Anda di halaman 1dari 15

MODEL PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF*

Absori, Khuzaefah Dimyati dan Kelik Wardiono**

Abstract
Resolving environmental dispute through court litigation often ends up with failure.
As a consequence, society in ccoperation with Non-Governmental Organization (NGO) and
environmental organization prefer to use Alternative Dispute resolution (ADR) to reslove
environmental dispute. In this regard, mediation is often chosen by the parties as it promotes
a “win-win solution”. Moreover, mediation offers efficient, cheap and fast dispute resolution
process. However, Indonesian law has not adequately accomodated the use of ADR in envi-
ronmental dispute. As a consequence, the problem pf legal certainty often come up. In order
to overcome this situation, it is important to develop a mediation process that ensures the
legal certainty for both of the disputants. This can be done by developing a mediation forum
which is legalized by court

Kata Kunci: Sengketa Lingkungan, Alternative Dispute Resolution (ADR)

A. Latar Belakang Masalah dikehendaki1.


Penyelesaian sengketa lingkungan Dalam menghadapi sengketa lingkung-
dengan menggunakan instrumen hukum an, masyarakat terus mencari jalan keluar
lingkungan melalui lembaga pengadilan, melalui berbagai upaya penyelesaian yang
menurut Satjipto Rahardjo menghadapi dilakukan dalam rangka memperjuangkan
kendala yuridis yang kemudian berubah keadilan masyarakat dan keadilan ling-
menjadi hambatan dalam penegakan hukum kungan. Karl Renner mengatakan bahwa
lingkungan. Apabila kita berpendapat bah- “the development of the law works out what
wa memang hanya ada “satu jalan menuju is socially reasonable”. Pandangan tersebut
hukum”, maka dengan adanya kendala hanya bisa dipahami apabila bertolak pada
tersebut, orang pun sedikit banyak akan pandangan kompleksitas hukum, yaitu
mengatakan, bahwa “pupuslah sudah se- bahwa sektor formal dan nonformal (yang
muanya”. Tetapi, tidak demikian halnya muncul dalam masyarakat) selalu berkaitan
apabila kita berpendapat bahwa masih ada satu sama lain. Manakala hukum atau proses
jalan alternatif untuk mencapai tujuan yang formal macet, maka kekuatan otonomi akan

* Penelitian Dibiayai melalui Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional,
2007
** Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
1 Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 196.
368 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

mengambil alih2. 2. Bagaimana model pilihan penyelesaian


Pokok permasalahan yang dibahas sengketa lingkungan secara alternatif?
dalam penelitian ini adalah (1) alasan-alasan 3. Bagaimana keberadaannya dalam hu-
apa yang mendasari pemilihan penyelesaian kum formal?
sengketa lingkungan melalui lembaga 4. Bagaimana kepastian hukumnya bagi
alternatif, (2) bagaimana model pilihan para pihak dalam penyelesaian sengketa
melalui lembaga alternatif, (3) bagaimana lingkungan?
keberadaan lembaga penyelesaian alternatif
dalam hukum formal, dan (4) kepastian C. Metode Penelitian
hukum lembaga penyelesaian alternatif bagi Penelitian ini merupakan jenis pe-
para pihak dalam penyelesaian sengketa nelitian hukum sosiologis, memandang hu-
lingkungan. Lokasi penelitian dilakukan di kum dalam ruang lingkup lembaga formal,
Kabupaten Semarang, Kendal, Karanganyar tetapi berusaha memahami hukum dan
dan Solo. Penentuan lokasi didasarkan pada perilaku bekerjanya hukum yang ada dalam
alasan bahwa di daerah-daerah tersebut realitas empiris. Untuk memahami fokus
merupakan daerah sarat konflik lingkungan. penelitian manifestasi kekuatan otonomi
Penelitian di Kabupaten Kendal mengambil masyarakat dalam melakukan pilihan jalan
kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan lain yang bersifat alternatif dilakukan dengan
PT Kayu Lapis Indonesia. Sedangkan di pendekatan budaya hukum. Pendekatan
wilayah eks Karesidenan Surakarta, kasus ini berusaha memahami suatu objek tidak
yang diteliti adalah penyelesaian sengketa melalui kacamata yang asing atau luar, tetapi
yang melibatkan PT Palur Raya Karanganyar dari dalam untuk menghormati kekhususan
dan PT Wonorejo Katon Solo. dan keunikan objek3.
Penelitian penyelesaian sengketa me-
B. Perumusan Masalah lalui lembaga nonpengadilan dilakukan di
Berdasarkan uraian latar belakang Kabupaten Kendal untuk kasus pencemaran
masalah di atas, maka dirumuskan masalah dan perusakan lingkungan yang dilakukan
sebagai berikut: PT Kayu Lapis Indonesia. Sedangkan di
1. Apa alasan-alasan masyarakat melaku- wilayah eks Karesidenan Surakarta untuk
kan pilihan model penyelesaian sengketa kasus pencemaran yang dilakukan oleh PT
lingkungan jalan lain yang bersifat alter- Palur Raya Karanganyar dan PT Wonorejo
natif melalui lembaga non-pengadilan? Katon Solo.

2 Lihat Satjipto Rahardjo, Op Cit, hlm. 42.


3 Eka Darmaputra, Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis daan Budaya, BPK Gunung Mulia, Jakar-
ta, hlm. 2-3. Pendekatan semacam ini juga digunakan dalam penulisan Disertasi Bernard L. Tanya, Beban Bu-
daya Lokal Menghadapi Hukum Negara, Analisis Budaya atas Kesulitan Sosio-Kultural Orang Sabu Meng-
hadapi Regulasi Negara, Program Doktor Undip, Semarang, 2000, hlm. 46-47.5 Surabaya Post, “ ’Real Estate
Investment Trust’ Mendesak”, October 2nd , 2006, http://www.surabayapost.info/detail.php?cat=5&id=37956,
accessed in October 10th , 20066 Surabaya Post, “ ’Real Estate Investment Trust’ Mendesak”, October 2nd ,
2006, http://www.surabayapost.info/detail.php?cat=5&id=37956, accessed in October 10th , 2006
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 369

Sumber data diperoleh dari informan, Lapis Indonesia (KLI), Kaliwungu, Kendal,
yakni Aktivis Wahana Lingkungan Hidup dan kasus pencemaran lingkungan yang
(WALHI) perwakilan Jawa Tengah, aktivis dilakukan PT Wonorejo Katon, Solo, serta
Indonesia Center for Invironment Law kasus pencemaran lingkungan oleh PT Palur
(ICEL), aktivis LSM Gita Pertiwi Solo, LBH Raya, Karanganyar.
Jawa Tengah, warga dan tokoh masyarakat Di Solo pencemaran dilakukan oleh
yang terlibat sengketa lingkungan, dan PT Wonorejo Katon, sebuah perusahaan
aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang tekstil (printing)
(LSM) yang memperjuangan penyelesaian yang menghasilkan limbah kimia yang di-
sengketa lingkungan hidup di berbagai buang ke Sungai Kual yang menyebabkan
tempat, seperti di Pekalongan, Demak, sungai berbau menyengat dan tidak bisa
Kendal, Karanganyar, dan Solo. dimanfaatkan oleh warga masyarakat se-
Analisis data dilakukan dengan ta- kitar. Adapun di Karanganyar pencemaran
hap menelaah seluruh data yang tersedia dilakukan oleh PT Palur Raya, sebuah
dari berbagai sumber. Dari data yang ada perusahaan penghasil penyedap rasa (vetsin)
dilakukan reduksi data dengan membuat yang menghasilkan limbah berwarna coklat
abstraksi, kemudian dilakukan pemeriksan berbau menyengat dan dibuang ke Anak
keabsahan data dan penafsiran data. Se- Sungai Bengawan Solo, seperti Sungai
cara lebih rinci analisis model pilihan Langsur, Ngringgo, dan Sungai Sroyo.
penyelesaian sengketa lingkungan jalan lain Di samping, itu limbah juga mengalir di
yang bersifat alternatif dilakukan dengan persawahan penduduk yang menyebabkan
cara mengamati secara langsung praktik aksi, masyarakat sekitar mengalami gagal panen.
interaksi antar pihak, dan cara-cara yang
yang dilakukan institusi kemasyarakatan 2 Alasan Pilihan Penyelesaian Sengketa
atau lembaga swadaya masyarakat yang melalui Lembaga Alternatif
turut terlibat dalam melakukan penyelesaian Berdasarkan data empiris diperoleh
sengketa lingkungan hidup. Dari data yang gambaran bahwa alasan masyarakat mela-
ada dianalisis lebih lanjut secara rinci dan kukan pilihan penyelesaiaan sengketa
mendalam, kemudian dideskripsikan dan pencemaran lingkungan dengan jalan lain
dikonstrusikan melalui proses dialogis, melalui lembaga nonpengadilan karena
dialektik, pemaknaan secara cermat dan penyelesaian sengketa lingkungan yang
mendalam. diajukan masyarakat melalui lembaga
pengadilan mengalami kegagalan. Atas dasar
D. Hasil dan Pembahasan itu warga masyarakat korban pencemaran
1 Gambaran Lokasi Penelitian lingkungan dengan didampingi sejumlah
Gambaran penyelesaian sengketa lembaga swadaya masyarakat dan organisasi
lingkungan hidup yang dilakukan melalui lingkungan berusaha untuk memperjuangkan
lembaga non pengadilan dapat dilihat keadilan bagi masyarakat dan lingkungan
dari penyelesaian kasus pencemaran ling- dengan jalan lain yang bersifat alternatif
kungan yang dilakukan oleh PT Kayu melalui lembaga non pengadilan.
370 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

Penyelesaian sengketa yang dilakukan Aktivis lembaga swadaya masyarakat


melalui jalur nonpengadilan didasarkan dan organisasi lingkungan yang selama ini
pada anggapan bahwa penyelesaian seng- menjadi pendamping masyarakat korban
keta lingkungan yang diajukan ke pe- pencemaran limbah industri, berperan
ngadilan, hasilnya sangat mengecewakan penting untuk mengarahkan penyelesaian
masyarakat yang terkena korban pencemaran sengketa lingkungan. Hal itu dilakukan
lingkungan4. Lembaga pengadilan dalam dengan tidak melakukan gugatan ke
menangani sengketa lingkungan selama pengadilan, tetapi menyelesaikannya mela-
ini lebih bertumpu pada ketentuan hu- lui jalan lain di luar pengadilan. Pilihan
kum formal dan kurang mempunyai ke- didasarkan pada pengkajian secara mendalam
mampuan untuk melakukan terobosan dan pertimbangkan segala aspek, termasuk
hukum dalam menterjemahkan fakta pen- untung dan ruginya bagi masyarakat korban
cemaran atau kerusakan lingkungan, de- pencemaran limbah6.
ngan mengkonstruksikannya menjadi fak- Menurut Chambliss dan Seidman,
ta hukum. Kendala terbesar yang dialami masyarakat yang stratifikikasi sosial ma-
aparat penegak hukum adalah dalam proses sih sederhana, tendensi penyelesaian
pembuktian untuk meyakinkan hakim ter- sengketa melalui pengadilan cenderung
hadap perbuatan pencemaran lingkungan. tidak menonjol, yang diutamakan adalah
Hal ini menunjukan bahwa buruknya penyelesaian melalui kompromi. Adapun
proses penyelesaian melalui litigasi (pe- dalam masyarakat yang kompleks, terdapat
ngadilan) merupakan faktor penentu yang tendensi memaksakan penyelesaian seng-
menyebabkan orang enggan dan alergi keta melalui peran lembaga pengadilan7.
untuk menggugat sengketa lingkungan ke Sebab masyarakat yang terlibat sengketa
pengadilan. Wajarlah apabila dicari dan lingkungan berbagai tempat di Jawa Tengah
dikembangkan bentuk penyelesaian sengketa dalam melakukan pilihan penyelesaian
lingkungan alternatif yang mengekspresikan sengketa tidak didasarkan pada stratifikai
ketentuan hukum lingkungan, dikenal sosial yang ada, tetapi lebih disebabkan
dengan extra judicial settlement of dispute, oleh kepentingan untuk memperoleh ke-
atau yang lebih popular disebut alternative adilan dalam memperoleh ganti rugi atas
dispute resolution, yakni penyelesaian kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
sengketa lingkungan secara komprehensif pencemaran.
dilakukan di luar pengadilan5.

4 Lihat penyelesaiaan Kasus Pencemaran yang diselesaikan melalui jalur pengadilan, seperti kasus pencemaran
sungai Banger, Pekalongan, dan kusus Pencemaran Sungai Babon Semarang.
5 Suparto Wijoyo dalam Rachmadi Usman, 2003, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 249.
6 Wawancara secara mendalam dengan Adi Nugroho, Aktivis Walhi Wilayah Jawa Tengah, tanggal 6 Agustus
2004.
7 W. J. Chambliss dan RB. Seidman, 1971, Law, Order, and Power, Massachusetts, Addison Wesley Publishing
Company, hlm. 28.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 371

Penyelesaian sengketa lingkungan tentang bagaimana dunia luar sering tidak


dengan menggunakan asas kekeluargaan bisa memahaminya. Mestinya orang
dilakukan dengan cara musyawarah. Hal ini Indonesia juga berani mengeluh seperti itu,
menunjukan adanya kepatuhan masyarakat dan tidak malah merasa bahwa apa yang
pada norma-norma ideal yang hidup dalam dipraktikannya adalah sesuatu yang keliru9.
masyarakat. Fenomena semacam itu dilihat Pilihan penyelesaian melalui lem-
dari teori struktural-fungsional, tindakan baga alternatif dengan pendekatan buda-
seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai ya (musyawarah) sebenarnya sudah
yang berlaku dalam masyarakat. Dalam menjadi bagian dari kehidupan bangsa
perspektif ini peranan budaya merupakan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa
penentu perilaku seseorang termasuk dalam sejak dahulu kala. Namun begitu mo-
menggunakan forum untuk menyelesaikan del penyelesaian dengan pendekatan
sengketa yang dihadapi. Tingkah laku budaya yang menekankan musyawarah
tersebut merupakan tingkah laku yang berdasarkan prinsip kekeluargaan tersebut
berorientasi pada nilai-nilai, yaitu berkaitan dalam perkembangannya kurang dapat
dengan standar normatif yang mengendalikan didayagunakan sehingga dalam berbagai
pilihan-pilihan individu8. praktik penyelesaian sengketa model pe-
Pilihan untuk menyelesaikan sengketa nyelesaian semacam itu di kalangan warga
lingkungan dengan menggunakan ketentuan masyarakat menjadi kurang dikenal. Seolah-
hukum nonformal adalah sebagai bagian dari olah bukan menjadi bagian dari hukum
kesetiaan masyarakat untuk melaksanakan yang hidup dalam masyarakat. Sebaliknya,
konsekuensi dari negara hukum, sesung- pengenalan hukum dan lembaga pengadilan
guhnya merupakan bentuk strukturasi dari pada masyarakat yang dilakukan selama
struktur yang sudah ada, yang dilakukan ini lebih memfokuskan pada pemahaman
masyarakat tidak lain dalam rangka mencari hukum yang formal yang memperkenalkan
keadilan yang substantif, bukan yang bahwa lembaga yang mempunyai otoritas
artifisial. menyelesaikan sengketa hanyalah lembaga
Fenomena seperti itu dilihat dari pengadilan yang dilegitimasi negara.
perspektif hukum modern dapat dikatakan
sebagai praktik aneh. Satjipto Rahardjo 3 Model Penyelesaian Sengketa Ling-
menggambarkan bahwa praktik “aneh” kungan Alternatif
dalam mengoperasionalkan hukum dapat Dalam sengketa lingkungan penye-
dilihat dari adanya institusi “musyawarah”, lesaiaan melalui jalan alternatif dilakukan
yang tidak jarang menimbulkan distorsi dengan diarahkan pada suatu kesepakatan
dalam dunia kehidupan hukum modern, yang para pihak yang bersengketa, atau dengan
cenderung menunjuk pada peraturan yang menggunakan media pihak ketiga yang tidak
sudah jelas. Orang Jepang suka mengeluh terlibat dalam sengketa. Model penyelesaian

8 G. Ritzer, 1988, Comtemporary Sociological Theory, New York, Alfred A. Knop, hlm. 114-115
9 Satjipto Raahardjo, Op Cit, hlm. 108
372 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

sengketa lingkungan seperti itu di Jawa menyembunyikan kepentingan. Karena


Tengah, ditemukan dalam kasus penyelesaian itu, selama antar para pihak masih ada
sengketa lingkungan, seperti kasus PT Kayu kepentingan tersembunyi maka penyelesaian
Lapis Indonesia (KLI), Kendal (1998-2000), yang tuntas tidak akan terwujud.
kasus PT Wonorejo Katon, Sala (1999- Penyelesian sengketa alternatif yang
2002), dan PT Palur Raya, Karanganyar dilakukan lebih mendasarkan pada cara
(1999-2004).. negosiasi yang didorong dan difasilitasi
Model penyelesaian sengketa alternatif pihak lembaga swadaya masyarakat atau
menurut John Burton lebih dekat pada organisasi lingkungan dengan meng-
model penyelesaian yang disebut sebagai hadirkan pihak ketiga (mediator) netral.
penyelesaian sengketa (settlement of dispute), Peran lembaga formal masyarakat seperti
yang di dalamnya terdapat wewenang dan Lembaga Masyarakat Desa (LMD) atau
hukum, yang dapat dimintakan kepada para Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Kepala
pihak oleh kelompok penengah (mediator) Desa tidak banyak membantu dalam
untuk dilaksanakan. Dalam hal ini pen- menyelesaikan masalah. Beberapa upaya
dekatan tradisional terhadap manajemen pengaduan yang dilakukan masyarakat
dan pengaturan sengketa pada umumnya korban pencemaran lingkungan tidak da-
berdasarkan mediasi dan negosiasi. Pen- pat diselesaikan dengan tuntas, sehingga
dekatan ini hanya akan berjalan apabila masyarakat berusaha mencari jalan lain,
pihak-pihak yang bersengketa setuju untuk dengan manaruh harapan pada lembaga
bernegosiasi dan mempunyai sesuatu yang swadaya masyarakat atau organisasi ling-
nyata yang dapat ditawarkan10. kungan untuk memperjuangkan aspirasi dan
Namun demikian, model penyelesaian hak-haknya.
sengketa jalan lain seperti ini letak keber- Ketidakpercayaan masyarakat ke-
hasilannya akan sangat bertumpu pada para pada lembaga formal yang ada untuk
pihak yang bersengketa sendiri dan peran menyelesaikan masalah dan untuk men-
lembaga mediator. Lembaga mediatordapat dorong terciptanya suatu tatanan ma-
berupa lembaga swadaya masyarakat atau syarakat, lembaga formal semacam BPD
organisasi lingkungan yang mendampingi ataupun Kepala Desa kurang bisa berfungsi
masyarakat dengan pihak perusahaan yang optimal. Menurut Loekman Soetrisno hal itu
dituduh telah melakukan pencemaran. disebabkan pertama, organisasi yang ada di
Para pihak yang terlibat dalam proses desa kecuali LSM pada umumnya bukan
negosiasi penyelesaian sengketa dituntut merupakan suatu organisasi yang bersifat
untuk berpikir jenih, mengedepankan hati otonom. Kebanyakan organisasi tersebut
nurani, dan membicarakan dari hati ke hati dibentuk oleh pemerintah; mereka sangat
secara transparan tanpa ada upaya untuk tergantung pada pihak pemerintah dan

10 Burton dalam El Fatih A. Abdel Salam, “Kerangka Teoritik Penyelesaian Konflik”, 2004, Associate Profesor,
Departement of Political Sciences, Kulliyyah of Islamic Revelead Knowlage and Human Science Internasi-
onal Islamic University, Kuala Lumpur Malaysia, hlm. 16
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 373

program-programnya. Kedua, di kalangan melalui mediasi. Keuntungan pertama


birokrat pemerintah masih sangat sedikit adalah penghematan, biaya yang diperlukan
yang mau memahami makna penting cara untuk menyelesaikan sengketa lebih
dan pikiran alternatif yang datang dari murah jika dibandingkan biaya yang
masyarakat, termasuk kritik dan masukan dikeluarkan melalui pengadilan. Kedua,
terhadap penanganan masalah dan kebijakan penyelesaian lebih cepat. Ketiga, hasil
yang diambil pemerintah. Ketiga, masih yang dicapai lebih memuaskan semua
lemahnya partai politik dan lembaga pihak. Keempat, kesepakatan yang dicapai
pers sebagai wahana masyarakat untuk bersifat komprehensif. Kelima, praktik dan
berpartisipasi dalam proses pengambilan pembelajaran prosedur penyelesaian kreatif.
keputusan11. Keenam, tingkat pengendalian lebih besar
Model penyelesaian sengketa alternatif dan hasil yang dicapai bisa diduga. Ketujuh,
dengan mediasi menurut C. W. Moore dapat memberdayakan individu. Kedelapan,
digambarkan sebagai intervensi terhadap melestarikan hubungan yang sudah berjalan.
suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak Kesembilan, keputusan-keputusannya bisa
ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan dilaksanakan. Kesepuluh, kesepakatan
netral, tidak mempunyai kewenangan untuk yang dicapai akan lebih baik. Kesebelas,
mengambil keputusan dalam membantu keputusan dapat berlaku tanpa mengenal
para pihak yang berselisih sebagai upaya batas waktu14.
mencapai kesepakatan secara sukarela dalam Kendala yang menjadi penghambat
menyelesaikan masalah yang disengketakan dalam penyelesaiaan sengketa lingkungan,
para pihak12. Tujuan dari penyelesaiaan dilihat dari sisi pengusaha berakar pada
sengketa melalui mediasi adalah pertama, cara berpikir pengusaha yang keliru men-
menghasilkan suatu rencana kesepakatan ke terjemahkan investasi sebagai kepentingan
depan yang dapat diterima dan dijalankan yang harus diperlakukan segala-galanya
oleh para pihak yang bersengketa. Kedua, (istimewa), baik dalam pemberian fasilitas
mempersiapkan para pihak yang bersengketa lahan, modal, proteksi, perlakukan khusus
untuk menerima konsekwensi dari dan perilakuknya terhadap lingkungan
keputusan yang dibuat. Ketiga, mengurangi yang cenderung eksploitatif dan merusak.
kekhawatiran dan dampak negatif lainnya Persepsi semacam itu seringkali didukung
dari suatu konflik dengan cara membantu pemerintah yang berkuasa dengan berbagai
pihak yang bersengketa untuk mencapai alasan, sehingga kalau terjadi sengketa
penyelesian secara konsensus13. lingkungan dengan masyarakat hampir
Ada beberapa keuntungan yang di- dipastikan pihak pemerintah lebih banyak
peroleh dengan menyelesaikan sengketa membela kepentingan pengusaha dan tidak

11 Loekman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 46.
12 C. W. Moore, 2001, The Mediation Process Practical Strategies or Resolving Conflict dalam Joni Emirjon,
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, Gramedia, hlm. 68.
13 Joni Emirjon, 2001, Op Cit, hlm. 72.
14 C. W. Moore dalam Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 173-274.
374 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

begitu mengindahkan hak-hak masyarakat. membicarakan bagaimana baiknya. Di


Gambaran seperti itu menunjukan konfigurasi samping itu, perlu adanya mediator untuk
yang lebih mengedepankan egoisme melakukan berbagai pendekatan pada para
kekuasaan dan pendekatan kekuatan yang pihak agar dapat diperoleh kesepakatan.
tumbuh subur pada era Orde Baru. Keberadaan lembaga mediator yang di-
Dalam kasus penyelesian sengketa wakili lembaga swadaya masyarakat untuk
lingkungan, sebenarnya masyarakat tidak menjadi media penengah dan perantara
akan melakukan penuntutan terlampau jauh dalam penyelesaian sengketa yang di da-
terhadap perusahaan yang dituduh telah lamnya melibatkan pihak masyarakat amat
melakukan pencemaran atau perusakan diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar ter-
lingkungan, apabila pihak perusahaan mau dapat tawar-menawar yang berimbang
memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya. antar para pihak yang sering menempatkan
Demikian juga pemerintah tidak akan masyarakat dalam posisi lemah dengan
melakukan pemihakan yang menyebabkan akses dan hak-hak yang terbatas.
kepercayaan masyarakat menjadi hilang. Lembaga mediasi akan lebih in-
Secara sederhana kalau ada upaya konkret dependen bila saja dilakukan oleh organisasi
dari kesepakatan yang sudah dibuat dan kemasyarakatan yang tidak mempunyai
menempatkan masalah secara proporsional, pamrih material. Untuk menghindari mun-
serta tidak menjadikan masyarakat sebagai culnya lembaga swadaya masyarakat jadi-
pihak yang dianggap mudah untuk dikelabuhi jadian yang sering kali hanya menimbulkan
dengan cara mengulur-ulur janji, masyarakat masalah yang berlarut-larut, standarisasi
sebenarnya tidak akan mempermasalahan lembaga swadaya masyarakat yang menjadi
secara berlebihan. mediator sengketa lingkungan masih di-
Penyelesaian dengan cara alterna- perlukan asal tidak dimaksudkan untuk
tif dengan pendekatan partisipatif mem- membatasi ruang gerak dan kewenangan
beri harapan yang prospektif untuk me- dengan persyaratan yang terkesan mengada-
nyelesaikan masalah. Dalam berbagai upaya ada.
penyelesaiaan sengketa terbukti lebih banyak Menurut Abdul Hakim Garuda Nu-
berhasil dibandingkan dengan dilakukan santara, efektivitas penyelesaian sengketa
melalui pengadilan. Penyelesaian dilakukan di luar pengadilan melalui lembaga mediasi
secara kooperatif, diarahkan pada suatu dalam menangani sengketa dihadapkan
kesepakatan atau solusi sengketa bersifat pada problem ketidakseimbangan kekuatan
win-win solution, yang mengedepankan antar para pihak yang terlibat sengketa.
musyawarah yang mampu mencerminkan Karena itu, lembaga mediasi tetap riskan
kepentingan para pihak yang terlibat bagi masyarakat yang secara politik dan
sengketa. ekonomi berada dalam posisi lemah ketika
Dalam hal ini keberhasilannya amat dihadapkan pada hegemoni dunia usaha.
ditentukan oleh para pihak yang bersengketa Dengan kata lain, mediasi memerlukan
sendiri, yakni harus membuka diri untuk persyaratan adanya keseimbangan kekuatan
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 375

antar kedua belah pihak yang bersengketa. sengketa. Karena itu, pendekatan mediasi
Namun demikian, mediasi merupakan dengan ditopang oleh lembaga kultural
salah satu dari empat lembaga alternatif merupakan peluang yang baik untuk
penyelesaian sengketa yang tetap terus menyelesaikan sengketa, dengan cara yang
dikembangkan dan mempunyai prospek lebih murah, cepat, mudah, dan terjangkau
yang baik untuk menyelesaikan sengketa di masyarakat.
dalam masyarakat15.
Untuk menjamin agar fungsi mediasi 4 Penyelesaian Sengketa Alternatif
benar-benar berjalan efektif, harus dipasti- dalam Hukum Formal
kan bahwa mediator benar-benar cakap Penyelesaian sengketa menurut Gerald
dan mampu serta memahami karakteristik Turkel17 dapat dilakukan melalui media
masyarakat setempat berikut potensi seng- informal yang bersifat alternatif, yakni
keta yang terjadi. Karakteristik kasus yang melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase.
ditangani juga harus dipahami dengan baik Negosiasi penyelesaiannya dilakukan para
sebab dalam kasus persengketaan sumber pihak sendiri atau dengan advis lawyer,
daya alam, termasuk di dalamnya lingkungan atau diwakili lawyer. Mediasi dilakukan
hidup terkadang ada salah satu pihak yang dengan melibatkan pihak ketiga yang netral
memiliki akses lebih kuat sehingga mediasi sebagai mediator. Arbitrase penyelesaiannya
berjalan tidak seimbang16. diserahkan pada pihak ketiga yang
Untuk itu mediasi diperlukan untuk mempunyai kewenangan membuat kepu-
mengembangkan sistem politik yang nan- tusan.
tinya bisa bekerja untuk semua pihak. Karena Model penyelesaian sebagaimana
itu, gagasan untuk menyuburkan mediasi dikemukakan Gerald Turkel bersifat
dengan berstandar pada kekuatan kultural hierarkis, yakni penyelesaian sengketa pada
masyarakat perlu untuk ditindaklanjuti. tahap awal melalui negosiasi dan mediasi
Kegiatan pengembangan lembaga mediasi dilakukan dengan menggunakan metode dan
harus didasari kenyataan bahwa penyelesaian interaksi yang berlangsung secara informal,
sengketa atau penegakan hukum masih sukarela dan akal sehat. Selanjutnya pe-
terlalu memberi tekanan pada aspek nyelesaian bergerak ke arah arbitrase dan
prosedural semata. Secara empiris perlakuan kemudian litigasi dengan struktur yang lebih
hukum masih berpihak pada kelompok formal, yang menggunakan mekanisme
dengan status sosial yang lebih tinggi. Suatu atau prosedur dan pembuktian bersifat
kenyataan bahwa dalam masyarakat telah formal18. Pendapat Gerald Turkel tersebut
terdapat instrumen kultural dan adat yang tidak sama dengan realitas di lapangan
dapat digunakan dalam menyelesaikan dalam penyelesaiaan sengketa lingkungan.

15 Abdul Hakim Garuda Nusantara, Fungsi Mediasi Dihadapkan pada Ketidakseimbangan, Kompas, 19 Okto-
ber 2004.
16 Ibid,
17 Gerald Turkel, 1996, Law and Society, Critical Approaches, Printed In United State of America, hlm. 208.
18 Ibid, hlm. 215
376 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

Karena masyarakat dan lembaga swadaya pengembangan dari cara-cara tersebut.


masyarakat yang berkepentingan dengan Kelima, tersedianya lembaga penyedia jasa
lingkungan melakukan pilihan negosiasi penyelesaian sengketa dapat dibentuk oleh
atau mediasi bukan sebagai tahap awal, masyarakat atau pemerintah19.
tetapi dilakukan setelah tahap penyelesaian Penyelesaian sengketa lingkungan
sengketa lingkungan yang dilakukan melalui hidup melalui ADR dilakukan secara suka
pengadilan hasilnya tidak memuaskan. rela oleh para pihak yang berkepentingan,
Dalam hukum formal, model pe- yaitu para pihak yang mengalami kerugian
nyelesaian sengketa lingkungan alternatif dan mengakibatkan kerugian, instansi
yang dilakukan melalui lembaga non- pemerintah yang terkait dengan subjek
pengadilan belum diakomodasi secara me- yang disengketakan, serta dapat melibatkan
madai. Undang-UndangU No. 23 tahun 1997 pihak yang mempunyai kepedulian terhadap
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengelolaan lingkungan hidup.
yakni Pasal 31, 32 dan 33 belum mengatur Untuk melancarkan jalannya perun-
apa-apa yang mencerminkan realitas dingan dalam mekanisme ADR, para pihak
dan aspirasi yang hidup dan dikehendaki dapat meminta jasa pihak ketiga netral
masyarakat. Secara garis besar memang yang dapat berbentuk pertama, pihak ketiga
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan netral, bisa memiliki atau tidak memiliki
Hidup telah mengatur prinsip-prinsip kewenangan mengambil keputusan. Kedua,
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai
yang dikenal dengan alternative dispute pihak yang memfasilitasi para pihak untuk
resolution. Namun demikian, pengaturan mencapai kesepakatan. Ketiga, pihak
belum mencerminkan apa yang dikehendaki ketiga netral yang memiliki kewenangan
para pihak, terutama pihak masyarakat dan mengambil keputusan berfungsi sebagai
aktivis lingkungan. arbiter, dan semua putusan arbitrase ini
Konsep penyelesaian sengketa alter- bersifat tetap dan mengikat, sedang yang
natif dalam UU No. 23 tahun 1997 berisi, tidak mempunyai kewenangan berfungsi
pertama, ADR dilakukan dalam konteks sebagai mediator atau pihak ketiga lainnya.
upaya penyelesaian sengketa lingkungan Ketentuan penyelesaian sengketa me-
hidup. Kedua, penerapan ADR tidak dapat lalui lembaga nonpengadilan yang diatur
dipaksakan tetapi bersifat suka rela dan dalam hukum formal terlampau prosedural
pilihan. Ketiga,ADR tidak dapat diberlakukan dan menyulitkan keberadaan dan aktivitas
terhadap sengketa yang diindikasikan LSM dan organisasi lingkungan yang akan
terdapat pelanggaran atau kejahatan pidana menjadi mediator. Hak itu karena adanya
lingkungan. Keempat, pilihan pelaksanaan persyaratan yang teramat ketat dan terkesan
ADR dapat berupa mediasi, arbitrase mengada-ada. Karena itu, dalam praktik
maupun cara lain yang merupakan bentuk ketentuan tersebut sering kali disimpangi.

19 Lihat Pasal 31, 32, dan 33 UU Np. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 377

Untuk memperoleh keberhasilan, me- lesaian sengketa melalui ADR. Sistem


nurut Joseph Montville, pihak ketiga netral pengelolaan pengaduan merupakan upaya
yang bertindak sebagai mediator dapat terpadu untuk menanggapi, menangani
membuat peta jalan ke depan yang dilaku- dan menindaklanjuti pengaduan yang
kan dengan metode-metode dan proses- disampaikan masyarakat tentang adanya
proses praktis yang dikenal dengan teori pencemaran atau perusakan lingkungan.
“diplomasi jalur dua”. Didefinisikan bahwa Kedua, peraturan pemerintah tentang
teori diplomasi jalur dua adalah membangun jasa pelayanan penyelesaiaan sengketa ling-
suasana interaksi tidak resmi (non formal) kungan yang bersifat operasional, dipan-
antar para pihak yang bersengketa, dengan dang perlu untuk mengatur beberapa hal.
tujuan untuk mengembangkan strategi- Hal yang perlu diatur misalnya prinsip ADR
strategi yang dapat mempengaruhi para secara suka rela/pilihan, peran masyarakat,
pihak dan pendapat umum dalam rangka lembaga penyedia jasa harus memiliki
mencapai kesepakatan bersama20. keterampilan dan memegang teguh etika
Diplomasi jalur dua ini sama sekali profesi, dan prinsip bahwa lembaga jasa
tidak dirancang untuk menggantikan diplo- pelayanan yang dibentuk pemerintah me-
masi resmi (jalur satu). Diplomasi jenis ini miliki kemandirian yang tercermin dalam
sering kali membukakan jalan bagi negosiasi- kreteria dan proses pengangkatannya.
negosiasi resmi dan mampu melahirkan Ketiga, penanganan sumber daya
perubahan sikap (attitude), persepsi dan manusia perlu untuk dilakukan sebagai
pendapat para pihak, opini umum dan konsekuensi dari keberadaan lembaga
berguna dalam pengambilan keputusan. penyedia jasa yang bersifat netral tidak
Melalui perubahan ini akan memunculkan memihak dan profesional. Keempat,
kemampuan melihat sengketa dalam bing- pemasyarakatan konsep-konsep ADR beserta
kai baru. Di sinilah akan diperoleh cara kegunaannya perlu untuk terus dilakukan,
pandang terhadap penyelesaian kasus yang tidak hanya pada tingkat pejabat pemerintah,
tadinya sengketa dianggap sebagai habis perusahaan tetapi juga masyarakat luas.
habisan (zero sum) berubah ke arah bahwa Kelima, penegakan hukum lingkungan agar
penyelesaian sengketa adalah sama-sama efektif dan perlu untuk diperkuat melalui
(win-win solution). ADR, pihak-pihak yang terlibat sengketa
Ketentuan ADR merupakan konsep lingkungan perlu untuk lebih diberi motivasi
baru, maka konsep tersebut menurut Mas sehingga merasa berkepentingan untuk
Akhmad Santoso21 perlu dibarengi langkah- menjatuhkan pilihannya pada ADR.
langkah, pertama, pengembangan prosedur Untuk melaksanakan penyelesaian
pengelolaan pengaduan masyarakat, yang sengketa melalui nonpengadilan, pemerintah
akan berfungsi sebagai pintu masuk penye- telah mengeluarkan peraturan pemerintah

20 Joseph Montville dalam El Fatih A. Abdul Salam, Ibid, hlm. 17


21 Mas Akhmad Santoso, “Alternative Dispute Resolution dan Audit Lingkungan”, 1998, Makalah Seminar
Nasiona,l Fakultas Hukum Undip, Semarang, hlm. 5-7.
378 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penye- perundingan. Kalaupun mau untuk be-
lesaian Sengketa Lingkungan di Luar runding lebih banyak didasarkan karena
Pengadilan22. Lembaga ini bersifat bebas keterpaksaan, akibatnya hasil yang diperoleh
dan tidak berpihak kepada para pihak yang tidak memuaskan. Kedua, para pihak
bersengketa, merupakan pihak ketiga netral yang melakukan perundingan sering kali
dan mandiri. Pihak ketiga netral dapat menempatkan diri sebagai pihak yang perlu
memiliki kewenangan untuk mengambil diutamakan, dan tidak mau mengalah. Pihak
keputusan (arbiter) maupun dapat berupa perusahaan biasanya merasa kedudukannya
tidak memiliki kewenangan mengambil lebih penting, merasa keberadaannya amat
keputusan (mediator atau pihak ketiga dibutuhkan masyarakat, pemerintah, dan
lainnya)23. pasar, sehingga sering kali meminta supaya
diperlakukan istimewa.
5 Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Ketiga, sering kali dalam penyelesaian
Problem Kepastian Hukum sengketa lingkungan, masing-masing pi-
Penyelesaian sengketa lingkungan hak tetap bertahan pada pendiriannya
melalui lembaga alternatif sering kali sehingga sulit untuk mencari titik temu
bermasalah berkaitan dengan keabsahan, penyelesaiannya. Akibatnya, ketegangan
berupa kepastian dan standar yang dijadikan akan berlarut-larut dan sulit untuk mencapai
acuan oleh para pihak untuk melakukan titik singgung yang bisa disepakati.
eksekusi. Kesepakatan yang sudah disetujui Keempat, sering kali tuntutan yang diajukan
para pihak yang bersengketa sering kali pihak masyarakat tidak berdasarkan fakta
dilanggar sendiri oleh para pihak. Sehingga yang sesungguhnya, apa yang dituntut
mudah menimbulkan ketegangan antar para terlampau berlebihan, sehingga sulit untuk
pihak yang bersengketa dan berpotensi dipenuhi pihak perusahaan. Sebaliknya,
menjadi konflik sosial yang bisa terjadi dalam setiap langkah perundingan pihak
sewaktu waktu. Kondisi seperti itu, kalau perusahaan cenderung mengulur-ulur waktu
terus dibiarkan, berakibat tidak akan me- untuk kemudian berusaha mengalihkan
nguntungkan, baik bagi masyarakat sendiri perhatian dan mengaburkan persoalan yang
ataupun perusahaan dan iklim investasi. sesungguhnya.
Secara umum kendala penyelesaian Kelima, kesepakatan yang telah
sengketa lingkungan melalui lembaga dilakukan sulit untuk dilaksanakan
non peradilan terletak pada, pertama para (eksekusi) karena kesepakatan semacam
pihak yang bersengketa, terutama pihak itu tidak sekuat keputusan yang dijatuhkan
perusahaan sering merasa pihaknya tidak lembaga peradilan sehingga pelaksanaan
bersalah dan enggan untuk melakukan kesepakatan tergantung niat baik masing-

22 Lihat PP No. 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan.
23 Lihat Pasal 1 PP No. 54 Tahun 2000
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 379

masing pihak Dalam hal ini sekalipun suatu keputusan pengadilan mengandung
kesepakatan dilakukan secara tertulis di atas konsekuensi hukum. Karena itu, kalau
kertas bermaterai melalui akte notaris, tetapi hakim sejak awal tidak dilibatkan melalui
tetap saja membuka peluang para pihak pemeriksaan yang dilakukan di persidangan,
untuk mengingkari di kemudian hari ketika hakim biasanya tidak mau untuk membuat
akan dilaksanakan. keputusan yang sifatnya hanya menetapkan
Untuk mengatasi problem kepastian kesepakatan yang sudah dilakukan para
dalam eksekusi dapat dilakukan dengan pihak dalam menyelesaikan sengketa25.
cara kesepakatan yang sudah disetujui oleh Cara lain untuk mengatasi problem
para pihak, kemudian diaktenotariskan, lalu kepastian hukum dilakukan dengan mem-
dimintakan ke pengadilan untuk ditetapkan bahwa hasil kesepakatan yang sudah
dengan suatu keputusan yang dikeluarkan dilakukan para pihak di luar pengadilan
oleh hakim Pengadilan Negeri setempat. ke pengadilan untuk disidangkan secara
Akan tetapi dalam kasus penyelesaian formal. Setelah itu para pihak yang
sengketa lingkungan yang dilakukan di luar bersangkutan menyatakan berdamai dan
pengadilan, seperti kasus PT Palur Raya, meminta hakim untuk menjatuhkan pu-
Karangnyar sekalipun dalam beberapa kali tusan berdasarkan kesepakatan yang sudah
kesempatan pihak pengadilan dilibatkan mereka dilakukan. Pengadilan dalam men-
dalam negosiasi, tetapi tidak sampai pada jalankan tugas menyelesaikan sengketa
permintaan pada Pengadilan Negeri setempat hanya untuk memberi legitimasi formal
untuk mengesahkan hasil kesepakatan. semata. Sementara persoalan yang menjadi
Pertimbangannya kesepakatan yang sudah pokok sengketa para pihak sebenarnya
dilakukan para pihak dengan pengesahan sudah mencair melalui musyawarah yang
dilakukan notaris dianggap sudah cukup sudah disepakati bersama. Dalam realitas
mengikat para pihak, sehingga tidak perlu juga ditemukan model penyelesaikan
lagi meminta Pengadilan Negeri untuk sengketa lingkungan yang diselesaikan
melakukan pengesahan24. melalui lembaga pengadilan tetapi para
Lebih lanjut dikatakan sekalipun secara pihak menerima tawaran berdamai sehingga
hukum dimungkinkan, tetapi kebanyakan pengadilan tinggal memutus penyelesaian
hakim enggan untuk melakukannya, sengketa sebagaimana yang diinginkan para
dengan alasan bagaimanapun keputusan pihak26.
Pengadilan Negeri harus dibuat berdasarkan Berkaitan dengan itu, MA telah
pertimbangan hukum, yang harus terlebih mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) No. 1
dahulu dilakukan pemeriksaan secara tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan
cermat di pengadilan. Di samping itu, Tingkat Pertama dalam Menerapkan Lembaga

24 Diskusi secara mendalam dengan Purwanto, SH, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Karangayar, 12 September
2003.
25 Ibid
26 Lihat gugatan warga masyarakat korban penyemaran Teluk Buyat terhadap PT Newmont, warga masyarakat
dengan didampingi LBH Sehat melakukan perdamaian di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
380 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410

Damai. SEMA tersebut berisi petunjuk agar yang lebih adil jika dibandingkan dengan
semua hakim yang menyidangkan perkara dilakukan di pengadilan28. Hal ini sesuai
sungguh-sungguh berusaha mengusahakan dengan pendapat Marc Galanter dalam
perdamaian. Pelaksanaan perdamaian hen- justice in many rooms, Marc Galanter29
daknya dilakukan dalam bentuk mediasi mengatakan bahwa keadilan tidak hanya
dengan dipimpin seorang mediator dari ditemukan di lembaga formal (pengadilan),
hakim yang tidak menjadi majelis pemeriksa tetapi dapat juga ditemukan di berbagai
perkara yang bersangkutan. lingkungan sosial.
Penerapan surat edaran MA tersebut
dalam tataran realitas ternyata mengundang D. Kesimpulan
sejumlah persoalan sehingga tidak dapat Alasan masyarakat melakukan pilih-
dijalankan oleh hakim di Pengadilan Negeri. an penyelesaian sengketa pencemaran
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lingkungan dengan jalan alternatif melalui
petunjuk teknis mengenai tata cara atau lembaga nonpengadilan adalah karena
prosedur mediasi yang dapat dilakukan oleh penyelesaian sengketa lingkungan yang
hakim di Pengadilan Negeri. Di samping diajukan masyarakat melalui lembaga
itu karena tidak adanya kejelasan siapa pengadilan mengalami kegagalan. Atas
yang membiayai penyelesaian sengketa dasar itu warga masyarakat korban
melalui mediasi yang dilakukan hakim, pencemaran lingkungan dengan didampingi
Pengadilan Negeri tidak menyediakan dana sejumlah lembaga swadaya masyarakat
untuk itu, sehingga hakim merasa enggan dan organisasi lingkungan berusaha untuk
untuk menyelesaikan sengketa dengan cara memperjuangkan keadilan masyarakat dan
mediasi27. keadilan lingkungan.
Namun demikian, dengan berbagai Model penyelesaian sengketa ling-
kekurangan dan kelemahan yang ada kungan melalui lembaga nonpengadilan
dalam praktik, penyelesaian sengketa bersifat alternatif merupakan model
lingkungan yang dilakukan melalui lembaga penyelesaian yang dirancang dalam bentuk
nonpengadilan diakui telah memberikan forum mediasi, di dalamnya terdapat proses
manfaat dan harapan yang lebih baik penyelesaian sengketa lingkungan yang
kepada para pihak, terutama dilihat dari menunjukan ke arah bagaimana baiknya
nilai-nilai keadilan lingkungan dan keadilan berdasarkan win-win solution. Model penye-
masyarakat. Berdasarkan data empiris lesaian ini merupakan model penyelesaian
penyelesaian sengketa yang dilakukan di yang efisien, murah, cepat, dan mampu
luar pengadilan menghasilkan keputusan menghasilkan keputusan yang lebih baik jika

27 Wawancara dengan hakim PN Karanganyar dan Surakarta, tanggal 23 Juni 200530 Ibid, p. 100-101
28 Lihat tabel 3 dan 4, Bandingkan Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Pengadilan dan Non Pengadilan.
29 Marc Galanter, 1981, Justice in Many Rooms : Court Private Ordering, and Indigenous Law, dalam Journal
of legal Pluralism, hlm. 17.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 381

dibandingkan penyelesaian melalui lembaga Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan


pengadilan. sehingga sampai sekarang pendirian
Dalam hukum formal, penyelesaian lembaga semacam itu belum direspon oleh
sengketa lingkungan melalui lembaga masyarakar dengan baik.
non pengadilan belum diakomodasi Untuk mengatasi problem kepastian
secara memadai dalam UU No. 23 tahun hukum dilakukan dengan mengembangkan
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan model penyelesaian sengketa lingkungan
Hidup ataupun peraturan pelaksanaannya. melalui lembaga alternatif, yakni lembaga
Instrumen peraturan yang ada ternyata mediasi yang berkepastian hukum dengan
terlampau prosedural dan mencantumkan cara menghadirkan forum mediasi yang
persyaratan yang terlampau ketat bagi pihak diakui dan dilegitimasi oleh lembaga
masyarakat yang akan mendirikan Lembaga pengadilan.
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian

DAFTAR PUSTAKA

Hakim G.N., Abdul, Fungsi Mediasi Gerald Turkel, 1996, Law and Society,
Dihadapkan pada Ketidakseimbangan, Critical Approaches, Printed In United
Kompas, 19 Oktober 2004. State of America.
Gidden, Anthony, 1984, The Constitution G. Ritzer, 1988, Comtemporary Sociological
of Society, Los Angeles University of Theory, Alfred A. Knop, New York.
California Press. Soetrisno, Loekman, 1995, Menuju Ma-
Burton dalam El Fatih A. Abdel Salam, syarakat Partisipatif, Kanisius, Yogya-
2004, “Kerangka Teoritik Penyelesaian karta.
Konflik”, Associate Profesor, Departe- Galanter,Marc, Justice in Many Rooms :
ment of Political Sciences, Kulliyyah Court Private Ordering, and Indigenous
of Islamic Revelead Knowlage and Law, dalam Journal of legal Pluralism,
Human Science Internasional Islamic 1981.
University, Kuala Lumpur Malaysia. Santoso, Mas Akhmad, “Alternative Dispute
Bernard L. Tanya, Beban Budaya Lokal Resolution dan Audit Lingkungan”,
Menghadapi Hukum Negara, Analisis Makalah Seminar Nasional, Fakultas
Budaya atas Kesulitan Sosio-Kultural Hukum Undip, Semarang, 1998.
Orang Sabu Menghadapi Regulasi Rachmadi, Usman, 2003, Pembaharuan
Negara, Program Doktor Undip, Hukum Lingkungan Nasional, PT Citra
Semarang, 2000. Aditya Bakti, Bandung.
C. W. Moore, 2001, The Mediation Process Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi-sisi Lain dari
Practical Strategies or Resolving Hukum di Indonesia, Penerbit Buku
Conflict dalam Joni Emirjon, Alternatif Kompas, Jakarta.
Penyelesaian Sengketa di Luar W. J. Chambliss dan RB. Seidman, 1971,
Pengadilan, Gramedia, Jakarta. Law, Order, and Power, Massachusetts,
Addison Wesley Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai