1. Pengertian Modul
Istilah modul dipinjam dari dunia teknologi, yaitu alat ukur yang lengkap dan merupakan satu kesatuan
program yang dapat mengukur tujuan. Modul menurut Cece Wijaya (1992:86), dapat dipandang sebagai
paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar. Departemen
Pendidikan Nasional dalam bukunya “ Teknik Belajar dengan Modul, (2002:5), mendefinisikan modul
sebagai suatu kesatuan bahan belajar yang disajikan dalam bentuk “ self- instruction”, artinya bahan
belajar yang disusun di dalam modul dapat dipelajari siswa secara mandiri dengan bantuan yang terbatas
dari guru atau orang lain.
Walaupun ada bermacam-macam batasan modul, namun ada kesamaan pendapat bahwa modul
itu merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk belajar sendiri, karena modul adalah suatu
unit yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu
siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Dengan demikian,
pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan individual siswa, yakni mengenai kegiatan
belajar dan bahan pelajaran.
Batasan modul pada buku pedoman penyusunan modul (Cece Wijaya 1992:96), yang dimaksud dengan
modul ialah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara terinci menggariskan:
1. Tujuan-tujuan intruksional umum.
2. Tujuan-tujuan intruksional khusus.
3. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar.
4. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan.
5. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas.
6. Peranan guru dalam proses belajar mengajar.
7. Alat dan sumber yang akan dipakai.
8. Kegiatan belajar mengajar yang akan/harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan.
9. Lembaran-lembaran kerja yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar ini.
Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B. Suryosubroto (1983 :17), bahwa
modul adalah sebagai sejenis satuan kegiatan belajar yang terencana, didesain guna membantu siswa
menyelesaikan tujuan-tujuan tertentu.
====================================
====================================
Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modul merupakan bahan belajar terprogram yang
disusun sedemikian rupa dan disajikan secara terpadu, sistematis, serta terperinci. Dengan mempelajari
materi modul, siswa diarahkan pada pencarian suatu tujuan melalui langkah-langkah belajar tertentu,
karena modul merupakan paket program untuk keperluan belajar. Dan satu paket program modul, terdiri
dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan belajar, metode belajar, alat dan sumber
belajar, dan sistem evaluasi.
a. Pedoman guru
Pedoman guru berisi petunjuk-petunjuk guru agar pengajaran dapat diselenggarakan secara
efisien, juga memberi penjelasan tentang:
1) Macam-macam yang harus dilakukan oleh guru.
2) Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul itu.
3) Alat-alat pelajaran yang harus digunakan.
4) Petunjuk-petunjuk evaluasi.
c. Lembar kerja
Lembar kerja ini menyertai lembar kegiatan siswa, digunakan untuk menjawab atau mengerjakan
soal-soal tugas atau masalah yang harus dipecahkan.
d. Kunci lembaran kerja
Maksudnya agar siswa dapat mengevaluasi (mengoreksi) sendiri hasil pekerjaannya, apabila
siswa membuat kesalahan dalam pekerjaannya maka ia dapat meninjau kembali pekerjaannya.
e. Lembaran tes
Tiap modul disertai lembaran tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai alat pengukur
keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam modul itu. Jadi, lembaran tes
berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam modul
tersebut.
1. Petunjuk guru
a. Umum, berisikan:
1) Fungsi modul serta kedudukannya dalam kesatuan program pengajaran.
2) Kemampuan khusus yang perlu dikuasai terlebih dahulu sebagai prasyarat.
3) Penjelasan singkat tentang istilah-istilah.
b. Khusus, berisi:
1) Topik yang dikembangkan dalam modul.
2) Kelas yang bersangkutan.
3) Waktu yang diperlukan untuk modul itu.
4) Tujuan intruksional.
5) Pokok-pokok materi yang perlu dibahas.
6) Prosedur pengerjaan modul, kegiatan guru dan murid, serta alat yang dipergunakan.
7) Penilaian: prosedur dan alatnya.
5. Lembaran tes
Berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam
modul tersebut.
2. Kegiatan siswa
a. Pendahuluan. Pada bagian ini dicantumkan jadwal modul lainnya dan kegiatan-kegiatan yang harus
dilaksanakan siswa. Di samping itu, memuat tujuan yang dicapai dan materi yang akan dipelajari oleh
siswa.
b. Petunjuk belajar. Pada bagian ini, akan diuraikan apa-apa atau urutan langkah yang harus dikerjakan
siswa dalam menggunakan modul.
c. Kegiatan belajar. Pada bagian ini, terdiri dari beberapa kegiatan masing-masing kegiatan memuat tujuan
yang akan dicapai. Materi pokok yang akan dipelajari dan uraian materinya. Pada akhir uraian materi
pelajaran, disajikan tugas atau masalah yang harus dipecahkan maupun pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab siswa mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari. Tugas-tugas ini, diberikan agar
siswa dapat menilai hasil belajarnya sendiri.
d. Kunci tugas. Kunci tugas disediakan pada akhir kegiatan siswa dengan harapan agar siswa dapat dengan
segera mengetahui apakah tugas-tugas yang dikerjakannya benar.
Jadi, jelaslah bahwa pengajaran modul itu merupakan pengajaran individual yang memberi
kesempatan kepada masing-masing siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan sesuai dengan
kecepatan masing-masing individu.
Sumber Bacaan:
Cece Wijaya (1992), Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya, B.
Suryosubroto. (1983) Sistem Pengajaran dengan Modul, Jakarta: Bina Aksara,
Departemen Pendidikan Nasional (2002), Teknik Belajar dengan Modul, Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah
S. Nasution, (1987) Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara
MEDIA PEMBELAJARAN
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Friday, October 26, 2018
MEDIA PEMBELAJARAN
=========================================
=========================================
Sejalan dengan pendapat di atas Aqib (2010:58) menyatakan bahwa media
pembelajaran sebagai “segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (massage), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar”.
Memang pada mulanya, media hanya berupa alat bantu mengajar yang
hanya digunakan di dalam kelas. Namun dalam perkembangannya, media
tidak cukup hanya digunakan di dalam kelas saja, akan tetapi
dimungkinkan juga penggunaannya di luar kelas, dan hal ini berkaitan
dengan istilah media pembelajaran (intruksional). Kata intruksional
mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata
pengajaran ada dalam konteks guru, murid di kelas (ruang) formal,
pembelajaran atau intruksional mencakup pula kegiatan belajar mengajar
yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu,
dalam instruction yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-
usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar
terjadi proses belajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran.
Pada mulanya media pembelajaran hanya berupa alat bantu mengajar yang
hanya digunakan di dalam kelas. Namun dalam perkembangannya, media tidak
cukup hanya digunakan di dalam kelas saja, akan tetapi dimungkinkan juga
penggunaannya di luar kelas.
Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang dapat dilihat dan
didengar.
Media pembelajaran tidak hanya digunakan dalam kelas saja, akan tetapi
tidak menutup kemungkinan digunakan di luar kelas.
Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki setiap media, Rudi Bretz (Sadiman, 1993:20)
membagi media dalam delapan klasifikasi, yakni:
Media audio.
Media cetak.
Media Pembelaran ini Bisa digunakan sebagai
media Audio Visul diam maupun Gerak
Objek.
Model.
Suara langsung.
Rekaman audio.
Media cetak.
Pembelajaran terprogram.
Papan tulis.
Media transparansi.
Film rangkai.
Film bingkai.
Film.
Televisi.
Gambar.
Jenis media yang lebih lengkap dikemukakan Seels dan Glasgow (1990:181-
183) yang membagi media pembelajaran dalam dua katagori luas yaitu media
tradisional dan mutakhir. Yang termasuk media tradisional adalah:
Audio
Penyajian multimedia
Cetak
Permainan
Realia
Permainan computer
Interaktif
Hypermedia
Gambar
Slide
Film strip
Rekaman
Transparan
Video tape.
Adapun jenis media yang termasuk dalam katagori pusat sumber belajar
menurut Hamalik (1994:195), yakni suatu sistem atau perangkat materi yang
sengaja disiapkan atau diciptakan dengan maksud memungkinkan atau memberi
kesempatan siswa belajar. Sumber belajar merupakan semua sumber yang
dapat dipakai oleh siswa, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
siswa lainnya untuk memudahkan belajar. Sedangkan yang dimaksud pusat
sumber belajar adalah suatu tempat yang disiapkan secara khusus dengan
maksud penyimpanan dan penggunaan suatu kumpulan sumber-sumber, dalam
bentuk tercetak dan tak tercetak. Belajar berdasarkan suatu sumber
mengandung makna sistem belajar yang terpusat pada siswa,
diindividualisasikan dan sangat berstruktur yang menggunakan sepenuhnya
sumber-sumber yang bermakna, yakni benda dan manusia, dalam rangka
menciptakan situasi belajar yang efektif.
Media pembelajaran kalau dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, tidak
hanya terbatas pada alat-alat audio visual saja yang dapat dilihat dan dapat
didengar, melainkan juga sampai pada kondisi pribadi siswa dan tingkah laku
guru.
Sudjana (2010:99-100), mengemukakan ada enam fungsi dari alat peraga dalam
proses belajar mengajar, yaitu:
Fungsi atensi merupakan fungsi inti media yakni manarik dan mengarahkan
perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada materi pembelajaran yang
berkaitan dengan makna visual yang disampaikan atau menyertai materi
pembelajaran. Fungsi afektif berkaitan dengan perasaan senang yang dimiliki
siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Fungsi kognitif mengandung
makna bahwa lambing visual atau gambar dapat memperlancar pencapaian
tujuan pembelajaran untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar atau media pembelajaran. Sedangkan fungsi
kompensatoris mengadung makna bahwa media berfungsi untuk
mengakomodasikan atau membantu siswa yang lemah dan lambat menerima
atau memahami materi pembelajaran yang disajikan dengan teks (verbal).
Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap
proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa media pembelajaran memiliki fungsi yang
sangat berpengaruh bagi pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu,
dalam penggunaan media, guru harus mampu menggunakan berbagai jenis
media semaksimal mungkin, termasuk juga melakukan percontohan di depan
kelas sehingga siswa dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru tersebut.
Menurut Arsyad (2011:75) ada enam kriteria yang harus diperhatikan guru
dalam pemilihan media. Keenam kriteria tersebut adalah:
Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip,
atau generalisasi.
Pengelompokkan sasaran
Mutu teknis
Kriteria yang paling utama dari enam kriteria dalam pemilihan media adalah
kesesuaian pemilihan dan penggunaan media dengan tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang ingin dicapai, isi materi pembelajaran, dan guru harus terampil
mengunakannya Sebagai contoh, apabila tujuan atau kompetensi siswa bersifat
menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika
tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media
cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik
(gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu,
terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi seperti: biaya, ketepatgunaan;
keadaan siswa; ketersediaan; dan mutu teknis.
Mutu teknis.
Isi dari media atau sumber belajar yang digunakan memenuhi syarat untuk
menjelaskan materi yang akan disampaikan.
Oleh karena itu, dalam hal penggunaan alat peraga, guru harus mampu
menggunakan jenis alat peraga apa saja semaksimal mungkin, termasuk
juga melakukan percontohan di depan kelas misalkan tentang salah satu
gerakan sholat dalam hal ini guru memberikan contoh langsung kepada
siswa, sehingga siswa dapat lebih mudah memahami pelajaran yang
disampaikan oleh guru tersebut.
Oleh karena itu, maka tujuan pendidikan dan pengajaran harus dirumuskan
secara jelas, terarah, sistematis, dan maksimal, sehingga dari tujuan itu
dapat menentukan terhadap pemilihan, penggunaan, produksi, penilaian,
dan pengelolaan (administrasi) media pembelajaran yang tepat di sekolah.
Referensi
Kemp. 1977. Intructional Design: a Plan for Unit and Curriculum Development.
New York: Technology Publ.
Kemp, J.E. & Dayton. D.K. 1985. Planning and Producing Instrutional Media
(Fifth Edition).New York : Harper & Row. Publishers. .
Susilana, Rudi. 2009. “Sumber Belajar dalam Pendidikan”. Dalam Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan, Bagian II : Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT. Imperial
Bhakti Utama (Halaman 197 – 220)
Metode latihan (Driil) merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Latihan adalah suatu teknik
mengajar yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan
agar memiliki ketangkasan / keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang
dipelajari. Menurut Djamarah dan Zain (2006) metode latihan adalah suatu
cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu, yang digunakan untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan,
kesempatan, dan keterampilan.
=========================================
=========================================
Referensi
Djamarah, Syaiful Bachri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Rineka Cipta. Jakarta
3. Prinsi-prinsip pembelajaran meliputi: (1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, (2)
peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar, (3) proses pembelajaraan
menggunakan pendekatan ilmiah, (4) pembelajaran berbasis kompetensi, (5)
pembelajaran terpadu, (6) pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen
yang memiliki kebenaran multi dimensi, (7) pembelajaran berbasis keterampilan
aplikatif, (8) peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-
skills dan soft-skills, (9)pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, (10) pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberiketeladanan (ingngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ingmadyomangunkarso), dan mengembangkan kreativitas
pesertadidik dalam proses pembelajaran (tut wurihandayani), (11) pembelajaran yang
berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, (12) pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,
(13) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik, dan
(14) suasana belajar menyenangkan dan menantang.
===================================
===================================
Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi pembelajaran.
Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran
tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika
menggunakan model pembelajaran tertentu.Oleh karenanya guru harus menganalisis
rumusan pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada pembelajaran
penyingkapan(Discovery/Inquiry Learning) atau pada pembelajaran hasil karya
(Problem Based Learning dan Project Based Learning ).
Rambu-rambu penentuan model penyingkapan/penemuan:
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah ke pencarian atau penemuan;
2. Pernyataan KD-3 lebih menitikberatkan pada pemahaman pengetahuan faktual,
konseptual, procedural, dan dimungkinkan sampai metakognitif;
3. Pernyataan KD-4 pada taksonomi mengolah dan menalar
Rambu-rambu penemuan model hasil karya (Problem Based Learning danProject Based
Learning):
1. Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau produk;
2. Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif;
3. Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan
4. Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan pengetahuan
konseptual dan prosedural.
Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah
kerja(syntax) tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.
======================================
Fungsi Penyesuaian.
Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well
adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik
lingkungan fi-sik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri
senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa
pun harus memiliki kemam-puan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan-nya.
Fungsi Integrasi.
Fungsi Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh
kare-na itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk
dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
Fungsi Diferensiasi.
Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
indivi-du siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik
maupun psi-kis, yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
Fungsi Persiapan.
Fungsi Persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jen-jang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan
dapat mem-persiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat
seandainya karena se-suatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Fungsi Pemilihan.
Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya. Fung-si pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi
diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa
berarti pula diberinya ke-sempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua
fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat
fleksibel.
Fungsi Diagnostik
Fungsi Diagnosti mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pen-
didikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
mema-hami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang
dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemah-an yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa
dapat mengembangkan sen-diri potensi kekuatan yang dimilikinya atau
memperbaiki kelemahan-kele-mahannya.
B. Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki
peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Terdapat tiga peranan Kurikulum yang dinilai sangat
penting, yaitu: (a) peranan konser-vatif, (2) peranan kreatif, dan (3)
peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
Peranan Konservatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum sebagai sarana untuk
mentrans-misikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para
siswa. Dengan demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum, yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini
sifatnya menjadi sangat men-dasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa
pendidikan pada hakikatnya me-rupakan proses sosial. Salah satu tugas
pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai
dengan nilai-nilai sosial yang hidup di ling-kungan masyarakatnya.
Peranan Kreatif.
Peranan ini menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembang-
kan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebu-
tuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
Kuri-kulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengem-bangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahu-an-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta
cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
========================================
1) Think; Think merupakan aktivitas siswa untuk berpikir. Hal ini dapat dilihat
dari proses membaca suatu teks atau cerita kemudian membuat catatan tentang
apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan, siswa
membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan
kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa sendiri. Menurut Wiederhold (Yamin
dan Ansari, 2008:85) membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan
memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu belajar membuat/menulis
catatan setelah membaca dapat merangang aktivitas berpikir sebelum, selama
dan setelah membaca. Membuat catatan dapat memperluas pengetahuan siswa,
bahkan meningkatkan ketrampilan berpikir dan menulis. Salah satu manfaat dari
proses ini adalah membuat catatan yang akan menjadi integral dalam setting
pembelajaran. Kemampuan membaca yang meliputi membaca baris demi baris
atau membaca yang penting saja menurut Wiederhold (Yamin dan Ansari,
2008:85) secara umum dianggap berpikir. Seringkali suatu teks bacaan disertai
panduan yang bertujuan untuk mempermudah dalam diskusi dan
mengembangkan pemahaman siswa (Narode dalam Yamin dan Ansari, 2008:85).
Dalam tahap ini teks bacaan selalui dimulai dengan soal-soal kontekstual yang
diberi sedikit panduan sebelum siswa membuat catatan kecil.
Talking juga dapat membantu guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
dalam belajar matematika, sehingga dapat mempersiapkan perlengakapan
pembelajaran yang dibutuhkan. Komunikasi dalam model Think-Talk-Write
memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Proses komunikasi dipelajari
siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Proses komunikai dapat dibangun di kelas secara alami dan
mudah serta dapat dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Misalnya siswa
berkomunikasi tentang ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman
mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang ide tersebut. Selain itu
komunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan
aktivitas belajar dalam kelas. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa
diberi kesempatan untuk berkomunikasi sekaligus mereka berpikir bagaimana
cara mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu ketrampilan
berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya
melalui tulian. Selanjutnya berkomunikasi atau berdialog baik antar siswa
maupun guru dapat meningkatkan pemahaman. Hal ini terjadi karena ketika
siswa diberi kesempatan untuk berbicara atau berdialog sekaligus
mengkonstruksikan berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog.
Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat
situasi masalah yang bersifat open ended dan petunjuk serta prosedur
pelaksanaannya.
Sumber Bacaan:
Yamin, Martinis dan Ansari, Bansu I. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press.
PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK KETERAMPILAN
MENGAJAR
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Monday, December 10, 2018
Keterampilan Mengajar
A. Pengertian Keterampilan Mengajar
Salah satu kemampuan dasar yang dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam
keterampilan mengajar. Kemampuan ini membekali guru dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Keterampilan mengajar adalah
untuk mencapai tujuan pengajaran.
============================================
============================================
1) Keterampilan Bertanya
Mengbangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok
bahasan.
Dalam usaha mencapai tujuan diatas, ada beberapa hal yang mendapat
perhatian guru waktu menggunakan keterampilan bertanya dasar maupun
keterampilan bertanya lanjut misalnya, kehangatan dan keantusiasan,
mengulangi pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri, menentukan
siswa tertentu untuk menjawab, pertanyaan ganda.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus dapat membedakan antara
keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan, karena
keduanya memiliki kaitan dalam menguji siswa terhadap pelajaran-pelajaran
yang telah disampaikan dikelas dalam proses belajar mengajar
Pemberian acuan
Pemindahan giliran
Penyebaran pertanyaan
b) Keterampilan lanjutan
Mengubah tuntunan tingkat kognitif pertanyaan
Melacak
Mengatur diri sendiri cara berfikir yang baik dan inisiatif pribadi.
Jika siswa memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru
hendaknya tidak menyalahkan siswa. Dalam keadaan ini hendaklah guru
memberi penguatan tak penuh misalnya : ya, jawaban mu sudah baik tapi
masih perlu disempurnakan.
Dari definisi memberi variasi yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemberian variasi itu mempunyai arti suatu kegiatan guru
dalam kontek proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi
kebosanan siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar murid yang bertujuan
untuk mengatasi kebosanan siswa, senantisa menunjukan ketekunan,
antusiasme, serta penuh partisipasi. Kebosanan merupakan masalah yang
selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghilangkan atau
setidak-tidaknya mencoba menguranginya. Oleh sebab itu, murid menginginkan
adanya variasi dalam proses belajarnya, sehingga belajar itu sendiri lebih
menarik dan lebih hidup. Dengan demikian lebih dapat memusatkan perhatian
mereka, dan belajar lebih berhasil.
Menurut Soetomo (1993:95) Pemberian variasi yang tepat dalam proses belajar
mengajar akan dapat memberi manfaat bagi siswa yaitu:
Untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah
dengan berbekal cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar
yang lebih baik.
Kontak pandang
Media dan bahan yang dapat didengar misalnya rekaman suara, radio,
musik, sosiodrama.
Variasi alat atau bahan yang dapat dilihat misalnya grafik, bagan, poster,
diodrama film, slide.
Variasi alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi dan digerakkan
misalnya boneka, topeng, pantung.
Variasi alat atau bahan yang dapat didengar dan diraba, misalnya televisi,
radio, slide proyektor yang diiringi penjelasan baru.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam memberikan penjelasan
didalam kelas :
Membuka pelajaran
Membuka pelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru dalam proses
belajar mengajar untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap
mental dan menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan
dipelajari sehingga usaha itu akan dapat terpengaruh positif terhadap kegiatan
dan hasil belajar siswa.
Dengan kata lain membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan pra
kondisi bagi murid agar mental dan perhatiannya terpusat pada apa yang akan
dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif
terhadap kegiatan belajar.
Kegiatan membuka pelajaran semacam ini tidak saja harus dilakukan pada awal
jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran
yang diberikan selama jam pelajaran itu. Sehingga murid diharapkan akan dapat
terdorong untuk mengikuti materi pelajaran yang akan disampaikan.
Membuat pertanyaan-pertanyaan
Menutup pelajaran
Menutup pelajaran menurut Soetomo (1993:107) adalah “kegiatan guru untuk
mengakhiri proses belajar mengajar”.Jadi kegiatan menutup pelajaran tersebut
dimaksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah
dicapai siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar.
Mendemontrasikan keterampilan
Dengan kata lain diskusi kelompok adalah merupakan salah satu strategi yang
memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu
masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan untuk berfikir,
berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Pengertian diskusi kelompok
dalam kegiatan belajar mengajar tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas.
Siswa berdiskusi didalam kelompok-kelompok kecil, dibawah pimpinan guru atau
temannya, untuk berbagai informasi dan mengambil suatu keputusan.
Rumusan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi.
5) Menutup diskusi
Memberikan penguatan.
Keterampilan mengorganisasi
Kualitas dan kuantitas belajar siswa didalam proses belajar mengajar tergantung
pada banyak faktor antara lain siswa didalam kelas, bahan-bahan pelajaran,
perlengkapan belajar, kondisi dan suasana dalam proses belajar mengajar.
Menurut A. Tabrani Rusyan (1990:82), faktor lain yang penting dalam proses
belajar yang harus dilaksanakan oleh guru, meliputi :
Perencanaan instruksional
Organisasi belajar
Pengawasan
Penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali. 1987. Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru
Algesindo.
=============================================
=============================================
Rumusan tentang belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik
untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Kaidah Penulisan
Soal Pilihan Ganda (PG)
Berikut ini Teknis dan Kaidah atau Pedoman Penulisan Soal Pilihan Ganda
(PG) atau Pedoman Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG)
Soal bentuk pilihan ganda adalah suatu soal yang jawabannyav harus dipilih dari
beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Keunggulan:
Keterbatasan:
=========================================
=========================================
Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG) atau Pedoman Penulisan Soal
Pilihan Ganda (PG)
Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (PG) atau Pedoman Penulisan Soal
Pilihan Ganda (PG) dilihat dari Aspek Materi
1. Soal harus sesuai dengan Indikator.
2. Pengecoh berfungsi.
3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Bentuk badan usaha yang paling sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1
adalah … .
A. Badan Usaha Milik Negara
B. Badan Usaha Swasta
C. Badan Usaha Perseorangan
D. Badan Usaha Koperasi
Kunci: D
Contoh soal di atas, pilihan jawaban C tidak homogen dari segi materi, yang
ditanyakan mengenai koperasi, sedangkan pilihan jawaban tersebut tidak
berhubungan dengan koperasi secara langsung.
3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Penjelasan:
Permasalahan yang dinyatakan pada rumusan pokok soal di atas tidak jelas,
sehingga membingungkan siswa dalam menentukan jawaban yang benar.
Pembagian kebutuhan dapat dilihat dari sifat, wujud, jenis, identitas dan subyek.
Pembagian kebutuhan menurut sifatnya adalah kebutuhan … .
A. jasmani dan rohani
B. individu dan sosial
C. primer, sekunder dan tertier
D. benda dan jenis hasil produksi
Kunci: A
Penjelasan:
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban pada contoh soal di atas berlebihan
karena ada bagian yang tidak diperlukan. Hal ini akan menyita sebagian waktu
yang disediakan.
Penjelasan:
Pokok soal yang menggunakan pernyataan yang bersifat negatif ganda (tidak -
tanpa; bukan - kecuali dan sejenisnya) dapat membingungkan siswa dalam
memahami pokok permasalahan yang ditanyakan.
Penjelasan:
Panjang rumusan pilihan jawaban C tidak sama dibandingkan pilihan jawaban
yang lain. Hal ini cenderung membuat siswa memilih jawaban tersebut sebagai
kunci jawaban.
Penjelasan:
Contoh soal di atas kurang baik karena jawaban berkurang satu yaitu pilihan
jawaban D. Bila pada soal “semua pilihan jawaban di atas salah” merupakan
kunci jawaban.
Maka kita tidak mendapatkn informasi apakah siswa mengetahui jawaban yang
benar.
7. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu, disusun berdasarkan urutan
besar kecilnya angka atau secara kronologis.
Penjelasan:
Pilihan jawaban pada contoh soal di atas tidak berurutan. Pilihan jawaban dalam
bentuk angka yang diurutkan akan mempermudah siswa dalam menemukan
angka yang dimaksud.
8. Gambar/Grafis/Tabel dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi.
Penjelasan :
Bagan tersebut tidak jelas karena tidak di lengkapi dengan nomor tingkatan.
Sebaliknya tanpa digambarkan tabel tersebut, siswa dapat memperkirakan
tingkatan ke 2 adalah koperasi primer sehingga besar tersebut tidak berfungsi.
Seorang ayah membagi sejumlah uang kepada kedua anaknya. Anak pertama
mendapatkan 60 % yaitu sebesar Rp 360.000,00. Bagian yang diterima anak
kedua adalah … .
A. Rp 540.000,00
B. Rp 480.000,00
C. Rp 450.000,00
D. Rp 240.000,00
Kunci: D
Berdasarkan soal di atas, 20 % dar jumlah uang yang diterima anaka kedua di
sumbangkan kepada yayasan yatim piatu. Jumlah yang disumbangkan adalah …
.
A. Rp 108.000,00
B. Rp 96.000,00
C. Rp 90.000,00
D. Rp 48.000,00
Kunci: D
Penjelasan:
Apabila siswa salah dalam menjawab soal pertama, maka kemungkinan salah
pula dalam menjawab soal ke 2. Dengan demikian anak dirugikan karena akan
kesalahan dalam menjawab soal sebelumnya.
Penjelasan:
Contoh soal di atas kurang baik karena pada pilihan jawaban terdapat kata/frase
yang berulang-ulang. Hal ini akan menyita sebagian waktu yang disediakan.
10. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
Penjelasan:
Rumusan soal pada soal di atas tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.
Penjelasan:
Kata “timbul” mengandung arti atau makna yang berbeda antara daerah DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
=========================================
=========================================
Jenis atau Tife Gaya belajar siswa
Secara realita jenis gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari
beberapa gaya belajar. Di sini kita mengenal ada tiga gaya belajar, yaitu:gaya
belajar visual, auditori, dan kinetetik. Masing-masing gaya belajarterbagi dua,
yaitu: yang bersifat eksternal (tergantung media luar sebagai sumber informasi)
dan yang bersifat internal (tergantung pada kemampuan kita bagaimana
mengelola pikiran dan imajinasi) (Didang, 2006).
Sedangkan dalam buku Quantum Learning, gaya belajar sesorang hanya dibagi
dalam 3 jenis atau modalitas belajar seseorang yaitu : 1) gaya belajaratau
2) Gaya belajar atau modalitas visual; 2) Gaya belajar auditori atau kinestetik.
Ketiga gaya belajar tersebut dikenal dengan istilah VAK. Dalam prakteknya
masing-masing dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada
tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara
ketiganya.
Siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah mengingat apa yang
mereka lihat, seperti bahasa tubuh/ekspresi muka gurunya, diagram, buku
pelajaran bergambar dan video, sehingga mereka bisa mengerti dengan
baik mengenai posisi/lokasi, bentuk, angka, dan warna. Siswa visual
cenderung rapi dan teratur dan tidak terganggu dengan keributan yang
ada, tetapi mereka sulit menerima instruksi verbal.
Siswa yang memiliki gaya belajar visual menangkap pelajaran lewat materi
bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna,
disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik.
Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung
karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran
secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ketajaman visual, lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam
diri seseorang. Alasannya adalah bahwa “di dalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera
lain”. Sedangkan menurut objeknya “masalah penglihatan digolongkan menjadi
tiga golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam dan melihat warna”.
Metode pembelajaran yang tepat untuk pembelajar model seperti ini harus
memperhatikan kondisi fisik dari pembelajar. Anak yang mempunyai gaya
belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal
dan mendengarkan apa yang guru katakan. Pikiran auditori kita lebih kuat
daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari. Dan “ketika kita
membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita
menjadi aktif”.
Berdasarkan cirri-ciri Gaya Belajar Visual, maka sarana atau media yang
cocok untuk Gaya belajar Tife Visual Learner ini antara lain: 1) Guru yang
menggunakan bahasa tubuh atau gambar dalam keadaan menerangkan;
2) Media gambar, video, poster dan sebagainya; 3) Buku yang banyak
mencantumkan diagram atau gambar; 4) Flow chart; 5) Grafik; 6) Menandai
bagian-bagian yang penting dari bahan ajar dengan menggunakan warna yang
berbeda; 7) Symbol-simbol visual. Oleh karena itu kenali cirri-ciri Gaya belajar
siswa agar guru dapat memilih sarana atau media yang tepat
Adapun Strategi belajar untuk Gaya belajar Tife Visual Learner menurut
Mansur HR adalah sebagai berikut: (a) Biarkan mereka duduk di bangku
paling depan, sehingga mereka bisa langsung melihat apa yang dituliskan
atau digambarkan guru di papan tulis. (b) Buatlah lebih banyak bagan-bagan,
diagram, flow-chart dalam menjelaskan sesuatu. (c) Putarkan film. (d) Minta
mereka untuk menuliskan poin-poin penting yang harus dihapalkan. (e)
Gunakan berbagai ilustrasi dan gambar. (f) Tulis ulang apa yang ada di
papan tulis. (g) Gunakan warna-warni yang berbeda pada tulisan.
2. Aural atau Auditory Learning (A)
Gaya Belajar Auditori adalah gaya belajar yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh informasi dengan memanfaatkan indra telinga. Oleh karena itu
mereka sangat mengandalkan telinganya untuk mencapai kesuksesan
belajar, seperti mendengarkan ceramah, radio, berdialog, berdiskusi dan
sebagainya Gaya Belajar ini menggambarkan preferensi terhadap informasi
yang didengar atau diucapkan. Siswa dengan modalitas ini belajar secara
maksimal dari ceramah, tutorial, tape diskusi kelompok, bicara dan
membicarakan materi. Hal ini mencangkup berbicara dengan suara keras atau
bicara kepada diri sendiri.
Sesuai dengan cirri-ciri tersebut, media atau sarana yang cocok untukgaya
belajar tife Aural atau Auditory Learning antara lain: 1) Menghadiri kelas;
2) Diskusi; 3) Membahas suatu topic bersama dengan teman; 4) Membahas
suatu topic bersama dengan guru; 5) Menjelaskan ide-ide baru kepada orang
lain; 6) Menggunakan perekam; 7) Mengingat cerita, contoh atau lelucon yang
menarik; 8) Menjelaskan bahan yang didapat secara visual (gambar, power point
dsb)
Adapun Strategi belajar untuk gaya belajar tife Aural atau Auditory Learning
menurut Mansur HR adalah sebagai berikut: (a) Gunakan audio dalam
pembelajaran (musik, radio, dan lain lain), (b) Saat belajar, biarkan mereka
membaca dengan nyaring dan suara keras. (c) Seringlah memberi
pertanyaan kepada mereka. (d) Membuat diskusi kelas. (e) Menggunakan
rekaman. (f) Biarkan mereka menjelaskan dengan kata-kata. (g) Biarkan
mereka menuliskan apa yang mereka pahami tentang satu mata pelajaran.
(h) Belajar berkelompok.
3. Read – Write
Selain gaya belajar yang menekankan pada aspek mendengar, terdapat juga
gaya belajar yang lebih banyak aspek membaca dan menulis. Pada sesorang
yang memiliki gaya belajar seperti ini ia akan lebih mudah memahami materi
pembelajaran dengan cara membaca atau menulis. Adapun sarana atau media
yang cocok untuk gaya belajar tife Read – Write, antara lain: Kamus, Handout,
Buku teks, Catatan, Daftar, Essay, Membaca buku manual dan berbagi jenis
kegiatan lain yang berhubungan dengan membaca dan menulis.
Adapun Strategi belajar untuk gaya belajar tife Read – Write, antara lain 1)
Tuliskan kata-kata secara berulang-ulang; 2) Baca catatan Anda (dengan sunyi)
secara berkali-kali; 3) Tulis kembali ide atau informasi dengan kalimat yang
berbeda; 4) Terjemahkan semua diagram, gambar, dan sebagainya ke dalam
kata-kata
Pertama, guru. Dengan mengetahui gaya belajar peserta didiknya, guru bisa
memilih metode mengajar dan media pendidikan yang cocok bagi peserta
didiknya. Dalam hal ini, dituntut kreativitas guru dalam memvariasikan metode
mengajar dan dalam hal pemilihan media pendidikan. Dengan demikian,
diharapkan perbedaan gaya belajar diantara peserta didik mampu diakomodir
dengan baik.
Kedua, orang tua. Bagi orang tua dengan mengetahui gaya belajar anaknya,
memungkinkan bagi mereka untuk menyediakan fasilitas belajar yang sesuai
dengan gaya belajar anak-anak mereka di rumah. Hal ini bisa dilakukan dengan
menyediakan buku-buku serta gambar bagi anak dengan gaya belajarvisual,
menyediakan kaset-kaset pelajaran dan sering berdiskusi dengan anak yang
bergaya belajar auditori, dan menyediakan alat-alat praktek bagi anak yang
kecenderungan bergaya belajar kinestetik.
Ketiga, peserta didik. Dengan mengetahui gaya belajar sendiri, peserta didik
bisa menciptakan suasana yang disenanginya untuk belajar. Apakah itu dengan
menyetel musik, berdiskusi dengan teman atau orang tua, dan lain sebagainya.
Dengan demikian diharapkan motivasi belajar peserta didik bisa meningkat.
ASSESSMENT OF LEARNING, ASSESSMENT FOR
LEARNING, ASSESSMENT AS LEARNING
Posted by PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN on Sunday, January 13, 2019
MODEL PEMBELAJARAN
A. MODEL PEMBELAJARAN
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses
pendidikan. Pembelajaran seharusnya merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa
belajar.
=======================================
=======================================
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Syaiful Sagala (2006: 62)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
intruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
pada penyediaan 10 sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar
yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang
dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran .
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri khusus model pembelajaran
adalah:
1. Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang
masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori
dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta
tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya.
4. Cooperative Script
a) Guru membagi peserta didik untuk berpasangan
b) Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan
membuat ringkasan
c) Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar :
e) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
f) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
g) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
h) Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Guru
i) Penutup
9. Artikulasi
a) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c) Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah kelompok
berpasangan dua orang
d) Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu menceritakan
materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil
membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya
e) Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil
wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian peserta
didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya
f) Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum
dipahami peserta didik
g) Kesimpulan/penutup
13. Debate
a) Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya
kontra
b) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh
kedua kelompok diatas
c) Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota
kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok
kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa
mengemukakan pendapatnya.
d) Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-
ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide
diharapkan.
e) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
f) Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak peserta didik
membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin
dicapai.
27. Scramble
a) Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
b) Buat jawaban yang diacak hurufnya
c) Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
d) Membagikan lembar kerja sesuai contoh
Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya dalam mengajar dan
mendidik, pendidik harus menekankan pada hal-hal yang positif dan
menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negative. Penekanan
pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan pendidik
terhadap tingkah laku peserta didik yang positif daripada mengomeli
tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian penguatan yang positif dan kesadaran pendidik untuk
menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar
mengajar.