Anda di halaman 1dari 5

Infeksi Sendi Periprostetik

Infeksi Bidang Ortopedi: Pencegahan dan Diagnosis


Abstrak
Mengoptimalkan kondisi pejamu, meminimalkan jumlah kontaminasi bakteri, dan
menciptakan lingkungan luka yang tepat pada periode pra operasi, saat operasi, dan pasca
operasi merupakan pondasi dasar pencegahan terjadinya infeksi. Sebagian besar institusi telah
membakukan suatu sistem dengan pendekatan tertentu untuk mengurangi kejadian infeksi pada
lokasi pembedahan. Pada umumnya, pendekatan berbasis sistem ini merupakan suatu protokol
untuk menjaga kebersihan tangan dan lingkungan, penilaian risiko pasien dan deteksi dini
kemunginan infeksi, penundaan operasi untuk faktor risiko yang dapat diidentifikasi dan
dimodifikasi, pengawasan resiko infeksi, program pengelolaan antibiotik, komunikasi /
koordinasi perawatan pasien, pelaporan dokter, dan program keamanan berbasis unit
fungsional. Terlepas dari institusi yang melakukan upaya pencegahan ini, masih ada
kontroversi mengenai keefektifan program dan biaya dari berbagai pendekatan ini.

Reduksi Bakteri
Protokol Dekolonisasi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah salah satu organisme yang paling sering ditemukan pada infeksi
sendi periprostetik (periprosthetic joint infection / PJI). Karena strain resisten yang lebih sering
ditemukan, banyak institusi telah menerapkan protokol dekolonisasi bakteri tersebut
berdasarkan data umum termasuk pada banyak subspesialisasi bedah. Ada data terbatas
mengenai keberhasilan program dekolonisasi S aureus dan efektivitasnya dalam mencegah PJI.
Sebuah studi prospektif baru-baru ini terhadap 1.305 kasus artroplasti menunjukkan tidak ada
manfaat yang signifikan dalam deteksi dini maupun dekolonisasi bakteri sebelum artroplasti
dilakukan. Studi kontrol historis baru-baru ini terhadap 3.434 pasien menunjukkan bahwa 20%
pasien tetap didapatkan adanya kolonisasi bakteri meski telah menjalankan protokol
dekolonisasi dan dibandingkan dengan kelompok kontrol, tidak ada perbedaan dan penurunan
infeksi lokasi pembedahan yang signifikan. Para peneliti tersebut memperkirakan bahwa
efektivitas dekolonisasi dapat mencapai sekitar 80%, yang berdasarkan data penelitian mereka
hanya dapat mencapai 41% pada 72.033 pasien yang diteliti.

Salah satu masalah yang terkait dengan pelaksanaan protokol dekolonisasi adalah kepatuhan
pasien yang dapat menyebabkan terjadinya kolonisasi bakteri yang persisten. Teknik baru
terapi fotodisinfeksi antimikroba intranasal dikombinasikan dengan klorheksidin glukonat
pada 3.068 pasien dibandingkan dengan 12.593 subjek kontrol menunjukkan penurunan yang
signifikan pada jumlah infeksi di lokasi pembedahan. Keuntungan dari pendekatan ini juga
mencakup kepatuhan yang baik dan integrasi yang mudah ke dalam mekanisme pra operasi
yang biasa dilakukan. Namun, teknologi ini tidak tersedia di Amerika Serikat karena belum
mendapat persetujuan FDA. Telah disarankan untuk melakukan suatu penelitian multisenter
untuk menentukan apakah dekolonisasi tersebut merupakan strategi yang efektif dalam
pencegahan PJI, dan jika demikian, apakah dapat ditentukan dengan menggunakan suatu teknik
tertentu yang diprioritaskan sesuai hasil studi dan bagaimana kepatuhan juga dapat
ditingkatkan. Pada akhirnya, hampir semua protokol dekolonisasi menggabungkan penyiraman
pra operasi dan klorheksidin sebagai metode tambahan untuk mengurangi jumlah bakteri.

Antibiotik profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis perioperatif (terutama penggunaan sefalosporin) tetap
menjadi salah satu fondasi dasar reduksi bakteri dan pencegahan terjadinya PJI. Seiring
munculnya organisme resisten yang terkait dengan PJI, ada beberapa laporan terbaru mengenai
penggunaan kelompok antibiotik yang optimal dan dalam beberapa kasus menggunakan terapi
antimikroba ganda. Karena jumlah pasien yang menjadi kunci untuk menentukan keberhasilan
metode ini, bagaimanapun juga masih belum jelas apakah strategi alternatif ini cukup efektif.
Peran antibiotik yang diberikan pada semen tulang sebagai profilaksis arthroplasti primer sendi
pinggul dan lutut tetap kontroversial. Penting untuk diingat bahwa penggunaan semen tulang
yang mengandung antibiotik ini tidak disetujui FDA, dan karena jumlah pasien yang
dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan metode ini, kontroversi ini akan membutuhkan
penelitian multisenter prospektif acak yang besar. Kontroversi terakhir yang masih ada dan
yang sudah lama ada adalah kapan dan di mana antibiotik profilaksis diberikan untuk prosedur
invasif, prosedur gigi, genitourinari, dan gastrointestinal.

Lapisan Prostetik Baru


Pengembangan pelapis prostetik baru untuk mendapatkan aktivitas antibakteri pada permukaan
implan telah diamati secara intensif selama bertahun-tahun. Secara umum, strategi tersebut
dipusatkan pada prinsip pelepasan obat-obatan antimikroba atau penggunaan pelapis metal
nanokristalin bakteriosida yang baru. Zat dengan spektrum luas dan pendekatan teknologi telah
diusulkan dan diuji untuk berperan sebagai antibakteri dengan tujuan spesifik berikut: (1)
pencegahan adhesi bakteri (polimer antiadhesif, albumin, permukaan superhydrophobic,
permukaan nanopattern, dan hidrogel) dan (2) aktivitas bakterisida (anorganik: perak, titanium
dioksida, tembaga, selenium, dan seng; organik: lapisan atau kovalen antibiotik, peptida
antimikroba, sitokinin, dan enzim; pelapis berlapis, polimer bermuatan positif, dan lapisan
multifungsi dengan nano).

Lingkungan Pembedahan
Sudah ada daftar panjang mengenai prosedur dan teknologi tradisional yang digunakan di
ruang operasi untuk mengurangi jumlah bakteri. Hal ini meliputi penggunaan ventilasi aliran
udara berlapis, lampu ultraviolet, pengurangan personil ruang operasi dan lalu lintas antar
ruangan, persiapan bakteriosida pada kulit, irigasi luka dengan bakteriosida, penutup steril,
penutup kepala, masker, seragam pelindung, dan pembersihan ruang terminal. Meskipun
banyak dari praktik ini yang sudah diterima secara luas, masih ada kontroversi mengenai
keefektifannya. Teknologi baru seperti perangkat desinfeksi ruangan ultraviolet pulsedxenon
memberikan potensi yang lebih besar untuk meningkatkan pembersihan terminal kamar
operasi, namun masih perlu penelitian lebih lanjut sebelumnya agar dapat diterima secara luas.

Optimalisasi Pejamu
Kategori faktor-faktor pada pejamu yang berpotensi dioptimalkan dalam protokol pencegahan
perioperatif saat ini dikenal juga sebagai "faktor risiko yang dapat dimodifikasi." Faktor-faktor
yang dapat dimodifikasi ini meliputi obesitas, diabetes, rheumatoid arthritis, depresi,
pengobatan imunosupresif, penggunaan nikotin, malnutrisi, anemia pada penyakit kronis,
penyalahgunaan alkohol, penyalahgunaan obat intravena, infeksi HIV, waktu operasi, transfusi
darah alogenik, operasi normotermik, dan kolonisasi S aureus.

Lingkungan Luka yang Tepat


Meskipun ada banyak variasi yang membantu penyembuhan luka agar berhasil dan
menghindari PJI, banyak di antaranya yang sangat sulit diukur dan dipelajari (misalnya teknik
bedah yang teliti, penutupan luka yang akurat, dan keefektifan drainase yang dalam). Namun
demikian, salah satu faktor yaitu peningkatan waktu operasi, telah dibuktikan dengan jelas
berkorelasi terhadap peningkatan kejadian PJI. Selain itu, ada bukti yang menjelaskan bahwa
penggunaan penutup luka antimikroba dapat mengurangi kejadian PJI.

Diagnosis Infeksi
Definisi
Dalam diagnosis infeksi, salah satu masalah utama adalah bagaimana menentukan secara tepat
infeksi periprostetik yang dalam dan variabel apa yang merupakan atau berkontribusi pada
penegakan diagnosis tersebut. Definisi yang dikemukakan oleh Musculoskeletal Infection
Society (MSIS) saat ini merupakan definisi yang paling diakui dalam publikasi penelitian
ortopedi. Definisi infeksi MSIS adalah sebagai berikut: (1) Adanya saluran sinus yang
terhubung dengan prostesis; atau (2) Suatu patogen diisolasi dengan kultur dari setidaknya dua
sampel jaringan atau cairan yang terpisah yang diperoleh dari sendi prostetik yang terkena;
atau (3) Tiga dari lima kriteria berikut ada: (i) Peningkatan laju sedimentasi eritrosit (ESR) dan
konsentrasi protein C-reaktif (CRP) dalam serum; (ii) Peningkatan jumlah leukosit sinovial
atau hasil ++ pada test strip esterase leukosit; (iii) Peningkatan persentase neutrofil sinovial
(polymorphonuclear leukocyte%); (iv) Isolasi mikroorganisme dalam satu kultur jaringan atau
cairan periprostetik; atau (v) Lebih dari lima neutrofil pada lapang pandang tinggi di lima
bidang lapang pandang tinggi yang diamati pada analisis histologis jaringan periprostetik
dengan perbesaran 9,400.
Salah satu masalah dengan definisi ini adalah banyaknya dokter yang telah meninggalkan
penggunaan patologi intraoperatif dalam praktik sehari-hari mereka, dan oleh karena itu, salah
satu kriteria minor dalam klasifikasi MSIS seringkali tidak dapat digunakan untuk evaluasi.
Lebih jauh lagi, spesialisasi medis lainnya telah menetapkan definisi PJI yang sedikit berbeda.
Pada akhirnya, ada banyak teknologi diagnostik yang muncul dan digunakan untuk
memfasilitasi diagnosis yang tidak memperhatikan pertimbangan dalam definisi ini. Terlepas
dari kekurangan ini, harus diakui bahwa penggunaan definisi yang diterima harus didukung
dengan publikasi dan perbandingan studi, dan penggunaan definisi umum dapat memfasilitasi
evaluasi teknologi yang baru.

Pedoman Praktik Klinik


American Academy of Orthopedic Surgeons telah mengajukan panduan praktik klinis untuk
memfasilitasi diagnosis PJI. Pedoman ini merekomendasikan skrining awal pasien dengan ESR
dan CRP dan apakah keduanya mengalami peningkatan dengan melakukan arthrocentesis.
Kedua biomarker serum ini mudah didapat dan memudahkan proses penentuan apakah klinisi
harus menjalani arthrocentesis atau tidak. Namun, biomarker ini adalah penentu PJI yang
relatif buruk dalam 3 minggu pertama pasca operasi. Kemudian, dalam menangani infeksi
kronis, diperkirakan sekitar 4% PJI di sendi pinggul dan lutut memiliki ESR dan CRP yang
normal pada saat diamati. Karena alasan ini, penelitian lanjutan sedang dilakukan untuk
mengidentifikasi biomarker serum untuk deteksi yang lebih sensitif dibanding lainnya (seperti
interleukin 6 atau procalcitonin) untuk memudahkan diagnosis baik pada penanganan akut
maupun kronis.

Arthrocentesis
Arthrocentesis sendi yang terkena dampak tetap menjadi landasan diagnosis identifikasi infeksi
dan mikroorganisme. Saat ini, dokter melakukan arthrocentesis lebih sering daripada di tahun-
tahun sebelumnya karena alasan yang berbeda. Praktik ini telah memfasilitasi analisis cairan
sinovial yang konsisten untuk mengetahui jumlah dan hitung jenis leukosit, dan merupakan
alat yang sangat penting untuk membantu diagnosis infeksi saat menggunakan teknik yang
mengevaluasi biomarker pada cairan sinovial.

Biomarker Sinovial
Munculnya biomarker sinovial, seperti alpha defensin, leukocyte esterase, interleukin 6, CRP,
dan laktat, telah menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan dalam mengidentifikasi suatu
infeksi, namun masih ada ruang untuk penyelidikan yang cukup besar untuk menentukan
biomarker sinovial terbaik (atau panel biomarker sinovial) untuk meningkatkan akurasi
diagnostik. Terlepas dari potensi untuk meningkatkan kemampuan diagnosis PJI dengan
biomarker sinovial yang muncul ini, teknik kultur tradisional untuk mengidentifikasi
mikroorganisme dan menentukan sensitivitas antimikroba masih diperlukan untuk menentukan
pengobatan yang tepat. Pengembangan teknik alternatif untuk mengidentifikasi
mikroorganisme masih perlu untuk diteliti.

Infeksi Kultur-Negatif
Meskipun sudah ada cara terbaik untuk mengidentifikasi mikroorganisme dalam penangan
infeksi fase aktif, terkadang bisa saja tidak ada mikroorganisme yang ditemukan. Hal ini adalah
masalah yang juga disebut sebagai infeksi kultur-negatif. Hal ini sering dikaitkan dengan
penggunaan antibiotik sebelum intervensi atau pemindahan spesimen yang lambat dan teknik
kultur yang tertunda. Bagaimanapun juga pada dokter dan pasien yang sama, tingkat
keberhasilan pengobatan didapatkan sebesar 94% yang ditunjukkan pada pasien ini dengan
follow-up selama 5 tahun.

Biofilm dan Ultrasonication


Sudah diketahui dengan pasti bahwa sebagian besar PJI berkaitan dengan biofilm dan
penggunaan antibiotik sekarang ini telah mempengaruhi keakuratan teknik kultur tradisional.
Ada beberapa bukti bahwa penggunaan cairan ultrasonication yang diperoleh dari perangkat
yang dieksplantasi dapat meningkatkan ketepatan kultur intraoperatif dan dengan demikian
memfasilitasi kelompok antibiotik pascaoperasi agar lebih efektif. Praktek ini telah menjadi
rutinitas di banyak institusi ketika tidak ada mikroorganisme yang diidentifikasi sebelum
operasi.

Bidang yang Membutuhkan Studi Lebih Lanjut


Ada beberapa bidang penyelidikan yang dapat memfasilitasi diagnosis infeksi yang lebih
akurat namun memerlukan penelitian lebih lanjut. Hal tersebut termasuk yang berikut ini : (1)
biomarker serum baru untuk memperbaiki skrining PJI kronis dan mempertimbangkan panel
pra operasi untuk memfasilitasi diagnosis PJI pasca operasi, (2) identifikasi biomarker sinovial
terbaik untuk diagnosis dengan penelitian multisenter, dan (3) penelitian mengenai cairan
ultrasonication untuk prostesis yang terinfeksi di beberapa pusat untuk memvalidasi peran
yang luas pada teknik ini.

Kesimpulan
Pendekatan sistem berbasis institusi sangat penting untuk menerapkan praktik standar dan
dapat secara konsisten untuk mengurangi infeksi. Namun demikian, satu-satunya faktor
terpenting dalam pencegahan PJI adalah penggunaan antibiotik profilaksis perioperatif.
Diagnosis infeksi yang tepat tetap sulit dipahami dan kontroversial, namun definisi MSIS
memberikan ukuran objektif yang dapat dipakai secara konsisten, yang masih perlu untuk
dilakukan studi perbandingan dan evaluasi menggunakan teknologi di masa depan.
Arthrocentesis pada sendi yang terkena dampak kerusakan tetap menjadi landasan diagnosis
suatu infeksi, namun penelitian biomarker serum dan sinovial di masa mendatang pasti akan
membantu diagnosis yang lebih tepat, akurat, dan dapat dipercaya.

Meski begitu, masih banyak bidang yang terkait dengan pencegahan dan diagnosis PJI yang
memerlukan penelitian lebih lanjut. Karena tingkat kejadian PJI yang relatif rendah dan faktor
risiko yang multifaktorial terkait dengan PJI, sejumlah besar pasien studi dibutuhkan untuk
mencapai angka kepercayaan yang diperlukan untuk memberikan kepastian statistik dan
kesimpulan pada suatu penelitian, dan oleh karena itu, kebanyakan penelitian mengenai topik
infeksi akan memerlukan percobaan acak prospektif multisenter.

Anda mungkin juga menyukai