Anda di halaman 1dari 5

1.

PENGARUH FAKTOR POLITIS PADA STANDAR AKUNTANSI


Proses Proses pembentukan standar akuntansi (standar setting process) tidak lepas dari proses
politik. Dalam penyusunan sebuah standar, terkait banyak pihak dengan berbagai latar belakang,
motivasi, dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda baik itu dari pemerintah, swasta, ataupun
profesi akuntan itu sendiri terhadap pembuatan standar akuntansi. Dengan begitu unsur politik dapat
berperan dalam penyusunan suatu standar. Menurut Zaff (2002) dalam jurnal Helmy, “Yang
dinamakan sebagai proses politik adalah pembelaan atau pertimbangan self-interested dari
pembuatan standar mengenai aspek yang mungkin diasosiasikan dalam istilah economic
consequences. Dalam buku “The Rise of Economic Consequences” Zaff mengartiakan konsekuensi
ekonomi sebagai “The impact of accounting report on the decision making behavior of business,
goverment, unions, investor, and creditor”. Selain itu Scroeder dan Clark (1995: 13) juga
menjelaskan dalam jurnal Helmy: “Akuntansi sebenarnya terbentuk dari fenomena ekonomi dari
perkembangan berbagai entitas ekonomi yang ada, sehingga pembentukan standar akuntansi
bukanlah suatu proses yang berjalan serta-merta, namun sangat memperhatikan aspek konsekuensi
ekonomi yang diakibatkannya. Oleh karenanya apabila proses penyusunan standar penuh dengan
tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan, bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena
adanya aspek economic consequences. Pembuatan ekonomi yang melalui proses politik bisa
beraakibat kepada pandangan masyarakat terhadap standar akuntansi sebagai permainan politik saja
dengan kepentingan masing-masing didalamnya. Sehingga perlu kehati-hatian dalam proses
pembuatannya agar tidak berdampak negatif di pandangan masyarakat. Misalnya dalam pembuatan
standar oleh FASB, pihak-pihak yang mempengaruhi FASB dalam penyusunan standar akuntansi
(Jurnal dari Putra Astika) yaitu: FASB, Business entitis, yaitu perusahaan yang menyusun laporan
keuangan, CPAs and accounting firms, Preparers, misalanya Financial Executives Institute, AICPA
(American Institute of Certified Publlic Accountants), AcSec (Accounting Standards Executive
Committe), Investing public, Academicians, Industry association, Goverment, seperti SEC
(Securities Exchange Commission), IRS (Internal Revenue Service) dan instansi pemerintahan
lainnya, Financial community analysts, banker, etc.

2. PENGARUH LOBI PADA STANDAR AKUNTANSI


Proses penyusunan standar merupakan proses politik yang di dalamnya terdapat berbagai
pengaruh terhadap penyusun standar (Hodges & Mellett, 2002). Kondisi ekonomi, hukum, politik
dan lingkungan sosial di negara tersebutlah menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
standar akuntansi. Setiap negara mempunyai kondisi yang berbeda-beda sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan standar akuntansi yang sama. The Interest Group Theory
menyatakan keberadaaan penyusun standar tidak terlepas dari pengaruh konstituen yang
memperjuangkan kepentingannya melalui penerbitan standar. Proses tersebut tercermin dari berbagai
lobi yang dilakukan oleh konstituen seperti dalam pembuatan standar akuntansi, karena dalam
penyusunan sebuah standar, terkait banyak pihak dengan berbagai latar belakang, motivasi, dan
memiliki kepentingan yang berbeda- beda baik itu dari pemerintah, swasta, ataupun profesi akuntan
itu sendiri terhadap pembuatan standar akuntansi.
Perusahaan yang mempunyai tujuan tertentu melakukan lobi pemerintah untuk membuat
standar sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam situasi tertentu hubungan personal (perusahaan)
dapat menghindari prosedur birokratis yang panjang dan mahal. Dengan negara yang politik, hukum,
dan ekonomi yang lemah, informasi-informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk membantu
pencapaian tujuan akan sangat sulit. Tindakan yang paling dapat diobservasi untuk mengukur
pengaruh lobi yaitu melalui jumlah tanggapan tertulis atas suatu exposure draft standar akuntansi.
Aktivitas lobi terhadap dewan standar akuntansi berlaku pada setiap negara dan jurisdiksi. IASB
mendapatkan lobi yang kuat dari Uni Eropa, negara-negara G20 dan belakangan juga dari Asia-
Oseania sehingga mempengaruhi standar yang mereka buat.

1
Di Indonesia sendiri standar akuntansi dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) melalui due
process procedure. Namun, dari proses keterlibatan konstituen tersebut muncul permasalahan, seperti
seberapa besar pengaruh lobi konstituen, apakah terdapat perbedaan pengaruh di antara konstituen
dalam penyusunan PSAK, antara tanggapan yang bersifat substantif dan bersifat bahasa antar standar
itu sendiri.
Hasil survei yang dilakukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menghasilkan data berupa
tanggapan tertulis atas empat PSAK, yaitu PSAK 8, PSAK 38, PSAK 51, dan PSAK 57. Dengan
membandingkan antara exposure draft dan standar yang diterbitkan serta tanggapan tertulis tersebut
dapat dilihat tanggapan yang diakomodasi oleh PSAK. Pengaruh lobi konstituen terhadap
penyusunan PSAK sangat rendah yaitu hanya sebesar 12,88% saja tanggapan yang diakomodasi,
sedangkan jika dilihat dari masing-masing PSAK maka akan diperoleh hasil yang bervariasi. Hasil
yang diperoleh antara lain tidak berpengaruh pada PSAK 8 dan PSAK 38, berpengaruh rendah pada
PSAK 51 dan berpengaruh sedang pada PSAK 57. Tanggapan tersebut memberikan tanggapan yang
posif karena memperjelas substantif dan kalimat dalam PSAK.
Dari hasil penelitian selanjutnya didapatkan hasil bahwa kelompok yang paling banyak
memberikan tanggapan adalah KAP bukan pembuat laporan keuangan, hal tersebut diduga karena
adanya pandangan pelaku bisnis, dimana standar merupakan tanggung jawab IAI. Melalui uji beda
proporsi dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh antar konstituen, hasil tersebut tidak
konsisten dengan The Interest Group Theory. Selain itu juga tidak ditemukan perbedaan pengaruh
antara tanggapan yang bersifat substantif dan yang bersifat bahasa. Namun, perbedaan pengaruh baru
ditemukan jika dikakukan pengujian antar standar, dimana pengaruh lobi konstituen tergantung dari
standarnya. Terdapat beberapa keterbatasan penelitian diantaranya: 1) Penggunaan tanggapan tertulis
sebagai ukuran lobi padahal lobi yang sebenarnya lebih sexing, dilakukan melalui jalur non formal.
2) Tanggapan dipandang sebagai suara (vote) yang berarti cenderung tidak memperhatikan substansi
tanggapan. 3)Kekurangan data mengenai tanggapan konstituen atas exposure draft. 3) Masih
sedikitnya referensi penelitian mengenai lobi konstituen di Indonesia.
3. PENGERTIAN DAN CONTOH KONSEKUENSI EKONOMIS STANDAR
AKUNTANSI
3.1 Pengertian Konsekuensi Ekonomis
Economic Consequences adalah salah satu konsep yang menegaskan (selain teori efisiensi
market hipotesis) dimana pilihan kebijakan akuntansi akan mempengaruhi nilai perusahaan (Scott,
2007). Terutama gagasan dari Economic Consequences mengenai kebijakan akuntansi yang dipilih
perusahaan, dan mengapa perusahaan memilih mengubah kebijakan akuntansinya. Jadi dari
pengertian di atas, Konsekuensi Ekonomi adalah konsep yang menegaskan, meskipun implikasi dari
teori pasar sekuritas efisien, bahwa pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi atau memberi
dampak pada nilai perubahaan. Pemahaman konsep konsekuensi ekonomi tentang pilihan kebijakan
akuntansi adalah penting dengan alasan: 1) Konsep tersebut menarik dalam kebenarannya. Banyak
kejadian-kejadian menarik dalam penerapan akuntansi berasal dari konsekuensi ekonomi. 2) Saran
bahwa kebijakan akuntansi tidak penting bertentangan dengan pengalaman akuntan. Banyak
akuntansi keuangan berfokus pada diskusi dan argumen tentang kebijakan akuntansi mana yang
harus dipakai dalam kondisi yang berbeda. Konsep konsekuensi ekonomi konsisten dengan
pengalaman dunia nyata. 3) Adanya konsekuensi ekonomi menimbulkan pertanyaan tentang
mengapa mereka ada. Hal ini muncul dari kontrak yang disetujui oleh perusahaan, khususnya
kontrak kompensasi eksekutif dan kontrak hutang.
3.2 Konsekuensi Ekonomi SFAS 8
Manajemen perusahaan-perusahaan multinasional di intervensi dalam proses penyusunan
standar yang berhubungan dengan translasi pertukaran asing. Reaksi manajemen Massey-Ferguson
adalah tipikal dan konsisten dengan dampak konsekuensi ekonomi yang dideskripsikan oleh Zeff.
Terlihat bahwa intervensi pemilik manajemen cukup mampu bahwa FASB mundur dan SFAS 8 pada
2
alternatif yang lebih dapat diterima secara politik, atau dalam istilah Zeff, altemnatif yang lebih
"delicately balanced", meski dukungan yang dapat dipertimbangkan untuk SFAS 8 dalam teori
ekonomi. Tapi SFAS 8 tidak memiliki pengaruh arus kas langsung. Keuntungan dan kerugian
pertukaran hanyalah item kertas. Jadi, dalam teori pasar efisien, harga saham perusahaan
multinasional yang terpengaruh tidak akan dipengaruhi oleh kerugian dan keuntungan pertukaran;
yaitu nilai pasar saham ini tidak boleh terpengaruh oleh metode tertentu yang digunakan untuk
konversi pertukaran asing. Dengan kata lain, tidak boleh ada konsekuensi ekonomi.
3.3 Review SFAS 52
Sebagai hasil dari penyebarluasan fokus yang sama dengan yang ditimbulkan oleh manajemen
Massey-Ferguson, FASB memutuskan di tahun 1979 untuk menguji ulang akuntansi untuk translasi
mata uang asing. Hasilnya adalah SFAS 52, yang dikeluarkan pada Desember 1981. Terdapat
beragam metode translasi yang diperlukan dalam SFAS 52. Tahap pertama adalah pembukuan
laporan keuangan asing dalam mata uang lokalnya. Dalam tahap kedua, laporan keuangan ini
ditranslasikan ke dalam pembukuan mata uang fungsional menggunaka metode temporal (kecuali
mata uang lokal adalah mata uang fungsional). Dalam tahap ketiga, laporan mata uang fungsional
ditranslasikan (kecuali mata uang fungsionalnya adalah dolar Amerika) ke dolar Amerika
mengunakan metode tarif sekarang. Penyesuaian translasi yang muncul dalam dua kasus
pengecualian operasi asing yang terintegrasi dan ekonomi inflasi tinggi harus dimasukkan dalam
pendapatan bersih kini dalam SFAS 52, seperti dalam SFAS 8.
3.4 Kritik SFAS 8 dan SFAS 52
Menurut SFAS 52, tujuan dasar translasi mata uang asing adalah untuk menyediakan informasi
yang secara umum cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan tarif pada arus
kas dan ekuitas perusahaan. Tujuan ini dirasa masuk akal dan konsisten dengan SFAS 1 dalam
Kerangka Konseptual FASB. Karena itu, kita akan menggunakannya sebagai dasar untuk kritik
kita.SFAS 52 juga mengacu pada kritik pervasif bahwa translasi dalam SFAS 8 tidak mencerminkan
kenyataan yang mendasari operasi asing. Tentunya, Massey-Ferguson akan setuju degan kritik ini.
Namun, kita akan berargumen bahwa SFAS 8 konsisten dengan teori paritas daya beli dan pada
tingkat yang lebih rendah, dengan teori paritas tingkat bunga pada perubahan tarif pertukaran.
Kadang, sulit untuk melihat SFAS 52 konsisten dengan kedua teori ini.Dampak yang dihasilkan
dalam SFAS 8 adalah tidak ada kerugian atau keuntungan pada aktiva non moneter yang dicatat
dalam SFAS 8 ketika tarif pertukaran asing berubah karena aktiva tersebut ditranslasikan pada tarif
historis. Jadi, SFAS 8 konsisten dengan teori paritas daya beli, paling tidak berhubungan dengan
aktiva nonmoneter.
Hal ini juga dianggap bahwa SFAS 8 konsisten dengan teori paritas tingkat bunga, paling tidak
sejauh konsentrasi pada kewajiban bersih moneter. Dalam paritas tingkat bunga, nilai mata uang
asing akan melemah dalam pasar pertukaran asing jika tingkat bunga ekonomi asing akan turun
relatif terhadap tingkat bunga di negara lain. Tingkat bunga yang lebih rendah pada ekonomi asing
berarti bahwa perusahaan yang dikonsolidasi dapat membayar kembali kewajiban bersih moneternya
dan meminjam kembali pada tingkat bunga yang lebih rendah; yaitu, perusahaan tersebut mendapat
keuntungan (asumsikan tak ada penalti untuk pembiayaan ulang). Karena itu, pemasukan keuntungan
dan kerugian translasi pada kewajiban bersih moneter dalam SFAS 8 juga dianggap konsisten dengan
teori paritas tingkat bunga. Karena teori paritas tingkat bunga tidak membuat hubungan langsung
antara tingkat harga dalam ekonomi asing dan tarif pertukaran, maka sulit untuk menilai apakah hal
ini konsisten dengan translasi SFAS 8 pada aktiva non moneter pada tarif historis.
3.5 Contoh Konsekuensi Ekonomis Standar Akuntansi
Stephen A. Zeff, seorang tokoh akuntansi yang paling persuasif berkaitan dengan konsekuensi
ekonomi, mengenalkan konsep ini dalam artikelnya tahun 1978 yang berjudul “The Rise of
Economic Consequences”. Zeff (1978) mendefinisikan economic consequences sebagai dampak
laporan akuntansi terhadap perilaku pengambilan keputusan bisnis, pemerintah, dan kreditor. Esensi
definisi tersebut adalah bahwa laporan akuntansi dapat mempengaruhi (affect) keputusan nyata oleh
3
manajer dan pihak lain tidak hanya sekedar menggambarkan (reflecting) hasil keputusan yang dibuat.
Zeff mendokumentasikan beberapa contoh di Amerika Serikat dimana bisnis, asosiasi industri, dan
pemerintah mencoba mempengaruhi, atau telah mempengaruhi, standar akuntansi yang disusun oleh
Accounting Principles Board (APB) dan pendahulunya the Committee on Accounting Procedure
(CAP).
Economic consequences adalah konsep yang menyatakan bahwa, walaupun bertentangan
dengan implikasi teori pasar modal efisien, pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai
perusahaan. Walaupun dengan implikasi kebijakan teori pasar modal efisien, tampak bahwa pilihan
kebijakan akuntansi memiliki konsekuensi ekonomi bagi pamakai laporan keuangan, walaupun tidak
secara langsung mempengaruhi aliran kas perusahaan.Esensi dari economic consequences adalah
bahwa kebijakan akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi tersebut merupakan suatu
permasalahan (matter), terutama permasalahan bagi manajemen. Akan tetapi, apabila hal tersebut
merupakan permasalahan bagi manajemen, kebijakan akuntansi juga permasalahan bagi investor
yang memiliki perusahaan karena manajer dapat mengubah hasil operasi operasi perusahaan
sesungguhnya dengan melakukan perubahan kebijakan akuntansi.
Economic consequences muncul karena perusahaan melakukan kontrak seperti kompensasi
eksekutif (executive compensation) dan kontrak utang (debt contract). Kebijakan akuntansi yang
digunakan dapat merupakan sumber informasi yang penting bagi investor. Manajer dapat
menggunakan sumber informasi berupa pilihan kebijakan akuntansi yang dipilih sebagai sinyal
tentang informasi dalam dari perusahaan.
Teori pasar modal efisien gagal menjelaskan perilaku pasar. Berdasarkan teori pasar modal
efisien, suatu perubahan akuntansi direaksi oleh pasar hanya apabila perubahan akuntansi tersebut
berpengaruh terhadap arus kas perusahaan. Economic consequences diperlukan untuk mengetahui
respon pasar atas perubahan kebijakan akuntansi walaupun perubahan kebijakan akuntansi tersebut
tidak berpengaruh secara langsung terhadap arus kas. Karena itu, economic consequences merupakan
salah satu anomali pasar modal efisien. Teori akuntansi positif (Positive Accounting Theory/PAT)
adalah penjelasan terhadap adanya economic consequences.

REFERENSI

Adam, Helmi. 2006. “Konsekuensi Ekonomi dan Proses Politik dalam Penyusunan Standar
Akuntansi”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam (IQTISHODUNA).
Astika, I. B. Putra. 2012. Teori Akuntansi: Konsep-Konsep Dasar Akuntansi Keuangan. Denpasar:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Hodges, R., and H. Mellett. 2002. Investigating Standard Setting: Accounting for the United
Kingdom’s Private Finance Initiative. Accounting Forum, 26/2: 126-151.
Prawirasuta, Wisnu. 2013. Pengaruh Lobi pada Standar Akuntansi. Artikel Online.
https://www.scribd.com/doc/240179775/Pengaruh-Lobi-Pada-Standar-Akuntansi. (Diakses
22 Oktober 2016).
Ridha, Febrina. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Standar Akuntansi. Artikel
Online. https://www.academia.edu/7289207/FAKTOR-
FAKTOR_YANG_MEMPENGARUHI_PEMBUATAN_STANDAR_AKUNTANSI_FEBRI
NA_NASTITI_RIDHA_11312116. (Diakses 22 Oktober 2016).

4
5

Anda mungkin juga menyukai