Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PADUAN SUARA
BAGAIMANA MENGELOLAH PADUAN SUARA

1. Latar Belakang
Musik paduan suara adalah musik yang dibawakan oleh kelompok paduan suara
atau choir . Istilah paduan suara juga bermacam-macam di beberapa negara,
seperti Koor dalam bahasa Belanda, Choros dalam bahasa Yunani
ataupun Choir dalam bahasa Inggris, yang berarti penggabungan suara kedalam satu
bagian. Paduan suara biasanya dipimpin oleh seorang dirigen yang umumnya pula
adalah pelatih. Paduan suara dapat bernyanyi dengan atau tanpa iringan alat musik.

Menurut H. A. Pandopo istilah musik paduan suara adalah musik yang


dinyanyikan oleh paduan suara atau koor (Belanda), yang berasal dari bahasa
Yunani Choros (di bahasa Inggris disebut sebagai Choir), yang berarti gabungan
sejumlah penyanyi di mana mereka mengombinasikan berbagai suara ke dalam suatu
harmoni. Paduan suara atau koor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang
merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-penyanyi maupun musik
yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara yang
membawakan musik paduan suara terdiri atas beberapa bagian suara. Bentuk paduan
suara secara umum adalah kelompok penyanyi baik sejenis maupun campuran (mixed).
Sejenis artinya terdiri dari wanita atau pria saja (homogen), atau campuran pria dan
wanita (heterogen) dengan kelompok usia yang dikehendaki, atau kelompok anak-anak,
remaja, dewasa, hingga orang tua. Hampir semua paduan suara kini menyajikan
lagu-lagu mereka di dalam suatu harmoni yang terdiri atas empat bagian, yaitu Sopran
(suara tinggi wanita), Alto (suara rendah wanita), Tenor (suara tinggi pria),
dan Bass (suara rendah pria). Namun demikian, karya-karya musik paduan suara dapat
pula ditulis atau diaransir di dalam lebih dari empat bagian suara. Sebagian besar
karya-karya musisi terkemuka ditulis untuk paduan suara dengan iringan instrumen dan
sebagian lagi merupakan karya musik paduan suara tanpa iringan instrumen, biasanya
disebut acapella.

Penggabungan suara yang dimaksud adalah penggabungan suara berdasarkan


tinggi rendah suara pria dan wanita. Dengan detail sebagai berikut : Sopran (suara
tinggi wanita), Alto (suara rendah wanita), Tenor (suara tinggi pria), Bass (suara
rendah pria). Saat menyanyikan dalam satu nada yang sama maka dikatakan
sebagai Unisono. Paduan suara adalah sekelompok orang yang bernyanyi bersama,
terdiri dari dua atau lebih jenis suara dan dipimpin oleh seorang dirigen. Kata paduan
suara dapat berarti suara-suara yang dipadukan, tentunya lebih dari satu penyanyi.
Sitompul (1999: 1) berpendapat bahwa: Paduan suara adalah suatu kumpulan penyanyi
yang menyanyi bersama. Secara umum dapat diartikan himpunan dari sejumlah
penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya.[1] Pemimpin dalam sebuah
paduan suara adalah seorang dirigen. Paduan Suara gereja diberi tugas untuk menolong
jemaat menyanyikan lagu-lagu rohani.[2]
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dirigen

Ada beberapa syarat atau kualifikasi dasar yang harus dimiliki oleh seorang
dirigen. Kualifikasi tersebut dibedakan menjadi dua aspek, yaitu aspek non teknis dan
aspek teknis. Aspek tersebut dijelaskan oleh Listya (2007: 2-6) yang berbunyi: Aspek
non teknis yaitu komunikatif, sikap terbuka, tekun dan kerja keras, kreatif dan inovatif,
kooperatif, serta disiplin tinggi dan serius. Aspek teknis yaitu pendengaran yang baik,
pengetahuan mengenai teknik vokal, pengetahuan mengenai teori musik, pengetahuan
mengenai ilmu bentuk analisa, pengetahuan mengenai teknik mengabah, pengetahuan
mengenai sejarah musik dan repertoire lagu paduan suara, kemampuan dalam
hal sight-singing, serta kemampuan memainkan piano. Dari aspek tersebut diharapkan
bahwa seorang dirigen adalah seorang yang mumpuni dan menguasai dalam bidang
paduan suara. Seorang dirigen memiliki peran yang sangat dominan dalam sebuah
paduan suara. Kriteria-kriteria untuk dapat disebut sebagai dirigen adalah bukan orang
sembarangan dan yang seolah-olah hanya sebagai sebuah pajangan hidup yang
bergerak dengan tangannya dalam memimpin sebuah paduan suara secara asal. Akan
tetapi lebih dari itu dituntut memiliki kecakapan-kecakapan dan kepekaan musikalitas
yang tinggi terhadap seni paduan suara.[3]

2.2 Cara Seleksi Anggota Paduan Suara

Perekrutan anggota melalui mekanisme seleksi. Seleksi tersebut didasarkan


pada beberapa kriteria. Secara musikalitas kriteria tersebut meliputi materi suara, tes
pendengaran (solfeggio), primavistavokal atau sight reading, serta tes kemampuan
menirukan dan memainkanirama. Melalui tes materi suara dapat diketahui jenis suara,
jangkauan nada atau ambituscalon anggota paduan suara tersebut. Dengan demikian
calon anggota yang nantinya diterima penyanyi dalampaduan suara ini ditempatkan
sesuai jenis suaranya. Jenis suara terdiri dari Sopran, Alto, Tenor, dan Bas (SATB).

Melalui tes pendengaran (solfeggio),para penyanyi dituntut mampu


mendengarkan, menirukan, atau membunyikan tinggi rendah bunyi atau nada,
menirukan rangkaian melodi dan irama. Dengan demikian dapat diketahui tingkat
kepekaan anggota terhadap nada atau bunyi yang didengarkan. Tes
prima vistavokal/sight reading merupakan tes untuk mengetahui tingkat penguasaan
anggota dalam membaca notasi musik. Sedangkan tes irama ditujukan untuk
mengetahui tingkat kemampuan anggota dalam menguasai irama atau ritmik.

2.3 Dengan Siapa Organis dan Pemimpin padua suara Bekerja

Kontak yang teratur harus dijalin dengan pendeta. Seorang pemimpin musik
dan pendeta harus bekerja sama dalam sendiri dan mereka merencanakan pelayanan
musik untuk ibadah Minggu maupun ibadah khusus. Selama pelayanan
berlangsung. Mereka harus bekerja sama dan berinteraksi satu sama lain. Di
kebanyakan gereja terdapat interaksi luas antara para guru, organis dan pemimpin
paduan suara. Guru sekolah Minggu sering kali memerlukan keahlian organis untuk
membantu mengajarkan musik religius maupun untuk menyiapkan program musik
khusus. Sekolah Kristen selalu memanfaatkan organis dan pemimpin paduan suara
sebagai guru musik paruh-waktu dan pemimpin satu atau beberapa paduan suara
anak-anak.
Penjadwalan, pembelian alat dan pembayaran persediaan mengharuskan pemimpin
musik berhubungan dengan sekretaris kantor gereja, Penjadwalan kegiatan-kegiatan
yang memerlukan olrganis perlu diketahui oleh sekretaris yang menyusun jadwal
kegiatan gereja. Dilahinpihak menginformasikan kepada orang-orang musik mengenai
tempat dan jadwal kegiatan yang memerlukan partisipasi musik. Sekretaris kantor juga
dapat melengkapi informasi mengenai cadangan dan jumlah anggaran yang disiapkan
atau digunakan untuk pembelian dan servis alat-alat musik. Pemimpin musik harus
bekerja sama juga dengan bendahara dalam membeli perlengkapan musik, bila dana
kegiatan musik diperoleh dan dana tersebut telah dianggarkan untuk dana khusus musik,
maka dana tersebut harus disalurkan melalui bendahara gereja yang bertindak sebagai
pengawas dana tersebut. Kemudia juga bisa membagun hubungan dengan koster dan
semua penata layanan.

2.3 Mengelola Paduan Suara/mengelola masalah yang


ada
Sebagian besar masalah paduan suara bukanlah masalah musiknya, melainkan
masalah pengelolaannya (K.E Prier, SJ mengatakan bahkan lebih dari 70 % masalah
paduan suara adalah masalah non teknis musik). Kita sering mendengar dan mengalami
jatuh-bangunnya paduan suara. Sangat jarang paduan suara yang secara konsisten dapat
bertahan, baik dari sisi jumlah maupun mutunya untuk kurun waktu lama (misalnya 5
tahun ke atas). Mengapa ?? Secara empiris dan praktis akan kita temui hal-hal di bawah
ini.

1. MACETNYA REGENERASI ANGGOTA


Macetnya regenerasi menjadi masalah utama. Karena dimakan usia, maka
jumlah anggota semakin lama semakin menua. Paduan suara mahasiswa dan sekolah
menengah pasti akan ditinggalkan anggotanya karena lulus, paduan suara muda-mudi
akan ditinggalkan anggotanya karena menikah atau pergi ke luar kota. Paduan suara
bapak/ibu akan ditinggalkan anggotanya karena usia mereka semakin lanjut. Pendek
kata, regenerasi menjadi masalah.
Cara Mengelola :
• Setiap periode tertentu, misalnya setahun sekali, merekrut anggota baru

2. TIDAK ADA PELATIH/DIRIGEN HANDAL


Pelatih paduan suara terbatas. Meskipun seseorang memiliki suara yang bagus,
namun belum tentu ia dapat memimpin paduan suara sebagai dirigen. Masalahnya ia
tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan memiliki hambatan dalam memberikan aba-aba
serta bagaimana harus melatih anggotanya.
Cara Mengelola :
• Jangan tergantung pada satu orang dirigen. Setiap paduan suara hendaknya memiliki
minimal 2 dirigen yang dapat bertugas bersamaan.
• Kaderisasi dirigen terus dilakukan dengan mengirimkan calon dirigen ke lembaga
pelatihan dirigen.
• Kalau mengundang pelatih, pastikan ada kader dirigen yang berbagi tugas dengan
pelatih saat tampil.

3. TUJUAN PADUAN SUARA TIDAK JELAS.


Paduan suara yang tidak memiliki tujuan yang jelas akan cepat ambruk karena
arahnya tidak ada. Tujuan paduan suara harus dirumuskan, misalnya : “Menjadi
paduan suara terbaik di wilayah/gereja dengan menyanyikan lagu-lagu inkulturatif”
atau “Menjadi paduan suara Gregorian” atau “Menjadi paduan suara dengan anggota
khusus ibu-ibu/bapak-bapak”
Cara Mengelola :
• Buatlah tujuan paduan suara dengan jelas, dan sampaikan kepada seluruh anggota.

4. PADUAN SUARA TIDAK MEMILIKI PROGRAM KERJA.


Semestinya paduan suara memiliki program kerja. Misalnya, program tahunan.
Sehingga dalam setahun paduan suara memiliki agenda kegiatan yang jelas. Anggota
pun terpacu dengan acara yang diselenggarakan paduan suara, baik acara untuk
menyanyi maupun refreshing serta pelatihan anggota. Bahkan acara yang menantang
(misalnya mengikuti lomba/festival atau pegelaran) dapat dimasukkan dalam
program tahunan tersebut.

5. TIDAK ADA PEMBAGIAN TUGAS (ONE MAN SHOW).


Ada pula paduan suara yang semuanya dikerjakan segelintir orang atau bahkan
hanya tergantung pada satu orang. Keburukannya adalah bahwa rasa memiliki
anggota menjadi lemah. Dan lebih bahaya dari hal tersebut, apabila terjadi halangan
terhadap satu/beberapa orang pengelola, kegiatan paduan suara menjadi macet.
Cara Mengelola :
• Libatkan sebanyak mungkin anggota menjadi pengurus/pengelola.
• Pisahkan urusan Musik dan Manajemen. Musik menjadi tanggungjawab dirigen dan
pengiring, sedangkan masalah lain (teks, kostum, persiapan latihan, konsumsi dan
lain-lain) kepada anggota pengurus lainnya.[5]

6. LATIHAN TIDAK MENARIK


Sudah menjadi rahasia umum bahwa jumlah anggota yang datang latihan dan yang
tampil berbeda. Pastilah lebih banyak yang tampil. Apabila terjadi demikian, yang
tidak pernah latihan akan mengacau. Pengelola paduan suara sebaiknya tidak
buru-buru menyalahkan mereka. Lebih baik apabila introspeksi : Apakah latihan
paduan suara sudah menarik ??
Cara Mengelola :
• Carilah hal apa yang menarik anggota untuk datang.
• Sedapat mungkin latihan dimulai : ON TIME. Mengulur-ulur waktu mulai latihan
adalah awal dari kebosanan berlatih.
• Pisahkan urusan latihan dengan urusan non latihan (Misalnya, kalau membicarakan
kostum mencari waktu di luar latihan).
• Dirigen memiliki alokasi dan target waktu latihan dengan jelas (misalnya 15 menit
pemanasan, 45 menit latihan I, 15 menit istirahat, 45 menit latihan II)
• Dirigen hendaknya mau menerima kritik dan masukan tanpa harus kehilangan
wibawa.
• Dirigen mencari lagu yang menarik.
• Dirigen menghargai kehadiran anggota (yang umumnya suka-rela, tidak dibayar)
dengan memberikan latihan dengan penuh kesabaran dan manusiawi.[6]

7. PERBEDAAN LATAR BELAKANG ANGGOTA


Latar belakang anggota bermacam-macam. Ada yang berkecukupan, ada yang tidak.
Ada yang berasal dari berbagai suku, etnis ini dan itu. Ada yang mahir membaca not
ada yang belum mahir. Ada yang suaranya sudah terbentuk bagus, ada yang belum.
Ada yang temperamental ada yang sabar. Oleh karena perbedaan itulah maka
kemungkinan konflik dapat saja terjadi.
Cara Mengelola :
• Pengelola perlu menanamkan semangat kebersamaan dengan sesekali retret bersama
atau berkumpul bersama di luar latihan.
• Dikembangkan sikap saling menghargai satu sama lain.

8. SIBUK DI LUAR URUSAN TEKNIS PADUAN SUARA.


Hal utama yang ingin ditampilkan paduan suara adalah ‘berpadunya suara yang
indah’. Hal-hal lain bukan menjadi utama dan hanya mendukung. Oleh karena itu
urusan non teknis paduan suara hendaknya tidak menjadi nomor satu. Urusan-urusan
non teknis tersebut misalnya pemilihan kostum, konsumsi, antar jemput, dan
lain-lain.
Cara mengelola :
• Apabila terdapat konflik demikian dimusyawarahkan di luar latihan/selesai latihan
sambil belajar berdemokrasi.

9. TIDAK ADA PENGIRING


Pengiring/organis menjadi langka, khususnya selama latihan. Atau bahkan di tempat
latihan tidak terdapat iringan yang memadahi. Lama-lama, latihan bisa menjadi
membosankan, dan dirigen pun akan kesulitan karena tidak dapat memberikan
contoh dengan baik.
Cara Mengelola :
• Pengelola semaksimal mungkin menghadirkan iringan. Bila perlu saling
bahu-membahu membeli iringan (organ/keyboard/piano).
• Pengelola semaksimal mungkin menghadirkan pengiring setiap latihan. Bilamana
terdapat anggota yang berbakat dapat dikursuskan di kursus musik (gereja).

10. TEMPAT LATIHAN TIDAK LAYAK.


Tempat latihan yang dapat menampung sebuah kelompok paduan suara di kota
besar, biasanya jarang. Padahal agar dapat berekspresi dengan bebas, maka tempat
latihan yang lapang dan tidak mengganggu lingkungan sekitar sangat diperlukan.
Cara Mengelola :
• Pengelola mencari tempat latihan dengan memperhatikan jumlah anggota, bersih,
serta keleluasaan menyanyi. Bila perlu, menyewa sebuah tempat dapat menjadi
alternatif.
• Gedung gereja, atau sekolah dapat menjadi pilihan.
• Jangan latihan disembarang tempat yang mengakibatkan
orang disekitar terganggu.[7]
11. PADUAN SUARA TIDAK MEMILIKI DANA CUKUP
Memang semangat paduan suara tidak hanya ditentukan dari dana yang tersimpan.
Namun dana yang cukup dapat digunakan untuk membangun paduan suara.
Cara Mengelola:
• Menggali dana dengan mendapatkan stipendium (misalnya melayani misa kudus
manten)
• Iuran anggota
• Mencari sponsor baik dari pribadi, lembaga maupun gereja.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi sebelum gereja membentuk kelompok padua suara cari terebih dahulu
sosok pemimpin yang mempunyai kemampun seorang dirigen yang mampu mengurus
segala aspek yang berhubungan dengan paduan suara dan mempunyai kualitas yang
baik. Sesudah mempunyai dirigen, gereja juga harus memastikan pemain musik yang
mempunyai kemampuan musik organis/piano yang baik yang bisa mengiringin setiap
lagu yang ingin dinyanyikan, ketika gereja sudah mempunyai seorang dirigen dan
pemain organis. Maka gereja sudah siap untuk membentuk kelompok paduan suara.

3.2 DAFTAR PUSTAKA


1. Walz Edgar 2006. Bagaimana Mengelola Gereja. BPK Gunung Mulia : Jakarta
2. Atmodjo K . Subronto 2011. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. BPK
Gunung Mulia : Jakarta
3. Dkk Thompson Marvella 1992. Pedoman Praktis Pelayanan
Musik Gereja.Yayasan Baptis Indonesia: Bandung

4. Internet
[1] http://chrisnan-music.blogspot.co.id
[2] Marvella Thompson dkk. Pedoman Praktis Pelayanan Musik Gereja. (Bandung:
Yayasan Baptis Indonesia 1992) hlm 36
[3] Subronto K. Atmodjo. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia 2011) hlm 1-3
[4] Edgar Walz. Bagaimana Mengelola Gereja. (Jakarta : BPK Gunung Mulia 2006)
hlm19-20
[5] Marvella Thompson dkk. Pedoman Praktis Pelayanan Musik Gereja. (Bandung:
Yayasan Baptis Indonesia 1992) hlm 36-37
[6] Subronto K. Atmodjo. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia 2011) hlm 88-90
[7] Edgar Walz. Bagaimana Mengelola Gereja. (Jakarta : BPK Gunung Mulia
2006) hlm 20

Anda mungkin juga menyukai