Anda di halaman 1dari 9

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1

oktavie ♦ April 7, 2010 ♦ Leave a Comment

Rate This

Hipersensitivitas tipe 1 merupakan suatu respons jaringan yang terjadi secara cepat (secara
khusus hanya dalam bilangan menit) stelah terjadi interaksi antaraalergen dengan antibody
IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang
tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya, hipersensitivitas tipe 1 dapat terjadi sebagai
reaksi local yang benar-benar mengganggu (misalnya rhinitis alergi) atau sangat melemahkan
(asma) atau dapat berpuncak pada suatu gangguan sistemik yang fatal (anafilaksis).

Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah sebagai berikut:

 Fase sensitasi

Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE samapi diikatnya oleh reseptor spesifik
(Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil

 Fase aktivasi

Yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast
melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

 Fase efektor

Yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator
yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik

Banyak reaksi tipe 1 yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang dapat ditentukan secara
jelas:

 Respon awal, diatandai dengan vasodilatasi, kebocoran vascular, dan spesme otot
polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit stelah terpajan
oleh allergen dan menghilang setelah 60 menit.
 Reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama
beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel
radang akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai
dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.
Mediator Primer

Setelah pemicuan IgE, mediator primer (praformasi) di dalam granula sel mast dilepaskan
untuk memulai tahapan awal reaksi hipersensitivitas tipe 1. Histamin, yang merupakan
mediator praformasi terpenting, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vascular,
vasodilatasi, bronkokonstriksi, dan meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang segera
dilepaskan meliputi adenosine (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi
trombosit) serta factor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan
dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya triptase). Protease
menghasilkan kinin dan memecah komponen komplemen untuk menghasilkan factor
kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya), C3a).

Mediator Sekunder

Mediator ini mencakup dua kelompok senyawa : mediator lipid dan sitokin. Mediator lipid
dihasilkan melalui aktivasi fosfolipase A2, yang memecah fosolipid membrane sel mast untuk
menghasilkan asam arakhidonat. Selanjutnya, asam arakhidonat merupakan senyawa induk
untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.

 Leukotrien berasal dari hasil kerja 5-lipooksigenase pada precursor asam arakhidonat
dan sangat penting dalam pathogenesis hipersensitivitas tipe 1. Leukotrien tipe C4 dan
D4 merupakan vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten; pada dasar
molar, agen ini ada beberapa ribu kali lebih aktif daripada histamin dalam
meningkatkan permeabilitas vaskular dan dalam menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil dan monosit.
 Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur
siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme hebat serta
meningkatkan sekresi mucus.
 Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain, mengakibatkan
agregasi trombosit, pelepasan histamin, dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat
kemotaktik untuk neutrofil dan eosinofil. Meskipun produksinya diawali oleh aktivasi
fosfolipase A2, mediator ini bukan produk metabolism asam arakhidonat.
 Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5, dan IL-6) dan kemokin
berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 melalui kemampuannya merekrut
dan mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat
poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor
pertumbuhan sel mast dan diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B.

Manifestasi Klinis

Reaksi tipe 1 dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi local. Seringkali hal
ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Emberian antigen protein atau obat (misalnya bias
lebah atau penisilin) secara sistemik (parenteral) menimbulkan anafilaksis. Dalam beberapa
menit stelah pajanan pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik
merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti kesulitan bernapas berat yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mucus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian atas.
Salian itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku
perut dan diare. Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaksis),
dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kemtian dalam beberapa menit.
Reaksi local biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai dengan
jalur pemajannya, seperti kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal
(ingesti, menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).

Kerentanan terhadap reaksi tipe 1 yang terlokalisasi dikendalikan secara genetic, dan istilah
atopi digunakan untuk menunjukkan kecenderungan familial terhadap reaksi terlokalisasi
tersebut. Pasien yang menderita alergi nasobronkial (seperti asma) seringkali mempunyai
riwayat keluarga yang menderita kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara
jelas; namun studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin pada kromosom
5q yang mengatur pengeluaran IgE dalam sirkulasi.

Daftar Pustaka

 Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi. Ed 7. Jakarta: EGC. 2007


 Baratawidjaja KG. imunologi dasar. Ed 6. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2004

 HIPESENSITIVITAS
DEFINISI

Hipersentivitas yaitu reaksi imun patologik,terjadi akibat repon imun yang berlebihan
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Pengaruh yang tidak
menguntungkan dari proses imun menjadi dasar dari banyak penyakit pada manusia
dan dapat mengganggu setiap sistem organ yang penting. Perubahan karakteristik
pada reaktan imun yang memberikan kunci diagnosa yang penting menyertai banyak
keadaan sebagai akibat atau peristiwa yang paralel. Gangguan pada proses
pengawasan ini dapat menyebabkan reaksi imun yang berlebihan atau yang tidak
semestinya. Kebanyakan penyakit terjadi bila mekanisme hipersentivitas tipe cepat
dan lambat yang normal bersifat melindungi terganggu atau gagal berkembang biak
secara normal.

TIPE HIPERSESITIVITAS
Seperti yang telah disebutkan diatas reaksi hipersentivitas dibagi dalam dua golongan
berdasarkan kecepatan timbulnya reaksi yaitu
1. Tipe cepat (immediate type, antibody-mediated)
Pada tipe ini respon muncul sekitar dua puluh menit setelah terkena alergi.
2. Tipe lambat (delayed type,cell-mediated)
Pada tipe ini respon muncul satu hari atau lebih setelah terkena alergi.
Adanya perbedaan waktu disebabkan perbedaan mediator yang telibat. Jika reaksi
hipersensitivitas tipe cepat melibatkan sel B, reaksi hipersitivitas tipe lambat
melibatkan sel T. Selain itu jenis reaksi hipersentivitas dibedakan menjadi 4 jenis
reaksi dan kemudian ditambah 1 jenis lagi reaksi yang lain. Reaksi tipe I,II,III dan V
didasarkan reaksi antara antigen dan antibody humoral dan digolongkan dalam jenis
reaksi tipe cepat, meskipun kecepatan timbulnya reaksi mungkin berbeda. Reaksi IV
mengikutsertakan reseptor dan permukaan sel limfosit (cell mediated) dan karena
reaksinya lambat disebut tipe lambat (delayed type). Kelima jenis reaksi tersebut
adalah tipe I Anafilaksis, tipe II cytotoxic, tipe III complex-mediated, tipe cell-
mediated (delayed type), tipe V stimulatory hypersensitivity. Selanjtunya akan
dibahas tentang spesifikasi konsep penyakit Anafilaksis.
SPESIFIKASI ANAFILAKSIS
DEFINISI
Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan
menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. Selain itu dikenal pula istilah reaksi anafilaktoid yang
secara klinis sama dengan anafilaksis, akan tetapi tidak disebabkan oleh interaksi
antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaktoid disebabkan oleh zat yang bekerja
langsung pada sel mast dan basofil sehingga menyebabkan terlepasnya mediator.
ETIOLOGI
Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen,
serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan,
enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya,
basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak
alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti
bisa ular. Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan
dapat menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein,
benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain
atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan
sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan
kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal
sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan,
ikan, telur dan udang.

PATOFISIOLOGI
Anafilaksis terjadi sebagai akibat dari interaksi antigen-antibodi ( golongan IgE ).IgE
ini melekat pada permukaan sel basofil dan mastosit. Setelah kontak dengan alergen,
basofil dan mastosit mengeluarkan mediator : histamin, SRS-A, kinin, ECF-A.
Mediator-mediator ini memberi efek farmakologis : mengaktivasi mediator-mediator
lain dan refleks-refleks sehingga terjadi gambaran klinis anafilaksis.Alergen dapat
masuk tubuh melalui hirupan, suntikan, per oral, maupun inokulasi.Alergen dapat
berupa :
a.Bahan-bahan untuk pengobatan :
1.Antibiotika ( Penicillin )
2.Zat putih telur asing( insulin, ACTH, serum heterolog, ATS, ADS, SABU).
3.Ekstrak alergen ( untuk uji kulit dan imunoterapi ).
4. Darah dan komponen-komponennya.
5. Cairan ( Dekstran )
6. Dan lain-lain.
b. Makanan, misalnya buah-buahan, susu, telur, ikan, kacang.
c. Bahan-bahan untuk diagnostik ( media kontras ).
d. Sengatan/gigitan serangga ( lebah ).
e. Dan lain-lain
KOMPLIKASI
1. Obstruksi jalan napas bagian atas ( sembab larynx )–> Pasang pipa endotracheal
atau tracheostomi.
2. Obstruksi jalan napas bagian bawah ( asma ) –>Beri : Aminofilin, Hidrokortison,
Terbutalin atau pasang ventilator.
3. Renjatan berkepanjangan :
4. Beri cairan intravena NaCl 0,9% atau koloid.
5. Kadang-kadang perlu diberi Adrenalin intravena dengan dosis 1 ml larutan 1 :
10.000 dengan sangat hati-hati. Cara membuat larutan : 1 ml larutan 1 : 1000
dilarutkan dalam 10 ml NaCl 0,9%.
6. Kadang-kadang perlu diberi obaobat vasopresor, seperti Norepinephrin,
Metaraminol, dan Dopamin.
7. Bila renjatan belum membaik, ukur CVP.
8. Bila tekanan <> 12 mm Hg, beri Isoproterenol.
9. Pemantauan ECG.
10. Jantung berhenti :
• Lakukan pijat jantung.
• Beri napas buatan.
• Beri NaBic.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang dapat menolong untuk membedakan kasus yang luar biasa
atau menilai penatalaksanaan yang sedang dikerjakan. Pemeriksaan darah lengkap
dapat menemukan hematokrit yang meningkat akibat hemokonsentrasi. Bila terjadi
kerusakan miokard maka pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan peninggian
enzim SGOT, CPK (fosfokinase kreatin) dan LDH (dehidrogenase laktat).
Foto toraks mungkin memperlihatkan emfisema (hiperinflasi) dengan atau tanpa
atelektasis. Pada beberapa kasus dapat terlihat edema paru. Pada pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) bila tidak terjadi infark miokard maka perubahan EKG
biasanya bersifat sementara berupa depresi gelombang S-T, bundle branch block,
fibrilasi atrium dan berbagai aritmia ventrikular.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis anafilaksis ditegakkan secara klinis. Perlu dicari riwayat penggunaan obat,
makanan, gigitan binatang atau tranfusi. Pada beberapa keadaan dapat timbul
keraguan terhadap penyebab lain sehingga perlu dipikirkan diagnosis banding. Pada
reaksi sistemik ringan dan sedang diagnosis bandingnya adalah diagnosis banding
urtikaria dan angioedema
Bila ditemukan reaksi sistemik berat harus dipertimbangkan semua penyebab distres
pernapasan, kolaps kardiovaskular dan hilangnya kesadaran, antara lain adalah reaksi
vasovagal dan serangan sinkop, infark miokard, reaksi insulin, atau reaksi histeris.
Reaksi vasovagal dan serangan sinkop sering terjadi sesudah penyuntikan. Pada
keadaan ini nadi teraba lambat dan biasanya tidak terjadi sianosis. Walau tekanan
darah menurun biasanya masih dapat diukur. Pucat dan diaforesis merupakan hal yang
sering ditemukan.
Infark miokard disertai gejala yang menonjol seperti sakit dada dengan atau tanpa
penjalaran. Kesukaran bernapas terjadi lebih lambat dan tanpa emfisema atau
sumbatan bronkial. Tidak terdapat edema atau sumbatan jalan napas atas.
Reaksi insulin yang karakteristik adalah lemah, pucat, diaforesis dan tidak sadar.
Tidak terjadi sumbatan jalan napas ataupun distres pernapasan. Tekanan darah
biasanya sedikit menurun. Reaksi histeris tidak disertai bukti distres pernapasan,
hipotensi atau sianosis. Parestesia lebih sering dari pada pruritus. Sinkop dapat terjadi
tetapi kesadaran cepat kembali.
PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan renjatan anafilaktik, urutan tindakan perlu diperhatikan.
1. Adrenalin 1 : 1000 dengan dosis 0,01 ml/ kg BB, subkutan ( maksimal 0,3 ml ).
2. Pasang tourniquet pada bagian pangkal dari tempat masuknya alergen ( gigitan
serangga, suntikan obat ).
3. Beri Adrenalin 0,1 – 0,3 ml subkutan pada tempat masuknya alergen bila alergen
telah diberikan / masuk secara subkutan.
4. Bila perlu pemberian Adrenalin dapat diulang setiap 15 – 20 menit.
5. Beri zat asam dengan nose prong atau sungkup 2 – 3 L/menit.
6. Beri Diphenhydramin 2 mg/ kg BB intravena atau intramuskular, dilanjutkan
dengan 3 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis.
7. Pasang infus dan beri NaCl 0,9%. Bila terjadi hipotensi atau tekanan darah tidak
terukur, beri NaCl 0,9% 20 – 40 ml/ kg BB dalam 1 – 2 jam.
8. Bila perlu tambahkan plasma atau cairan ekspander lain 10 – 20 ml/kg BB dalam
1–2 jam.
9. Pemberian Kortikosteroid :
1. – Hidrokortison 4 – 7 mg/ kg BB secara intravena, dilanjutkan dengan 4 – 7 mg/ kg
BB/ 24 jam dibagi dalam 3 – 4 dosis selama 24 – 48 jam, atau
2. – Metil prednisolon 1/5 dosis hidrokortison, atau
3. – Deksametason 1/25 dosis hidrokortison.
10. Beri Aminofilin bila ada tanda-tanda obstruksi jalan napas bagian bawah ( asma )
dengan dosis 7 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 – 20 ml NaCl 0,9% secara intravena
dalam waktu 10 – 20 menit, dilanjutkan dengan 9 mg/ kg BB dibagi 3 – 4 dosis.
11. Bila nadi dan tekanan darah sudah stabil, infus diganti dengan Dekstrose 5%
dalam 0,45% NaCl 1 – 1,5 kali kebutuhan rumatan.
Evaluasi
Yang penting dievaluasi adalah keadaan jalan napas dan jantung. Kalau pasien
mengalami henti jantung-paru harus dilakukan resusitasi kardiopulmoner.

SKIN TEST

Defenisi

Skin test adalah melakukan test antibiotik melalui sub cutan untuk mengetahui ketahanan
terhadap salah satu jenis antibiotik. Dalam melakukan skintest ini alangkah baiknya petugas
kesehatan mengerti tentang skintest. Petugas kesehatan jangan lupa memperhatikan
keselamatan dalam bertindak. Dan di bawah ini ada langkah-langkah dalam melakukan
skintest.

A. PERSIAPAN

a. Persiapan Alat

i. Spuit 1 cc dan jarum seteril dalam tempatnya

ii. Obat-obatan yang diperlukan

iii. Kapas alkohol dalam tempatnya


iv. Gergaji ampul

v. NaCl 0,9 % /aquadest

vi. Bengkok, ball point/ spidol

b. Persiapan Klien

i. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

B. PELAKSANAAN

1. Perawat cuci tangan

2. Menggulung lengan baju pasien bila perlu

3. Mengisi spuit dengan obat yang akan ditest sejumlah 0,1 cc dilarutkan dengan NaCl 0,9
atau aquadest menjadi 1 cc

4. Mendesinfeksi kulit yang akan di suntik dengan menggunakan kapas alkohol kemudian
diregangkan dengan tangan kiri perawat

5. Menyuntikan obat sampai permukaan kulit menjadi gembung dengan cara lubang jarum
menghadap ke atas dan membuat sudut antara 15 – 30 derajat dengan permukaan kulit

6. Beri tanda pada area suntikan

7. Menilai reaksi obat setelah 10-15 menit dari waktu penyuntikan, hasil (+) bila terdapat
tanda kemerahan pada daerah penusukan dengan diameter minimal 1 cm, hasil (-) bila tidak
terdapat tanda tersebut diatas

8. Perawat cuci tangan

1.Hipersensitivitas Tipe I (Hipersensitivitas Tipe Cepat Atau Anafilataksis)


Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi yang terjadi karena terpaparantigen
spesifik yang dikenal sebagai alergen. Dapat terpapar dengan cara ditelan, dihirup,disuntik,
ataupun kontak langsung. Perbedaan antara respon imun normal danhipersensitivitas tipe I
adalah adanya sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma. Antibodiini akan berikatan
dengan respetor Fc pada permukaan jaringan sel mast dan basofil. Selmast dan basofil yang
dilapisi oleh IgE akan tersensitisasi (fase sensitisasi). Karena sel Bmemerlukan waktu untuk
menghasilkan IgE, maka pada kontak pertama, tidak terjadi apa-apa. Waktu yang
diperlukan bervariasi dari 15-30 menit hingga 10-20 jam.Adanya alergen pada kontak
pertama menstimulasi sel B untuk memproduksiantibodi, yaitu IgE. IgE kemudian masuk
ke aliran darah dan berikatan dengan reseptor disel mastosit dan basofil sehingga sel
mastosit atau basofil menjadi tersensitisasi. Pada saatkontak ulang dengan alergen, maka
alergen akan berikatan dengan IgE yang berikatandengan antibody di sel mastosit atau
basofil dan menyebabkan terjadinya granulasi.Degranulasi menyebakan pelepasan mediator
inflamasi primer dan sekunder. Mediatorprimer menyebabkan eosinofil dan neutrofil serta
menstimulasi terjadinya urtikaria,vasodilatasi, meningkatnya permiabilitas vaskular,
Sedangkan mediator sekundermenyebakan menyebakan peningkatan
Pajanan ke 1

1.Fase sensitasi : Fase perkenalan sampai IgE diikat silang oleh Fc ( reseptor) pada selmast/
basofil.
2.Fase Aktivasi : Fase dari pajanan ulang dengan antigen dan IgE dengan sel mastsampai
degranulasi.
3.Fase Efektor : Respon yang kompleks sebagai efek dari mediator dari sel mast

Macam-macam Alergi
sp2

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang
yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen.

Alergen adalah senyawa yang dapat menginduksi imunoglobulin E (IgE) melalui paparan
berupa inhalasi (dihirup), ingesti (proses menelan), kontak, ataupun injeksi.Respon tubuh
terhadap suatu alergen terjadi melalui proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sifat inang, lingkungan, dan sifat fisik dari alergen.Sebagian besar alergen
merupakan protein yang dapat merangsang respon imun tubuh melalui reaksi enzimatik atau
aktivasi reseptor pada sel epitelium mukosa secara langsung.Beberapa contoh antigen
spesifik adalah:

 Aeroalergen

Protein atau glikoprotein yang tersebar di udara dan bersumber dari berbagai macam sumber,
seperti spora kapang, serbuk sari tumbuhan, bulu hewan, dan kotoran tungau serta kecoa.

 Alergen makanan

Beberapa contoh makanan yang biasanya menimbulkan alergi pada anak-anak adalah telur,
susu, kedelai, gandum, dan kacang.

 Alergen lateks

Alergi yang disebabkan oleh karet lateks sering ditemukan pada pekerja industri karet,
petugas kesehatan, dan orang yang menjalani operasi di saat bayi.

 Alergen farmasi

Contohnya penisilin dan sefalosporin.

 Alergen bisa serangga

Sengatan serangga dapat menimbulkan alergi pada sebagian orang.

Anda mungkin juga menyukai