung, letak sekolah, dan lainnya. Faktor guru misalnya,
kepribadian guru, kemampuan guru memfasilitasi siswa dan hubungan antara
guru dengan siswa turut mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa.
c) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi terhadap gaya


belajar siswa. Faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi cara atau gaya
belajar siswa meliputi kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Pentingnya Mengetahui Gaya belajar Siswa

Pertama, guru. Dengan mengetahui gaya belajar peserta didiknya, guru bisa
memilih metode mengajar dan media pendidikan yang cocok bagi peserta
didiknya. Dalam hal ini, dituntut kreativitas guru dalam memvariasikan metode
mengajar dan dalam hal pemilihan media pendidikan. Dengan demikian,
diharapkan perbedaan gaya belajar diantara peserta didik mampu diakomodir
dengan baik.

Nasution (2003:115) menyatakan bahwa, berbagai macam metode mengajar


telah banyak diterapkan dan diujicobakan kepada Siswa untuk memperoleh hasil
yang efektif dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak ada satu
metode mengajar yang lebih baik daripada metode mengajar yang lain. Jika
berbagai metode mengajar telah ditetapkan dan tidak menunjukkan hasil yang
diharapkan, maka alternatif lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual
dalam proses pembelajaran yaitu atas dasar pemahaman terhadapgaya
belajar Siswa.

Bobbi dePorter dan Hernacki (2003: 110) menyebutkan bahwa mengetahuigaya


belajar yang berbeda telah membantu para guru dimana pun untuk dapat
mendekati semua atau hampir semua murid hanya dengan menyampaikan
informasi dengan gaya yang berbeda-beda.

Kedua, orang tua. Bagi orang tua dengan mengetahui gaya belajar anaknya,
memungkinkan bagi mereka untuk menyediakan fasilitas belajar yang sesuai
dengan gaya belajar anak-anak mereka di rumah. Hal ini bisa dilakukan dengan
menyediakan buku-buku serta gambar bagi anak dengan gaya belajarvisual,
menyediakan kaset-kaset pelajaran dan sering berdiskusi dengan anak yang
bergaya belajar auditori, dan menyediakan alat-alat praktek bagi anak yang
kecenderungan bergaya belajar kinestetik.

Ketiga, peserta didik. Dengan mengetahui gaya belajar sendiri, peserta didik
bisa menciptakan suasana yang disenanginya untuk belajar. Apakah itu dengan
menyetel musik, berdiskusi dengan teman atau orang tua, dan lain sebagainya.
Dengan demikian diharapkan motivasi belajar peserta didik bisa meningkat.
ASSESSMENT OF LEARNING, ASSESSMENT FOR
LEARNING, ASSESSMENT AS LEARNING
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Sunday, January 13, 2019

Pengertian Assessment of Learning, Pengertian Assessment for


Learning, Pengertian Assessment as Learning. Penilaian konvensional
cenderung dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Dalam
konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang
terpisah dari proses pembelajaran. Pemanfaatan penilaian bukan sekadar
mengetahui pencapaian hasil belajar, justru yang lebih penting adalah
bagaimana penilaian mampu meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga
pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir
pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran),
dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).
Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah
proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu
terjadi di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan
pada jenjang tertentu. Setiap pendidik melakukan penilaian yang
dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil
belajar setelah proses pembelajaran selesai, berarti pendidik tersebut
melakukan assessment of learning. Ujian Nasional, ujian
sekolah/madrasah, dan berbagai bentuk penilaian sumatif
merupakanassessment of learning (penilaian hasil elajar).

Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran


berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan proses belajar mengajar. Dengan assessment for learning
pendidik dapat memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta
didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan
belajarnya.Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh
pendidik untuk meningkatkan performan dalam memfasilitasi peserta didik.
Berbagai bentuk penilaian formatif, misalnya tugas, presentasi, proyek,
termasuk kuis merupakan contoh-contoh assessment for
learning (penilaian untuk proses belajar).

Assessment as learning mempunyai fungsi yang mirip


denganassessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.
Perbedaannya,assessment as learning melibatkan peserta didik secara
aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman
untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self
assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment
as learning. Dalam assessment as learning peserta didik juga dapat
dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun
rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa
yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal.

Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh


pendidik dibandingkan assessment for learning dan assessment as
learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih
mengutamakan assessment as learning dan assessment for
learningdibandingkan assessment of learning.
MODEL PEMBELAJARAN DAN MODEL PENGELOLAAN
PEMBELAJARAN
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Wednesday, February 6, 2019

MODEL PEMBELAJARAN

A. MODEL PEMBELAJARAN
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses
pendidikan. Pembelajaran seharusnya merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa
belajar.

Untuk itu, harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari


kegiatan belajarnya. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan
pengetahuan, maka guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran
yang tepat bagi siswanya. Menurut Sudjana (2000) dalam Sugihartono, dkk
(2007: 80) pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan
kegiatan belajar. Sedangkan Nasution (2005) dalam Sugihartono, dkk
(2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktifitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.
Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga
meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya
yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.

=======================================

=======================================

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Syaiful Sagala (2006: 62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
pada penyediaan 10 sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar
yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang
dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran .

Pengertian Model Pembelajaran


Pengertian Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Sedangkan menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk
(1999: 42) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan
memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar
mengajar. Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagi pedoman
bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan
melaksanakan proses belajar mengajar.

Menurut Trianto (2010: 53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai


pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari
materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan
dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik.
Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-
tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara
sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.
Perbedaan-perbedaan ini, diantaranya pembukaan dan penutupan
pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu,
guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan
mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam
dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. Menurut
Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau
prosedur.

Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran
adalah:
1. Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya.

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan


pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan
yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan
bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan suatu
masalah pembelajaran.

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat


dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkah
laku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita
mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya.

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat


tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang
kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu
aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran.

Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan


dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan
peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem
sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep dan informasi-
informasi dari teks buku bacaan, materi ajar siswa, di samping itu banyak
kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi
aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan
lembar kegiatan siswa (Trianto, 2010: 55).

Beberapa Model Pembelajaran


Berikut ini contoh model Pembelajaran
1. Examples Non Examples
a) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
c) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
d) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas
e) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
f) Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan
materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
g) Kesimpulan

2. Picture And Picture


a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Menyajikan materi sebagai pengantar
c) Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan
dengan materi
d) Guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian memasang/
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
e) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f) Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
g) Kesimpulan/rangkuman

3. Numbered Heads Together


a) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap
kelompok mendapat nomor
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
d) Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
f) Kesimpulan

4. Cooperative Script
a) Guru membagi peserta didik untuk berpasangan
b) Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan
membuat ringkasan
c) Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar :
e) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
f) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
g) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
h) Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Guru
i) Penutup

5. Kepala Bernomor Struktur


a) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap
kelompok mendapat nomor
b) Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik berdasarkan nomor
terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : peserta didik nomor satu
bertugas mencatat soal. Peserta didik nomor dua mengerjakan soal dan
peserta didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
c) Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Peserta didik
disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa
peserta didik bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini
peserta didik dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka
d) Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
e) Kesimpulan

6. Student Teams-Achievement Divisions


a) Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
b) Guru menyajikan pelajaran
c) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-
anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan
pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
d) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu
e) Memberi evaluasi
f) Kesimpulan

Model Pembelajaran Jigsaw


7. Jigsaw
a) Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan sub bab mereka
e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab
yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan
sungguh- sungguh
f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
g) Guru memberi evaluasi
h) Penutup

8. Problem Based Introduction


a) Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana
atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b) Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan
topik, tugas, jadwal, dll.)
c) Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d) Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya
e) Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

9. Artikulasi
a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c) Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah kelompok
berpasangan dua orang
d) Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu menceritakan
materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil
membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya
e) Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil
wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian peserta
didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya
f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum
dipahami peserta didik
g) Kesimpulan/penutup

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

10. Mind Mapping


a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi
olehcpeserta didik dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif
jawaban 3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
c) Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasilcdiskusi
d) Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya
dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
e) Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau
guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru

11. Make – A Match


a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban
b) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
c) Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
d) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban)
e) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
waktu diberi poin
f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya
g) Demikian seterusnya
h) Kesimpulan/penutup

12. Thik Pair And Share


a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru
c) Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya
e) Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada
pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para
peserta didik
f) Guru memberi kesimpulan
g) Penutup

13. Debate
a) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya
kontra
b) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh
kedua kelompok diatas
c) Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota
kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok
kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa
mengemukakan pendapatnya.
d) Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-
ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide
diharapkan.
e) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
f) Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak peserta didik
membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin
dicapai.

14. Role Playing


a) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b) Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu
beberapa hari sebelum KBM
c) Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang
d) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
e) Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan
skenario yang sudah dipersiapkan
f) Masing-masing peserta didik berada di kelompoknya sambil mengamati
skenario yang sedang diperagakan
g) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar
kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.
h) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
i) Guru memberikan kesimpulan secara umum
j) Evaluasi
k) Penutup

MODEL PEMBELAJARAN GROPU INVESTIGASI


15. Group Investigation
a) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
c) Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas
satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
d) Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif yang bersifat penemuan
e) Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil
pembahasan kelompok
f) Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
g) Evaluasi
h) Penutup

16. Talking Stick


a) Guru menyiapkan sebuah tongkat
b) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan
mempelajari materi.
c) Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya,
peserta didik menutup bukunya.
d) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar
peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru
e) Guru memberikan kesimpulan
f) Evaluasi
g) Penutup

17. Bertukar Pasangan


a) Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk
pasangannya atau peserta didik memilih sendiri pasangannya).
b) Guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas dengan
pasangannya.
c) Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang
lain.
d) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang
baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
e) Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan
kepada pasangan semula.
18. Snowball Throwing
a) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
b) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya
d) Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja,
untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
e) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain selama ± 15
menit
f) Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang
tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
g) Evaluasi
h) Penutup

19. Student Facilitator And Explaining:


a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c) Memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan kepada peserta
didik lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.
d) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik.
e) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
f) Penutup

20. Course Review Horay


a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c) Memberikan kesempatan peserta didik tanya jawab
d) Untuk menguji pemahaman, peserta didik disuruh membuat kotak 9/16/25
sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera
masing-masing peserta didik
e) Guru membaca soal secara acak dan peserta didik menulis jawaban di
dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan,
kalau benar diisi tanda benar (√) dan salan diisi tanda silang (x)
f) Peserta didik yang sudah mendapat tanda √ vertikal atau horisontal, atau
diagonal harus berteriak horay ... atau yel-yel lainnya
g) Nilai peserta didik dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
h) Penutup
21. Demontsration
a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
c) Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
d) Menunjuk salah seorang peserta didik untuk mendemontrasikan sesuai
skenario yang telah disiapkan.
e) Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan menganalisanya.
f) Tiap peserta didik mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman
peserta didik didemontrasikan.
g) Gurumembuatkesimpulan.

22. Explicit Instruction


a) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
b) Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
c) Membimbing pelatihan
d) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e) Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

23. Cooperative Integrated Reading And Composition Kooperatif Terpadu


a) Membaca Dan Menulis
b) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
c) Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
d) Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar
kertas
e) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
f) Guru membuat kesimpulan bersama
g) Penutup

24. Inside-Outside-Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar)


a) Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
b) Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama,
menghadap ke dalam
c) Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi
informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan
dalam waktu yang bersamaan
d) Kemudian peserta didik berada di lingkaran kecil diam di tempat,
sementara peserta didik yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau
dua langkah searah jarum jam.
e) Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar yang membagi
informasi. Demikian seterusnya

25. Tebak Kata


a) Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang
mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
b) Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau
ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan
ditelinga
c) Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
d) Guru menyuruh peserta didik berdiri berpasangan didepan kelas
e) Seorang peserta didik diberi kartu yang berukuran 10x10 cm yang nanti
dibacakan pada pasangannya. Seorang peserta didik yang lainnya diberi
kartu yang berukuran 5x2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat)
kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
f) Sementara peserta didik membawa kartu 10x10 cm membacakan kata-
kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang
dimaksud dalam kartu 10x10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi
kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
g) Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu
boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh
mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi
jawabannya.
h) Dan seterusnya

26. Word Square


a) Buat kotak sesuai keperluan * Buat soal sesuai TPK
b) Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
c) Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
d) Peserta didik menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai
jawaban
e) Berikan poin setiap jawaban dalam kotak

27. Scramble
a) Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
b) Buat jawaban yang diacak hurufnya
c) Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
d) Membagikan lembar kerja sesuai contoh

28. Take And Give


a) Buat kartu ukuran ± 10x15 cm sejumlah peserta tiap kartu berisi sub materi
(yang berbeda dengan kartu yang lainnya, materi sesuai dengan TPK
b) Siapkan kelas sebagaimana mestinya
c) Jelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
d) Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap peserta didik diberi masing-
masing satu kartu untuk dipelajari (dihapal) lebih kurang 5 menit
e) Semua peserta didik disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling
menginformasi. Tiap peserta didik harus mencatat nama pasangannya
pada kartu contoh.
f) Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing (take and give).
g) Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan berikan peserta didik pertanyaan
yang tak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
h) Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan
i) Kesimpulan

29. Concept Sentence


a) Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai
b) Guru menyajikan materi secukupnya
c) Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen
d) Guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan
e) Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan
minimal 4 kata kunci setiap kalimat

30. Complete Sentence


a) Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap
b) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
c) Guru menyampaikan materi secukupnya atau peserta didik disuruh
membacakan buku atau modul dengan waktu secukupnya
d) Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen
e) Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum
lengkap (lihat contoh).
f) Peserta didik berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban
yang tersedia.
g) Peserta didik berdiskusi secara berkelompok
h) Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta
membaca sampai mengerti atau hapal
i) Kesimpulan

31. Time Token Arends 1998


a) Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
b) Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap
peserta didik diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
c) Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta didik diserahkan.
Setiap bebicara satu kupon.
d) Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh

32. Pair Check


a) Bekerja berpasangan, Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua)
peserta didik. Setiap pasangan Mengerjakan soal yang pas sebab semua
itu akan membantu melatih
b) Pelatih mengecek. Apabila patner benar pelatih memberi kupon
c) Bertukar peran. Seluruh patner bertukar peran dan mengurangi langkah 1 –
3
d) Pasangan mengecek, Seluruh pasangan tim kembali bersama
dan membandingkan jawaban
e) Penegasan guru. Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep

33. Keliling Kelompok


a) Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok menilai dengan
memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang
mereka kerjakan
b) Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
c) Demikian seterusnya giliran bicara bisa

34. Tari Bambu


a) Separuh kelas atau seperempat jika jumlah peserta didik terlalu banyak
berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas.
Kemungkinan lain adalah peserta didik berjajar di sela-sela deretan
bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok
karena diperlukan waktu relatif singkat.
b) Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama
c) Dua peserta didik yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
d) Kemudian satu atau dua peserta didik yang berdiri di ujung salah satu
jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian
bergeser. Dengan cara ini masing-masing peserta didik mendapat
pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus
sesuai dengan kebutuhan

35. Dua tinggal dua tamu (two stay two stray)


a) Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat)
orang
b) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua
kelompok yang lain
c) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka
d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain
e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

B. MODEL PENGELOLAAN PEMBELAJARAN


Pengertian Pengelolaan Pembelajaran
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar
mengajar yang diselenggarakan efektif dan berguna untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, dan
guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
berhasilnya proses pembelajaran. Oleh karena itu pendidik dan khususnya
Kepala Sekolah dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya,
dalam mengorgainasi atau mengelola pembelajaran dengan menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, efisien dan menyenangkan agar hasil
belajar peserta didik berada pada tingkat yang optimal.

Dalam kegiatan pembelajaran, seoran pendidik dapat memainkan berbagai


peran pengelola pembelajaran sebagai demonstrator, pengelola kelas,
mediator dan fasilitator/mentor dan sebagai evaluator. Sebagai tenaga
profesional, seorang pendidik dituntut mampu mengelola kelas yaitu
menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi
tercapainya tujuan pengajaran.

Pengelolaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk


mempertahankan ketertiban kelas, tetapi ngengertian pengelolaan
pembelajaran ini telah mengalamai perkembangan dan diartikan proses
seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat terhadap problem dan
situasi pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar
dengan maksud agar dicapai kondisi yang optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto,
1986: 143).

Fungsi pengelolaan pembelajaran sangat mendasar sekali karena kegiatan


pendidik dalam mengelola pembelajaran meliputi kegiatan mengelola
tingkah laku peserta didik dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional
dan mengelola proses kegiatan kelompok, sehingga keberhasilan pendidik
dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif.

Menurut berbagai sumber belajar tujuan pengelolaan pembelajaran adalah


sebagai berikut:
1) Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2) Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya
interaksi belajar mengajar.
3) Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung
dan memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual peserta didik dalam kelas.
4) Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya serta sifat-sifat individunya.
5) Menciptakan suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin,
perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada
peserta didik.
6) Memfasilitasi setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga
segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien

Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembelajaran


Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan pembelajaran dibagi
menjadi dua golongan yaitu, faktor internal dan faktor eksternal peserta
didik. Faktor internal peserta didik berhubungan dengan masalah emosi,
pikiran, dan perilaku. Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri khasnya
masing-masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik
lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi
aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.

Faktor eksternal peserta didik terkait dengan masalah suasana lingkungan


belajar, penempatan peserta didik, pengelompokan peserta didik, jumlah
peserta didik, dan sebagainya. Masalah jumlah peserta didik di kelas akan
mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah peserta didik di kelas,
misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi
konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di kelas cenderung
lebih kecil terjadi konflik.

Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan


pembelajaran dapat dipergunakan prinsip-prinsip pengelolaan
pembelajaran sebagai berikut.

Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Pendidik


yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada
tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaan pembelajaran.

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang


santun, arif, ramah dan menantang akan meningkatkan gairah peserta
didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah
laku yang menyimpang.
Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar pendidik, pola
interaksi antara pendidik dan anak didik akan mengurangi munculnya
gangguan, meningkatkan perhatian peserta didik. Kevariasian ini
merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan pembelajaran yang efektif
dan menghindari kejenuhan.

Keluwesan. Keluwesan tingkah laku pendidik untuk mengubah strategi


mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta
didik serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan
pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan
peserta didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan
sebagainya.

Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya dalam mengajar dan
mendidik, pendidik harus menekankan pada hal-hal yang positif dan
menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan
pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan pendidik
terhadap tingkah laku peserta didik yang positif daripada mengomeli
tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian penguatan yang positif dan kesadaran pendidik untuk
menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar
mengajar.

Penanaman Disiplin Diri. Tujuan akhir dari pengelolaan pembelajaran


adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan pendidik
sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan
tanggung jawab. Jadi, pendidik harus disiplin dalam segala hal bila ingin
anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

B. MODEL PENGELOLAAN PEMBELAJARAN


Terdapat berbagai model pengelolaan pembelajaran atau pengelolaan
kelas. Model- pengelolaan pembelajaran yang dikembangkan dilandasi
dengan argumentasi teoritis tertentu. Antara satu model dan model lainnya
terdapat beberapa perbedaan pendekatan, strategi, metode, taktik dan
sebagai, tetapi yang perlu diingat bahwa semua model pengelolaan
pembelajaran bertujuan sama yaitu menjadikan proses pembelajaran
berjalan secara efektif dan memdorong terjadinya proses belajar.
Beberapa model pengelolaan pembelajaran yang sering kita dengar seperti
pembelajaran klasikal, pembelajaran individual, pembelajaran tematik,
pembelajaran terpadu, pembelajaran kontektual, pembelajaran bermakna
dsb.
Fokus perhatian yang dijadikan landasan penyusunan dan pemilihan
model-model pembelajar sangat beraga, sebagai misal atas dasar
kelompok peserta didik sehingga dikenal pembelajaran klasikal dan
pembelajaran individual. Model pengelolaan pembelajaran lebih didasarkan
pada tema pembelajaran sehingga dalam tema tersebut peserta didik
dapat kesempatan belajar berbagai materi ajar yang terkait sehingga kita
mengenal model pmbelajaran tematik. Model pembelajaran yang
menekankan pada pengaturan waktu sehingga dikenal pembelajaran
sistem blok. Terdapat juga model pembelajaran yang lebih didasarkan
pada bagaimana aktivitas peserta didik belajar sehingga muncul model
pembelajaran model PAKEM dengan segala variasinya.

Beragam model pembelajaran yang telah dikembangkan selama ini


masing-masing memiliki persyaratan-persyaratan tertentu agar supaya
proses pembelajaran yang terjadi efektif, dan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran
yang dipergunakan bergantung pertimbangan dan keputusan para
pendidik.

Pendidik sebagai pengelola pembelajaran merupakan orang yang


mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan
mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan
objek peserta didik, orang menentukan dan mengambil keputusan dengan
strategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan
pendidik pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi
hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan tiga pendekatan-
pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu pendidik dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya.

Pendidik dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu


merencanakan dan menentukan pengelolaan pembelajaran yang
bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi
kemampuan belajar peserta didik serta materi pelajaran yang akan
diajarkan di kelas tersebut, sarana prasarana yang tersedia, serta sosial
budaya peserta didik. Menyusun strategi untuk mengantisipasi apabila
hambatan dan tantangan muncul agar proses belajar mengajar tetap dapat
berjalan dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
Pengelolaan pembelajaran akan menjadi sederhana untuk dilakukan
apabila pendidik memiliki motivasi kerja yang tinggi, dan pendidik
mengetahui bahwa gaya kepemimpinan situasional akan sangat
bermanfaat bagi pendidik dalam melakukan tugas mengajarnya. Dengan
demikian pengelolaan pembelajaran tidak dapat terlepas dari motivasi kerja
pendidik, karena dengan motivasi kerja pendidik ini akan terlihat
sejauhmana motif dan motivasi pendidik untuk melakukan pengelolaan
pembelajaran, sedangkan dengan gaya kepemimpinan pendidik yang tepat
yang digunakan dalam pengelolaan pembelajaran akan mengoptimalkan
dan memaksimalkan keberhasilan pengelolaan pembelajaran tersebut.

Pengelolaan pembelajaran adalah proses mengelola dan mengendalikan


lingkungan kelas. Untuk memastikan bahwa antara pendidik dan peserta
didik dapat saling berhubungan secara efektif dan produktif, tanpa
gangguan atau perilaku mengganggu, mereka menggunakan teknik
tertentu. Indikator manajemen pembelajaran digunakan untuk mengukur
keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran dan kegiatan mereka.

Salah satu indikator kesuksesan pengelolaan pembelajaran adalah


memastikan bahwa peserta didik aktif dan sibuk, bahkan ketika pendidik
sibuk atau terjebak dalam tugas-tugas lain atau kegiatan. Sebagai contoh,
dari waktu ke waktu, pendidik mungkin perlu berkonsultasi dengan pendidik
lain atau administrator tentang hal-hal kelas, atau mereka mungkin harus
membantu peserta didik secara individu dengan masalah atau isu. Ketika
ini terjadi, kelas yang tersisa untuk perangkat sendiri, jika tidak dikelola
dengan baik, ini dapat menyebabkan masalah bagi pendidik atau peserta
didik lain. Menyediakan kelas dengan kursus atau tugas selama periode ini
merupakan indikator keberhasilan manajemen kelas. Kelas yang disimpan
diduduki bahkan ketika perhatian penuh guru tidak tersedia merupakan
indikator bahwa guru kelas telah berhasil dengan sukses.

Indikator lain pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan


menyiapankan rencana pembelajaran cadangan. Pada saat rencana
pelajaran yang telah disiapkan tidak berhasil. Ketika ini terjadi, kemampuan
pendidik untuk memberikan peserta didik dengan rencana pelajaran
cadangan dan kegiatan merupakan indikator kualitas pengelolaan
pembelajaran, karena memperkuat gagasan peserta didik bahwa kelas
adalah lingkungan belajar. Jika peserta didik dibiarkan tanpa fokus yang
jelas dengan tugas dan instruksi yang telah disiapkan, mereka tidak tertarik
dan kemungkinan akan meninggalkan kegiatan pembelajaran.

Model Pengelelolaan Pembelajaran Klasikal

Pengajaran klasikal adalah model pengelolaan pembelajaran yang biasa


kita lihat sehari-hari. Istilah klasikal bisa diartikan sebagai secara klasik
yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah lama terjadi, bisa juga
diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti
pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu
pembelajaran yang memandang peserta didik berkemampuan tidak
berbeda atau sama sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama,
dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Pembelajaran klasikal
tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang dilaksanakan, yaitu
apakah semua peserta didik berartisipasi secara aktif terlibat dalam
pembelajaran, atau pasif tidak terlibat, atau hanya mendengar dan
mencatat, apakah pembelajara efektif mencapai tujuan pembelajaran,
apakah pembelajaran menyenangkan bagi pendidik dan peserta didik.

Pada model pengelolaan pembelajaran ini pendidik mengajar sejumlah


peserta didik, biasanya antara 30-40 peserta didik di dalam sebuah
ruangan kelas. Dalam kondisi seperti ini, kondisi belajar peserta didik
secara individual baik menyangkut kecepan belajar, kesulitan belajar dan
minat belajar kurang diperhatikan oleh pendidik. Pada umumnya cara
pendidik dalam menentukan kecepatan menyajikan materi pembelajaran
dan tingkat kesukaran materi pembelajaran bergantun pada informasi
kemampuan peserta didik secara umum. Pendidik tapak sangat
mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran.
Banyaknya materi yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan
pendidik mengajar dan lain-lain sepenuhnya ada ditangan pendidik.

Model pembelajaran klasikal konvensional biasanya menuntut disiplin yang


tinggi dari para peserta didik, dan pendidik memiliki otoritas penuh di ruang
kelas. Pembelajaran klasikal cenderung digunakan oleh pendidik apabila
dalam proses pembelajarannya lebih banyak bentuk penyajian materi dari
pendidik. Penyajian lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu materi
yang belum diketahui atau dipahami peserta didik. Metode yang digunakan
cenderung metode ceramah dan tanya jawab bervariasi.
Pembelajaran klasikal akan memberi kemudahan bagi pendidik dalam
mengorganisasi materi pelajaran, karena dalam pelajaran klasikal secara
umum materi pelajarannya akan seragam diserap oleh peserta didik.
Pembelajaran klasikal dapat digunakan apabila materi pelajaran lebih
bersifat informatif atau fakta. Proses pembelajaran klasikal dapat
membentuk kemampuan peserta didik dalam menyimak atau
mendengarkan, membentuk kemampuan dalam mendengarkan dan
kemampuan dalam bertanya.

Penyelenggaraan pendidikan sekolah di negara ini lebih cenderung bersifat


klasikal, bentuk pengajaran klasikal berhasil menempatkan pendidik
sebagai faktor dominan dan menjadi sangat penting/kunci bagi peserta
didik karena pendidik sering menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena itu,
sangat bijaksana jika seorang pendidik memiliki perilaku ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani serta memiliki
talenta yang memadai untuk mengembangkan potensi peserta didiknya
secara utuh. Pendidik dituntut untuk dapat bekerja secara teratur,
konsisten, dan kreatif dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
tugasnya terutama kemampuan melaksanakan program belajar mengajar
yaitu kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan
situasi dan kondisi serta program yang telah ditentukan. Seorang
pendidikan dalam

Pembelajaran klasikal mempunyai kelemahan, diantaranya adalah


pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik, peserta
didik menjadi penerima secara pasif, serta pembelajaran bersifat abstrak
dan teoritis. Pembelajaran klasikal dapat diminimalisir jika didukung
dengan buku teks pelajaran yang relevan dan kontekstual serta
penggunaan sumber-sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik serta mudah diakses oleh peserta didik.

Model Pengelolaan Pembelajaran Individual


Pembelajaran secara individual adalah kegiatan pembelajaran yang
mengakomodasi perbedaan-perbedaan individu dalam pengorganisasian
pembelajaran yang menitik beratkan bantuan dan bimbingan belajar
kepada individual kelas secara khusus.

Secara umum perbedaan pembelajaran individual dan klasikal yaitu :


1) Perhatian dan motivasi, perhatian mempunyai peranan di dalam kegiatan
belajar.
2) Keaktifan menurut psikologi anak adalah makhluk yang aktif
3) Keterlibatan langsung/ pengalaman belajar haruslah dilakukan sendiri oleh
peserta didik, belajar adalah mengalami sendiri dan tidak bisa dilimpahkan
pada orang lain.
4) Perbedaan individual peserta didik merupakan makhluk individual yang
unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas.

Pengertian pembelajaran individual atau pembelajaran perseorangan


(Individual Instruction) merupakan suatu siasat (strategi) untuk mengatur
kegiatan belajar mengajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik
memperoleh perhatian lebih banyak daripada yang dapat diberikan dalam
rangka pengelolaan kegiatan belajar mengajar dalam kelompok peserta
didik yang besar.

Pembelajaran individual merupakan suatu cara pengaturan program


belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam suatu cara tertentu
yang disediakan bagi tiap peserta didik agar dapat memacu kecepatan
belajarnya dibawah bimbingan guru.

Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar pembelajar yang


memetik beratkan bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing
individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan
pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran
individual, pembelajar memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Ciri-
ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi:
tujuan pembelajaran, peserta didik sebagai subjek yang belajar, pendidik
sebagai fasilisator, program pembelajaran, orientasi dan tekanan utama
dalam pelaksanaan pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran Individual yang menonjol adalah pemberian


kesempatan dan keleluasaan peserta didik untuk belajar berdasarkan
kemampuan sendiri. Pengembangan kemampuan tiap individu secara
optimal, setiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri, yang sesuai
dengan tujuan belajarnya secara individual juga. Posisi Peserta didik dalam
pembelajaran Individual: Posisi peserta didik bersifat sentral Keleluasaan
belajar berdasarkan kemampuan sendiri Kebebasan menggunakan waktu
belajar. Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan dsb.
Model Pengelolaan Pembelajaran Tematik
Pengelolaan pembelajaran tematik menitikberatkan tema sebagai dasar
perancangan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan tema tertentu peserta
didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran klasikal atau individual.
Pembelajaran tematik pada umumnya sering dipergunakan dalam
pembelajaran peserta didik yang berada pada kelas awal sekolah dasar
berada pada rentangan usia dini. Peserta didik yang berada pada sekolah
dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia
tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan
berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya mereka masih melihat
segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik) dan memahami
hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih
bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami
secara langsung. Kondisi-kondisi tersebut ini menjadi landasan bagi
pengembangan pola dan strategi pembelajaran yang tepat, tidak saja agar
tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai, melainkan juga agar tujuan
program pendidikan dapat terpenuhi, yaitu meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran tematik yang
melibatkan berbagai mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang
bermakna kepada peserta didik, merupakan model pembelajaan inovatif
yang dapat menjadi solusi bagi pembelajaran terpisah yang selama ini
digunakan di kelas-kelas awal sekolah dasar.

Salah satu dimensi penting dari pembelajaran tematik tersebut adalah


strategi pembelajarannya. Penetapan strategi pembelajaran yang tepat dan
optimal akan mendorong prakarsa dan memudahkan belajar peserta didik.
Titik awal upaya ini diletakkan pada perbaikan proses. Oleh karena itu,
penyelidikan yang cermat tentang strategi pembelajaran tematik menjadi
penting dan mendesak di tengah kebingungan banyak sekolah
menemukan sosok utuh strategi pembelajaran tematik, teristimewa melalui
kajian empirik.

Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran terutama di SD kelas I – III


untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam
pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran.
Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran
yaitu hanya mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran
itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat
segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran
yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan
kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat
kesulitan bagi peserta didik

Sesuai dengan tahapan karakteristik perkembangan anak, karakteristik


cara anak belajar, konsep belajar dan belajar bermakna, maka kegiatan
pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan
pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada
peserta didik.

Ciri pembelajaran tematik antara lain :


a) Berpusat pada anak
b) Memberikan pengalaman langsung pada anak
c) Pemisahan antara bidang studi/mata pelajaran dalam tidak begitu jelas
d) Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi/mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran
e) Bersifat luwes
f) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak
g) Dengan menggunakan pembelajaran tematik diharapkan akan memberikan
banyak keuntungan, di antaranya:
h) Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;
i) Peserta didik mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
j) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
k) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
l) Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
m) Peserta didik lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata
pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
n) Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran yang
disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam
dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk
kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal


yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan
kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus
dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Pemetaan Kompetensi Dasar. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk


memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran
yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam
pemetaan kompetensi antara lain melakukan kegiatan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam
indikator yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran, terukur dan/atau dapat diamati

Dalam menetukan tema yang akan dipergunakan pada pembelajaran


tematik dapat dilakukan dengan pertama pertama, mempelajari standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing
mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai. Atau
kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,
untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta
didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan memperhatikan lingkungan


yang terdekat dengan peserta didik, tingkat kesulitan materi pelajaran dan
sebaiknya diurutkan dari yang termudah menuju yang sulit, dari yang
sederhana menuju yang kompleks, dari yang konkret menuju ke yang
abstrak.Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir
pada diri peserta didik dan ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia
dan perkembangan peserta didik, termasuk minat, kebutuhan, dan
kemampuannya
Penetapan jaringan tema. Setelah tema ditemukan maka dilanjutkan
dengan pembuatan jaringan tema. Jaringan tema yaitu menghubungkan
kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan
tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan
indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan
sesuai dengan alokasi waktu setiap tema

Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni: menyenangkan karena


berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik; mMemberikan
pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik; hasil belajar dapat bertahan
lama karena lebih berkesan dan bermakna; mengembangkan keterampilan
berpikir peserta didiksesuai dengan persoalan yang dihadapi;
menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama; mMemiliki sikap
toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain;
mMenyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan peserta didik. Selain itu pembelajaran tematik
juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik
tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru
kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga
dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema
dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario
pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian
standar Kompetensi dan kompetensi dasar tidak akan tercapai karena
akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.

Pemilihan Model Pengelolaan Pembelajaran


Setiap model pengeloaan pembelajaran memiliki persyaratan-persyaratan
tenrtentu untuk dapat diimplementasikan secara sukses untuk membantu
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai
kompetensi yang diajarkan. Usia peserta didik menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam pemilihan model pengelolaan pembelajaran. Peserta
didik yang berusia belia terutama yang berada pada sekolah dasar kelas
satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut
seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan berkembang sangat
luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami
hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih
bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami
secara langsung.

Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan


beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata
yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang
objek. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret.,
integratif dan hirarkis. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak
dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba,
dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar. Integratif, pada tahap usia sekolah dasar anak
memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka
belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian
demi bagian. Hirarkis, pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar
berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal
yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan
keluasan serta kedalaman materi

Anda mungkin juga menyukai