Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

FARMASI RUMAH SAKIT

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI


PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERIODE 2 JANUARI 2019 – 18 APRIL 2019

OLEH:

NURUL ILMI YUSUF N014181010 LAURA JUNITA S. N014181048


ANGELINA E.F KOUNANG N014181038 ANDI INDARDAYA N014181064
ASRUL N014181042 FERDY WINARDY N014181719
ASTRIA DEWI M. N014181061 NURWINDA EKA S. N014181706
AYU INDAH RAHAYU N014181065 MICHELLE N014181002
NURUL MUKHLISA N. N014181063 AMALIA PERTIWI A. N014181066
ANIKE MATTA M. N014181717 RIFQA UMMIAH N014181733
AMALIA K. N014181711 HAERUNNISA N014181060
SARKIAH M. AMIR N014181703 A. REZKY MARDANI N014181727
JIHAN FAHIRA N014181005 NURHIKMAH N014181708
SILVANY REZY N014181007 USWATUN HASANAH N014181704
NURUL ATIKAH MS. N014181013 FEBRI FADILLAH N014181049
ANDRE WIHANRY N014181020 INDAH ANGGRENI N014181079
RATNA DWI PUJIARTI N014181043 ADE NURUL AMALIA N014181071
NUR INSANI N014181047 ETHSA MATITAPUTTY N014181732

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi


Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker

PROGAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja
Profesi Apoteker di RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan. Salam dan
Shalawat juga senantiasa tercurah kepada Nabiullah Muhammad Shallallahu
„Alaihi wa Sallam yang telah membebaskan manusia dari alam jahiliyah ke jaman
yang kaya akan ilmu pengetahuan.
Praktik Kerja Profesi Apoteker di RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi
Selatan merupakan salah satu tahapan pendidikan di Fakultas Farmasi Program
Studi Profesi Apoteker. Selain itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker di RSUD
Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan juga memberikan pengalaman kepada
mahasiswa mengenai pelayanan dan manajemen suatu Rumah Sakit sehingga
mahasiswa dapat mengetahui peran apoteker di Rumah Sakit.
Penulis menyadari bahwa Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat
terlaksana dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Bapak Dr. H. Andi Mappatoba, M.B.A., DTAS selaku direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Ibu Dra. Ermina Pakki, Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
4. Prof.Dr.H.M.Natsir Djide, MSi.,Apt., selaku Koordinator PKPA Farmasi
Rumah Sakit Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
5. Ibu Rosdiana, S.Si., Apt., selaku kepala Instalasi Farmasi RSUD Labuang
Baji Provinsi Sulawesi Selatan.
6. Bapak Agung Prasetyo, S.Farm., Apt., selaku koordinator pembimbing PKPA
di RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan.
7. Seluruh staf dan karyawan RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan.

iii
8. Keluarga yang senantiasa memberikan dukungan.
9. Rekan-rekan peserta Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di
RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan ini masih kurang dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari
penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Semoga laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya dalam
pengembangan ilmu kefarmasian.

Makassar, Mei 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul ................................................................................................... i
Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii
Kata Pengantar ...................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ v
Daftar Tabel .........................................................................................................vii
Daftar Lampiran………………………………………………………………...viii
BAB I. Pendahuluan ............................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
I.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker ........................................................... 2
I.3 Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker ......................................................... 2
BAB II. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 3
II.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ..................................................................... 3
II.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ........................................... 18
II.3 Gambaran Umum RSUD Labuang Baji ......................................................... 36
II.4 Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji........................................................... 44
BAB III. Central Sterilization Supply Department (CSSD) ................................. 57
III.1 Tinjauan Umum CSSD ................................................................................. 57
III.2 Tinjauan CSSD di RSUD Labuang Baji ....................................................... 65
BAB IV.Pengolahan Limbah ................................................................................ 72
IV.1 Definisi Limbah Rumah Sakit ...................................................................... 72
IV.2 Macam-macam Limbah Rumah Sakit .......................................................... 72
IV.3 Mekanisme Pengolahan Limbah Padat ......................................................... 73
IV.4 Mekanisme Pengolahan Limbah Cair ........................................................... 79
IV.5 Mekanisme Pengolahan Limbah Gas............................................................ 81
IV.6 Teknologi Pengolahan Limbah ..................................................................... 81
IV.7 Penanganan Limbah di RSUD Labuang Baji ............................................... 82
BAB V. Pembahasan ............................................................................................. 84

v
BAB VI. Penutup .................................................................................................. 89
VI.1 Kesimpulan. .................................................................................................. 89
VI.2 Saran ……………………………………………………………………….89
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 90
Lampiran............................................................................... ................................ 92

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kerja RSUD Labuang Baji .......................... 56
Tabel 2. Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya ........ 74

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji .......... 92

Lampiran2. Prosedur Pengadaan Barang Farmasi .............................................. 93

Lampiran3. Alur Proses Pengadaan dengan Sistem e-Purchasing ...................... 94

Lampiran4. Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat


berdasarkan E-Catalog Obat .......................................................... 95

Lampiran5. Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat


diluar E-Catalog Obat .................................................................... 96

Lampiran6. Prosedur Penerimaan Barang Farmasi


Instalasi Farmasi BP-RSUD Labuang Baji .................................... 97

Lampiran7. Prosedur Pelayanan Resep RawatJalan dan Rawat Darurat IFRS


Labuang Baji .................................................................................. 98

Lampiran8. Jalur Permintaan Barang Farmasi di Instalasi Rawat Jalan,


Rawat Inap, OK, dan Rawat Darurat……………………………. .99

Lampiran9. Skema Alur CSSD: Alur Aktivitas Fungsional ............................... 100

Lampiran10. Proses Sterilisasi Peralatan Instrument .......................................... 101

viii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (1). Salah
satu tempat dilakukannya pelayanan kefarmasian adalah Rumah Sakit.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana
fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit (1).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (1).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk
menjadi orientasi pasien. Oleh karena itu, kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan
secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Perkembangan ini
menjadi peluang sekaligus tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara
komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik.
Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Hasanuddin Makassar melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) bekerja sama dengan RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan
untuk mempersiapkan calon apoteker yang mampu memberikan suatu

1
2

pelayanan kefarmasian yang baik kepada masyarakat serta dapat melakukan


fungsi manajemen kefarmasian di Rumah Sakit dengan baik melalui pengalaman
praktik kerja secara langsung di Rumah Sakit.

I.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD Labuang Baji Provinsi
Sulawesi Selatan bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggungjawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
di Rumah Sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari
strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktik farmasi komunitas di Rumah Sakit.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang professional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
Rumah Sakit.

I.3 Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker


Dengan mengikuti Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUD
Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan, maka calon apoteker akan memperoleh
manfaat antara lain :
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggungjawab apoteker dalam menjalankan
pekrjaan kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Rumah
Sakit.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis di Rumah Sakit.
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang professional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gambaran Umum Rumah Sakit


II.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (1).
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan
yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang di laksanakan secara serasi dan
terpadu serta berkesinambungan (2).

II.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit


Visi merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk mencapai status
masa depan rumah sakit, seperti lingkup dan posisi pasar, keuntungan, efikasi,
penerimaan masyarakat, reputasi, mutu produk dan/atau pelayanan, dan
keterampilan tenaga kerja. Visi rumah sakit merupakan pernyataan tetap untuk
mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan
maksud, lingkup usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif; memberikan
kerangka kerja yang mengatur hubungan antara rumah sakit dan “stakeholder”
utamanya; dan untuk menyatakan tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit(3).
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi
pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud
tersebut. Pernyataan misi memberikan suasana untuk memformulasi berbagai
jenis kegiatan tertentu dari semua upaya yang dilakukan rumah sakit dan strategi
yang digunakan rumah sakit untuk beroperasi. Dalam memformulasi misinya,

3
4

rumah sakit harus menjawab empat pernyataan utama, seperti apa fungsi yang
dilakukan rumah sakit, untuk siapa rumah sakit melaksanakan fungsi itu,
bagaimana cara rumah sakit memenuhi fungsi itu, dan mengapa rumah sakit itu
ada. Jadi, fokus misi harus internal rumah sakit, sedangkan fokus visi adalah
eksternal untuk stakeholder (3).

II.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, Rumah
Sakit mempunyai fungsi (4):
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

II.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit


1. Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuknya, Rumah Sakit dibedakan menjadi (5):
a. Rumah Sakit Menetap
Rumah Sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan secara
permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
b. Rumah Sakit Bergerak
Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan
bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari
5

satu lokasi ke lokasi lain yang.Rumah Sakit bergerak dapat berbentuk bus,
kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer.
c. Rumah Sakit Lapangan
Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan di lokasi
tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan kegiatan tertentu yang
berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. Rumah
Sakit lapangan dapat berbentuk tenda di ruang terbuka, kontainer, atau
bangunan permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit.
2. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
menjadi (5):
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi:
i. Rumah Sakit Umum Kelas A
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling
sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:
a. Pelayanan gawat darurat yang harus diselenggarakan 24 (dua
puluh empat) jam sehari secara terus menerus.
b. Pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan
ginekologi.
c. Pelayanan medik spesialis penunjang yang meliputi pelayanan
anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan
rehabilitasi medik.
d. Pelayanan medik spesialis lain yang meliputi pelayanan mata,
telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah,
kulit dan kelamin kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah
syaraf bedah plastik, dan kedokteran forensik.
6

e. Pelayanan medik sub spesialis yang meliputi pelayanan sub


spesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan
anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan,
syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah
plastik, dan gigi mulut.
f. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yang meliputi
pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti,
orthodonti, prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut.
2. Pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan
generalis dan spesialis serta asuhan kebidanan.
4. Pelayanan penunjang klinik
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah,
perawatan intensif untuk semuagolongan umur dan jenis penyakit,
gizi, sterilisasi instrumen dan rekammedik.
5. Pelayanan penunjang non klinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran,
pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi fasilitas sebagai berikut:
a. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluhpersen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah.
7

b. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta.
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:
a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 18 (delapan belas) dokter
umum untuk pelayanan medik dasar, 4 (empat) dokter gigi umum
untuk pelayanan medik gigi mulut, 6 (enam) dokter spesialis untuk
setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar, 3 (tiga) dokter spesialis
untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, 3 (tiga)
dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain, 2
(dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
subspesialis dan 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis
pelayanan medik spesialis gigi mulut.
b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 5 (lima) apoteker yang
bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh)
tenaga teknis kefarmasian, 5 (lima) apoteker di rawat inap yang
dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal
2 (dua) tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) apoteker di ruang ICU
yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit dan 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi
yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat
inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
8

yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan


kefarmasian Rumah Sakit.
c. Tenaga keperawatan dimana Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan
sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.
d. Tenaga kesehatan lain dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga
kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
e. Tenaga non kesehatan dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas A harus memenuhi standarsesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Peralatan Rumah Sakit Umum
kelas Apaling sedikit terdiridari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat,
rawat jalan,rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan,
radiologi,laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik,
farmasi,instalasi gizi, dan kamar jenazah.
ii. Rumah Sakit Umum Kelas B
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B
paling sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:
a. Pelayanan gawat darurat yang harus diselenggarakan 24 (dua
puluh empat) jam sehari secara terus menerus.
b. Pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan
ginekologi.
c. Pelayanan medik spesialis penunjang yang meliputi pelayanan
anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan
rehabilitasi medik.
d. Pelayanan medik spesialis lain paling sedikit berjumlah 8
(delapan) pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan yang meliputi
pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan
pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,
9

orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan kedokteran


forensik.
e. Pelayanan medik sub spesialis paling sedikit berjumlah 2 (dua)
pelayanan sub spesialis dari 4 (empat) sub spesialis dasar yang
meliputi pelayanan sub spesialis di bidang spesialisasi bedah,
penyakit dalam, kesehatan anak, dan obstetri dan ginekologi.
f. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah
3 (tiga) pelayanan yang meliputi pelayanan bedah mulut,
konservasi/endodonsi, dan orthodonti.
2. Pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan
generalis dan spesialis serta asuhan kebidanan.
4. Pelayanan penunjang klinik
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah,
perawatan intensif untuk semuagolongan umur dan jenis penyakit,
gizi, sterilisasi instrumen dan rekammedik.
5. Pelayanan penunjang non klinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran,
pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai
berikut:
10

a. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah.
b. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta.
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas:
a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 12 (dua belas) dokter umum
untuk pelayanan medik dasar, 3 (tiga) dokter gigi umum untuk
pelayanan medik gigi mulut, 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap
jenis pelayanan medik spesialis dasar, 2 (dua) dokter spesialis untuk
setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang, 1 (satu) dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain, 1 (satu)
dokter sub spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik sub spesialis
dan1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis gigi mulut.
b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 4 (empat) apoteker
yang bertugas di rawat jalan yang dibantu olehpaling sedikit 8
(delapan) tenaga teknis kefarmasian, 4 (empat) apoteker di rawat
inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) tenaga teknis
kefarmasian, 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang
dibantu oleh minimal 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu)
apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)
tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) apoteker sebagai koordinator
penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan
pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau rawat jalan dan dibantu
oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
11

beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit dan 1 (satu)


apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan
dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit.
c. Tenaga keperawatan dimana Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan
sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.
d. Tenaga kesehatan lain dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga
kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
e. Tenaga non kesehatan dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan
Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit terdiri dari peralatan medis
untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif,
rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan
darah, rehabilitasi medik, farmasi,instalasi gizi, dan kamar jenazah.
iii. Rumah Sakit Umum Kelas C
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C
paling sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:
a. Pelayanan gawat darurat yang harus diselenggarakan 24 (dua
puluh empat) jam sehari secara terus menerus.
b. Pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar, medik
gigi mulut, kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana.
c. Pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan
ginekologi.
12

d. Pelayanan medik spesialis penunjang yang meliputi pelayanan


anestesiologi, radiologi dan patologi klinik.
e. Pelayanan medik spesialis lain
f. Pelayanan medik sub spesialis
g. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah
1 (satu) pelayanan.
2. Pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
4. Pelayanan penunjang klinik
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah,
perawatan intensif untuk semuagolongan umur dan jenis penyakit,
gizi, sterilisasi instrumen dan rekammedik.
5. Pelayanan penunjang non klinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran,
pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai
berikut:
a. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah.
13

b. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta.
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C terdiri atas:
a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 9 (sembilan) dokter umum
untuk pelayanan medik dasar, 2 (dua) dokter gigi umum untuk
pelayanan medik gigi mulut, 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap
jenis pelayanan medik spesialis dasar, 1 (satu) dokter spesialis untuk
setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang dan 1 (satu) dokter
gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi
mulut.
b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 2 (dua) apoteker yang
bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 4 (empat)
tenaga teknis kefarmasian, 4 (empat) apoteker di rawat inap yang
dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik
dirawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja
pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
c. Tenaga keperawatan dimana kebutuhan tenaga keperawatan dihitung
dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.
d. Tenaga kesehatan lain dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga
kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
e. Tenaga non kesehatan dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
14

Peralatan Rumah Sakit Umum kelas C harus memenuhi


standarsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.Peralatan Rumah Sakit Umum kelas Cpaling sedikit
terdiridari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat
jalan,rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan,
radiologi,laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik,
farmasi,instalasi gizi, dan kamar jenazah.
iv. Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D
paling sedikit meliputi:
1. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:
a. Pelayanan gawat darurat yang harus diselenggarakan 24 (dua
puluh empat) jam sehari secara terus menerus.
b. Pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar, medik
gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana.
c. Pelayanan medik spesialis dasar paling sedikit 2 (dua) dari 4
(empat) pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan/atau obstetri dan
ginekologi.
d. Pelayanan medik spesialis penunjang yang meliputi pelayanan
radiologi dan laboratorium.
2. Pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi
klinik.
3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
15

4. Pelayanan penunjang klinik


Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan darah, perawatan
high care unit untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi,
sterilisasi instrumen dan rekammedik.
5. Pelayanan penunjang nonklinik
Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan
limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi,
pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran,
pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap
Pelayanan rawat inap harus dilengkapi fasilitas sebagai berikut:
a. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.
b. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta.
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas D terdiri atas:
a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 4 (empat) dokter umum
untuk pelayanan medik dasar, 1 (satu) dokter gigi umum untuk
pelayanan medik gigi mulut, 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap
jenis pelayanan medik spesialis dasar.
b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 1 (satu) apoteker yang
bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling
sedikit 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) apoteker sebagai
koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik dirawat inap atau
16

rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang


jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.
c. Tenaga keperawatan dimana Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan
dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat
tidur.
d. Tenaga kesehatan lain dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga
kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
e. Tenaga non kesehatan dimana Jumlah dan kualifikasi tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D harus memenuhi
standarsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D paling sedikit terdiri dari
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan,rawat inap,
rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi,laboratorium klinik,
pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi,instalasi gizi, dan kamar
jenazah.
v. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama
Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat didirikan dan
diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat juga
didirikan di kabupaten/kota, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang bersangkutan
2. Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota yang
bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi
3. Lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit dijangkau secara
geografis oleh sebagian penduduk di kabupaten/kota yang
bersangkutan.
17

b. Rumah Sakit Khusus


Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama 1 bidang / 1 jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.Rumah
Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus: ibu dan anak, mata, otak, gigi
dan mulut, kanker, jantung dan pembuluh darah, jiwa, infeksi, paru,
telinga-hidung-tenggorokan, bedah, ketergantungan obat danginjal.Rumah
Sakit Khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling sedikit
meliputi:
i. Pelayanan, yang diselenggarakan meliputi:
1. Pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari:
a. Pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh empat) jam
sehari terus menerus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Pelayanan medik umum
c. Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan kekhususan
d. Pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis sesuai
kekhususan
e. Pelayanan medik spesialis penunjang
2. Pelayanan kefarmasian
3. Pelayanan keperawatan
4. Pelayanan penunjang klinik
5. Pelayanan penunjang non klinik
ii. Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:
1. Tenaga medis, memiliki kewenangan menjalankan praktik
kedokteran di Rumah Sakit bersangkutan sesuai dengan perundang-
undangan
2. Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
18

3. Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai


dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
4. Tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan, sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
iii. Peralatan, yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan.

II.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar (1):
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep,
pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap
19

Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai
kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik.
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi.
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik.
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit.
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit :
a. Mengutamakan penggunaan Obat generik.
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-riskratio) yang paling
menguntungkan penderita.
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
f. Menguntungkandalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung.
20

h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah
Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaankebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
21

dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi


kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika
proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain diluar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (Expireddate) minimal 2(dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan
stock obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat
saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pembelian adalah:
a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
b. Persyaratan pemasok.
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
22

2. Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran.
b. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.
c. Sediaan Farmasi dengan formula khusus.
d. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
e. Sediaan Farmasi untuk penelitian.
f. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/hibah. Seluruh kegiatan
penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan
kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin
23

kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan
kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obatdan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu :
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya .
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup
demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkankelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
24

Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First
Out (FEFO) dan First In First Out(FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, AlatKesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaankhusus untukmencegah
terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat
emergensiuntuk kondisi kegawat daruratan. Tempat penyimpananharus mudah
diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah
ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa.
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan
cara :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola
oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
25

3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang


mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat
inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit
dosis tunggal/ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem
unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi Unit Dose
Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat
dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan
sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistemfloor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
7. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
26

dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
b. Telah kadaluwarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akan dimusnahkan.
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan.
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait.
d. Menyiapkan tempat pemusnahan.
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
27

Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit.
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi.
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah :
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut.
c. Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan
administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau
pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan
yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk :
1. Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2. Dasar akreditasi Rumah Sakit
28

3. Dasar audit Rumah Sakit


4. Dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai :
1. Komunikasi antara level manajemen
2. Penyiapanlaporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan
di Instalasi Farmasi
3. Laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi
keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dananalisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
29

Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait


obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien.
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah obat.
c. Stabilitas.
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
d. Kontraindikasi.
e. Interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error).
30

2. Penelusuran riwayat penggunaan obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Kegiatannya meliputi:
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat.
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan
pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang
pernah terjadi.
Khusus untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian,
Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien,
daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart.
Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua
31

obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk herbal
harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan
akan digunakan. Discrepancy atau ketidak cocokan adalah bilamana ditemukan
ketidak cocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidak cocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada
rekam medik pasien. Ketidak cocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional)
oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak disengaja (unintentional)
dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti.
3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau
perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab
terhadap informasi obat yang diberikan.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah
Sakit.
Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan.
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
32

c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan


penyusunan Formularium Rumah Sakit.
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
f. Melakukan penelitian.
5. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
f. Dokumentasi.
Kriteria Pasien:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan
lain-lain)
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off)
33

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,


phenytoin)
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa
disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien.
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
34

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:


a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim
Farmasi dan Terapi
e. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan
kuantitatif.
Kegiatan praktek EPO:
a. Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif.
b. Mengevaluasi pengggunaan obat secara kuantitatif.
10. Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:
a. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis
yang ditetapkan.
Kegiatan:
1) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus.
2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.
3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
35

b. Penyiapan Nutrisi Parenteral


Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga
stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk
kebutuhan perorangan.
2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
c. Penanganan Sediaan Sitostatik
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan Obat kanker secara
aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi
yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas
maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan
alat pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun
proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai
prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat.
2) Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai.
3) Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan.
4) Mengemas dalam kemasan tertentu.
5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
Kegiatan PKOD meliputi:
a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD).
36

b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan


Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
c. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan
memberikan rekomendasi.

II.3 Gambaran Umum RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan


II.3.1 Riwayat Singkat Rumah Sakit Labuang Baji
Rumah Sakit Umum Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan didirikan
pada tahun 1938 oleh Zending Gereja Geroforma Surabaya, Malang dan
Semarang sebagai rumah sakit Zending yang diresmikan pada tanggal 12 Juni
1938 dengan kapasitas tempat tidur yang tersedia pada saat itu adalah 25 tempat
tidur. Pada masa Perang Dunia II, Rumah Sakit ini digunakan oleh Pemerintah
Kota praja Makassar untuk menampung penderita korban perang (6).
Tahun 1964 – 1948 Rumah Sakit Umum Labuang Baji mendapat bantuan
dari Pemerintah Indonesia Timur (NIT) dengan merehabilitasi gedung-gedung
yang hancurakibat perang dan digunakan dan digunakan untuk menampung
korban akibat perang tersebut. Pada tahun 1949 – 1951 Zending mendirikan
bangunan permanen sehingga kapasitas tempat tidur mencapai 170 buah (6).
Pada tahun 1952 – 1955 oleh Pemerintah Daerah Kota praja Makassar
diberikan tambahan beberapa bangunan ruang sehingga kapasitas tempat tidur
mencapai 190 buah.Sejak tahun 1955 Rumah Sakit Labuang Baji dibiayai oleh
Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan. Pada tahun 1960 oleh Zending Rumah Sakit
ini diserahkan kepada pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dan
dikelolah oleh Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan
dengan klafikasi rumah sakit kelas C. Terhitung mulai tanggal 16 Januari 1966
melalui Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Dati I Sulawesi SelatanNo. 2 tahun
1966, kelas rumah sakit ditingkatkan dari Rumah Sakit Kelas C menjadi Rumah
Sakit Kelas B non pendidikan. Peraturan Daerah tersebut disahkan oleh Menteri
Dalam Negeri pada tanggal7 Agustus 1966 (6).
Struktur kelas B non pendidikan tersebut. Direktur sebagai Pimpinan
Rumah Sakit dilantik dan dikukuhkan pada tanggal 12 Maret 1999. Sejak
37

berdirinya pada tanggal 12 Juni 1938 Rumah Sakit Labuang Baji telah mengalami
beberapa kali pergantian direktur yaitu (6):
1. Dr. Ong Yang Hang
2. Prof. Dr. Warouw
3. dr. G. J. Hoc Kartra
4. dr. Hiberlein
5. dr. A. W. F.Rulgrep
6. dr. P. Roott
7. dr. R. A. Tini Iswary, sampai tahun 1967
8. dr. Ny. Th. Sumantri Tulong, pada tahun 1967-1987
9. dr. B. Tjahjadi, pada tahun 1978 – 1981
10. dr. A. Wahid Baelang, pada tahun 1981 – 1991
11. dr. H. Mustafa Djide,SKM, dari tahun 1991 – 30 Desember 1995
12. dr. H. Jasmine Abu Mattimu, dari 30 Desember 1995–17 Januari 1997
13. dr. H. Nurfiah A. Patiroi, MHA, dari 17 Januari 1997 – 13 Juni 1998
14. dr. H. Muh. Basir Palu, Sp. A., MHA, 13 Juni 1998 – 13 Agustus 2001
15. dr. H. Sofyan Muhammad, M.Si., 13 Agustus 2001 – 14 Agustus 2006
16. dr. H. Muh. Talib Suyuti,M.Kes, 5 Oktober 2006 – 21 Agustus 2008
17. dr. H. Bambang Arya, M.Kes, 21 Agustus 2008-17 Juni 2011.
18. Dr. Drs. H. Azikin Solthan, M.Si, 18 Juli 2011-12 September 2011
19. dr. Enrico Merentek,Sp.PD, 12 September 2011 – 2016
20. dr.H. Andi Mappatoba, M.B.A., DTAS 2016 - sekarang

II.3.2 Visi, Misi, Falsafah, Tujuan, Motto dan Nilai Rumah Sakit Labuang
Baji (6)
1. Visi :
Menjadi Rumah Sakit Unggulan Se-Sulawesi Selatan
2. Misi:
- Mewujudkan Profesionalisme SDM
- Meningkatkan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
- Memberikan Pelayanan Prima
38

- Efisiensi Biaya Rumah Sakit


- Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan
3. Falsafah :
Bahwa kesehatan jasmani maupun rohani merupakan hak setiap orang,
oleh karena itu rumah sakit berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik kepada masyarakat, baik bersifat penyembuhan, pemulihan,
pencegahan maupun peningkatan serta ditunjang oleh kualitas sumber daya
manusia yang memadai.
4. Tujuan :
Memberikan kepuasan kepada semua pelanggan agar tercipta citra baik
Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji.
5. Motto :
“SIPAKABAJI” yang mempunyai arti siap dengan pelayanan
komunikatif, bermutu, aman dan ikhlas.
6. Nilai
a. Kejujuran
b. Kerjasama
c. Tanggung Jawab
d. Kesetiaan
e. Disiplin

II.3.3 Struktur Organisasi dan Tata Kerja (15)


1. Kedudukan
RSUD Labuang Baji adalah lembaga teknis daerah yang dipimping oleh
seorang Direktur, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui Sekretaris daerah.
2. Tugas Pokok
RSUD Labuang Baji mempunyai tugas:
a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan
39

secara terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan


melaksanakan upaya rujukan.
b. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan Rumah
Sakit.
3. Susunan Organisasi Badan Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji
a.Direktur
b.Wakil Direktur Medik dan Keperawatan
c.Wakil Direktur Umum, Sumber Daya Manusia, dan Pendidikan.
d.Wakil Direktur Keuangan
e.Bidang Pelayanan Medik
f.Bidang Pelayana Keperawatan
g.Bidang Fasilitas Medik dan Keperawatan
h.Bagian Umum
i.Bagian Sumber Daya Manusia
j.Bagian Pendidikan dan Penelitian
k.Bagian Penyelenggaraan dan anggaran
l.Bagian Perbendaharaan dan Mobilitas Dana
m. Bagian Akuntansi
n.Sub Bagian dan Seksi

II.3.4 Fasilitas Rumah Sakit Umum Labuang Baji


1. Fisik Bangunan (7)
Alamat : Jln. Dr. Ratulangi No. 81, Makassar
Telepon : 0411-872120
Fax : 0411-830454
Email :rsulabuangbaji.perencanaan@gmail.com
Luas Tanah : 14.404 m2
Luas Bangunan : 22.738,1 m2
Pengembangan gedung Rumah Sakit dilaksanakan melalui master plan yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Sulawesi Selatran dengan tujuh
tahap. Master Plan disusun pada tahun 1991.
40

Perincian tahapan pembangunan tersebut (6) :


a. Tahap I
Gedung perkantoran dan Poliklinik (Gedung A, 2 lantai) pada tahun
1990/1991
b. Tahap II
Instalasi rawat darurat dan parawatan VIP (Gedung B, 2 laintai) pada tahun
1991/1992.
c. Tahap III
Instalasi gizi dan perawatan anak (Gedung C, 2 lantai) pada tahun
1992/1993.
d. Tahap IV
Gedung perawatan (Gedung D, 4 lantai) pada tahun 1993/1994.
e. Tahap lanjutan
Gedung perawatan sayap dan ruang pertemuan (Gedung E, 4 lantai dan
gedung F) pada tahun 1994/1995.
f. Tahap V
Gedung bedah sentral (Gedung H, 3 lantai) pada tahun 1998/1999.
g. Tahap VI
Gedung instalasi radiologi dan ICU (Gedung G, 3 lantai) pada tahun
1999/2000.
h. Tahap VII
Gedung instalasi rekam medik (1 lantai) pada tahun 2003.
i. Tahap VIII
Gedung instalasi penunjang medik dan ruang perawatan Baji Dakka III pada
tahun 2004.
j. Tahap IX
Gedung instalasi pemeliharaan sarana dan kantin (1 lantai) pada tahun 2005.
k. Tahap X
Gedung instalasi rawat darurat (1 lantai) pada tahun 2007.
l. Tahap XI
Gedung ruang poliklinik (2 lantai) pada tahun 2008.
41

m. Tahap XII
Gedung ruang perawatan HD (1 lantai) pada tahun 2009.
n. Tahap XIII
Gedung ruang perawatan dan poliklinik TB MDR (1 lantai) pada tahun
2010.
o. Tahap XIV
Pembangunan rehabilitasi ruang perawatan pada tahun 2012
p. Tahap XV
Rencana pembangunan tower (7 lantai) pada tahun 2014
2. Daya Tampung (15)
Instalasi – Instalasi Perawatan :
 Instalasi Rawat Darurat (IRD) dan Instalasi Rawat Intensive
 Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Bedah Sentral
3. Fasilitas Pelayanan (15)
Pelayanan Medik:
 Instalasi Rawat Jalan
 Poliklinik Mata
 Poliklinik Bedah
 Poliklinik Paru, TB dan DOTS
 Poliklinik Kebidanan dan Kandungan/KB
 Poliklinik KIA dan Laktasi
 Poliklinik Penyakit Dalam
 Poliklinik Saraf
 Poliklinik Kardiologi
 Poliklinik Gigi dan Mulut
 Poliklinik Fisioterapi
 Poliklinik Endokrin
 Poliklinik THT
 Poliklinik Kulit dan Kelamin
 Poliklinik Konsultasi Gizi
42

 Poliklinik Jiwa
 Poliklinik Anak
 Poliklinik Perjanjian
 Poliklinik Bedah Saraf
 Poliklinik General Chack Up
 Poliklinik Jantung
 Poliklinik Bedah Ortopedi
 Poliklinik Bedah Urologi
Pelayanan Penunjang Medik :
 Instalasi Radiologi
 Instalasi Patologi Klinik
 Instalasi Patologi Anatomi
 Instalasi Rawat Intensif
 Instalasi Farmasi
Pelayanan Penunjang Non Medik:
 Instalasi Gizi
 Instalasi Pemeliharaan Sarana RS
 Instalasi Sanitasi Lingkungan
 Instalasi forensik & pemulasaran jenazah
 Instalasi Rekam Medik
Ruang Rawat Inap
 14 ruang perawatan umum
 6 (enam) ruang perawatan khusus (Ruang Bedah Sentral,Bedah
Kebidanan/Kandungan, Perawatan Khusus/RPK, Rawat Intensif,
Hemodialisa, Kamar Bersalin, Rawat Infeksi), dan Perawatan CVCU
(Cardio Vaskuler Care Unit)
Fasilitas Tempat Tidur (7):
VVIP : 7 tempat tidur
VIP : 7 tempat tidur
Kelas I : 49 tempat tidur
43

Kelas II : 45 tempat tidur


Kelas III : 180 tempat tidur
ICU : 8 tempat tidur
TT Bayi Lahir : 16 tempat tidur
TT Kamar Bersalin : 5 tempat tidur
TT uang Operasi : 6 tempat tidur
4. Unit Spesialis (6):
a. Unit Rawat Jalan
b. Unit Pelayanan Darurat Medik
c. Unit Radiologi
d. Unit Kebidanan dan Penyakit Kandungan
e. Unit Penyakit Syaraf
f. Unit Penyakit Dalam
g. Unit Penyakit Anak
h. Unit Penyakit Mata
i. Unit Penyakit Kulit dan Kelamin
j. Unit Penyakit Gigi dan Mulut
k. Unit Rehabilitasi Medik
l. Unit Bedah
5. Tenaga Medis (7)
Dokter Umum dan Spesialis:
a. Dokter umum : 21 Orang
b. Dokter SpesialisObgyn : 4 Orang
c. Dokter Spesialis Penyakit Dalam : 5 Orang
d. Dokter Spesialis Bedah : 3 Orang
e. Dokter Spesialis Radiologi : 3 Orang
f. Dokter Spesialis Anasthesi : 1 Orang
g. Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah : 1 Orang
h. Dokter Spesialis Mata : 2 Orang
i. Dokter Spesialis THT : 4 Orang
j. Dokter Spesialis Patologi Klinik : 3 Orang
44

k. Dokter Spesialis Paru : 1 Orang


l. Dokter Spesialis Anak : 4 Orang
m. Dokter Spesialis Urologi : 1 Orang
n. Dokter Spesialis Orthopedi : 2 Orang
o. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin : 3 Orang
p. Dokter Spesialis Forensik : 1 Orang
q. Dokter Spesialis Patologi Anatomi : 1 Orang
r. Dokter Spesialis Jiwa : 2 Orang
s. Dokter Spesialis Saraf : 2 Orang
t. Dokter Spesialis Bedah Saraf : 1 Orang
u. Dokter Spesialis Lainnya : 4 Orang
Dokter Gigi dan Spesialis:
a. Dokter Gigi : 8 Orang
b. Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut : 1 Orang
c. Dokter Gigi : 8 Orang
Tenaga Farmasi :
a. Apoteker : 14 Orang
Tenaga Perawat, Bidan, Analis Kesehatan dan Fisioterapi:
a. Ners : 65 Orang
b. Perawat Gigi : 3 Orang
c. Perawat Lainnya : 190 Orang
d. Bidan Pendidik : 8 Orang
e. Bidan Klinik : 1 Orang
f. Analis Kesehatan` : 22 Orang
g. Fisioterapi : 9 Orang

II.4 Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji


II.4.1 Definisi Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit (1).
45

II.4.2Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi


Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi (1):
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan professional serta sesuai
prosedur dan etik profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi
dan keamanan serta meminimalkan risiko.
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
Kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi (1):
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai:
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai
Sesuai Kebutuhan Pelayanan Rumah Sakit.
b. Merencanakan Kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai Secara Efektif, Efisien Dan Optimal.
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis
Pakai Berpedoman Pada Perencanaan Yang Telah Dibuat Sesuai Ketentuan
Yang Berlaku.
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis
Pakai Untuk Memenuhi Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit.
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai
Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Ketentuan Yang Berlaku.
46

f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis


Pakai Sesuai Dengan Spesifikasi Dan Persyaratan Kefarmasian;.
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai Ke Unit-Unit Pelayanan Di Rumah Sakit.
h. Melaksanakan Pelayanan Farmasi Satu Pintu.
i. Melaksanakan Pelayanan Obat “Unit Dose”/Dosis Sehari.
j. Melaksanakan Komputerisasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai (Apabila Sudah Memungkinkan).
k. Mengidentifikasi, Mencegah Dan Mengatasi Masalah Yang Terkait Dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai.
l. Melakukan Pemusnahan Dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
Dan Bahan Medis Habis Pakai Yang Sudah Tidak Dapat Digunakan.
m. Mengendalikan Persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan
Medis Habis Pakai.
n. Melakukan Administrasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
Dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik:
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat.
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat.
c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat.
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan
Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien.
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril.
k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan
lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.
47

3. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

II.4.3 Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji
Adapun visi, misi, dan falsafah instalasi farmasi RSUD Labuang
Bajiadalah sebagai berikut (6):
1. Visi
Memberikan pelayanan kefarmasian berstandar Nasional dengan tanpa
komplain.
2. Misi
Misi instalasi farmasi RSUD Labuang Baji Makassar yaitu:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) yang
berorientasi pada tercapainya hasil pengobatan yang maksimal bagi pasien.
b. Melaksanakan pelayanan farmasi yang bertanggungjawab dengan
berpedoman pada kode etik Apoteker.
c. Menciptakan suasana aman dan nyaman bagi petugas instalasi farmasi,
petugas kesehatan lain di Rumah Sakit, pasien dan keluarganya.
d. Menata unit pelayanan instalasi farmasi menjadi lebih mandiri, kredibel,
efektif, dan efisien.
e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan instalasi farmasi.
Nilai-Nilai:
 Jujur
 Tanggung Jawab
 Visioner
 Disiplin
 Kerjasama
 Peduli
 Ikhlas
3. Falsafah
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari seluruh sistem pelayanan kesehatan secara menyeluruh, dilaksanakan secara
48

langsung dan bertanggung jawab demi tercapainya peningkatan kualitas hidup


manusia.
4. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh instalasi farmasi RSUD Labuang Baji
yaitu:
a. Terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan mutu cakupan dan
efisiensi yang tinggi yang selanjutnya dapat meningkatkan pelayanan
kefarmasian bagi pengguna jasa di rumah sakit serta masyarakat yang
memerlukannya.
b. Berfungsinya organisasi farmasi rumah sakit yang didukung oleh tata
laksana organisasi yang mantap dan SDM yang profesional.
c. Terlaksananya proses manajemen.
d. Mantapnya sistem informasi yang didukung oleh data yang akurat, lengkap,
sahih, relevan, dan mutakhir.

II.4.4 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUD Labuang
Baji Provinsi Sulawesi Selatan
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan, perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Disesuaikan
dengan situasi dan kondisi rumah sakit (6).
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Labuang
Baji Provinsi Sulawesi Selatan No. 01/IFRS-LB/IV/2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji Provinsi
Sulawesi Selatan, IFRS dipimpin oleh seorang Kepala instalasi. Dalam
melaksanakan kegiatan IFRS, kepala instalasi dibantu oleh koordinator Farmasi
Manajerial dan Gudang, sub bagian perencanaan, koordinator farmasi klinik dan
mutu, serta 4 koordinator depo (Depo Rawat Inap, Depo Rawat Jalan, Depo OK,
dan Depo Instalasi Rawat Darurat) (6).
49

Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan dipimpin


oleh seorang apoteker yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada
Direktur Utama dan Operasional. Kepala Instalasi farmasi dibawah koordinasi
Komite Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-
peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi
perbekalan farmasi (6).
1) Tugas dan Kewenangan
Uraian tugas dan kewenangan Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji
Provinsi Sulawesi Selatan adalah :
a. Kepala Instalasi Farmasi
Tugas (6):
1. Membantu tugas-tugas Direktur RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi
Selatan dalam hal pengelolaan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
2. Mengkoordinir dan mengawasi operasionalisasi pelayanan di instalasi
farmasi
3. Mengkoordinir dan memantau pelayanan kefarmasian pada unit rawat jalan,
rawat inap dan instalasi penunjang lainnya
4. Memberikan bimbingan, konsultasi dan melaksanakan penelitian dan
pengembangan Sumber Daya Manusia pada Instalasi Farmasi
5. Menetapkan jadwal pertemuan dengan kepala unit pelayanan dalam
lingkungan Instalasi Farmasi
6. Menjadi sekretaris dalam Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit
7. Membantu menyelesaikan masalh yang timbul di Instalasi Farmasi
Wewenang (6) :
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji untuk dapat melaksanakan
tugas mempunyai wewenang sebagai berikut :
1. Berwenang merumuskan arah pengembangan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit
2. Berwenang mengoreksi staf instalasi farmasi yang pelaksanaan tugasnya
menyimpang dari arah yang telah ditetapkan
50

3. Berwenang mengundang rapat unit kerja yang terkait untuk menyelesaikan


masalah-masalah yang timbul dengan izin Direktur Rumah Sakit
4. Berwenang memutuskan masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
tugas di antara sub instalasi
5. Bersama unit terkait Kepala Instalasi Farmasi berwenang menentukan
spesifikasi perbekalan farmasi
6. Berwenang menentukan volume perbekalan farmasi
7. Berwenang memperkirakan harga perbekalan farmasi
8. Berwenang mengusulkan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk
perbekalan farmasi
9. Kepala Instalasi Farmasi atas izin Direktur Rumah Sakit berwenang
melakukan studi kerja keluar rumah sakit untuk memperluas wawasan
dalam rangka merumuskan arah pengembangan instalasi farmasi rumah
sakit
10. Berwenang menentukan kapan realisasi perbekalan farmasi
11. Dalam keadaan tertentu, Kepala Instalasi Farmasi dengan seizin Direktur
Rumah Sakit berwenang melakukan perubahan spesifikasi, harga, volume
yang telah diteteapkan sebelumnya
12. Berwenang mengusulkan Apoteker menjadi anggota sekretaris Komite
Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit
13. Berwenang menentukan supplier dalam pengadaan perbekalan farmasi
14. Berwenang mengusulkan Apoteker yang akan ditetapkan sebagai anggota
P3U (Panitia Pengadaan Perbekalan Unit)
15. Berwenang mengusulkan Apoteker yang akan ditetapkan sebagai anggota
tim Pemeriksaan Barang Rumah Sakit
16. Berwenang menentukan berapa kali stock opname dalam setahun
17. Berwenang menentukan metode penyaluran perbekalan farmasi
18. Berwenang menentukan obat-obat yang sudah tidak dapat digunakan lagi
19. Berwenang menilai setiap tahap criteria proses/kegiatan kefarmasian
dengan mennetukan standar penilaian
51

20. Berwenang menentukan bentuk/ruangan ayang digunakan di Instalasi


Farmasi
21. Berwenang untuk memutuskan segala sesuatu yang berisfat administratif
atau teknis demi kelancaran pelayanan
22. Berwenang menetapkan program orientasi kepada staf instalasi farmasi
23. Berwenang menentukan program pelatihan
24. Berwenang menugaskan stafnya untuk mengerjakan pekerjaan tertentu
25. Berwenang untuk menentukan program evaluasi pekerjaan untuk setiap
stafnya
26. Berwenang menentukan program pengembangan karir stafnya sampai
mencapai pensiun
b. Koordinator Farmasi Manajerial dan Gudang
Tugas (6):
1. Membantu tugas Kepala Instalasi di bidang administrasi pengelolaan
instalasi farmasi rumah sakit
2. Membantu kepala instalasi farmasi menata, mengatur penyelenggaraan dan
operasionalisasi instalasi farmasi rumah sakit
3. Membantu kepala instalasi farmasi menyelenggarakan administrasi
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kegiatan instalasi farmasi
4. Membantu tugas kepala instalasi farmasi memantau, menilai realisasi
pendapatan dalam penyelenggaraan pelayanan barang farmasi
5. Menyusun laporan hasil kegiatan instalasi farmasi rumah sakit
Fungsi (6) :
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas, Koordinator farmasi
manajerial dan gudang instalasi farmasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan ketatalaksanaan organisasi di
instalasi farmasi
2. Pengkoordinasian pelaksanaan administrasi kegiatan pelaporan di instalasi
farmasi
3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan administrasi di instalasi farmasi
52

4. Pelaporan terhadap penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di RSUD


Labuang Baji
Tanggung jawab (6):
1. Bertanggung jawab atas tertibnya proses surat masuk, surat keluar dan
pengarsipannya
2. Bertanggung jawab atas pengarsipan resep instalasi farmasi
3. Bertanggung jawab atas tersedianya laporan kegiatan di instalasi farmasi
c. Sub Bagian Perencanaan
Merencanakan dan mengevaluasi kebutuhan tenaga, bahan dan alat dalam
menunjang kegiatan pelayanan farmasi (6):
1. Mengumpulkan kebutuhan barang farmasi dari penerimaan, sisa/stock akhir
dan pengeluaran barang sesuai dengan logistik/depo farmasi
2. Memberikan satuan harga berdasarkan keputusan pimpinan rumah sakit
3. Merencanakan pengadaan kebutuhan barang farmasi berdasarkan jumlah,
jenis dan harga barang farmasi
4. Menghitung harga kebutuhan berdasarkan usulan pelaksanaan perencanaan
pengadaan barang farmasi
5. Menyesuaikan usulan pengadaan barang farmasi dengan dana/anggaran
pengadaan batang farmasi yang bersumber dari anggaran APBD, APBN dan
sumber anggaran lainnya
6. Mengajukan usulan perencanaan barang farmasi berdasarkan pembagian
waktu pengadaan(tahunan, triwulan, bulanan, mingguan dan sewaktu-
waktu)
d. Koordinator Farmasi Klinik & Mutu (6)
1. Merencanakan dan mengevaluasi kebutuhan tenaga, bahan dan alat dalam
menunjang kegiatan pelayanan farmasi
2. Menerima dan memeriksa kelengkapan administrasi permintaan barang
farmasi dari ruangan dan poliklinik
3. Mencatat dan merekapitulasi daftar permintaan yang dilayani dari ruangan
poliklinik
53

4. Merencanakan dan mengajukan permintaan barang farmasi untuk


distribusi
5. Menyiapkan barang farmasi sesuai permintaan ruangan dan poliklinik
6. Mendistribusikan barang farmasi sesuai permintaan ruangan dan poliklinik
7. Membuat laporan hasil kegiatan pelayanan barang farmasi
8. Melaksanakan pelayanan infromasi obat oleh apoteker kepada pasien dan
tenaga kesehatan di lingkungan RS
9. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi panitia/komite farmasi dan terapi
10. Memberikan dan menyebarkan infromasi kepada konsumen secara katif
dan pasif
11. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka
12. Membuat leaflet / brosur obat dan poster
13. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap
14. Melaksanakan visite mandiri dengan melakukan kegiatan kunjungan ke
pasien rawat inap dengan tujuan melakukan pemilihan obat, menilai
kemajuan passion, memonitoring efek samping obat.
15. Melaksanakan kegiatan PIO, konseling, visite mandiri terhadap pasien RS.
16. Memantau penggunaan dan penelitian efek samping obat (ESO)
17. Memantau penggunaan obat pada penderita Diabetes Mellitus dan
Hipertensi.
18. Memantau penerapan protap pelayanan instalasi farmasi RS.
19. Melaksanakan evaluasi terhadap penggunaan obat generik di RS
20. Melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap kelengkapan administrasi
pelayanan farmasi.
21. Melaksanakan pemantauan mutu tenaga, sarana, bahan dalam pelaksaan
kegiatan farmasi.
22. Meningkatkan pengetahuan SDM melalui pelatihan atau seminar.
54

e. Koordinator Depo Rawat Inap


Depo rawat inap dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi
RSUD Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi
dalam hal mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu
sediaan farmasi, alkes dan bahan medis habis pakai, melakukan skrining
administrasi atas permintaan tiap unit rawat inap dalam meminimalkan
pemborosan dan penyalahgunaan obat, mengendalikan harga sesuai bentuk
tanggungan peserta jaminan kesehatan yang berlaku secara sistem peresepan
individual, system floor stock dan One Day Dose Disspensing (ODDD) serta
melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas
di lingkungan Depo Rawat Inaprumah sakit (6).
f. Koordinator Depo Rawat Jalan
Depo rawat jalan dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada
di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi
RSUD Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi
dalam hal mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, menjamin keamanan, mutu dan ketersediaan
sediaan farmasi, melakukan pengendalian, pemantauan penggunaan obat
rasional, melakukan skrining administrasi atas permintaan sesuai resep pasien
poliklinik dan penerapan pelayanan farmasi klinik secara langsung serta
meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat, serta melaksanakan
pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan
Depo Rawat Jalanrumah sakit (6).
g. Koordinator Depo Rawat Darurat
Depo rawat darurat dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada
di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi
RSUD Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi
dalam hal mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu
55

sediaan farmasi, alat kesehatan maupun bahan medis habis pakai,


meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat, memantau penggunaan
obat rasional dan melakukan skrining resep sehubungan kelengkapan
administrasi sesuai bentuk tanggungan perserta jaminan kesehatan, serta
melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas
di lingkungan Depo Rawat Darurat rumah sakit (6).
h. Koordinator Depo OK
Depo OK dipimpin oleh seorang apoteker kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi
RSUD Labuang Baji, mempunyai tugas membantu kepala Instalasi Farmasi
dalam hal mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, menjamin ketersediaan, keamanan dan mutu
sediaan farmasi terutama sediaan injeksi obat bius dan alat kesehatan medis
habis pakai yang digunakan dalam operasi, mencatat penggunaan paket operasi
yang digunakan setiap hari yang meliputi paket anastesi dan paket operasi,
mengawasi penggunaan sediaan narkotika, serta melaksanakan, pelaporan dan
evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Depo OK rumah sakit (6).
2) Cakupan Pelayanan (6):
a. Mengelola kebutuhan dan kegiatan pelayanan farmasi
b. Melaksanakan penilaian dan pemilihan barang farmasi meliputi: obat, alat
kesehatan dan bahan pakai habis, bahan laboratorium, bahan radiologi dan
barang farmasi lainnya
c. Melaksanakan pengdaan, penyimpanan, peracikan dan pendistribusian
obat/bahan dan alat kesehatan pakai habis serta barang farmasi lainnya
d. Melaksanakan pengawasan mutu barang farmasi yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan
e. Melaksanakan penyuluhan, bimbingan dan konsultan penggunaan obat dan
pengobatan
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi calon farmasis, paramedik dan
tenaga kesehatan lainnya
56

g. Melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kabupaten Gowa yang


memiliki JAMKESDA, yaitu program jaminan bantuan pembayaran biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kabupaten gowa
yang meliputi pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), Rawan Inap
Tingkat Lanjut (RITL), dan pelayanan gawat darurat (emergency).
Adapun syarat dan ketentuannya antara lain :
 Peserta berhak mendapat pelayanan sesuai paket pelayanan yang
tersedia
 Peserta wajib memperlihatkan keterangan domisili (Kartu Tanda
Penduduk, Kartu Keluarga) serta memperlihatkan surat rujukan dari
Puskesmas bagi peserta pelayanan kesehatan gratis yang berobat ke
rumah sakit.
3) Kualifikasi Tenaga (6):
a. Pimpinan
Pimpinan instalasi farmasi RSUD Labuang Baji adalah apoteker
yang mempunyai surat izin kerja, SK Penempatan, pengalaman di Rumah
Sakit lebih dari 3 tahun dan terdaftar di asosiasi profesi.
b. Staf
Jumlah tenaga kefarmasian cukup, kualifikasi memenuhi,
berpengalaman dan sebagian sudah mengikuti pelatihan.
Tabel II.1 Jenis dan Jumlah Tenaga
No. Jenis Tenaga Jumlah Keterangan
1 Apoteker (Farmasis) 14 orang PNS
2 S1 Farmasi 8 orang PNS
3 D4 Farmasi 1 orang PNS
4 D3 Farmasi 3 orang PNS
5 Asisten Apoteker 3 orang PNS
6 Administrasi Farmasi 2 orang PNS
7 Tenaga Lain-lain 7 orang Swakelola
8 Gas Medik 4 orang Swakelola
Jumlah 39 orang
BAB III
CENTRAL STERILIZATION SUPPLY DEPARTMENT (CSSD)

III.1 Tinjauan Umum CSSD


III.1.1 Definisi CSSD
Sterilisasi adalah suatu proses pengelolaan alat/bahan yang bertujuan
untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan
dapat dilakukan dengan proses kimia/fisika (8).
Sterilisasi sangat penting dilakukan terutama untuk alat-alat bedah,
terlebih lagi saat ini semakin berkembangnya prosedur operasi maupun
kompleksitas peralatan medik, maka diperlukan proses sterilisasi yang
tersentralisasi sehingga keseluruhan proses menjadi lebih efisien, ekonomis, dan
keamanan pasien semakin terjamin. Di samping itu, rumah sakit sebagai institusi
penyedia pelayanan kesehatan berupaya mencegah terjadinya resiko infeksi bagi
pasien dan petugas rumah sakit (8).
Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah
rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit.Untuk mencapai keberhasilan
tersebut, maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (2).
Central Sterilization Supply Department (CSSD) merupakan salah satu
mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya
menekan kejadian infeksi (8). Central Sterilization Supply Department (CSSD)
atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen
dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, dan
sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril
(8).
Instalasi CSSD merupakan pusat pelayanan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan alat/bahan steril bagi unit-unit yang membutuhkan sehingga
dapat mencegah dan mengurangi infeksi yang berasal dari rumah sakit itu
sendiri.Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi
label, sterilisasi, sampai proses distribusi (8).

57
58

III.1.2 Sarana dan Prasarana CSSD


Dalam pelaksanaan sterilisasi diperlukan ruangan-ruangan dan sarana-
sarana penunjang yang memungkinkan sterilisasi dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar (2).
1. Ruang dekontaminasi
Terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan dekontaminasi dan
pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara, dan
dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk
melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun,
dan hal-hal berbahaya lainnya. Personal pada ruangan ini menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yang memadai.
Sistem ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga udara di
ruang dekontaminasi harus:
a. Dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter.
b. Tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya.
c. Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin.
Suhu dan kelembaban berpengaruh pada bioburden lingkungan dan
juga kenyamanan pekerja di ruang dekontaminasi. Suhu udara yang
direkomendasikan antara 18oC – 22oC dan kelembaban udara yang
direkomendasikan antara 35% - 75%.
2. Ruang pengemasan alat
Untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan alat/barang bersih. Pada
ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan tertutup.
3. Ruang produksi dan prosessing
Linen diperiksa, dilipat, dan dikemas untuk persiapan sterilisasi. Selain
linen pada daerah ini dipersiapkan pula bahan-bahan seperti kain kasa, cotton
swab, dan lain-lain.
4. Ruang sterilisasi
Tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Untuk sterilisasi etilen oksida,
sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit
pusat sterilisasi dan dilengkapi exhaust.
59

5. Ruang penyimpanan barang steril


Ruang ini sebaiknya dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila digunakan mesin
sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang
penyimpanan. Diruangan ini penerangan harus memadai, suhu antara 18oC – 22oC
dan kelembaban 35% - 75%. Ventilasi menggunakan sistem tekanan positif
dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90 – 95% (untuk partikular berukuran 0,5
mikron).
Dinding dan lantai terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah
dibersihkan, alat steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan minimum 43
cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari
terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat-alat steril tidak disimpan
dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses ke ruang penyimpanan steril
dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih, bebas dari penyakit menular
dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan persyaratan.

III.1.3 Struktur Organisasi CSSD


Instalasi pusat sterilisasi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi (dalam
jabatan fungsional) dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur
Penunjang Medik. Adapun uraian tugas dari masing-masing bagian ialah sebagai
berikut (4) :
1. Kepala instalasi sterilisasi
a. Bertanggung jawab mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan
dengan suplai alat medis steril bagi perawatan pasien.
b. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan
dan pengembangan diri/personil lainnya.
c. Menentukan metode yang efektif bagi penyiapan dan penanganan alat/bahan
steril.
d. Bertanggung jawab agar staf mengerti prosedur penggunaan mesin
sterilisasi secara benar.
e. Kerjasama dalam unit lain di rumah sakit dan melakukan koordinasi yang
bersifat intern/ekstern.
60

f. Membuat rencana kerja.


g. Membuat laporan sterilisasi.
h. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
2. Bagian administrasi
a. Membuat laporan dalam buku register bahan dan alat.
b. Membuat laporan penerimaan linen bersih.
c. Membuat laporan harian, bulanan, dan tahunan bahan dan alat.
d. Mencatat pengambilan bahan dan alat steril dari semua ruangan.
e. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
3. Bagian prasteril
a. Memperhatikan petunjuk penggunaan autoklaf.
b. Menjaga agar autoklaf mudah dioperasikan.
c. Membersihkan autoklaf 3 kali seminggu.
d. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
4. Bagian distribusi
a. Mengatur seluruh barang, bahan, dan alat yang telah mengalami proses
sterilisasi.
b. Menyimpan tromol bahan dan alat yang sudah steril dalam lemari
penyimpanan.
c. Memberikan barang, bahan, dan alat kepada petugas yang datang ke
ruangan Instalasi Sterilisasi.
d. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

III.1.4 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi


Adapun tugas-tugas CSSD di rumah sakit adalah (8):
1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien
2. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan
3. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar
operasi, maupun ruangan lainnya
4. Memilih peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu
5. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
61

6. Mempertahankan standar yang ditetapkan


7. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi, maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu
8. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi
nosokomial
9. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi
10. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD, baik
yang bersifat intern dan ekstern
11. Mengevaluasi hasil sterilisasi

III.1.5 Aktivitas Fungsional


Alur aktivitas fungsional dari pusat sterilisasi secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut (8):
1. Pembilasan: pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di
ruang perawatan.
2. Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik
sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.
3. Pengeringan: dilakukan sampai kering.
4. Inspeksi dan pengemasan: setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya.
5. Memberi label: setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi
dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi, dan kadaluarsa proses
sterilisasi.
6. Pembuatan: membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut yang
kemudian akan disterilkan.
7. Sterilisasi: sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf yang terlatih.
8. Penyimpanan: harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi
penyimpanan yang baik.
62

9. Distribusi: dapat dilakukan berbagai sistem distribusi sesuai dengan rumah


sakit masing-masing.

III.1.6 Alur Kerja CSSD


Alur Kerja CSSD Secara Umum (2):
a. Collect/pengumpulan
b. Clean/pencucian
c. Desinfection/desinfeksi
d. Dry/pengeringan
e. Sort/pemilihan
f. Pack/pengemasan
g. Sterilize/sterilisasi
h. Store – distribute

III.1.7 Metode Sterilisasi


Terdapat beberapa macam metode sterilisasi, yaitu (8) :
1. Sterilisasi panas kering
Digunakan untuk bahan yang bersifat termolabil, misalnya alat gelas dan
sediaan farmasi. Untuk instrumen yang terbuat dari logam, tidak dianjurkan
untuk disterilisasi dengan cara ini. Waktu sterilisasi yang umum pada suhu
160oC adalah 60–150 menit, dan pada suhu 170oC adalah 20–30 menit.
2. Sterilisasi dengan panas uap
Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit karena :
a. Mudah pelaksanaannya
b. Diterapkan hampir 80% kebutuhan (instrumen bedah, linen, dan lain-lain)
c. Biaya operasional rendah
d. Hasil sterilisasi kering
e. Waktu proses relatif pendek
63

Temperatur yang diperlukan pada metode sterilisasi ini adalah :


a. 130oC selama 2 menit
b. 121oC selama 15 menit
c. 116oC selama 30 menit
3. Sterilisasi dengan UV
Adanya keterbatasan daya tembus UV, maka metode sterilisasi ini hanya
dapat digunakan untuk :
a. Sterilisasi udara
b. Inaktivasi mikroorganisme pada permukaan bahan atau tersuspensi dalam
cairan.
c. Produk dalam komposisi yang tidak stabil yang sulit disterilisasi dengan
cara konvensional.
Efek maksimum radiasi pada gelombang 265 nm.Sterilisasi dengan UV
pada rumah sakit digunakan pada ruang operasi untuk mengurangi kontaminasi
dan dikontaminasi udara.
4. Sterilisasi dengan sinar pengion
Jenis sinar pengion yang digunakan adalah sinar gamma dan sinar beta dan
digunakan untuk sterilisasi pada suhu kamar.Kelemahan sterilisasi ini adalah
mahalnya biaya untuk proteksi petugas yang bekerja pada lingkungan sinar
pengion. Sterilisasi ini digunakan untuk sterilisasi alat-alat medis, seperti
syringe, benang bedah, serta bahan-bahan yang terbuat dari plastik dan karet.
5. Sterilisasi dengan gas kimia
Jenis gas yang digunakan adalah etilen oksida dan formaldehid.
Keuntungan sterilisasi ini antara lain :
a. Digunakan untuk sterilisasi bahan yang bersifat termolabil.
b. Kemampuan penetrasi dan absorbs etilen oksida yang tinggi pada beberapa
jenis pembungkus (kertas, polietilen)
c. Digunakan untuk sterilisasi kateter, peralatan suntik plastik, dan sarung
tangan.
64

6. Sterilisasi dengan filtrasi


Digunakan untuk mensterilkan udara atau bahan dalam bentuk cairan.
Contohnya adalah filter udara seperti HEPA (High Efficiency Particulated Air)
pada ruang operasi atau ruang isolasi tertentu untuk menghindari terjadinya
kontaminasi atau infeksi silang.
7. Sterilisasi dengan bahan kimia
Menggunakan jenis disinfektan tertentu yang bersifat high level
disinfectant seperti penggunaan glutaraldehid 2% untuk sterilisasi endoskopik.

III.1.8 Indikator Sterilisasi


Indikator-indikator yang digunakan sebagai salah satu kontrol kualitas
proses sterilisasi yang dilakukan antara lain yaitu (5):
1. Indikator fisik
Indikator fisik merupakan bagian dari instrumen mesin sterilisasi, yang
berupa lampu indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan apakah alat
sterilisasi telah bekerja dengan baik. Pengukuran suhu dan tekanan merupakan
fungsi penting dari sistem monitoring sterlisasi, bila indikator mekanik,
berfungsi dengan baik, maka setelah proses sterilisasi akan memberikan
informasi dengan segera mengenai suhu, tekanan, waktu, serta fungsi mekanik
lainnya. Indikator fisik tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah
tercapai, melainkan hanya memberikan informasi dengan cepat tentang fungsi
dari alat sterilisasi.
2. Indikator kimia
Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan
sterilisasi pada objek yang disterilkan dengan adanya perubahan warna.
Indikator kimia yang digunakan berupa tape yang disebut dengan autoclave
tape yang sensitif terhadap satu atau lebih parameter sterilisasi. Indikator kimia
belum dapat menjamin tercapainya keadaan steril, tetapi hanya menunjukkan
bahwa suatu benda telah melewati kondisi-kondisi sterilisasi pada suatu siklus
sterilisasi.
65

3. Indikator biologi
Indikator biologi ini berupa sediaan yang berisi populasi mikroorganisme
dalam bentuk spora hidup dan disertai media pertumbuhan yang sesuai.Ada yang
dimasukkan dalam autoklaf dan ada yang di luar untuk kontrol positif.Bila spora
indikator yang di dalam autoklaf tidak tumbuh setelah diaktifkan, maka
diasumsikan semua kemasan dalam kondisi steril. Mikroorganisme yang
digunakan untuk indikator ini adalah Bacillus stearothermophyllus (sterilisasi
uap) dan Bacillus subtilis (sterilisasi etilen oksida dan sterilisasi panas kering).

III.2 Tinjauan CSSD di RSUD Labuang Baji


III.2.1 Struktur Organisasi
Di Rumah sakit, Unit Sterilisasi merupakan suatu unit kerja penunjang
medis yang tidak menjadi bagian dari Instalasi Farmasi, sama halnya di Rumah
Sakit Labuang Baji. Instalasi CSSD memiliki 2 bagian yaitu Instalasi sterilisasi
dan Laundry (Bagian teknis pencucian dan penjahitan linen). Instalasi pusat
sterilisai merupakan salah satu instalasi yang berada dibawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktur/Wakil Direktur Rumah Sakit. Instalasi Sterilisasi
sendiri dipimpin oleh seorang koordinator pelayanan dan bertanggung jawab
langsung kepada kepala instalasi sterilisasi dan binatu (15).
Unit Sterilisasi mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
pengelolaan (sterilisasi dan inventarisasi) set instrument dan linen untuk tindakan
pembedahan di IRD, OK, OK THT, OK Mata, OK CYTO, Poliklinik Bedah, Poli
Mata, Poli Kandungan, Poli THT dan instalasi lain yang membutuhkan. Ruang
lingkup atau jangkauan pelayanan Unit Sterilisasi mencakup seluruh ruangan atau
unit yang membutuhkan pelayanan sterilisasi, terutama kamar bedah (15).

III.2.2 Waktu dan Jenis Pelayanan


Pelayanan yang diberikan Instalasi Sterilisasi RSUD Labuang Baji Provinsi
Sulawesi Selatan khususnya distribusi alat dan bahan steril dimulai pukul 07.30-
14.00 tiap hari senin-jumat dan pukul 08.00-13.00 pada hari sabtu. Central
Sterilization Supply Department merupakan unit pelayanan penunjang bagi
asuhan keperawatan dan pelayanan medis di rumah sakit (15).
66

III.2.3 Alur kerja


Pelaksanaan kerja di Instalasi Sterilisasi RSUD Labuang Baji Provinsi
Sulawesi Selatan diawali dengan penerimaan barang yang akan disterilisasi yang
mana dibawa langsung oleh tenaga medis dari masing-masing instalasi dalam
keadaan dipisah-pisahkan berdasarkan jenis barang dan instalasi yang mengirim
dan dalam keadaan sudah bersih.
a. Alur pelayanan dekontaminasi dan Setting Packaging Alat Kesehatan atau
Instrumen yang dilakukan adalah sebagai berikut (6) :
1. Penerimaan bahan dan alat yang belum steril (bersih) namun sebelumnya
telah dilakukan pencucian / laundry (bagian dari sterilisasi) yang meliputi:
a. Jas operasi
b. Sarung meja
c. Alas meja
d. Kain kasa
e. Instrumen operasi
f. handschoen
2. Pencatatan dalam buku register bahan dan alat:
a. Laporan penerimaan linen bersih
b. Laporan masuk dan keluar bahan dan alat
3. Pemisahan linen bersih (terutama yang tidak ada bekas operasi, seperti
darah):
a. Pengelompokkan sesuai jenis linen
b. Jas operasi
c. Sarung meja
d. Alas meja
4. Prosesing linen:
a. Tempat untu kmelipat linen bersih
b. Melipat jas operasi dengan cara digulung dan diberi steam indicator tapes
(S.I.T)
c. Melipat duk lubang kecil dengan cara empat persegi panjang, diikat lima
dengan menggunakan S.I.T
67

d. Melipat duk lubang besar dengan digulung dan diberi steam indikator
tapes
e. Melipat duk setengah lebar dengan cara empat persegi panjang, diikat
lima dan menggunakan S.I.T
f. Melipat sarung meja dengan cara empat persegi dan diberi steam
indikator tapes
g. Melipat alas meja dengan cara empat persegi panjang, disusun lima dan
menggunakan S.I.T
5. Memasukkan linen bersih ke dalam tromol:
a. Tromol besar digunakan untuk memasukkan jas operasi
b. Tromol sedang digunakan untuk memasukkan duk lubang besar, duk
lubang kecil, dan duk setengah lebar
c. Tromol kecil digunakan untuk memasukkan sarung meja dan alas meja.
6. Memasukan tromol kedalam chamber autoclave:
a. Temperatur chamber 121oC
b. Power usage 9 KW / 9000 watt
c. Operating pressure 2 kg/cm2
d. Dioperasikan selama 45 – 60 menit dalam keadaan dingin (start awal)
e. Jika autoclave dalam posisi panas (start kedua) proses sterilisasi
membutuhkan waktu relative singkat intervalnya 15 – 30 menit
f. Mengeluarkan tromol yang sudah mengalami proses sterilisasi
g. Penyusunan kembali tromol yang telah steril
h. Pengaturan tromol antara IBS dan IRD, CYTO ataupoliklinik/bangsal
7. Menyimpan tromol di tempat steril:
a. Penyimpanan tromol di tempat yang disediakan
b. Menunggu petugas dari ruangan masing-masing untuk mengambil
tromol.
8. Pengambilan bahan danalat steril oleh petugas masing-masing ruangan
a. Dari kamar operasi
1. OK, OK THT
2. OK Mata
68

3. OK CYTO
b. Dari poliklinik
1. Poli Bedah
2. Poli Mata
3. Poli THT
4. Poli Kandungan
5. Dari ruang perawatan
b. Kebijakan Distribusi Alat dan Bahan Steril
1. Bahan atau alat steril diantar dan diserahkan kepada petugas ruangan
sterilisasi.
2. Proses serah terima dan pengambilan alat dan bahan steril dicatat dalam
buku register.
3. Jadwal serah terima alat dan bahan steril dicatat dalam buku register
a. Hari Senin – Jumat : Jam 07.30 – 14.00
b. Hari Sabtu : Jam 08.00 – 13.00
c. Kebijakan Sterilisasi Linen
1. Semua linen yang akan disterilkan diantar ke instalasi sterilisasi oleh
petugas laundry.
2. Semua linen yang akan disterilkan dipasang steam indicator tapes.
3. Setiap saat disiapkan linen steril yang siap pakai.
4. Semua linen yang rusak akibat proses sterilisasi langsung dilaporkan kepada
pimpinan
d. Kebijakan Sterilisasi Instrumen
1. Alat pra steril diantar ke instalasi sterilisasi oleh petugas ruangan.
2. Alat yang akan disterilkan dipasang steam indicator tapes.
3. Alat dan bahan yang sudah disterilkan dan tidak diambil di instalasi
sterilisasi selama 3 hari harus disterilkan ulang.
4. Instalasi sterilisasi siap setiap saat, bahkan hari minggu/ hari raya bekerja
e. Kebijakan Penerimaan Bahan/Alat Pra Steril
1. Bahan atau alat pra steril diantar dan diserahkan kepada petugas sterilisasi.
2. Proses serah terima dicatat dalam buku register.
69

f. Kebijakan Pengorganisasian
1. Tersedia struktur organisasi instalasi sterilisasi.
2. Penempatan pimpinan dan staf.
3. Tersedianya uraian tugas kepala instalasi unit sterilisasi dan staf.
g. Kebijakan Administrasi
1. Seluruh kegiatan operasional di unit instalasi sterilisasi tercatat secara
administrasi.
2. Tersedianya perangkat administrative.
3. Buku penerimaan linen bersih.
4. Buku penerimaan dan pengeluaran barang steril.
5. Buku permintaan barang.
6. Daftar inventaris terlampir

III.2.4 Kegiatan CSSD di RSUD Labuang Baji


Adapun kegiatan yang dilakukan oleh instalasi Sterilisasi di RSUD Labuang
Baji yaitu melakukan kegiatan sterilisasi instrumen set dan linen yang diterima
dari IBS, OK THT, OK Mata, OK CYTO, Poliklinik Bedah, Poli Mata, Poli
Kandungan (Obgyn), Poli THT, dan perawatan dalam keadaan bersih dan sudah
dikemas dan diberi label dimana asal instrumen tersebut. Penerimaan barang di
lakukan di ruang bersih.Barang yang diterima kemudian dicatat dalam buku
penerimaan barang sebagai dokumentasi penerimaan barang diterima untuk
disterilkan.
Setelah barang diterima kemudian di beri indikator untuk membedakan
instrumen yang belum atau yang sudah disterilkan.Kemudian disterilkan sesuai di
autoclaf sesuai dengan SOP yang ada.Autoclave adalah suatu alat/mesin yang
digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap bertekanan.Setelah
dilakukan sterilisasi maka instrumen yang sudah disterilkan disimpan dalam
ruangan penyimpanan melalui jalur steril kemudian didistribusikan kebagian-
bagian yang membutuhkan.
Untuk sterilisasi linen di RSUD Labuang Baji, linen yang masih kotor
dibawa ke bagian laundry untuk dibersihkan mulai dari perendaman hingga pada
70

tahap pencucian. Kemudian Instalasi Sterilisasi menerima linen dalam keadaan


bersih dari laundry. Kemudian dimasukkan dalam ruangan pecking linen, disini
dilakukan penyortiran linen yang masih layak untuk digunakan. Setelah di sortir,
dikemas dan dibungkus sesuai dengan set linennya, kemudian diberi indikator dan
disterilkan. Tujuan pengemasan adalah ménjaga keamanan bahan agar tetap dalam
kondisi steril.
Instalasi Sterilisasi di RSUD Labuang Baji hanya bertugas mensterilkan saja
karena hanya menerima barang dari ruangan-ruangan sudah dalam keadaan bersih
dan sudah dikemas sehingga petugas tidak lagi melakukan pengecekan terhadap
instrumen yang akan disterilkan sehingga tidak diketahui apakah alat / instrumen
yang akan disterilkan sudah dibersihkan dengan baik, dan masih layak untuk
digunakan dengan melihat kondisi fisik dari instrumen misalnya korosif, retak,
ataupun belum bersih.
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril
terbesar.Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan
pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta
meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril. Untuk lokasi Instalasi Sterilisasi
di RSUD Labuang Baji letaknya agak jauh dari kamar operasi ini menjadi salah
satu kendala karena ruang operasi dirumah sakit ini tidak terpusat pada satu
tempat.Akan tetapi hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan melakukan
pendistribusian dengan menggunakan sistem tertutup ataupun sistem terbuka
dengan menggunakan troly khusus.
Pada penggunaan indikator, Instalasi Sterilisasi di RSUD Labuang Baji
telah menggunakan beberapa indikator. Indikator dalam bekerja berdasarkan
perubahan warna, indikator ini diletakkan dalam linen atau bahan-bahan operasi
kemudiandikemas, keunggulan indikator dalam ini untuk memastikan apakah
sterilisasi telah berhasil hingga pada bagian dalam bahan yang telah disterilisasi.
Selain itu adapula indikator strip dan indikator luar tambahan yang juga berfungsi
untuk merekatkan kemasan dari bahan yang telah disterilkan. Sehingga dengan
adanya beberapa indikator tersebut dapat dipastikan sterilisasi bisa berjalan lancar
atau berhasil.
71

Penggunaan indikator biologi sangat disarankan untuk lebih menjamin


kesterilan bahan karena indikator biologi mengandung mikroorganisme dimana
bila proses sterilisasi tidak sempurna maka akan terjadi perubahan warna.
BAB IV
PENGOLAHAN LIMBAH

IV.1 Definisi Limbah Rumah Sakit


Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, gas dan cair (9). Mengingat dampak yang
mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana
pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit
yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (10).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari Laboratorium
Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya
sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan limbah padat yang berasal dari
rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit
bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman
(11).
Pengolahan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (12).

IV.2 Macam-macam Limbah Rumah Sakit


Macam-macam limbah Rumah Sakit antara lain yaitu (9):
1. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat
dan non medis.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.

72
73

3. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
4. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
5. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan
generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
6. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
7. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan
sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah
diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
8. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

IV.3 Mekanisme Pengolahan Limbah Padat


Dalam Kepmenkes RI Nomor 1204 tahun 2004 disebutkan bahwa dalam
pengelolaan limbah medis terdapat enam tahapan, yaitu: (1) pemilahan, (2)
pewadahan, (3) pemanfaatan kembali dan daur ulang, (4) pengumpulan dan
pengangkutan, (5) pengolahan dan pemusnahan, dan (6) pembuangan akhir.
1. Pemilahan Limbah Medis
Pemilahan limbah harus dimulai dari sumber yang menghasilkan limbah.
Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat yang terdiri dari limbah
infeksius,limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah kimia,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat. Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali. Jarum harus dihancurkan dengan menggunakan alat pemotong jarum
74

supaya lebih aman dan mengurangi resiko terjadinya cedera. Setelah limbah alat
suntik dan benda tajam lainnya sudah dirasa aman, kemudian dimasukkan dakam
kontainer benda tajam (13).
2. Pewadahan Limbah Medis
Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan
yang terpisah dengan limbah padat non-medis. Limbah benda tajam harus
dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau
tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah untuk
dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya atau
ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman
(9).

Tabel 2.Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan


penggunaan wadah dan label. Persyaratan pewadahan limbah medis padat antara
lain: terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya bahan
75

fiberglass. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3
bagian telah terisi limbah. Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan
sitotoksisyang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan
dengan larutan desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk
kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi. Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang
kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis” (13).
3. Pemanfaatan Kembali atau Daur Ulang
Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi. Untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearo thermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus
subtilis (9).
Peralatan benda tajam dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses
sterilisasi. Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah proses
sterilisai meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes, botol,dan
wadah kaca. Setelah pemakaian, peralatan tersebut harus dikumpulkan di tempat
yang terpisah dari tempat peralatan sekali pakai, kemudian dicuci dengan hati-
hati, kemudian disterilkan. Sterilisasi dapat dilakukan secara kimiawi, dibakar
atau dengan autoclaving (13).
Proses autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien.
Peralatan ini hanya dapat mengolah sedikit limbah sehingga umumnya digunakan
untuk limbah yang sangat infeksius seperti benda tajam. Mesin ini hanya
memerlukan waktu 60 menit pada suhu dan tekanan masing-masing 121ºC dan 1
bar (100 kPa) sehingga memungkinkan uap untuk berpenetrasi secara maksimum
kedalam materi limbah (13).
4. Pengumpulan dan Pengangkutan Limbah Medis
Staf keperawatan dan staf klinis lainnya harus memastikan bahwa kantong
limbah tertutup atau terikat dengan kuat apabila sudah dua pertiga penuh.
Kontainer limbah medis yang sudah ditutup harus dimasukkan dalam kantong
kuning berlabel untuk limbah medis infeksius. Pengumpulan dari tiap ruangan
76

penghasil limbah harus dilakukan setiap hari dan diangkut ke lokasi penampungan
dengan menggunakan gerobak atau troli khusus yang tertutup (13).
Alat pengangkut tidak diperbolehkan memiliki sudut yang tajam yang dapat
merusak kantong atau kontainer limbah. Kantong atau kontainer harus diganti
segera dengan yang baru dan harus selalu tersedia di setiap lokasi penghasil
limbah benda tajam. Penyimpanan pada musim hujan maksimal 48 jam dan
musim kemarau maksimal 24 jam (9).
5. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah Medis
Limbah medis padat tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Cara dan
teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan
kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan
pemanasan menggunakan autoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
insenerator (9).
a. Pengolahan Limbah Medis Infeksius dan Benda Tajam
Limbah benda tajam harus diolah dengan insenerator bila memungkinkan, dan
dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Tipe insenerator sangat
banyak, mulai dari pembangkit bersuhu tinggi yang sangat mutakhir sampai unit
pembakaran yang sangat sederhana dengan suhu rendah. Jika dioperasikan dengan
benar, dapat memusnahkan patogen dari limbah dan mengurangi kuantitas limbah
menjadi abu. Perlengkapan insinerasi harus diperhatikan dengan cermat
berdasarkan sarana dan prasarana dan situasi di rumah sakit. Insenerator untuk
limbah medis rumah sakit dioperasikan pada suhu antara 900ºC dan 1200ºC (13).
b. Pengolahan Limbah Farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insenerator pirolitik
(pirolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang
kesarana air limbah atau di insenerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus
menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi
dalam drum logam,dan insenerasi. Limbah farmasi dalam jumlah yang besar harus
dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
77

memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu


diatas 1000 ºC.
c. Pengolahan Limbah Sitotoksis
Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan
penimbunan (landfill) atau kesaluran limbah umum. Pembuangan yang dianjurkan
adalah dikembalikan keperusahaan penghasil atau distributornya, insenerasi pada
suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya
masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada
insenerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut kadaluarsa atau tidak lagi
dipakai. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC di butuhkan untuk
menghancurkan bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu rendah dapat
menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. Insenerator pirolitik
dengan dua tungku pembakaran pada suhu 1000ºC dengan minimum waktu
tinggal 2 detik atau suhu 1000ºC dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua
sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaringan debu.
Insenerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insenerasi juga
memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah
kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850ºC. Insenerator dengan
satu tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah
sitotoksis. Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi
senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga
untuk pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung. Cara kimia relatif
lebih mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalium permanganate (KMnO4) atau
asam sulfat (H2SO4), penghilangan nitrogen dengan asam bromide, atau reduksi
dengan nikel dan alumunium. Apabila cara insenerasi maupun degradasi kimia
tidak tersedia, kapsulisasi atau insenerasi dapat dipertimbangkan sebagai cara
yang dapat dipilih (9).
78

d. Pengolahan Limbah Kimiawi


Pengolahan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerasi pirolitik,
kapsulisasi, atau ditimbun (landfill). Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam
jumlah besar secara aman dan murah adalah dengan cara mengembalikan limbah
kimia tersebut kepada distributornya yang akan ditangani secara aman, atau
dengan cara dikirim ke Negara yang memiliki peralatan yang cocok untuk
mengolahnya (9).
e. Pengolahan Limbah Kandungan Logam Berat
Limbah dengan kandungan merkuri atau cadmium tidak boleh dibakar atau
diinsenerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak
boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. Cara yang disarankan
adalah dengan dikirim ke Negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah
dengan kandungan logam berat. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke
tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri
yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi
kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat
dibuang dengan limbah biasa (9).
f. Pengolahan Limbah Kontainer Bertekanan
Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah
dengandaur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh
dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida
dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah
bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya (9).
g. Pengolahan Limbah Radioaktif
Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radiokatif yang terbuka untuk
keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang
terlatih khusus dibidang radiasi. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus
diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. Tenaga terlatih
tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan
79

melakukan pencatatan. Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan


persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kemudian
diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan
kepada Negara distributor. Semua jenis limbah medis termasuk limbah radioaktif
tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik (landfill)
sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan (9).
6. Pembuangan Akhir Limbah Medis
Setelah diinsenerasi, limbah benda tajam menjadi limbah yang tidak beresiko
dan dapat dibuang ke lokasi landfill. Selain itu limbah benda tajam yang infeksius
juga dapat diolah terlebih dahulu dalam proses encapsulation, yaitu limbah
dimasukkan dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat limbah
tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini dapat menggunakan
kotak yang terbuat dari polietilen berdensitas tinggi atau drum logam yang tiga
perempatnya diisi dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan semen, atau
materi gamping. Setelah media kering, kemudian dibuang ke lokasi landfill.
Metode ini sangat efektif dan relative murah (13).

IV.4 Mekanisme Pengolahan Limbah Cair


Pengolahan limbah cair di rumah sakit menggunakan sistem extended
aeration. Pada awalnya air limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam
proses penyaluran ke influent chamber ini, bahan padat dapat masuk ke sistem
penyaluran. Jika bahan padat masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit
pengolahan maka proses pengolahan limbah cair dapat terganggu. Oleh karena itu,
pada influent chamber dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu melalui proses
penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui saringan besi untuk
menyaring sampah yang berukuran besar. Sampah yang tertahan oleh saringan
besi secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya penyumbatan (14).
Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank. Di dalam equalizing
tank, air limbah dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow
regulator. Flow regulator yang terdapat pada bak ekualisasi ini dapat
mengendalikan fluktuasi jumlah air limbah yang tidak merata, yaitu selama jam
80

kerja air diperlukan dalam jumlah banyak, dan sedikit sekali pada malam hari.
Flow regulator juga dapat mengendalikan fluktuasi kualitas air limbah yang tidak
sama selama 24 jam dengan menggunakan teknik mencampur dan mengencerkan
(14).
Dengan dibantu oleh diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk dan
bercampur menjadi homogen dan siap diolah. Selain itu, diffuser juga dapat
menghilangkan bau busuk pada air limbah. Setelah itu, proses pengolahan secara
biologis terjadi di dalam aeration tank dengan bahan-bahan organik yang terdapat
dalam air limbah didekomposisikan oleh mikroorganisme menjadi produk yang
lebih sederhana sehingga menyebabkan bahan organik semakin lama semakin
berkurang. Dalam hal ini bahan buangan organik diubah dan digunakan untuk
perkembangan sel baru (protoplasma) serta diubah dalam bentuk bahan-bahan
lainnya seperti karbondioksida, air, dan ammonia. Massa dari protoplasma dan
bahan organik baru yang dihasilkan, mengendap bersama-sama dengan endapan
dalam activated sludge(14).
Proses oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CHNOS + O2 + nutrien bakteri CO2 + H2O + NH3 + penambahan sel microbial
NH3 + HO2 + Penambahan sel-sel nitratN O2 +NH3 + H2O +sel-sel nitrat.
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan
kedalam clarifier tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di
bagian paling bawah dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air
limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi
pergantian. Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier dikembalikan
ke bak aerasi tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur
lebih lanjut (14).
Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak
effluent. Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk
mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak membahayakan.
Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam effluent tank yang
pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke sungai (14).
81

IV.5 Mekanisme Pengolahan Limbah Gas


Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat dan dioksin dilakukan
minimal satu kali setahun. Suhu pembakaran minimum 1000oC untuk
pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin. Rumah sakit harus dilengkapi alat
untuk mengurangi emisi gas dan debu (9).
Upaya pengelolaan limbah gas lebih sederhana dibanding dengan limbah
cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan
dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang
antara lain disyaratkan agar (15):
a. Tidak berbau (terutama oleh gas H2S dan Amoniak).
b. Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama
24 jam.
c. Angka kuman:
1. Ruang operasi: kurang dari 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman
patogen (khususnya α-Streptococcus haemoliticus) dan spora gas
gangrer.
2. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalori/m3 udara dan bebas
kuman patogen, kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak
melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

IV.6 Teknologi Pengolahan Limbah


Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang dioperasikan oleh 90%
rumah sakit hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.
Insinerator adalah alat pemusnah limbah padat dengan cara pembakaran yang
terkendali sehingga emisi gas buangnya terkontrol atau tidak mencemari
lingkungan serta abu hasil pembakaran tidak berbahaya (stabil). Tipe insinerator
yang sesuai untuk pemusnahan sampah/limbah padat adalah Insinerator Multi
chamber, yang konstruksinya terdiri dari beberapa ruangan yaitu (16):
a. Ruang bakar primer: untuk membakar limbah padat menjadi abu, suhu pada
ruangan ini sekitar 600-800oC.
82

b. Ruang bakar sekunder: untuk membakar gas dari hasil pembakaran pada ruang
bakar primer, suhu pada ruang ini harus lebih tinggi yaitu sekitar 800-1000oC,
agar terjadi pembakaran yang sempurna dan gas yang keluar tidak berbahaya.
c. Ruang abu: ruangan untuk menampung abu hasil pembakaran, pada ruangan
ini diperlengkapi dengan alat pemanas (burner) untuk membakar kembali abu
agar tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan berbahaya.
Proses pembakaran dengan insinerator berlangsung pada suhu tinggi (600-
o
800 C), pada suhu tersebut limbah padat organik sudah dapat hancur terbakar dan
abu yang dihasilkan akan dalam keadaaan bersih/steril. Gas hasil pembakaran
limbah tersebut dibakar juga pada suhu yang lebih tinggi yaitu antara 800-1000
o
C, gas buangnya yang bersih dan emisinya terkendali berada dibawah ambang
batas. Keunggulan pemusnahan sampah dengan teknik insinerasi adalah: sampah
dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali dan insitu, serta tidak memerlukan
lahan yang luas seperti halnya proses landfill. Tetapi insinerator juga bukan
berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik
insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian
terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker
pada tubuh (16).
Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang
dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang
membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai,
sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis . Saat ini
telah ditemukan teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah
satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United
States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999 (15).

IV.7 Penanganan Limbah di RSUD Labuang Baji


Limbah RSUD Labuang Baji tergolong dalam beberapa jenis,
dandihasilkan dari berbagai jenis kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya. Penanggulangan limbah RSUD Labuang Baji dibagai berdasarkan
83

jenisnya, seperti limbah klinis, limbah cair rumah sakit dan limbah padat rumah
sakit.
a. Penanggulangan Limbah Klinis di RSUD Labuang Baji
Limbah klinis di RSUD Labuang Baji di percayakan kepada pihak ke 3 (tiga)
yaitu salah satu perusahaan pengolahan limbah klinis di Kota Makassar karena,
alat pengolahan limbah klinis RSUD Labuang Baji belum memenuhi syarat dalam
pengolahan Limbah klinis. Limbah yang diperoleh dari seluruh kegiatan medis di
RSUD Labuang Baji, kemudian dikumpulkan dalam satu tempat khusus dan
ditimbang berat limbah tersebut. Kemudian diserahkan kepada pihak perusahaan
pengelolah limbah klinis di RSUD Labuang Baji. Proses pembayaran biaya
pengolahan limbahnya dihitung berdasarkan berat limbah klinis dan dibayarkan
tiap bulan oleh pihak RSUD Labuang Baji.
b. Penanggulangan Limbah Cair di RSUD Labuang Baji
Limbah cair di RSUD Labuang Baji dikelolah oleh pihak rumah sakit, dengan
sarana yang digunakan sama dengan pengolahan limbah cair pada umumnya dan
telah sesuai dengan ketentuan pengolahan limbah cair rumah sakit yang telah
ditetapkan oleh departemen kesehatan.
c. Penanggulangan Limbah Padat di RSUD Labuang Baji
Limbah padat di RSUD Labuang Baji, merupakan hasil dari berbagai kegiatan
penunjang di rumah sakit. Limbah padat tersebut dikumpulkan dalam satu tempat
khusus dan terpisah dengan pembuangan sampah umum masyarakat dan
pengolahan limbah padat tersebut diserahkan kepada dinas kebersihan kota
Makassar.
BAB V
PEMBAHASAN

Kegiatan PKPA dilakukan mulai bulan Januari hingga April yang terbagi
dalam 3 gelombang. Di awal PKPA, dilakukan penerimaan dan pembekalan
dilakukan oleh pihak RSUD Labuang Baji khususnya Instalasi Farmasi. Pada
pembekalan ini, mahasiswa diberikan materi mengenai RSUD Labuang Baji dan
juga peraturan-peraturan yang harus diikuti selama melaksanakan PKPA di
Rumah Sakit. Setelah dilakukan penerimaan di Instalasi Farmasi selanjutnya
dilakukan penerimaan dan pembekalan oleh pembimbing teknis secara umum
selama PKPA di RSUD Labuang Baji. Pada pembekalan ini, mahasiswa PKPA
diberikan materi mengenai RSUD labuang baji, aturan selama PKPA dan
pelayanan farmasi klinik di beberapa depo, setelah itu mahasiswa di arahkan ke
tiap-tiap depo untuk memulai melaksanakan PKPA.
Selama PKPA di RSUD Labuang Baji mahasiswa mempelajari mengenai
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Labuang Baji. Rumah sakit labuang baji
melakukan 2 kegiatan pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian rumah sakit yaitu pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan
farmasi klinik. Pada pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pemilihan
sampai administrasi sedangkan pada pelayanan farmasi klinik yang dilakukan
yaitu mulai dari pengkajian resep sampai evaluasi penggunaan obat. Pelayanan
farmasi klinik berupa Dispensing sediaan steril dan Pemantauan kadar obat dalam
darah tidak dilakukan di RSUD labuang baji karena alat yang tidak memadai.
Pada tahap pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di RSUD Labuang Baji dilakukan berdasarkan Formularium Rumah
Sakit yang disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium Rumah
Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh
Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Perencanaan dilakukan oleh kepala Instalasi Farmasi dengan
mengumpulkan data pelayanan resep dan jumlah kunjungan pasien. Rekap

84
85

Pemakaian lembar resep dan pemakaian obat generik, obat paten serta alat
kesehatan.
Berdasarkan ketetapan yang berlaku pengadaan obat-obatan, alat
kesehatan dan bahan kimia bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Sumber keuangan dari Rumah Sakit Labuang Baji berasal dari
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Instalasi Farmasi menerima dan membeli
perbekalan farmasi dengan tidak mengeluarkan uang. Sistem pengadaan yang
dilakukan di RSUD labuang baji yaitu melalui pembelian dan dropping/hibah
(untuk obat-obat HIV-AIDS dan obat-obat TB-MDR).
Untuk penerimaan perbekalan farmasi di RSUD Labuang Baji dilakukan
oleh panitia pemeriksa barang dan panitia penerimaan barang yang telah
ditetapkan. Barang yang telah diterima terlebih dahulu diperiksa oleh panitia
pemeriksa barang sebelum diserahkan ke panitia penerimaan barang. Panitia
pemeriksa barang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap mutu dan jumlah
barang, kemudian dibuat Berita Acara Penerimaan Barang untuk selanjutnya
diserahkan kepada instalasi farmasi untuk digudangkan.
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi, selanjutnya dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat
menjamin kualitas dan keamanan perbekalan farmasi sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First
Out (FEFO) dan First in First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Distribusi perbekalan farmasi dilakukan dari gudang ke beberapa depo
yaitu depo rawat inap, rawat jalan, rawat darurat, dan depo OK. Penanggung
jawab setiap depo farmasi mengisi formulir permintaan barang farmasi kepada
gudang, kemudian bagian gudang akan mengecek ketersediaan barang yang
86

diminta dan memberi tanda/jumlah barang yang dapat dilayani. Selanjutnya


format diajukan ke Kepala Instalasi Farmasi untuk disahkan. Setelah disahkan dan
persetujuan pengeluaran telah diterima, maka bagian gudang menyiapkan barang
yang diminta, mengentry/ memasukkan data ke komputer, mencatat pada kartu
stock dan terakhir menyerahkan barang ke petugas depo. Prosedur permintaan dan
penerimaan barang ini berlaku untuk permintaan biasa, sedangkan untuk
permintaan CITO, barang farmasi dapat langsung diserahkan oleh petugas gudang
farmasi tanpa menunggu pengesahan format permintaan barang oleh kepala
instalasi.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di RSUD Labuang Baji dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Salah satu
sistem pengendalian di Rumah Sakit Labuang Baji yaitu dengan menggunakan
kartu stock manual pada masing-masing depo dan gudang, dan juga melakukan
stock opname setiap akhir bulan yang dilakukan oleh gudang Instalasi Farmasi.
Untuk pencatatan dan pelaporan di RSUD Labuang Baji meliputi pengadaan
(surat pengadaan/pesanan, faktur), penyimpanan (kartustock), penyerahan (nota
dan struk penjualan), dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal yaitu
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen, meliputi pelaporan
kegiatan, barang, dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan
yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika dan psikotropika yang
dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
Untuk pelayanan farmasi klinik di RSUD Labuang Baji dilakukan oleh
masing-masing depo sesuai dengan alur pelayanannya. Secara umum alur
87

pelayanan farmasi klinik di setiap depo (IRD, Rawat jalan, Rawat Inap, OK) yaitu
pada saat pasien/keluarga pasien datang membawa resep maka dilakukan
pengkajian resep, setelah dilakukan pengkajian resep maka dilakukan penyiapan
obat/alkes sesuai dengan resep, setelah itu dilakukan pemeriksaan
ulang/mencocokkan obat/alkes yang telah disiapkan dengan obat/alkes yang
diresepkan, selanjutnya dilakukan penyerahan obat/alkes disertai pemberian
informasi berupa indikasi obat, aturan pakai, dan informasi tambahan yang
diperlukan oleh pasien/keluarga pasien. Setelah penyerahan obat/alkes dilakukan
pencatatan pada kartu stock manual. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
pengeluaran obat/alkes. Pencatatan pada kartu stock juga dilakukan jika ada
obat/alkes yang masuk dari gudang.
Selain pelayanan farmasi klinik di beberapa depo, pelayanan farmasi
klinik lain yang dilakukan di RSUD Labuang Baji yaitu Visite dan Konseling.
Visite dilakukan ke beberapa ruang perawatan inap bersama apoteker di RSUD
Labuang Baji maupun secara mandiri untuk melihat secara langsung keadaan
pasien dan mengetahui rekam medik pasien. Pada saat visite dilakukan konseling
kepada pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan pemahaman/kepatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obat dan meningkatkan semangat pasien untuk cepat
sembuh.
Pelayanan Farmasi Klinik berupa Pemantauan terapi obat dan Monitoring
efek samping obat juga dilakukan terhadap pasien dimana pasien sebelumnya
dimintai keterangan mengenai data diri pasien seperti alamat dan nomor telepon
untuk memudahkan melakukan monitoring kepada pasien, selain itu pasien juga
diberikan informasi mengenai indikasi dan kemungkinan efek samping yang dapat
terjadi setelah mengkonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter. Setelah
beberapa hari penggunaan obat maka pasien kembali di hubungi melalui telepon
atau dapat secara langsung mendatangi rumah pasien untuk melihat/memonitoring
efek terapi ataupun efek samping penggunaan obat.
Selain melakukan pelayanan kefarmasian dilakukan juga pemaparan
materi dari beberapa apoteker dan dokter di RSUD Labuang Baji kepada
mahasiswa, hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan
88

juga dilakukan diskusi antara apoteker pembimbing dan mahasiswaserta


presentase mengenai penyusunan asuhan kefarmasian dan kerasionalan profil
pengobatan pasien pada kasus yang diperoleh dari medical record yang tersedia di
Nurse Station.
BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker di RSUD
Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan melakukan dua standar
pelayanan kefarmasian yaitu mengelola perbekalan farmasi dan pelayanan
farmasi klinik serta Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang dilakukan yaitu
mulai dari pemilihan sampai proses administrasi.
2. Pelayanan Farmasi Klinik yang dilakukan yaitu mulai dari pengkajian resep
sampai Evaluasi penggunaan obat. Pelayanan Farmasi Klinik yang tidak
dilakukan di RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Dispensing
Sediaan Steril dan Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah.
3. RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan melaksanakan manajemen
rumah sakit berupa Central Sterilization Supply Department (CSSD) dan
Pengolahan Limbah Rumah Sakit.

VI.2 Saran
Sebaiknya diterapkan sistem farmasi klinik dengan ikut sertanya apoteker
dan tenaga kesehatan lainnya setiap dokter visite ke pasien sehingga terbentuk
kolaborasi profesi kesehatan guna menjamin sepenuhnya pelayanan yang
berorientasi pada pasien serta mengutamakan kepentingan dan kenyamanan
pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan.

89
DAFTAR PUSTAKA

1. Menteri Kesehatan RI. 2016.Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Jakarta.

2. Djide, Natsir. 2014. Farmasi Rumah Sakit. Fakultas Farmasi Universitas


Hasanuddin. Makassar.

3. Siregar, C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Penerbit
EGC. Jakarta.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-undang RINo.44


Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.

5. Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit. Jakarta.

6. Rumah Sakit Labuang Baji. 2015. Data Sekunder RSUD LabuangBaji.


Makassar.

7. Kementerian Kesehatan. Data View Record [serial on the internet] 2017.


[diakses pada tanggal 23 Juli 2017] Available from:
http://sirs.yankes.kemkes.go.id/rsonline/data_view.php?editid1=1406.

8. Departemen Kesehatan RI. 2009.Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central


Sterile Supply Department/CSSD) Di Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta.

9. Menteri Kesehatan RI. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1204 Tahun 2004 tentang Persyararatan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta.

10. Sabayang P, Muljadi, Budi. 1996. Konstruksi dan Evaluasi Insinerator Untuk
Limbah Padat Rumah Sakit. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat
Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan. Bandung.

90
91

11. Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW. 2000. Penambahan Powdered Activated


Carbon (PAC) Pada Proses Lumpur Aktif Untuk Pengolahan Air Limbah
Rumah Sakit. Majalah IPTEK : Jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi.
11 (1) : 30-8.

12. Agustiani E, Slamet A, Winarni D. 1998. Penambahan PAC Pada Proses


Lumpur Aktif Untuk Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit. Fakultas Teknik
Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

13. Pruss, A. Dkk. 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

14. Djaja, Made I dan Dwi Manik sulistya. 2006. Gambaran Pengolahan Limbah
Cair di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara Kesehatan. 10 (2) :
60-63.

15. Harper. 1986. Hospital Waste Disposal System. United States Patent. USA.

16. Christiani. 2002. Pemanfaatan Substrat Padat Untuk Imobilisasi Sel Lumpur
Aktif Pada Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Buletin Keslingmas.
Lampiran 1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Labuang Baji
DIREKTUR
Dr.H.Andi Mappatoba, M.B.A., DTAS

WAKIL DIREKTUR
Medik dan Keperawatan

KEPALA INSTALASI FARMASI


Rosdiana, S.Si., Apt.

PENANGGUNG JAWAB PERBEKALAN FARMASI PENANGGUNG JAWAB FARMASI KLINIK


Ririn Sucianty, S.Si., Apt Agung Prasetyo, S.Farm., Apt

PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN


KEFARMASIAN
KOORD. PERENCANAAN KOORD. PENYIMPANAN & KOORD. FARMASI PENJAMINAN MUTU
PENCATATAN DAN PELAPORAN PERB. KLINIK KEFARMASIAN
EVALUASI FARMASI IGD FARMASI Agung Prasetyo, S.Farm., Apt
Hartini, S.Si., Apt.
Yohanis Pasa’ Ayunini Suryani D.

Depo Rawat IRD Depo OK


Depo Rawat Inap Depo Rawat Jalan Depo MDR & HIV
Latifah Mahaya, Verawaty, S.Si.,
Sri Astuti, S.Si., Apt. A. Selvi, S.Si., Apt. Nurlailah, S.Si., Apt. 92
S.Si., Apt. Apt.
Lampiran 2. Prosedur Pengadaan Barang Atau Jasa Farmasi Instalasi Farmasi di RSUD Labuang Baji

Unit Layanan PPTK (PanitiaPelaksana


TekhnisKegiatan)

PejabatTeknis BLUD
Pemasok (BadanLayananUmum Daerah)

PejabatKeuangan BLUD
Unit LayananPengadaan

KPA
(KuasaPenggunaAnggar
an)/Direktur

PemeriksaanBarang PenerimaBarang

Unit Layanan Gudang 93

1
94

Lampiran 3. Alur Proses PengadaandenganSistem e-Purchasing

Keterangan: PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)


Lampiran 4. Form 1 Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat Berdasarkan E-Catalogue Obat

SATUAN E-CATALOGUE OBAT


ALOKASI JUMLAH
NO NAMA OBAT KADAR KEMASAN HPS
KEBUTUHAN HARGA PENYEDIA HARGA
TERKECIL
1 2 3 4 5 6 7 8 (8=6) 9 (5x8)

Tanggal …………………..

Pejabat Pembuat Komitmen


Satker Dit. Bina Obat Publik
Apoteker Penanggung Jawab dan Perbekalan Kesehatan

(………………………………..) (……………………………..)

NIP.

95
Lampiran 5. Form 2 Rencana Pelaksanaan Pengadaan Obat Diluar E-Catalogue Obat

SATUAN ALOKASI KONTRAK


TAHUN JUMLAH
NO NAMA OBAT KADAR KEMASAN KEBUTUHA SURVEY HPS
SEBELUMNYA HARGA
TERKECIL N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 (5x8)

Tanggal …………………..

Pejabat Pembuat Komitmen


Satker Dit. Bina Obat Publik
Apoteker Penanggung Jawab dan Perbekalan Kesehatan

(……………………..) (………………………..)
NIP.

96
Lampiran 6. Prosedur Penerimaan Barang Farmasi Instalasi Farmasi Bp-RSUD Labuang Baji

PETUGAS GUDANG PANITIA PENERIMAAN PANITIA PEMERIKSAAN PBF/


BARANG BARANG

TERIMA BARANG TERIMA BARANGFAKTUR / PERIKSA BARANG SERAHKAN


TANDA TERIMA BARANGTANDA TERIMA /
FAKTUR

CATAT DALAM
BUKUBESAR BERITAACAR BERITAA
SESUAI KIRIM KE RS.
A CARA

INPUT KOMPUTER

SERAHKAN RETUR
KEGUDANG

BUAT KARTU STOCK

SELESAI

97
Lampiran 7. Prosedur Pelayanan Resep Rawat Jalan dan Rawat Darurat IFRS Labuang Baji

POLIKLINIK / IRD APOTEK GUDANG

MENERIMA RESEP

DOKTERMENULIS USULKAN
RESEP UNTUKDIADAKAN

PASIEN Tidak JAMINAN


UMUM
KESEHATAN

PASIEN / KELUARGA Ya
MENGANTARRESEP KE PJU
APOTEK MENGECEK OBAT MENGECEK OBAT

Tidak Ya ADA Tidak ADA

BARANG FARMASI

Ya
COPY BAYAR

RACIK / SIAPKAN OBAT


PASIEN / KEL.
MENERIMAOBAT

SERAHKAN OBAT KE PASIEN


PASIEN / KELUARGA

MEREKAP PENGELUARAN
BARANG

98
99

Lampiran 8. Jalur Permintaan Barang Farmasi di Instalasi Rawat Jalan,


Rawat Inap, OK, dan Rawat Darurat

DEPO FARMASI RAWAT JALAN, RAWAT INAP, OK,


DAN RAWAT DARURAT

bara
MULAI

PETUGAS FARMASI
DEPOR. JALAN, R. INAP, OK, & R. DARURAT SELESAI
 Menyiapkan permintaan barang  Menerima barang
farmasi farmasi

PETUGAS GUDANG
INSTALASI FARMASI
 Melakukan klarifikasi farmasi  Menyerahkan barang farmasi
 Mencatat di buku pengeluaran

Permintaan
Ya
Cito ?

Tidak

KEPALA INSTALASI FARMASI


Mengesahkan Format
PermintaanBarang
100

Lampiran 9. Skema Alur CSSD

SKEMA ALUR CSSD


101

Lampiran 10. Proses Sterilisasi Peralatan Instrument

Anda mungkin juga menyukai