Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menindaklanjuti keberhasilan yang dicapai oleh
Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium)
(MDGs), yang mempedomani upaya pembangunan global
selama periode 2000-2015, pemerintah negara-negara di dunia
sedang merundingkan seperangkat Sustainable Development
Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) (SDGs) untuk
periode 2016-2030. Angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur dalam menilai
kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah berupaya
keras menurunkan AKI dan AKB melalui program Gerakan
Sayang Ibu (GSI), safe motherhood program Jaminan
Persalinan (Jampersal) hingga program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). (Depkes RI,2013).
Kematian ibu dan bayi masih banyak terjadi di negara
berkembang sebesar 99%. AKI dan AKB di Indonesia sampai
saat ini masih cukup tinggi, menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) diperoleh AKI tahun 2013 sebesar 307 per 100.000
(KH), dan AKB sebesar 34 per 1000 (KH). Mengalami
penurunan pada tahun 2009 jumlah AKI sebesar 228 per
100.000 (KH) dan AKB sebesar 25 per 1.000 (KH), di tahun
2010 AKI mengalami peningkatan lagi sebesar 277 per 100.000
(KH) dan AKB sebesar 32 per 1000 (KH). Jumlah AKI dan AKB
masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs)
2015 yaitu AKI sebesar 102 per 100.000 (KH) dan AKB sebesar
17 per 1000 (KH), sehingga masih memerlukan kerja keras dari
semua komponen untuk mencapai target tersebut (Depkes RI,
2010).
2

Di Kabupaten Probolinggo, cakupan angka kematian


ibu selama tahun 2015 sebesar 26 dan angka kematian bayi
sebesar 242 sementara di Puskesmas Klenang Kidul cakupan
angka kematian ibu selama tahun 2015 sebanyak 0 ibu hamil
serta mempunyai kasus total kematian sebanyak 12 kasus
yang terdiri dari kematian terbanyak terdapat pada neonatal 0-
7 hari (6 kasus). Sedangkan kasus kematian laninnya adalah
bayi 28-11 bulan (5 kasus), dan 1 kasus pada anak usia 12
bulan-5 tahun. Mayoritas kematian ini disebabkan ibu hamil
memiliki riwayat anemia yaitu rata-rata < 11 g/dl dan pola
konsumsi salah dari ibu hamil. (dinkes Kab.Probolinggo, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, inovasi yang perlu
dilakukan guna meningkatkan motivasi, kinerja, dan kepekaan
Nutrisonis/ahli gizi serta guna mendukung keberhasilan
program kesehatan dalam suatu kasus atau masalah adalah
membentuk grup anemia (GRUMI) dan Konsultant Village
Nutrisionist (Konsultan Gizi Desa / KOGIZ).
1.2 Masalah
Angka kematian ibu hamil, angka kematian bayi,
jumlah abortus, dan jumlah ibu hamil dengan Hb < 11gr/dl
tinggi, asi ekslusif.
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Menurunkan cakupan angka kematian ibu dan bayi
serta meningkatkan cakupan asi ekslusif
Tujuan Khusus
1) Meningkatkan motivasi dan kinerja Nutrisonis/ahli gizi
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
2) Meningkatkan kepekaan Nutrisonis/ahli gizi dalam
menangani masalah atau kasus anemia
3) Membentuk GRUMI (Grup anemia) untuk menurunkan
angka anemia pada ibu hamil
3

4) Membentuk Konsultan Gizi Desa (KOGIZ) untuk


menurunkan angka kasus gizi yang ada di Desa
5) Menyaring dan mengatasi secara dini kasus gizi yang
ada di desa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penguatan Program GRUMI dan KOGIZ

Dari laporan dinas kesehatan Kabupaten Probolinggo,


tercatat 26 kasus kematian ibu dan 242 kasus kematian
bayi pada tahun 2015.

Dari grafik diketahui bahwa Puskesmas Klenang


Kidul mempunyai kasus total kematian sebanyak 12 kasus
yang terdiri dari kematian terbanyak terdapat pada neonatal
0-7 hari (6 kasus). Sedangkan kasus kematian laninnya
adalah bayi 28-11 bulan (5 kasus), dan 1 kasus pada anak
4

usia 12 bulan-5 tahun. Mayoritas kematian ini disebabkan


ibu hamil memiliki riwayat anemia yaitu rata-rata < 11 g/dl
dan pola konsumsi salah dari ibu hamil.

Dari sasaran ibu hamil 48 orang di temukan ibu hamil


anemia dari bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober
sejumlah 6 ibu hamil yang mempunyai Hb <11 gr/%.

Dari grafik diatas bisa diketahui bahwa dari 10 ibu hamil


antara bulan Juni – Oktober mempunyai Hb dibawah
stadart (<11 gr/%) akan tetapi rata-rata Hb ibu hamil
5

tersebut meningkat saat mengikuti program GRUMI yaitu


berada diatas 11 gr/%.

Dari laporan GRUMI selama bulan Juni – Oktober 2016,


terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah diterapkan
program GRUMI dilihat dari kelahiran BBLR. Pada periode
Juni – Oktober 2016 kelahiran desa Sentulan mencapai 14
persalinan termasuk dengan ibu hamil anemia (3 orang)
akan tetapi tidak ada yang mempunyai kelahiran BBLR
termasuk juga dengan ibu hamil anemia.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat


perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
pemberian program GRUMI yaitu tren kenaikan (Juni-
6

Oktober) dilihat dari zat gizi antara lain energi, protein,


kalsium, zat besi.
2.4 Grup Anemia atau GRUMI
Adalah suatu kegiatan kelompok diskusi searah,
pemberian tablet atau suplemen Fe secara berkala, penilaian
asupan makan (recall) bumil anemia (AKG bumil 2800
kalori, Fe= gr), sharing (tukar pendapat) antar ibu hamil
anemia dalam bentuk focus grup discussion (FGD) dengan
menggunakan media dimana menghadirkan narasumber
untuk mendiskusikan satu topik tertentu secara lebih
mendalam guna meningkatkan pengetahuan, merubah
perilaku, pola pikir masyarakat.
Dalam kegiatan GRUMI biasanya terdapat suatu topik
yang dibahas dan didiskusikan bersama. Biasanya Diskusi
Kelompok Terarah ini mencakup semua ibu hamil yang
anemia dan memiliki resiko tinggi yang tertarik pada satu
topik atau program tertentu. Didalamnya terdapat seorang
atau narasumber yang akan memandu peserta untuk
mendiskusikan beberapa pertanyaan sesuai dengan topik
yang dibicarakan. Pemberian tablet Fe secara berkala
dimaksudkan untuk meningkatkan kadar Hb yang masih
dibawah 11 g/dl. Untuk sharing antar teman dapat
dilakukan bila peserta yang hadir lebih dari 5 orang. Prinsip-
prinsip GRUMI di antaranya yaitu :
1. GRUMI adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau
obrolan. Apabila moderator cenderung selalu
mengkonfirmasi setiap topik satu per satu kepada
seluruh peserta GRUMI. Semua peserta GRUMI secara
bergilir diminta responnya untuk setiap topik, sehingga
tidak terjadi dinamika kelompok. Komunikasi hanya
berlangsung antara moderator dengan informan A,
informan A ke moderator, lalu moderator ke informan B,
7

informan B ke moderator, dst. Yang seharusnya terjadi


adalah moderator lebih banyak “diam” dan peserta
GRUMI lebih banyak omong alias “cerewet”. Kondisi
idealnya, Informan A merespon topik yang dilemparkan
moderator, disambar oleh informan B, disanggah oleh
informan C,diklarifikasi oleh informan A, didukung oleh
informan D, disanggah oleh informan E,dan akhirnya
ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu
sangat interaktif, hidup, dinamis. Moderator disini bisa
bidan desa, ahli gizi puskesmas, serta tenaga kesehatan
lainnya.
2. GRUMI adalah group bukan individu. Prinsip ini masih
terkait dengan prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika
kelompok, moderator harus memandang para peserta
GRUMI sebagai suatu group, bukan orang per orang.
Selalu melemparkan topik ke “tengah” bukan melulu
tembak langsung ke peserta GRUMI.
3. GRUMI adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas.
Terutama pembahasan anemia baik penyebab, gejala,
maupun prevalensi anemia. Prinsip ini melengkapi
prinsip pertama di atas. Diingatkan bahwa jangan hanya
mengejar interaksi dan dinamika kelompok,kalau hanya
mengejar hal tersebut diskusi bisa berjalan ngawur.
Selama diskusi berlangsung moderator harus fokus pada
tujuan diskusi, sehingga moderator akan selalu berusaha
mengembalikan diskusi ke “jalan yang benar”
4. Kegiatan atau program GRUMI ini dilakukan dapat
dilakukan saat selesainya kegiatan ANC Terpadu (ANC T)
ataun sebelum kegiatan ANCT sebagai tindak lanjut
untuk ibu hamil anemia yang telah diketahui di suatu
desa.
8

5. Kegiatan GRUMI memberikan pemeriksaan berkala Hb


setiap bulan selama belum naiknya kadar Hb menjadi
normal (11 g/dl).
6. Pemberian tablet Fe secara rutin dan dipantau asupan
makannya (recall) sehingga dapat diketahui pola asupan
makan ibu hamil anemia.
7. Pemantauan minum Fe dilakukan oleh KOGIZ. KOGIZ
bertugas memantau ibu hamil anemia dengan mengisi
kartu kontrol minum Fe secara rutin. Kader pendamping
wajib melaporkan kartu kontrol kepada Nutrisionist/ahli
gizi.
8. Penilaian asupan makanan/recall khususnya Energi dan
zat besi/Fe dilakukan dengan cara membandingkan
asupan ibu hamil dengan dengan angka kecukupan gizi
ibu hamil yang dilakukan oleh ahli gizi puskesmas
dengan menggunakan Software Gizi (Nutrisurvey).
9. Monitoring dan evaluasi dilakukan saat pertemuan
GRUMI selanjutnya guna mengetahui sebelum ikut
GRUMI dengan setelah ikut GRUMI.
CONTOH KARTU KONTROL GRUMI
KARTU KONTROL GRUMI

NAMA IBU : .......


ALAMAT : DUSUN............ RT..... RW.....
DESA ........

NAMA KONSULTAN GIZI (KOGIZ) : ........

BULAN: ......... TAHUN: .........


NO TANGGAL ASUPAN MAKAN / KONSUMSI FE TTD IBU TTD
(HARI) RECALL (X) KADER
1
2
s.d
30
AHLI GIZI PUSKESMAS

A.ZULKIFLI/BIDAN DESA
9

2.5 Konsultan Gizi Desa atau KOGIZ atau Konsultan Village


Adalah seorang tenaga yang dilatih oleh ahli gizi
puskesmas sedemikian sehingga dapat membantu dan
mempercepat kinerja ahli gizi dalam mengatasi masalah gizi
sesuai dengan prioritas masalah di setiap desa se-Puskesmas
Klenang Kidul, misalnya gizi buruk, asi ekslusif, ibu hamil
anemia dan KEK, dll.
KOGIZ adalah sistem informasi terpusat (SIT) yang
diawasi oleh ahli gizi puskesmas sebagai laporan masalah gizi
secara dini di desa. KOGIZ dapat membantu disaat dibutuhkan
memantau anggota GRUMI. Harapannya adalah
mempersingkat penemuan secara dini kasus-kasus gizi seperti
gizi buruk, ibu hamil KEK dan anemia, dll.
KOGIZ merupakan sparring partner untuk pembuat
keputusan (decision maker) dalam menjalankan tugas-
tugasnya. Sparring partner ini bisa berarti si konsultan gizi
memberikan pertimbangan atas berbagai alternatif tindakan
(seperti pertimbangan risiko gizi), atau memberikan suatu
analisis yang mendalam atas suatu fenomena untuk diberikan
kepada si pembuat keputusan, dan bisa juga menjabarkan
suatu keputusan ke dalam bentuk yang lebih konkrit atau
detail sesuai dengan kebutuhan. Jadi, seorang konsultan gizi
itu memberikan analisis atau kajian, opini atau pendapat,
serta penjabaran (detail) tentang masalah kesehatan
khususnya bidang gizi yang menjadi fokus perhatian seorang
konsultan gizi. Satu hal yang pasti, konsultan gizi tidak pernah
membuat keputusan, dia hanya memberikan analisis, opini,
dan penjabaran tentang masalah gizi.
Bekerja sebagai konsultan gizi berarti bekerja di
belakang layar dan pembiayaannya swadana. Pasien bisa dari
tetangga, saudara, yang mempunyai masalah gizi. Seorang
konsultan gizi adalah orang yang memberikan dukungan dan
10

informasi untuk membantu dalam mengatasi masalah gizi


sehingga dapat mempercepat menyelsaikan masalah gizi
secara dini. Jika seorang konsultan gizi tidak dapat mengatasi
yang sekiranya sulit, maka akan pasien akan dirujuk ke ahli
gizi puskesmas.
Konsultan gizi meninjau langsung lokasi kasus gizi
(mengadakan inspeksi lapangan/kroscek). Untuk mengetahui
seberapa besar kasusnya, serta hal – hal lain yang berkaitan
dengan masalah gizi. Seperti buku KMS, asi ekslusif, tingkat
ekonomi, tingkat pendidikan, latar belakang kasus tersebut.
Konsultan gizi akan memberikan rekomendasi sesuai dengan
arahan dari ahli gizi puskesmas sehingga dapat mengatasi
secara dini.
Bentuk laporan yang di sediakan konsultan gizi berupa
laporan tertulis, sehingga kita sebagai ahli gizi puskesmas
dapat dengan mudah membaca kasus-kasus yang telah
ditangani sesuai dengan pelatihan. Kesimpulan Konsultan gizi
sangat membantu dan memberikan cara bagaimana
menangani masalah gizi. Dengan menggunakan jasa konsultan
gizi , kasus gizi di puskesmas akan cepat terdeteksi, akan lebih
terarah, terkonsep dan tentunya memberikan keuntungan dan
manfaat yang sangat besar.

Anda mungkin juga menyukai