Kristin Neatrout, Allison McAlpine, Timothy Boorks Owens, Rupal H. Trivedi dan Lynn
J. Poole Perry
Abstrak
Latar belakang: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pasien-pasien
dengan iritis persisten setelah operasi katarak untuk menentukan insidensinya dan
resiko dapat memberikan kesempatan bagi klinisi untuk dapat mengetahui hasil akhir
(outcome) dan perjalanan post-operatif yang dapat diprediksi. Tinjauan rekam medis
restrospektif dibuat dari pasien-pasien yang mengalami post-operatif iritis selama elbih
dari 1 bulan setelah operasi katarak selama periode 2 tahun pada Storm Eye Institute
Data demografik pasien dan beragam faktor-faktor pre-operatif, intra-operatif, dan post-
operatif juga diperiksa sebagai hal yang biasa lazim dilakukan (trend).
Hasil penelitian: Tiga puluh sembilan pasien (49 mata) sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian, dan pada kelompok ini dibandingkan dengan kelompok kohort terkontrol
yang terdiri dari 40 pasien (66 mata) yang tidak mengalami iritis persisten setelah
operasi katarak. Insidensi secara keseluruhan dari iritis post-operatif adalah 1,75%. Pada
semua pasien dengan iritis post-operatif yang bertahan lebih dari 1 bulan, ras Afrika
Amerika dan penggunaan alat pelebar pupil (pupil expansion device) merupakan faktor
inflamasi okuler atau diketahui adanya riwayat diagnosis bersifat inflammasi atau
autoimummune (insidensi 1,20%), masih terdapat proporsi yang secara signifikan lebih
tinggi pada ras Afika Amerika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ketika pasien-
pasien dengan iritis post-operatif dengan durasi dibawah dari 6 bulan dieklusikan lagi,
insidensinya menjadi 0,32%, dan riwayat diabetes ditemukan secara signifikan lebih
Kesimpulan: Faktor-faktor resiko dari iritis persisten setelah operasi katarak meliputi
diabetes, dengan latar belakang Afrika Amerika, dan penggunaan alat pelebar pupil
(pupil expansion device). Pasien-pasien tersebut dapat secara lebih baik diberikan
informasi akan resiko tinggi dari inflammasi lebih lama pada perjalanan post-
Latar belakang
Teknik operasi katarak telah berkembang secara signifikan selama beberapa tahun
terakhir. Perkembangan operasi modern dan pengobatan telah membuat peningkatan dari
manajemen peri-operatif dari inflammasi dan hasil akhir yang lebih baik, bahkan dengan
tantangan berupa mata yang uveitik (uveitic eyes). Operasi katarak rutin menyebabkan
inflammasi post-operatif dari semua pasien. Inflammasi post-operatif ini biasanya dapat
dengan mudah dikendalikan dengan steroid topikal yang ditappering off (topical steroid
Ketika terdapat adanya beberapa faktor-faktor resiko tertentu, seperti riwayat dari
uveitis, periode dari inflammatori post-operatif ini mungkin dapat menjadi lebih panjang
selama beberapa minggu atau bulan, yang diselingi oleh periode-periode dari inflammasi
menunjukkan bahwa angka rekurensi dari uveritis yang terjadi setelah operasi katarak
cukup tinggi hingga 51%. Sebuah penelitian yang dilakukan di Vanderbilt University
menemukan adanya hubungan signifikan antara uveritis post operasi dan komplikasi-
yang buruk. Waktu median dari inflammasi adalah 10 bulan. Pada sebuah tinjauan dari
titer serum rheumatoid faktor (RF) pre-operatif berhubungan dengan 1+ aqueous cell 1
bulan setelaah operasi. Menariknya, analisis dari pasien-pasien dengan kadar sel post-
operatif ini dan titer RF pre-operatif menunjukkan bahwa 75% dari pasien-pasien
Ketika tidak terdapat adanya etiologi predisposisi yang diketahui seperti riwayat
dari uveitis atau komplikasi pembedahan sebelumnya, sayangnya, beberapa pasien masih
Karakteristik unik yang terdapat pada pasien-pasien ini belum pernah diteliti
sebelumnya.
yang tidak mempunyai faktor resiko yang diketahui, penelitian ini bertujuan untuk
predisposisi. Untuk meneliti hal ini, dilakukan pembuatan tinjauan rekam medis
restrospektif selama 2 tahun dari pasien-pasien pada Storm Eye Institute di Medical
University Carolina selatan (MUSC) yang menderita iritis post-operatif yang bertahan
selama lebih adri 1 bulan setelah operasi katarak. Demografik pasien dan beberapa
yang lazim biasa dilakukan (trends). Hasil dari penelitian ini kemudian dibandingkan
dengan pasien-pasien kohort yang tidak mengalami iritis post-operatif persisiten untuk
Metode penelitian
Badan peninjau Institusi MUSC telah menyetujui penelitian retrospektif ini, dan
Permintaan data penelitian dimasukkan melalui servis, pembiayaan, aplikasi untuk pusat
MUSC, dan proses ini sesuai dengan aksi portabilitas dan akutanbilitas asuransi
kesehatan (Health Insurance Portability and Accountability Act). Daftar dari nomor
rekam medis didapatkan dari semua pasien-pasien dalam rentang waktu 2 tahun (dari
November 2013 hingga September 2015) yang dimana memiliki kode International
“iridocyclitis” (ICD-10 H20- H20.9). Rekam medis ini kemudian dianlisis terhadap
telah dibahas dibawah. Untuk menentukan insidensi dari iritis post-operatif persisten,
data SPARC lainnya digunakan untuk mendapatkan angka dari jumlah total prosedur
yang dilakukan dalam periode 2 tahun yang disesuaikan dengan kode terminologi
prosedural terkini (Current Procedural Terminology) (CPT) yaitu 66982 atau 66984.
kelamin, dan ras. Pada penelitian ini pasien ditanyakan apabila hal ini merupakan
tindakan pembedahan mata yang pertama atau mata yang kedua menjalanin oeprasi
katarak, juga disertai perjalanan dari operasi pada mata yang lainnya, jika
sistemik yang mendasari dengan disertai hasil laboratorium yang mendukung atau
diresepkan kecuali pasien mempunyai riwayat uveitis, dimana kami selalu secara rutin
meresepkan prednisolone oral yang diturunkan dosisnya (taper off) menjelaang waktu
okuler, dan diagnosis medis lainnya juga dimasukkan. Pada pasien-pasien dengan
glaaukoma, terapi medis dan terapi pembedahan juga dicatat. Diagnosis dari diabetes
diabetik retinopati (DR) meliputi edema makular, dan jika pernah mendapatkan injeksi
intravitreal waktu dekat, informasi ini didapatkan berdasarkan informasi yang tersedia
pada rekam medis. Tipe dari katarak (senile, uveitic, atau traumatik) dan derajat
Secara intra-operatif, nama dokter bedah yang bertanggung jawab atas pasien juga
didokumentasikan pada catatan operasi, namun dokter residen yang ikut berpartisipasi
dalam operasi ini biasanya tidak dimasukkan. Terdapat lima orang dokter bedah katarak
pada MUSC pada durasi penelitian ini. Kami juga mencatat data-data mengenai apabila
terdokumentasikan diluar dari catatan standart operasi juga direkam, termasuk dari
penggunaan alat pelebar pupil (pupil expansion device), intra-operative floppy iris
syndrome (IFIS), terjadinya kerusakan pada kapsula posterior, anterior vitrektomi, dan
fiksasi jahitan intraocular lens (IOL) dan pemakaian triamcinolone, dan jika operasi
Selain itu, tipe dari IOL yang digunakan (contohnya. SN60WF) dan lokasi implantasi
juga dicatat.
Obat tetes topikal post-operatif yang digunakan pada institusi kami meliputi
pemberian satu bulan dari obat anti-inflammasi non steroid topikal (biasanya berupa
ketorolak empat kali sehari) dan pemberian prednisolone 4 minggu yang diturunkan
dosisnya secara bertahap (taper) (4 kali sehari untuk 1minggu yang diikuti dengan
periode tappering off dari tetesan yang diberikan). Temuan post-operatif meliputi durasi
dari iritis persisten (dalam bulan) dan penyebaran dari sel ruang anterior dan suar mata
(flare) (yang dievaluasi menggunakan pemeriksaan lampu celah yang sesuai dengan
dalam rekam medis. Respon terhadap terapi topikal dikategorikan sebagai cepat atau
lambat dan persisten, dan terapi tambahan apapun baik topikal dan/atau sistemik juga
juga dicatat.
Untuk kelompok kontrol, permintaan data SPARC yang serupa juga diajukan
untuk semua daftar pasien yang pada waktu periode yang sama dimana rekam medis dan
kode ICD untuk pseudophaakia namun bukan iritis. Sebuah generator bilangan bulat
acak digunakan untuk memilih 40 pasien (66 mata) untuk kelompok kontrol.
Karakteristik-karateristik pre-operatif dan intraoperatif yang sama dan BCVA post-
berdasarkan kartu Snellen dikonversikan menjadi satuan logaritma dari sudut minimal
Hasil penelitian
Selama periode 2 tahun, 2169 operasi katarak telah dilakukan pada MUSC. Dari kasus-
kasus tersebut, 38 mata terjadi iritis post-operatif yang bertahan selama lebih adri 1
bulan (1,75%). Dengan mengeliminiasi pasien dengan riwayat mata yang pernah
menderita inflammasi okuler atau mempunyai riwayat inflammasi sistemik yang sudah
ada sebelumnya atau riwayat diagnosis autoimmun membuat angka insidensi menjadi
1,20% (26 mata). Setelah mengeklusikan mata baik dengan iritis post-operatif dalam
durasi dibawah 6 bulan dan riwayat inflammasi sebelumnya, insidensi dari iritis post-
Tiga puluh sembilan pasien (49 mata) diminta untuk datang kembali ke klinik
untuk evaluasi dan tatalaksana dari iritis post-opartif yang berkepanjangan selama masa
dikategorikan sesuai dengan durasi dari iritis post-operatif. Enam pasien di eksklusikan
dari bagian dari analisis karena tiga pasien lepas dari follow-up dan 3 pasien masih
menderita iritis (on-going) pada saat waktu pengambilan data (n=43). Durasi rata-rata
dari bagian analisis yaitu 7.2 (± 7.7) bulan, dan nilai mediannya yaitu 4 bulan.
Gambar 1. Jumlah mata dibandingkan dengan lama dari iritis. Legenda: Gambar. 1
Afrika Amerika dan penggunaan alat pelebar pupil intra-operatif (intra-operative pupil
dengan riwayat inflammasi okuler sebelumnya atau adanya diagnosis yang sebelumnya
ada dieksklusikan, ras Afrika Amerika tetap lebih signifikan secara statistik. Setelah
mengeksklusikan lagi pasien-pasien yang menderita iritis selama kurang dari 6 bulan
post operasi, riwayat diabetes menjadi faktor yang signifikan, sebagai tambahan ras
karakteristik-karakteristik pre-operatif/intra-operatif.
Tabel 1. Perbandingan dari karakteristik-karakteristik antara pasien-pasien dengan iritis
p/p value.
riwayat inflammasi okuler sebelumnya. Tipe-tipe dari kasus uveritis yang dilaporkan
adalah sebagai berikut: panuveritis (1); iritis (4); anterior dan intermediate uveitis (2);
episcleritis (2); dan uveitis, yang tidak spesifikasi lebih lanjut (5). Empat pasien
sebagai baseline. Empat dari katarak dideskripsikaan sebagai uveitik. Pada intra-
operatif, alat pelebar pupil digunakan pada 6 kasus (5 kait pupil (iris hooks) dan 1
malyugin ring). Tidak ada kasus yang terdapat komplikasi berupa robekan kapsular
posterior atau vitrektomi anterior. Durasi rata-rata dari iritis diantara pasien-pasien
tersebut yaitu 5.8 (± 5.0) bulan, dan terdapat 7 kasus iritis yang bertahan selama lebih
dari 6 bulan. Pada post-operatif, sekitar 50% pasien melaporkan gejala-gejala iritis (6
pasien/8 kasus) yang meliputi nyeri, fotofobia, dan/atau pandangan berkabur. Sebagai
tambahan, 50% menunjukkan adanya perbaikan yang cepat dengan tambahan terapi.
Tabel 2 memberikan gambaran rangkuman detail dari temuan yang didapat dari
Tabel 2. Perbandingan riwayat diabetik dan demografik diantara kelompok iritis dan
kontrol.
perbedaan tatalaksana antara iritis dan kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan
Tabel 3. Perbandingan terapi pada pasien glaukoma dan curiga glaukoma (suspected)
kelompok berdasarkan apakah satu atau kedua mata yang terganggu (lihat Gambar 2).
Kelompok 1 (10 pasien) menderita iritis post-operatif pada kedua mata yang persisten.
Kelompok 2 (14 pasien) yang dimana dioperasi kedua matanya, namun hanya satu mata
yang mengalami iritis persisten, dimana yang secara merata terbagi antara mata pertama
atau mata kedua yang terganggu. Kelompok 3 (15 pasien) menderita iritis persisten pada
satu mata, namun masih “phakic” pada mata lainnya. Semua pasien pada kelompok satu
karateristik dari kasus-kasus dimana kedua mata menjalani operasi katarak dan
terganggunya satu mata dibandingkan dengan kedua mata. Pada kelompok 2, 2 pasien
menderita iritis hanya pada mata dimana digunakan alat pelebar pupil dibandingkan
dengan mata lainnya dimana tidak dilakukan penggunaan alat tersebut. Serupa dengan
hal tersebut, pasien yang mempunyai riwayat trauma okuler sebelumnya menderita iritis
yang berkepanjangan hanya pada mata yang terganggu. Analisis berikut menyarankan
bahwa faktor-faktor tersebut mungkin memiliki korelasi dengan iritis persisten pada
bagian dari pasien-pasien, namun ukuran sampel yang terlalu kecil untuk menyatakan
suatu signifikansi secara statistik. Riwayat diabetes tidak secara statistik signifikan
Penilaian dari tipe dan derajat dari katarak menunjukkan bahwa semua pasien pada
kelompok kontrol menderita katarak senilis (senile cataract), dimana 4 pasien pada
kelompok iritis persisten menderita katarak uveitik (sisanya merupakan senilis). Dua
puluh sembilan dari 66 mata (43,9%) pada kelompok kontrol menderita katarak derajat
3 atau lebih dibandingkan dengan 15 dari 49 mata (30,6%) pada kelompok iritis
persisten.
kontrol dan 2 kasus pada kelompok iritis. Tabel 4 merangkum tipe dari alat pelebaran
pupil yang digunakan. Satu pasien pada kelompok iritis terjadi IFIS yang membutuhkan
vitrektomi anterior (tidak ada kasus tindakan IFIS pada kelompok kontrol). Kasus
tersebut juga merupakan satu-satunya kasus dimana intraocular lens (IOL) sulkus
diletakkan (dibandingkan IOL ruang posterior pada semua pasien lainnya di kedua
persisten, antibiotik intrakamera diberikan pada 85,7% kasus dari kelompok iritis
Tabel 4. Alat pelebar pupil yang digunakan pada kasus-kasus iritis dan kelompok
keontrol dan perbandingan dari pilihan alat yang digunakan berdasarkan riwayat
inflammasi
Secara post-operatif, nilai rata-rata BCVA pada kelompok kontrol adalah 0.16 (±
0.17) logMAR, dan nilai rata-rata BCVA pada kelompok iritis persisten yaitu 0.26 (±
0.43) log MAR. Tekanan intraokuler maksimal rata-rata adalah 20 paada kelompok
kontrol dan 16 pada kelompok iritis. Analisis lebih lanjut terhadap iritis persisten
pasien pada jadwal follow-up kunjungan yang sedang ditentukan dan disertai dengan
PEMBAHASAN
Ini merupakan laporan pertama terhadap faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
karatarak tanpa komplikasi dengan phacoemulsification dan pada pasien yang tidaak
memiliki riwayat uveitis atau kelainaan inflammasi yang mendasari lainnya. Iritis post-
uveitis yang ditemukan pada southeastern part of USA. Pada suatu penelitian terhadap
diagnosis dari uveitis pada University of Virginia selama lebih dari periode 30 tahun
menunjukkan bahwa 10% dari semua kasus uveritis disebabkan oleh “post-procedural,”
dengan 48,7% dari kasus tersebut (kurang lebih 5% dari total beban) berhubungan
dengan ekstraksi katarak dan implantasi IOL. Pada penelitian kami, terdapat hubungan
signifikan antara diagnosis dari diabetes terhadap lamanya waktu iritis post-operatif
yang bertahan lebih dari 6 bulan. Ras Afrika dan Amerika juga secara signifikan
adanya hubungan antara inflammasi dan diabetes. Pada tahun-tahun terakhir, teori
mengenai bahwa obesitas menyebabkan inflmmasi sistemik kronik dengan aktivasi dari
sistem imun disertai dengan pelepasan dari mediator-mediator inflammatorik, dan
tingkat yang lebih tinggi dari suar (flare) mata yang berhubungan dengan marker-marker
pada cairan aqueous pada pasien yang diabetes dibandingkan dengan pasien non-
diabetes. Tingkatan yang lebih tinggi dari suar mata (flare) berhubungan dengan
pecahnya blood aqeous barrier/sawar darah aqueous pada pasien diabetes dan dapat
bertahan selama beberapa bulan setelah operasi katarak. Dapat diteorikan bahwa
predisposisi bagian pasien diabetes terhadap perjalanan penyakit yang memanjang dari
iritis post-operatif refrakter terhadap terapi standart 1 bulan dari steroid topikal yang di
penanda aqueous pada pasien-pasien diabetik dan non-diabetik setelah oeprasi katarak.
Miric et al, meneliti penanda stress oksidatif lensa pada pasien-pasien setelah ektraksi
katarak senilis. Kadar serum dan lensa terhadap xanthine oksidase ditemukan lebih
tinggi pada pasien kelompok diabetik dan non-diabetik, dan nilai tersebut secara positif
diabetik dapat mungkin berkontribusi untuk terbentuknya katarak yang lebih dini.
inflammasi secara signifikan pada aqueous humor pada pasien diabetes setelah
Meskpun mekanisme yang sesuai yang menyebabkan peningkatan dari inflammasi pada
mata diabetes masih tidak diketaahui, terdapat beberapa jalur-jalur yang mungkin
terlibat. Inflammasi yang berkepanjangan pada mata mungkin tidak mengikuti pola
patofisiologi yang sama seperti dengan pola inflammasi di lokasi lain di tubuh oleh
Ras Afrika Amerika masih tetap merupakan faktor yang signifikan secara statistik
dibandingkan faktor lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena fakta bahwa ras
Afrika Amerika merupakan faktor resiko independen untuk adanya stress oksidatif dan
berhubungan dengan iritis post-operatif yang memanjang, hal ini mungkin disebabkan
oleh karena trauma pada iris pada saat pemasukan dan manipulasi dari alat pelebar pupil
Densitas dari katarak atau riwayat adanya trauma okular sebelumnya tampak tidak
Insidensi dari iritis persisten pada penelitian kami adalah 0.32%, dimana hampir
menyerupai dengan laporan yang sebelumnya pernah dilaporkan oleh Patel et al.
Insidensinya pada penelitiaan oleh Patel adalah 0,24% dengan kriteria eksklusi hampir
sama dengan yang digunakan pada penelitian kami: durasi dari iritis dibawah 6 bulan,
endophthalmitis, benda asing yang tertahan di lensa (retained lens material), glaukoma
Penelitian ini terdapat batasan pada ukuran sampel juga pada batasan yang sudah
diperkirakan sebelumnya oleh karena pengumpulan data yang bersifat retrospektif. Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini hanya terbatas pada informasi yang terdapat pada
rekam medik elektrik dan bersifat sangat beragam tergantung dari yang melakukan
dokumentasi data tersebut (contoh. gaya dokumentasi dari pemeriksaan yang dilakukan,
skala derajat, dan pengkodean), dimana dapat menyebabkan suatu bias. Angka insidensi
mungkin dapat kurang terukur oleh karena rekam medik untuk data CPT tidak semuanya
dan kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan tidak dapat dievaluasi kecuali hal
tersebut secara sengaja dilaporkan pada rekam medis. Analisis multivariat tidak dapat
dilakukan oleh karena jumlah sampel yang relatif kecil, dimana sebagian disebabkan
karenaa beberapa informasi tidak bisa didapatkan atau tidak dapat dengan mudah dicari
selama atau pada saat sebelum dilakukan konversi menjadi rekam medis elektrik.
Meskipun terdapat batasan-batasan ini, penelitiaan ini memberikan langkah awal yang
iritis post-operatif yang memanjang, dimana sebelumnya tidak pernah dilaporkan pada
literatur-literatur.
Secara keseluruhan, pada kedua kelompok, hasil akhir (outcomes) dari post-
operatif refrakter sangat bagus. Hasil akhir jangka panjang refraktif setelah operasi
katarak bergantung oleh banyak faktor-faktor, termasuk mobiditas okuler yang sudah
sisa) post-operatif seperti edema makular cystoid atau terlepasnya retina (retinal
mungkin tidak menyebabkan hasil akhir ketajaman penglihatan yang buruk, hal tersebut
dapat berhubungan dengan penyembuhan visual post-operatif yang lebih lama dan
Kesimpulan
Analisis pada penelitian ini menunjukkan bawha diabetes merupakan faktor resiko
independen yang signifikan untuk terbentukannya iritis kronik yang bertahan selama
lebih dari 6 bulan pada pasien tanpa riwayat dari inflammasi. Sebagai tambahan, ras
Afrika Amerika secara signifikan berhubungan dengan iritis post-operatif yang bertahan
lebih dari 1 bulan. Kami menyarankan dengan menyesuaikan regimen terapi peri-
operatif terhadap pasien-pasien yang diabetik dan/atau berras Afrika Amerika mgunkin
lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan bersifat prospektif dapat memberikan
analisis statistik yang lebih besar dan dapat membantu untuk menjelaskan mengapa