Anda di halaman 1dari 15

PENENTUAN KADAR AMPISILIN DALAM SEDIAAN FARMASI

DENGAN MENGGUNAKAN METODE IODIMETRI

Disusun oleh :

Ghina Nadhifah 31116067


Indah Cantika 31116072
Seni Endang Sari 31116089

Kelompok 9
Farmasi 3-B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAKTI TUNAS HUSADA
PRODI FARMASI
TASIKMALAYA
2019
A. Nomor sampel: 17

B. Tujuan Percobaan

Paktikum ini bertujuan untuk menetapkan kadar ampisilin dalam suatu

sampel sediaan farmasi dengan menggunakan metode titrasi iodimetri.

C. Prinsip Kerja

Penentuan kadar ampisilin dengan menggunakan metode titrasi iodimetri

dengan memecahkan cincin betalktam dengan penambahan alkali sehingga dapat

berikatan dengan iodium. Dengan penetapkan kadar iodium dimana larutan baku

sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui reaksi redoks. Dimana titrasi

iodimetri dilakukan berdasarkan reaksi oksidasi antara I2 sebagai oksidator yang

mereduksi analit. Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah

dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna

biru pada saat tercapainya titik akhir.

D. Dasar Teori

Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran

dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk

mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat

berubah warnanya dengan adanya kelebiban titran juga sering digunakan ( Prof.

Dr. Ibnu Gholib & Abdul Rohman, 2007)

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi

langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).


a). Titrasi Langsung

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial

oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi

menjadi iodida sesuai dengan reaksi :

I2 + 2e 2I-

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk

membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini

dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan

warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Prof. Dr. Ibnu Gholib & Abdul

Rohman, 2007)

Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk

menetapkan kadar : asam askorbat; natrium askorbat; metampiron (antalgin);

serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya.

b). Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang

lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang

bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat

oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan

iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.

Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara


dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Prof.

Dr. Ibnu Gholib & Abdul Rohman, 2007)

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen

pemutih. Klorin akan mengoksidasi iodida untuk menghasilkan iodium.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Cl2 + 2I- 2Cl- + I2

Monografi Ampisilin ( Farmakope Indonesia edisi V : 844)

Rumus struktur :

NH2

H H
H
N
S
CH3
H
O N CH3

OH
O

Rumus molekul : C16H19N3O4S

Bobot molekul : 403,46

Pemerian : Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau

Kelarutan : sukar larut dalam metanol; tidak larut dalam

benzena; larut dalam air dan dalam karbon klorida;

dalam kloroform.
E. Alat dan Bahan

1. Alat:

 Tabung centrifuga

 Vortex

 Labu ukur 50 ml

 Gelas kimia

 Batang pengaduk

 Kaca arloji

 Buret coklat

 Statif

 Erlenmeyer

 Spatula

 Klem

 Pipet tetes

 Pipet volum

 Pump pipet

 Spiritus

2. Bahan :

 Sampel Ampisilin

 Lieberman

 HCl

 Indikator Amylum
 K2Cr2O7

 NaOH

 Na2S2O3

 Larutan I2

 Aquadest

Prosedur

1. Isolasi Sampel

Sampel
(Serbuk)

Larutkan dalam aquadest

Vortex

Sentrifugasi

Filtrat Residu

Tampung, dimasukkan ke Tambahkan 10 mL air


labu ukur

Vortex

Filtrat add 50
mL aquadest
Analisis dengan Sentrifugasi
Metode Titrasi
Iodimetri

Filtrat tampung, pipet 1 mL filtrat. Uji dengan


Lieberman apabila masih ada warna orange,
residu ad 10 mL, vortex. Sentrifugasi uji dengan
Lieberman. Apabila tidak ada warna orange,
tandanya residu sudah tidak mengandung
Antalgin, filtrat masukkan ke dalam labu ukur.

Filtrat add 50
mL NaOH

Analisis dengan
Metode Titrasi
Iodimetri

2. Pembakuan Na2S2O3

K2Cr2O7

Larutkan dengan
Aquadest

Tambahkan KI dan H2SO4 sampai terbentuk I2


Titrasi dengan Na2S2O3 sampai
warna kuning jerami

Tambahkan Indikator
Amylum

Titrasi kembali hingga TA tercapai


ditandai dengan perubahan dari
biru ke hijau muda

3. Pembakuan Larutan Iodium

10 ml Na2S203 masukkan
kedalam erlenmeyer

Titrasi dengan I2 sampai


warna kuning jerami

Tambahkan Indikator
Amylum

Titrasi kembali hingga TA


tercapai ditandai dengan
perubahan dari biru ke tidak
berwarna
4. Penetapan Kadar Sampel

Pipet 10 ml larutan
sampel

Tambahkan Indikator
Amylum

Titrasi dengan I2 sampai TA


terjadi perubahan sampai biru
konstan.
F. Pembahasan

Pada praktikum analisis kuantitatif kali ini yaitu penetapan kadar ampisilin

dengan metode iodimetri tidak langsung dengan nomor sampel 17. Pada

sampel ampisilin kenapa dilakukan analisis dengan menggunakan metode

titrasi iodimetri tidak langsung karena Penentuan kadar ampisilin dengan

menggunakan metode titrasi iodimetri dengan memecahkan cincin betalktam

dengan penambahan alkali sehingga dapat berikatan dengan iodium. Dengan

penetapkan kadar iodium dimana larutan baku sebagai reduksi dan zat uji

sebagai oksidasi melalui reaksi redoks. Dimana titrasi iodimetri dilakukan

berdasarkan reaksi oksidasi antara I2 sebagai oksidator yang mereduksi analit.

Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan

menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat

tercapainya titik akhir .Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan

metode penentuan atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya

adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi

antara sampel dengan ion iodida. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan

I2 sebagai pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan

reduktor , sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan

elektron), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang

atau turun (menangkap electron).

Pengetesan sampel apakah terdapat atau tidaknya zat tambahan talk

dengan menambahkan air terlebih dahulu, dan hasilnya sampel yang diperoleh

terdapat talk sehingga perlu dilakukan dengan menambahkan gliserin dan


dilanjutkan proses isolasi untuk menarik senyawa yang terdapat didalam

antalgin. Dalam proses pelarutan digunakan air karena ampisilin dapat tertarik

oleh air. Pertimbangan sampel sebanyak 403,46 mg.

Pada proses isolasi dilakukan tahap vortex, tahap ini dilakukan untuk

memperbesar luas permukaan dari sediaan yang akan di isolasi, sehingga

proses pemisahan senyawa target dari matriks-matriks lain yang terdapat

dalam talk dapat secara maksimal dicapai. Setelah di vortex sampel

disentrifugasi dimaksudkan untuk memisahkan sampel berdasarkan perbedaan

masa jenis, sampel yang dilarutkan dalam pelarut sesuai akan tetap tertahan

pada pelarut, sedangkan yang masa jenis nya lebih besar akan mengendap.

Sehingga pada saat didekantasi sampel yang akan dianalisis diperkirakan

sudah terlarut dalam pelarut nya. Setiap kali hasil sentrifugasi dilakukan

pengecekan sampel dites dengan pereaksi lieberman hasil positifnya warna

orange sampai menghasilkan hasil negatif atau analit sampel sudah tidak ada

positif ampisilin lagi.

Sebelum titrasi sampel dilakukan beberapa komponen penting seperti

Pembakuan Na2S2O3 dan Pembakuan Larutan Iodium. Pada pembakuan

Na2S2O3,Iodin juga dapat dibakukan dengan standar primer natrium tiosulfat,

namun penggunaannya tidak mudah dilakukan atau kegagalan sering terjadi.

Senyawa ini diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada

sedikit ketidak pastian akan kandungan air yang setepatnya karena sifat

efloresen (melapuk-lekang) dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya.

Karena itu zat ini tidak sesuai sebagai standar primer. Agar dapat digunakan
sebagai standar primer, natrium tiosulfat ini terlebih dahulu di standarisasi

dengan kalium iodidat. Tetapi pada pembakuan natrium tiosulfat mengalami

kesulitan menentukan titik akhir titrasinya dengan perubahan yang tidak

terbentuk warna biru, hal ini karena kurangnya penambahan KI atau penyebab

lainnya seperti kesalahan praktikan dan atau belum diketahui kesalahan

lainnya.

Pada saat titrasi iodimetri tidak langsung yang digunakan dalam penetapan

kadar ampisilin yang digunakan adalah indikator kanji (amilum). Kanji

digunakan karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru

tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod terikat kuat pada

permukaan beta amilosa seperti amilum. Larutan ampisilin dititrasi secara

perlahan-lahan dengan larutan iodium. Tetapi tidak menghasilkan titik akhir

titrasi yang ditunjukan dengan warna biru atau warnanya tidak terbentuk

meskipun sudah dilakukan pengulangan beberapa kali. Hal ini dapat terjadi

dari faktor larutan iodium yang sudah terhidrolisis sehingga tidak dapat

mengikat senyawa yang terdapat dalam ampisilin secara sempurna, bisa juga

dikarenakan indikator amylum yang kurang segar pada saat perlakuan titrasi.

Untuk itu pada praktikum kali ini kami tidak mendapatkan hasil untuk

penetapan kadar ampisilin.

G. Kesimpulan

Dapat disimpulkan dari hasil praktikum kali ini bahwa pada penentuan

kadar ampisilin yang ditimbang sebanyak 0,403 gram ini yang dilakukan
dengan metode titrasi iodimetri tidak langsung tidak mendapatkan titik akhir

titrasi, atau dapat dikatakan titrasi yang dilakukan gagal.


Daftar Pustaka

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope V. Jakarta;

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sudjadi. 2008. Analisis Kuantitatif Obat.Yoyakarta; Gadjah mada

university press.

Gholib, Ibnu., dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar (hal 153-154)

Widodo, Didik Setiyo., dkk. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai