Anda di halaman 1dari 7

Lita Rani

1741420004/ 3B D4 TKI

1. Dimensi Kualitas Pelayanan


a.

Kualitas pelayanan memiliki beberapa dimensi atau unsur kualitas pelayanan.


Unsur-unsur kualitas pelayanan merupakan hasil temuan penelitian dari teori
kualitas pelayanan yang disampaikan oleh A. Pasuraman. Sebagai salah satu
tokoh pionir dalam pengukuran kualitas pelayanan, Pasuraman mencetuskan
dimensi servqual. Dimensi ini dibuat untuk mengukur kualitas pelayanan dengan
menggunakan suatu kuisioner. Teknik servqual dapat mengetahui seberapa besar
jarak harapan pelanggan dengan ekspektasi pelanggan terhadap pelayanan yang
diterima. Servqual memiliki 5 dimensi, diantaranya adalah :
1.Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk menampilkan
yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan bangunan, fasilitas,
perlengkapan teknologi pendukung, hingga penampilan karyawan.
2.Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang
sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan waktu, tidak ada
kesalahan, sikap simpatik, dan lain sebagainya.
3.Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif
serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah dimengerti.
4.Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan santun
karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga mampu
menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
5.Empathy
Empathy adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada
pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen secara akurat
dan spesifik.
b.
1 = Tingible

2 = Reability

3 = Responsiveness

4 = Assurance

5 = Empathy

No Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Komunikasi dosen pada semua mahasiswa ✓

2 Ketepatan dosen mengisi jam kuliah ✓

3 Kebersihan ruang kuliah/lab ✓

4 Kemudahan menyampaikan keluhan/kritikan ✓

5 Perhatian dosen kepada mahasiswa tanpa ✓


membedakan kemampuan ekonomi/intelegen

6 Transparansi nilai test/quiz/ujian ✓

7 Kesesuaian jadwal kuliah dalam proses ✓


pembelajaran

8 Metode pembelajaran dosen dalam proses ✓


pembelajaran

9 Ketersediaan modul/diktat/buku ✓

10 Ketersediaan areal parkir ✓


11 Tanggapan program studi terhadap kebutuhan ✓
mahasiswa

12 Kemudahan metode pembelajaran dosen untuk ✓


dipahami

13 Ketersediaan fasilitas proses pembelajaran teori/lab ✓

14 Kesiapan petugas laboratorium dalam membantu ✓


mahasiswa

15 Penanganan layanan administrasi ✓

16 Kepedulian dosen terhadap semua mahasiswa ✓

2. Peranan budaya organisasi dalam suatu organisasi


Dalam hidupnya, manusia dipengaruhi oleh budaya dimana dia berada,
seperti nilai-nilai, keyakinan dan perilaku social/masyarakat yang kemudian
menghasilkan budaya social atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga akan
terjadi bagi para anggota organisasi.Hal yang sama juga akan terjadi bagi para
anggota organisasi dengan segala niali ,keyakinan,dan perilakunya dalam organisasi
yang kemudian menciptakan budaya organisasi. Wheelen dan Hunger (1986) secara
spesifik mengemukakan sejumlah peranan penting yang dimainkan oleh budaya
organisasi
1. Membantu menciptakan rasa memilki jati diri bagi pekerja
2. Dapat dipakai untuk mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi
3. Membantu stabilisasi organisasi sebagai suatu system social
4. Menyajikan pedoman prilaku, sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah
terbetuk.
Singkatnya, budaya organisasi sangat penting peranannya di dalam
mendukung terciptanya suatu organisasi/perusahaan yang efektif.
Jenis Peran Budaya Organisasi dalam Organisasi

Dalam bukunya, Noe dan Mondy (1996:237) mengatakan ada dua tipe Budaya
Organisasi, yaitu:
1. Open and Participative Culture
Budaya organisasi ini ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi
dengan didukung adanya rasa percaya pada bawahan, komunikasi yang
terbuka, kepemimpinan yang supportif dan penuh perhatian, penyelesaian
masalah secara tim, adanya otonomi pekerja, dan berbagi informasi.

2. Closed and Autocratic Culture


Budaya organisasi ini ditandai dengan pencapaian tujuan output yang tinggi,
namun pencapaian tersebut mungkin lebih dinyatakan dan dipaksakan
organisasi dengan pemimpin yang otokrasi dan kuat.

b. Tahapan Sosialisasi

Diperlukan Komunikasi dalam perusahaan (encounter)

Terdapat unsur budaya, hubungan, transisi dan lain-lain ketika sosialisasi

mengenai sebuah alur komunikasi dalam perusahaan dijabarkan (Miller, 2010).

bila pegawai hanya melihat tanpa perusahaan mengkomunikasikannya


secaralisan dan dengan berbagai contoh maka kepuasan komunikasi dan
pesan dari alur sistem tersebut tidak akan sampai dengan maksimal, atau
mungkin bisa saja sampai namun belum tentu sepaham dengan paham
perusahaan.

Adanya Inkonsistensi Informasi yang dialirkan oleh Atasan pada bawahan dalam
sosialisasi sistem sembilan alur kerja (encounter)

Dalam alur kerja seorang karyawan baru harus melalui beberapa tahapan
untuk pada akhirnya bertemu dengan direktur utama atau pemilik perusahaan
dalam proses rekruitmen, namun yang terjadi tidak begitu pada diri Troy
Andreas. Hal ini sangat dapat menimbulkan kebingungan pada diri karyawan
perusahaan. ketidak konsistensian akan dapat mengganggu jalannya alur-alur
yang lain yang telak dibentuk. Dalam alurnya melibatkan front office,
departemen terkait dimana pelamar tersebut mendaftar. namun yang terjadi
adalah AAA yang menghandel sendiri dari awal hingga keputusan karyawan
tersebut diterima atau tidak. Kepala Departemen yang terkaitpun tidak tahu-
menahu mengenai mengenai proses perekrutan karyawan, yang tejadi adalah
secara tiba-tiba ada karyawan baru yang ditempatkan pada suatu departemen.
Faktor kepercayaan sangat penting dalam hal ini, khususnya dalam hal
pembentukan suatu perusahaan. lepas dari pengalaman yang pernah terjadi,
ada baiknya AAA tidak menjadikan pengalaman yang ia alami sebagai caranya
dalam menutup pintu kepercayaan pada setiap orang yang bekerja pada
perusahaannya. Inkonsistensi yang terjadi dalam perusahaan dapat
menimbulkan kebingungan pada kinerja karyawan.

Faktor kekayaan bahasa (semantik) dalam informasi pada proses sosialisasi

Seorang pemimpin seharusnya tidak mengeluarkan istilah-istilah


ataupun bahasa asing yang ia sendiri kurang mengerti mengenai arti dan
pengucapan. Hal tersebut akan berdampak pada ketidakpastian (uncertainty)
di sisi penerima informasi (bawahan). ketika pemimpin memaksakan hal
tersebut, ditambah lagi dengan pegawai yang kurang memiliki pengetahuan
bahasa yang baik, hal tersebut akan menghasilkan komunikasi yang salah
kaprah dan akan sangat berpengaruh kepada kesalahpahaman dengan
sosialisasi yang telah dibentuk sebelumnya

Cara pimpinan berkomunikasi yang terkesan kasar dalam proses sosialisasi


terhadap bawahan

Proses sosialisasi yang baik tidak akan terjadi ketika kata-kata kasar
dikeluarkan, hal tersebut akan sangat mengganggu proses komunikasi antara
komunikan dan komunikator, dalam hal ini perusahaan dan karyawan
begitupula sebaliknya. Kata-kata kasar hanya akan memperkeruh komunikasi
yang terjadi antara komunikan dan komunikator dan sosialisasi tidak akan
dapat terjalin dengan baik.

Perusahaan tidak memiliki perencanaan proses komunikasi organisasi mengenai


hal-hal yang harus dilakukan dalam tiap-tiap peran dan jabatan yang mereka miliki

Organisasi adalah perwujudan dari organisasi komunikasi yang menggerakkan


proses kerja di dalamnya. Sehingga berkomunikasi tidak dapat asal dilakukan, setiap
komunikasi harus berdasar pada tujuan dan standar organisasi. Perusahaan juga tidak
memiliki jobdesk yang seharusnya mengatur dan mengontrol setiap tugas dan apa
saja yang harus dikerjakan oleh karyawan. AAA menyerahkan sepenuhnya kepada
KPI sebagai pengganti dari jobdesk yang seharusnya ada dalam setiap perusahaan.
Kekacauan perencanaan KPI, membuat komunikasi tidak terencanakan dengan baik.
Proses sosialisasi pencapaian tujuan dibuat sewaktu-waktu, dan sekali lagi
menyebabkan ketidakpastian dan ambiguitas pemahaman bawahan tentang informasi
hal-hal yang harus dikerjakan

3. a. Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act)

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai siklus PDCA (PDCA Cycle) :

PLAN (MERENCANAKAN)

Tahap PLAN adalah tahap untuk menetapkan Target atau Sasaran yang
ingin dicapai dalam peningkatan proses ataupun permasalahan yang ingin
dipecahkan, kemudian menentukan Metode yang akan digunakan untuk
mencapai Target atau Sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Dalam Tahap
PLAN ini juga meliputi pembentukan Tim Peningkatan Proses (Process
Improvement Team) dan melakukan pelatihan-pelatihan terhadap sumber
daya manusia yang berada di dalam Tim tersebut serta batas-batas waktu
(Jadwal) yang diperlukan untuk melakukan perencanaan-perencanaan yang
telah ditentukan. Perencanaan terhadap penggunaan sumber daya lainnya
seperti Biaya dan Mesin juga perlukan dipertimbangkan dalam Tahap PLAN
ini.

DO (MELAKSANAKAN)

Tahap DO adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang telah


direncanakan di Tahap PLAN termasuk menjalankan proses-nya,
memproduksi serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang
kemudian akan digunakan untuk tahap CHECK dan ACT.

CHECK (MEMERIKSA)

Tahap CHECK adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta


mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap DO. Melakukan perbandingan
antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang ditetapkan dan
juga ketepatan jadwal yang telah ditentukan.

ACT (MENINDAK)
Tahap ACT adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya
terhadap hasil-hasil dari tahap CHECK. Terdapat 2 jenis Tindakan yang harus
dilakukan berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain :
Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap masalah
yang dihadapi dalam pencapaian Target, Tindakan Perbaikan ini perlu diambil
jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah ditargetkan.

Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk men-


standarisasi-kan cara ataupun praktek terbaik yang telah dilakukan , Tindakan
Standarisasi ini dilakukan jika hasilnya mencapai Target yang telah
ditetapkan.

Siklus tersebut akan kembali lagi ke tahap PLAN untuk melakukan


peningkatan proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses
yang terus menerus (Continuous Process Improvement).

b.
Studi kasus yang membahas penerapan PDCA cycle sebagai sistem manajemen baru
di PT Bakrieland Development Tbk. PT Bakrieland Development adalah Perusahaan
pengembang properti di Indonesia yang memiliki fokus pada bidang USAha yaitu city
property, landed residential, dan hotel and resort. Pada Juni 2012 PT Bakrieland
Development Tbk mengalami Perubahan tim manajemen, salah satunya
menyebabkan Perubahan sistem manajemen Perusahaan. Sistem manajemen yang
dipilih adalah PDCA cycle yang memiliki falsafah perbaikan berkesinambungan. Fokus
studi kasus ini adalah PDCA cycle sebagai salah satu alat dalam sistem manajemen
yang dijalankan oleh PT Bakrieland Development Tbk pada tingkat Perusahaan induk.
Studi kasus ini menggunakan metode kualitatif dengan kerangka pemikiran berupa
analisis gap antara teori yang berkaitan dan praktiknya serta identifikasi bidang
perbaikan potensial dalam penerapan PDCA cycle tersebut. Berdasarkan studi yang
dilakukan, praktik PDCA cycle telah dijalankan sesuai dengan prosedur. Gap antara
teori dan praktik yang terjadi teridentifikasi pada proses Plan dan Check. PT
Bakrieland Development Tbk tidak melakukan penjelasan pola kontrolvariance pada
kegiatan pengukuran proses yang sedang berlangsung di tahap Plan dan belum
mempelajari dampak Perubahan pada tahap Check. Sistem manajemen yang baru
tersebut menyebabkan beberapa Perubahan pada Perusahaan seperti resistensi dari
para pemangku kepentingan. Peranan pemangku kepentingan sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan sistem tersebut sehingga diperlukan komitmen dan sikap
proaktif untuk mendukungnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi
yang tepat dan komunikasi yang aktif antara pemangku kepentingan dengan fasilitator.

Anda mungkin juga menyukai