Abstract
Resolving environmental dispute through court litigation often ends up with failure.
As a consequence, society in ccoperation with Non-Governmental Organization (NGO) and
environmental organization prefer to use Alternative Dispute resolution (ADR) to reslove
environmental dispute. In this regard, mediation is often chosen by the parties as it promotes
a “win-win solution”. Moreover, mediation offers efficient, cheap and fast dispute resolution
process. However, Indonesian law has not adequately accomodated the use of ADR in envi-
ronmental dispute. As a consequence, the problem pf legal certainty often come up. In order
to overcome this situation, it is important to develop a mediation process that ensures the
legal certainty for both of the disputants. This can be done by developing a mediation forum
which is legalized by court
* Penelitian Dibiayai melalui Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional,
2007
** Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
1 Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 196.
368 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
Sumber data diperoleh dari informan, Lapis Indonesia (KLI), Kaliwungu, Kendal,
yakni Aktivis Wahana Lingkungan Hidup dan kasus pencemaran lingkungan yang
(WALHI) perwakilan Jawa Tengah, aktivis dilakukan PT Wonorejo Katon, Solo, serta
Indonesia Center for Invironment Law kasus pencemaran lingkungan oleh PT Palur
(ICEL), aktivis LSM Gita Pertiwi Solo, LBH Raya, Karanganyar.
Jawa Tengah, warga dan tokoh masyarakat Di Solo pencemaran dilakukan oleh
yang terlibat sengketa lingkungan, dan PT Wonorejo Katon, sebuah perusahaan
aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang tekstil (printing)
(LSM) yang memperjuangan penyelesaian yang menghasilkan limbah kimia yang di-
sengketa lingkungan hidup di berbagai buang ke Sungai Kual yang menyebabkan
tempat, seperti di Pekalongan, Demak, sungai berbau menyengat dan tidak bisa
Kendal, Karanganyar, dan Solo. dimanfaatkan oleh warga masyarakat se-
Analisis data dilakukan dengan ta- kitar. Adapun di Karanganyar pencemaran
hap menelaah seluruh data yang tersedia dilakukan oleh PT Palur Raya, sebuah
dari berbagai sumber. Dari data yang ada perusahaan penghasil penyedap rasa (vetsin)
dilakukan reduksi data dengan membuat yang menghasilkan limbah berwarna coklat
abstraksi, kemudian dilakukan pemeriksan berbau menyengat dan dibuang ke Anak
keabsahan data dan penafsiran data. Se- Sungai Bengawan Solo, seperti Sungai
cara lebih rinci analisis model pilihan Langsur, Ngringgo, dan Sungai Sroyo.
penyelesaian sengketa lingkungan jalan lain Di samping, itu limbah juga mengalir di
yang bersifat alternatif dilakukan dengan persawahan penduduk yang menyebabkan
cara mengamati secara langsung praktik aksi, masyarakat sekitar mengalami gagal panen.
interaksi antar pihak, dan cara-cara yang
yang dilakukan institusi kemasyarakatan 2 Alasan Pilihan Penyelesaian Sengketa
atau lembaga swadaya masyarakat yang melalui Lembaga Alternatif
turut terlibat dalam melakukan penyelesaian Berdasarkan data empiris diperoleh
sengketa lingkungan hidup. Dari data yang gambaran bahwa alasan masyarakat mela-
ada dianalisis lebih lanjut secara rinci dan kukan pilihan penyelesaiaan sengketa
mendalam, kemudian dideskripsikan dan pencemaran lingkungan dengan jalan lain
dikonstrusikan melalui proses dialogis, melalui lembaga nonpengadilan karena
dialektik, pemaknaan secara cermat dan penyelesaian sengketa lingkungan yang
mendalam. diajukan masyarakat melalui lembaga
pengadilan mengalami kegagalan. Atas dasar
D. Hasil dan Pembahasan itu warga masyarakat korban pencemaran
1 Gambaran Lokasi Penelitian lingkungan dengan didampingi sejumlah
Gambaran penyelesaian sengketa lembaga swadaya masyarakat dan organisasi
lingkungan hidup yang dilakukan melalui lingkungan berusaha untuk memperjuangkan
lembaga non pengadilan dapat dilihat keadilan bagi masyarakat dan lingkungan
dari penyelesaian kasus pencemaran ling- dengan jalan lain yang bersifat alternatif
kungan yang dilakukan oleh PT Kayu melalui lembaga non pengadilan.
370 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
4 Lihat penyelesaiaan Kasus Pencemaran yang diselesaikan melalui jalur pengadilan, seperti kasus pencemaran
sungai Banger, Pekalongan, dan kusus Pencemaran Sungai Babon Semarang.
5 Suparto Wijoyo dalam Rachmadi Usman, 2003, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 249.
6 Wawancara secara mendalam dengan Adi Nugroho, Aktivis Walhi Wilayah Jawa Tengah, tanggal 6 Agustus
2004.
7 W. J. Chambliss dan RB. Seidman, 1971, Law, Order, and Power, Massachusetts, Addison Wesley Publishing
Company, hlm. 28.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 371
8 G. Ritzer, 1988, Comtemporary Sociological Theory, New York, Alfred A. Knop, hlm. 114-115
9 Satjipto Raahardjo, Op Cit, hlm. 108
372 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
10 Burton dalam El Fatih A. Abdel Salam, “Kerangka Teoritik Penyelesaian Konflik”, 2004, Associate Profesor,
Departement of Political Sciences, Kulliyyah of Islamic Revelead Knowlage and Human Science Internasi-
onal Islamic University, Kuala Lumpur Malaysia, hlm. 16
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 373
11 Loekman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 46.
12 C. W. Moore, 2001, The Mediation Process Practical Strategies or Resolving Conflict dalam Joni Emirjon,
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta, Gramedia, hlm. 68.
13 Joni Emirjon, 2001, Op Cit, hlm. 72.
14 C. W. Moore dalam Rachmadi Usman, Op Cit, hlm. 173-274.
374 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
antar kedua belah pihak yang bersengketa. sengketa. Karena itu, pendekatan mediasi
Namun demikian, mediasi merupakan dengan ditopang oleh lembaga kultural
salah satu dari empat lembaga alternatif merupakan peluang yang baik untuk
penyelesaian sengketa yang tetap terus menyelesaikan sengketa, dengan cara yang
dikembangkan dan mempunyai prospek lebih murah, cepat, mudah, dan terjangkau
yang baik untuk menyelesaikan sengketa di masyarakat.
dalam masyarakat15.
Untuk menjamin agar fungsi mediasi 4 Penyelesaian Sengketa Alternatif
benar-benar berjalan efektif, harus dipasti- dalam Hukum Formal
kan bahwa mediator benar-benar cakap Penyelesaian sengketa menurut Gerald
dan mampu serta memahami karakteristik Turkel17 dapat dilakukan melalui media
masyarakat setempat berikut potensi seng- informal yang bersifat alternatif, yakni
keta yang terjadi. Karakteristik kasus yang melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase.
ditangani juga harus dipahami dengan baik Negosiasi penyelesaiannya dilakukan para
sebab dalam kasus persengketaan sumber pihak sendiri atau dengan advis lawyer,
daya alam, termasuk di dalamnya lingkungan atau diwakili lawyer. Mediasi dilakukan
hidup terkadang ada salah satu pihak yang dengan melibatkan pihak ketiga yang netral
memiliki akses lebih kuat sehingga mediasi sebagai mediator. Arbitrase penyelesaiannya
berjalan tidak seimbang16. diserahkan pada pihak ketiga yang
Untuk itu mediasi diperlukan untuk mempunyai kewenangan membuat kepu-
mengembangkan sistem politik yang nan- tusan.
tinya bisa bekerja untuk semua pihak. Karena Model penyelesaian sebagaimana
itu, gagasan untuk menyuburkan mediasi dikemukakan Gerald Turkel bersifat
dengan berstandar pada kekuatan kultural hierarkis, yakni penyelesaian sengketa pada
masyarakat perlu untuk ditindaklanjuti. tahap awal melalui negosiasi dan mediasi
Kegiatan pengembangan lembaga mediasi dilakukan dengan menggunakan metode dan
harus didasari kenyataan bahwa penyelesaian interaksi yang berlangsung secara informal,
sengketa atau penegakan hukum masih sukarela dan akal sehat. Selanjutnya pe-
terlalu memberi tekanan pada aspek nyelesaian bergerak ke arah arbitrase dan
prosedural semata. Secara empiris perlakuan kemudian litigasi dengan struktur yang lebih
hukum masih berpihak pada kelompok formal, yang menggunakan mekanisme
dengan status sosial yang lebih tinggi. Suatu atau prosedur dan pembuktian bersifat
kenyataan bahwa dalam masyarakat telah formal18. Pendapat Gerald Turkel tersebut
terdapat instrumen kultural dan adat yang tidak sama dengan realitas di lapangan
dapat digunakan dalam menyelesaikan dalam penyelesaiaan sengketa lingkungan.
15 Abdul Hakim Garuda Nusantara, Fungsi Mediasi Dihadapkan pada Ketidakseimbangan, Kompas, 19 Okto-
ber 2004.
16 Ibid,
17 Gerald Turkel, 1996, Law and Society, Critical Approaches, Printed In United State of America, hlm. 208.
18 Ibid, hlm. 215
376 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
19 Lihat Pasal 31, 32, dan 33 UU Np. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 377
Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penye- perundingan. Kalaupun mau untuk be-
lesaian Sengketa Lingkungan di Luar runding lebih banyak didasarkan karena
Pengadilan22. Lembaga ini bersifat bebas keterpaksaan, akibatnya hasil yang diperoleh
dan tidak berpihak kepada para pihak yang tidak memuaskan. Kedua, para pihak
bersengketa, merupakan pihak ketiga netral yang melakukan perundingan sering kali
dan mandiri. Pihak ketiga netral dapat menempatkan diri sebagai pihak yang perlu
memiliki kewenangan untuk mengambil diutamakan, dan tidak mau mengalah. Pihak
keputusan (arbiter) maupun dapat berupa perusahaan biasanya merasa kedudukannya
tidak memiliki kewenangan mengambil lebih penting, merasa keberadaannya amat
keputusan (mediator atau pihak ketiga dibutuhkan masyarakat, pemerintah, dan
lainnya)23. pasar, sehingga sering kali meminta supaya
diperlakukan istimewa.
5 Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Ketiga, sering kali dalam penyelesaian
Problem Kepastian Hukum sengketa lingkungan, masing-masing pi-
Penyelesaian sengketa lingkungan hak tetap bertahan pada pendiriannya
melalui lembaga alternatif sering kali sehingga sulit untuk mencari titik temu
bermasalah berkaitan dengan keabsahan, penyelesaiannya. Akibatnya, ketegangan
berupa kepastian dan standar yang dijadikan akan berlarut-larut dan sulit untuk mencapai
acuan oleh para pihak untuk melakukan titik singgung yang bisa disepakati.
eksekusi. Kesepakatan yang sudah disetujui Keempat, sering kali tuntutan yang diajukan
para pihak yang bersengketa sering kali pihak masyarakat tidak berdasarkan fakta
dilanggar sendiri oleh para pihak. Sehingga yang sesungguhnya, apa yang dituntut
mudah menimbulkan ketegangan antar para terlampau berlebihan, sehingga sulit untuk
pihak yang bersengketa dan berpotensi dipenuhi pihak perusahaan. Sebaliknya,
menjadi konflik sosial yang bisa terjadi dalam setiap langkah perundingan pihak
sewaktu waktu. Kondisi seperti itu, kalau perusahaan cenderung mengulur-ulur waktu
terus dibiarkan, berakibat tidak akan me- untuk kemudian berusaha mengalihkan
nguntungkan, baik bagi masyarakat sendiri perhatian dan mengaburkan persoalan yang
ataupun perusahaan dan iklim investasi. sesungguhnya.
Secara umum kendala penyelesaian Kelima, kesepakatan yang telah
sengketa lingkungan melalui lembaga dilakukan sulit untuk dilaksanakan
non peradilan terletak pada, pertama para (eksekusi) karena kesepakatan semacam
pihak yang bersengketa, terutama pihak itu tidak sekuat keputusan yang dijatuhkan
perusahaan sering merasa pihaknya tidak lembaga peradilan sehingga pelaksanaan
bersalah dan enggan untuk melakukan kesepakatan tergantung niat baik masing-
22 Lihat PP No. 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan.
23 Lihat Pasal 1 PP No. 54 Tahun 2000
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 379
masing pihak Dalam hal ini sekalipun suatu keputusan pengadilan mengandung
kesepakatan dilakukan secara tertulis di atas konsekuensi hukum. Karena itu, kalau
kertas bermaterai melalui akte notaris, tetapi hakim sejak awal tidak dilibatkan melalui
tetap saja membuka peluang para pihak pemeriksaan yang dilakukan di persidangan,
untuk mengingkari di kemudian hari ketika hakim biasanya tidak mau untuk membuat
akan dilaksanakan. keputusan yang sifatnya hanya menetapkan
Untuk mengatasi problem kepastian kesepakatan yang sudah dilakukan para
dalam eksekusi dapat dilakukan dengan pihak dalam menyelesaikan sengketa25.
cara kesepakatan yang sudah disetujui oleh Cara lain untuk mengatasi problem
para pihak, kemudian diaktenotariskan, lalu kepastian hukum dilakukan dengan mem-
dimintakan ke pengadilan untuk ditetapkan bahwa hasil kesepakatan yang sudah
dengan suatu keputusan yang dikeluarkan dilakukan para pihak di luar pengadilan
oleh hakim Pengadilan Negeri setempat. ke pengadilan untuk disidangkan secara
Akan tetapi dalam kasus penyelesaian formal. Setelah itu para pihak yang
sengketa lingkungan yang dilakukan di luar bersangkutan menyatakan berdamai dan
pengadilan, seperti kasus PT Palur Raya, meminta hakim untuk menjatuhkan pu-
Karangnyar sekalipun dalam beberapa kali tusan berdasarkan kesepakatan yang sudah
kesempatan pihak pengadilan dilibatkan mereka dilakukan. Pengadilan dalam men-
dalam negosiasi, tetapi tidak sampai pada jalankan tugas menyelesaikan sengketa
permintaan pada Pengadilan Negeri setempat hanya untuk memberi legitimasi formal
untuk mengesahkan hasil kesepakatan. semata. Sementara persoalan yang menjadi
Pertimbangannya kesepakatan yang sudah pokok sengketa para pihak sebenarnya
dilakukan para pihak dengan pengesahan sudah mencair melalui musyawarah yang
dilakukan notaris dianggap sudah cukup sudah disepakati bersama. Dalam realitas
mengikat para pihak, sehingga tidak perlu juga ditemukan model penyelesaikan
lagi meminta Pengadilan Negeri untuk sengketa lingkungan yang diselesaikan
melakukan pengesahan24. melalui lembaga pengadilan tetapi para
Lebih lanjut dikatakan sekalipun secara pihak menerima tawaran berdamai sehingga
hukum dimungkinkan, tetapi kebanyakan pengadilan tinggal memutus penyelesaian
hakim enggan untuk melakukannya, sengketa sebagaimana yang diinginkan para
dengan alasan bagaimanapun keputusan pihak26.
Pengadilan Negeri harus dibuat berdasarkan Berkaitan dengan itu, MA telah
pertimbangan hukum, yang harus terlebih mengeluarkan Surat Edaran (SEMA) No. 1
dahulu dilakukan pemeriksaan secara tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan
cermat di pengadilan. Di samping itu, Tingkat Pertama dalam Menerapkan Lembaga
24 Diskusi secara mendalam dengan Purwanto, SH, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Karangayar, 12 September
2003.
25 Ibid
26 Lihat gugatan warga masyarakat korban penyemaran Teluk Buyat terhadap PT Newmont, warga masyarakat
dengan didampingi LBH Sehat melakukan perdamaian di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
380 MIMBAR HUKUM Volume 20, Nomor 2, Juni 2008, Halaman 193 - 410
Damai. SEMA tersebut berisi petunjuk agar yang lebih adil jika dibandingkan dengan
semua hakim yang menyidangkan perkara dilakukan di pengadilan28. Hal ini sesuai
sungguh-sungguh berusaha mengusahakan dengan pendapat Marc Galanter dalam
perdamaian. Pelaksanaan perdamaian hen- justice in many rooms, Marc Galanter29
daknya dilakukan dalam bentuk mediasi mengatakan bahwa keadilan tidak hanya
dengan dipimpin seorang mediator dari ditemukan di lembaga formal (pengadilan),
hakim yang tidak menjadi majelis pemeriksa tetapi dapat juga ditemukan di berbagai
perkara yang bersangkutan. lingkungan sosial.
Penerapan surat edaran MA tersebut
dalam tataran realitas ternyata mengundang D. Kesimpulan
sejumlah persoalan sehingga tidak dapat Alasan masyarakat melakukan pilih-
dijalankan oleh hakim di Pengadilan Negeri. an penyelesaian sengketa pencemaran
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lingkungan dengan jalan alternatif melalui
petunjuk teknis mengenai tata cara atau lembaga nonpengadilan adalah karena
prosedur mediasi yang dapat dilakukan oleh penyelesaian sengketa lingkungan yang
hakim di Pengadilan Negeri. Di samping diajukan masyarakat melalui lembaga
itu karena tidak adanya kejelasan siapa pengadilan mengalami kegagalan. Atas
yang membiayai penyelesaian sengketa dasar itu warga masyarakat korban
melalui mediasi yang dilakukan hakim, pencemaran lingkungan dengan didampingi
Pengadilan Negeri tidak menyediakan dana sejumlah lembaga swadaya masyarakat
untuk itu, sehingga hakim merasa enggan dan organisasi lingkungan berusaha untuk
untuk menyelesaikan sengketa dengan cara memperjuangkan keadilan masyarakat dan
mediasi27. keadilan lingkungan.
Namun demikian, dengan berbagai Model penyelesaian sengketa ling-
kekurangan dan kelemahan yang ada kungan melalui lembaga nonpengadilan
dalam praktik, penyelesaian sengketa bersifat alternatif merupakan model
lingkungan yang dilakukan melalui lembaga penyelesaian yang dirancang dalam bentuk
nonpengadilan diakui telah memberikan forum mediasi, di dalamnya terdapat proses
manfaat dan harapan yang lebih baik penyelesaian sengketa lingkungan yang
kepada para pihak, terutama dilihat dari menunjukan ke arah bagaimana baiknya
nilai-nilai keadilan lingkungan dan keadilan berdasarkan win-win solution. Model penye-
masyarakat. Berdasarkan data empiris lesaian ini merupakan model penyelesaian
penyelesaian sengketa yang dilakukan di yang efisien, murah, cepat, dan mampu
luar pengadilan menghasilkan keputusan menghasilkan keputusan yang lebih baik jika
27 Wawancara dengan hakim PN Karanganyar dan Surakarta, tanggal 23 Juni 200530 Ibid, p. 100-101
28 Lihat tabel 3 dan 4, Bandingkan Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Pengadilan dan Non Pengadilan.
29 Marc Galanter, 1981, Justice in Many Rooms : Court Private Ordering, and Indigenous Law, dalam Journal
of legal Pluralism, hlm. 17.
Absori, Dimyati dan Wardiono, Model Penyelesaian Sengketa 381
DAFTAR PUSTAKA
Hakim G.N., Abdul, Fungsi Mediasi Gerald Turkel, 1996, Law and Society,
Dihadapkan pada Ketidakseimbangan, Critical Approaches, Printed In United
Kompas, 19 Oktober 2004. State of America.
Gidden, Anthony, 1984, The Constitution G. Ritzer, 1988, Comtemporary Sociological
of Society, Los Angeles University of Theory, Alfred A. Knop, New York.
California Press. Soetrisno, Loekman, 1995, Menuju Ma-
Burton dalam El Fatih A. Abdel Salam, syarakat Partisipatif, Kanisius, Yogya-
2004, “Kerangka Teoritik Penyelesaian karta.
Konflik”, Associate Profesor, Departe- Galanter,Marc, Justice in Many Rooms :
ment of Political Sciences, Kulliyyah Court Private Ordering, and Indigenous
of Islamic Revelead Knowlage and Law, dalam Journal of legal Pluralism,
Human Science Internasional Islamic 1981.
University, Kuala Lumpur Malaysia. Santoso, Mas Akhmad, “Alternative Dispute
Bernard L. Tanya, Beban Budaya Lokal Resolution dan Audit Lingkungan”,
Menghadapi Hukum Negara, Analisis Makalah Seminar Nasional, Fakultas
Budaya atas Kesulitan Sosio-Kultural Hukum Undip, Semarang, 1998.
Orang Sabu Menghadapi Regulasi Rachmadi, Usman, 2003, Pembaharuan
Negara, Program Doktor Undip, Hukum Lingkungan Nasional, PT Citra
Semarang, 2000. Aditya Bakti, Bandung.
C. W. Moore, 2001, The Mediation Process Rahardjo, Satjipto, 2003, Sisi-sisi Lain dari
Practical Strategies or Resolving Hukum di Indonesia, Penerbit Buku
Conflict dalam Joni Emirjon, Alternatif Kompas, Jakarta.
Penyelesaian Sengketa di Luar W. J. Chambliss dan RB. Seidman, 1971,
Pengadilan, Gramedia, Jakarta. Law, Order, and Power, Massachusetts,
Addison Wesley Publishing Company.