Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

2.1.1 Modul

2.1.1.1 Pengertian Modul

Modul merupakan bahan ajar yang dapat digunakan secara independen oleh

peserta didik, sejalan dengan yang dikatakan oleh Asyhar (2010:214) bahwa modul

adalah salah satu bentuk bahan ajar berbasis cetakan yang dirancang untuk belajar

secara mandiri oleh peserta pembelajaran, karena itu modul dilengkapi dengan

petunjuk untuk belajar sendiri. Kemudian didalam modul harus mewakili

kompetensi dasar dari suatu materi, maka hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

Panggabean (2020:17) bahwa modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan

agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

Maka modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik,

disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan

ilustrasi yang jelas dan tidak membingungkan.

Dikarenakan modul dapat digunakan secara mandiri maka modul haruslah

sistematis dan menggunakan bahasa yang komunikatif, sesuai dengan yang

dikatakan oleh Prastowo (2014:106) yaitu modul merupakan bahan ajar yang

disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah untuk dipahami peserta didik

sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar

mandiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik.

Dari definisi-definisi modul yang dipaparkan sebelumnya maka dapat

diketahui bahwa modul adalah bahan ajar yang disusun agar siswa dapat belajar

10
secara mandiri baik dengan atau tanpa bantuan pendidik serta modul harus bisa

menggambarkan Kompetensi Dasar yang menjadi tujuan pembelajaran dengan

sajian yang menarik dan bahasa yang komunikatif.

2.1.1.2 Karakteristik Modul

Modul merupakan bahan ajar yang kerap digunakan dalam proses

pembelajaran, maka modul memiliki karakteristik yang mencirikan suatu modul.

Berikut menurut Asyhar (2010:215-216) bahwa penyusunan suatu modul harus

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Depdiknas tahun 2008, yaitu:

1) Self Instruction

Merupakan krakteristik dalam modul, dengan karakter tersebut

memungkinkan seseorang belajar mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.

Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:

a. Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat mengambarkan pencapaian

standar kompetensi dan kompetensi dasar.

b. Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang

kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas,

c. Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi

pembelajaran,

d. Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk

mengukur penguasaan peserta didik.

e. Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau

konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik,

f. Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif,

g. Terdapat rangkuman materi pembelajaran,

11
h. Terdapat instrument penilaian, yang memungkinkan peserta didik melakukan

penilaian sendiri (self assessment),

i. Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik

mengetahui tingkat penguasaan materi,

j. Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung.

2) Self Contained

Modul dikatakna self contained bila seluruh materi pembelajaran yang

dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah

memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara

tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus

dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu standar

kompetensi/kompetensi dasar, harus dilakukan hati-hati dan memperhatikan

keluasan standar kompetensi/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta

didik.

3) Stand Alone

Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak

tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan secara

bersamasama dengan bahan ajar/media lain.

4) Adaptif

Modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, fleksibel/luwes digunakan diberbagai perangkat keras (hardware).

Modul yang adaptif adalah jika modul tersebut dapat digunakan sampai kurun

waktu tertentu.

12
5) User Friendly

Modul memiliki instruksi dan paparan informasi bersifat sederhana, mudah

dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan. Penggunaan bahasa

sederhana dan penggunaaan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu

bentuk user friendly.

2.1.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Modul

Modul sebagai bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran

pastilah memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Menurut

Puspitasari (dalam Panggabean, 2020:28-29) mengatakan bahwa terdapat sejumlah

kelebihan yang dimiliki oleh modul yakni:

1. Meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka secara

teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi masyarakat;

2. Menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik;

3. Secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik secara bertahap

melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam modul;

4. Mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai peserta didik

berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor dapat

memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya serta

melakukan remediasi;

5. Untuk mengurangi keregaman kecepatan belajar peserta didik melalui kegiatan

belajar mandiri.

13
Selain kelebihan, modul sebagai bahan ajar juga memiliki kelemahan, yakni

antara lain:

1. Bila peserta didik tidak memperoleh cukup waktu dan kondisi memadai, maka

ketuntasan pelajaran akan dipengaruhi oleh derajat pembelajaran;

2. Kesuksesan belajar menggunakan modul tergantung pada kriteria peserta

didik;

3. Kriteria tersebut meliputi ketekunan, waktu untuk belajar, dan kemampuan

memahami petunjuk dalam modul. Jika peserta didik tidak dapat melakukan

hal-hal tersebut maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.

4. Tidak cocok untuk peserta didik yang memiliki kemampuan menangkap

dengan audio.

2.1.1.4 Prosedur Penyusunan Modul

Untuk menghasilkan suatu modul yang baik yaitu yang sesuai dengan

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, maka pembuatan modul harus dilakukan

secara terstruktur. Asyhar (2010:221-224) menyebutkan beberapa langkah-langkah

kegiatan dalam proses pembuatan modul, yaitu:

1) Analisis Kebutuhan Modul

Dalam analisis kebutuhan dilakukan telaah terhadap kompetensi yang

diharapkan dicapai peserta didik. Kompetensi didasarkan pada silabus atau rencana

pembelajaran. Dari hasil analisa akan bisa dirumuskan jumlah dan judul modul

yang akan disusun. Dalam analisis kebutuhan dapat dilakukan langkah-langkah

berikut:

a. Menetapkan kompetensi yang telah dirumuskan pada rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) atau silabus.

14
b. Mengidentifikasi dan menentukan ruang lingkup unit kompetensi atau bagian

dari kompetensi utama.

c. Mengidentifikasi dan menetukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

di persyaratkan.

d. Menentukan judul modul yang akan disusun.

2) Penyusunan Naskah/Draft Modul

Setelah analisis kebutuhan selesai, dilanjutkan dengan penyusunan naskah

atau draft modul. Tahap ini sesungguhnya merupakan kegiatan pemilihan,

penyusunan dan pengorganisasian materi pembelajaran, yaitu mencakup judul

media, judul bab, sub bab, materi pembelajaran yang mencakup pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang perlu dikuasai oleh pembaca dan daftar pustaka.

Sebelum proses uji coba lapangan dilakukan, sebaiknya terlebih dahulu draft modul

diserahkan kepada tim ahli untuk diminta saran dan komentarnya tentang konten

materi, pedagogik dan bahasa modul.

3) Validasi

Validasi adalah proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap

kesesuaian modul dengan kebutuhan. Validasi modul meliputi: isi materi atau

substansi modul, penggunaan bahasa, penggunaan metode instruksional serta

kemenarikan tampilan modul. Untuk melakukan validasi draft modul dapat diikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Siapkan dan gandakan draft modul yang akan divalidasi sesuai degan

banyaknya validator yang terlibat.

b. Susun instrumen pendukung validasi.

c. Distribusikan draft modul dan instrumen validasi kepada peserta validator.

15
d. Informasikan kepada validator tentang tujuan validasi dan kegiatan yang harus

dilakukan oleh validator.

e. Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukkan yang dijaring melalui

instrumen validasi.

4) Uji Coba

Setelah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai saran dan masukan

tim ahli, maka modul dianggap layak untuk dilakukan uji coba lapangan.

5) Revisi dan Produksi

Setelah disempurnakan, modul tersebut bisa diproduksi untuk diaplikasikan

dalam proses pembelajaran atau didistribusikan kepada pengguna lain.

2.1.2 Model Pembelajaran GOLD (Guided, Organizing, Leaflet, Discovery)

2.1.2.1 Teori Belajar Model Pemelajaran GOLD

Dalam pengembangannya model pembelajaran GOLD pasti memiliki teori

belajar sebagai landasan. Menurut Asfar (2020:79-80) teori belajar yang melandasi

model pembelajaran GOLD adalah teori belajar konstruktivisme, yaitu siswa

dituntut untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan berpikir, praktik serta

mencari pemecahan dari suatu masalah. Siswa harus aktif dalam mengkonstruksi

pengetahuannya agar dapat memahami pelajaran, kemudian siswa juga harus aktif

dalam mengolah bahan pembelajaran, mencerna, memikirkan, menganalisis dan

merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.

Dapat ditegaskan lagi tentang teori konstruktivisme menurut Mardiana

(dalam Asfar, 2020:87), pandangan konstruktivisme memandang bahwa siswa

harus membangun sendiri pengetahuannya, menemukan sendiri dan

16
mentransformasikan informasi secara kompleks sehingga siswa mampu memahami

dan menerapkan pengetahuannya dengan memecahkan suatu masalah.

Teori konstruktivisme yang berarti siswa harus membangun

pengetahuannya sendiri, namun guru juga perlu melakukan inovasi sehingga siswa

dapat melangkah kepemahaman yang lebih tinggi, hal ini sejalan dengan yang

dikatakan Nur (dalam Al-Tabany, 2017:29) bahwa teori konstruktivis memiliki

prinsip penting dalam psikologi pendidikan yaitu bahwa guru tidak hanya sekedar

memberikan pengetahuan pada siswa. Namun siswa harus membangun sendiri

pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberi kesempatan pada siswa untuk

menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi

sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru

dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih

tinggi, dengan catatan siswa sendiri lah yang harus menaiki anak tangga tersebut.

Maka dapat diketahui bahwa teori belajar yang melandasi model

pembelajaran GOLD adalah teori belajar Konstruktivisme. Teori belajar

Konstruktivisme menuntut siswa untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri

dengan guru sebagai fasilitator siswa dalam memecahkan masalah.

2.1.2.2 Definisi Model Pembelajaran GOLD

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang terorganisir untuk

mencapai tujuan pembelajaran, begitu pula model pembelajaran GOLD. Model

pembelajaran GOLD disusun sebagai salah satu inovasi yang dapat diterapkan guru

dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur

(2018:233) menyatakan bahwa model pembelajaran GOLD merupakan hasil

kombinasi langkah-langkah model pembelajaran penemuan terbimbing dengan

17
media pembelajaran pengorganisasian dan leaflet. Model pembelajaran GOLD

merupakan salah satu model pembelajaran yang diaplikasikan untuk

mengembangkan kemahiran partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Maka

model pembelajaran GOLD telah didesain agar saat diaplikasikan dapat membantu

siswa lebih berpartisipasi dalam proses belajar sehingga tercipta pembelajaran yang

efektif.

Kombinasi dari model penemuan terbimbing dengan media pembelajaran

pengorganisasian diyakini dapat membantu siswa lebih berpartisipasi dalam

pembelajaran, sama halnya dengan yang dikatakan Asfar (2020:60) bahwa model

pembelajaran GOLD merupakan model pembelajaran yang mengadopsi langkah-

langkah model pembelajaran guided discovery (penemuan terbimbing) dan

organizing (pengorganisasian) yang berarti model pembelajaran yang merangsang

keaktifan belajar siswa.

Model pembelajaran GOLD terdiri atas empat unsur yaitu Guided,

Organizing, Leaflet, dan Discovery. Pemaparan unsur-unsur yang terdapat pada

model pembelajaran GOLD menurut Asfar (2020: 63) sebagai berikut:

1. Guided (bimbingan)

Kegiatan dimana guru membimbing siswa dengan mengajukan pertanyaan

yang berkaitan dengan materi pembelajaran untuk membangun kemampuan analogi

siswa.

2. Organizing (pengorganisasian)

Kegiatan dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar heterogen,

kelompok belajar ini diharapkan dapat memudahkan siswa membangun

kemampuan analoginya.

18
3. Leaflet (lembar balik)

Kegiatan dimana siswa diberikan lembar balik yang berisi pernyataan

dengan pertanyaan yang mengarahkan siswa agar dapat membangun kemampuan

analoginya. Mudlofir (2019:71) mengatakan bahwa media cetak seperti leaflet,

booklet, dan handout memuat informasi dan pengetahuan yang dapat dipelajari oleh

siswa, kemudian hal yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan media cetak

tersebut adalah isu atau topik pada media pembelajaran, penyajian isi atau

informasi, dan tata letak atau layout media cetak.

4. Discovery (penemuan)

Kegiatan dimana siswa mempresentasikan hasil hasil penemuannya,

kemudian guru mengarahkan pada kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan

terkait hasil temuan kelompok yang memaparkan.

Dari definisi-definisi model pembelajaran GOLD yang dipaparkan

sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GOLD adalah

model pembelajaran penemuan terbimbing dimana model ini menekankan

bagaimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan

pengorganisasian dan media belajar leaflet.

2.1.2.3 Karakteristik Model Pembelajaran GOLD

Setiap model pembelajaran pasti memiliki karakteristik yang mencirikan

suatu model pembelajaran. Adapun karakteristik model pembelajaran GOLD

menurut Asfar (2020:79-80) adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah-masalah pada siswa yang memiliki kepentingan dalam

proses pembelajaran;

2. Pencarian informasi yang dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah;

19
3. Keaktifan siswa dalam mencari informasi untuk pemecahan masalah;

4. Terbukanya pandangan siswa bahwa pelajaran bukan hanya sekedar konsep;

5. Penegasan pada proses dan kesadaran, diamana siswa dapat memanfaatkan

keterampilan diri dalam memecahkan masalah;

6. Kebebasan dalam proses pembelajaran dimana siswa dapat mencoba

memecahkan masalah yang telah diidentifikasi.

2.1.2.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran GOLD

Model pembelajaran GOLD dalam penerapannya pastilah memiliki

keunggulan dan kelemahan. Menurut Asfar (2020:83-84) adapun keunggulan dari

model pembelajaran GOLD adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat dalam pembelajaran secara maksimal sehingga siswa dapat

memahami pelajaran dengan baik;

2. Terdapat kerjasama dalam pemecahan masalah sehingga siswa diharapkan

dapat berpikir kritis ;

3. Siswa yang memiliki daya tangkap cepat maupun lambat dapat belajar dengan

baik dikarenakan adanya leaflet sehingga siswa dapat mengulangi materi;

4. Siswa memiliki keterampilan dan ketangkasan dalam menyelesaikan soal

karena terdapat kesempatan setiap siswa untuk saling menanggapi hasil

pemecahan masalah siswa lain sehingga suasana belajar lebih aktif dan terarah.

Terdapat pula kelemahan dari model pembelajaran GOLD adalah sebagai

berikut:

1. Pembelajaran tidak akan efektif jika jumlah siswa terlalu banyak karena dapat

mempengaruhi bimbingan guru yang nantinya tidak maksimal;

20
2. Memerlukan persiapan yang matang dalam menyediakan alat dan bahan serta

kemampuan dan keterampilan khusus bagi guru agar dapat membimbing siswa

secara intensif.

2.1.3 Augmented Reality

2.1.3.1 Definisi Augmented Reality (AR)

Kemajuan teknologi semakin variatif setiap tahunnya. Kemajuan ini

dipastikan dapat membantu manusia dalam berbagai bidang, termasuk bidang

pendidikan. Salah satu teknologi terkini yang diketahui adalah Augmented reality

(AR). Menurut Ismayani (2020:2) AR adalah sebuah teknologi yang

menggabungkan objek buatan komputer, dua dimensi atau tiga dimensi, ke dalam

lingkungan nyata di sekitar pengguna secara real time. Objek yang ditampilkan AR

membantu pengguna dalam meghasilkan persepsi baru yang memungkinkannya

berinteraksi dengan lingkungan nyata.

Dalam penerapannya, AR akan membawa suatu benda maya terlihat seperti

nyata. Sama halnya dengan yang dikatakan Bimber (2015:2) bahwa dalam AR,

lingkungan nyata tidak sepenuhnya ditekankan, melainkan memainkan peran

dominan. Alih-alih membawa seseorang ke dalam dunia yang sepenuhnya sintetis,

AR mencoba menanamkan suplemen sintetis ke lingkungan nyata. Maka AR berarti

mengintegrasikan informasi sintetik ke dalam lingkungan nyata.

Dalam integrasi informasi ke dalam dunia nyata, akan membutuhkan

bantuan media kamera dalam perangkat IOS atau pun mobile Android. Sejalan

dengan itu, Wahid (2017) mengatakan bahwa Augmented Reality adalah teknologi

yang menggabungkan benda maya 2 dimensi dan ataupun 3 dimensi ke dalam

21
sebuah lingkungan nyata 3 dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya

tersebut secara real-time menggunakan media kamera. Augmented Reality pada

awalnya digunakan dalam bidang militer, kesehatan, dan juga hiburan, selain pada

bidang tersebut Augmented Reality juga dapat digunakan dalam bidang pendidikan.

Gambar 2.1 Interaksi Pengguna Ketika Menggunakan Aplikasi AR

Pada gambar 2.1 menjelaskan bagaimana cara menggunakan aplikasi AR.

Pengguna melakukan interaksi yaitu dengan mengarahkan kamera smartphone

menuju marker, kemudian smartphone memproses inputan berupa kode yang

diterima dari kamera. Selanjutnya smartphone akan memuat objek virtual dan

menggambarnya tepat di atas marker.

Dari definisi AR yang dipaparkan sebelumnya maka dapat disimpulkan

bahwa AR adalah teknologi yang memperbolehkan penggunanya melihat objek

maya 2 dimensi atau 3 dimensi yang diproyeksikan terhadap dunia nyata melalui

media kamera.

2.1.3.2 Prinsip Augmented Reality (AR)

AR merupakan teknologi yang sedang ramai dikembangkan dalam berbagai

bidang dikarenakan memiliki prinsip yang menarik. Menurut Arief (2019:3)

terdapat tiga prinsip dalam AR, yaitu:

1. AR dapat menampilkan objek virtual ke dalam dunia nyata;

2. AR berjalan secara interaktif dan real time;

22
3. Adanya integrasi dengan benda 3 dimensi.

2.1.3.3 Metode Augmented Reality (AR)

Dalam mengaplikasikan AR nantinya akan dibutuhkan metode

penangkapan pola pelacakan AR. Maka menurut Arief (2019:4) terdapat 2 metode

Augmented Reality, yaitu:

1) Berbasis Marker (Marker-based tracking)

Metode ini menggunakan marker (penanda) berupa ilustrasi hitam dan putih

berbentuk persegi atau ilustrasi gambar dengan warna dan bentuk tertentu. Dalam

pengolahannya metode ini membutuhkan beberapa hal berupa perangkat

komputer/mobile yang memiki kamera dan sensor pendukung AR, aplikasi, dan

marker. Alur kerjanya, yaitu aplikasi AR akan mengakses kamera perangkat

kemudian sistem mendeteksi marker melalui matematika, lalu menampilkan objek

virtual di atas marker tersebut pada layar perangkat.

2) Berbasis Tanpa Marker (Markerless-based tracking)

Metode ini tidak memerlukan marker untuk menampilkan objek virtual.

Objek virtual diproyeksikan dengan mengandalkan sebagian lingkungan sekitar

sebagai target. Metode ini biasa dimanfaatkan untuk face tracking, 3D object

tracking, motion tracking, dan GPS-based tracking.

2.1.3.4 Tools pendukung Augmented Reality (AR)

Dalam pembuatan Augmented Reality (AR) untuk mendukung bidang

pendidikan, terdpapat beberapa cara dalam tahap pembuatannya. Untuk penelitian

pengembangan ini, peneliti menggunakan Aplikasi Assembler EDU sebagai alat

utama dalam pembuatan AR. Assemblr EDU adalah sebuah platform pendidikan

(aplikasi) yang dapat digunakan oleh para guru dan siswa untuk membuat kegiatan

23
belajar yang lebih interaktif, kolaboratif, dan menyenangkan dengan menggunakan

3D dan AR (Assemblr, 2020).

Anita Yustisia seorang Co-founder Assemblr EDU mengatakan bahwa pada

Assembler EDU sudah tersedia banyak aset 3D yang telah siap pakai sehingga lebih

efektif untuk digunakan. Kemudian pada Assembler EDU telah banyak topik

pelajaran yang tersedia asset 3D nya termasuk pelajaran matematika. Pada

Assembler EDU selain dapat dimasukkan animasi dan model 3D, dapat pula

dimasukkan informasi berupa video, gambar, dan teks yang dapat mendukng

tampilan AR. Pada website resmi Assembler EDU disampaikan bahwa aplikasi ini

dapat diakses melalui berbagai device seperti pada smartphone, tablet, dan desktop.

Penggunaan aplikasi Augmented Reality pada smartphone dapat dijalankan pada

perangkat mobile dengan sistem operasi Android minimal Android versi 4.1 atau

dengan sistem operasi IOS minimal versi 9.2.1.

Adapun tutorial penggunaan Assembler EDU adalah sebagai berikut:

1. Download Assembler EDU pada Play store untuk Android dan App store untuk

iOS, lalu buka aplikasi tersebut.

Gambar 2. 2 Download Aplikasi Assembler EDU

24
2. Pilih bahasa yang ingin digunakan dalam pengaplikasian Assembler EDU.

Gambar 2. 3 Menu Pilih Bahasa

3. Lakukan pendaftaran jika belum memiliki akun dan silakan log in jika sudah

memiliki akun.

(a) (b)
Gambar 2. 4 (a) Jika Sudah Memiliki Akun (b) Jika Belum Memiliki Akun

4. Ketika sudah masuk dalam beranda, pilih menu “scan” untuk memindai QR

Code sehingga memunculkan AR

25
Gambar 2. 5 Menu Scan

5. Kemudian arahkan kamera smartphone menuju QR Code, tunggu hingga proses

memindai selesai, setelah selesai maka akan muncul benda 3D yang telah

diproyeksikan dalam waktu nyata atau yang disebut AR.

(a) (b)
Gambar 2. 6 (a) Proses Memindai Aset 3D (b) AR yang Muncul

2.1.3.5 Augmented Reality dalam Bidang Pendidikan

Dalam Ismayani (2020:4) dikatakan bahwa dalam data base Google

Scholar, untuk pencarian dengan kata kunci “Augmented Reality in Education” per

26
25 September 2018 terdapat 436.000 hasil pencarian dalam waktu 0,03 detik dan

per 29 Desember 2019 meningkat menjadi 679.000 hasil pencarian dalam waktu

0,07 detik. Terlihat betapa sangat populernya AR dibahas dan digunakan dalam

pendidikan sekarang ini.

Teknologi Augmented Reality dapat membantu siswa dalam

mengkonkretkan ilmu pengetahuan sehingga dapat menarik minat siswa dalam

belajar, hal ini sejalan dengan yang dikatakan Mastaqim (2016:182) penerapan

Augmented Reality sangat berguna untuk mewujudkan media pembelajaran yang

interaktif dan nyata. Kemudian media pembelajaran menggunakan Augmented

Reality dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar dikarenakan sifat dari

Augmented Reality yang menggabungan dunia maya dengan dunia nyata secara

langsung yang dapat meningkatkan imajinasi siswa. Augmeneted Reality bersifat

interaktif yang membuat siswa dapat melihat keadaan secara nyata dan langsung

serta dapat mengimajinasikan hasil proses pembelajaran yang diberikan guru

kepada siswa.

Teknologi augmented reality (AR) dapat membantu siswa lebih mudah

memahami materi pelajaran, hal ini sejalan dengan yang dikatakan Mauludi

(2017:118) bahwa dengan menggunakan teknologi AR, bidang pendidikan dan

hiburan dapat dipadukan, sehingga menciptakan metode baru untuk mendukung

pembelajaran. Media pembelajaran yang menggunakan teknologi AR dapat dengan

mudah meningkatkan pemahaman siswa karena objek 3D, teks, gambar, video,

audio dapat ditampilkan kepada siswa dalam real time. Siswa bisa terlibat secara

interaktif, yang menyebabkan AR bisa menjadi media pembelajaran yang dapat

27
memberikan feedback kepada siswa sehingga siswa mendapatkan kenyamanan

dalam menggunakan media tersebut.

2.1.4 Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung

2.1.4.1 Silabus Materi Bangun Ruag Sisi Lengkung

Adapun materi bangun ruang sisi lengkung yang digunakan dalam penelitian

ini berdasarkan pada silabus untuk SMP/MTs, yaitu:

Tabel 2. 1 Silabus untuk SMP/MTs Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung


Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran

3.7 Membuat generalisasi 6. Jaring-jaring, luas 1. Mencermati model atau


luas permukaan dan permukaan dan volume benda di sekitar yang
volume berbagai bangun tabung. mempresentasikan
ruang sisi lengkung 7. Jaring-jaring, luas tabung, kerucut dan bola.
(tabung, kerucut, dan permukaan dan volume 2. Melakukan percobaan
bola) kerucut. untuk menemukan jaring-
8. Luas permukaan dan jaring tabung, kerucut
4.7 Menyelesaikan masalah volume bola. dan bola.
kontekstual yang 3. Memahami langkah-
berkaitan dengan luas langkah menemukan
permukaan dan volume rumus luas permukaan
bangun sisi lengkung dan volume tabung,
(tabung, kerucut, dan kerucut dan bola.
bola), serta gabungan 4. Menyelesaikan masalah
beberapa bangun ruang yang berkaitan dengan
sisi lengkung. tabung, kerucut dan bola.

2.1.4.2 Materi Bangun Ruag Sisi Lengkung (Tabung, Kerucut, Bola)

1. Definisi Tabung
Tabung adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh dua lingkaran yang
kongruen dan sejajar serta sebuah selimut berbentuk persegi panjang sebagai sisi
tegak disekeliling lingkaran tersebut.

28
2. Jaring-jaring Tabung

3. Luas Permukaan Tabung


Rumus luas permukaan tabung adalah L = 𝟐 × 𝝅 × 𝒓 × (𝒓 + 𝒕)

Dengan L adalah luas permukaan tabung (𝒄𝒎𝟐 )

𝑟 adalah jari-jari lingkaran


22
𝜋 bernilai 3,14 atau 7
𝑡 adalah tinggi dari tabung

4. Volume Tabung
Bahwa rumus volume tabung adalah: 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 (𝑽) = 𝝅 × 𝒓𝟐 × 𝒕

Dengan 𝑉 adalah volume tabung (𝒄𝒎𝟑 )

𝑟 adalah jari-jari lingkaran


22
𝜋 bernilai 3,14 atau
7

𝑡 adalah tinggi dari tabung

5. Definisi Kerucut

Kerucut adalah bangun ruang tiga dimensi berbentuk limas yang memiliki alas
berbentuk lingkaran. Kerucut memiliki 2 sisi, dan 1 titik sudut.

6. Jaring-jaring Kerucut

7. Luas Permukaan Kerucut


Rumus luas permukaan kerucut adalah: L = 𝝅𝒓(𝒓 + 𝒔)

29
Dengan L adalah luas permukaan kerucut (𝒄𝒎𝟐 )
𝑟 adalah jari-jari lingkaran
22
𝜋 bernilai 3,14 atau 7
𝑠 adalah garis pelukis kerucut
8. Volume Kerucut
𝟏
Rumus volume kerucut adalah: 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 (𝑽) = × 𝝅 × 𝒓𝟐 × 𝒕
𝟑

Dengan 𝑉 adalah volume kerucut (𝒄𝒎𝟑 )


𝑟 adalah jari-jari alas kerucut
22
𝜋 bernilai 3,14 atau 7
𝑡 adalah tinggi kerucut

9. Definisi Bola

Bola adalah bangun ruang tiga dimensi yang tersusun dari tak hingga lingkaran

dengan jari-jari yang sama panjang dan berpusat pada titik yang sama.

10. Luas Permukaan Bola

Rumus luas permukaan bola adalah: L = 𝟒𝝅𝒓𝟐

Dengan L adalah luas permukaan bola (𝒄𝒎𝟐 )

𝑟 adalah jari-jari bola


22
𝜋 bernilai 3,14 atau 7

11. Volume Bola


𝟒
Rumus volume bola adalah: 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 (𝑽) = 𝝅𝒓𝟑
𝟑

Dengan 𝑉 adalah volume kerucut (𝒄𝒎𝟑 )

𝑟 adalah jari-jari alas kerucut


22
𝜋 bernilai 3,14 atau
7

30
2.1.5 Model Pengembangan

2.1.5.1 Metode Pengembangan yang Digunakan

Dalam mengembangkan modul pembelajaran maka metode yang akan

digunakan didalam penelitian ini adalah jenis penelitian dan pengembangan

(research and development (R&D)). Menurut Putra (2013:67) secara sederhana

R&D didefinisikan sebagai metode penelitian yang secara sengaja, sistematis,

bertujuan/diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan, memperbaiki,

mengembangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk,

model/metode/strategi/cara, jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru, efektif,

efisien, produktif, dan bermakna. Menurut Sugiyono (2017:30) metode penelitian

dan pengembangan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang,

memproduksi dan menguji validitas produk yang telah dihasilkan. Maka kegiatan

penelitian dan pengembangan dapat disingkat menjadi 4P (Penelitian, Perancangan,

Produksi, dan Pengujian).

Menurut Kurniawan (2018:27) Penelitian pengembangan merupakan

penelitian untuk mengembangkan suatu produk menjadi lebih baik. Penelitian

pengembangan ini tidak untuk menyusun atau menguji hipotesis, tetapi untuk

memperoleh produk baru atau proses yang baru.

Sehingga dari beberapa definisi mengenai research and development yang

telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bawah research and development

adalah metode penelitian yang dilakukan peneliti untuk mengembangkan produk

baru atau menyempurnakan produk yang telah ada dan memvalidasi produk

tersebut agar dapat meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar. Karakteristik

penelitian pengembangan menurut Fitri (2020:57) dijabarkan sebagai berikut:

31
1. Produk Berbasis Masalah

Output dari penelitian pengembangan adalah produk. Yaitu produk yang

didesain sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.

Maka dari itu, studi pendahuluan merupakan langkah awal dalam penelitian

pengembangan sehingga produk yang dihasilkan relevan dengan kebutuhan.

2. Uji Coba Produk

Untuk memperoleh produk yang layak guna, maka sebelum finalisasi

produk perlu dilakukan uji coba produk atau validasi untuk menentukan tingkat

efektivitas produk yang dihasilkan.

3. Revisi Produk

Dari tahap uji coba maka peneliti akan memperoleh masukan baik secara

kualitatif dan kuantitatif. Masukan dari pihak yang kompeten tersebut dijadikan

bahan oleh peneliti untuk melakukan revisi produk agar produk yang dihasilkan

efektif dan layak guna.

Pada hakikatnya penelitian pengembangan tidak ditujukan untuk menguji

teori, melainkan mengembangkan teori berupa produk pendidikan untuk

peningkatan kualitas pembelajaran.

4. Kebermanfaatan Produk

Esensi dari penelitian pengembangan adalah perbaikan kemanfatan produk

untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Asas kemanfaatan produk didasarkan

atas berapa besar produk tersebut memiliki daya guna untuk peningkatan kualitas

pembelajaran.

Terdapat 4 tingkatan (level) penelitian dan pengembangan menurut

Sugiyono (2019:398), yaitu:

32
i. Level 1: Peneliti melakukan penelitian untuk menghasilkan rancangan, tetapi

tidak dilanjutkan dengan membuat produk dan mengujinya.

ii. Level 2: Peneliti tidak melakukan penelitian, tetapi langsung menguji produk

yang ada.

iii. Level 3: Peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan produk yang

telah ada, membuat produk dan menguji keefektifan produk tersebut.

iv. Level 4: Peneliti melakukan penelitian untuk menciptakan produk baru membuat

produk dan menguji keefektifan produk tersebut.

Dari 4 tingkatan yang dipaparkan, penelitian ini akan berada pada level ke-

4. Hal ini karena produk tidak dikembangkan dari produk yang ada sebelumnya,

sehingga akan didesain atau diciptakan oleh peneliti sendiri dan kemudian akan

diuji keefektifan produk tersebut.

2.1.5.2 Model Pengembangan yang Digunakan

Didalam penelitian pengembangan ini, model pengembangan yang akan

digunakan untuk mengembangkan modul pembelajaran berbasis model

pembelajaran Guided, Organizing, Leaflet, Discovery (GOLD) dengan berbantuan

augmented reality pada siswa kelas IX pada materi bangun ruang sisi lengkung

(tabung, kerucut dan bola) adalah model pengambangan ADDIE (Analysis, Design,

Development, Implementation, Evaluation).

Menurut Hasyim (2016:71-73) model pengembangan ADDIE merupakan

model yang dapat digunakan untuk berbagai macam pengembangan produk seperti

model, strategi, metode pembelajaran, media maupun bahan ajar. ADDIE muncul

pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reisser dan Mollenda. Model ini

menggunakan 5 tahap pengembangan yakni Analysis, Design, Development,

33
Implementation, dan Evaluation. Berikut teori prosedur pegembangan model

ADDIE menurut Rayanto (2020:34-38):

1. Analysis (Analisis)

Tahap analisis bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab

kesenjangan pembelajaran. Maka tahap analisis ini adalah saat untuk

menentukan permasalahan dan mencari landasan yang kuat terkait

permasalahan. Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Analisa Isi

Pada tahap ini pengembang harus membaca kajian pustaka dari buku-buku

yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya, tujuannya agar memperoleh

dasar teoritis yang kuat.

b. Analisa Pebelajar, Pembelajar, Kebutuhan dan hasil instruksional

Pada tahap ini dilakukan pencarian informasi aktual yang terjadi di lapangan

baik dengan melakukan pengamatan pelaksanaan pembelajaran dan interview

pada pebelajar maupun pembelajar. Aspek yang dapat dikaji dari tahap ini

adalah tentang permasalahan pembelajaran, tujuan pembelajaran, karakteristik

pebelajar, proses dan hasil. Maka dalam tahap analisa ini akan dilakukan

analisis kebutuhan, analisis kurikulum, analisis karakter siswa, dan analisis

materi.

2. Design (Desain)

Pada tahap design, pengembang perlu mendesain produk sesuai dengan apa

yang diteliti. Jika pengembang mengembangkan bahan ajar maka harus mampu

mengembangkan tujuan instruksional, analisa tugas, dan kriteria penilaian

yang sesuai dengan bahan ajar yang dikembangkan. Kemudian pengembang

34
harus menentukan lingkungan pengembangan seperti tempat dan pebelajar

yang akan diujicobakan, pembelajar yang diujicobakan, ahli isi materi, ahli

pembelajaran, ahili tes penguasaan dan ahli desain bahan ajar. Untuk prosedur

penilaian pengembang dapat menggunakan lembar validasi yang telah

dirancang berdasarkan expert review (ahli isi materi, ahli pembelajaran, ahli

evaluasi, dan ahli desain).

Adapun tahapan dari kegiatan perancangan ini hampir sama dengan tahapan

merancang kegiatan belajar mengajar, yang mana didalam mendesain modul

ada 4 langkah utama menurut Suryani (2014: 134), yaitu:

a. Menentukan kompetensi inti (KI), kompetensi dasar (KD), dan indikator.

b. Membuat flowchart modul.

c. Mengumpulkan materi dan gambar.

d. Memilih strategi pengujian dan menyusun tes.

3. Development (Pengembangan)

Pengembangan yang dimaksud dalam hal ini adalah mengembangkan sesuai

dengan pengebangan yang akan dilakukan. Jika pengembangan berupa produk

bahan ajar maka pengembang harus mengembangkan materi instruksional.

Menurut Branch (2009:83) tujuan daripada tahap pengembangan adalah

mengahasilkan bahan ajar yang telah dirancang sebelumya dan melakukan

validasi terhadap bahan ajar tersebut, sejalan dengan itu, menurut Winarni

(2018:264-265) dalam tahap pengembangan akan dilakukan realisasi

rancangan produk, yang pada tahap sebelumnya telah terbentuk kerangka

konseptual rancangan dan pada tahap inilah rancangan tersebut direalisasikan

menjadi produk yang siap diimplementasikan. Pada tahap ini produk akan

35
dilakukan uji ilmiah. Sehingga kevalidan, keterandalan, dan kehasilgunaan bisa

terukur dan teruji. Tahap yang dilakukan yaitu:

a. Uji Ahli

Uji ini dilakukan oleh ahli (validator) isi materi, ahli pembelajaran, ahli tes,

dan ahli media. Tahap ini dilakukan agar produk yang dihasilkan memenuhi

standar dan kebutuhan pebelajar.

b. Uji Kelompok Kecil

Setelah hasil validasi didapatkan dari validator maka harus diujikan dahulu

pada kelompok kecil. Ini dilakukan untuk melihat produk yang dikembangkan

telah memenuhi aspek kepraktisan.

c. Uji Lapangan

Setelah mendapatkan kevalidan, kepraktisan, maka uji lapangan dapat

dilakukan di kelas penelitian yaitu pada salah satu kelas IX SMP untuk

mendapatkan aspek keefektifan.

4. Implementation (Implementasi)

Menurut Suryani dkk (2014:146-147), setelah melakukan tahap sebelumnya,

maka selanjutnya peneliti diharuskan untuk melakukan implementasi produk,

guna mengetahui hasil dari produk yang telah dibuat. Kemudian menurut

Winarni (2018:265) pada tahap ini produk yang telah dikembangkan

diimplementasikan pada situasi nyata, yaitu kelas. Selama implementasi,

produk yang telah dikembangkan diterapkan pada kondisi yang sebenarnya.

5. Evaluation (Evaluasi)

Menurut Branch (2009:151) tujuan dari tahap evaluasi adalah untuk menilai

kualitas produk dan proses instruksioal, baik sebelum dan sesudah

36
implementasi. Kemudian menurut Winarni (2018:265) hasil evaluasi

digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak pengguna produk. Revisi

dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat dipenuhi

oleh produk yang dikembangkan tersebut.

2.1.6 Kriteria Kualitas Suatu Produk

Kualitas modul yang di kembangkan harus memenuhi kriteria valid, praktis

dan juga efektif. Menurut Nieveen (dalam Purboningsih, 2015) berikut ini deskripsi

dari kriteria kualitas produk yang akan digunakan dalam pengembangan modul

pada penelitian ini:

1. Kriteria Kevalidan

Aspek kevalidan dilihat dari produk yang dikembangkan telah sesuai dengan

teoritiknya dan telah konsistensi internal tiap komponennya. Maka produk

yang dikembangkan memuat materi (validitas isi) dan semua komponen harus

secara konsisten dihubungkan terpaut satu dengan yang lain (validitas

konstruk).

2. Kriteria Kepraktisan

Aspek kepraktisan dilihat dari produk yang dikembangkan telah dapat

diterapkan dengan baik, bermanfaat, dan mudah diterapkan di lapangan, serta

terdapat kekonsistenan antara kurikulum dengan proses pembelajaran.

3. Kriteria Keefektifan

Aspek keefektifan dilihat dari produk yang dikembangkan dapat memberikan

hasil yang sesuai dengan harapan atau produk dapat membantu siswa mencapai

37
kompetensi yang dituju. Lalu terdapat kekonsistenan antara pengalaman

belajar siswa dengan kurikulum.

2.1.7 Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam dunia pendidikan telah banyak penelitian tentang desain modul yang

telah mendukung dan meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih baik.

Beberapa contoh penelitian berikut merupakan penelitian-penelitian yang relevan

terhadap penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.

Penelitian oleh Nur (2018) manyimpulkan bahwa model pembelajaran

GOLD dengan aplikasi Lontara bilingual berbasis Android dapat digunakan sebagai

salah satu alternatif dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan media

pembelajaran yang inovatif dan interaktif dalam mengimbangi tantangan

globalisasi. Penelitian ini juga menyatakan bahwa peningkatan kemampuan analogi

siswa setelah penerapan model pembelajaran sebesar 46,81 sedangkan pada tes

sebelum penerapan model pembelajaran sebesar 37,91. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran GOLD mampu membangun keterampilan

analogi siswa.

Kemudian penelitian oleh Syahida (2020) menggunakan media

pembelajaran yang dikembangkan sudah melalui validasi ahli materi dan bahasa

dengan nilai akhir media 85,3% serta ahli media pembelajaran dengan nilai akhir

media 72,6%. Uji coba skala kecil mendapatkan nilai akhir media 79,6% dan nilai

uji validitas tergolong valid. Uji coba skala besar mendapatkan nilai akhir media

81,2% dan nilai uji validitas tergolong valid. Perhitungan reliabilitas instrument

diperoleh koefisien reliabilitas uji coba skala kecil 0.8 dengan kategori sangat

reliabel dan uji coba skala besar 0,74 dengan kategori reliabel. Maka disimpulkan

38
bahwa media pembelajaran menggunakan smartphone berbasis Android dengan

teknologi augmented reality dapat digunakan dalam pembalajaran matematika.

Selanjutnya penelitian oleh Perdana (2020) merupakan penelitian yang

tujuannya adalah 1) mengetahui permasalahan kesulitan yang dihadapi siswa kelas

X IIS SMA Budi Utama Yogyakarta, 2) mengetahui kelayakan modul pembelajaran

berbasis AR pada mata pelajaran ekonomi, serta 3) mengetahui efektivitas modul

pembelajaran berbasis AR pada mata pelajaran ekonomi. Hasil dari penelitian ini

mengatakan bahwa penilaian validasi media memperoleh rata-rata nilai persentase

84,4% dengan kategori sangat layak. Nilai persentase aspek materi adalah 89%

dengan kategori sangat layak. Lalu untuk nilai persentase aspek keterlaksanaan

adalah 100% dengan kategori sangat layak. Maka hasil penilaian dari ahli materi

menunjukkan bahwa modul berbasis augmented reality berada dalam kategori

sangat layak sehingga disimpulkan modul berbasis augmented reality layak untuk

digunakan.

Berikutnya penelitian oleh Zaqiyah (2020) dalam penelitian ini mendapat

nilai rata-rata kevalidan materi 4,17 dan kevalidan media 4,21. Untuk presentase

hasil uji coba siswa mencapai 93,13% dan tes hasil belaja siswa secara klasikal

mencapai 65%. Maka penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan

hasil belajar siswa setelah digunakan modul berbasis realistic mathematics

education sebagai media pembelajaran pada pembelajaran bangun ruang sisi

lengkung.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

modul dengan model pembelajaran GOLD berbantuan teknologi augmented reality

layak untuk dikembangkan dan diujicobakan. Perbedaan penelitian yang akan

39
peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu peneliti akan mendesain

Modul Pembelajaran Berbasis Model Pembelajaran Guided, Organizing, Leaflet,

Discovery (GOLD) dengan berbantuan augmented reality pada materi bangun

ruang sisi lengkung.

2.2 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini berawal dari terdapatnya masalah yang

kerap terjadi dalam pembelajaran matematika, seperti:

a. Sumber belajar kurang menarik minat siswa sehingga pembelajaran kurang

efektif.

b. Sumber belajar tidak menerapkan soal-soal kontekstual.

Berdasarkan permasalahan diatas maka dibutuhkan solusi untuk

menanganinya. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan

menggunakan bahan ajar yang inovatif. Bahan ajar tersebut dapat berupa Modul

pembelajaran dengan model pembelajaran GOLD. Model pembelajaran GOLD

merupakan integrasi dari guided, organizing, leaflet, dan discovery yang dapat

mengarahkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran sehingga tercipta

pembelajaran yang efektif. Kemudian dengan adanya kemajuan teknologi masa

kini, guru dapat memanfaatkan teknologi augmented reality (AR) yaitu teknologi

yang dapat memproyesksikan benda-benda maya secara real-time menggunakan

media kamera sehingga sifat pembelajaran dapat menjadi real bagi siswa sehingga

dapat membuat siswa tertarik dalam pembelajaran. Maka dengan modul

pembelajaran berbasis model pembelajaran GOLD dengan bantuan AR diharapkan

menjadi bahan ajar yang lebih inovatif, menarik, dan menyenangkan.

40
Maka dari itu dalam penelitian ini akan dikembangkan produk berupa modul

berbasis model pembelajaran GOLD dengan bantuan AR, adapun materi yang

ambil adalah bangun ruang sisi lengkung. Modul pembelajaran yang dikembangkan

akan diuji validitas, kepraktisan, dan keefektifan nya sehingga menghasilkan modul

yang valid, praktis, dan efektif. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti

menggambarkan kerangka berpikir dalam proses mendesain modul berbasis model

pembelajaran GOLD dengan bantuan AR pada materi bangun ruang sisi lengkung.

Gambaran mengenai kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.7

Gambar 2. 7 Kerangka Berpikir

41

Anda mungkin juga menyukai