8
EPILEPSI PSIKOMOTOR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN
PADA TN A DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT JIWA DR.
RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
Oleh kelompok 5:
1. Defi Sri Lestari (141602010)
2. Imam Hanifah (141602018)
3. M. Wahyu Maulana Aziz (141602028)
4. Yusi Krisdayanti (141602053)
Mengetahui
Kepala Ruang
M. Supriyadi, S.Kep.,Ns,
1. Aniaya fisik
2. Aniaya seksual
3. Penolakan
4. Kekerasan dalam keluarga 34 Tidak Adik kandung
tahun ada
5. Tindakan kriminal
Penjelasan:
Pasien ada masalah keluarga. pasien marah-marah dengan adik kandung, lalu menyendiri di
kamar, tiba-tiba mengamuk melempari barang-barang yang ada di sekitarnya.
Diagnosa keperawatan: Risiko perilaku kekerasan
b. Pernah melakukan upaya/ percobaan/ bunuh diri
Penjelasan:
Pasien tidak pernah melakukan upaya/ percobaan/ bunuh diri.
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan, kematian,
perpisahan)
Penjelasan:
Pasien mengatakan sedih karena gagal dalam pernikahan, cerai dengan istri, anak ikut istri,
Diagnosa keperawatan: respon pasca trauma
d. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
Jika ya jelaskan:
Pasien menatakan menurut orang tua saya, saya sering kejang-kejang saat masih kecil. Namun
sekarang sudah tidak pernah kejang lagi.
e. Riwayat penggunaan NAPZA
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan obat terlarang.
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi di atas dan hasilnya:
Penjelasan:
Pasien dibawa ke RSJ dan hasilnya keluhan sedikit demi sedikit berkurang hingga pulang dan
jika kambuh pasien dibawa lagi ke RSJ lawang.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jiwa.
E. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Keterangan:
Laki-laki:
Perempuan:
Pasien:
Perkawinan:
Anak kandung:
Meninggal dunia:
Tinggal serumah:
Cerai:
Penjelasan:
a. Pola asuh: sejak kecil Tn A tinggal dengan kedua orang tuanya. Sifat ibu dan ayahnya baik,
sabar, dan penuh kasih sayang.
b. Komunikasi: orang yang terdekat adalah ibu. namun tidak selalu menceritakan masalahnya
kepada orang terdekat.
c. Pengambil keputusan: di dalam keluarga pengambil keputusan adalah ayahnya, setelah cerai
dengan istri bila Tn. A ada masalah oleh keluarganya dibiarkan saja sehingga sering marah-
marah.
2. Konsep diri
a. Citra Tubuh
Tn. A mengatakan bagian tubuh yang paling disukai adalah kumis Karena menarik. Tidak
ada bagian tubuh yang tidak disukai.
b. Identitas
Tn. A sangat puas sebagai seorang laki-laki karena sebagai seorang laki-laki kuat dan
tampan.
c. Peran
Saat di rumah Tn. A sebagai kepala kelurga sebelum cerai dengan istri. Setelah cerai degan
istri, Tn. A merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya sebagai ayah dan seorang
suami. Saat di rumah sakit kurang aktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari hanya mau
mengikuti senam saja.
d. Ideal Diri
Tn. A mengatakan ingin segera pulang dan bisa bekerja kembali seperti saat saya sebelum
dirawat disini, saat di ruah saya bekerja sebagai penjual sehingga dapat memenuhi kebutuhan
keluarga. Tn. A mengatakan sedih karena kondisinya saat ini berada di rumah sakit jiwa, merasa
malu karena menurutnya tidak sakit jiwa.
e. Harga Diri
Tn. A merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya sebagai ayah dan seorang suami.
Tn. A mengatakan sedih karena kondisinya saat ini berada di rumah sakit jiwa, merasa malu
karena menurutnya tidak sakit jiwa.
Diagnosa kerawatan: Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/ terdekat
Orang yang paling dekat dengan Tn. A adalah ibunya, namun tidak selalu menceritakan
masalahnya kepada orang terdekat.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan hubungan social
Selama di rumah Tn. A sering menyendiri, suka mengaji, hubungan dengan orang lain
kurang. Saat di rumah sakit pasien suka menyendiri, jalan-jalan sendiri. Berbicara bila ada
perlunya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. A mengatakan tidak ada masalah berkomunikasi dengan orang lain, namun jarang
berhubungan dengan orang lain, hanya mau berbicara bila ada sesuatu yang penting. Tidak mau
bergaul dengan pasien yang lain karena mengganggap semuanya adalah orang tidak waras.
Diagnosa keperawatan: Menarik diri
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Tn. A mengaku agamanya islam.
b. Kegiatan ibadah
Tn. A mengatakan tidak pernah sholat, perasaannya biasa saja ketika meninggalkan sholat.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pasien jika diajak berbicara menatap mata lawan bicara dengan tajam, penampilan sesuai
dengan umur, bersih.
2. Kesadaran
Kesadaran composmetis.
3. Tanda- tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmhg
Nadi: 92x/ menit
Suhu: 36,8 derajat celcius
Pernafasan: 22x / menit
4. Ukur
Berat badan: 51kg
Tinggi badan: 170 cm
5. Keluhan fisik
Penjelasan:
Tn. A dulu pernah kejang tetapi sekarang tidak pernah.
G. Status Mental
1. Penampilan (penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan)
Penjelasan:
Cara berpakaian Tn. A memakai seragam rumah sakit, tidak terbalik, Tn. A mengatakan mandi
dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Badan dan rambut tidak kotor.
2. Pembicaraan (Frekuensi, volume, jumlah, karakter)
Penjelasan:
Pandangan mata tajam, frekuensi lambat, volume keras, jumlah terkadang banyak terkadang
sedikit, jawaban sesuai dengan pertanyaan.
3. Aktifitas motorik/ Psikomotor
a. Kelambatan: Katalepsi
penjelasan:
Aktifitas ini muncul bila pasien habis kejang
b. Peningkatan:
1) Katapleksi
penjelasan: Pasien sering mondar-mandir seperti orang bingung
2) Kompulsif: Epilepsi
penjelasan: Pasien mempunyai riwayat kejang, aktifitas ini terjadi pada saat kejang.
4. Mood dan Afek
a. Mood: Khawatir
Penjelasan:
Pasien mengatakan merasa khawatir tidak bisa pulang dari rumah sakit, pengen cepat pulang.
Pasien terlihat sering melamun, gelisah.
b. Afek: Tumpul/ Dangkal/ Datar
Penjelasan:
Perilaku Tn. A tidak ada perubahan roman muka saat menceritakan sedih ataupun gembira,
tatapan tetap tajam.
Diagnosa keperawatan: ansietas ringan
5. Interaksi Selama Wawancara: Mudah tersinggung
penjelasan:
Saat berbicara Tn. A menunjukkan sikap permusuhan, mudah tersinggung, tatapan mata tajam
seperti orang mau marah. Sesekali menunduk saat diajak berbicara.
Diagnosa Keperawatan: risiko perilaku kekerasan
6. Persepsi Sensori
a. Halusinasi: Pendengaran
b. Ilusi: Tidak ada
Penjelasan:
Tn A mengatakan mendengar bisikan yang menyuruhnya tidak boleh tidur, disuruh melempar
barang, suara terdengar saat menyendiri pada saat siang dan malam hari. Pasien merasa takut
saat mendengar suara bisikan.
Diagnosa Keperawatan: Halusinasi Pendengaran
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir:
1) Koheren
2) sirkumtansial
Penjelasan:
Pasien dapat menjawab setiap diajak berbicara namun jawabannya berbelit-belit.
b. Isi Pikir: Pikiran curiga
Penjelasan:
Tn. A tidak percaya dengan orang lain, selalu curiga dengan orang yang mengajak berbicara
c. Bentuk Pikir:
1) Non realistik
2) otistik
Penjelasan:
Tn. A mengatakan dirinya tidak sakit, pengen cepat pulang, tidak mau berkumpul dengan orang
sakit jiwa. Dia berada pada dunianya sendiri/ halusinasinya.
8. Kesadaran
a. Orientasi (Waktu, Tempat, Orang)
Penjelasan:
Waktu: Pasien mengatakan saat pengkajian adalah siang hari
Tempat: Pasien mengatakan saat ini sedang berada di RSJ Lawang ruang Merpati.
Orang: Pasien mampu menyebutkan nama perawat yang ada disekitarnya
b. Menurun: Kesadaran berubah
Penjelasan:
Kesadaran pasien berubah yaitu berada pada dunianya (halusinasi), terbukti pasien masih
mendengar suara bisikan-bisikan yang menyuruhnya tidak boleh tidur dan menyuruh melempari
barang.
9. Memori
a. Gangguan daya ingat jangka panjang (>1 bln)
Penjelasan: Pasien mengatakan tiga bulan yang lalu saat kesini saya diantar oleh adik kandung
saya.
b. Gangguan daya ingat jangka menengah (24 jam-<1 bln)
Penjelasan: Pasien mengatakan satu minggu terakhir mahasiswa yang praktik adalah dari Kediri.
c. Gangguan daya ingat pendek (kurun waktu 10 detik-15 menit)
Penjelasan: Pasien mengatakan tadi saya makan sama ikan telor dan sayur tahu.
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
a. Konsentrasi: Mudah beralih
Penjelasan: Tn. A jika diajak bicara sering mengalihkan pembicaraan
b. Berhitung
Penjelasan: Tn. A mampu berhitung secara sederhana, 100+5= Tn. A menjawab 105
11. Kemampuan Penilaian: gangguan ringan
Penjelasan:
Pasien dapat mengambil keputusan secara sederhana dengan bantuan perawat
12. Daya Tilik Diri: Mengingkari penyakit yang diderita
Penjelasan: Tn. A merasa tidak sakit jiwa, pengen segera pulang.
Diagnosa Keperawatan: gangguan proses pikir
H. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
a. Perawatan Kesehatan dan transportasi
Tn. A mengatakan kalau sakit saya akan ke puskesmas , biasanya diantar oleh saudara saya
dengan sepeda motor.
b. Tempat tinggal
Tn. A mengatakan setelah pulang dari sini saya akan tinggal bersama keluarga.
c. Keuangan dan kebutuhan lainnya
Tn. A mengatakan untuk memenuhi kebutuhannya akan bekerja berjualan seperti dulu
sebelum masuk rumah sakit ini.
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
1) Mandi
Penjelasan: Tn. A mengatakan mandi dua kali sehari pagi dan sore menggunakan sabun.
2) Berpakaian, berhias, dan berdandan
Penjelasan: Tn. A ganti baju satu kali sehari, pakaian yang digunakan sesuai dan tidak terbalik.
3) Makan
Penjelasan: Tn. A makan tiga kali sehari di ruang makan dan di taman, habis satu porsi, dan alat
makan dicuci sendiri.
4) Toileting (BAK,BAB)
Penjelasan: Tn. A BAK dan BAB di kamar mandi, tidak mengalami kesulitan dan selalu
dibersihkan.
b. Nutrisi
Berapa frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari?
Tn. A makan tiga kali sehari diruang makan dan di taman habis satu porsi. Alat makan dicuci
sendiri.
Bagaimana nafsu makannya?
Nafsu makan Tn. A baik. Bagaimana berat badannya
Berat badan Tn. A 51 kg, tidak mengalami penurunan selama dirawat inap.
c. Tidur
1. Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama - s/d -
Tidur malam, lama 21.00 WIB s/d 04.00 WIB
Penjelasan:
Aktifitas sebelum tidur: makan, mandi
Aktifitas sesudah tidur: Jalan-jalan dilingkungan rumah sakit, senam bersama
2. Gangguan tidur: Lain-lain
Penjelasan: Tn. A mengatakan tidur malamnya nyenyak selama perawatan selalu bias tidur
setelah minum obat
3. Kemampuan lain-lain
a. Mengantisipasi kebutuhan hidup: Tn. A mengatakan ingin bekerja kembali
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginannya: Tn. A mengatakan akan bekerja kembali
setelah pulang dari rumas sakit jiwa ini
c. Mengatur prnggunaan obat dan melakukan pemeriksaan kesehatannya sendiri: Tn. A
mengatakan saat dirumah sakit saya minum obat sesuai dengan aturan yang disediakan oleh
perawat. Tn. A mengatakan obatnya dipegang oleh saudara saya dan setelah pulang akan control
di puskesmas saja lebih dekat.
4. Sistem Pendukung
a. Keluarga: Ya
Penjelasan: Tn. A mengatakan keluarga yang mengantar control dan juga membantu segala
kebutuhan sehari-hari.
b. Kelompok Sosial: Ya
Penjelasan: Tn. A mengatakan saat dirumah aktif dalam mengaji dan kurang berinteraksi dengan
tetangga rumah.
I. Mekanisme Koping
Penjelasan: Tn. A mengatakan bila ada masalah terkadang tidak mampu menyelesaikannya,
biasanya mengurung diri dikamar dan akan berusaha membanting-banting barang yang ada
disekitar.
J. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan sebelum sakit aktif dalam mengaji diterima baik oleh teman-temannya dan
harapannya setelah pulang masih diterima lagi.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan lingkungannya dan masyarakat yang tinggal disekitar rumahnya mau
menerima keadaannya apa adanya.
c. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan merasa puas dengan pendidikannya sehingga bias membaca.
d. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan rasa puas dengan pekerjaannya yang bekerja sebagai penjual taqwa (sarung),
dengan pekerjaannya itu, Tn. A mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
e. Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan merasa senang dirumahnya, karena rumahnya sangat bersih, banyak jendela
sehingga rumah terlihat terang, di halaman banyak pohon-pohon.
f. Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A mengatakan dengan pekerjaannya sebagai penjual taqwa (sarung) mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan bias membantu ekonomi keluarga orangtuanya
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A mengatakan puas dengan pengobatan yang dilakukan dirumah sakit, dan
pengobatan jalan yang dilakukan di puskesmas. Perawat dan dokternya baik-baik.
h. Masalah lainnya, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A ingin cepat pulang dari rumah sakit ingin segera berkumpul dengan keluarga
dan ingin segera bekerja kembali.
Diagnosa Keperawatan:
K. Aspek Pengetahuan
a. Penyakit/ gangguan jiwa: Tn. A mengatakan tidak sakit jiwa. Dibawa kerumah sakit jiwa
merupakan cobaan dari Tuhan.
b. Sistem pendukung: Tn. A mengatakan keluarga selalu mengantarkan untuk kontrol
c. Faktor presipitasi: Tn. A mengatakan kambuh lagi karena tidak mau minum obat
d. Penatalaksanaan: Tn. A ngatakan saya sekarang sedang sakit namun bukan sakit jiwa namun
saya membutuhkan obat.
e. Lain-lain: koping
Tn. A mengatakan jika ada masalah yang tidak bias diatasi Tn. A cenderung diam, mengurung
diri dan membanting benda-benda disekitar.
L. Aspek Medis
1. Diagnosis Medis
F06.8 (Epilepsi Psikomotor)
2. Diagnosa Multi axis
Axis I : F06.8
Axis II
Axis III
Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lainnya
Axis V : 20-11
3. Terapi Medis (tanggal 30 Januari 2017)
1. Karbamazepin 200mg 11/2-11/2-11/2
2. Clobazam 10mg 0-0-1
3. Respiredone 2mg 1-0-1
4. Triheksilpenidil 2mg 1-0-1
5. Phenitoin 100mg 1-0-1
M. Analisa Data
7. Ds: - pasien mengatakan dirinya tidak sakit jiwa Gangguan proses pikir
- Ingin cepat pulang
Do: - proses pikir sirkumtansial (bila diajak
berbicara jawaban berbelit-belit)
- Bentuk pikir non realistik dan otistik
- Konsentrasi mudah beralih, bila diajak
berbicara selalu mengalihkan pembicaraan.
O. Masalah
Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
Komentar
1.
LAPORAN KASUS
PERILAKU KEKERASAN
DISUSUN OLEH :
Ricky Priyatmoko
P.17420110025
AKADEMI KEPERAWATAN
2012
I. IDENTITAS
Umur : 34 Th RM No : 14862
Agama : Islam
Penanggung Jawab
Nama : Tn. J
Hub : Ayah
Pekerjaan : Buruh
Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RSJ klien sering marah – marah, mudah tersinggung,
sulit tidur, mengamuk, merusak alat rumah tangga, ketawa sendiri, malas bekerja.
Sakit sudah berlangsung ± 11 tahun, ± 10 tahun yang lalu klien opname di RSJ Bogor sembuh
terus kerja di Tangerang. ± 4 tahun terakhir tidak mau minum obat dan kumat lagi.
Klien tidak pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
2. Riwayat Keluarga
Garis keturunan dalam keluarga belum pernah ada anggota keluarga yang menderita gangguan
jiwa.
Putus obat sejak 6 bulan yang lalu dan tidak kontrol lagi
V. PEMERIKSAAN FISIK
RR : 20 x / menit
N : 72 x /
0
menit S : 37 C
BB : 40 kg
1. Genogram
Keterangan :
: Klien
: Meninggal
: Serumah
: wanita
: laki-laki
: Penyakit
sama dgn
klien
Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain karena merasa
malas dan senang menyendiri. Pengambilan keputusan dalam keluarga diambil
oleh ayahnya. Dalam pola asuh klien diasuh oleh orang tua sendiri.
2. Konsep diri
a. Citra diri
Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien bersyukur dan menerima
tubuhnya apa adanya.
b. Identitas diri
Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMP. Setelah klien tamat SMP klien tidak
bisa melanjutkan. Klien menerima dirinya sebagai seorang laki-laki tetapi takut untuk menjadi
seorang kepala keluarga.
c. Peran diri
Klien berusia 34 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan takut untuk berumah tangga
karena menurutnya harus memikirkan kebutuhan keluarga. Dalam melaksanakan tugas
dirumah klien melakukannya bersama dengan ibunya seperti : menyapu, mencuci piring,
mencuci baju dan membantu memasak. Akan tetapi di masyarakat klien kurang dihormati. Klien
berperilaku seperti anak – anak.
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang karena ingin minta maaf pada ibunya dan
mencari pekerjaan lagi.
e. Harga diri
Klien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Hubungan Sosial
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat ibunya. Dalam keluarga klien merasa enggan
untuk berkomunikasi lebih senang menyendiri di kamar.
4. Spiritual
1. Penampilan
Klien berpenampilan cukup rapi, dalam penggunaan baju sesuai. Klien berbadan kecil,
rambut pendek, bersih.
2. Pembicaraan
Klien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu bertanya kapan bisa pulang
3. Aktivitas Motorik
4. Afek
Appropriate (tepat)
Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dengan lawan bicara baik, klien tampak curiga.
6. Proses pikir
7. Isi pikir
Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-aneh yang dirasakan saat ini hanya gelisah
menunggu kedatangan keluarga.
8. Tingkat Kesadaran
Klien tampak bingung dan tidak terfokus. Klien mampu mengingat dengan keluarganya, hari
dan waktu, ketika diajak kenalan klien mampu mengingat nama orang lain.
9. Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga klien lupa kejadian yang telah
terjadi dalam jangka waktu seminggu.
Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama dan sering memutuskan
pembicaraan secara sepihak, mampu berhitung.
Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah berperilaku kekerasan dan merasa
menyesal akan tetapi klien tidak tahu tujuannya di RSJ.
Penggunaan obat: Klien mampu untuk meminum obat tanpa bantuan orang lain tetapi masih belum
mengerti untuk penggunaan obat yang benar
Pemeliharaan kesehatan: setelah pulang nanti klien akan berusaha control rutin.
Aktivitas diluar rumah : klien pergi keluar rumah dengan menggunakan motor secara mandiri
Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar, marah - marah. Jika sudah
tidak tahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau merusak barang-barang yang ada.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL
Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk, lingkungan tidak mau
menerima klien dan hal ini membuat klien menjadi lebih menarik diri.
XI. PENGETAHUAN
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala kekambuhan, obat yang diminum
dan cara menghindari kekambuhan. Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan
manajemen hidup sehat kurang.
Haloperidole 2 x 5 mg
Triheksifenidile 2 x 2 mg
2. Perilaku kekerasan
NO DATA MASALAH
1 S:
Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RS klien Resiko
mengamuk semakin sering, merusak barang yang ada mencederai
didekatnya diri, orang lain
dan
Keluarga mengatakan klien jika mempunyai masalah dan tidak
lingkungan
bisa ditahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau
merusak barang-barang yang ada.
O:
3 S:
O:
Tampak gelisah
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan Perilaku
kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
DIAGNOSA KEPERA
TGL TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN
WATAN
1. Evaluasi kemampuan
pasien mengontrol PK dengan
cara fisik I dan II
2. Latih kontrol PK
dengan cara verbal
3. Bimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara fisik I , II
dan verbal
SP V
P: lanjutkan intervensi 2
P: lanjutkan intervensi 3
3. mengajarkan cara kontrol PK
dengan Fisik I ( tarik nafas S: klien mengtakan bisa tenang
dalam ) setelah tarik nafas dalam dan akan
mencobanya ketika hendak marah.
30 Mei 2012 SP II :
S: klien mengatakan dapat
09.00 1. memvalidasi masalah.
mengontrol emosinya dengan cara
2. Melatih cara control
PK fisik II(pukul bantal)dan berusaha
dengan cara fisik II (pukul melakukannya saat sedang marah.
bantal)
O: klien tampak senang, klien mampu
3. Mengikutsertakan klien dalam mendemontrasikan cara fisik II
jadwal kegiatan sehari-hari. dengan baik tanpa bimbingan.
A: SP II tercapai.
09.00
SP III S : klien mengatakan masih ingat
cara control marah yang sudah
1. Memvalidasi masalah
diajarkan (tarik nafas dalam dan pukul
2. melatih kontrol PK dengan cara bantal), klien mengatakan sudah
verbal sering berdo’a dan shalat di RSJ
A: SP III tercapai
Kamis, 04
Mei 2012
09.00
Reaksi:
Pembimbing :
Slamet Wijaya B, S.Kep
Ahmad Zakiudin, SKM
Disusun oleh :
Ahmad Sofa Mubarok
NIM. 011.003
LEMBAR PENGESAHAN
Klaten, 18 Januari 2013
Mengetahui
Pembimbing Akademik 1 Pembimbing Akademik 2
Pembimbing Lahan
Purnomo S. Kep
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan menyajikan sebuah
makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
PADA Tn. H
DI RUANG PERKASA RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN”.
Dimana dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan
bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Slamet Wijaya B, S.Kep dan Bapak Ahmad Zakiudin, SKM selaku pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dan kesempatan kepada penulis
untuk melengkapi tugas praktek keperawatan jiwa.
2. Bapak Purnomo S. Kep selaku pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan motifasi kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
3. Perawat bangsal PERKASA RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan
makalah ini.
Akhir penulis berharap semoga makalah kasus ini bermanfaat bagi teman-teman seprofesi
khususnya keperawatan psikiatri dan bagi pembaca yang budiman khususnya mahasiswa
AKPER AL HIKAMAH 02 BREBES. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Tujuan Penulisan
3. Sistematika
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
2. Rentang Respon
3. Proses Kemarahan
4. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
5. Mekanisme Koping
6. Penatalaksanaan
7. Fokus Intervensi
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan
sering menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa
aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang
sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu
yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan
bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
4. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Bermusuhan
c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapt
di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega,
keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu
karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan
kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk
yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu
saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina,
di aniyaya atau saksi penganiayaan.
Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau
kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan
kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan
kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi
perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien
dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali).
4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E
Perlaku kekerasan CP
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
6. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan
lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling
disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke
dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan
masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong,
pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas
biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah ayah dan
adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila
ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya ayah dan adik
adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian,
arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi
dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah
sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan
saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan
dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan
dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah
mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat sedih
klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan
karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias
menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien
dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan
konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana
yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya karena klien
mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa
seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x
sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik,
menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan
tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien
dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8
jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan
makanan.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
Terapi obat :
Inj. Lodomer : 1amp IM extra
Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
Haloperidol : 3 x 5 mg
Resperidon : 2 x 2 mg
XIV.
( Efek )
( Core Problem )
( Causa / Penyebab )
POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
1. Mengkaji pengetahuan
klien tentang perilaku S : Klien marah apabila
kekerasan dan penyebab. keinginannya tidak terpenuhi
SP 2 2. Memberikan kesempatan O:
17.00 kepada klien untuk • Klien dapat mengungkapkan
mengungkapkan perasaan perasaan marah atau jengkel.
penyebab perilaku • Klien tampak tegang
kekerasan tegangan dan tatapan mata
3. Memberikan pujian tajam.
terhadap kemampuan klienA : Klien mampu
memngungkap kan persaan mengungkapkan penyebab
nya. marah atau jengkel,SP 2
tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien dapat
mengontrol dan penanganan
perilaku kekerasan dengan
cara sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk mencari
penyebab dan tanda marah
yang belum di ungkapkan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus selalu
diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka memukuli ayah,
pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan memilih untuk diam diri dan
memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda gejala
marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan gejala
perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku
kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk
serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis menyimpulkan
terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai
berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli
ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang berhubungan
dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah, memaksakan kehendak,
menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out),
amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak efektif
berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini
didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada
masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan untuk
mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Pada
diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah dilaksanakan.
Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan
sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan
pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri perhatian pada
klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan
karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan
penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan
kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan rasa
jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala,
karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang
tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan klien
untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda, perilaku
kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu
untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda
jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar
dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien
lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami
kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu
berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat atau
kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara yang
digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang
sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat dan
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan
menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak
mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan
kerugian dari cara yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa
dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang baru
yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan dengan
klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah
klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan
sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami
kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa
karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai
berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau menjelaskan hasil
yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata kurang:
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk berdampingan
dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala
karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2
ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila
keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel dan
klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-marah,
bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami
kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu
: marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya. Klien dapat bermain
peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang
biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh klien
yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini penulis
tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara yang
sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini penulis
mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak ada
kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan
SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan
sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-
tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar
tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan
yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa
lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat
pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih
Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan)
(7 th ed), St. Lois : Mosby
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik
yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental (Baihaqi dkk, 2005 : 4). Salah
satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah adanya
stresor psikososial.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa): sehingga orang itu
terpaksa menadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi tekanan yang timbul
(Hawari, 2001 : x ). Stressor psikososial ini muncul sebagai akibat dari perubahan-
perubahan sosial yang serba cepat yang merupakan dampak proses modernisasi dan
industrialisasi.
Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (American
Nurses Association dalam Hamid 2000).
B. Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mampu menjelaskan mengenai isolasi sosial
2. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan isolasi sosial
C. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sistematika Penulisan
D. Metode Penulisan
Bab II Tinjauan Teori
A. Pengertian
B. Psikodinamika
C. Faktor Predisposisi
D. Faktor Presipitasi
E. Mekanisme Koping
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
D. Rencana Tindakan Keperawatan
E. Implementasi
F. Evaluasi
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu meringkas,
merangkum, dan mengambil inti sari dari bahan–bahan atau sumber-sumber yang sudah
ada. Selain itu ditambah dengan informasi yang didapat dari internet
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Secara kodratiyah, manusia sebagai makhluk berpikir yang membedakanya dengan hewan,
manusia tidak mungkin hidup tanpa orang lain. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupannya
mereka harus membina hubungan interpersonal.
Interaksi sosial atau sosialisasi adalah hubungan interpersonal yang sehat, terjadi jika
individu terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih dapat di
pertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling tergantung, yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Stuart dan
Sundeen, 1998 : 345).
Interaksi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami
respon negative, ketidak adekuatan ketidakpuasan dalam interaksi.
( Carpenito, 2001 : 385).
Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa interaksi sosial adalah kemampuan
individu melakukan suatu aktifitas dengan individu lainnya dalam menjalin hubungan kerjasama,
adanya saling ketergantungan, keseimbangan dan kepuasan serta kemandirian dalam suasana
hubungan yang sehat.
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang
dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P &
Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi
dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Respon Maladaptif :
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social. Yang termasuk
respon maladaptive adalah :
1. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2. Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
3. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan social secara mendalam.
4. Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
C. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang disebutkan pada tabel 1.2
akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon social maladaptip. System
keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptip. Beberapa
orang percaya bahwa individu yang mempunyai ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua
pecandu alcohol dan penganiaya anak juga mempengaruhi seseorang berespon social maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga professional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.
Tabel 1.2
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan landasan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukan inisiatif dan rasa tanggung jawab
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja Menjadi intim dengan sesama jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis kelamin
Masa dewasa Menjadi saling tergantung dengan orang lain
Muda Teman, menikah, mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima
Masa dewasa tua Berduka karena kelahiran dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam anggota gangguan berhubungan, ini akibat dari
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak mengahargai anggota
masyarakat yang tidak produktif seperti lansia orang cacat, dan berpenyakit kronik, isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini.
D. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan stress. Faktor pencetus ini di kategorikan:
a. Stressor sosiokultural, stress dapat ditimbulkan oleh :
1). Menurunnya stabilitas unit keluarga
2). Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
b. Stressor Psikologik, Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan diri yang di gunakan pada gangguan hubungan sosial sangat
bervariasi, seperti pada gangguan menarik diri, mekanisme yang di gunakan adalah regresi,
represi, isolasi.
a. Tanda dan Gejala Menarik diri
1. Menurut SAK kesehatan jiwa ( 1998 )
Gangguan pola makan, tidak nafsu makan atau makan berlebihan
Berat badan menurn drastic
Kemunduran kesehatan fisik
Tidur berlebihan
Tinggal ditempat tidur dalam waktu lama
banyak tidur siang
Kurang bergairah
Tidak memperdulikan lingkungan
Kegiatan menurun
Imobilisasi
Sikap mematung
Melakukan gerakan berulang-ulang
Keinginan seksual menurun
3. Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
o Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
o Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
o Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Dampak Kerusakan Interaksi sosial : Menarik Diri Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia menurut
Hirarki maslow
1. Kebutuhan nutrisi
Klien lebih menikmati kesendiriannya sehingga kurang berminat untuk makan, bila hal
ini berlangsung terus maka akan terjadi penurunan berat badan, selain itu dampak obat yang
diberikan yaitu anti Parkinson dan anti psikotik dapat mengakibatkan mual, mulut kering dan
konstipasi sehingga hal itupun akan menyebabkan proses asupan nutrisi jadi terganggu.
2. Kebutuhan istirahat tidur
Klien dengan menarik diri sengan berlama-lama dikamar dan banyak tidur siang selain
itu obat-obatan juga berpengaruh sehingga klien cendrung untuk tidur terus.
3. Aktifitas sehari-hari
Klien kurang senang dengan kegiatan sehingga kegiatan yang bekaitan dengan perawatan
dirinya terabaikan, penampilan klien kusut dan kusam, selain itu efek terapi anti psikotik adalah
kelemahan otot sehingga klien terlihat lemah dalam beraktifitas.
4. Kebutuhan dan rasa aman
Klien dengan menarik diri akan merasa aman bila tidak berhubungan dengan orang lain,
karena klien beranggapan hal itu akan membahayakan dirinya. Efek samping obat anti psikotik
adalah timbulnya keresahan dan kegelisahan continue sehingga klien merasa lebih nyaman bila
sendiri.
5. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki
Klien dengan menarik diri mengalami kegagalan dalam pemenuhan dasar ini, karena klien
lebih senang dunianya sendiri.
6. Kebutuhan aktualisasi diri
Klien dengan menarik diri tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya,
tidak mempunyai perasaan bersaing dan tidak mempunyai keinginan untuk dapat diakui
kebaikannya atau perannya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan dara atau informasi tentang klien agar dapat mengidentifikasi
kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan
klien.
Pengkajian meliputi : Pengumpilan data, analisa data, diagnosa keperawatan berdasarkan
prioritas masalah.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data bertujuan untuk menilai status kesehatan klien dan kemungkinan masalah
keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan dapat berupa
data subjektif dan data objektif. Data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini
didapatkan secara observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga , data ini didapat melalui wawancara
kepada klien dan keluarga, pengumpulan data ini mencakup :
a) Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status
mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, alamat.
1) Faktor predisposisi
a) Faktor yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan factor kontribusi pada gangguan atau
masalah konsep diri.
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
ideal diri yang tidak realistis.
b) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.
Peran sesuai dengan jenis kelamin, konflik oerandan peran yang tidak sesuai muncul dari
factor biologis.
c) Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang percaya diri pada anak,
teman sebaya merupakan factor lain yang mempengaruhi identitas.
Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan dalam struktur
social.
d) Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosisal berkembang sesuai dengan tumbuh kembang
individu mulai dari dalam kandungan sampai dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan
social yang positif setiap tugas perkembangan harus dilalui dengan sukses. Bila salah satu tugas
perkembangan tidak terpenuhi maka akan mengahambat tahap perkembangan berikutnya.
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan berperan serta
dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
perkembangan pada masa dewasa dengan kemampuan saling ketergantungan.
Faktor predisposisi dan presipitasi tersebut diatas dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif, efektif, psikologis, perilku dan social bagi individu sebagai stersor. Hal tersebut akan
menyebabkan perubahan perilaku dimana terjadi ketidak seimbangan sehingga individu
cernderung menggunakan mekanisme destruktif yang pada akhirnya masalah tidak terselesaikan
menjadi stressor bagi klien yang semakin lama mengakibatkan timbunya korban jiwa baik
berupa gangguan neuorosa atau ganguan kepribadian serta dapat berupa pula gangguan psikosa
atau skizofrenia.
Proses terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui rentang respon sosial yang
berawal dari respon adaptif sampai maladaptif dan salah satunya adalah menarik diri sehingga
terjadi ganguan interaksi sosial.
e) Faktor sosial budaya
Nilai-nilai, norma-norma , adat dan kebiasaan yang ada dan sudah menjadi suatu budaya
dalam masyarakat merupakan tantangan antara budaya dan keadaan social dengan nilai-nilai
yang dianut.
f) Faktor Biologis
Faktor Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan social. Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
social adalah otak. Sebagai contoh : pada klien skizoprenia yang mengalami masalah dalam
hubungan social terdapat struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran
dan sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
1. Faktor Ekstrenal
Contohnya adalah sterssor social budaya, yaitu sress yang di timbulkan oleh faktor social budaya
yang antatra lain adalah keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan ketergantungan individu.
3) Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua system yang ada hubungannya dengan klien depresi
berat di dapatkan pada system integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang
perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien
4) Status Mental
a) Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan penampilan, biasanya
penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
b) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan karakteristik.
Frekuansi merujuk pada kecepatan pasien berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras
pasien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah
sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
c) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien. Tingkat aktifitas : letargik, tegang,
gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan
mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan
motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
d) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri pasien tentang status emosional dan cerminan situasi
kehidupan pasien. Alam perasaan dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan yang
sederhana dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah pasien
menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas (cemas).
e) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada pasien yang dapat di observasi oleh perawat selama
wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas,
dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras
sering tampak pada skizofrenia.
f) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perceptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di definisikan
sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah
terhadap stimulus sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh pasien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
g) Interaksi selama wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana pasien berhubungan dengan perawat. Apakah pasien
bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive,curiga
atau sedatif.
h) Proses pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien proses diri pasien di observasi
melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi
dari pada isinya
i) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam komunikasi pasien. Merujuk
pada apa yang di pikirkan pasien walaupun pasien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek
selama wawancara, beberapa area isi harus di catat dalam pemeriksaan status mental. Mungkin
bersifat kompleks dan sering di sembunyikan oleh pasien.
j) Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi pasien terhadap situasi terakhir.
Berbagai istilah dapat di gunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien seperti bingung,
tersedasi atau stupor.
k) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap masalah-masalah
memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban definitive apakah terdapat kerusakan
yang sfesifik. Pengkajian neurologis di perlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan
kerusakan memori. Memori di definisikan sebagai kemampuan untuk mengingat pengalaman
lalu.
l) Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan pasien untuk memperhatikan selama jalannya wawancara.
Kalkulasi adalah kemampuan pasien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
m) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaftif termasuk
kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan
n) Daya titik diri
Penghayatan merujuk pada pemahaman pasien tentang sifat penyakit. Penting bagi perawat
untuk menetapkan apakah pasien menerima atau mengingkari penyakitnya.
5) Psikososial dan spiritual
a) Konsep Diri
1. Gambaran Diri : kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan tidak disadari terhadap
tbuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman
yang baru.
2. Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku berdasarkan standar,
aspirasi, tujuan, atau nilai personel tertentu.
3. Harga diri : penilaian individu tentang personal yang di peroleh dengan menganalisa seberapa
baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri ynag tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
4. Penampilan peran : serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan social
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang di tetapakan
adalah peran diman seseorang tidak mempunyai pilihan, peran yang di terima adalah peran yang
tepilih atau yang dipilih oleh individu.
5. Identitas personal : pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan
meliputi persepsi seksualitas seseorang pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
6) Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapa gangguan jiwa sesuai
dengan norma dan agama yang dianut pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
7) Perencanan Pasien Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan keluarga, lingkungan
dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali diperlukan
adanya penjelasan atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan
secara rutin dan teratur.
8) Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan mengelompokkan data
menjadi data subjektif dan objektif, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta
menentukan mmasalah keperawatan.
Data Objektif:
Klien berbicara dan tertawa sendiri.
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
Disorientasi
Keluarga
SP 1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang
dirasaka
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
E. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien, beberapa petunjuk pada
implementasi adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi
b. Kemempuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
c. Kemampuan fisik dan psikologis dilindungi
d. Dokumentasi intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15 )
F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon klien tehadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif, Formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi sumatif dilakuakn dengan membandingkan
respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan menggunakan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalh baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.
( Keliat ,1998 : 15 )
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
Masalah Utama : Perilaku kekerasan/Amuk/Marah
A. PROSES KEPERAWATAN
1) Pengkajian :
a) Data Subyektif :
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
b) Data Obyektif :
a. Tujuan
b. Tindakan
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:
b) Berjabat tangan
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:
a) verbal
d) terhadap lingkungan
b) Obat
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
P 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya yudi, saya
perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang
membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu dan
memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di ruang
tamu,bagaimana bapak setuju?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore.
Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita
buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara yang
baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
KERJA
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah dusalurkan
melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan
orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata
kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat
minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya
tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak dapat
mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara
yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara
yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba
ya Pak!”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah,
bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”
dan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”
TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak
sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak, setuju pak?”
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat.
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah
dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum?
Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran
teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa
minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama bapak
tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah
nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat
terjadi kekambuhan.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita tambahkan
jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan dan
sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
a. Tujuan
b. Tindakan
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat,
seperti melempar atau memukul benda/orang lain
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapt melakukan kegiatan tersebut
secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan
P 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di
rumah
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melempar atau memukul benda/orang lain
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya A K, saya perawat dari ruang Soka ini, saya yang
akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”
KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik Bu,
Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar akan
membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya
suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan
membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa
perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan cara
mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”.
Kalau bapak bisa melakukanya jangan lupa di puji ya bu”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi
langsung kepada bapak?”
Kemarahan
a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah
b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat
d) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan?” “Berapa
lama ibu mau kita latihan?“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya
panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”
KERJA
”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan Bapak.”
”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”
”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus
dilakukan bapak adalah.......?”
”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba
ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”
“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan
bapak semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah
bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba praktekkan langsung kepada
ibu cara bicara ini:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk beli rokok! Coba
bapak praktekkan. Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya
juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong
selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan
tanpa sepengetahuan dokter”
TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah
dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk Bapak bila dapat melakukan
dengan benar ya Bu!”
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu
saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di rumah,
disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun jadual
minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak
selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter atau di bawa kerumah sakit ini
untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”
TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa mungkin
cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera saya siapkan”
1 komentar:
1.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk
mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music,
video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu.
Gratis :)
Balas
http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-perilaku-kekerasan.html
Strategi Pelaksanaan Keperawatan Jiwa - Harga Diri Rendah
(HDR)
1. Kondisi:
2. Diagnosa Keperawatan:
3. Tujuan Khusus
ORIENTASI :
"Selamat pagi, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar. Perkenalkan nama saya Noor
Rio Prastyo mahasiswa STIKES , saya suka dipanggil Rio"
"Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah T
lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T dilakukan. Setelah kita
nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih"
"Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20
menit ?"
KERJA :
"Apa saja kemampuan yang T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula
kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar?
Menyapu ? Mencuci piring..............dst"
"Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki".
"T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit
? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih
bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini."
"Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini."
"O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita
latihan merapihkan tempat tidur T."
"Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?"
"Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik."
"Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal,
rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !"
"T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan
sebelum dirapikan? Bagus "
"Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan tanpa
disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak) melakukan."
TERMINASI :
"Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ?
Yach, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah
satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah T praktekkan dengan baik sekali. Nah
kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang."
"Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. T. Mau berapa kali sehari merapihkan
tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00"
"Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi yang
mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu
kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya"
Strategi Pelaksanaan 1
SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
ORIENTASI :
"Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pagi ? Bagus (kalau
sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih
ingat apa kegiatan itu T?"
KERJA :
"T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes
untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas., T
bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah
untuk membuang sisa-makanan."
"Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa
kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring tersebut
dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai
disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di
dapur. Nah selesai"
"Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya"
TERMINASI :
"Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari"
"T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali setelah makan."
"Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel"
Strategi Pelaksanaan 2
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri pasien.
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
1. Tujuan :
2. Tindakan keperawatan :
ORIENTASI :
"Selamat pagi !"perkenalkan nama saya Noor Rio Prastyo yang merawat pasien T."
"Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T?"
"Berapa lama waktu Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!"
KERJA :
"Ya memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada T, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan
dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah
harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan T ini terus menerus seperti itu, T bisa mengalami masalah yang lebih
berat lagi, misalnya T jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri"
"Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?"
"Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk T"
"Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga mengatakan hal yang
sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan T)"
"T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Serta telah
dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk
melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu.
Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda
cek list pada jadual yang kegiatannya."
"Selain itu, bila T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau
perkembangan T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas"
"Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada T"
"Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang yang
mengatakan: Bagus sekali T, kamu sudah semakin terampil mencuci piring"
TERMINASI :
"Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T dan bagaimana cara
merawatnya?"
"Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian."
"Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi pujian
langsung kepada T"
ORIENTASI:
"Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti yang kita pelajari dua hari yang
lalu?"
"Waktunya 20 menit."
KERJA :
"Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, orang
tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih."
"Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu"
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
TERMINASI :
"Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?"
"Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada T"
"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu"
"Sampai jumpa"
ORIENTASI :
"Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita akan membicarakan jadwal Tselama di
rumah"
KERJA :
"Pak/Bu ini jadwal kegiatan T selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah semua dapat
dilaksanakan di rumah?"Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama T dirawat dirumah sakit
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya"
"Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh T selama di
rumah. Misalnya kalau T terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif
terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi lagi maka bawa segera ke Rs untuk pengobatan lanjut"
TERMINASI :
"Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian . Ini surat rujukan untuk
perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala
yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!"
https://io-note.blogspot.com/2017/07/strategi-pelaksanaan-keperawatan-jiwa-harga-diri-rendah-
hdr.html
APORAN PENDAHULUAN : ISOLASI SOSIAL (ISOS)
1. MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
1. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan
orang lain. Individu marasa dirinya kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran prestasi, atau kegagalan . ia kesulian
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
Data obyektif
3. Penyebab
Penyebab dari isolasi sosial adalah harga diri rendah ( HDR ). Harga diri rendah
adalah Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.
Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah :
4. Akibat
Akibat isolasi sosial adalah resiko perubahan sensori persepsi halusinasi. Halusinasi
adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua
system penginderaan pada seseorang dalam keadaan sadar penuh ( baik ).
Gejala Klinis :
5. POHON MASALAH
6. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Obat anti psikosis : Penotizin
Obat anti depresi : Amitripilin
Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
1. BHSP
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengan keluarga
4. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
5. Dengarkan , bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupkan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi musik
Dengan musik klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
8. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial: Menarik diri
DAFTAR PUSTAKA
6. Fitria, Nita.2010.Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan keperawatan ( LP dan
SP). Jakarta: Salemba Medika
7. Keliat A,Budi Akemat. 2009. Model Keperawatan Profesional Jiwa,
Jakarta
8. Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
https://io-note.blogspot.com/2016/11/laporan-pendahuluan-lp-keperawatan-jiwa-isolasi-sosial-
isos.html
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
ISOLASI SOSIAL
Respons perilaku individu terhadap stressor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing.
Salah satu respons perilaku yang muncul adalah isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala negatif
pasien dengan psikotik.
Modul ini berisi panduan dalam merawat pasien dan keluarga pasien dengan masalah
keperawatan isolasi sosial, dengan menggunakan pendekatan baik secara individual maupun kelompok.
Saudara dapat mempelajari isi modul ini, mengerjakan latihan sesuai dengan panduan yang diberikan,
sehingga Saudara siap menangani pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa dengan gejala isolasi sosial
yang ada. Selamat mempelajari modul ini.
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara mampu:
B. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan
data subyektif:
b. Tindakan
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu
yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu
penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan
hasil. Bila pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih mungkin
dilaksanakan.
· Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain,
karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab dengan Saudara pada
awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai berikut:
· Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Saudara
· Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)
· Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat
orang dan seterusnya.
· Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
· Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan
merawat Ibu.”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”
Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-
cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan
ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi
memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”
Terminasi:
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat
N. Bagaimana, S mau kan?”
Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan Suster ! »
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
Kerja :
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau
coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok.”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
Kerja:
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal
dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak
tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan
pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat
yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”
a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:
2) Menjelaskan tentang:
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak”
”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga
dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara
hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan S dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya
sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan
orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu,
Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu
sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka
juga melakukan hal yang sama. »
« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »
« Assalamu’alaikum »
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
Kerja:
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama
di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya:
(0651) 554xxx
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat
rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!
E. Evaluasi
1.Kemampuan pasien dan keluarga
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
B Keluarga
2.Kemamapuan perawat
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No
04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.
Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
SP I p
Nilai SP I p
SP II p
Nilai SP II p
SP III p
Nilai SP III p
B Keluarga
SP I k
Nilai SP I k
SP II k
Nilai SP II k
SP III
Nilai SP III k
Total nilai : SP p + SP k
Rata-rata
F. Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan,
dan evaluasi.
3. Hubungan Sosial
Panduan secara lengkap untuk melaksanakan TAK tersebut di atas dan format evaluasinya dapat dilihat
pada Buku Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok
Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan m,elaksanakan
pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar. Lebih rinci panduan
pertemuan keluarga ini dapat dilihat di modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien
dan perawat akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.
Respons perilaku individu terhadap stressor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing.
Salah satu respons perilaku yang muncul adalah isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala negatif
pasien dengan psikotik.
Modul ini berisi panduan dalam merawat pasien dan keluarga pasien dengan masalah
keperawatan isolasi sosial, dengan menggunakan pendekatan baik secara individual maupun kelompok.
Saudara dapat mempelajari isi modul ini, mengerjakan latihan sesuai dengan panduan yang diberikan,
sehingga Saudara siap menangani pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa dengan gejala isolasi sosial
yang ada. Selamat mempelajari modul ini.
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara mampu:
B. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan
data subyektif:
b. Tindakan
Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang Saudara sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien
Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempatnya di mana
Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu
yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu
penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan
hasil. Bila pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih mungkin
dilaksanakan.
· Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
· Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain,
karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab dengan Saudara pada
awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai berikut:
· Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Saudara
· Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)
· Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat
orang dan seterusnya.
· Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
· Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan
merawat Ibu.”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”
Kerja:
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-
cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan
ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi
memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”
Terminasi:
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat
N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku
Orientasi :
“Assalammualaikum S! ”
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan Suster ! »
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »
Kerja :
« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau
coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok.”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
Kerja:
« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal
dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »
« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi »
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan apa yang
sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak
tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan
pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat
yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”
a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:
2) Menjelaskan tentang:
4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang
dihadapi.
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak”
”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga
dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara
hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan S dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”
« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya
sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan
orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu,
Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu
sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial »
« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial »
« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka
juga melakukan hal yang sama. »
« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »
« Assalamu’alaikum »
pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
Kerja:
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »
« Assalamu’alaikum »
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama
di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya:
(0651) 554xxx
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat
rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!
E. Evaluasi
1.Kemampuan pasien dan keluarga
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
B Keluarga
2.Kemamapuan perawat
Ruangan : ...................
Nama perawat:...................
Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No
04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.
Tanggal
No Kemampuan
A Pasien
SP I p
Nilai SP I p
SP II p
Nilai SP II p
SP III p
Nilai SP III p
B Keluarga
SP I k
Nilai SP I k
SP II k
Nilai SP II k
SP III
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning)
Nilai SP III k
Total nilai : SP p + SP k
Rata-rata
3. Hubungan Sosial
Panduan secara lengkap untuk melaksanakan TAK tersebut di atas dan format evaluasinya dapat dilihat
pada Buku Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok
Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan m,elaksanakan
pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar. Lebih rinci panduan
pertemuan keluarga ini dapat dilihat di modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien
dan perawat akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.
http://hendikasafitri.blogspot.com/2015/11/strategi-pelaksanaan-sp-isolasi-sosial.html