Anda di halaman 1dari 6

Pengajaran Modul

Modul sebagai salah satu bahan ajar berbentuk cetak sangat baik digunakan dalam
pembelajaran. Modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang
terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa
kepada dirinya sendiri (self-instructional) (Winkel, 2009:472). Berikut merupakan pengertian
modul menurut beberapa ahli :
a. Menurut Goldschmid, Modul pembelajaran sebagai sejenis satuan kegiatan belajar
yang terencana, di desain guna membantu siswa menyelesaikan tujuan-tujuan
tertentu. Modul adalah semacam paket program untuk keperluan belajar (Wijaya,
1988:128).
b. Vembriarto (1987:20), menyatakan bahwa suatu modul pembelajaran adalah suatu
paket pengajaran yang memuat satu unit konsep daripada bahan pelajaran.
Pengajaran modul merupakan usaha penyelanggaraan pengajaran individual yang
memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih
kepada unit berikutnya.
c. Modul pembelajaran adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis dan
menarik yang mencakup isi materi, metode dan evaluasi yang dapat digunakan
secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Anwar, 2010).
Berdasarkan beberapa pengertian modul di atas maka dapat disimpulkan bahwa
modul pembelajaran adalah salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara sistematis dan
menarik sehingga mudah untuk dipelajari secara mandiri. Anwar (2010), menyatakan bahwa
karakteristik modul pembelajaran sebagai berikut :

Self instructional, Siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada

pihak lain.
Self contained, Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi yang dipelajari

terdapat didalam satu modul utuh.


Stand alone, Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak

harus digunakan bersama-sama dengan media lain.


Adaptif, Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan

ilmu dan teknologi.


User friendly, Modul hendaknya juga memenuhi kaidah akrab bersahabat/akrab

dengan pemakainya.
Konsistensi, Konsisten dalam penggunaan font, spasi, dan tata letak.

Menurut Wijaya (1988:129), ciri-ciri pengajaran modul pembelajaran adalah :

Siswa dapat belajar individual, ia belajar dengan aktif tanpa bantuan maksimal

dari guru.
Tujuan pelajaran dirumuskan secara khusus. Rumusan tujuan bersumber pada

perubahan tingkah laku.


Tujuan dirumuskan secara khusus sehingga perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri siswa segera dapat diketahui. Perubahan tingkah laku diharapkan sampai

75% penguasaan tuntas (mastery learning)


Membuka kesempatan kepada siswa untuk maju berkelanjutan menurut

kemampuannya masing-masing.
Modul merupakan paket pengajaran yang bersifat self-instruction, dengan belajar
seperti ini, modul membuka kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

dirinya secara optimal.


Modul memiliki daya informasi yang cukup kuat. Unsur asosiasi, struktur, dan
urutan bahan pelajaran terbentuk sedemikian rupa sehingga siswa secara spontan

mempelajarinya.
Modul banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat aktif.

Modul sebagai salah satu bentuk bahan ajar memiliki 4 fungsi utama, fungsi-fungsi
tersebut antara lain:
a. Bahan Ajar Mandiri
Keberadaan modul dan penggunaannya mampu membuat peserta didik atau
siswa mampu belajar sendiri. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan
menggunakan modul tanpa bantuan atau keberadaan pendidik yang biasanya ada
dalam setiap pembelajaran. Ini membuat siswa memiliki keterampilan untuk menggali
informasi maupun materi dan mengembangkannya secara mandiri, tidak selalu harus
bergantung kepada guru.
b. Pengganti Fungsi Pendidik
Modul sebaiknya mampu menggantikan fungsi-fungsi yang dimiliki pendidik.
Fungsi yang utama guru harus digantikan oleh modul adalah sebagai penyampai
materi. Modul hendaknya mampu menyampaikan dan memberikan materi
pembelajaran secara jelas dan terperinci. Tentu penyampaian materi dengan
menggunakan modul ini harus memperhatikan usia dan kemampuan peserta didik
dalam menyerap materi melalui bahan cetak.

c. Sebagai Alat Evaluasi


Didalam modul disertakan juga metode dan cara-cara untuk melakukan
evaluasi. Evaluasi ini bukan hanya dilakukan oleh guru atau pengajar, namun peserta
didik juga harus mampu melakukan evaluasi pembelajaran dengan menggunakan
modul. Hal ini sangat bermanfaat untuk siswa agar mereka dapat mengetahui sejauh
mana kemampuan penguasaan materi dari pembelajaran yang sudah mereka lakukan
sendiri.
d. Sebagai Bahan Rujukan
Isi yang ada dalam modul tentu saja dilengkapi dengan informasi dan materimateri pembelajaran. Ini membuat modul dapat digunakan sebagai salah satu rujukan
atau referensi bagi informasi tertentu dan yang berkaitan. Seperti layaknya buku lain,
fungsi modul sebagai rujukan dan referensi dapat dibenarkan keakuratan atau
keabsahan materi yang terkandung dalam modul tersebut.
Belajar dengan menggunakan modul juga sering disebut dengan belajar mandiri.
Menurut Suparman (1993:197), menyatakan bahwa bentuk kegiatan belajar mandiri ini
mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai berikut :

Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama.


Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki oleh siswa

pada umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya.


Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus menerus
mamantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara individu

setiap waktu siswa membutuhkan.


Kegiatan belajar memerlukan organisasi yang baik
Selama proses belajar perlu diadakan beberapa ulangan/ujian, yang perlu dinilai
sesegera mungkin.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam

pembelajaran menggunakan modul juga memiliki beberapa kelemahan yang mendasar yaitu
bahwa memerlukan biaya yang cukup besar serta memerlukan waktu yang lama dalam
pengadaan atau pengembangan modul itu sendiri, dan membutuhkan ketekunan tinggi dari
guru sebagai fasilitator untuk terus memantau proses belajar siswa.
Belajar menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggung
jawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan modul sangat menghargai

perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya,
maka pembelajaran semakin efektif dan efisien. Tjipto (1991:72), mengungkapkan beberapa
keuntungan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain :

Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas pelajaran

dibatasi dengan jelas dan yang sesuai dengan kemampuannya.


Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang berhasil

dengan baik dan mana yang kurang berhasil.


Siswa mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuannya.
Beban belajar terbagi lebih merata sepanjang semester.
Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang

dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.


Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada modul yang mana

siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil.
Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.
Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang
akademik

Sistem Keller
Sistem Keller termasuk sistem pengajaran individual yang biasa digunakan pada
tingkat perguruan tinggi. Sitem Keller memberi perhatian khusus pada setiap mahasiswa,
memberi kesempatan kepada mereka untuk maju menurut kecepatan masing-masing dan
diharuskan menguasai suatu satuan pelajaran sebelum diperkenankan untuk mempelajari
pelajaran berikutnya. Komunikasi antara pengajar dengan mahasiswa kebanyakan dilakukan
secara tertulis. Tutorial dan penilaian dilakukan oleh mehasiswa senior. Peranan dosen
sebagai manager instruksional dan terutama memberikan motivasi dan stimulasi kepada
mahasiswa dalam belajar. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sistem Keller ini adalah:
a. Tujuan akhir yang harus dicapai dalam tiap satuan pelajaran ditentukan secara jelas
dalam bentuk perilaku yang dapat dinilai secara objektif.
b. Bahan yang harus dipelajari dipecahkan dalam bagian-bagian kecil yang dapat
dikuasai sepenuhnya secara tuntas.
c. Penilaian sebagai reinforcement sering diberikan segera setelah suatu bagian
diselesaikan oleh mahasiswa.
d. Kepada setiap mahasiswa diberikan perhatian pribadi, jika bantuan tersebut
diperlukan.
e. Gagal dalam tes tidak diberi hukuman dan tes tersebut dapat diulangi sampai tercapai
penguasaan tuntas serta dihargai dengan angka tinggi.

f. Kuliah tak diharuskan untuk dihadiri, oleh sebab kuliah itu terutama dimaksudkan
untuk memberikan dorongan atau motivasi kepada mahasiswa untuk belajar.
Pengajaran model sistem Keller ini sebenarnya pengembangan dari pengajaran
terprogram yang pada prinsipnya terdiri atas langkah-langkah yang tersusun menurut urutan
yang membawa mahasiswa dan apa yang telah diketahuinya sampai kepada apa yang harus
diketahuinya, yaitu tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran individu sistem
Keller ialah membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar menurut kecepatan masingmasing, dengan cirinya adalah:

memungkinkan mahasiswa belajar sendiri;


memperhatikan perbedaan kecepatan belajar mahasiswa;
terdapat kejelasan tujuan yang harus dipahami;
memungkinkan mahasiswa berpartisipasi aktif;
secara optimal menerapkan belajar tuntas.

Prinsip-prinsip pada model Keller Plan (Sudjoko, 1985) meliputi:


Satu Course dibagi atas beberapa unit yang berurutan.
Tiap unit berisi tujuan, prosedur kerja dan dan beberapa persoalan.
Mahasiswa belajar sendiri atas petunjuk kerja dari unit satu ke unit berikutnya secara
berurutan.
Mahasiswa bisa mengambil ujian untuk masingmasing unit kapan saja merasa telah
siap.
Tiap kuliah dan demonstrasi hanya digunakan untuk sekedar member motivasi belajar
dan bukan merupakan sumber informasi.
Tidak harus ada media seperti audio visual, tape dan slide.
Staf yang terlibat adalah instruktur (dosen) dan Proctor (undergraduate students) yaitu
siswa yang dianggap mampu menguasai seluruh unit.

Daftar Pustaka
Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: DIVA
Press.
Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah Online. Direktori UPI.
Bandung.
Suparman, Atwi. 1997. Desain Instruktional. Jakarta: Rineka Cipta.
Utomo, Tjipto. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Vembriarto, St. 1975. Pengantar Pengajaran Modul. Yogyakarta.


Wijaya, Cece,.dkk. 1988. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung:
Remadja Karya.
Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.

Anda mungkin juga menyukai