Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pengembangan Produk

1. Modul

a. Pengertian Modul

Mulyasa (2004 : 43-45) menyatakan bahwa modul merupakan paket

belajar mandiri paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman

belajar yang direncanakan serta dirancang secara sistematis untuk membantu

peserta didik mencapai tujuan belajar. Modul adalah salah satu bahan ajar

yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat

pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta

didik menguasai tujuan belajar dan spesifik (Daryanto, 2013).

Basri (2015: 144) menyatakan bahwa modul adalah alat pembelajaran

yang dirancang sesuai kebutuhan belajar pada mata pelajaran tertentu untuk

keperluan proses pembelajaran, sebuah kompetensi atau sub kompetensi

disusun dalam satu modul secara untuh (self contained) yang digunakan

untuk belajar secara mandiri (self intructional), akan tetapi memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk berlatih dan memberikan rangkuman

serta memberikan kesempatan untuk melakukan tes sendiri (self test) dan juga

memberikan tindak lanjut dan umoan balik untuk memenuhi kebutuhan

peserta didik dalam mengatasi kesulitan selama proses pembelajaran

berlangsung.
Pengertian modul yang dikemukan oleh ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa modul merupakan bahan ajar dapat digunakan oleh peserta didik

secara mandiri yang dirancang secara sistematis membantu peserta didik

menguasai tujuan belajar menggunakan bahasa yang mudah dipahami sesuai

tingkat kelas peserta didik.

b. Karakteristik Modul

Menurut depdiknas (2008) sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik

apabila terdapat karakteristik sebagai berikut:

1) Self Intructional yaitu melalui modul peserta didik mampu

membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.

Karakteristik self instruksional tersebut dapat terpenuhi, jika di dalam

modul tersebut harus:

a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;

b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unut-unit

kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;

c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan

pemaparan materi pembelajaran;

d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang

memungkinkan peserta didik memberikan respon dan mengukur

tingkat penguasaannya;

e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan

suasana atau konteks tugas dan lingkungan peserta didik;

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunkatif;


g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) Terdapat instrumen yang dapat digunakan peserta didik mengukur

atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;

i) Terdapat umpat balik atas penilaian, sehingga peserta didik

mengetahui tingkat penguasaan materi; dan

j) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang

mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

2) Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari suatu unit

kompetensi dan sub kompetensi yang dipelajari terdapat didalam suatu

unit kompetensi dan sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam

satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan

kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran yang tuntas,

karena materi dikemas kedalam suatu kesatuan yang utuh.

3) Stand Alone (berdiri sendiri) yaitu modul yang dikembangkan tidak

tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama

dengan media pembelajaran lain. Peserta didik dengan menggunakan

modul menjadi tidak tergantung dan harus menggunakan media lain yang

mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

4) Adaptive yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi

terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Modul dikatakan adaptif jika

modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta fleksibek digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi
materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu

tertentu.

5) User Friendly yaitu modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya.

Intruksi dan papapran informasi bersifat membantu. Punggunaan bahasa

yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang

umum digunakan.

c. Tujuan Pembuatan Modul

Menurut Prastowo (2011: 108) tujuan penyusunan atau pembuatan

modul, antara lain:

1) Peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan

pendidik. Bimbingan pendidik yang minimal diharapkan peserta didik

dapat belajar secara mandiri.

2) Peran pendidik agar tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan

pembelajaran. Pembelajaran dengan modul melatih peserta didik lebih

mandiri sehingga peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter.

3) Melatih kejujuran peserta didik. Peserta didik dapat melatih kejujuran

dengan cara mengerjakan sungguh-sungguh tanpa melihat kunci jawaban

yang tersedia di dalam modul, selain itu di dalam modul juga terdapat

umpan balik sehingga peserta didik bisa mengukur kemampuanya

terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya.

4) Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.

Peserta didik yanng memiliki kecepatan belajar tinggi, maka mereka

dapat belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat.
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar lambat, maka peserta didik

tersebut dapat mengulang kembali.

5) Peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang

telah dipelajari. Modul terdapat lembar evaluasi dan umpan balik

sehingga peserta didik dapat mengukur kemampuannya terlebih dahulu

sebelum melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya.

Tujuan modul dapat disimpulkan bahwa modul yang baik adalah dapat

digunakan peserta didik dalam belajar secara mandiri, melatih kejujuran

peserta didik dalam mengerjakan evaluasi tanpa melihat kunci jawaban yang

tersedia. Modul yang dibuat menyesuaikan dengan kecepatan belajar peseta

didik, dan di dalam modul terdapat lembar evaluasi sehingga peserta didik

dapat mengukur kemampuannya sebelum melanjutkan kegiatan belajar.

d. Unsur-Unsur Modul

Prastowo (2015:112) menyatakan bahwa modul memiliki tujuh unsur,

antara lain judul, petunjuk belajar (petunjuk peserta didik atau pendidik),

kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan,

petunjuk kerja atau lembar kerja, dan evaluasi. Guru dapat menyusun sebuah

bahan ajar melalui ketujuh kompenen sebagai berikut.

1) Struktur Modul Menurut Surahman

Surahman dalam Prastowo (2015: 113) menyatakan bahwa modul dapat

disusun dalam struktur, yaitu sebagai berikut:

a) Judul modul, yaitu berisi tentang nama modul dari suatu mata pelajaran

tertentu.
b) Petunjuk umum, yaitu memuat penjelasan langkah-langkahyang akan

ditempuh dalam pembelajaran, meliputi kompetensi dasar, pokok

bahasan, indikator pencapaian, referensi (isi petunjuk dosen tentang

buku-buku referensi yang dipergunakan), strategi pembelajaran

(menjelaskan pendekatan, metode, langkah yang diperguanakn dalam

proses pembelajaran), lembar kegiatan pembelajaran, petunjuk bagi

peserta didik untuk memahami langkah-langkah materi pembelajaran,

dan evaluasi.

c) Materi modul, yaitu berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang

dipelajari pada setiap pertemuan.

d) Evaluasi semester, yaitu terdiri atas evaluasi tengah semester dan akhir

semester dengan tujuan mengukur kompetensi peserta sesuai materi

pelajaran yang telah diberikan.

2) Struktur Modul Menurut Vembrianto

Vembrianto dalam Prastowo (2015: 113) menyatakan bahwa unsur-unsur

modul yang dikembangkan di Indonesia meliputi tujuh unsur, yaitu sebagai

berikut:

a) Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik

Tujuan pengajaran ini dirumuskan dalam bentuk tingkah laku peserta

didik. Tiap-tiap rumusan tujuan menggambarkan tingkah laku yang

diharapkan dari peserta didik setelah menyelesaikan tugas mereka dalam

mempelajari modul. Rumusan tujuan pengajaran ini tercantum pada dua

bagian, yaitu (1) lembaran kegiatan peserta didik, untuk memberitahukan


kepada peserta didik tingkah laku yang diharapkan dari mereka setelah

mereka berhasil menyelesaikan modul; dan (2) petunjuk pendidik (untuk

guru, dosen, atau instruktur), untuk memberitahukan kepada pendidik tentang

tingkah laku atau pengetahuan peserta didik yang seharusnya telah mereka

miliki setelah mereka menyelesaikan modul.

b) Petunjuk untuk pendidik

Petunjuk untuk pendidik berisi keterangan tentang bagaimana

pengajaran dapat diselenggarakan secara efisien. Penjelasan tentang macam-

macam kegiatan yang mestinya dilakukan di kelas, waktu untuk

menyelesaikan modul, alat-alat pelajaran dan sumber yang harus

dipergunakan, prosedur evaluasi, serta jenis alat evaluasi yang digunakan.

c) Lembaran kegiatan peserta didik

Lembaran kegiatan peserta didik memuat materi pelajaran yang harus

dikuasai oleh peserta didik dan disusun secara khusus sedemikian rupa,

sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan-tujuan yang telah

dirumuskan dalam modul dapat tercapai. Lembaran kegiatan berisi kegiatan-

kegiatan (mengidentifikasi masalah dari ilustrasi gambar) yang harus

dilakukan oleh peserta didik, serta dicantumkan buku-buku yang harus

dipelajari peserta didik sebagai pelengkap materi yang terdapat di dalam

modul.

d) Lembaran kerja peserta didik

Lembaran kerja peserta didik terdapat pertanyaan-pertanyaan dan

masalah-masalah yang harus dijawab serta dipecahkan oleh peserta didik.


Lembaran kerja yang menyertakan kegiatan peserta didik digunakan untuk

menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah tersebut. Peserta didik

melakukan semua kegiatan pada kertas lembaran kerja yang telah disediakan

guru (menjawab soal hitungan, menganalisis data, dan melakukan percobaan

sederhana).

e) Kunci lembaran kerja peserta didik

Modul yang telah dibuat harus menyertakan kunci jawaban. Peserta

didik dapat memeriksa dan mengoreksi kembali apabila terdapat kesalahan-

kesalahan dalam pekerjaan mereka dengan adanya kunci jawaban yang telah

disediakan. Adanya kunci jawaban tersebut, terjadi konfirmasi segera

terhadap jawaban-jawaban mereka yang benar dan koreksi dengan segera

terhadap jawaban-jawaban mereka yang keliru.

f) Lembaran evaluasi

Pendidik mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan

pada modul oleh peserta didik, ditentukan oleh hasil tes akhir yang terdapat

pada lembaran evaluasi, bukan dari jawaban-jawaban peserta didik yang

terdapat pada lembar kerja. Peserta didik yang malas belajar yang hanya

menyalin kunci jawaban ke dalam lembaran kerjanya, akan mengalami

kesulitan menghadapi tes yang akan diberikan melalui lembaran evaluasi.

g) Kunci lembaran evaluasi

Lembaran evaluasi yang telah dibuat terdapat kunci jawaban yang

hanya diketahui oleh pendidik saja, sehingga dari hasil jawaban peserta didik
terhadap evaluasi tersebut dapat diketahui tercapai atau tidaknya tujuan yang

dirumuskan pada modul.

e. Komponen Modul

Indriyandi dan Susilowati dalam Rastyanti (2018: 17) menyatakan

komponen modul terdiri dari beberapa komponen dengan menambahkan sub

lain menurut Rastyanti, yaitu sebagai berikut:

1) Cover modul, yaitu berisi judul, kurikulum, kelas, dan logo universitas.

2) Halaman awal, yaitu berisi kata pengantar, daftar isi.

3) Pendahuluan, yaitu berisi deskripsi modul, petunjuk penggunaan

modul, dan tujuan pembelajaran.

4) Kegiatan pembelajaran, yaitu berisi materi pembelajaran dan kegiatan

belajar.

5) Penutup, yaitu berisi soal latihan pilihan ganda dan uraian.

6) Halaman akhir, yaitu berisi glosarium, daftar pustaka.

2. Pendekatan Saintifik

a. Pengertian Pendekatan Saintifik

Jumaniar (2020: 14-15) menyatakan bahwa suatu pembelajaran

memiliki berbagai pendekatan yang digunakan, salah satunya adalah

pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah merupakan

pendekatan dalam kurikulum 2013. Pelaksanaan pendekatan saintifik, ada

yang menjadikan saintifik sebagai pendekatan atau metode, pendekatan

saintifik atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran

untuk memfasilitasi peserta didik agar mendapat pengetahuan atau


keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah.

Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-

langkah dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Proses

pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik untuk memberikan

pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai

materi menggunakan cara ilmiah.

Pendekatan pembelajaran saintifik adalah pembelajaran yang merujuk

pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala memperoleh

pengetahuan baru atau mengoreksi, dan memadukan pengetahuan

sebelumnya (Agus, 2016: 51). Menurut Kosasih (2014: 72) Pendekatan

saintifik menuntut seorang pendidik agar mampu mengarahkan peserta didik

untuk mengamati suatu dengan baik menggunakan panca inderanya untuk

dapat memperoleh informasi, peserta didik diharapkan mampu merumuskan

masalah dari informasi yang diperoleh. pendekatan siantifik ini diharapkan

mampu meningkatkan mutu pembelajaran yang baik termasuk dalam proses

pembelajaran.

b. Langkah-langkah Pembelajaran pada Pendekatan Saintifik

Kemdikbud dalam Ahmad (2014: 125) menyatakan pendekatan

saintifik atau pendekatan ilmiah dalam pembelajaran secara visual sebagai

berikut:

1) Mengamati

Kegiatan peserta didik diperoleh untuk memperoleh dunia nyata

melalui berbagai alat indera penglihatan, pembau, pendengar, pengecap, dan


peraba. Proses mengamati dapat dilakukan melalui kegiatan observasi

lingkungan, menonton video, mengamati gambar, membaca tabel dan grafik

data, menganalisis peta, membaca buku, mendengarkan radio, menyimak

cerita, dan mencari informasi yang ada di media massa atau dari jejaring

internet.

2) Menanya

Kegiatan peserta didik untuk menanyakan apa yang ingin

diketahuinya baik yang bekenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses

tertentu. Kegiatan menanya di dalamnya, peserta didik mengajukan

pertanyaan kepada guru, narasumber, atau kepada peserta didik lainnya.

Pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tulisan. Bentuk pertanyaan dpat

berupa meminta informasi, konfirmasi, menyamakan pendapat.

3) Mencoba/mengumpulkan data

Melakukan eksperimen, membaca sumber lain dan buku teks,

mengamati objek/kejadian/aktifitas, wawancara dengan narasumber.

Mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan

eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari

narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi.

4) Menalar (mengasosiasikan/mengolah informasi)

Peserta didik mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik

terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari

kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi, mengolah

informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk


membuat kategori mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/informasi

yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.

5) Mengkomunikasikan

Peserta didik menyampaikan hasil pengamatan kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau mendia lainnya.

Menyajikan laporan dalam bentuk diagram, atau grafik, menyusun laporan

tertulis, dan menyajikan laoran meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara

lisan.

c. Karakteristik Pendekatan Saintifik

Hosnan (2014: 36) menyatakan bahwa pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Berpusat pada peserta didik

2) Melibatkan keterampilan proses saing dalam mengkontuksi konsep

3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi

peserta didik

3. Model Pengembangan 4D (four-D)

Ibrahim (2012: 30) menyatakan bahwa model pengembangan perangkat

seperti yang disarankan oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan

Melvyn I. Semmel (1974) adalah 4-D (four D Models) yang terdiri dari empat

tahap pengembangan yaitu,Define, Design, Develop, and Disseminate, atau

diadaptasikan menjadi Model 4-P yaitu pendefinisian, perancangan,


pengembangan, dan pendiseminasian. Model 4-P dapat divisualisasikan seperti

gambar 1 berikut (Ibrahim, 2012: 28).

Analisis Kurikulum

Analisis Siswa PENDEFINISAN

Analisis Tugas Analisis Konsep

Perumusan Tujuan

Penyusunan Instrumen
Penilaian

Desain Awal Perangkat PERANCANGAN


Draf I
Pembelajaran

Telaah Pakar

Revisi I Draf II

PENGEMBANGAN
Refleksi

Revisi II Perangkat

Gambar 1. Bagan Model Pengembangan4-D (Ibrahim, 2012: 29)


a. Pendefinisian (Define)

Tahap ini untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat

pembelajaran. Tahap awal ini untuk menentukan tujuan pembelajaran dan

amteri yang akan dikembangkan. Tahap Define terdiri dari lima langkah

yaitu:

1) Analisis awal-akhir, untuk menentukan masalah mendasar yang dihadapi

oleh peserta didik.

2) Analisis peserta didik, untuk menelaah peserta didik, dilakukan

identifikasi terhadap karakteristik peserta didik yang sesuai dengan

rancangan pengembangan pembelajaran.

3) Analis tugas, untuk pengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama

yang diperlukan untuk menganalisisnya ke dalam suatu kerangka sub

keterampilan.

4) Analisis konsep, untuk mengindetifikasi konsep-konsep utama yang akan

diajarkan serta disusun secara hierarkis.

5) Perumusan tujuan pembelajaran, untuk mengkonversikan hasil yang telah

diperoleh pada langkah analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan-

tujuan khusus.

b. Desain (Design)

Tahap ini adalah untuk merancang prototype perangkat pembelajaran.

Tahap ini dilakukan setelah tujuan pembelajaran ditetapkan. Tahap ini

dilakukan setelah tujuan pembelajran ditetapkan. Tahap ini terdiri dari empat

langkah yaitu:
1) Pemilihan media yang tepat untuk penyajian materi pelajaran.

2) Pemilihan format sangat berkaitan dengan pemilihan media maka dari itu

perlu dipertimbangkan.

3) Desain aawal merupakan inti dari proses pembelajaran yang akan

diterapkan.

c. Pengembangan (Develop)

Tahap ini menghasilkan prototipe perangkat pembelajaran sebelum

diterapkan, terdiri dari dua langkah yaitu:

1) Peniliaian tenaga ahli, dilakukan untuk memperoleh saran serta

perbaikan, dilakukan oleh beberapa ahli untuk mengevaluasi agar

perangkat yang dihasilkan lebih baik.

2) Uji coba perangkat pembelajaran untuk pengembangan, hal ini dilakukan

untuk memperoleh perangkat pembelajaran yang konsisten dan efektif.

d. Pendesiminasian (Disseminate)

Tahap ini merupakan tahap terakhir jika perangkat pembelajaran

memperoleh nilai positif dari tenaga ahli melalui tes pengembangan

perangkat pembelajaran, lalu dikemas dan diterapkan untuk skala yang lebih

luas.

B. Konsep Produk yang Dikembangkan

1. Modul Berbasis Pendekatan Saintifik

Modul yang akan dikembangkan yakni modul berbasis pendekatan

saintifik dimana peserta didik dapat menggunakan modul ini sebagai bahan

ajar dalam proses belajar. Pendekatan saintifik adalah konsep mengajar


dengan menerapakan karakteristik ilmiah (mengamati, menanya, menalar,

mencoba/mengumpulkan informasi, mencoba, mengkomunikasikan). Materi

yang diajarkan pada modul berbasis pendekatan saintifik dikemas secara

kontekstual menyangkut masalah-masalah nyata dalam kehidupan dan tetap

mengedepankan sikap ilmiah (Astuti dkk, 2018: 105). Suhu dan kalor

merupakan salah satu materi IPA yang diajarkan di tingkat SMP, materi

tersebut merupakan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta

didik. Melalui pendekatan saintifik, materi suhu dan kalor akan dikontruksi

melalui proses pengamatan dan pengalaman sehingga peserta didik dapat

menemukan konsep tentang suhu dan kalor itu sendiri.

2. Materi Suhu dan Kalor

a. Suhu
Suhu adalah derajat panas suatu benda atau kuantitas panas suatu

benda (Lasmi, 2016: 77). Tubuh kita dapat merasakan suhu dalam bentuk rasa

panas atau dingin. Es ketika disentuh, otak akan memberikan informasi rasa

dingin. Ketika berada di terik matahari, otak memberikan informasi rasa

panas. Suhhu sebuah benda adalah tingkat (derajat) panas suatu benda. Alat

yang digunakan untuk mengukur suhu dengan tepat dan menyatakannya

dengan suatu angka adalah termometer (Kanginan, 2007: 54). Termometer

mempunyai beberapa jenis, yaitu sebagai berikut (Widodo dkk, 2017: 136):

1) Termometer Zat Cair


Gambar 2. Termometer Zat Cair
Termometer zat cair dimanfaatkan untuk mengukur suhu berdasarkan

pemuaian zat cair di dalamnya. Benda-benda di alam akan mengalami

pemuaian (ukurannya bertambah besar) apabila suhunya naik. Zat cair yang

digunakan umumnya adalah raksa atau alkohol jenis tertentu. Raksa

mempunyai warna yang mengkilat dan cepat bereaksi terhadap perubahan

suhu dan dapat membeku pada suhu rendah (-38℃ ) serta mendidih pada suhu

yang lebih tinggi (lebih dari 350℃ ) sehingga dapat digunakan untuk

mengukur suhu pada rentang suhu yang lebar. Raksa mempunyai sifat yang

sangat beracun sehingga akan berbahaya apabila saat termometer digunakan

pecah. Alkohol yang biasanya digunakan diberi pewarna biru atau merah,

pada jenis alkohol Toluen suhu yang dapat diukur berkisar antara -90℃

hingga 100℃ , dan pada jenis alkohol Ethyl berkisar -110℃ hingga 100℃ .

Contoh termometer zat cair, yaitu sebagai berikut (Widodo dkk, 2017:

136-137):
a) Termometer Laboratorium

Gambar 3. Termometer Laboratorium


(luca’slaboratory.tokopedia.com)

Termometer laboratorium memiliki bentuk yang panjang dengan

skala -10℃ hingga 110℃ . Zat cair yang digunakan umumnya adalah

raksa atau alkohol (Widodo dkk, 2017: 138).

b) Termometer Suhu Badan

Gambar 4. Termometer Suhu Badan


(rumus.co.id/termometer/)

Termometer suhu badan digunakan untuk mengukur suhu badan

manusia dengan skala antara 35℃ dan 42℃ . Pipa dibagian bawah dekat

reservoir dibuat sempit sehingga pengukuran lebih teliti akibat raksa tidak

segera turun ke reservoir (Widodo dkk, 2017: 138).

2) Termometer Bimetal
Gambar 5. Termometer Bimetal
(faridasutedja.docplayer.info.com)

Termometer bimetal merupakan termometer yang menggunakan logam

sebagai bahan untuk menunjukkan adanya perubahan suhu dengan prinsip

logam akan memuai jika dipanaskan dan menyusut jika didinginkan (Iskandar,

2017: 4).

3) Termometer Kristal Cair

Gambar 6. Termometer Kristal Cair


(rofaeducationcentre.blogspot.com)

Termometer kristal cair terdapat kristal cair yang warnanya dapat

berubah jika suhu berubah. Kristal ini dikemas dalam plastik tipis, yang

digunakan untuk mengukur suhu tubuh, suhu akuarium, dan sebagainya

(Widodo dkk, 2017: 139).

Skala suhu terdiri dari Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin. Skala

Celcius titik tetap bawah ditetapkan pada skala 0℃ , Reamur pada skala 0° R ,

Fahrenheit ditetapkan pada skala 32° F . Masing-masing skala untuk ketiga


skala titik tetap bawah tersebut diambil dari titik beku air murni (titik lebur air

es murni) pada tekanan normal.Skala Celciustitik tetap atas ditetapkan pada

skala 100℃ , Reamur pada skala 80° R , Fahrenheit ditetapkan pada skala 212

° F . Masing-masing skala untuk ketiga skala titik tetap atas tersebut diambil

dari titik didih air murni pada tekanan normal. Titik tetap bawah ketiga skala

ini pada skala Kelvin bersesuaian dengan skala 273 K, pada titik tetap atasnya

bersesuaian dengan 373 K. Titik tetap bawah pada skala Kelvin tidak

didasarkan pada titik beku air, namun didasarkan pada ukuran energi rata-rata

molekul suatu benda. Nol Kelvin (tanpa derajat) dinamakan nol mutlak (nol

absolut), artinya tidak ada suhu-suhu dibawah suhu nol mutlak atau ketika

nilai suhu mendekati nilai nol mutlak, maka energi kinetik rata-rata partikel

mempunyai suatu nilai yang minimum. Berdasarkan fakta tersebut, skala

Kelvin dinamakan skala suhu mutlak atau skala suhu absolut atau disebut juga

skala termodinamik. Kelvin menjadi satuan standar SI (Satuan Internasional)

untuk besaran pokok suhu. Ilustrasi yang menggambarkan titik tetap bawah

dan titik tetap atas pada beberapa skala suhu, seperti pada gambar 7 berikut

(Muslim dkk, 2006: 14):


Gambar 7.Titik tetap bawah dan titik tetap atas pada beberapa skala
suhu
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Perbandingan skala suhu yaitu sebagai berikut (Iskandar, 2017: 5):

Skala C: skala R: skala F: skala K = 100 : 80 : 180 : 100

Skala C: skala R: skala F: skala K= 5 : 4 : 9 : 5

TC : TR : (TF – 32) : (TK -273) = 5 : 4 : 9 : 5

Perbandingan skala suhu adalah sebagai berikut (Sumarsono, 2009:

136):

Konversi antara skala Celcius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan:

5
TC = (T −32) ..….……………………(2)
9 F

Konversi antara skala Celcius dan skala Reamur dapat dituliskan:

5
TC = T ...……………………….(3)
4 R

Konversi antara skala Fahrenheit dan skala Reamur dapat dituliskan:

4
TR = (T ¿¿ F−32) ¿ ........
9

……………………(4)

Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin adalah sebagai berikut

(Muslim dkk, 2006 : 15):

T C = (T ¿¿ K−273) atauT K ¿ = T C + 273 ...…………………….(5)

b. Kalor

Kalor merupakan energi panas yang berpindah (Widodo dkk,

2017 :108). Partikel-partikel benda akan bergetar dan menumbuk partikel


tetangga yang bersuhu rendah pada saat zat mengalami pemanasan. Hal ini

berlangsung terus menerus membentuk energi kinetic rata-rata sama antara

benda panas dengan benda yang semula dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi

keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan sama (Nurachmandani,

2009: 157).

Gambar 8.Kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Energi panas yang berpindah dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke

benda yang bersuhu rendah disebut kalor. Kalor merupakan suatu bentuk

energi dan suatu besaran yang dilambangkan dengan Q (kalor) dengan satuan

Joule (J), satuan lainnya adalah kalori (kal). Hubungan satuan joule dan kalori

adalah sebagai berikut (Winarsih dkk, 2008: 113):

1 kalori = 4,2 Joule

1 Joule = 0,24 kalori

1) Kalor dan Perubahan Suhu Benda


Suhu air yang sebelumnya panas menjadi lebih dingin dan suhu air

yang sebelumnya dingin menjadi panas. Hal ini menunjukkan bahwa air panas

melepaskan kalor dan air dingin menerima kalor dari air panas untuk

menaikkan suhunya (Winarsih dkk, 2008: 114).

Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda yang bersuhu

lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor.

Sebaliknya, benda yang bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan

cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan di

sekitarnya. Suhu zat akan berubah ketika melepas atau menerima kalor. Hal

ini, dapat disimpulkan bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda

(Winarsih dkk, 2008: 115).

Kenaikan suhu oleh kalor dipengaruhi massa benda. kalor yang

diperlukan untuk menaikkan suhu benda hingga suhu tertentu dipengaruhi

juga oleh jenis benda. Besaran yang digunakan untuk menunjukkan hal ini

adalah kalor jenis (Widodo dkk, 2017: 161).Tabel 2 menunjukkan kalor jenis

beberapa bahan, bahan yang berbeda memiliki kalor jenis yang berbeda pula.

Tabel 2. Kalor jenis beberapa bahan

Bahan Kalor Jenis (J/Kg.K)


Air 4,184
Alkohol 2,450
Aluminium 920
Karbon 710
Pasir (Grafit) 664
Besi 450
Tembaga 380
Perak 235
(Widodo dkk,2017: 162)
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kalor untuk menaikkan

suhu benda bergantung pada jenis benda tersebut. Semakin besar kenaikan

suhu benda, kalor yang diperlukan semakin besar pula. Semakin besar massa

benda, kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu semakin besar pula.

Secara matematis persamaan kalor dapat dirumuskan sebagai berikut (Widodo

dkk, 2017: 162):

Q = m.c.∆ T ………………………………….(1)

Keterangan:

Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = massa suatu zat yang diberi kalor (kg)

c = kalor jenis zat (J/kg℃ )

∆ T = kenaikan/ perubahan suhu zat (℃ )

Persamaan Q = m.c.∆ T , nilai dari m.c untuk benda-benda tertentu

adalah konstan. Nilai dari m.c disebut juga dengan kapasitas kalor yang diberi

lambang C (huruf kapital). Kapasitas kalor (C) merupakan banyaknya kalor

yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat sebesar 1℃ . Kapasitas kalor

dapat dirumuskan, yaitu sebagai berikut (Sumarsono, 2009:149):

Q
C=m . c atau C= …………………………………(2)
∆T

Dari persamaan diatas, maka besarnya kalor untuk menaikkan suhu

suatu zat adalah sebagai berikut (Sumarsono, 2009:149):

Q=m. c . ∆T =C . ∆ T …………………………………..(3)

Keterangan:

Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)


m = massa suatu zat yang diberi kalor (kg)

c = kalor jenis zat (J/kg℃ )

∆ T = kenaikan/ perubahan suhu zat (℃ )

C = kapasitas kalor suatu zat (J/℃ )

2) Kalor dan Perubahan Wujud Benda

Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu

maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa

perubahan wujud zat juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-

menerus dan mencapai suhu maksimumnya. Oleh karena itu, selain kalor

dapat digunakan untuk mengubah suhu zat, kalor juga dapat mengubah

wujud zat. Wujud zat terdapat tiga macam, yaitu padat, cair, dan gas

(Winarsih dkk, 2008:121).

Contoh peristiwa yang mengalami proses perubahan wujud zat

yaitu sebagai berikut (Enjah dan Bahrudin, 2009: 68):

a) Es Dipanaskan

Gambar 9. Es Dipanaskan (Mencair)


(Salafy.or.id)
Es merupakan salah satu contoh wujud zat padat. Es dipanaskan

berarti es menerima atau memerlukan energi kalor, karena es menerima

energi kalor maka suhunya menjadi naik dan mengakibatkan es mencair

atau melebur menjadi zat cair. Proses perubahan wujud zat padat menjadi

zat cair seperti ini disebut mencair atau melebur (Enjah dan Bahrudin,

2009: 68).

b) Air Didinginkan

Gambar 10. Air Didinginkan (Membeku)


(Sainskimia.com)

Air merupakan contoh wujud zat cair. Air didinginkan berarti air

melepaskan kalor, apabila air melepaskan kalor secara terus-menerus maka

air akan mengalami penurunan suhu mencapai suhu 0℃ dan

mengakibatkan air membeku menjadi es atau menjadi zat padat. Proses

perubahan wujud zat cair menjadi zat padat seperti ini disebut membeku

(Enjah dan Bahrudin, 2009: 68).

c) Uap Air Didinginkan


Gambar 11. Uap Air Didinginkan (Mengembun)
(Shaffiyah.wordpress.com)

Uap air didinginkan berarti melepaskan kalor, apabila uap air

melepaskan kalor maka uap air akan menjadi embun atau kembali menjadi

zat cair lagi. Proses perubahan wujud zat gas menjadi zat cair seperti ini

disebut mengembun (Enjah dan Bahrudin, 2009: 68).

d) Air Dipanaskan

Gambar 12. Air Dipanaskan (Menguap)


(Materiipa.com)

Air dipanaskan berarti air menerima atau memerlukan energi kalor,

karena air menerima energi kalor maka suhunya menjadi naik mencapai

suhu 100℃ dan mengakibatkan air mendidih serta adanya gelembung-

gelembung air yang bergerak dan adanya asap yang mengepul menguap
menjadi zat gas. Proses perubahan wujud zat cair menjadi gas seperti ini

disebut menguap(Enjah dan Bahrudin, 2009: 68).

e) Kapur Barus atau Kamper Dipanaskan

Gambar 13. Kapur Barus atau Kamper Dipanaskan (Menyublim)


(Https://youtu.be/U4ntzNyTxrI)

Kapur barus merupakan salah satu contoh wujud zat padat. Kapur

barus dipanaskan berarti menerima atau memerlukan energi kalor, karena

kapur barus menerima energi kalor maka suhunya menjadi naik

mengakibatkan kapur barus habis dan menjadi zat gas. Proses perubahan

wujud zat padat menjadi gas seperti ini disebut menyublim(Enjah dan

Bahrudin, 2009: 69).

f) Uap Kapur Barus Didinginkan

Gambar 14.Uap Kapur Barus Didinginkan (Mengkristal)


(Https://youtu.be/U4ntzNyTxrI)
Uap kapur barus didinginkan berarti melepaskan kalor, apabila uap

kapur barus melepaskan kalor maka uap kapur barus akan menjadi kristal

atau kembali menjadi padat lagi. Poses perubahan wujud zat gas menjadi

padat seperti ini disebut mengkristal (Enjah dan Bahrudin, 2009: 69).

Berdasarkan contoh peristiwa yang mengalami proses perubahan

wujud zat tersebut dapat dinyatakan bahwa kalor dapat mengubah wujud

zat. Proses perubahan wujud mencair (melebur) yaitu dari padat menjadi

cair, membeku yaitu dari cair menjadi padat, mengembun yaitu dari gas

menjadi cair, menguap yaitu dari cair menjadi gas, menyublim yaitu dari

padat menjadi gas, mengkristal yaitu dari gas menjadi padat (Enjah dan

Bahrudin, 2009: 69). Proses perubahan wujud pada suatu zat dapat

digambarkan pada diagram berikut (Mardiningsih, Elok, Susi, dan Yuni,

2020: 86).

Gambar 15.Proses Perubahan Wujud Zat


(Fismath.com/)
Proses perubahan wujud zat seperti pada gambar 16 dibagi menjadi

dua, yaitu memerlukan kalor (menerima kalor) dan melepaskan kalor. Pada

proses perubahan wujud zat mencair (melebur), menguap, dan menyublim, zat

memerlukan sejumlah kalor yang artinya ada perpindahan kalor dari

lingkungan ke zat dan kalor tersebut digunakan untuk mengubah wujud zat

dari padat menjadi cair, dari cair menjadi gas, dan dari padat menjadi gas.

Pada proses perubahan wujud zat membeku, mengembun, dan mengkristal, zat

melepaskan sejumlah kalor, yang artinya ada perpindahan kalor dari zat ke

lingkungan dan kalor tersebut digunakan untuk mengubah wujud zat dari cair

menjadi padat, dari gas menjadi cair, dan dari gas menjadi padat. Kalor yang

digunakan untuk mengubah wujud zat disebut kalor laten. Kalor laten adalah

kalor yang diperlukan tiap satuan massa zat untuk mengubah wujud zat tanpa

mengalami perubahan suhu (Mardiningsih dkk, 2020: 86). Hubungan antara

besar kalor (Q) yang diperlukan atau dilepaskan, massa zat (m), dan kalor

lebur (L) yang diperlukan atau dilepaskan, secara matematis dapat dirumuskan

sebagai berikut (Enjah dan Bahrudin, 2009: 72):

Q = m.L

Hubungan antara besar kalor (Q) yang diperlukan untuk menguap pada

titik didihnya, massa zat (m) yang akan menguap, dan kalor uap (U), secara

matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Enjah dan Bahrudin, 2009: 72):

Q = m.U

Keterangan:

Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)


m = massa suatu zat yang diberi kalor (kg)

L = kalor lebur(J/kg)

U = kalor uap (J/kg)

c. Perpindahan Kalor

Kalor merupakan salah satu bentuk energi yaitu energi termal. Energi

termal berbentuk energi kinetik atom molekul dalam suatu bahan. Kalor dapat

berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara konduksi (hantaran),

konveksi (aliran), dan radiasi (pancaran) (Karyono dkk, 2009: 120).

Gambar 16. Perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi


(Abdullah, 2016: 859)

1) Konduksi (Hantaran)

Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai

perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi. Perpindahan kalor dengan

cara konduksi disebabkan karena partikel-partikel penyusun ujung zat yang

bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Semakin besar getarnya maka

energi kinetiknya semakin besar. Energi kinetik yang besar menyebabkan

partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian seterusnya sampai


panas berpindah ke ujung batang yang tidak terkena sumber kalor

(Nurachmandani, 2009: 165). Apabila salah satu ujung batang logam dibakar,

maka ujung batang logam yang lain semakin lama suhunya semakin

bertambah. Hal ini dapat dikatakan bahwa kalor dihantarkan dari ujung yang

panas ke ujung lain yang lebih dingin. Konduksi atau hantaran kalor pada

banyak materi dapat digambarkan sebagai hasil tumbukan molekul-molekul.

Sementara satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul di tempat itu

bergerak lebih cepat, dan tumbukan dengan molekul-molekul yang langsung

berdekatan lebih lambat, mereka mentransfer sebagian energi ke molekul-

molekul lain, yang lajunya kemudian bertambah. Molekul-molekul ini

kemudian juga mentransfer sebagian energi mereka dengan molekul-molekul

lain sepanjang benda tersebut. Dengan demikian, energi gerak termal

ditransfer oleh tumbukan molekul sepanjang benda. Hal inilah yang

mengakibatkan terjadinya konduksi(Sumarsono, 2009: 154).

Beberapa jenis bahan padat sangat baik dalam menghantarkan kalor

disebut dengan konduktor (konduktor panas). Bahan penghantar kalor yang

buruk disebut isolator. Contoh jenis konduktor yang baik, yaitu logam

(tembaga, aluminium, besi), silicon, dan grafit (karbon). Contoh jenis

konduktor buruk, yaitu gelas, air, udara, plastik, karet, kayu, dan bahan lain

yang berisi udara (wool, fiberglass), dan polystyrene. Gas merupakan

konduktor yang lebih buruk dibanding air atau zat cair lainnya. Konduktivitas

1
gas hanyalah dari konduktivitas zat cair (Eka Jati dan Priyambodo, 2013:
20

460).
Besarnya kelajuan hantaran kalor secara konduksi dirumuskan sebagai

berikut (Douglas C. Giancoli, 2014: 495):

Q T 1−T 2
H= =kA
t l

Keterangan:

Q = banyaknya kalor yang mengalir (J)

A = luas penampang (m2)

∆ T = perbedaan suhu dua permukaan (K)

d = jarak antara 2 ujung yang memiliki temperatur T 1−T 2 (m)

k = konduktivitas termal daya hantar panas (J/m.s.K)

t = lamanya kalor mengalir (s)

H = kelajuan hantaran kalor (J/s)

Contoh perpindahan kalor secara konduksi yaitu pada saat menyetrika,

setrika yang panas bersentuhan dengan kain yang disetrika. Kalor berpindah

dari setrika ke kain. Perpindahan kalor seperti ini disebut konduksi.

Mekanisme perpindahan kalor secara konduksi terlihat seperti gambar 14

berikut (Widodo dkk, 2017: 172).

Gambar 17.Panas setrika sampai pada baju yang disetrika


(pabrikmesinlaundry.com)
Gambar 18. Perpindahan kalor secara konduksi
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan)

Benda yang jenisnya berbeda memiliki kemampuan menghantarkan

panas secara konduksi (konduktivitas) yang berbeda. Bahan yang mampu

menghantarkan panas dengan baik disebut konduktor. Bahan yang

menghantarkan panas dengan buruk disebut isolator.Berbagai peralatan rumah

tangga yang memanfaatkan sifat konduktivitas bahan, terlihat pada gambar

16(Widodo dkk, 2017: 174).

Gambar 19.Bahan-bahan konduktor dan isolator


(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

2) Konveksi (Aliran)

Konveksi merupakan perpindahan kalor dari satu tempat ke tempat lain

bersama dengan gerak partikel-partikel bendanya. Contoh perpindahan secara


konveksi yaitu pada air, ketika air bagian bawah dipanaskan ternyata air

bagian atasnya juga ikut panas. Saat air bagian bawah mendapatkan kalor dari

pemanas, partikel air memuai sehingga menjadi lebih ringan dan bergerak naik

dan digantikan dengan partikel air dingin dari bagian atas. Panas dari air

bagian bawah berpindah bersama aliran air menuju bagian atas. Proses inilah

yang disebut konveksi. Pola air membentuk arus konveksi (Widodo dkk,

2017: 176).

Gambar 20.Arus konveksi pada air yang dipanaskan


(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Fenomena konveksi berperan sangat penting dalam kehidupan

manusia. Aliran udara atau angin adalah peristiwa konveksi (Abdullah,

2016:865). Contoh konveksi udara dalam kehidupan sehari-hari yaitu seperti

angin laut dan angin darat. Siang hari daratan lebih cepat panas dari lautan.

Udara di daratan akan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan

bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin

dari laut, maka terjadilah angin laut. Sebaliknya, pada malam hari daratan

lebih cepat dingin dari lautan. Udara di atas laut akan memuai, sehingga massa

jenisnya mengecil dan bergerak ke atas. Tempat yang ditinggalkannya akan

diisi oleh udara dingin dari daratan (Nurachmandani, 2009: 170).


(a) (b)
Gambar 21.(a) angin laut, (b) angin darat
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Besarnya kalor yang merambat secara konveksi dapat dirumuskan

sebagai berikut (Saripudin dkk, 2009: 121):

H=h . A . ∆ T

Keterangan:

H = jumlah kalor yang berpindah tiap satuan waktu (J/s)

A = luas permukaan (m2)

∆ T = perubahan suhu dua permukaan (K atau ℃ )

h = koefisien konveksi termal (J/m2 s ℃ )

3) Radiasi

Radiasi merupakan perpindahan kalor tanpa melalui medium

(Abdullah, 2016: 867). Lapisan atmosfer terdapat di antara matahari dan bumi

yang sulit untuk menghantarkan panas secara konduksi maupun konveksi,

selain itu di antara matahari dan bumi juga terdapat ruang hampa yang tidak

memungkinkan terjadinya perpindahan kalor. Dengan demikian, Perpindahan

kalor dari matahari sampai ke bumi tidak memerlukan perantara. Perpindahan


kalor tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi. Secara

matematis dapat ditulis sebagai berikut (Douglas C. Giancoli, 2014: 501):

Q
=ϵσA ( T 1 −T 2 )
4 4
H=
t

Keterangan:

H = laju radiasi (W)

A = Luas penampang benda (m2)

T = suhu mutlak (K)

e = emisivitas bahan

σ = tetapan Stefan-Bolzmann (5,6 x 10-8 W/mK4)

Gambar 22. Kalor berpindah dari matahari hingga ke bumi melalui ruang
hampa
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Udara adalah penghantar panas yang tidak baik. Ketika seorang

menyalakan api unggun dan sedang berada disekitar, maka dalam sekejap

orang yang berada disekitar api unggun akan merasakan panas (Abdullah,

2016: 167), seperti pada gambar 20 berikut ini:


Gambar 23.Perpindahan kalor dari api unggun ke orang yang berada di
samping
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Peristiwa radiasi dapat dimanfaatkan juga oleh hewan seperti untuk

menghangatkan tubuhnya, hewan berdarah dingin seperti buaya yang

memanfaatkan radiasi panas matahari. Kalor dari matahari diserap oleh buaya

(dengan cara membuka mulutnya), sehingga suhu tubuhnya naik dan buaya

dapat beraktivitas dengan mudah sepertipada gambar 21 (Widodo dkk, 2017:

182).

Gambar 24. Buaya memanfaatkan radiasi panas matahari


(waspadaaceh.com)

C. Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik penelitian ini dari permasalahan yang muncul pada latar

belakang mengenai bahan ajar yang digunakan peserta didik kelas VII di SMPN 8
Palangka Raya saat pembelajaran. Permasalahan tersebut yaitu buku paket peserta

didik yang tersedia terbatas, materi dalam rangkuman subbab materi belum

mengarahkan peserta didik ke penerapan contoh sehari-hari, serta sebagian peserta

didik kurang tertarik terhadap pelajaran IPA. Berdasarkan permasalahan

tersebut,maka perlu dikembangkan suatu bahan ajar yaitu pengembangan modul

berbasis pendekatan saintifik pada materi suhu dan kalor untuk IPA SMP kelas

VII semester I. Tahap pengembangan modul berbasis pendekatan saintifik ini

terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) tahap pendefinisian (define), (2) tahap perancangan

(design), (3) tahap pengembangan (develop), dan (4) tahap penyebaran

(disseminate).
D. Rancangan Produk

Modul Berbasis
Pendekatan Saintifik

Cover Halama Pendahuluan Kegiatan Penutup Cover


Awal n Awal Modul Pembelajaran Modul Belakan
Modul Modul g Modul
Kegiatan 1
Petunjuk Pembelajaran
Halama Penggunaan 1 Glosariu
n Modul Kegiatan 2 m
Francis
Daftar
Tes Formatif
Kata Tujuan Pustaka
Penganta Mata
r Pelajaran Rangkuman
Daftar Simbol
Kunci dan Satuan SI
Daftar Kompetensi
Isi Inti (KI) Jawaban

Lembar
Kompetensi Catatan
Pembelajaran Kegiatan 1
Dasar (KD)
2
Kegiatan 2

Tes Formatif

Rangkuman

Kunci Jawaban

Kegiatan 1
Pembelajaran 3

Kegiatan 2

Kegiatan 3

Tes Formatif

Rangkuman

Kunci Jawaban
E. Penelitian Relevan

1. Hasil penelitian oleh Iman dkk (2015: 2) dengan judul “Pengembangan

Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Saintifik untuk Meningkatkan

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA/MA” dengan menggunakan

pendekatan saintifik keterampilan berpikir peserta didik mengalami

peningkatan terlihat dari nilai rata-rata setelah dan sesudah menggunakan

modul yaitu 47,78% sampai 83,45% dan ditujukan juga dari hasil nilai rata-

rata gain sebesar 0,7 dengan kriteria tinggi.

2. Hasil penlitian Fitria dkk (2018: 15-21) dengan judul “Pengembangan Modul

Berbasis Saintifik untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis pada Materi

Gerak Harmonis di SMAN Balung” modul berbasis saintifik mendapatkan

respon positif sebesar 88,68%.

3. Hasil penelitian Casmunah dkk (2020: 54) dengan judul “Pengembangan

Modul Pembelajaran Berbasis Saintifik pada Materi Momentum dan Implus

Kelas X SMA mendapatkan rata-rata respon peserta didik yaitu 80,04%

dengan interpretasi “sangat baik”.

Anda mungkin juga menyukai