UAS GIS Pneumonia PDF
UAS GIS Pneumonia PDF
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah Sistem Informasi Geografis
PJMA: Dr. Martya Rahmaniati M. S.Si., M.Si.
KELOMPOK
ABSTRAK
Universitas Indonesia
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................... i
Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
iv
6.3 Hubungan BBLR, Gizi Buruk, imunisasi campak, cakupan UCI, PHBS,
Rumah Tidak Sehat, dan Kemiskinan dengan kejadian Pneumonia Balita di Provinsi
Sumatera Barat ........................................................................................................ 50
Universitas Indonesia
v
6.3.5 Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian
Pneumonia Balita di Provinsi Sumatera Barat ........................................................ 54
Lampiran ..................................................................................................................... 64
Universitas Indonesia
vi
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Teori Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita di
Sumatera Barat tahun 2014 ......................................................................................... 13
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita di
Sumatera Barat tahun 2014 ......................................................................................... 14
Gambar 5.1 Proporsi Kejadian Pneumonia pada Balita di Provinsi Sumatera Barat
tahun 2014 ................................................................................................................... 27
Gambar 5.2 Proporsi Kejadian BBLR pada Balita di Provinsi Sumatera Barat tahun
2014 ............................................................................................................................. 28
Gambar 5.3 Proporsi Gizi Buruk pada Balita di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014
..................................................................................................................................... 29
Gambar 5.4 Proporsi Balita Belum Imunisasi Campak di Kabupaten/ Kota di Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014 ......................................................................................... 30
Gambar 5.5 Proporsi Desa belum UCI per Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Barat
tahun 2014 ................................................................................................................... 31
Gambar 5.6 Proporsi Penduduk Tidak Ber-PHBS di Provinsi Sumatera Barat tahun
2014 ............................................................................................................................. 32
Gambar 5.7 Proporsi Rumah Tidak Sehat di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat tahun 2014 ......................................................................................................... 33
Gambar 5.8 Proporsi Kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 ................ 34
Gambar 5.9 Penyebaran Variabel Signifikan Model Kejadian Penumonia pada Balita
di Sumatera Barat Tahun 2014.................................................................................... 45
Gambar 5.10 Nilai R2 Model Kejadian Penumonia pada Balita di Sumatera Barat
Tahun 2014 ................................................................................................................. 46
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR GRAFIK/DIAGRAM
Grafik 5.1 Grafik Uji Homoscedasticity Pneumonia Balita di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ................................................................................................................. 39
Grafik 5.2 Grafik Uji asumsi normalitas Pneumonia Balita di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ................................................................................................................. 40
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
2
yang dilakukan di Kelurahan Air Tawar Barat Padang menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara status gizi dengan kejadian pneumonia (Efni, Machmud, & Pertiwi,
2016). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di kabupaten Sukoharjo
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian
pneumonia (Citasari, 2015).
Faktor lain yang berkaitan dengan kondisi balita adalah BBLR. Penelitian yang
dilakukan di Pringsewu menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara BBLR
dengan kejadian pneumonia pada Balita (Budiati & Duarsa, 2012). Penelitian lain yang
dilakukan di Jawa timur menunjukkan bahwa persentase berat bayi lahir rendah
menjadi variabel yang berpengaruh terhadap data risiko penyakit pneumonia pada
balita di Provinsi Jawa Timur berdasarkan hasil regresi logistik dan GWLR adalah
(Fatimah et al., 2015).
Faktor perilaku juga berkaitan dengan kejadian pneumonia seperti pemberian
imunisasi dan PHBS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat,
bayi yang diimunisasi dasar lengkap merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi
penderita pneumonia (Nadya et al., 2014). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian lain
yang dilakukan di Jawa timur menunjukkan bahwa balita yang mendapat imunisasi
campak, balita yang mendapatkan vitamin A, dan persentase balita yang mendapatkan
imunisasi DPT+HB menjadi variabel yang berpengaruh terhadap data risiko penyakit
pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Timur berdasarkan hasil regresi logistik dan
GWLR adalah (Fatimah et al., 2015). Penelitian lain juga menunjukkan adanya
hubungan antara status imunisasi yang dilihat dari cakupannya dengan pneumonia
dimana balita dengan status imunisasi tidak lengkap memiliki peluang mengalami
pneumonia sebanyak 0,79% dibanding balita dengan status imunisasi lengkap (Wijaya
& Bahar, 2014).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan faktor perilaku yang
menunjukkan hubungan terhadap kejadian pneumonia balita. Penelitian yang
dilakukan di Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan
kejadian pneumonia balita (Citasari, 2015). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
Universitas Indonesia
3
terdapat hubungan signifikan antara PHBS dengan kejadian pneumonia pada balita di
Yogyakarta (Fitrianingsih, Huriah, & Muryati, 2013).
Faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian pneumonia adalah faktor
lingkungan dan sosiodemografi. Kondisi rumah menjadi salah satu faktor lingkungan.
Kondisi rumah yang memenuhi syarat kesehatan menurut Kementerian Kesehatan
(1999) yaitu bahan bangunan berasal dari material yang tidak memungkinkan
tumbuh/berkembang mikroorganisme patogen, penataan ruang (lantai, ventilasi, kamar
mandi, langit-langit, pencahayaan, kualitas udara, suhu, kelembaban udara, konsentrasi
gas, kualitas air baik, luas ruangan, tidak ada sarang tikus dan bau dari limbah). Kondisi
rumah menunjukkan hubungan signifikan dengan kejadian pneumonia di Kabupaten
Pringsewu (Budiati & Duarsa, 2012). Kondisi rumah seperti kepadatan hunian,
temperatur rumah, pencahayaan, dan kelembaban juga menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kejadian pneumonia berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Kabupaten Pati (E. L. Sari, Suhartono, & Joko, 2014). Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa kepadatan hunian dan kepadatan populasi menunjukkan
hubungan signifikan terhadap risiko pneumonia balita di Semarang Utara (Syani,
Budiyono, & Raharjo, 2015).
Selain lingkungan, faktor sosial ekonomi meunjukkan adanya hubungan dengan
kejadian pneumonia. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pancoran
Jakarta Selatan tahun 2014 menunjukkan adanya menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara sosial ekonomi dengan kejadian pneumonia balita (Rianawati &
Kamso, 2014). Hal ini diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukan di Semarang
utara bahwa tingkat pendapatan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kejadian
pneumonia Balita (Syani et al., 2015).
Kejadian pneumonia di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar, terjadi kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence
pneumonia dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013) (Litbangkes, 2013).
Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2015 sebesar 0,16% lebih tinggi
dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar 0,17%. Angka cakupan penemuan pneumonia
Universitas Indonesia
4
juga tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20-30% sampai
dengan tahun 2014 (Pusdatin Kemenkes, 2015)
Provinsi Sumatera Barat memiliki angka pneumonia masih cukup tinggi.
Tingkat case fatality rate pneumonia pada balita di Sumatera Barat sebesar 0,22% dan
angka tersebut berada di atas angka nasional (0,11%) (Hardhana et al., 2017). Selain
itu, Sejak tahun 2000, angka cakupan penemuan pneumonia balita di provinsi Sumatera
Barat berkisar 17,35% s.d. 35,55% dan angka cakupan tersebut masih jauh dari target
nasional yaitu 80%. Pada tahun 2014 cakupan penemuan pneumonia di Sumatera Barat
baru mencapai 27% (Dinkes, 2015). Pada tahun 2016, jumlah penemuan kasus
pneumonia pada balita di Sumatera Barat masih dibawah dibawah target penemuan
pneumonia balita (18.671) yaitu sebanyak 13.868 kasus (Hardhana et al., 2017).
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
faktor penyebab kejadian pneumonia di Sumatera Barat. Banyak pendekatan yang
dapat dilakukan, salah satunya melalui pendekatan wilayah. Hal ini memungkinkan
karena faktor penyebab terjadinya pneumonia dapat berbeda-beda tergantung
karakteristik dari masing-masing wilayah.
Universitas Indonesia
5
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran kasus pneumonia di Provinsi Sumatera Barat
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia di Provinsi
Sumatera Barat
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia secara spasial di
Provinsi Sumatera Barat
1.4 Manfaat
1. Memberikan gambaran kasus pneumonia berdasarkan wilayah sehingga dapat
menjadi dasar pertimbangan penentuan kebijakan pencegahan dan
pengendalian penyakit pneumonia balita
2. Meningkatkan pengetahuan melalui metode analisis spasial sehingga dapat
dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pengertian
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus (biasanya disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa
napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas
cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan,
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Depkes
RI, 2002).
2.3 Diagnosis
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa
Streptococcus pnemoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini
ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi yaitu 73,9%. Menurut WHO (1999),
klasifikasi pneumonia adalah penderita dengan gejala batuk atau sukar bernafas dengan
tanda-tanda nafas cepat. Untuk anak umur 1 s.d. 5 tahun, dikatakan mempunyai nafas
cepat apabila frekuensi nafasnya lebih dari 40 kali per menit. Gejala umum pneumonia
adalah batuk atau sukar bernafas dan beberapa tanda bahaya umum atau tarikan dinding
6
Universitas Indonesia
7
dada ke dalam atau stridor pada anak dalam keadaan tenang. Penentuan nafas cepat
dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunakan sound
timer. Batas nafas cepat adalah :
1) Pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per
menit atau lebih
2) Pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali per
menit atau lebih
3) Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit
atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada
anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk kelompok usia kurang 2 bulan, diagnosis
pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat yaitu, frekuensi pernafasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau dengan adanya penarikan kuat pada dinding
dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pneumonia berat dilakukan dengan
gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak
dapat minum.
Universitas Indonesia
8
Lahir Amat Sangat Rendah (BLASR), yaitu bila berat bayi lahir < 1.000
gram (Yushananta, 2001).
3. Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, absobsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk,
2002). tatus gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status
keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang
dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis:
(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan
lainnya). (Suyatno, 2009). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi
dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).
zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam
tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan
tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat
gizi essential, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat
dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan kesihatan yang normal. Jadi zat gizi esensial yang
disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya adalah
zat gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari unsur-
unsur pangan di antaranya adalah asam amino essensial. Semua zat gizi
essential diperlukan untuk memperoleh dan memelihara pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan yang baik. Oleh karena itu, pengetahuan
terapan tentang kandungan zat gizi dalam pangan yang umum dapat
diperoleh penduduk di suatu tempat adalah penting guna merencanakan,
menyiapkan dan mengkonsumsi makanan seimbang (Moch. Agus Krisno
Budiyonto, 2001).
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya
(Atikah, 2010, p.8).
6. PHBS
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga
dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
Setiap rumah tangga dianjurkan untuk melaksanakan semua perilaku
kesehatan. Rumah tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang melakukan
10 PHBS di rumah tangga, yaitu :
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2) Memberi bayi ASI eksklusif
3) Menimbang balita setiap bulan
4) Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6) Menggunakan jamban sehat
7) Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8) Makan buah dan sayur setiap hari
9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10) Tidak merokok di dalam rumah
Universitas Indonesia
11
8. Kepadatan Hunian
Kepadatan penghuni dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,
satu orang minimal menempati luas 8 m2. Kepadatan penghuni diukur
dengan membandingkan luas rumah dengan penghuni dalam rumah.
9. Posyandu
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh,
ntuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar (Pusat Promkes Depkes, 2012). Kegiatan utama Posyandu
mencakup kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana, Imunisasi, Gizi,
Pencegahan dan Penanggulangan Diare. Keaktifan Posyandu merupakan
peran atau kemampuan posyandu dalam mempromosikan, mengajak, dan
menyuluh para orang tua dengan balita untuk memeriksakan kesehatan
anak balitanya secara rutin.
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
13
Universitas Indonesia
14
3.3. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
3.4. Definisi Operasional
1 Kejadian Perbandingan jumlah balita yang mengalami Profil Kesehatan Kontinyu Persentase kejadian
Pneumonia pneumonia di tahun 2014 terhadap jumlah Provinsi Sumatera pneumonia
total balita di satu kabupaten/kota Barat
Grafik 35
1 BBLR Perbandingan jumlah bayi lahir rendah Profil Kesehatan Kontinyu Persentase bayi lahir
terhadap total bayi lahir dan ditimbang di satu Provinsi Sumatera dengan BBLR
kabupaten/kota pada tahun 2014 Barat
Tabel 37
16
Universitas Indonesia
17
2 Gizi Buruk Perbandingan jumlah balita yang mengalami Profil Kesehatan Kontinyu Persentase balita
gizi buruk terhadap total balita di satu Provinsi Sumatera dengan gizi buruk
kabupaten/kota pada tahun 2014 Barat
Tabel 48
3 Imunisasi Perbandingan jumlah balita yang tidak Profil Kesehatan Kontinyu Persentase balita yang
Campak mendapatkan imunisasi campak terhadap Provinsi Sumatera tidak imunisasi
total balita di satu kabupaten/kota pada tahun Barat campak
2014
Tabel 43
4 Cakupan UCI Perbandingan jumlah desa yang belum Profil Kesehatan Kontinyu Persentase desa dalam
kategori UCI terhadap total desa yang ada di Provinsi Sumatera satu kabupaten/kota
satu kabupaten/kota di tahun 2014 Barat yang belum masuk
dalam kategori desa
Grafik 4.14
UCI
Universitas Indonesia
18
6 Rumah Tidak Perbandingan jumlah rumah yang belum Profil Kesehatan Kontinyu Persentase rumah yang
Sehat memenuhi syarat rumah sehat terhadap Provinsi Sumatera belum memenuhi
jumlah seluruh rumah di satu kabupaten/kota Barat syarat rumah sehat
pada tahun 2014
Tabel 58
7 PHBS Perbandingan jumlah rumah tangga yang Profil Kesehatan Kontinyu Persentase rumah
belum ber-PHBS terhadap jumlah seluruh Provinsi Sumatera tangga yang belum
rumah tangga di satu kabupaten/kota pada Barat ber-PHBS
tahun 2014
Tabel 58
8 Kemiskinan Jumlah penduduk miskin (yang memiliki Data BPS Provinsi Kontinyu Persentase penduduk
pendapat dibawah pendapatan per kapita / Sumatera Barat per miskin
bulan) terhadap total penduduk di satu Maret 2015
kabupaten /kota pada tahun 2014
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
20
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
6. Membandingkan hasil regresi linier OLS dan dan GWR dengan kriteria R2
dan AIC.
7. Mendapatkan model GWR kejadian pneumonia di Propinsi Sumatera
Barat.
8. Mendapatkan model GWR kejadian pneumonia per kabupaten/kota di
Propinsi Sumatera Barat.
Universitas Indonesia
BAB V
HASIL
24
Universitas Indonesia
25
Kabupaten/Kota a b c d e f g h
Keterangan:
a : Pneumonia
b : Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
c` : Gizi Buruk
d : Imunisasi Campak
e : Cakupan UCI (Universal Child Imunization)
Universitas Indonesia
26
f : PHBS
g : Rumah Tidak Sehat
h : Kemiskinan
Universitas Indonesia
27
sebesar 0,22% dan angka tersebut berada di atas angka nasional (0,11%)
(Hardhana et al., 2017).
Hasil analisis didapatkan, rata – rata kejadian pneumonia di Sumatera
Barat tahun 2014 adalah sebesar 26.7% (CI: 15.64 - 37.74) dengan standar
deviasi sebesar 22,9%. Persentase kejadian pneumonia terkecil adalah 2.9%
dan terbesar 90%. Kejadian pneumonia yang tinggi terjadi di Kabupaten
Pesisir Selatan dan Kota Solok sebesar 90% dan 66.8%. Dari hasil di atas,
dapat disimpulkan 95% diyakini bahwa rata – rata proporsi pneumonia yang
terjadi di level Kabupaten / Kota adalah antara 15.64% sampai dengan
37.74%. Gambaran proporsi kejadian pneumonia pada balita di Provinsi
Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
Gambar 5.5 Proporsi Desa belum UCI per Kabupaten / Kota di Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
5.3.8 Kemiskinan
Variabel kemiskinan dalam hal ini adalah persentase penduduk yang
mengalami kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 berdasarkan
data Kependudukan BPS. Hasil analisis didapatkan rata – rata penduduk
miskin adalah sebesar 7.26% (CI: 5.96 - 8.57) dengan standar deviasi sebesar
0.17%. Wilayah dengan persentase kemiskinan penduduk terendah adalah
sebesar 2.22% dan tertinggi 15.52%. Wilayah dengan persentase penduduk
miskin yang tinggi terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai 15.52%. Dari
hasil analisis deskriptif, dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata – rata
proporsi kemiskinan yang terjadi di level Kabupaten / Kota adalah antara 5.96
% sampai dengan 8.57%. Gambaran proporsi penduduk miskin di Provinsi
Sumatera Barat adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
35
1 Konstanta 0.044
R2 = 0.667 P=0.044
Universitas Indonesia
36
1 Konstanta -53.548
R2 = 0.667 P=0.044
*) variabel signifikan
Universitas Indonesia
37
Tabel 5.5 Tabel Residual Statistik Uji Asumsi Eksistensi Dalam Analisis
Multivariat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Universitas Indonesia
38
Tabel 5.6 Tabel Residual Statistik Uji Asumsi Linearitas Dalam Analisis
Multivariat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Total 9456.618 18
Universitas Indonesia
39
Hasil output pada grafik di atas menunjukkan bahwa tidak ada pola
tertentu pada sebaran. Dengan demikian tidak terjadi heteroscedasticity dan
asumsi homoscedasticity terpenuhi.
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa tidak ada nilai VIF yang
melebihi 10. Dengan demikian, tidak ada multicollinearity di antara variabel
independen.
Universitas Indonesia
42
R2 0.81054
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
Keterangan:
X1 : Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
X2 : Gizi Buruk
X3 : Kemiskinan
X4 : Cakupan UCI (Universal Child Imunization)
X5 : Rumah Tidak Sehat
X6 : PHBS
X7 : Imunisasi Campak
Universitas Indonesia
46
Universitas Indonesia
47
Nilai R2 dari persamaan GWR dapat dilihat pada Gambar 5.9. Dari
peta sebaran terlihat bahwa nilai r-square hampir sama di semua wilayah.
Wilayah dengan nilai r-square yang lebih kecil ada di kabupaten kepulauan
Mentawai dan wilayah dengan nilai r-square yang tinggi berada di kabupaten
Dharmasraya dan Solok Selatan. Nilai r-square ini memperlihatkan seberapa
besar pengaruh ketujuh variabel terhadap kejadian pneumonia pada balita di
tiap wilayah kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Universitas Indonesia
BAB VI
PEMBAHASAN
48
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
6.3 Hubungan BBLR, Gizi Buruk, imunisasi campak, cakupan UCI, PHBS,
Rumah Tidak Sehat, dan Kemiskinan dengan kejadian Pneumonia Balita
di Provinsi Sumatera Barat
Penelitian ini menganalisis hubungan antara BBLR, Gizi Buruk,
imunisasi campak, cakupan UCI, PHBS, Rumah Tidak Sehat, dan Kemiskinan
dengan kejadian Pneumonia Balita di Provinsi Sumatera Barat dengan
menggunakan pendekatan model GWR. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
sebelumnya terkait dengan pneumonia balita, perbedaan analisis bisa saja
berbeda dengan hasil penelitian ini karena dipengaruhi beberapa faktor, unit
analisis wilayah yang digunakan, karakteristik wilayah geografi antar wilayah,
desain penelitian, bias dan teknik analisis.
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
Puluh Kota dan Kabupaten Solok sebesar 29% dan 26%. Dari hasil analisis
deskriptif, dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata – rata proporsi balita
belum imunisasi campak di level Kabupaten / Kota adalah antara 8.93% sampai
dengan 15.7%.
Hasil analisis GWR menunjukkan bahwa imunisasi campak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia
balita pada 12 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Kisaran nilai
parameter imunisasi campak pada model GWR Provinsi Sumatera Barat antara
-12.544 dan 336.765. Setiap kenaikan proporsi balita yang tidak imunisasi
campak sebesar 1% maka akan menaikkan proporsi pneumonia sebesar 6.809.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Jawa timur bahwa
balita yang mendapat imunisasi campak menjadi variabel yang berpengaruh
terhadap data risiko penyakit pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan hasil regresi logistik dan GWLR adalah (Fatimah et al., 2015).
Imunisasi campak juga berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita
dimana balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak berpeluang
mengalami pneumonia 3,21 kali dibandingkan balita yang mendapatkan
imunisasi campak (Hartati et al., 2012). Penelitian lain yang dilakukan Sari dkk
(2016) juga menunjukkan bahwa imunisasi campak berhubungan secara
signifikan dengan kejadian pneumonia dengan korelasi sedang. Pada
pengukuran dampak, anak yang diimunisasi campak dapat mencegah
pneumonia sebesar 61,456% (Hariyanti, 2010).
Universitas Indonesia
54
0% 9cakupan UCI tinggi) dan tertinggi 65.9% (Cakupan UCI rendah). Wilayah
Kabupaten / Kota dengan persentase desa belum UCI terendah adalah di Kota
Padang dan Kota Solok dan yang memiliki desa belum UCI tertinggi adalah di
Kabupaten Agam sebesar 65.9%, kabupaten Solok sebesar 54.6% dan
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dari hasil analisis deskriptif, dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata – rata proporsi desa belum UCI yang
terjadi di level Kabupaten / Kota adalah antara 15.89 % sampai dengan 33.55%.
Hasil analisis GWR menunjukkan bahwa cakupan UCI menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia balita di
Provinsi Sumatera Barat. Kisaran nilai parameter cakupan UCI pada model
GWR Provinsi Sumatera Barat antara -14.673 dan -26.993. Setiap penurunan
proporsi desa yang belum UCI sebesar 1 persen maka akan menurunkan
proporsi pneumonia sebesar 6.547
Imunisasi menunjukkan hubungan yang signifikan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat, bayi yang diimunisasi dasar
lengkap merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi penderita pneumonia
(Nadya et al., 2014).
6.3.5 Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian
Pneumonia Balita di Provinsi Sumatera Barat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada penelitian ini yaitu
persentase rumah tangga yang belum melaksanakan PHBS. PHBS adalah
semua semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri, keluarga dan
masyarakat untuk menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatan
(Puspromkes Kemenkes & Unicef, 2014). Hasil analisis deskriptif didapatkan
rata – rata penduduk belum ber-PHBS adalah sebesar 26.7% (CI: 42.36 - 58.80)
dengan standar deviasi sebesar 17.05%. Persentase penduduk belum ber-PHBS
tertinggi adalah sebesar 80%. Wilayah dengan persentase penduduk belum ber-
Universitas Indonesia
55
PHBS yang tinggi terjadi di Kota Bukit Tinggi dan Kabupaten Tanah Datar
yaitu sebesar 80% dan 70%. Dari hasil analisis deskriptif, dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini rata – rata proporsi penduduk belum ber-PHBS di level
Kabupaten / Kota adalah antara 42.36% sampai dengan 58.80%.
Hasil analisis GWR menunjukkan bahwa PHBS menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia balita di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Kisaran nilai parameter PHBS pada
model GWR Provinsi Sumatera Barat antara 10.937 dan 373.757. Setiap
kenaikan proporsi rumah tangga yang tidak melakukan PHBS sebesar 1% maka
akan menaikkan proporsi pneumonia sebesar 30.469.
PHBS juga menunjukkan hubungan terhadap kejadian pneumonia
balita. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tawangsari Kabupaten
Sukoharjo menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian pneumonia balita (Citasari,
2015). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara PHBS dengan kejadian pneumonia pada balita di Yogyakarta dimana
balita dengan rumah tangga yang menerapkan PHBS kurang baik berisiko 2,88
kali terkena pneumonia (Fitrianingsih, Huriah, & Muryati, 2013)
Universitas Indonesia
56
kualitas udara, suhu, kelembaban udara, konsentrasi gas, kualitas air baik, luas
ruangan, tidak ada sarang tikus dan bau dari limbah).
Hasil analisis didapatkan rata – rata persentase rumah tidak sehat adalah
sebesar 49.26% (CI: 38.54 - 59.98) dengan standar deviasi sebesar 22,24%.
Wilayah dengan persentase rumah tidak sehat terendah adalah sebesar 12% dan
tertinggi adalah 86%. Wilayah dengan persentase rumah tidak sehat yang tinggi
terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai (86%), Kabupaten Solok (73%), dan
Kota Pariaman (86%). Dari hasil analisis deskriptif, dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata – rata proporsi rumah tidak sehat di level Kabupaten / Kota
adalah antara 38.54% sampai dengan 59.98%.
Hasil analisis GWR menunjukkan bahwa rumah tidak sehat
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia
balita pada tiga kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Kisaran nilai
parameter rumah tidak sehat pada model GWR Provinsi Sumatera Barat antara
-571.402 dan -12.826. Setiap penurunan proporsi rumah yang tidak sehat
sebesar 1 persen maka akan menurunkan proporsi pneumonia sebesar 21.848
Kondisi rumah seperti kepadatan hunian, temperatur rumah,
pencahayaan, dan kelembaban juga menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian pneumonia berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Kabupaten Pati (E. L. Sari, Suhartono, & Joko, 2014). Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa kepadatan hunian dan kepadatan populasi menunjukkan
hubungan signifikan terhadap risiko pneumonia balita di Semarang Utara
(Syani, Budiyono, & Raharjo, 2015). Kondisi rumah menunjukkan hubungan
signifikan dengan kejadian pneumonia di Kabupaten Pringsewu dengan
indikator keadaan ventilasi, jenis dinding, jenis lantai, letak dapur dan
kepadatan hunian. Kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat berisiko terkena
pneumonia sebesar 4,65 kali (Budiati & Duarsa, 2012).
Universitas Indonesia
57
Universitas Indonesia
58
Universitas Indonesia
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dengan pendekatan model GWR,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel signifikan terhadap kejadian pneumonia bervariasi di tiap
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yaitu BBLR, gizi buruk, PHBS,
imunisasi campak, rumah tidak sehat dan kemiskinan
2. PHBS berhubungan signifikan dengan kejadian pneumonia di seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
3. Cakupan UCI tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian
pneumonia di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
4. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan nilai R-square (R2) diperoleh
sebesar 81,05% yang berarti variabel yang masuk ke dalam model GWR
ini baik dalam menggambarkan variasi kejadian pneumonia di Sumatera
Barat sebesar 81.05% dan sisanya 18.95% dipengaruhi oleh faktor lain.
7.2 Saran
1. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi instansi terkait
dalam menentukan kebijakan
2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
variabel lain yang tidak dilakukan pada penelitian ini
3. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
variabel spasial untuk menggambarkan kejadian pneumonia seperti
ketinggian wilayah, cuaca, udara, kondisi lingkungan lainnya
59
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Ahmadi, UF, 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas :
Jakarta
Budiati, E., & Duarsa, A. B. S. (2012). Kondisi Rumah dan Pencemaran Udara Dalam
Rumah Sebagai Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Balita Condition and Air
Pollution of the House as Risk Factors for Pneumonia in Toddlers. Jurnal
Kedokteran Yarsi, 20(2), 87–101.
Citasari, M. (2015). Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Efni, Y., Machmud, R., & Pertiwi, D. (2016). Artikel Penelitian Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar
Barat Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), 365–370.
Fitrianingsih, N., Huriah, T., & Muryati, S. (2013). Hubungan Antara Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balira di Wilayah Kerja
Puskesmas Mlati II Yogyakarta. Jounal Guna Bangsa, 72–78. Retrieved from
journal.gunabangsa.ac.id/index.php/joh/article/download/31/26/%0A
60
Universitas Indonesia
61
Hartati, S., Nurhaeni, N., & Gayatri, D. (2012). Faktor risiko terjadinya pneumonia
pada anak balita. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15, no. 1(Maret 2012), 13–20.
Indonesian Pediatric Society (IDAI), 2013. Asi Sebagai Pencegah Malnutrisi pada
Bayi. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/asi-sebagai-pencegah-malnutrisi-
pada-bayi ( diakses pada tanggal 7 Desember 2017).
Kartasasmita CRSP, 2002. 4 Juta Anak Meninggal Karena Penyakit ISPA. Pikiran
Rakyat. Bandung. Sabtu 10 Januari 2002.
Kemenkes, P., & Unicef. (2014). 10 Pesan Hidup sehat Dalam Kedaruratan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan. Retrieved from
https://www.unicef.org/indonesia/PHSDalamKedaruratan.pdf
Universitas Indonesia
62
Noviana, I., Wulandari, S., & Purhadi. (2013). Pemodelan Risiko Penyakit Pneumonia
pada Balita di Jawa Timur Menggunakan Regresi Logistik Biner Stratifikasi.
Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2.
Nuarsa, 2004. Mengolah Data Spasial dengan Map Info Professional. Yogyakarta
Razak, N. (2013). Sekitar 35 juta balita masih beresiko jika target angka kematian anak
tidak tercapai. Retrieved from
https://www.unicef.org/indonesia/id/media_21393.html
Sari, E. L., Suhartono, & Joko, T. (2014). Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Fisik
Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pati I Kabupaten Pati. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 2 nomor 1, 56–
61.
Sari, P., & Vitawati. (2016). Vol. 3 No. 1 Januari 2016. Medika Tadulako , Jurnal
Ilmiah Kedokteran, 3, No. 1(Januari 2016).
Syani, F. El, Budiyono, B., & Raharjo, M. (2015). HUBUNGAN FAKTOR RISIKO
LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA
BALITA DENGAN PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL DI KECAMATAN
Universitas Indonesia
63
3(April).
Unicef. (2017). Pneumonia claims the lives of the world’s most vulnerable children.
Retrieved from https://data.unicef.org/topic/child-health/pneumonia/
Wijaya, I., & Bahar, H. (2014). Hubungan kebiasaan meroko, imunisasi dengan
kejadian penyakit pneumonia pada balita di puskesmas pabuaran tumpeng kota
tangerang. Forum Ilmiah, 11 nomor 3, 375–385.
Yushananta, 2001. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Universitas Indonesia
Lampiran
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), rumah sehat, PHBS, imunisasi, gizi buruk, berat bayi lahir rendah,
imunisasi campak, kemiskinan
b. Dependent Variable: pneumonia balita
ANOVAa
Total 9456.618 18
64
Universitas Indonesia
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
berat bayi lahir rendah 12.712 5.202 .552 2.444 .033 .593 1.685
65
Universitas Indonesia
66
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
berat bayi lahir rendah 11.006 5.222 .478 2.107 .057 .630 1.587
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Universitas Indonesia
67
Residuals Statisticsa
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
69
Universitas Indonesia
70
2. Output GWR
*************************************************************
* Semiparametric Geographically Weighted Regression *
* Release 1.0.90 (GWR 4.0.90) *
* 12 May 2015 *
* (Originally coded by T. Nakaya: 1 Nov 2009) *
* *
* Tomoki Nakaya(1), Martin Charlton(2), Chris Brunsdon (2) *
* Paul Lewis (2), Jing Yao (3), A Stewart Fotheringham (4) *
* (c) GWR4 development team *
* (1) Ritsumeikan University, (2) National University of Ireland, Maynooth, *
* (3) University of Glasgow, (4) Arizona State University *
**************************************************************
**************************************************************
Session: pneutes4
Session control file: C:\Users\MiyoSari\Dropbox\FKM\sem
3\GIS\UAS\datates_18des17\var7_2.ctl
**************************************************************
Data filename: C:\Users\MiyoSari\Dropbox\FKM\sem
3\GIS\UAS\data2\Pne10v.txt
Number of areas/points: 19
Model settings---------------------------------
Model type: Gaussian
Geographic kernel: fixed bi-square
Universitas Indonesia
71
Modelling options---------------------------------
Standardisation of independent variables: On
Testing geographical variability of local coefficients: On
Local to Global Variable selection: OFF
Global to Local Variable selection: OFF
Prediction at non-regression points: OFF
Variable settings---------------------------------
Area key: field1: kabkota
Easting (x-coord): field2 : X
Northing (y-coord): field3: Y
Cartesian coordinates: Euclidean distance
Dependent variable: field4: pneumonia
Offset variable is not specified
Intercept: varying (Local) intercept
Independent variable with varying (Local) coefficient: field5: bblr
Independent variable with varying (Local) coefficient: field6: gizi
Independent variable with varying (Local) coefficient: field7: kemiskinan
Independent variable with varying (Local) coefficient: field8: imunisasi
Independent variable with varying (Local) coefficient: field10: rmhsehat
Independent variable with varying (Local) coefficient: field11: phbs
Independent variable with varying (Local) coefficient: field12: campak
Universitas Indonesia
72
**************************************************************
**************************************************************
***************
Global regression result
**************************************************************
***************
< Diagnostic information >
Residual sum of squares: 3144.361425
Number of parameters: 8
(Note: this num does not include an error variance term for a Gaussian model)
ML based global sigma estimate: 12.864397
Unbiased global sigma estimate: 16.907130
-2 log-likelihood: 150.989280
Classic AIC: 168.989280
AICc: 188.989280
BIC/MDL: 177.489230
CV: 869.903436
R square: 0.667496
Adjusted R square: 0.401493
Universitas Indonesia
73
**************************************************************
***************
GWR (Geographically weighted regression) bandwidth selection
**************************************************************
***************
**************************************************************
***************
GWR (Geographically weighted regression) result
**************************************************************
***************
Bandwidth and geographic ranges
Bandwidth size: 1.886318
Universitas Indonesia
74
Diagnostic information
Residual sum of squares: 1791.651753
Effective number of parameters (model: trace(S)): 11.408660
Effective number of parameters (variance: trace(S'S)): 10.206431
Degree of freedom (model: n - trace(S)): 7.591340
Degree of freedom (residual: n - 2trace(S) + trace(S'S)): 6.389111
ML based sigma estimate: 9.710688
Unbiased sigma estimate: 16.745826
-2 log-likelihood: 140.302295
Classic AIC: 165.119614
AICc: 224.634321
BIC/MDL: 176.838836
CV: 930.081981
R square: 0.810540
Adjusted R square: 0.367190
***********************************************************
<< Geographically varying (Local) coefficients >>
***********************************************************
Estimates of varying coefficients have been saved in the following file.
Listwise output file: C:\Users\MiyoSari\Dropbox\FKM\sem
3\GIS\UAS\datates_18des17\var7_2_listwise.csv
Universitas Indonesia
75
Universitas Indonesia
76
**************************************************************
***************
GWR ANOVA Table
**************************************************************
***************
Source SS DF MS F
----------------- ------------------- ---------- --------------- ----------
Global Residuals 3144.361 11.000
Universitas Indonesia
77
**************************************************************
***********
Geographical variability tests of local coefficients
**************************************************************
***********
Variable F DOF for F test DIFF of Criterion
-------------------- ------------------ ---------------- -----------------
Intercept 2.296447 0.345 7.591 -4236.448228
bblr 1.018792 0.416 7.591 -4487.243605
gizi 7.901398 0.396 7.591 -24714697.227874
kemiskinan -3.191239 0.141 7.591 -7068.849329
imunisasi 1.985250 0.224 7.591 -3214.519370
rmhsehat -0.302759 0.132 7.591 -4301.003084
phbs 0.320894 0.192 7.591 -4627.979717
campak 0.482151 0.258 7.591 -4539.613057
-------------------- ------------------ ---------------- -----------------
Note: positive value of diff-Criterion (AICc, AIC, BIC/MDL or CV) suggests
no spatial variability in terms of model selection criteria.
F test: in case of no spatial variability, the F statistics follows the F distribution
of DOF for F test.
**************************************************************
***************
Program terminated at 12/18/2017 1:30:13 PM
Universitas Indonesia