Anda di halaman 1dari 153

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA MEDIS F06.

8
EPILEPSI PSIKOMOTOR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN
PADA TN A DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT JIWA DR.
RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Oleh kelompok 5:
1. Defi Sri Lestari (141602010)
2. Imam Hanifah (141602018)
3. M. Wahyu Maulana Aziz (141602028)
4. Yusi Krisdayanti (141602053)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG


DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2016/ 2017
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN DIAGNOSA MEDIS F06.8 EPILEPSI
PSIKOMOTOR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA TN A DI RUANG MERPATI RUMAH
SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
Telah Disahkan :
Pada :
Tanggal :
Oleh kelompok 5:
1. Defi Sri Lestari
2. Imma Hanifah
3. M. Wahyu Maulana Aziz
4. Yusi Krisdayanti

Pembimbing Akademik Pemimbing Lahan

H. Pawiono, SST., M. PH. M. Supriyadi,


S.Kep.,Ns,

Mengetahui
Kepala Ruang

M. Supriyadi, S.Kep.,Ns,

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Tanggal MRS : 19 November 2016
Tanggal dirawat di ruangan : 22 November 2016
Tanggal pengkajian : 30 Desember 2016
Ruang rawat : merpati
A. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 34 tahun
Alamat : Pasuruan
Pendidikan : SMP
Agama : islam
Status : duda
Pekerjaan : wiraswasta
Jenis kelamin : laki-laki
Nomor CM : 1145xxx
B. Alasan Masuk
1. Data Primer
Pasien mengatakan dibawa ke RSJ karena ngamuk-ngamuk, melempar barang di rumah.
2. Data Sekunder
Hari kamis tanggal 17 November 2016 pasien kontrol, sorenya saat berada di rumah pasien
ada masalah dengan keluarga kemudian menyendiri di kamar lalu marah-marah, melempar
barang. Pasien sulit tidur.
3. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Tn A mengatakan mendengar bisikan yang menyuruhnya tidak boleh tidur, disuruh
melempar barang, suara terdengar saat menyendiri pada saat siang dan malam hari. Pasien
merasa takut saat mendengar suara bisikan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang (faktor Presipitasi)
Pasien kambuh lagi setelah kontrol hari kamis tanggal 17 November 2016 sebelum MRS
penyebab kekambuhannya adalah karena ada masalah keluarga (masalah dengan adik laki-
lakinya). Gejalanya marah-marah tanpa sebab, pasien ke kamar tiba-tiba mengamuk, sulit tidur
sehingga pasien dibawa berobat ke RSJ lawang untuk dirawat inap.
D. Riwayat Penyakit Dahulu (faktor Predisposisi)
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? Iya
Penjelasan:
Pasien sakit yang pertama kali sejak satu tahun yang lalu, gejalanya marah-marah, sulit tidur,
pernah dirawat di RSJ lawang satu kali. Pulang dari RSJ sembuh. Pasien kontrol rutin tetapi
pasien tidak minum obat secara teratur.
Diagnosa keperawatan: Regimen terapeutik inefektif
2. Faktor penyebab atau pendukung
a. Riwayat trauma

No. Riwayat Trauma Usia Pelaku Korban Saksi

1. Aniaya fisik
2. Aniaya seksual
3. Penolakan
4. Kekerasan dalam keluarga 34  Tidak Adik kandung
tahun ada
5. Tindakan kriminal
Penjelasan:
Pasien ada masalah keluarga. pasien marah-marah dengan adik kandung, lalu menyendiri di
kamar, tiba-tiba mengamuk melempari barang-barang yang ada di sekitarnya.
Diagnosa keperawatan: Risiko perilaku kekerasan
b. Pernah melakukan upaya/ percobaan/ bunuh diri
Penjelasan:
Pasien tidak pernah melakukan upaya/ percobaan/ bunuh diri.
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan, kematian,
perpisahan)
Penjelasan:
Pasien mengatakan sedih karena gagal dalam pernikahan, cerai dengan istri, anak ikut istri,
Diagnosa keperawatan: respon pasca trauma
d. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
Jika ya jelaskan:
Pasien menatakan menurut orang tua saya, saya sering kejang-kejang saat masih kecil. Namun
sekarang sudah tidak pernah kejang lagi.
e. Riwayat penggunaan NAPZA
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan obat terlarang.
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi di atas dan hasilnya:
Penjelasan:
Pasien dibawa ke RSJ dan hasilnya keluhan sedikit demi sedikit berkurang hingga pulang dan
jika kambuh pasien dibawa lagi ke RSJ lawang.
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jiwa.
E. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Keterangan:
Laki-laki:
Perempuan:
Pasien:
Perkawinan:
Anak kandung:
Meninggal dunia:
Tinggal serumah:
Cerai:
Penjelasan:
a. Pola asuh: sejak kecil Tn A tinggal dengan kedua orang tuanya. Sifat ibu dan ayahnya baik,
sabar, dan penuh kasih sayang.
b. Komunikasi: orang yang terdekat adalah ibu. namun tidak selalu menceritakan masalahnya
kepada orang terdekat.
c. Pengambil keputusan: di dalam keluarga pengambil keputusan adalah ayahnya, setelah cerai
dengan istri bila Tn. A ada masalah oleh keluarganya dibiarkan saja sehingga sering marah-
marah.
2. Konsep diri
a. Citra Tubuh
Tn. A mengatakan bagian tubuh yang paling disukai adalah kumis Karena menarik. Tidak
ada bagian tubuh yang tidak disukai.
b. Identitas
Tn. A sangat puas sebagai seorang laki-laki karena sebagai seorang laki-laki kuat dan
tampan.
c. Peran
Saat di rumah Tn. A sebagai kepala kelurga sebelum cerai dengan istri. Setelah cerai degan
istri, Tn. A merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya sebagai ayah dan seorang
suami. Saat di rumah sakit kurang aktif dalam melakukan kegiatan sehari-hari hanya mau
mengikuti senam saja.
d. Ideal Diri
Tn. A mengatakan ingin segera pulang dan bisa bekerja kembali seperti saat saya sebelum
dirawat disini, saat di ruah saya bekerja sebagai penjual sehingga dapat memenuhi kebutuhan
keluarga. Tn. A mengatakan sedih karena kondisinya saat ini berada di rumah sakit jiwa, merasa
malu karena menurutnya tidak sakit jiwa.
e. Harga Diri
Tn. A merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya sebagai ayah dan seorang suami.
Tn. A mengatakan sedih karena kondisinya saat ini berada di rumah sakit jiwa, merasa malu
karena menurutnya tidak sakit jiwa.
Diagnosa kerawatan: Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/ terdekat
Orang yang paling dekat dengan Tn. A adalah ibunya, namun tidak selalu menceritakan
masalahnya kepada orang terdekat.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan hubungan social
Selama di rumah Tn. A sering menyendiri, suka mengaji, hubungan dengan orang lain
kurang. Saat di rumah sakit pasien suka menyendiri, jalan-jalan sendiri. Berbicara bila ada
perlunya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tn. A mengatakan tidak ada masalah berkomunikasi dengan orang lain, namun jarang
berhubungan dengan orang lain, hanya mau berbicara bila ada sesuatu yang penting. Tidak mau
bergaul dengan pasien yang lain karena mengganggap semuanya adalah orang tidak waras.
Diagnosa keperawatan: Menarik diri
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Tn. A mengaku agamanya islam.
b. Kegiatan ibadah
Tn. A mengatakan tidak pernah sholat, perasaannya biasa saja ketika meninggalkan sholat.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pasien jika diajak berbicara menatap mata lawan bicara dengan tajam, penampilan sesuai
dengan umur, bersih.
2. Kesadaran
Kesadaran composmetis.
3. Tanda- tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmhg
Nadi: 92x/ menit
Suhu: 36,8 derajat celcius
Pernafasan: 22x / menit
4. Ukur
Berat badan: 51kg
Tinggi badan: 170 cm
5. Keluhan fisik
Penjelasan:
Tn. A dulu pernah kejang tetapi sekarang tidak pernah.
G. Status Mental
1. Penampilan (penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan)
Penjelasan:
Cara berpakaian Tn. A memakai seragam rumah sakit, tidak terbalik, Tn. A mengatakan mandi
dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Badan dan rambut tidak kotor.
2. Pembicaraan (Frekuensi, volume, jumlah, karakter)
Penjelasan:
Pandangan mata tajam, frekuensi lambat, volume keras, jumlah terkadang banyak terkadang
sedikit, jawaban sesuai dengan pertanyaan.
3. Aktifitas motorik/ Psikomotor
a. Kelambatan: Katalepsi
penjelasan:
Aktifitas ini muncul bila pasien habis kejang
b. Peningkatan:
1) Katapleksi
penjelasan: Pasien sering mondar-mandir seperti orang bingung
2) Kompulsif: Epilepsi
penjelasan: Pasien mempunyai riwayat kejang, aktifitas ini terjadi pada saat kejang.
4. Mood dan Afek
a. Mood: Khawatir
Penjelasan:
Pasien mengatakan merasa khawatir tidak bisa pulang dari rumah sakit, pengen cepat pulang.
Pasien terlihat sering melamun, gelisah.
b. Afek: Tumpul/ Dangkal/ Datar
Penjelasan:
Perilaku Tn. A tidak ada perubahan roman muka saat menceritakan sedih ataupun gembira,
tatapan tetap tajam.
Diagnosa keperawatan: ansietas ringan
5. Interaksi Selama Wawancara: Mudah tersinggung
penjelasan:
Saat berbicara Tn. A menunjukkan sikap permusuhan, mudah tersinggung, tatapan mata tajam
seperti orang mau marah. Sesekali menunduk saat diajak berbicara.
Diagnosa Keperawatan: risiko perilaku kekerasan
6. Persepsi Sensori
a. Halusinasi: Pendengaran
b. Ilusi: Tidak ada
Penjelasan:
Tn A mengatakan mendengar bisikan yang menyuruhnya tidak boleh tidur, disuruh melempar
barang, suara terdengar saat menyendiri pada saat siang dan malam hari. Pasien merasa takut
saat mendengar suara bisikan.
Diagnosa Keperawatan: Halusinasi Pendengaran
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir:
1) Koheren
2) sirkumtansial
Penjelasan:
Pasien dapat menjawab setiap diajak berbicara namun jawabannya berbelit-belit.
b. Isi Pikir: Pikiran curiga
Penjelasan:
Tn. A tidak percaya dengan orang lain, selalu curiga dengan orang yang mengajak berbicara
c. Bentuk Pikir:
1) Non realistik
2) otistik
Penjelasan:
Tn. A mengatakan dirinya tidak sakit, pengen cepat pulang, tidak mau berkumpul dengan orang
sakit jiwa. Dia berada pada dunianya sendiri/ halusinasinya.
8. Kesadaran
a. Orientasi (Waktu, Tempat, Orang)
Penjelasan:
Waktu: Pasien mengatakan saat pengkajian adalah siang hari
Tempat: Pasien mengatakan saat ini sedang berada di RSJ Lawang ruang Merpati.
Orang: Pasien mampu menyebutkan nama perawat yang ada disekitarnya
b. Menurun: Kesadaran berubah
Penjelasan:
Kesadaran pasien berubah yaitu berada pada dunianya (halusinasi), terbukti pasien masih
mendengar suara bisikan-bisikan yang menyuruhnya tidak boleh tidur dan menyuruh melempari
barang.
9. Memori
a. Gangguan daya ingat jangka panjang (>1 bln)
Penjelasan: Pasien mengatakan tiga bulan yang lalu saat kesini saya diantar oleh adik kandung
saya.
b. Gangguan daya ingat jangka menengah (24 jam-<1 bln)
Penjelasan: Pasien mengatakan satu minggu terakhir mahasiswa yang praktik adalah dari Kediri.
c. Gangguan daya ingat pendek (kurun waktu 10 detik-15 menit)
Penjelasan: Pasien mengatakan tadi saya makan sama ikan telor dan sayur tahu.
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
a. Konsentrasi: Mudah beralih
Penjelasan: Tn. A jika diajak bicara sering mengalihkan pembicaraan
b. Berhitung
Penjelasan: Tn. A mampu berhitung secara sederhana, 100+5= Tn. A menjawab 105
11. Kemampuan Penilaian: gangguan ringan
Penjelasan:
Pasien dapat mengambil keputusan secara sederhana dengan bantuan perawat
12. Daya Tilik Diri: Mengingkari penyakit yang diderita
Penjelasan: Tn. A merasa tidak sakit jiwa, pengen segera pulang.
Diagnosa Keperawatan: gangguan proses pikir
H. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
a. Perawatan Kesehatan dan transportasi
Tn. A mengatakan kalau sakit saya akan ke puskesmas , biasanya diantar oleh saudara saya
dengan sepeda motor.
b. Tempat tinggal
Tn. A mengatakan setelah pulang dari sini saya akan tinggal bersama keluarga.
c. Keuangan dan kebutuhan lainnya
Tn. A mengatakan untuk memenuhi kebutuhannya akan bekerja berjualan seperti dulu
sebelum masuk rumah sakit ini.
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
1) Mandi
Penjelasan: Tn. A mengatakan mandi dua kali sehari pagi dan sore menggunakan sabun.
2) Berpakaian, berhias, dan berdandan
Penjelasan: Tn. A ganti baju satu kali sehari, pakaian yang digunakan sesuai dan tidak terbalik.
3) Makan
Penjelasan: Tn. A makan tiga kali sehari di ruang makan dan di taman, habis satu porsi, dan alat
makan dicuci sendiri.
4) Toileting (BAK,BAB)
Penjelasan: Tn. A BAK dan BAB di kamar mandi, tidak mengalami kesulitan dan selalu
dibersihkan.
b. Nutrisi
Berapa frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari?
Tn. A makan tiga kali sehari diruang makan dan di taman habis satu porsi. Alat makan dicuci
sendiri.
Bagaimana nafsu makannya?
Nafsu makan Tn. A baik. Bagaimana berat badannya
Berat badan Tn. A 51 kg, tidak mengalami penurunan selama dirawat inap.
c. Tidur
1. Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama - s/d -
Tidur malam, lama 21.00 WIB s/d 04.00 WIB
Penjelasan:
Aktifitas sebelum tidur: makan, mandi
Aktifitas sesudah tidur: Jalan-jalan dilingkungan rumah sakit, senam bersama
2. Gangguan tidur: Lain-lain
Penjelasan: Tn. A mengatakan tidur malamnya nyenyak selama perawatan selalu bias tidur
setelah minum obat
3. Kemampuan lain-lain
a. Mengantisipasi kebutuhan hidup: Tn. A mengatakan ingin bekerja kembali
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginannya: Tn. A mengatakan akan bekerja kembali
setelah pulang dari rumas sakit jiwa ini
c. Mengatur prnggunaan obat dan melakukan pemeriksaan kesehatannya sendiri: Tn. A
mengatakan saat dirumah sakit saya minum obat sesuai dengan aturan yang disediakan oleh
perawat. Tn. A mengatakan obatnya dipegang oleh saudara saya dan setelah pulang akan control
di puskesmas saja lebih dekat.
4. Sistem Pendukung
a. Keluarga: Ya
Penjelasan: Tn. A mengatakan keluarga yang mengantar control dan juga membantu segala
kebutuhan sehari-hari.
b. Kelompok Sosial: Ya
Penjelasan: Tn. A mengatakan saat dirumah aktif dalam mengaji dan kurang berinteraksi dengan
tetangga rumah.
I. Mekanisme Koping
Penjelasan: Tn. A mengatakan bila ada masalah terkadang tidak mampu menyelesaikannya,
biasanya mengurung diri dikamar dan akan berusaha membanting-banting barang yang ada
disekitar.
J. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan sebelum sakit aktif dalam mengaji diterima baik oleh teman-temannya dan
harapannya setelah pulang masih diterima lagi.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan lingkungannya dan masyarakat yang tinggal disekitar rumahnya mau
menerima keadaannya apa adanya.
c. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan merasa puas dengan pendidikannya sehingga bias membaca.
d. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan rasa puas dengan pekerjaannya yang bekerja sebagai penjual taqwa (sarung),
dengan pekerjaannya itu, Tn. A mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
e. Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Penjelasan:
Tn. A mengatakan merasa senang dirumahnya, karena rumahnya sangat bersih, banyak jendela
sehingga rumah terlihat terang, di halaman banyak pohon-pohon.
f. Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A mengatakan dengan pekerjaannya sebagai penjual taqwa (sarung) mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan bias membantu ekonomi keluarga orangtuanya
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A mengatakan puas dengan pengobatan yang dilakukan dirumah sakit, dan
pengobatan jalan yang dilakukan di puskesmas. Perawat dan dokternya baik-baik.
h. Masalah lainnya, spesifiknya
Penjelasan: Tn. A ingin cepat pulang dari rumah sakit ingin segera berkumpul dengan keluarga
dan ingin segera bekerja kembali.
Diagnosa Keperawatan:
K. Aspek Pengetahuan
a. Penyakit/ gangguan jiwa: Tn. A mengatakan tidak sakit jiwa. Dibawa kerumah sakit jiwa
merupakan cobaan dari Tuhan.
b. Sistem pendukung: Tn. A mengatakan keluarga selalu mengantarkan untuk kontrol
c. Faktor presipitasi: Tn. A mengatakan kambuh lagi karena tidak mau minum obat
d. Penatalaksanaan: Tn. A ngatakan saya sekarang sedang sakit namun bukan sakit jiwa namun
saya membutuhkan obat.
e. Lain-lain: koping
Tn. A mengatakan jika ada masalah yang tidak bias diatasi Tn. A cenderung diam, mengurung
diri dan membanting benda-benda disekitar.
L. Aspek Medis
1. Diagnosis Medis
F06.8 (Epilepsi Psikomotor)
2. Diagnosa Multi axis
Axis I : F06.8
Axis II
Axis III
Axis IV : masalah psikososial dan lingkungan lainnya
Axis V : 20-11
3. Terapi Medis (tanggal 30 Januari 2017)
1. Karbamazepin 200mg 11/2-11/2-11/2
2. Clobazam 10mg 0-0-1
3. Respiredone 2mg 1-0-1
4. Triheksilpenidil 2mg 1-0-1
5. Phenitoin 100mg 1-0-1

M. Analisa Data

No. Data Diagnosa Keperawatan


1. Ds. Tn. A mengatakan mendengar suara bisikan Gangguan sensori dan
tidak boleh tidur, disuruh melempari barang saat persepsi: Halusinasi
menyendiri, pada siang dan malam hari. pendengaran
Do.
- pasien sering mondar-mandir
- pasien menyendiri
- pasien melamun

2. Ds. Tn. A mengatakan mendengar suara bisikan Risiko perilaku kekerasan


tidak boleh tidur, disuruh melempari barang saat
menyendiri, pada siang dan malam hari.
Do.
- Pandangan mata tajam
- Volume pembicaraan keras
- Pasien mondar-mandir
3. Ds: pasien mengatakan kontrol rutin semenjak Regimen terapeutik
satu tahun yang lalu pulang dari RSJ tetapi tidak inefektif
minum obat secara teratur.
Gejala kekambuhan menyendiri, marah-marah
dan membanting barang di rumah dan sulit
tidur.
Pasien mengatakan pernah dirawat di RSJ
lawang satu kali, satu tahun yang lalu.
Do: - pasien kambuh lagi dan MRS pada
tanggal 19 November 2016
4. Ds: Pasien mengatakan sedih karena gagal Respon pasca trauma
dalam pernikahan, cerai dengan istri, anak ikut
istri.
Do: - pasien sering melamun
- Pasien nampak gelisah
5. Ds: - pasien mengatakan tidak mau bergaul Menarik diri
dengan pasien yang lain karena menggap
semuanya tidak waras. Pasien mengatakan mau
berbicara bila ada perlunya.
Do: - pasien terlihat suka menyendiri
- Mondar-mandir

6. Ds:- pasien mengatakan malu karena kondisinya Harga diri rendah


saat ini berada di rumah sakit jiwa.
- Pasien mengatakan sedih karena tidak bisa
menjalankan perannya sebagai seorang ayah
dan suami
Do: - pasien terlihat suka menyendiri
- Mondar-mandir
- Interaksi selama wawancara mudah
tersinggung
- Saat diajak bicara sesekali menunduk

7. Ds: - pasien mengatakan dirinya tidak sakit jiwa Gangguan proses pikir
- Ingin cepat pulang
Do: - proses pikir sirkumtansial (bila diajak
berbicara jawaban berbelit-belit)
- Bentuk pikir non realistik dan otistik
- Konsentrasi mudah beralih, bila diajak
berbicara selalu mengalihkan pembicaraan.

N. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan sensori dan persepsi: Halusinasi pendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Regimen terapeutik inefektif
4. Respon pasca trauma
5. Menarik diri
6. Harga diri rendah
7. Gangguan proses pikir

O. Masalah
Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


P. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi Pendengaran

Rencana Tindakan Keperawatan


Klien dengan: Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
Nama Klien: Tn.
A Dx
Medis: F06.8
No.
CM: 1145xx
Ruangan: Merpati

No. Dx. Keperawatan Perencanaan


Tujuan Kriteria Evaluasi
1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi TUM: Setelah dilakukan satu
Pendengaran Klien tidak mencederai kali interaksi klien mampu
diri, orang lain, atau membina hubungan saling
lingkungan percaya dengan perawat,
TUK: dengan k riteria hasil:
1. Klien dapat membina - Membalas sapaan
hubungan saling percaya perawat
- Ekspresi wajah
bersahabat dan senang
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan
- Mau menyebutkan nama
- Klien mau duduk
berdampingan dengan
perawat
- Klien mau mengutarakan
masalah yang dihadapi

2. TUK 2: Klien mampu mengenal


Klien dapat mengenal halusinasinya dengan
halusinasinya criteria hasil:
- Klien dapat menyebutkan
waktu timbul halusinasi
- Klien dapat
mengidentifikasi kapan
frekwensi, situasi saat
terjadi halusinasi
- Klien dapat
mengungkapkan perasaan
saat muncul halusinasi.
TUK 3: - Klien dapat
Klien dapat mengontrol mengidentifikasi tindakan
halusinasinya yang dilakukan untuk
mengendalikan halusinasi
- Klien dapat menunjukkan
cara baru untuk
mengontrol halusinasinya

TUK 4: - Klien dapat memilih cara


Klien dapat dukungan dari mengatasi halusinasi
keluarga dalam - Klien melaksanakan cara
mengontrol halusinasinya yang telah dipilih
memutus halusinasinya

TUK 5: - Keluarga dapat membina


Klien dapat menggunakan hubungan saling percaya
obat dengan benar untuk dengan perawat
mengendalikan halusinasi- Keluarga dapat menyebut
pengertian, tanda dan
tindakan untuk
mengalihkan halusinasi
- Klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat,
dosis dan efek samping
obat
- Klien minum obat teratur
- Klien dapat informasi
tentang manfaat dan efek
samping obat
- Klien dapet memahami
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi
- Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat
Implementasi dan Evaluasi
Nama: Tn. A Ruang: Merpati RM No. 1145XX

No. Tanggal dan Implementasi Keperawatan Evaluasi


Jam
30 Januari 20171. Membina hubungan saling percaya S: - pasien mau
16.00 dengan pasien memperkenalkan
2. Membantu pasien mengenal halusinasi, dirinya
isi, jenis, waktu, frekwensi halusinasi - Pasien mau
3. Menjelaskan cara cara mengontrol menceritakan isi,
halusinasi jenis, waktu,
4. Mengajarkan pasien mengontrol frekuensi halusinasi
halusinasi dengan cara pertama: -
menghardik halusinasi O: Pasien dapat
memperagakan cara
menghardik
- Pasien mampu
mengenal isi, jenis,
waktu, dan frekwensi
halusinasi.
- Pasien mengetahui
cara mengontrol
halusinasi
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
1. Evaluasi cara
menghardik
2. Lanjutkan SP 2
- Evaluasi jadwal
kegiatan harian
pasien
- Melatih mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
- Menganjurkan
memasukkan jadwal
kegiatan harian
1. Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi S: Pasien
dengan cara menghardik mengatakan mengerti
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi cara mengontrol
dengan cara kedua: bercakap-cakap halusinasi yang
3. Menganjurkan memasukkan kejadwal pertama dan kedua
latihan harian O:
- Pasien dapat
memperagakan cara
mengontrol,
menghardik dan
bercakap-cakap
- Pasien tidak banyak
melamun
A: Masalah
halusinasi belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
- Evaluasi kegiatan
harian yang sudah
dimasukkan jadwal
- Melatih mengontrol
halusinasi dengan
cara melakukan
kegiatan
- Memasukkan jadwal

Komentar

1.

Unknown15 November 2018 01.02


Asuhan Keperawatan Jiwa PERILAKU KEKERASAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr”RA” DENGAN

PERILAKU KEKERASAN

DI RUANG WISMA GATOTKACA RSJ Prof. Dr SOEROYO MAGELANG

DISUSUN OLEH :

Ricky Priyatmoko

P.17420110025
AKADEMI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2012

I. IDENTITAS

Inisial : Sdr. RA Tgl Pengkajian : 28 Mei 2012

Umur : 34 Th RM No : 14862

Tgl Masuk : 25 Mei 2012 Pendidikan : SMP

Jam : 11.45 WIB

Agama : Islam

Alamat : Gg. Madukoro RT 02/01 Pekuncen, Sempor Kebumen

Penanggung Jawab

Nama : Tn. J

Hub : Ayah

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Gg. Madukoro RT 02/01 Pekuncen, Sempor Kebumen


II. ALASAN MASUK

Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RSJ klien sering marah – marah, mudah tersinggung,
sulit tidur, mengamuk, merusak alat rumah tangga, ketawa sendiri, malas bekerja.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Riwayat Penyakit Sekarang

 Sakit sudah berlangsung ± 11 tahun, ± 10 tahun yang lalu klien opname di RSJ Bogor sembuh
terus kerja di Tangerang. ± 4 tahun terakhir tidak mau minum obat dan kumat lagi.

 Klien tidak pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

2. Riwayat Keluarga

Garis keturunan dalam keluarga belum pernah ada anggota keluarga yang menderita gangguan
jiwa.

IV. FAKTOR PRESIPITASI

Putus obat sejak 6 bulan yang lalu dan tidak kontrol lagi

V. PEMERIKSAAN FISIK

Tanda –tanda vital : T : 110/80 mmHg

RR : 20 x / menit

N : 72 x /
0
menit S : 37 C

BB : 40 kg

Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan klien.


VI. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

Keterangan :

: Klien

: Meninggal

: Serumah

: wanita

: laki-laki

: Penyakit

sama dgn

klien
Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain karena merasa
malas dan senang menyendiri. Pengambilan keputusan dalam keluarga diambil
oleh ayahnya. Dalam pola asuh klien diasuh oleh orang tua sendiri.

2. Konsep diri

a. Citra diri

Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien bersyukur dan menerima
tubuhnya apa adanya.

b. Identitas diri

Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMP. Setelah klien tamat SMP klien tidak
bisa melanjutkan. Klien menerima dirinya sebagai seorang laki-laki tetapi takut untuk menjadi
seorang kepala keluarga.

c. Peran diri

Klien berusia 34 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan takut untuk berumah tangga
karena menurutnya harus memikirkan kebutuhan keluarga. Dalam melaksanakan tugas
dirumah klien melakukannya bersama dengan ibunya seperti : menyapu, mencuci piring,
mencuci baju dan membantu memasak. Akan tetapi di masyarakat klien kurang dihormati. Klien
berperilaku seperti anak – anak.

d. Ideal diri

Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang karena ingin minta maaf pada ibunya dan
mencari pekerjaan lagi.

e. Harga diri

Klien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan dengan orang lain.

3. Hubungan Sosial

Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat ibunya. Dalam keluarga klien merasa enggan
untuk berkomunikasi lebih senang menyendiri di kamar.
4. Spiritual

Klien dan keluarganya beragama Islam, klien melakukan ibadah sholat.

VII. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Klien berpenampilan cukup rapi, dalam penggunaan baju sesuai. Klien berbadan kecil,
rambut pendek, bersih.

2. Pembicaraan

Klien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu bertanya kapan bisa pulang

3. Aktivitas Motorik

Klien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah – pindah

4. Afek

Appropriate (tepat)

5. Interaksi selama wawancara

Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dengan lawan bicara baik, klien tampak curiga.

6. Proses pikir

Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.

7. Isi pikir

Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-aneh yang dirasakan saat ini hanya gelisah
menunggu kedatangan keluarga.

8. Tingkat Kesadaran

Klien tampak bingung dan tidak terfokus. Klien mampu mengingat dengan keluarganya, hari
dan waktu, ketika diajak kenalan klien mampu mengingat nama orang lain.
9. Memori

Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga klien lupa kejadian yang telah
terjadi dalam jangka waktu seminggu.

10. Tingkat Konsentrasi dan berhitung

Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama dan sering memutuskan
pembicaraan secara sepihak, mampu berhitung.

11. Daya tilik diri

Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah berperilaku kekerasan dan merasa
menyesal akan tetapi klien tidak tahu tujuannya di RSJ.

VIII. PERSIAPAN PULANG

 Makan : klien mampu makan sendiri dan mandiri

 BAB/BAK : Klien mampu BAB/BAK di temaptnya

 Mandi : Klien mampu mandi 2x sehari dengan mandiri

 Berpakaian : klien mampu mengambil, memilih dan memakai pakaian

 Istirahat dan tidur: Tidur siang dari jam 13.30-15.00

Tidur malam 22.00-04.00

 Penggunaan obat: Klien mampu untuk meminum obat tanpa bantuan orang lain tetapi masih belum
mengerti untuk penggunaan obat yang benar

 Pemeliharaan kesehatan: setelah pulang nanti klien akan berusaha control rutin.

 Aktivitas dalam rumah : mandiri tanpa bantuan oang lain

 Aktivitas diluar rumah : klien pergi keluar rumah dengan menggunakan motor secara mandiri

IX. MEKANISME KOPING

Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar, marah - marah. Jika sudah
tidak tahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau merusak barang-barang yang ada.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL

Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk, lingkungan tidak mau
menerima klien dan hal ini membuat klien menjadi lebih menarik diri.

XI. PENGETAHUAN

Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala kekambuhan, obat yang diminum
dan cara menghindari kekambuhan. Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan
manajemen hidup sehat kurang.

XII. ASPEK MEDIK

Diagnosa medik : Skizofrenia tak terinci

Terapi medik : Chlorpromazine 1 x 100 mg

Haloperidole 2 x 5 mg

Triheksifenidile 2 x 2 mg

Rawat Inap di Wisma Gatutkaca

XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2. Perilaku kekerasan

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

XIV. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH

1 S:
 Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RS klien Resiko
mengamuk semakin sering, merusak barang yang ada mencederai
didekatnya diri, orang lain
dan
 Keluarga mengatakan klien jika mempunyai masalah dan tidak
lingkungan
bisa ditahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau
merusak barang-barang yang ada.

O : Mata merah, wajah agak merah, pandangan tajam


2 S:

 Klien mengatakan pernah memukul ibunya Perilaku


Kekerasan
 Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RS
klien marah – marah, mengamuk, merusak alat rumah tangga

 Keluarga mengatakan klien jika mempunyai masalah dan tidak


bisa ditahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau
merusak barang-barang yang ada.

O:

 Mata merah, wajah agak merah, pandangan tajam

3 S:

 Klien mengatakan takut untuk berumah tangga Gangguan


konsep dri :
 Klien mengatakan merasa bersalah atas perilakunya terhadap
harga diri
ibunya
rendah
 Merasa tidak mampu dan terbatas pengetahuannya

O:

 Kesadaran klien tampak bingung dan tidak terfokus

 Tampak gelisah

 Saat berbicara klien sering memutuskan pembicaraan secara


sepihak

XV. POHON MASALAH


Resiko mencederai diri, Orang lain, lingkungan ....... effort

Resiko Perilaku Kekerasan ....... Core Problem

Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah ....... cause

XVI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan Perilaku
kekerasan

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

XVII. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERA
TGL TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN
WATAN

28 Mei Perilaku kekersan Setelah dilakukan tindakan SP I


2012 keperawatan selama 3x
1. bina hubungan saling percaya
pertemuan diharapkan pasien
09.00
dapat mengontrol perilaku
2. identifikasi penyebab marah
kekerasan dengan kreteria hasil :
3. identifikasi tanda dan gejala PK
- Membina hubungan saling
percaya 4. Identifikasi PK yang dilakukan

- Pasien dapat 5. Identifikasi akibat PK


menyebutkan
penyebab PK
6. Identifikasi cara kontrol PK
- Pasien dapat menyebutkan tanda
7. Latih cara kontrol PK dengan Fisik I (
gejala PK
nafas dalam )
- Pasien dapat mengidentifikasi PK
8. Bimbing pasien memasukkan dalam
yang dilakukan
- Pasien dapat mengidentifikasi jadwal kegiatan harian
akibat PK
SP II
- Pasien menyebutkan cara
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK
mengontrol PK dengan cara fisik I
- Pasien mampu mempraktekkan
2. Latih pasien konrol PK dengan cara
latihan cara mengontrol PK
fisik II
dengan nafas dalam, pukul bantal
atau kasur, secara verbal, secara
3. Bimbing pasien emasukkan jadwal
spiritual dan penggunaan obat kegiatan harian
dengan benar
SP III

1. Evaluasi kemampuan
pasien mengontrol PK dengan
cara fisik I dan II
2. Latih kontrol PK
dengan cara verbal
3. Bimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara fisik I , II
dan verbal

2. Latih kontrol PK dengan cara spiritual

3. Bimbing pasien memasukkan dalam


jadwal kegiatan harian

SP V

1. Evaluasi kemampuan pasien


mengontrol PK dengan cara fisik I , II
dan verbal

2. Jelaskan cara kontrol PK dengan


minum obat teratur
3. Bimbing pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

XII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERA IMPLEMENTASI


TGL EVALUASI
WATAN KEPERAWATAN

Selasa Perilaku kekersanSP I:


29 Mei 2012
1. membina hubungan saling S: klien mengatakan namanya Rusli
09.00 percaya suka dipanggil Rusli.

O: klien bicara lancar, tampak gelisah


dan tidak terfokus

A: dapat terbina hubungan saling


percaya

P: lanjutkan intervensi 2

S: klien mengatakan pernah memukul


2. mendiskusikan bersama klien ibunya ketika meminta di timang –
penyebab marah, tanda dan timang seperti bayi. Klien merasa
gejala PK, PK yang dilakukan bersalah dan meminta diajari cara
saat marah, akibat PK, cara mengontrol marah,
kontrol PK
O: klien kooperatif, tatapan mata
tajam, tampak tegang, klien dapat
memahami perilaku kekerasan

A: PK dapat terpahami oleh klien

P: lanjutkan intervensi 3
3. mengajarkan cara kontrol PK
dengan Fisik I ( tarik nafas S: klien mengtakan bisa tenang
dalam ) setelah tarik nafas dalam dan akan
mencobanya ketika hendak marah.

O:klien kooperatif, Klien mampu


mendemonstrasikan cara fisik I( tarik
nafas dalam) .
4. membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal A:dapat terkontrol PK dengan tarik
kegiatan harian nafas dalam

P: lanjutkan intervensi SP2

- bimbing klien dalam memasukkan


teknik kontrol marah ke jadwal
kegiatan harian

- ajarkan teknik kontrol marah dengan


fisik 2 (pukul batal )

S : klien mengatakan belum dapat


mengontrol emosi, dan akan
SP II: mencoba cara control marah yang
sudah diajarkan (pukul bantal).
1. Memvalidasi masalah.
O: raut muka tegang, kontak
2. melatih cara kontrol PK dengan
mata baik, tampak gelisah
Fisik II ( pukul bantal )
A: SP II belum optimal
3. membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal P: optimalkan SP II,(cara control
kegiatan harian marah dengan cara fisik II pukul
bantal)
Rabu

30 Mei 2012 SP II :
S: klien mengatakan dapat
09.00 1. memvalidasi masalah.
mengontrol emosinya dengan cara
2. Melatih cara control
PK fisik II(pukul bantal)dan berusaha
dengan cara fisik II (pukul melakukannya saat sedang marah.
bantal)
O: klien tampak senang, klien mampu
3. Mengikutsertakan klien dalam mendemontrasikan cara fisik II
jadwal kegiatan sehari-hari. dengan baik tanpa bimbingan.

A: SP II tercapai.

P: Lanjutkan SP III ( cara control PK


dengan cara verbal).
Senin, 04
Mei 2012

09.00
SP III S : klien mengatakan masih ingat
cara control marah yang sudah
1. Memvalidasi masalah
diajarkan (tarik nafas dalam dan pukul
2. melatih kontrol PK dengan cara bantal), klien mengatakan sudah
verbal sering berdo’a dan shalat di RSJ

3. membimbing pasien O: klien tampak senang, kontak mata


memasukkan dalam jadwal baik, klien bersedia membicarakan
kegiatan harian dengan baik – baik ketika marah

A: SP III tercapai

P: lanjutkan SP IV (dengan cara


spiritual)

S : klien mengatakan sudah dapat


mengontrol emosi, dan akan
Selasa, 05 mencoba cara control marah dengan
Mei 2012 berdo’a dan shalat
SP IV
09.00 O: klien tampak senang
1. memvalidasi masalah
A: SP II belum optimal
2. melatih kontrol PK dengan cara
P: lanjutkan SP V (dengan cara minum
spiritual
obat teratur)
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian S : klien mengatakan sudah teratur
dalam meminum obat

O: klien tampak tenang dan senang,


SP V
klien kooperatif
1. Memvalidasi masalah
A: dapat menggunakan obat secara
2. menjelaskan cara kontrol PK teratur
dengan minum obat teratur P: pertahankan kondisi pasien

Rabu, 04 3. membimbing pasien


Mei 2012 memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
09.00

Kamis, 04
Mei 2012

09.00

Diarsipkan oleh beph at 2:39 PM

Reaksi:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN
PADA Tn. H DI RUANG PERKASA
RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN

Disusun dan Diajukkan untuk Memenuhi Tugas Individu


Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri

Pembimbing :
Slamet Wijaya B, S.Kep
Ahmad Zakiudin, SKM

Disusun oleh :
Ahmad Sofa Mubarok
NIM. 011.003

AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 02


BENDA – SIRAMPOG – BREBES
2013

LEMBAR PENGESAHAN
Klaten, 18 Januari 2013
Mengetahui
Pembimbing Akademik 1 Pembimbing Akademik 2

Ahmad Zakiudin, SKM Slamet Wijaya B, S.Kep

Pembimbing Lahan

Purnomo S. Kep

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan menyajikan sebuah
makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
PADA Tn. H
DI RUANG PERKASA RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN”.
Dimana dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan
bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Slamet Wijaya B, S.Kep dan Bapak Ahmad Zakiudin, SKM selaku pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dan kesempatan kepada penulis
untuk melengkapi tugas praktek keperawatan jiwa.
2. Bapak Purnomo S. Kep selaku pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan motifasi kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
3. Perawat bangsal PERKASA RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan
makalah ini.
Akhir penulis berharap semoga makalah kasus ini bermanfaat bagi teman-teman seprofesi
khususnya keperawatan psikiatri dan bagi pembaca yang budiman khususnya mahasiswa
AKPER AL HIKAMAH 02 BREBES. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Klaten, 18 Januari 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Tujuan Penulisan
3. Sistematika
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
2. Rentang Respon
3. Proses Kemarahan
4. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
5. Mekanisme Koping
6. Penatalaksanaan
7. Fokus Intervensi
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya
secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan
jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada
kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan
perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan
yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa
bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta
keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan
jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan pada
pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
 Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
 Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini kelompok
mengkhususkan pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan
sering menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa
aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang
sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu
yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan
bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
4. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.

Modul ekspresi marah


Rendah diri

Rasa bersalah Kecemasan

Bermusuhan

Ekspresi Eksternal Ekspresi Internal

c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapt
di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega,
keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu
karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan
kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk
yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu
saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
 Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina,
di aniyaya atau saksi penganiayaan.
 Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
 Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
 Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :

1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)


Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat,
peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan
meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan
perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri
pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian
orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik, misalnya
seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan
hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya
ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebih
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
3. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan
dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif
rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau
kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan
kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan
kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi
perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien
dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali).
4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E

Perlaku kekerasan CP

Mekanisme koping individu in efektif C

Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
6. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
 Klien mau menjawab salam
 Klien mau menjabat tangan
 Klien mau menyabutkan nama
 Klien mau tersenyum
 Ada kontak mata
 Mau mengetahui nama perawat
 Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan
lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Kriteria evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.


Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau kasur atau olahraga
atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel (saya kesal Anda
berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.
d. Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta pada Tuhan untuk
beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 15 Januari 2013


Tanggal Masuk : 26 Desember 2012
Ruang : Perkasa
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka
mengancam. Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak
terpenuhi, saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III. ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan tidak
mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa dibohongi
dan keinginanya tidak dipenuhi. Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJD Klaten untuk
kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit jiwa
klaten >35x.
2. Tidak mau kontrol, dan putus obat selama 1 minggu.
3. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3 minggu
karena mencoba membobol ATM.
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda Vital :
1) Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 23 x/menit
2. Ukuran
1) Tinggi Badan : 168 cm
2) Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah

Perempuan Garis Perkawinan

Meninggal Garis Keturunan

Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling
disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke
dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan
masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong,
pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas
biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah ayah dan
adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila
ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya ayah dan adik
adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian,
arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi
dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah
sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan
saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan
dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
 Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
 Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :

2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan
dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah
mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat sedih
klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan
karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
 Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
 Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias
menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien
dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan
konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana
yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya karena klien
mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa
seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x
sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik,
menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan
tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien
dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8
jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
 Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
 Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan
makanan.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
Terapi obat :
 Inj. Lodomer : 1amp IM extra
 Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
 Haloperidol : 3 x 5 mg
 Resperidon : 2 x 2 mg

XII. MASALAH KEPERAWATAN


1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Disstres spiritual
XIII. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : klien mengatakan dirumah Perilaku Kekerasan Resiko mencederai diri
marah-marah kepada ayahnya sendiri, orang lain dan
karena keinginanya tidak lingkungan
dipenuhi dan merasa dibohongi.
Serta klien memukul ayahnya
sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah
tersinggung saat di ajak bicara,
tatapan mata tajam, muka
tampak merah.
2 DS : klien mengatakan saat Koping Individu Tidak Efektif Perilaku Kekerasan
mempunyai masalah dipendam
sendiri, tidak mau bercerita.
DO : pasien tidak banyak
bicara, pasien berdiam diri

XIV.
( Efek )

( Core Problem )

( Causa / Penyebab )
POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan

Perilaku Kekerasan

Koping Individu Tidak Efektif

XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku
Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif

XVI. RENCANA KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan Criteria hasil Intervensi
Resiko menciderai TUM: 1. klien mau membalas 1. ber salam panggil nama
diri sendiri, orang Kliendapat salam 2. sebutkan nama perawat sambil
lain dan melanjutkan peran 2. klien mau menjabat jabat tangan
lingkungan sesuai dengan tangan 3. jelaskan maksud hubungan
tanggung jawab. 3. klien mau menyebut nama interaksi
TUK 1: 4. klien mau tersenyum 4. jelaskan kontrak yang akan
Klien dapat 5. klien mau kontak mata dibahas
membina hubungan 6. klien mau mengetahui 5. beri rasa aman dan simpati
saling percaya. nama perawat 6. lakukan kontak mata singkat
tapi sering
1. klien mengungkapkan
perasaanya 1. beri kesempatan untuk
2. klien dapat mengungkapkan perasaan
mengungkapkan penyebab2. bantu klien untuk
TUK 2:
perasaan marah dari mengungkapkan penyebab
Klien dapat
lingkungan atau orang lain perasaan jengkel/kesal
mengidentifikasi
kemampuan 1. klien mampu
penyebab kekerasan mengungkapkan perasaan
saat marah/jengkel 1. Anjurkan klien
2. klien dapat menyimpulkan mengungkapkan apa yang
tanda-tanda marah yang dialami dan dirasakan saat
dialami. marah
TUK 3 : 2. Observasi tanda-tanda perilaku
Klien dapat kekerasan pada klien
mengidentifikasi 3. Simpulkan bersama klien
tanda-tanda perilaku1. Klien dapat tanda dan gejala kesal yang di
kekerasan mengungkapkan perilaku alami
kekerasan yang biasa
dilakukan 1. Anjurkan klien untuk
2. Klien dapat bermain peran mengungkapkan perilaku
dengan perilaku kekerasan kekerasan yang biasa
yang biasa dilakukan dilakukan klien .
3. Klien dapat mengetahui 2. Bantu klien bermain peran
cara yang biasa dilakukan sesuai dengan perilaku
untuk menyelesaikan kekerasan yang biasa
TUK 4;
masalah dilakukan.
Klien dapat
3. Bicarakan dengan klien apakah
mengidentifikasi 1. Klien dapat menjelaskan dengan cara yang dilakukan
perilaku kekerasan akibat dari cara yang klien masalahnya selesai
yang biasa dilakukan digunakan
 Akibat pada klien sendiri 1. bicarakan akibat dan cara yang
 Akibat pada orang lain dilakukan klien
 akibat pada lingkungan 2. bersama klien menyimpulkan
akibat cara yang digunakan
oleh klien
1. klien dapat menyebutkan
contoh pencegahan 3. Tanya pada klien apakah ia
perilaku kekerasan secara ingin mempelajari cara yang
: baru dan yang sehat.
- Fisik: Tarik nafas dalam ,
TUK 5;
olah raga, memukul bantal1.
Bantu klien memilih cara yang
Klien dapat paling tepat untuk klien
- Verbal: Mengatakan secara
mengidentikasi
langsung dengan tidak 2.Bantu klien mengidentifikasi
akibat perilaku manfaat cara yang telah dipilih
menyakiti.
kekerasan 3.
Bantu klien untuk
2. klien dapat
mendemonstrasikan cara menstimulasikan cara tersebut
fisik (memukul bantal) atau dengan role play
untuk mencegah perilaku 4.
Beri reinforcement positif atas
kekerasan. keberhasilan klien
menstimulasikan cara tersebut
5. Anjurkan klien untuk
TUK 6 : menggunakan cara yang
Klien dapat dipelajari saat jengkel atau
mendemonstrasikan marah.
1. Klien dapat menyebut kan
cara mengontrol
obat – obat yang di minum
perilaku kekerasan 1.Jelaskan jenis-jenis obat yang
dan kegunaanya ( jenis
di minum pada klien dan
,waktu,dosis,dan efek )
keluarga.
2.Diskusikan manfaat minum
obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seijin dokter
3.Jelaskan prinsip benar minum
obat(baca nama yg tertera pd
botol obat,dosis obat ,waktu
dan cara minum)
2. Klien dapat minum obat
sesuai program
1.Anjurkan klien minum obat
pengobatan
tepat waktu
2.Anjurkan klien melaporkan
pada perawat atau dokter jika
merasakan efek yang tidak
menyenang kan
TUK 7 :
3.Beri pujian jika klien minum
Klien dapat
obat dengan benar.
menggunakan obat
dengan benar (
sesuai dengan
program )

XVII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Waktu Dx SP IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa 1 SP 1 1. Membina hubungan salingS : Klien senang karena disapa
15/01/13 percaya dengan oleh perawat.
17.00 mengungkapkan O:
komunikasi terapeutik  Klien mau berjabat tangan
2. Menyapa klien dengan  Klien mau bercerita tentang
ramah,baik verbal maupun diri nya
non verbal.  Kontak mata cukup
3. Memperkenal diri dengan A : Klien mampu membina
sopan. hubungan saling percaya, SP
4. Menjelaskan tujuan 1 tercapai.
pertemuan dengan lengkapP : Lanjutkan SP 2,klien dapat
5. Menanyakan nama klien mengidentifikasi penyebab
dengan lengkap. marah.
6. Mengatakan dengan jujur K : Klien di minta untuk mencari
dan menepati janji penyebab marah.
7. Menunjukkan rasa empati
dan menerima klien apa
adanya.
8. Memberikan perhatian
kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

1. Mengkaji pengetahuan
klien tentang perilaku S : Klien marah apabila
kekerasan dan penyebab. keinginannya tidak terpenuhi
SP 2 2. Memberikan kesempatan O:
17.00 kepada klien untuk • Klien dapat mengungkapkan
mengungkapkan perasaan perasaan marah atau jengkel.
penyebab perilaku • Klien tampak tegang
kekerasan tegangan dan tatapan mata
3. Memberikan pujian tajam.
terhadap kemampuan klienA : Klien mampu
memngungkap kan persaan mengungkapkan penyebab
nya. marah atau jengkel,SP 2
tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien dapat
mengontrol dan penanganan
perilaku kekerasan dengan
cara sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk mencari
penyebab dan tanda marah
yang belum di ungkapkan

Rabu SP 3 1. Mendiskusikan bersama S : klien saat marah akan


klien tentang apa yang berbicara dengan nada tinggi,
16/01/2013 dirasakan saat klien marah tangan mengepal, matanya
12.30 2. Mendiskusikan bersama menatap tajam, wajahnya
klien tentang tanda-tanda tampak merah.
perilaku kekerasan. O : pasien menunjukkan tanda-
tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu mengidentifikasi
tanda dan gejala saat marah
atau jengkel. SP 3 tercapai.
K : klien diminta untuk
mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang sering
dilakukan.
SP 4 1. Menganjurkan klien untuk S : klien akan marah-marah
mengungkapkan perilaku apabila keinginanya tidak
kekerasan yang bias dipenuhi dan memukul pintu /
dilakukan. jendela.
2. Membantu klien bermainO : klien tampak :Tegang, tangan
peran sesuai dengan mengepal, mata menatap
perilaku kekerasan. tajam, wajah memerah.
3. Membicarakan dengan A : klien mampu mengungkapkan
klien apakah dengan cara perilaku kekerasan yang bisa
yang dilakukan oleh klien dilakukan. SP 4 tercapai.
masalah akan teratasi. P : lanjutkan SP 5, klien dapat
mengungkapkan perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K :klien diminta untuk
mengingat kembali akibat
yang akan ditimbulkan.
Kamis SP 5 1. Membicarakan akibat S : klien sangat menyesal
18/01/2013 atau kerugian dan cara dan ingin minta maaf
11.15 yang dilakukan kilen setelah dirinya marah –
pada saat marah marah dan memukul
2. Menyimpulkan bersama ayahnya.
klien akibat dari cara O : klien tampak : sedih,
yang digunakan oleh ingin menangis, mata
klien menatap tajam, wajah
3. Menanyakan kepada memerah.
klien apakah klien mau A : klien mampu
mempelajari cara-cara mengungkapkan akibat
yang baru dan sehat atau kerugian dari perilaku
kekerasan yang
dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol marah
dengan cara sholat dan
berdoa.
12.00 SP 6 1. Melatih klien mengontrol S : Klien mengatakan jarang
perilaku kekerasan dan sholat dan merasa doa nya
penanganan dengan cara tidak dikabulkan.
sholan dan berdoa O : Klien tidak melaksanakan
2. Menganjurkan klien sholat dan berdoa.
memasukkan dalam jadwalA : SP 6 belum tercapai
kegiatan. P : Ulangi dan Pertahankan SP 6,
K : Klien diminta berlatih untuk
meminum obat secara teratur

SP 7 1. Melatih klien minum obat S : Klien mengatakan minum


dengan teratur obat secara teratur setelah
2. menganjurkan klien makan.
memasukkan dalam jadwalO : Klien mau minum obat tanpa
kegiatan paksaan perawat.
A : SP 7 tercapai
P : Ulangi SP 6, dan pertahankan
SP 1 – SP 7.
K : Klien diminta untuk
mempertahankan apa yang
telah dilakukan tadi.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus selalu
diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka memukuli ayah,
pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan memilih untuk diam diri dan
memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda gejala
marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan gejala
perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku
kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk
serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis menyimpulkan
terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai
berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli
ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang berhubungan
dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah, memaksakan kehendak,
menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out),
amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak efektif
berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini
didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada
masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan untuk
mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Pada
diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah dilaksanakan.
Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan
sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan
pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri perhatian pada
klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan
karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan
penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan
kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan rasa
jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala,
karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang
tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan klien
untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda, perilaku
kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu
untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda
jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar
dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien
lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami
kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu
berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat atau
kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara yang
digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang
sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat dan
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan
menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak
mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan
kerugian dari cara yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa
dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang baru
yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan dengan
klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah
klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan
sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami
kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa
karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai
berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau menjelaskan hasil
yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata kurang:
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk berdampingan
dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala
karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2
ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila
keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel dan
klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-marah,
bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami
kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu
: marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya. Klien dapat bermain
peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang
biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh klien
yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini penulis
tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara yang
sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini penulis
mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak ada
kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan
SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan
sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-
tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar
tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan
yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa
lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat
pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :


1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih
Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan)
(7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3,


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik
yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental (Baihaqi dkk, 2005 : 4). Salah
satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah adanya
stresor psikososial.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau dewasa): sehingga orang itu
terpaksa menadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi tekanan yang timbul
(Hawari, 2001 : x ). Stressor psikososial ini muncul sebagai akibat dari perubahan-
perubahan sosial yang serba cepat yang merupakan dampak proses modernisasi dan
industrialisasi.
Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (American
Nurses Association dalam Hamid 2000).

B. Tujuan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Mampu menjelaskan mengenai isolasi sosial
2. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan isolasi sosial

C. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sistematika Penulisan
D. Metode Penulisan
Bab II Tinjauan Teori
A. Pengertian
B. Psikodinamika
C. Faktor Predisposisi
D. Faktor Presipitasi
E. Mekanisme Koping
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
D. Rencana Tindakan Keperawatan
E. Implementasi
F. Evaluasi
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu meringkas,
merangkum, dan mengambil inti sari dari bahan–bahan atau sumber-sumber yang sudah
ada. Selain itu ditambah dengan informasi yang didapat dari internet

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Secara kodratiyah, manusia sebagai makhluk berpikir yang membedakanya dengan hewan,
manusia tidak mungkin hidup tanpa orang lain. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupannya
mereka harus membina hubungan interpersonal.
Interaksi sosial atau sosialisasi adalah hubungan interpersonal yang sehat, terjadi jika
individu terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih dapat di
pertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling tergantung, yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Stuart dan
Sundeen, 1998 : 345).
Interaksi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami
respon negative, ketidak adekuatan ketidakpuasan dalam interaksi.
( Carpenito, 2001 : 385).
Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa interaksi sosial adalah kemampuan
individu melakukan suatu aktifitas dengan individu lainnya dalam menjalin hubungan kerjasama,
adanya saling ketergantungan, keseimbangan dan kepuasan serta kemandirian dalam suasana
hubungan yang sehat.
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang
dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117) penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P &
Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi
dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)

B. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan
maladaptive sebagai berikut :
a. Rentang respon sosial
Respom Adaptif :
Respon yang masih dapat diterima oleh norma – norma social dan kebudayaan secara
umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1. Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi
dilingkungan sosialnya.
2. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam hubungan social.
3. Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.

Respon Maladaptif :
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social. Yang termasuk
respon maladaptive adalah :
1. Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2. Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung
dengan orang lain.
3. Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan social secara mendalam.
4. Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
C. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang disebutkan pada tabel 1.2
akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon social maladaptip. System
keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptip. Beberapa
orang percaya bahwa individu yang mempunyai ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua
pecandu alcohol dan penganiaya anak juga mempengaruhi seseorang berespon social maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga professional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.

Tabel 1.2
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi  Menetapkan landasan rasa percaya
Masa bermain  Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah  Belajar menunjukan inisiatif dan rasa tanggung jawab
dan hati nurani
Masa sekolah  Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja  Menjadi intim dengan sesama jenis kelamin
Masa remaja  Menjadi intim dengan teman lawan jenis kelamin
Masa dewasa  Menjadi saling tergantung dengan orang lain
Muda  Teman, menikah, mempunyai anak
Masa tengah baya  Belajar menerima
Masa dewasa tua  Berduka karena kelahiran dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya

b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam anggota gangguan berhubungan, ini akibat dari
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak mengahargai anggota
masyarakat yang tidak produktif seperti lansia orang cacat, dan berpenyakit kronik, isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini.
D. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan yang mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan stress. Faktor pencetus ini di kategorikan:
a. Stressor sosiokultural, stress dapat ditimbulkan oleh :
1). Menurunnya stabilitas unit keluarga
2). Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
b. Stressor Psikologik, Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.

E. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan diri yang di gunakan pada gangguan hubungan sosial sangat
bervariasi, seperti pada gangguan menarik diri, mekanisme yang di gunakan adalah regresi,
represi, isolasi.
a. Tanda dan Gejala Menarik diri
1. Menurut SAK kesehatan jiwa ( 1998 )
 Gangguan pola makan, tidak nafsu makan atau makan berlebihan
 Berat badan menurn drastic
 Kemunduran kesehatan fisik
 Tidur berlebihan
 Tinggal ditempat tidur dalam waktu lama
 banyak tidur siang
 Kurang bergairah
 Tidak memperdulikan lingkungan
 Kegiatan menurun
 Imobilisasi
 Sikap mematung
 Melakukan gerakan berulang-ulang
 Keinginan seksual menurun

2. Menurut Towsend ( 1958 : 152 )


 Menyendiri dalam ruangan
 Tidak berkomunikasi
 Tidak melakuakn kontak mata
 Sedih
 Afek datar
 Tindakan tidak sesuai
 Berfikir tentang sesuatu menurut pemikirannya sendiri
 Tindakan berulang-ulang

3. Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
 Menghindar dari orang lain (menyendiri).
o Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
o Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
o Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Dampak Kerusakan Interaksi sosial : Menarik Diri Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia menurut
Hirarki maslow
1. Kebutuhan nutrisi
Klien lebih menikmati kesendiriannya sehingga kurang berminat untuk makan, bila hal
ini berlangsung terus maka akan terjadi penurunan berat badan, selain itu dampak obat yang
diberikan yaitu anti Parkinson dan anti psikotik dapat mengakibatkan mual, mulut kering dan
konstipasi sehingga hal itupun akan menyebabkan proses asupan nutrisi jadi terganggu.
2. Kebutuhan istirahat tidur
Klien dengan menarik diri sengan berlama-lama dikamar dan banyak tidur siang selain
itu obat-obatan juga berpengaruh sehingga klien cendrung untuk tidur terus.
3. Aktifitas sehari-hari
Klien kurang senang dengan kegiatan sehingga kegiatan yang bekaitan dengan perawatan
dirinya terabaikan, penampilan klien kusut dan kusam, selain itu efek terapi anti psikotik adalah
kelemahan otot sehingga klien terlihat lemah dalam beraktifitas.
4. Kebutuhan dan rasa aman
Klien dengan menarik diri akan merasa aman bila tidak berhubungan dengan orang lain,
karena klien beranggapan hal itu akan membahayakan dirinya. Efek samping obat anti psikotik
adalah timbulnya keresahan dan kegelisahan continue sehingga klien merasa lebih nyaman bila
sendiri.
5. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki
Klien dengan menarik diri mengalami kegagalan dalam pemenuhan dasar ini, karena klien
lebih senang dunianya sendiri.
6. Kebutuhan aktualisasi diri
Klien dengan menarik diri tidak mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalahnya,
tidak mempunyai perasaan bersaing dan tidak mempunyai keinginan untuk dapat diakui
kebaikannya atau perannya.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan dara atau informasi tentang klien agar dapat mengidentifikasi
kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan
klien.
Pengkajian meliputi : Pengumpilan data, analisa data, diagnosa keperawatan berdasarkan
prioritas masalah.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data bertujuan untuk menilai status kesehatan klien dan kemungkinan masalah
keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan dapat berupa
data subjektif dan data objektif. Data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini
didapatkan secara observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga , data ini didapat melalui wawancara
kepada klien dan keluarga, pengumpulan data ini mencakup :
a) Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status
mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, alamat.

1) Faktor predisposisi
a) Faktor yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan factor kontribusi pada gangguan atau
masalah konsep diri.
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan
ideal diri yang tidak realistis.
b) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural.
Peran sesuai dengan jenis kelamin, konflik oerandan peran yang tidak sesuai muncul dari
factor biologis.
c) Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang percaya diri pada anak,
teman sebaya merupakan factor lain yang mempengaruhi identitas.
Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan dalam struktur
social.
d) Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosisal berkembang sesuai dengan tumbuh kembang
individu mulai dari dalam kandungan sampai dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan
social yang positif setiap tugas perkembangan harus dilalui dengan sukses. Bila salah satu tugas
perkembangan tidak terpenuhi maka akan mengahambat tahap perkembangan berikutnya.
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan berperan serta
dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
perkembangan pada masa dewasa dengan kemampuan saling ketergantungan.
Faktor predisposisi dan presipitasi tersebut diatas dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif, efektif, psikologis, perilku dan social bagi individu sebagai stersor. Hal tersebut akan
menyebabkan perubahan perilaku dimana terjadi ketidak seimbangan sehingga individu
cernderung menggunakan mekanisme destruktif yang pada akhirnya masalah tidak terselesaikan
menjadi stressor bagi klien yang semakin lama mengakibatkan timbunya korban jiwa baik
berupa gangguan neuorosa atau ganguan kepribadian serta dapat berupa pula gangguan psikosa
atau skizofrenia.
Proses terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui rentang respon sosial yang
berawal dari respon adaptif sampai maladaptif dan salah satunya adalah menarik diri sehingga
terjadi ganguan interaksi sosial.
e) Faktor sosial budaya
Nilai-nilai, norma-norma , adat dan kebiasaan yang ada dan sudah menjadi suatu budaya
dalam masyarakat merupakan tantangan antara budaya dan keadaan social dengan nilai-nilai
yang dianut.
f) Faktor Biologis
Faktor Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan social. Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
social adalah otak. Sebagai contoh : pada klien skizoprenia yang mengalami masalah dalam
hubungan social terdapat struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran
dan sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
1. Faktor Ekstrenal
Contohnya adalah sterssor social budaya, yaitu sress yang di timbulkan oleh faktor social budaya
yang antatra lain adalah keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan ketergantungan individu.
3) Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua system yang ada hubungannya dengan klien depresi
berat di dapatkan pada system integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang
perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien
4) Status Mental
a) Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri klien tidak terlalu memperhatikan penampilan, biasanya
penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
b) Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan karakteristik.
Frekuansi merujuk pada kecepatan pasien berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras
pasien berbicara. Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah
sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata bersambungan.
c) Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien. Tingkat aktifitas : letargik, tegang,
gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan
mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan
motorik yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
d) Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri pasien tentang status emosional dan cerminan situasi
kehidupan pasien. Alam perasaan dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan yang
sederhana dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah pasien
menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas (cemas).
e) Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada pasien yang dapat di observasi oleh perawat selama
wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas,
dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras
sering tampak pada skizofrenia.
f) Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perceptual : halusinasi dan ilusi. Halusinasi di definisikan
sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah
terhadap stimulus sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh pasien melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri.
g) Interaksi selama wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana pasien berhubungan dengan perawat. Apakah pasien
bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive,curiga
atau sedatif.
h) Proses pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien proses diri pasien di observasi
melalui kemampuan berbicaranya. Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi
dari pada isinya
i) Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam komunikasi pasien. Merujuk
pada apa yang di pikirkan pasien walaupun pasien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek
selama wawancara, beberapa area isi harus di catat dalam pemeriksaan status mental. Mungkin
bersifat kompleks dan sering di sembunyikan oleh pasien.
j) Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi pasien terhadap situasi terakhir.
Berbagai istilah dapat di gunakan untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien seperti bingung,
tersedasi atau stupor.
k) Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang cepat tehadap masalah-masalah
memori yang potensial tetapi bukan merupakan jawaban definitive apakah terdapat kerusakan
yang sfesifik. Pengkajian neurologis di perlukan untuk menguraikan sifat dan keparahan
kerusakan memori. Memori di definisikan sebagai kemampuan untuk mengingat pengalaman
lalu.
l) Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan pasien untuk memperhatikan selama jalannya wawancara.
Kalkulasi adalah kemampuan pasien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
m) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaftif termasuk
kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan
n) Daya titik diri
Penghayatan merujuk pada pemahaman pasien tentang sifat penyakit. Penting bagi perawat
untuk menetapkan apakah pasien menerima atau mengingkari penyakitnya.
5) Psikososial dan spiritual
a) Konsep Diri
1. Gambaran Diri : kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan tidak disadari terhadap
tbuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman
yang baru.
2. Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku berdasarkan standar,
aspirasi, tujuan, atau nilai personel tertentu.
3. Harga diri : penilaian individu tentang personal yang di peroleh dengan menganalisa seberapa
baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri ynag tinggi adalah perasaan yang
berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
4. Penampilan peran : serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan social
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social. Peran yang di tetapakan
adalah peran diman seseorang tidak mempunyai pilihan, peran yang di terima adalah peran yang
tepilih atau yang dipilih oleh individu.
5. Identitas personal : pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan
meliputi persepsi seksualitas seseorang pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
6) Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapa gangguan jiwa sesuai
dengan norma dan agama yang dianut pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
Kegiatan ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
7) Perencanan Pasien Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan keluarga, lingkungan
dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali diperlukan
adanya penjelasan atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan
secara rutin dan teratur.
8) Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan mengelompokkan data
menjadi data subjektif dan objektif, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta
menentukan mmasalah keperawatan.

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Masalah keperawatan:
 Isolasi sosial: menarik diri
 Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
 Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b. Data yang perlu dikaji


Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
 Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi


Data Subjektif:
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data Objektif:
 Klien berbicara dan tertawa sendiri.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

C. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


 Isolasi sosial: menarik diri
 Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Isolasi sosial: menarik diri
uan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
uan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau
bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang
muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan prang lain.
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
2. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
 Klien – Perawat
 Klien – Perawat – Perawat lain
 Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
 K – Keluarga atau kelompok masyarakat
o Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
o Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
o Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
o Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
o Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
o Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
o Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
o Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan
dengan oranglain

 Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
o Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
 Salam, perkenalan diri
 Jelaskan tujuan
 Buat kontrak
 Eksplorasi perasaan klien
o Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
 Perilaku menarik diri
 Penyebab perilaku menarik diri
 Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
 Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
o Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan
orang lain.
o Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali
seminggu
o Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

FOKUS INTERVENSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL


Pasien
SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat ( Discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Diagnosa 2 : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi


Tujuan umum : Klien Tidak Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
8. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus
memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
1. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2. Apa yang dikatakan halusinasinya
3. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak
mendengarnya.
4. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
1. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang)
beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah,
menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1. Katakan “ saya tidak mau dengar”
2. Menemui orang lain
3. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

3. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
o Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
o Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1. Gejala halusinasi yang dialami klien
2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama
4. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang
dirasaka
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa 3 : Harga Diri Rendah


Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.3 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistic
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.2 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
 Kegiatan mandiri
 Kegiatan dengan bantuan sebagian
 Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Tindakan:
5.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

E. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien, beberapa petunjuk pada
implementasi adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi
b. Kemempuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
c. Kemampuan fisik dan psikologis dilindungi
d. Dokumentasi intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15 )

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


TAK yang dapat dilakukan untuk pasien isolasi social adalah TAK sosialisasi yang terdiri dari 7
sesi, meliputi :
a. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
c. Sesi 3 : Kemampuan bercakap – cakap
d. Sesi 4 : Kemampuan bercakap – cakap topik tertentu
e. Sesi 5 : Kemampuan bercakap – cakap masalah pribadi
f. Sesi 6 : Kemampuan bekerjasama
g. Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi

F. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon klien tehadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif, Formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi sumatif dilakuakn dengan membandingkan
respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan menggunakan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalh baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.
( Keliat ,1998 : 15 )

DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
Masalah Utama : Perilaku kekerasan/Amuk/Marah

A. PROSES KEPERAWATAN

1) Pengkajian :

a) Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

b) Data Obyektif :

Mata merah, wajah agak merah.

Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang-barang.

2) Diagnosa keperawatan : Perilaku kekerasan/ngamuk

B. STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan untuk pasien

a. Tujuan

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya

4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya


6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan
terapi psikofarmaka.

b. Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah:

a) Mengucapkan salam terapeutik

b) Berjabat tangan

c) Menjelaskan tujuan interaksi

d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien

2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu

3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:

a) verbal

b) terhadap orang lain

c) terhadap diri sendiri

d) terhadap lingkungan

5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam

b) Obat

c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya

d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien


7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:

a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal

b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal

8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik

b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:

a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa

b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa

10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:

a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat

b) Susun jadwal minum obat secara teratur

11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan

P 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I

ORIENTASI:

“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya yudi, saya
perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”

KERJA:

“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang
membuat bapak marah”

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting pintu dan
memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu
tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”

”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”

SP 2 Pasien: Latihan mengontrol perilaku


kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal

c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”

“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di ruang
tamu,bagaimana bapak setuju?”

KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan
memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali
bapak melakukannya”.

“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore.
Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita
buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam ini?”

“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara yang
baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:

a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik

b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.

c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”

“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur?”

“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”


“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau diingatkan
suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya
belum bisa melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

KERJA

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah dusalurkan
melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan
orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:

1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata
kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat
minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”

2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya
tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”

3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak dapat
mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara
yang baik?”

“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”

“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara
yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”

Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba
ya Pak!”

“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”

“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah,
bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya”

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

dan sosial/verbal

b. Latihan sholat/berdoa

c. Buat jadual latihan sholat/berdoa


ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
Baik, yang mana yang mau dicoba?”

“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”

“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya
(untuk yang muslim).”

TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.

“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak
sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)

“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah”

“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”

“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”

“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat.

c. Susun jadual minum obat secara teratur

ORIENTASI

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah
dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.

“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

FASEKERJA (perawat membawa obat pasien)

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum?
Bagus!

“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran
tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran
teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
sian g, dan jam 7 malam”.

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa
minum air putih yang tersedia di ruangan”.

“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”

“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar nama bapak
tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah
nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”

“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat
terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”

“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita tambahkan
jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.

“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan kegiatan dan
sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

1. Tindakan keperawatan untuk keluarga

a. Tujuan

Keluarga dapat merawat pasien di rumah

b. Tindakan

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,

tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)

3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat,
seperti melempar atau memukul benda/orang lain

4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan

a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat

b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapt melakukan kegiatan tersebut
secara tepat

c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan

5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga

P 1 Keluarga: Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di
rumah

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien

2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,

tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku

tersebut)

3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melempar atau memukul benda/orang lain
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya A K, saya perawat dari ruang Soka ini, saya yang
akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”

“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”

“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

KERJA

“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik Bu,
Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan.”

“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar akan
membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”

“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya
suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan
membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau apa
perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?””

“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan cara
mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur”.
Kalau bapak bisa melakukanya jangan lupa di puji ya bu”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”

“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”

“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”

“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi
langsung kepada bapak?”

“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol

Kemarahan
a) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah

b) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat

c) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut
secara tepat

d) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan
ORIENTASI
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi untuk
latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu tanyakan?” “Berapa
lama ibu mau kita latihan?“Bagaimana kalau kita latihan disini saja?, sebentar saya
panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”
KERJA
”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan. Bagus sekali. Coba
perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan Bapak.”
”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”
”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus
dilakukan bapak adalah.......?”
”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba
ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”
“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan
bapak semangat ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah
bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba praktekkan langsung kepada
ibu cara bicara ini:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk beli rokok! Coba
bapak praktekkan. Bagus pak”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan
kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran bapak jadi tenang, tidurnya
juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum obat? Bagus. Apa
guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong
selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan
tanpa sepengetahuan dokter”
TERMINASI
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara
mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah
dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk Bapak bila dapat melakukan
dengan benar ya Bu!”
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi Ibu bertemu
saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama di rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”

SP 3 Keluarga: Menjelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga

Buat perencanaan pulang bersama keluarga


ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah menetahui cara-cara yang sebelumnya
telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perawatan
lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji keberhasilannya?”

“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan di rumah,
disini saja?”

“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA

“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun jadual
minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”

“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak
selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke dokter atau di bawa kerumah sakit ini
untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada bapak.”

TERMINASI
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang perlu
diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit). Saya rasa mungkin
cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya akan segera saya siapkan”

Diposting oleh Unknown di 03.09

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

Dewi Aja13 September 2016 18.20

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk
mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music,
video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu.
Gratis :)
Balas

http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-perilaku-kekerasan.html
Strategi Pelaksanaan Keperawatan Jiwa - Harga Diri Rendah
(HDR)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN PERAWATAN

1. Masalah Utama : Harga Diri Rendah


Pertemuan : Ke 1 (satu)

1. Tindakan Keperawatan Pada Pasien

1. Kondisi:

1. Klien kelihatan sering menyendiri

2. Klien mengatakan malu dan tak berguna

3. Klien sering mengatakan dirinya tidak mampu melakukan


sesuatu,

4. Klien lebih banyak diam,

5. Selama berkomunikasi kontak mata kurang

2. Diagnosa Keperawatan:

1. Harga diri rendah

3. Tujuan Khusus

1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif


yang dimiliki

2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

3. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan

4. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan


kemampuan yang dimilikinya
SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah
dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam
rencana harian

ORIENTASI :

"Selamat pagi, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar. Perkenalkan nama saya Noor
Rio Prastyo mahasiswa STIKES , saya suka dipanggil Rio"

"Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah T
lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T dilakukan. Setelah kita
nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih"

"Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20
menit ?"

KERJA :

"Apa saja kemampuan yang T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula
kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar?
Menyapu ? Mencuci piring..............dst"

"Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki".

"T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit
? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih
bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini."

"Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini."

"O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita
latihan merapihkan tempat tidur T."

"Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?"

"Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik."

"Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal,
rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !"

"T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan
sebelum dirapikan? Bagus "

"Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan tanpa
disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak) melakukan."

TERMINASI :

"Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ?
Yach, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah
satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah T praktekkan dengan baik sekali. Nah
kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang."

"Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. T. Mau berapa kali sehari merapihkan
tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00"

"Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi yang
mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu
kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya"

Strategi Pelaksanaan 1

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.

ORIENTASI :

"Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah"

"Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pagi ? Bagus (kalau
sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih
ingat apa kegiatan itu T?"

"Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur"

"Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!"

KERJA :

"T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes
untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas., T
bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah
untuk membuang sisa-makanan."

"Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya"

"Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa
kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring tersebut
dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai
disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di
dapur. Nah selesai"

"Sekarang coba T yang melakukan"

"Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya"

TERMINASI :

"Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring ?"

"Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari"

"T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali setelah makan."

"Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci
piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel"

"Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa"

Strategi Pelaksanaan 2
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri pasien.

Baca Juga : Strategi Pelaksanaan Keperawatan Jiwa - Halusinasi

2. Tindakan keperawatan pada keluarga

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
1. Tujuan :

1. Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan


yang dimiliki pasien

2. Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih


dimiliki pasien

3. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang


sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien

4. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan


kemampuan pasien

2. Tindakan keperawatan :

1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat


pasien

2. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang


ada pada pasien

3. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien


dan memuji pasien atas kemampuannya

4. Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah

5. Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri


rendah
6. Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan
cara merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat demonstrasikan sebelumnya

7. Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien


di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,
menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga
untuk mempraktekkan cara merawat

ORIENTASI :

"Selamat pagi !"perkenalkan nama saya Noor Rio Prastyo yang merawat pasien T."

"Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?"

"Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T?"

"Berapa lama waktu Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!"

KERJA :

"Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah T"

"Ya memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada T, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan
dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah
harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap
diri sendiri. Bila keadaan T ini terus menerus seperti itu, T bisa mengalami masalah yang lebih
berat lagi, misalnya T jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri"

"Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?"

"Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti"

"Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk T"
"Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga mengatakan hal yang
sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan T)"

"T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Serta telah
dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk
melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu.
Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda
cek list pada jadual yang kegiatannya."

"Selain itu, bila T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau
perkembangan T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas"

"Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada T"

"Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang yang
mengatakan: Bagus sekali T, kamu sudah semakin terampil mencuci piring"

"Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus"

TERMINASI :

"Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?"

"Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T dan bagaimana cara
merawatnya?"

"Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian."

"Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi pujian
langsung kepada T"

"Jam berapa Bp/Ibu dating? Baik saya tunggu. Sampai jumpa."

Strategi Pelaksanaan Keluarga 1


SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
masalah harga diri rendah langsung kepada pasien

ORIENTASI:

"Selamat pagi Pak/Bu"

"Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?"

"Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak BapakIbu seperti yang kita pelajari dua hari yang
lalu?"

"Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada T."

"Waktunya 20 menit."

"Sekarang mari kita temui T"

KERJA :

"Selamat pagi T. Bagaimana perasaan T hari ini?"

"Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, orang
tua T juga ingin merawat T agar T cepat pulih."

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

"Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu"

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

"Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan Orang tua T?"

"Baiklah, sekarang saya dan orang tua T ke ruang perawat dulu"

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)

TERMINASI :
"Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?"

"Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada T"

"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu"

"Sampai jumpa"

Strategi Pelaksanaan Keluarga 2

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI :

"Selamat pagi Pak/Bu"

"Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita akan membicarakan jadwal Tselama di
rumah"

"Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor"

KERJA :

"Pak/Bu ini jadwal kegiatan T selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah semua dapat
dilaksanakan di rumah?"Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama T dirawat dirumah sakit
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya"

"Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh T selama di
rumah. Misalnya kalau T terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif
terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi lagi maka bawa segera ke Rs untuk pengobatan lanjut"

"Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan T selama di rumah"

TERMINASI :

"Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian . Ini surat rujukan untuk
perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala
yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!"

Strategi Pelaksanaan Keluarga 3

https://io-note.blogspot.com/2017/07/strategi-pelaksanaan-keperawatan-jiwa-harga-diri-rendah-
hdr.html
APORAN PENDAHULUAN : ISOLASI SOSIAL (ISOS)

1. MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
1. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan
orang lain. Individu marasa dirinya kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran prestasi, atau kegagalan . ia kesulian
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (Balitbang, 2007).

2. Tanda dan Gejala


Data subyektif

 Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


 Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Pasien merasa tidak berguna
 Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Data obyektif

 Tidak memiliki teman dekat


 Menarik diri
 Tidak komunikatif
 Tindakan berulang dan tidak bermakna
 Asyik dengan pikirannya sendiri
 Tak ada kontak mata
 Tampak sedih, afek tumpul
(Yosep iyus, 2009)

3. Penyebab
Penyebab dari isolasi sosial adalah harga diri rendah ( HDR ). Harga diri rendah
adalah Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.
Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah :

 Mengkritik diri sendiri


 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri

4. Akibat
Akibat isolasi sosial adalah resiko perubahan sensori persepsi halusinasi. Halusinasi
adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan (persepsi) panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua
system penginderaan pada seseorang dalam keadaan sadar penuh ( baik ).
Gejala Klinis :

 Bicara, senyum dan tertawa sendiri.


 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
 Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
(Budi Anna Keliat, 2009)

5. POHON MASALAH

Pohon Masalah Isolasi Sosial - Menarik Diri

6. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
 Obat anti psikosis : Penotizin
 Obat anti depresi : Amitripilin
 Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
 Obat anti insomnia : Phneobarbital

2. Terapi
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian

1. BHSP
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengan keluarga
4. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat
5. Dengarkan , bantu dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialaminya
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena masalah sebagian orang
merupkan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi musik
Dengan musik klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.

7. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


0. Masalah keperawatan:
0. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi…
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
1. Data yang perlu dikaji
0. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:

 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:

 Klien berbicara dan tertawa sendiri


 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
 Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri. Data Obyektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung
bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:

 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:

 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

8. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial: Menarik diri

9. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :

0. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :
0. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
1. Perkenalkan diri dengan sopan
2. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
3. Jelaskan tujuan pertemuan
4. Jujur dan menepati janji
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
1. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:

 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.


 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
2. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
0. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
1. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
2. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
0. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
1. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
2. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:

 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain


 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
 K–P
 K – P – P lain
 K – P – P lain – K lain
 K – Kel/Klp/Masy
 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
4. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain
Tindakan:

 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan


orang lain
 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain
5. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:

 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


0. Salam, perkenalan diri
1. Jelaskan tujuan
2. Buat kontrak
3. Eksplorasi perasaan klien
 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
0. Perilaku menarik diri
1. Penyebab perilaku menarik diri
2. Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
3. Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

DAFTAR PUSTAKA
6. Fitria, Nita.2010.Prinsip Dasar dan aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan keperawatan ( LP dan
SP). Jakarta: Salemba Medika
7. Keliat A,Budi Akemat. 2009. Model Keperawatan Profesional Jiwa,
Jakarta
8. Yosep Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
https://io-note.blogspot.com/2016/11/laporan-pendahuluan-lp-keperawatan-jiwa-isolasi-sosial-
isos.html
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) ISOLASI SOSIAL


STRATEGI PELAKSANAAN (SP) ISOLASI SOSIAL

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Respons perilaku individu terhadap stressor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing.
Salah satu respons perilaku yang muncul adalah isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala negatif
pasien dengan psikotik.

Modul ini berisi panduan dalam merawat pasien dan keluarga pasien dengan masalah
keperawatan isolasi sosial, dengan menggunakan pendekatan baik secara individual maupun kelompok.
Saudara dapat mempelajari isi modul ini, mengerjakan latihan sesuai dengan panduan yang diberikan,
sehingga Saudara siap menangani pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa dengan gejala isolasi sosial
yang ada. Selamat mempelajari modul ini.

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara mampu:

1. Melakukan pengkajian pada pasien isolasi sosial


2. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien isolasi sosial
3. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan isolasi sosial
4. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien isolasi sosial
5. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial
6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan isolasi sosial

B. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga.

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:

 Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


 Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Pasien merasa tidak berguna
 Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan
data subyektif:

 Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)?


 Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
 Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
 Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
 Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
 Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya?
 Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
 Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:

 Tidak memiliki teman dekat


 Menarik diri
 Tidak komunikatif
 Tindakan berulang dan tidak bermakna
 Asyik dengan pikirannya sendiri
 Tak ada kontak mata
 Tampak sedih, afek tumpul
D. Tindakan Keperawatan
1.Tindakan keperawatan untuk pasien.

a. Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu

1) Membina hubungan saling percaya

2) Menyadari penyebab isolasi sosial

3) Berinteraksi dengan orang lain

b. Tindakan

1) Membina Hubungan Saling Percaya


Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :

 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien


 Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang Saudara
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
 Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya di mana
 Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
 Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu
yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu
penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan
hasil. Bila pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih mungkin
dilaksanakan.

2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial

Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :


· Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain

· Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain

3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain

Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki

banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka

4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan

Dilakukan dengan cara:

 Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
 Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain,
karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab dengan Saudara pada
awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang di sekitarnya.

Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai berikut:

· Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Saudara

· Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)

· Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat
orang dan seterusnya.

· Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.

· Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan
Orientasi (Perkenalan):

“Assalammu’alaikum ”

“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan
merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”

“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”

Kerja:

(Jika pasien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-
cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan
ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”

“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”

”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien

dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ?

« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi
memasak”

“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”

Terminasi:

”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”

”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat
N. Bagaimana, S mau kan?”

”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)

Orientasi :

“Assalammualaikum S! ”

“Bagaimana perasaan S hari ini?

« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan Suster ! »
« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »

« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :

( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)

« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »

« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N »

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »

« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”

”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau
coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan


orang kedua-seorang pasien)
Orientasi:

“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?


”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”

”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:

( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )

« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »

« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. »

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal
dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »

(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”


”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan apa yang
sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak
tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan
pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat
yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial

b. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial


Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi
masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

2) Menjelaskan tentang:

 Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.


 Penyebab isolasi sosial.
 Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
 Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
 Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama
dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.

 Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.

 Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.

3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial


4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang
dihadapi.

5) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini

Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak”

”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”

”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”

” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”

”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?”

Kerja:

”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”

“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga
dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.

” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara
hanya sebentar dengan wajah menunduk”

”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”

“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”

“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan S dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”

« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya
sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”

” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan
orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu,
Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu
sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”

”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”

”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”

”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

Terminasi:

“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”

“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial »

« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial »

« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »

«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka
juga melakukan hal yang sama. »

« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »

« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

« Assalamu’alaikum »
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien

dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan

pasien
Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”

”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”

“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”

”Sekarang mari kita temui S”

Kerja:

”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”

”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)

Terminasi:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »

« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »

« Assalamu’alaikum »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak/Bu”

”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”

”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”

”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:

”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama
di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya:
(0651) 554xxx

”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah

Terminasi:

”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat
rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!
E. Evaluasi
1.Kemampuan pasien dan keluarga

PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA

PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL

Nama pasien : .................

Ruangan : ...................

Nama perawat:...................

Petunjuk pengisian:

1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.

2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi

Tanggal
No Kemampuan

A Pasien

1 Menyebutkan penyebab isolasi sosial

2 Menyebutkan keuntungan berinteraksi


dengan orang lain

3 Menyebutkan kerugian tidak berinteraksi


dengan orang lain

4 Berkenalan dengan satu orang

5 Berkenalan dengan dua orang atau lebih

6 Memiliki jadwal kegiatan berbincang-


bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian
7 Melakukan perbincangan dengan orang lain
sesuai jadwal harian

B Keluarga

1 Menyebutkan pengertian, penyebab,


tanda dan gejala isolasi sosial

2 Menyebutkan cara-cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

3 Mendemonstrasikan cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

4 Menyebutkan tempat rujukan yang


sesuai untuk pasien isolasi sosial

2.Kemamapuan perawat

PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT

DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama pasien : .................

Ruangan : ...................

Nama perawat:...................

Petunjuk pengisian:

Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No
04.01.01).

Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.

Tanggal
No Kemampuan

A Pasien

SP I p

1 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien

2 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan


berinteraksi dengan orang lain

3 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak


berinteraksi dengan orang lain

4 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu


orang

5 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan


berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan
harian

Nilai SP I p

SP II p

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2 Memberikan kesempatan kepada pasien


mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang

3 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-


bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian

Nilai SP II p

SP III p

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2 Memberikan kesempatan kepada berkenalan dengan


dua orang atau lebih

3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

Nilai SP III p

B Keluarga

SP I k

1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien

2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial


yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

Nilai SP I k

SP II k

1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung


kepada pasien isolasi sosial

Nilai SP II k

SP III

1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah


termasuk minum obat (discharge planning)

2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Nilai SP III k

Total nilai : SP p + SP k

Rata-rata
F. Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan,
dan evaluasi.

1. Pedoman Pengkajian Isolasi sosial

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti bagi pasien:

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat:

c. Hambatan berhubungan dengan orang lain:

Masalah keperawatan: --------------------------------------------------------------

G. Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah:

1. TAK sosialisasi yang terdiri dari tujuh sesi yaitu:

a. Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri


b. Sesi 2: Kemampuan berkenalan

c. Sesi 3: Kemampuan bercakap-cakap

d. Sesi 4: Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu

e. Sesi 5: Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi

f. Sesi 6: Kemampuan bekerjasama

g. Sesi 7: Evaluasi kemampuan sosialisasi

Panduan secara lengkap untuk melaksanakan TAK tersebut di atas dan format evaluasinya dapat dilihat
pada Buku Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok

H. Pertemuan Kelompok Keluarga

Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan m,elaksanakan
pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar. Lebih rinci panduan
pertemuan keluarga ini dapat dilihat di modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien
dan perawat akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Respons perilaku individu terhadap stressor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing.
Salah satu respons perilaku yang muncul adalah isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala negatif
pasien dengan psikotik.

Modul ini berisi panduan dalam merawat pasien dan keluarga pasien dengan masalah
keperawatan isolasi sosial, dengan menggunakan pendekatan baik secara individual maupun kelompok.
Saudara dapat mempelajari isi modul ini, mengerjakan latihan sesuai dengan panduan yang diberikan,
sehingga Saudara siap menangani pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa dengan gejala isolasi sosial
yang ada. Selamat mempelajari modul ini.

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara mampu:

1. Melakukan pengkajian pada pasien isolasi sosial


2. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien isolasi sosial
3. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan isolasi sosial
4. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien isolasi sosial
5. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial
6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan isolasi sosial

B. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

Untuk mengkaji pasien isolasi sosial Saudara dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga.

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:

 Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


 Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
 Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Pasien merasa tidak berguna
 Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Saudara tanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan
data subyektif:

 Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)?


 Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
 Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
 Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
 Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
 Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya?
 Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
 Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:

 Tidak memiliki teman dekat


 Menarik diri
 Tidak komunikatif
 Tindakan berulang dan tidak bermakna
 Asyik dengan pikirannya sendiri
 Tak ada kontak mata
 Tampak sedih, afek tumpul
D. Tindakan Keperawatan
1.Tindakan keperawatan untuk pasien.

a. Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu

1) Membina hubungan saling percaya

2) Menyadari penyebab isolasi sosial

3) Berinteraksi dengan orang lain

b. Tindakan

1) Membina Hubungan Saling Percaya


Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :

 Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

 Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang Saudara sukai, serta tanyakan
nama dan nama panggilan pasien

 Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

 Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempatnya di mana

 Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
 Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien

· Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu
yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada
orang lain. Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu
penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan
hasil. Bila pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih mungkin
dilaksanakan.

2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial

Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :

· Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain

· Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain

3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain

Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki

banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka

4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan

Dilakukan dengan cara:

· Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain

· Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien

5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain,
karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab dengan Saudara pada
awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai berikut:

· Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Saudara

· Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)

· Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat
orang dan seterusnya.

· Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.

· Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan

Orientasi (Perkenalan):

“Assalammu’alaikum ”

“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan
merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”

“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”

Kerja:

(Jika pasien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-
cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan
ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”

“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”

”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien

dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ?

« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”

“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi
memasak”

“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”

Terminasi:

”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”

”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa
mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat
N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)

Orientasi :

“Assalammualaikum S! ”

“Bagaimana perasaan S hari ini?

« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil bersalaman
dengan Suster ! »

« Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »

« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :

( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)

« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »

« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin «

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N »

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »

« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”

”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya
perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau
coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana
kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan


orang kedua-seorang pasien)
Orientasi:

“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?

”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”

”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:

( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )

« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »

« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya. »
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal
dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu
lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »

(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”

”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan apa yang
sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak
tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan
pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat
yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial

b. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial


Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi
masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

2) Menjelaskan tentang:

 Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.


 Penyebab isolasi sosial.
 Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
 Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
 Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama
dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.

 Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.

 Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.

3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang
dihadapi.

5) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini

Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak”

”Perkenalkan saya perawat H, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”

”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”


” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”

”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?”

Kerja:

”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”

“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga
dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.

” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara
hanya sebentar dengan wajah menunduk”

”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”

“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”

“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan S dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”

« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya
sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”

” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan
orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu,
Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang
kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu
sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”

”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”

”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”

”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”


Terminasi:

“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”

“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial »

« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial »

« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »

«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka
juga melakukan hal yang sama. »

« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »

« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

« Assalamu’alaikum »

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien

dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan

pasien
Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”

”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”

“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”

”Sekarang mari kita temui S”

Kerja:

”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”

”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)

Terminasi:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”

« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S »

« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat
yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »

« Assalamu’alaikum »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Orientasi:

“Assalamu’alaikum Pak/Bu”

”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”

”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”

”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:

”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah
Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama
di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K
di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya:
(0651) 554xxx

”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah

Terminasi:

”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat
rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!

E. Evaluasi
1.Kemampuan pasien dan keluarga

PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA

PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL

Nama pasien : .................

Ruangan : ...................

Nama perawat:...................

Petunjuk pengisian:

1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.

2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi

Tanggal
No Kemampuan

A Pasien

1 Menyebutkan penyebab isolasi sosial


2 Menyebutkan keuntungan berinteraksi
dengan orang lain

3 Menyebutkan kerugian tidak berinteraksi


dengan orang lain

4 Berkenalan dengan satu orang

5 Berkenalan dengan dua orang atau lebih

6 Memiliki jadwal kegiatan berbincang-


bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian

7 Melakukan perbincangan dengan orang lain


sesuai jadwal harian

B Keluarga

1 Menyebutkan pengertian, penyebab,


tanda dan gejala isolasi sosial

2 Menyebutkan cara-cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

3 Mendemonstrasikan cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

4 Menyebutkan tempat rujukan yang


sesuai untuk pasien isolasi sosial

2.Kemamapuan perawat

PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT

DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


Nama pasien : .................

Ruangan : ...................

Nama perawat:...................

Petunjuk pengisian:

Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No
04.01.01).

Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.

Tanggal

No Kemampuan

A Pasien

SP I p

1 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien

2 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan


berinteraksi dengan orang lain

3 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak


berinteraksi dengan orang lain

4 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu


orang

5 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan


berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan
harian

Nilai SP I p

SP II p

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2 Memberikan kesempatan kepada pasien


mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
3 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian

Nilai SP II p

SP III p

1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2 Memberikan kesempatan kepada berkenalan dengan


dua orang atau lebih

3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

Nilai SP III p

B Keluarga

SP I k

1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam


merawat pasien

2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial


yang dialami pasien beserta proses terjadinya

3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial

Nilai SP I k

SP II k

1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan isolasi sosial

2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung


kepada pasien isolasi sosial

Nilai SP II k

SP III
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning)

2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Nilai SP III k

Total nilai : SP p + SP k

Rata-rata

F. Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi
dokumentasi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan,
dan evaluasi.

1. Pedoman Pengkajian Isolasi sosial

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti bagi pasien:

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat:

c. Hambatan berhubungan dengan orang lain:


Masalah keperawatan: --------------------------------------------------------------

G. Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah:

1. TAK sosialisasi yang terdiri dari tujuh sesi yaitu:

a. Sesi 1: Kemampuan memperkenalkan diri

b. Sesi 2: Kemampuan berkenalan

c. Sesi 3: Kemampuan bercakap-cakap

d. Sesi 4: Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu

e. Sesi 5: Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi

f. Sesi 6: Kemampuan bekerjasama

g. Sesi 7: Evaluasi kemampuan sosialisasi

Panduan secara lengkap untuk melaksanakan TAK tersebut di atas dan format evaluasinya dapat dilihat
pada Buku Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok

H. Pertemuan Kelompok Keluarga

Asuhan keperawatan untuk kelompok keluarga ini dapat diberikan dengan m,elaksanakan
pertemuan keluarga baik dalam bentuk kelompok kecil dan kelompok besar. Lebih rinci panduan
pertemuan keluarga ini dapat dilihat di modul lain. Demikian juga dengan format evaluasi untuk pasien
dan perawat akan ditampilkan di modul khusus yang membahas pertemuan keluarga.

http://hendikasafitri.blogspot.com/2015/11/strategi-pelaksanaan-sp-isolasi-sosial.html

Anda mungkin juga menyukai