Anda di halaman 1dari 26

RINGKASAN MATERI KULIAH

TEORI AKUNTANSI
“ PROSES POLITIK DALAM PENETAPAN STANDAR
AKUNTASI ”

Oleh :

Ni Made Kusuma Devi ( 1707532117 )


Nyoman Notiasih ( 1707532128 )
Komang Bagus Surya Kepakisan ( 1707532131 )

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM REGULER DENPASAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
PROSES POLITIK DALAM PENETAPAN STANDAR
AKUNTASI

A. KONSEKUENSI EKONOMI
Konsekuensi ekonomi adalah sebuah konsep yang menilai
bahwa, lepas dari implikasi teori pasar sekuritas yang efisien,
pilihan kebijakan akuntansi yang mempengaruhi nilai
perusahaan. Beberapa pengertian konsekuensi ekonomi adalah
sebagai berikut:
1. Stephen A. Zeff, seorang tokoh akuntansi yang paling
persuasif berkaitan dengan konsekuensi ekonomi,
mengenalkan konsep ini dalam artikelnya tahun 1978 yang
berjudul “The Rise of Economic Consequences”. Menurut
Zeff (1978) mendefinisikan economic consequences
sebagai dampak laporan akuntansi terhadap perilaku
pengambilan keputusan bisnis, pemerintah, dan kreditur.
Esensi dari definisi ini adalah bahwa laporan akuntansi
dapat mempengaruhi (affect) keputusan nyata oleh manajer
dari pihak lain, tidak hanya sekedar menggambarkan
(reflecting) hasil keputusan yang dibuat. Zeff
mendokumentasikan beberapa contoh di Amerika Serikat
dimana bisnis, asosiasi industri, dan pemerintah mencoba
mempengaruhi, atau telah mempengaruhi, standar
akuntansi yang disusun oleh Accounting Principles Board
(APB) dan pendahulunya the Committee on Accounting
Procedure (CAP).
2. Economic consequences adalah konsep yang menyatakan
bahwa, walaupun bertentangan dengan implikasi teori pasar
modal efisien, pilihan kebijakan akuntansi dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Walaupun dengan
implikasi kebijakan teori pasar modal efisien, tampak
bahwa pilihan kebijakan akuntansi memiliki konsekuensi
ekonomi bagi pemakai laporan keuangan, walaupun tidak
secara langsung mempengaruhi aliran kas perusahaan.

Konsekuensi ekonomi adalah konsep yang menegaskan


bahwa pilihan kebijakan akuntansi akan mempengaruhi nilai
ekonomi perusahaan dan berdampak pada perilaku bisnis,
pemerintah, dan kreditur dalam membuat keputusan.
Esensi konsekuensi ekonomi adalah bahwa kebijakan
akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi tersebut
merupakan suatu permasalahan (matter), terutama
permasalahan manajemen. Akan tetapi, apabila hal tersebut
merupakan permasalahan bagi manajemen, maka kebijakan
akuntansi juga permasalahan bagi investor yang memiliki
perusahaan karena manajer dapat mengubah hasil operasi
perusahaan yang sesungguhnya dengan melakukan perubahan
kebijakan akuntansi. Mengapa konsekuensi ekonomi
(economic consequences) muncul :
1. Konsekuensi ekonomi muncul karena perusahaan
melakukan kontrak seperti kompensasi eksekutif
(execuitive compesation) dan kontrak utang (debt
contract)
2. Kebijakan akuntansi yang digunakan dapat merupakan
sumber informasi yang penting bagi investor. Manajer
dapat menggunakan sumber informasi berupa pilihan
kebijakan akuntansi yang dipilih sebagai signal tentang
informasi dari dalam perusahaan.
3. Teori pasar modal efisien gagal menjelaskan perilaku
pasar. Berdasarkan teori pasar modal efisien, suatu
perubahan akuntansi direaksi oleh pasar hanya apabila
perubahan akuntansi tersebut berpengaruh terhadap arus
kas perusahaan.
4. Konsekunsi ekonomi diperlukan untuk mengetahui
respon pasar atas perubahan kebijakan akuntansi
walaupun perubahan kebijakan akuntansi tersebut tidak
berpengaruh secara langsung terhadap arus kas. Karena
itu, konsekunsi ekonomi merupakan salah satu anomali
pasar modal efisien. Teori akuntansi positif (PAT)
adalah penjelasan terhadap adanya konsekuensi
ekonomi.

Penting untuk menunjukkan istilah “kebijakan akuntansi”


mengacu pada kebijakan akuntansi apapun, bukan hanya
kebijakan yang mempengaruhi cash flow sebuah perusahaan.
Misalnya bahwa sebuah perusahaan berubah dari declining-
balance ke amortisasi straight-line. Hal ini tidak akan dengan
sendirinya mempengaruhi cash flow perusahaan. Juga tidak
akan ada dampaknya pada pajak pendapatan (tax income) yang
dibayarkan, karena otoritas pajak memiliki regulasi tunjangan
biaya modal mereka sendiri. Namun, kebijakan amortisasi baru
tersebut tentu saja akan mempengaruhi net income yang
dilaporkan. Maka, menurut doktrin konsekuensi ekonomi,
perubahan kebijakan akuntansi itu penting, lepas dari kurangnya
dampak cash flow. Sesuai teori pasar yang efsien, perubahan
tersebut tidak akan bermasalah meskipun pasar mungkin
bertanya mengapa perusahaan mengubah kebijakan karena cash
flow mendatang, sehingga nilai pasar dari perusahaan, tidak
secara langsung dipengaruhi.
Sebuah pemahaman atas konsep konsekuensi akuntansi dari
pilihan kebijakan akuntansi itu penting karena dua alasan, yakni
(1) konsep itu menarik dengan sendirinya. Banyak dari kejadian
yang paling menarik dalam praktek akuntansi berasal dari
konsekuensi ekonomi. (2) pendapat bahwa kebijakan akuntansi
itu tidak penting itu berlawanan dengan pengalaman akuntan.
Banyak dari akuntansi keuangan dicurahkan untuk pembahasan
dan argumen tentang kebijakan akuntansi mana yang
seharusnya digunakan dalam berbagai keadaan, dan banyak
debat dan konflik atas presentasi laporan keuangan melibatkan
pilihan kebijakan akuntansi. Konsekuensi ekonomi itu konsisten
dengan pengalaman dunia riil.
Konsekuensi ekonomi erat hubungannya dengan teori
akuntansi positif (Positive Accounting Theory/ PAT). PAT
adalah teori yang berkaitan dengan prediksi tindakan atas
adanya pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana
manajer merespon suatu standar baru. PAT adalah teori yang
menjelaskan mengapa dan apa yang dilakukan akuntan dalam
praktek akuntansi. Sedangkan teori akuntansi normatif adalah
teori yang menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan akuntan
(what should they do). Teori akuntansi positif merupakan studi
lanjut dan teori akuntansi normatif karena kegagalan normatif
menjelaskan fenomena praktek yang aktual terjadi.PAT
dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi
yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu.
Komponen PAT meliputi (1) Hipotesis rencana bonus (Bonus
Plan Hypothesis); (2) Hipotesis rencana utang (Debt Covenant
Hyphothesis); dan (3) Hipotesis biaya politik (Political Cost
Hypothesis). Watts dan Zimmerman mengemukakan 3 Hipotesa
dari teori akuntansi positif.
1. Hipotesis Rencana Bonus
Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih
cenderung memilih prosedur akuntansi dengan perubahan
keuntungan yang dilaporkan dari periode dimasa depan ke
periode saat ini. Hipotesis ini cukup beralasan, seorang
manajer tentu ingin mendapatkan imbalan yang tinggi.
Apabila besaran bonus tersebut tergantung pada besar
kecilnya laba perusahaan, maka seorang manajer atau
siapapun itu tentu akan berusaha memberikan laporan
pendapatan bersih setinggi mungkin agar mendapatkan
bonus yang tinggi. Salah satu caranya adalah dengan
memilih dan menentukan kebijakan akuntansi yang bisa
meningkatkan laba pada laporan keuangan diperiode
tersebut. Sesuai dengan karakter proses akrual, hal tersebut
bisa menyebabkan penurunan laba perusahaan yang akan
dilaporkan pada masa yang akan datang dengan faktor
lainnya yang masih tetap sama.
2. Hipotesis Kontrak Hutang
Hipotesis Kontrak Hutang ini seluruh hal yang lain
dalam keadaan tetap Semakin dekat sebuah perusahaan
terhadap pelanggaran prinsip akuntansi yang didasari atas
sebuah kesepatakan hutang, maka ada kecenderungan
semakin besar kemungkinan manajemen perusahaan untuk
memilih prosedur akuntansi yang melaporkan perubahan
laba dari periode masa depan ke periode saat ini.
3. Hipotesis Biaya Politik
Semakin besar ongkos politik yang ditanggung oleh
perusahaan, maka manajer akan cenderung untuk
menggunakan prosedur akuntansi yang menyerah terhadap
laba yang dilaporkan pada masa saat ini menuju masa
mendatang.
B. PROSES POLITIK DAN DALAM PEMBENTUKAN
STANDAR AKUNTANSI
Pendapat May dan Sundem (1976), adalah dalam praktek
maupun teori, pengaruh kuat laporan akuntansi pada
kesejahteraan sosial perlu dicatat. Sehingga bukan merupakan
kejutan bila FASB adalah badan politik, sebab proses seleksi
alternatif akuntansi merupakan proses politik” atau dengan kata
lain FASB harus mempertimbangkan aspek politik secara
eksplisit (misal kesejahteraan sosial) seperti keputusan teori
akuntansi dan riset akuntansi.
(Mardiyah, 2002:102) Menjelaskan bahwa Financial
Accounting Foundation menyatakan “Proses penetapan standar
akuntansi dapat digambarkan sebagai suatu demokrasi karena
semua peraturan yang dibuat tergantung pada perizinan
pembuat peraturan. Tetapi karena penetapan standar berkaitan
dengan kepentingan sosial maka semua pendapat harus
didengar (penyusunan standar bersifat menyeluruh dan tidak
hanya yang bersifat specifict group). Proses penyusunan
standar sebagai proses politik karena ada upaya mendidik
dalam memperoleh standar baru. Disamping itu dalam
penyusunan standar ada tanggungjawab FASB kepada setiap
orang.
Ada aspek politik dalam akuntansi seperti halnya ada aspek
politik secara fisik. Sehingga perlu hati-hati apakah politik
berperan atau tidak dalam penetapan standar akuntansi.
Implikasinya FASB dimasa depan perlu memperhatikan isu ini
karena berkaitan dengan kredibilitas akuntansi itu sendiri.
Pertimbangan politik bisa mempengaruhi formulasi standar
akuntansi dan mempengaruhi keputusan ekonomi individu dan
akhirnya mempengaruhi tujuan ekonomi secara makro.
Proses politik dalam standar akuntansi diidentifikasikan
sebagai usaha untuk memasukkan self - interest dalam
penyusunan standar akuntansi (Zeff, 2002). Proses politik
dalam standard setting merupakan isu yang menarik apalagi
hal ini ada kaitannya dengan konsekuensi ekonomi saat
standar akuntansi itu disahkan dan dipraktekkan. Proses politik
ini kadang bisa dilakukan dalam skala constituents lobbying.
Konstituen ini terbagi dalam berbagai pihak, misalnya untuk
riset McLeay et.al. (2000) di Jerman membagi dalam tiga
kategori yaitu kalangan industri, auditor, dan akademisi.
Dengan menggunakan dasar economic consequences, pihak-
pihak yang terkena dampak ekonomi atas praktek standar
akuntansi disebut sebagai kostituen. Beberapa kostituen ini
akan membentuk grup (kelompok) yang melakukan lobi - lobi
ke dewan standar, atau bahkan melalui media pemerintah atau
pengadilan untuk mela kukan klaim atas penerapan regulasi
akuntansi baru. Permasalahan akuntansi merupakan masalah
politik yang sensitif, karena disebabkan oleh kebutuhan
penerbitan standar itu sendiri merupakan suatu kontroversi.
Kalau dianalisis dari 3 hipotesis teori akuntansi positif
(Watt & Zimmerman, 1986), maka akan ada tiga pihak
terkait yaitu pemegang saham (bonus plan hypotheses),
kreditur (debt convenant) , pemerintah (political cost). Ketiga
pihak ini akan menjadi sasaran perilaku manajemen, sehingga
mereka melakukan klaim untuk menjaga agar kepentingannya
tetap aman. Beberapa intervensi (klaim) atas perlakuan
akuntansi juga dilakukan melalui perusahaannya, terbukti
dengan adanya klaim implisit stakeholders dalam memilih
metode akuntansi (Bowen et.al, 1995). Riset Bowen et al.
(1995) menunjukkan pentingnya pemahaman dewan standar
atas motivasi manajemen yang bergantung pada klaim
stakeholders. Apalagi sudah terbukti oleh berbagai riset klasik
tentang dampak laporan akuntansi terhadap perubahan harga
atau return saham sebagai proxy kelakuan investor (lihat
Chow, 1983).

C. KONSEKUENSI EKONOMI DAN PROSES POLITIK


Hubungan sebab akibat didasarkan pada analisis runtut
waktu, yaitu sebab mendahului akibatnya, artinya konsekuensi
ekonomi yang menjadi dasar (sebab) terjadinya proses politik
dalam standard setting. Jika dianalisis secara mendasar, proses
politik merupakan usaha untuk melakukan lobi - lobi dalam
memaksimalkan transfer kekayaan bagi pihak yang
berkepentingan. Watt & Zimmerman (1986: 222)
mengidentikasikan bahwa alasan ekonomi dalam proses
politik merupakan usaha politisi untuk memaksimalkan
utilitasnya. Jadi sesuai yang diungkapkan Wibi sana (1992)
bahwa masalah dampak ekonomi menjadikan proses standar
menjadi problematik sehingga dengan pendapat dan lobi
menjadi suatu proses yang diharuskan . Masalahnya apakah
proses politik itu selalu disebabkan oleh konsekuensi ekonomi
yang menyertai standar akuntansi? Hal ini ternyata
menjadikan proses standar itu bukan murni dari konsekuensi
ekonomi semata, atau bahayanya standar yang disahkan bukan
yang terbaik dari sudut pandang kualitas laporan keuangan,
melainkan yang mampu mengakomodasi kepentingan terbesar,
atau bahkan menjadi suatu permainan politik praktis
(Wibisana, 1992).
Kenyataannya bahwa standar akuntansi tidaklah lepas dari
intervensi pemerintah. Watt (1977) mengungkapkan bahwa
teori akuntansi keuangan perusahaan harus bisa menjelaskan
persyaratan pemerintah dan regulasi laporan keuangan. Fakta
bahwa kebijakan penentuan tarif/insentif fiskal dan harga
adalah berdasarkan accounting numbers (Zeff, 1978);
menjadikan manajer korporasi melakukan lobi ke agen dewan
pembuat standar untuk membuat standar yang berimplikasi
pada tarif yang menguntungkan (Miller, 1994:7). Perilaku
birokrat juga bisa mempengaruhi proses standar, apalagi
berkaitan dengan regulasi krisis. Hal ini akan berujung pada
masalah ekonomi, yaitu politisi dan birokrat menginginkan
costly information dalam proses politik sehingga mampu
memberi kesempatan baginya untuk mengendalikan transfer
kekayaan ke pemerintah ataupun pada dirinya sendiri (Watt
& Zimmerman, 1986:226; Miller, 1994:7).

D. POLITIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP


STANDAR AKUNTANSI
Standar akuntansi digunakan sebagai acuan dalam
pembuatan laporan keuangan. Standar akuntansi disuatu negara
akan berbeda dengan negara lain disebakkan oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu kerangka konseptual,
kondisi negara, dan juga pihak-pihak yang terlibat didalam
penyusunan standar stersebut. Kerangka konseptual digunakan
sebagai dasar pembuatan standar akuntansi. Standar akuntansi
disuatu negara akan berbeda dengan dengan negara lain
disebabkan oleh kondisi ekonomi, hukum, politik, dan
lingkungan sosial negara tersebut. Proses pembentukan standar
akuntansi sering disebut dengan standar setting process.
Pembuatan standar akuntansi tidak lepas dari proses politik.
Dalam penyusunan sebuah standar, terkait banyak pihak
dengan berbagai latar belakang, motivasi, dan memiliki
kepentingan yang berbeda-beda baik itu dari pemerintah,
swasta, ataupun profesi akuntan itu sendiri terhadap pembuatan
standar akuntansi. Dengan begitu unsur politik dapat berperan
dalam penyusunan suatu stanadar.
Dinamika perkembangan standar akuntansi diibaratkan
sebagai sebuah roda berjalan tanpa henti seiring dengan proses
yang mendasarinya. Akuntansi sebenarnya terbentuk dari
fenomena ekonomi dari perkembangan berbagai entitas
ekonomi yang ada, sehingga pembentukan standar akuntansi
bukanlah suatu proses yang berjalan serta- merta, namun
sangat memperhatikan aspek konsekuensi ekonomi yang
diakibatkannya. Oleh karenanya apabila proses penyusunan
standar penuh dengan tekanan dari berbagai pihak yang
berkepentingan, bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena
adanya aspek economic consequences (Scroeder & Clark,
1995: 13). Konstituen yang mungkin terkena imbas atau
berkepentingan dengan standar akuntansi akan melakukan
usaha untuk membuat standar yang mungkin terbentuk bisa
memaksimalkan kepentingan mereka (Watt, 1977). Inilah yang
dinamakan sebagai proses politik, yang menurut Zeff (2002)
diartikan sebagai pembelaan atau pertimbangan self- interested
dari pembuat standar mengenai aspek yang mungkin
diasosiasikan dalam istilah economic consequences.
Proses politik dalam standar akuntansi diidentifikasikan
sebagai usaha untuk memasukkan self-interest dalam
penyusunan standar akuntansi (Zeff, 2002) atau dalam upaya
untuk memaksimalisasi transfer kekayaan (Watt, 1977). Proses
politik dalam standard setting merupakan isu yang menarik
apalagi hal ini ada kaitannya dengan konsekuensi ekonomi saat
standar akuntansi itu disahkan dan dipraktekkan. Menurut
Helmy Adam dalam jurnalnya menuliskan, “Dalam standar
akuntansi proses politik diidentifikasikan sebagai usaha untuk
memasukan self-interest dalam penyusunan standar
akuntansi(Zeff, 2002) atau dalam upaya untuk
memaksimalisasi transfer kekayaan (Watt, 1997). Proses
politik ini dilakukan dalam skala contituents lobbying.
Konstituen ini terbagi dalam berbagai pihak, misalnya riset
McLeay et, al (2000) di Jerman membagi dalam 3 kategori
yaitu kalang industri, auditor, dan akademis. Dengan dasar
economic consequences, pihak-pihak yang terkena dapak
ekonomi atas praktek standar akuntansi disebut sebagai
kostituen. Beberapa kostituen ini akan membentuk grup
(kelompok) yang melakukan lobi-lobi ke dewan standar, atau
bahkan melalui media pemerintah atau pengadilan untuk
melakukan klaim atas penerapan regulasi.
Kalau dianalisis dari 3 hipotesis teori akuntansi positif
(Watt & Zimmerman, 1986), maka akan ada tiga pihak terkait
yaitu pemegang saham (bonus plan hypotheses), kreditur (dept
convenant), pemerintah (political cost). Ketiga pihak ini akan
menjadi sasaran prilaku manajemen, sehingga mereka
melakukan klaim untuk menjaga agar kepentingan tetap aman.
Beberapa intervensi (klaim) atas perlakuan akuntansi juga
dilakukan melalui perusahaan, terbukti dengan adanya klaim
implisit stakeholders dalam memilih metode akuntansi (Bowen
at,al, 1995) Riset Bowen et, al (1995) menunjukan pentingnya
pemahaman dewan standar atas motivasi manajemne yang
bergantung pada klaim stakeholders. Apabila sudah tebukti
oleh berbagai riset klasik tentang dampak laporan akuntansi
terhadap perubahan harga atau return saham sebagai poxy
kelakuan investor (lihat Chow, 1983)” Perusahaan yang
mempunyai tujuan tertentu melakukan lobi pemerintah untuk
membuat standar sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam
situasi tertentu hubungan personal (perusahaan) dapat
menghindari prosedur birokratis yang panjang dan mahal.
Dengan negara yang politik, hukum, dan ekonomi yang lemah,
informasi-informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk
membantu pencapaian tujuan akan sangat sulit. Dengan seperti
ini perusahaan dan politisi melakukan kesepakatan dengan
proses lobi.
Proses lobi tidaklah lepas dalam proses politik. Karena
dalam proses politik, pihak-pihak tertetu yang memiliki
kepentingan tersendiri melakukan lobi untuk membuat standar
yang nanatinya membantu perusahaan mencapai tujuannya.
Proses penyusunan standar berusaha untuk mengakomodasi
kepentingan konstituen dengan berbagai model proses politik.
Luehlfing (1995) memberikan mekasnisme dengan keterkaitan
berbagai pihak yaitu: Crisis, Public Outcry, Washington
Response, Accounting Intervention and Probation. Krisis
merupakan fenomena yang menjadikan teriakan publik, yang
nantinya akan diakomodasi oleh regulatori atau legislatif.
Washington (pemerintah) akan mengakomodasi berbagai
ketidakpuasan tersebut dengan melakukan intervensi dalam
penyusunan standar akuntansi. Wibisana (1992) menyatakan
bahwa penyusunan standar akuntansi lebih cenderung untuk
akomodatif terhadap berbagai pihak, apalagi yang mayoritas.
Meskipun Chris Robinson dalam Scott (1996:373-374)
mencoba menganalisis beberapa pendapat para ahli bahwa
membuat standar yang bagus sangat mungkin, namun
kepentingan ekonomi efek standar juga harus bisa ditata
dengan benar.
Kenyataannya bahwa standar akuntansi tidaklah lepas dari
intervensi pemerintah. Watt (1977) mengungkapkan bahwa
teori akuntansi keuangan perusahaan harus bisa menjelaskan
persyaratan pemerintah dan regulasi laporan keuangan. Fakta
bahwa kebijakan penentuan tarif/insentif fiskal dan harga
adalah berdasarka n accounting numbers (Zeff, 1978);
menjadikan manajer korporasi melakukan lobi ke agen dewan
pembuat standar untuk membuat standar yang berimplikasi
pada tarif yang menguntungkan (Miller, 1994:7). Perilaku
birokrat juga bisa mempengaruhi proses standar, apalagi
berkaitan dengan regulasi krisis. Ujung-ujungnya juga ke
masalah ekonomi, yaitu politisi dan birokrat menginginkan
costly information dalam proses politik sehingga mampu
memberi kesempatan baginya untuk mengendalikan transfer
kekayaan ke pemerintah ataupun pada dirinya sendiri (Watt &
Zimmerman, 1986:226; Miller, 1994:7).

E. BEBERAPA CONTOH PROSES


Politik Proses penyusunan standar berusaha untuk
mengakomodasi kepentingan konstituen dengan berbagai
model proses politik. Luehlfing (1995) memberikan
mekasnisme dengan keterkaitan berbagai pihak yaitu: Crisis,
Public Outcry, Washington Response, Accounting Intervention
and Probation. Krisis merupakan fenomena yang menjadikan
teriakan publik, yang nantinya akan diakomodasi oleh
regulatori atau legislatif. Washington (pemerintah) akan
mengakomodasi berbagai ketidakpuasan tersebut dengan
melakukan intervensi dalam penyusunan standar akuntansi.
Ditinjau dari proses penyusunan standar dalam FASB sudah
bisa dipastikan bahawa proses politik telah terjadi . Apabila
exposure draft sudah dikeluarkan dan dilakukan public hearing
, proses standar berarti sudah berusaha mengakomodasi
kepentingan berbagai pihak.
Surat - surat dari pihak yang berkepentingan diterima oleh
FASB, dan telah exposure draft dilakukan oleh asosiasi
profesi misalnya oleh anggota AAA dengan adanya FASB
Prospectus “Earning per Share”. Kalangan akademisi meski
bukan pemakai langsung standar FASB, bisa melakukan
pembahasan-pembahasan mengenai exposure draft yang
mungkin dipublikasikan sehingga terbaca oleh publik,
sehingga mampu menjadi dasar pertimbangan bagai para
pemakai standar yang langsung. Interaksi akademisi dengan
dewan standar diulas oleh Beresford dan Johns (1995), melalui
keterkaitan langsung, keanggotaan dalam staf, anggota dalam
advisory council, comment letters, keanggotaan AAA dan
interaksi riset. Namun Wibisana (1992) sangat khawatir bahwa
penyusunan standar akuntansi lebih cenderung untuk
akomodatif terhadap berbagai pihak, apalagi yang mayoritas.
Meskipun Chris Robinson dalam Scott (1996:373 - 374)
mencoba menganalisis beberapa pendapat para ahli bahwa
membuat standar yang bagus sangat mungkin, namun
kepentingan ekonomi efek standar juga harus bisa ditata
dengan benar.

F. LATAR BELAKANG MOTIVASI DALAM


MANAJEMEN
Manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan
mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena manusia
bisa mengetahui input-input yang perlu diambil dari
lingkungan, cara mendapatkan dan menangkap input-input
tersebut menggunakan teknologi, mampu mengolah atau
mentransformasikan input-input tersebut menjadi output-output
yang memenuhi publik. Manusia menjadi penggerak dan
penentu jalannya organisasi, maka perhatian dari pimpinan
sangat diperlukan. Betapa pentingnya perencanaan dan
pengawasan dari pimpinan sangat diperlukan tanpa didukung
oleh semangat kerja dari karyawan, maka tujuan dari organisasi
sulit dicapai pada tingkat yang optimal.
Pada dasarnya setiap instansi pemerintah maupun swasta,
bukan saja mengharpkan karyawan yang mampu, cakap dan
terampil tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan
berkeinginan mencapai hasil kerja yang optimal. Untuk itu
pimpinan hendaknya berusaha agar karyawan mempunyai
motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
Disinilah pentingnya peranan motivasi untuk mendorong
semangat kerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Motivasi pada suatu organisasi atau perusahaan bertujuan
untuk mendorong semangat kerja para karyawan agar mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan
ketrampilan demi terwujudnya suatu organisasi. Pimpinan yang
mengarahkan melalui motivasi akan menciptakan kondisi
dimana karyawan merasa mendapat inspirasi untuk bekerja
keras. Karyawan yang mempunyai motivasi tinggi sangat
penting jika hasil-hasil kinerja yang tinggi ingin dicapai secara
konsisten. Pimpinan akan melakukan pendekatan
kepemimpinan yang mencerminkan suatu kesadaran bahwa
produktivitas melalui karyawan merupakan bagian utama dan
tidak dapat digantikan untuk mencapai tujuan organisasi.
Pemberian motivasi dari para pekerja akan saling berbeda
sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi ekonominya.
Orang yang semakin terdidikdan semakin independen secara
ekonomi, maka sumber motivasinya akan berbeda, tidak lagi
semata-mata ditentukan oleh sarana motivasi tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor kebutuhan. Memotivasi bawahan
dilakukan dengan memberikan tanggung jawab dan
kesempatan yang luas bagi karyawan untuk mengambil
keputusan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
1. Motivasi menjadi sangat penting karena dengan motivasi
diharapkan setiap karyawan mau bekerja keras dan antusias
untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi (Hasibuan,
1996: 92).
2. Motivasi akan memberikan inspirasi, dorongan, semangat
kerja bagi karyawan sehingga terjalin hubungan kerja yang
baik antara karyawan dan pimpinan sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai secara maksimal. Bagitu juga
motivasi berkaitan erat dengan usaha, kepuasan pekerja dan
performance pekerjaan (Gomes, 1995: 178).
3. Motivasi sangat penting dalam meningkatkan semangat
kerja dan produktivitas karyawan. Tugas pimpinan adalah
memberikan motivasi atau dorongan kepada karyawan agar
bisa bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh
organisasi.
4. Motivasi kerja adalah proses mempengaruhi atau
mendorong seseorang berbuat untuk menyelesaikan tujuan
yang diinginkan (Kamalludin, 1989: 214), motivasi
diartikan juga sebagai keadaan dalam pribadi seseorang
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan
(Handoko, 1999: 252).
5. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan
pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna
mencapai kepuasan dirinya. Seseorang yang sangat
termotivasi yaitu orang yang melaksanakan upaya
substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi
kesatuan kerjanya dan organisasi dimana ia bekerja.
Seseorang yang termotivasi hanya memberikan upaya
minimum dalam hal bekerja motivasi merupakan sebuah
konsep penting dalam studi kerja individu (Winardi, 2001:
2).
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian
motivasi (daya perangsang) kepada pegawai, dengan istilah
populer sekarang pemberian kegairahan bekerja kepada
pegawai. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan pegawai yang
memberi manfaat kepada perusahaan. Ini juga berarti bahwa
setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke
dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar
kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi
kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan
motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya
perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai
tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya

G. TUJUAN MOTIVASI DALAM MANAJEMEN


Manajer atau pimpianan yang berhasil dalam hal motivasi
karyawan seringkali menyediakan suatu lingkungan dimana
tujuan-tujuan tepat tersedia untuk memenuhi kebutuhan.
Tujuan-tujuan motivasi tersebut antara lain:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
3. Meningkatkan produktivitas karyawan.
4. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan karyawan
perusahaan.
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat
absensi karyawan.
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan.
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap
tugas-tugasnya.
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan
baku.

H. PROSES MOTIVASI DALAM MANAJEMEN


Motivasi merupakan sebuah predis posisi untuk bertindak
dengan cara yang khusus dan terarah pada tujuan tertentu
sekalipun rumusan tentang rumusan motivasi dibatasi hingga
purposif atau yang diarahkan pada tujuan. Manusia sebagai
mahluk sosial berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan
dan expektansi. Kebutuhan, keinginan dan expektansi tersebut
menimbulkan ketegangan-ketegangan pada para manajer, yang
di anggap mereka kurang menyenangkan. Dengan anggapan
bahwa perilaku khusus tertentu dapat mengurangi perasaan
yang dimiliki, maka hal tersebut menyebabkan orang yang
bersangkutan berperilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada
tujuan untuk mengurangi kondisi ketegangan tersebut.
Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya
petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi)
kepada orang yang bersangkutan tentang dampak perilaku.

I. JENIS-JENIS MOTIVASI
Berdasarkan pengertian dan analisa tentang motivasi yang
telah dibahas dimuka, maka pada pokoknya motivasi dibagi
menjadi dua jenis yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di
dalam situasi kerja dan memenuhi kebutuhan dan tujuan-
tujuan staf. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni,
yakni motivasi yang sebenarnya timbul dari dalam diri
sendiri. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.
Motivasi intrinsic adalah motivasi yang hidup dalam diri
individu dan berguna dalam situasi kerja yang fungsional.
Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya tidak
diperlukan karena tidak akan menyebabkan individu
bekerja untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
disebabkan oleh faktorfaktor dari luar. Motivasi ekstrinsik
tetap diperlukan sebab tidak semua pekerjaan dapat menarik
minat bawahan atau sesuai dengan kebutuhan. Dalam
keadaan ini motivasi terhadap pekerjaan perlu dibangkitkan
oleh manajer agar mereka mau dan ingin bekerja secara
lebih baik.

J. FUNGSI MOTIVASI DALAM MANAJEMEN


Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan
mempengaruhi serta merubah kelakuan. Fungsi motivasi
tersebut adalah:
1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
Tanpa motivasi tidak akan timbul sesuatu tindakan atau
perbuatan.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengaruh artinya mengarahkan
perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya
motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan.

K. TEORI MOTIVASI DALAM MANAJEMEN


Motivasi dapat digunakan sebagai strategi untuk
meningkatkan kinerja karyawan atau bawahan. Sebab
efektifitas karyawan dengan asumsi mereka memiliki peluang
untuk kinerja yang baik dan memiliki kemampuan yang
diperlukan tergantung pada motivasi. Jadi untuk menjelaskan
motivasi dapat digunakan teori motivasi yang dibedakan
kedalam dua kategori utama, yaitu Teori Hierarki Kebutuhan.
Teori ini membantu pimpinan untuk memahami bagaimana
kebutuhan manusia dan bagaimana orang dengan kebutuhan
berbeda mungkin merespon situasi kerja berbeda-beda,
manusia merupakan mahluk yang serba berkeinginan, ia
senantiasa menginginkan sesuatu dan senantiasa menginginkan
lebih banyak. Tetapi apa yang di inginkanya tergantung pada
apa yang sudah dimiliki olehnya. Segera setelah salah
satudiantara kebutuhan manusia dipenuhi munculah kebutuhan
lain. Pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang
akan bertindak (bersemangat kerja) untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan (inner needs) dan kepuasanya. Semakin
tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang di inginkan maka
semakin giat orang itu bekerja.
Para teori menganggap bahwa individu berkelakuan dengan
cara tertentu untuk berusaha mencapai tujuan didorong oleh
keinginan untuk memenuhi kebutuhanya. Jadi analisis teori ini
lebih menekankan pada faktorfaktor kebutuhan yang
membangkitkan perilaku individu yang bersumber dari dalam
diri seseorang. Artinya teori isi tentang motivasi menggunakan
kebutuhan individual untuk menjelaskan perilaku dan sikap
orang dalam bekerja. Teori hierarki kebutuhan menyatakan
bahwa motivasi seseorang didasarkan pada dua anggapan
yaitu:
1. Kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah di
milikinya.
2. Kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan
pengalaman yang bersangkutan yang di gambarkan dalam
bentuk hierarki.
Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham
Maslow yang menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukan
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara
biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun
non-materi.

L. CONTOH KASUS SFAS NO 2


SFAS No. 2 membahas mengenai Accounting Research
and Development Costs. FASB melalui SFAS No. 2
menerapkan rigid uniformity dalam pengakuan biaya riset dan
pengembangan, yaitu langsung diakui sebagai biaya pada
periode dikeluarkannya biaya riset dan pengembangan. Akan
lebih representational faithfulness bila biaya research and
development (succesful effort) sebagai finite uniformity, misal
dalam akuntansi minyak dan gas. Pendekatan finite uniformity
akan lebih relevan tetapi kurang verifiable. Sterling (1985), ia
melihat bahwa representational faihtfulness dalam konteks
binary, bahwa dalam pengukuran karakteristik aset bisa
representational faithfulness atau tidak. Dalam hal manfaat
pengambilan keputusan Sterling percaya representational
faithfulness merupakan karakteristik utama dari usefulnees
yang tidak dapat di-”trade off” dengan veriability, walaupun
dalam beberapa kualitas pengukuran kurang tepat.
Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi
berbeda dengan industri lainnya. Sebagai akibat dari sifat dan
karakteristik dari industri minyak dan gas bumi, maka terdapat
beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut
yang berbeda dengan industri lainnya, seperti:
1. Adanya sifat untung-untungan (gambling) dari usaha
explorasi menimbulkan beberapa alternatif dalam
penggunaan metode pengakuan biaya atas cadangan yang
tidak berisi minyak atau gas (dry hole).
2. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan biaya
harus dikaitkan dengan aktivitas sampai diketemukannya
cadangan minyak atau gas di suatu negara, sehingga semua
biaya yang terjadi ditangguhkan dan akan dikapitalisasi
sebagai bagian dari cadangan minyak yang ditemukan di
negara tersebut.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa biaya yang terjadi untuk
pencarian minyak dan gas harus dikaitkan dengan hasil dari
aktivitas pencarian suatu cadangan.
Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya
perbedaan pandangan dalam perlakuan biaya yang
dikapitalisasikan, beban yang diakui serta perhitungan
amortisasinya. Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya
memperkenalkan konsep pencatatan biaya dengan dasar Full
Cost Method dan Successful Effort Method yang pada akhirnya
mengakibatkan perbedaan pada laporan keuangan yang
dihasilkan.
Metode successful effort hanya akan mengakui biaya-biaya
penelitian atas sumur yang sukses mendapatkan cadangan
terbukti saja yang akan dikapitalisasikan. Biaya-biaya atas
sumur-sumur yang tidak berhasil dinyatakan tidak memiliki
manfaat di masa mendatang dan karena itulah harus
dibebankan pada periode terjadinya. Sebaliknya, karena tidak
ada cara untuk menghindarkan biaya-biaya unsuccessful (tidak
berhasil) dalam pencarian cadangan minyak dan gas bumi,
maka full cost method menganggap baik biaya-biaya yang
terjadi pada sumur sukses menemukan cadangan minyak dan
gas bumi maupun tidak, tetap diakui sebagai bagian biaya
penemuan cadangan minyak dan gas bumi. Hubungan
langsung antara biaya-biaya yang terjadi dengan penemuan
cadangan minyak dan gas bumi tidaklah penting dalam metode
full cost. Dengan demikian, bila digunakan metode full cost
baik biaya yang sukses maupun tidak, akan dikapitalisasikan
walaupun biaya yang terjadi pada sumur yang tidak sukses
tidak memiliki manfaat sama sekali bagi perusahaan dimasa
mendatang.
Menurut SFAS No. 2 tentang Accounting Research and
Development Costs, FASB menyimpulkan bahwa semua riset
dan pengembangan biaya yang diungkapkan mencakup
pembebanan biaya ketika terjadi. Asumsinya secara implisit
nilai yang diharapkan dari biaya R&D adalah nol. FASB
menyimpulkan hal tersebut dari berbagai premis dasar yang
diterima sebagai kebenaran. Ada lima faktor oleh FASB yang
dianggap mendukung kesimpulan tersebut:
1. Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan
oleh biaya riset dan pengembangan. Pengeluaran biaya
R&D adalah tingkat ketidakpastian manfaat di masa depan
karena pengeluaran biaya R&D mengakibatkan risiko.
Risiko tersebut terjadi akibat kegagalan profitabilitas dari
sebuah proyek. Diperlukan kehati-hatian dalam
memberikan definisi dari risiko karena profitabilitas
historis yang tinggi dari pengaruh R&D.
2. Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset
dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan.
Pernyataan FASB mengenai kurangnya hubungan
kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan
dengan manfaat yang dihasilkan dapat dipertanyakan. Hasil
penelitian Angiley (1973), menunjukkan bahwa hasil
penjualan perusahaan farmasi secara signifikan
berhubungan dengan output produk yang inovatif. Output
yang bersifat inovatif tersebut secara signifikan
berhubungan dengan jumlah biaya riset dan pengembangan
yang dikeluarkan perusahaan.
3. Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep
akuntansi untuk dapat dikelompokkan sebagai aktiva.
4. Matching concept antara pendapatan dan biaya. Karena
manfaat masa depan biaya riset dan pengembangan kurang
dapat ditentukan atau dilihat, maka biaya tersebut langsung
dibebankan sebagai biaya pada saat dikeluarkan.
Sedangkan, bagi perusahaan alasan mengeluarkan biaya
riset dan pengembangan adalah adanya manfaat masa
depan, yaitu adanya pendapatan yang dihasilkan dari biaya
tersebut. Dengan mengakui riset dan pengembangan segera
sebagai biaya, maka matching concept tidak terpenuhi.
5. Kurangnya relevansi informasi yang dihasilkan dalam
proses pengambilan keputusan investasi dan kredit.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/146635591/KONSEKUENSI-EKONOMI
https://pdfs.semanticscholar.org/09a3/9ffd402a7cc57be70d07287257cfea5d68e1.pdf
https://docplayer.info/33780056-Konsekuensi-ekonomi-dan-proses-politik-dalam-
penyusunan-standar-akuntansi-oleh-helmy-adam.html
https://www.scribd.com/document/364843250/Kasus-SFAS-No-2
https://media.neliti.com/media/publications/102961-ID-pengaruh-kemampuan-dan-motivasi-
terhadap.pdf

Anda mungkin juga menyukai