Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KORUPSI DAN TANTANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi

Dosen pengampu: Dine Meigawati M. Si

Disusun Oleh :

Rahayu Oktian Siregar


(1730711006)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan makalah ini/ Penulis sadar makalah ini belum
sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan semua pihak.

Sukabumi, 15 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................

1.3 Tujuan.....................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

2.1 Pengertian Korupsi Secara Teoritis........................................................................................

2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia dan Jenis-Jenis Korupsi..........................................

2.3 Tujuan Korupsi.......................................................................................................................

2.4 Tantangan Demokrasi di Indonesia........................................................................................

2.5 Tantangan Menuju Proses Demokratisasi Indonesia..............................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................

3.2 Saran...................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan


pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara
yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut
kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran
dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Demokrasi telah memberikan ruang bagi kita untuk mengekspresikan
diri dalam menjaga kesatuan bangsa. Dari perspektif Islam, Azyumardi Azra
mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk mengembangkan demokrasi di wilayah
Muslim, meskipun sekitar 88,7 persen penduduk Indonesia adalah Muslim,akantetapi
Indonesia bukanlah negara Islam. Pancasila sebagai landasan demokrasi Indonesia,
telah memperkuat karakter bangsa dan memberikan kontribusi yang besar dalam
pelaksanaan demokrasi. Aleksius menyebutkan, bahwa Indonesia memiliki banyak
tantangan dalam demokrasi. Para pemimpin mengelola negara dengan selera pribadi,
bukan dengan konstitusi. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa negara gagal
mengembangkan budaya taat hukum. Di tingkat masyarakat, orang Indonesia mudah
terprovokasi dengan isu SARA. Hal ini menunjukkan rendahnya kepercayaan
masyarakat, sementara elemen ini adalah salah satu elemen paling penting dalam
demokrasi. Pada tingkat kelembagaan, partai politik dan parlemen tidak lagi menjadi
pembela hukum, melainkan menjadi pelanggar aturan hukum.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Korupsi ?


2. Bagaimana Gambaran Korupsi di Indonesia dan Apa saja Jenis-Jenis Korupsi ?
3. Apa Tujuan Korupsi ?
4. Bagaimana Tantangan Demokrasi di Indonesia ?
5. Bagaimana Tantangan Proses Demokratisasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Korupsi secara Teoritis.


2. Untuk Mengetahui Gambaran Korupsi dan Jenis-Jenis Korupsi.
3. Untuk Mengetahui Tujuan dari Korupsi.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Tantangan Demokrasi di Indonesia.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Tantangan Proses Demokratisasi di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan
dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan
berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam
Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan
korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari
pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan
yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2 Gambaran umum Korupsi di Indonesia dan Jenis - jenis Korupsi

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi”
dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum
membuahkan hasil nyata. Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3
Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus
operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah


cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi
yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi
hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut
akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih &
Bebas dari KKN.

 Jenis-Jenis Korupsi

Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:

1. Kerugian keuntungan Negara


2. Suap-menyuap

‫ف‬ ( )

Artinya : Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasul SAW bersabda :

Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap (HR. Imam Ahmad). Hadist
ini dinyatakan shohih oleh syaikh Al-banani di dalam shohih At-targhib wa
At-Tarhibll/261 no.2212. Hadist ini diperkuat oleh firman Allah SWT. Yaitu
dalam surah Al-baqarah ayat 188

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang


lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahuinya.”(QS. Al-baqarah: 188).

3. Penggelapan dalam jabatan


4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (pemberian hadiah)

2.3 Tujuan Korupsi

Pada umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi secara
spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut :

 Politik

Orang melakukan korupsi karena bertujuan politik. Praktik korupsi dilakukan


bersamaan dengna kegiatan politik praktis. Tujuan utama korupsi jenis ini untuk
mencapai kedudukan. Pimpinan partai, duduk sebagai anggota legislatif atau menjadi
walikota, bupati, bahkan presiden. Pertekaian antar kader partai berkaitan dengan
penempatan daftar urut calon legislatif adalah bukti adanya praktik korupsi. Penempatan
nomor urut caleg dari sejumlah partai, bukan dilakukan atas dasar kualitas SDM,
kemampuan, skill, dan penguasaan masalah dibidang pemerintahan, tetapi didasarkan atas
berapa besar kontribusi (dana) caleg yang diberikan pada partai. Berbagai alasan
dikemukakan, dari sumbangan kampanye, operasional partai sampai sumbangan sukarela
digunakan partai peserta pemilu untuk membenarkan target pemasukan dari caleg ini.
Intinya praktik suap dalam politik bertujuan untuk suatu jabatan.

 Ekonomi

Di bidang ekonomi pun dilakukan untuk kesuksesan bisnisnya. Kurang lebih


wujudnya sama, praktik korupsi disini juga dilakukan dengan segala cara.
Tetapi,sasarannya adalah para pemegang kekuasaan. Tujuannya ada dua, yaitu : pertama,
mendapat kemudahan dibidang perizinan. Kedua, untuk memperoleh akses pasar.
Monopoli adalah bentuk konkrit permainan korupsi di bidang ekonomi. Hancurnya
tatanan perekonomian dalam negeri akibat praktik monopoli. Rusaknya ekosistem,
pengundulan hutan sampai terkuras habisnya sumber daya alam yang ada juga karena
praktik monopoli.

 Pendidikan

Di bidang pendidikan, lembaga yang seharusnya sebagai kawahcandradimuka, tempat


menggodok para calon penerus bangsa, ternyata bisa juga menjadi lahan yang subur bagi
praktik korupsi. Fenomena jual beli gelar dan nilai adalah bukti kuat bahwa di lembaga
ini juga terjangkit korupsi.

 Hukum

Praktik korupsi ditujukan untuk memperoleh fasilitas dan perlindungan hukum.


Fasilitas disini adalah berupa kepastian terhadap bisnis atau usaha koruptor. Sedangkan
perlindungan hukum menyangkut upaya dari si koruptor memainkan hukum hingga bisa
terbebas dari segala ancaman hukum pidana.
2.4 Tantangan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia tengah menghadapi tantangan terberatnya. Tidakseperti pada


akhir 1990-an, ketika tantangan itu berasal dari kubu militer yang belum sepenuhnya rela
kekuasaan politik dipegang sipil, tantangan yang ada sekarang justru berasal dari aktor
utama demokrasi itu sendiri, yakni para politisi sipil. Perilaku korup para politisi sungguh
mengkhawatirkan. Kekuasaan mereka untuk ikut mengurusi anggaran telah
disalahgunakan. Wewenang untuk menyetujui anggaran dimanfaatkan untuk mencari
rente, mencari keuntungan bagi pribadi atau bagi kelompok, yang tidak ada hubungannya
dengan kepentingan rakyat banyak.

Pernyataan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro


Muqoddas, bahwa aktor utama praktik korupsi adalah para politisi, sebagai tantangan
nyata yang sedang dihadapi demokrasi di Indonesia. ”Siapa sesungguhnya aktor korupsi
di Indonsia, mereka adalah elite di parpol, baik di DPR pusat maupun daerah,” Tentu saja,
elite parpol yang korup tidak sendirian dalam melakukan aksinya. Mereka memerlukan
keterlibatan elite birokrasi dan elite bisnis agar praktik korupsi berjalan mulus. Politisi
pun dipandang identik dengan kasus korupsi. Di mana ada korupsi, di situ pasti ada
politisi yang terlibat.Situasi tersebut sungguh berbahaya. Kepercayaan terhadap politisi
dan partai politik menjadi anjlok. Demokrasi, yang bersendikan pada parpol, akhirnya
akan ikut-ikutan kehilangan kepercayaan. Orang menjadi lelah berdemokrasi. Kerinduan
untuk kembali pada rezim otoritarian pun muncul.

Orang menjadi lupa bahwa pada masa rezim otoritarian sebenarnya korupsi juga
cukup banyak terjadi, tetapi bersifat lebih terpusat dan hampir tidak pernah diekspos oleh
media massa. Bedil siap menghampiri kantor media yang berani menulis praktik korupsi
penguasa. Pada masa itu memang tidak ada pers yang bebas. Pelanggaran hak asasi
manusia, seperti penyiksaan hingga matinya perempuan aktivis buruh Marsinah, terjadi
tanpa ada pertanyaan kritis dari parlemen.

2.5 Tantangan Menuju Proses Demokratisasi Indonesia


Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat {JPPR} Masykurudin
Hafidz merumuskan tujuh tantangan proses demokratisasi Indonesia ke depan.
1) Dalam hal korupsi pemilu yang menjadi tantangan terbesar adalah penerimaan
dana illegal partai politik dan dana kampanye pemilu.
2) Isu penegakan hukum pemilu adalah pengaturan dan regulasi pemilu yang tidak
sinkron dan tidak terbarukan
3) Dalam hal integritas penyelenggara pemilu, keterbukaan penyelenggara Pemilu
terhadap data dan proses pelaksanaan tahapan serta dukungan partisipasi
masyarakat menjadi kunci atas keberhasilan pelaksanaan Pemilu 2014.
4) Tantangan isu konflik dan kekerasan adalah bentuk, aktor, korban, dan cara
kekerasan dalam pemilu semakin meluas. Kekerasan tidak lagi berbentuk fisik
tetapi juga non fisik.
5) Proses Pemilu 2014 menghasilkan media yang terbelah antara yang pro
pemerintah, oposisi dan yang independen serta partisipasi warga yang meningkat
secara signifikan dalam isu demokrasi melalui teknologi internet.
6) Isu partisipasi politik warga masih dipahami sebagai kehadiran dalan forum
politik formal (misal memilih dalam pemilu). Ini terjadi akibat Orde Baru yang
mewariskan sejumlah masalah partisipasi politik warga yang akut: krisis
demokrasi perwakilan, depolitisasi warga (massa mengambang), cara-cara
miliiteristik dalam membungkam suara warga, masih kuatnya nilai dan sikap yang
antipluralime, dan menjadikan warga sebagai obyek untuk kepentingan elit
(oligarki).
7) Terkait keterbukaan informasi, yang menjadi tantangan adalah menyelenggarakan
sistem pengelolaan dan pelayanan informasi sebagaimana yang diamanatkan oleh
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Empat tahun
berlalu, pada penerapan undang-undang tersebut KPU belum merespon dengan
membentuk aturan-aturan internal dalam mempersiapkan pelayanan informasi.

Berdasarkan ketujuh tantangan yang telah diuraikan di atas, Konferensi Nasional


Masyarakat Sipil menyampaikan rekomendasi untuk penguatan dan peningkatan
kualitas demokrasi sebagai berikut :

1) Perlu membuat kodifikasi UU Pemilu yang pastinya diikuti dengan sinkronisasi


dan harmonisasi seluruh regulasi penyelenggaraan pemilu.
2) Mendukung pembatasan transaksi secara tunai dan menjadikan pengurus partai
politik sebagai subjek yang bisa dipidana melalui korupsi atas dana ilegal atau
tidak sehat tersebut.
3) Dibutuhkan sistem rekruitmen yang menghasilkan petugas pemilu yang
mempunyai pemahaman kepemiluan yang baik, mempunyai jiwa pelayanan,
menjaga netralitas terutama ke peserta Pemilu dan pemerintah, mempunyai
kemampuan administrasi yang baik, memahami secara cepat dan tepat teknis
pelaksanaan pemilu serta terbuka terhadap masukan dari elemen masyarakat.
4) Antisipasi terhadap potensi terjadinya kekerasan perlu dipikirkan terutama dengan
akan dilaksanakannya Pilkada tahun depan.
5) Untuk memperkuat demokrasi, media harus bersikap profesional, sedangkan
warga terus bersikap kritis dan partisipatif sehingga keduanya efektif sebagai
penyeimbang dan penekan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
6) Partisipasi politik warga membutuhkan kesepakatan perspektif yang
pemaknaannya adalah menghadirkan dan merepresentasikan kepentingan warga,
yang tidak disediakan oleh kekuatan politik formal (partai politik). Untuk itu
pendidikan politik harus berubah, menjadi pendorong utama partisipasi politik
yang menghadirkan dan merepresentasi kepentingan warga, serta tidak terbatas
pada momen pemilu. Pendalaman partisipasi politik warga, membutuhkan peluang
untuk menciptakan instrumen-instrumen partisipasi politik alternatif, misalnya
dalam wujud serikat-serikat, komunitas-komunitas, dan forum-forum warga yang
memperjuangkan kepentingan publik dan menuntut keadilan distribusi
sumberdaya. Partisipasi politik harus selalu berbasis pada koneksitas yang nyata
dengan warga/rakyat.
7) KPU harus segera menyelenggarakan sistem pengelolaan dan pelayanan informasi
sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik dengan mengesahkan PKPU mengenai pelayanan
keterbukaan informasi publik dan membuat SOP Pelayanan Informasi Publik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindakan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan


yang sangat merugikan negara, korupsi ini menjadi permasalahan utama terhadap
kemajuan suatu negara, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Korupsi bisa dikatakan sebagai suatu kejahatan luar biasa, karena tindakan mencuri
uang negara ini akan berdampak pada segala hal dalam sebuah negara yang berakibat
pada perlambatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, serta dampak-dampak
sosial, politik dan budaya. Tindakan ini sangatlah tidak bermartabat serta tidak
bertanggung jawab, karena itulah pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah
menjadi prioritas paling utama bangsa indonesia saat ini demi kemajuan dan
kemakmuran bangsa.

3.2 Saran

Pemberantasan dan pencegahan terhadap korupsi harus kita lawan secara


bersama-sama, dukungan terhadap lembaga-lembaga terkait sangatlah dibutuhkan
bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dari masyarakatnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.kompas.com/read/2011/05/18/02495289/korupsi.dan.demokrasi?
page=all

http://rumahpemilu.org/tantangan-demokrasi-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai