Gregorius Djaduk Ferianto lahir di Jogjakarta, 19 Juli 1964 (umur 54 tahun) atau yang lebih dikenal
dengan nama Djaduk Ferianto adalah seorang aktor, sutradara dan musikus berkebangsaan Indonesia.
Ia adalah putra bungsu dari Bagong Kussudiardja dan Soetiana. Ayahnya merupakan koreografer dan
pelukis senior Indonesia. Djaduk adalah salah satu anggota dari kelompok musik Kua Etnika, musik
humor Sinten Remen, dan Teater Gandrik. Selain bermusik, dia juga menyutradarai beberapa
pertunjukan teater dan menggarap ilustrasi musik untuk sinetron di televisi.
Terlahir dengan nama Guritno, pemberian pamannya. Ayahnya, Bagong Kussudiardjo mengganti
namanya dengan Djaduk yang artinya unggul. Ia selalu ditemani radio yang sering menyiarkan
pertunjukan wayang. Tidak lupa juga buku cerita wayang yang selalu ada di sampingnya. Kemudian ia
bercita-cita menjadi dalang, bahkan pernah belajar mendalang. Lingkungan masa kecilnya di
Tedjakusuman, Yogyakarta yang dekat dengan kesenian sangat mendukung kariernya di bidang musik,
juga teater.
Sejak kecil, Djaduk telah mendapat pendidikan kesenian di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja dan
Padepokan Kesenian Bagong Kussudiardja (PKBK) yang didirikan oleh ayahnya. Setelah tamat sekolah
menengah, ia masuk ke sekolah Institut Seni Indonesia (ISI) jurusan Seni Rupa dan Desain. Namun
akhirnya, ia belajar musik secara otodidak dan menekuni dunia musik. Selain secara otodidak, ia juga
belajar banyak tentang musik dan film dari Teguh Karya dan Arifin C. Noer.
Karya Djaduk Ferianto
Ikut dalam proyek pembuatan musik untuk Festival Film Indonesia (1984).
Ikut dalam proyek pembuatan musik untuk Pekan Tari Muda VI Dewan Kesenian Jakarta.
“Ngeng-Ngeng”. Karya ini dipentaskan dalam festival seni eksperimental Nur Gora Rupa di
Surakarta pada tahun 1993. Karya yang disampaikan dalam bentuk gerak simbolik (non-verbal)
ini berisi kritikan terhadap pemerintahan Soeharto.
“Kompi Susu”. Karya ini ditampilkan dalam acara “Renungan Reformasi” di Kampus UI dan
dalam acara “Jakarta International Percussion Festival” di Pekan Raya Jakarta. Karya ini
mengkritik militerisme Orde Baru dengan gaya komedi musikal.
Membentuk ansambel musik bernama “Kyai Kanjeng” bersama Emha Ainun Najib. Ansambel
musik ini menggabungkan alat musik barat dan gamelan diatonic secara menarik.
Mendirikan Kelompok Kesenian Kua Etnika bersama kakaknya, Butet Kertaredjasa dan Purwanto
(1995). Kelompok ini pada awalnya tidak menggunakan alat music barat. Salah satu kumpulan
karya terbaik Kua Etnika adalah album “Orkes Sumpeg” (1997).
Membuat komposisi music untuk acara “Dua Warna” di RCTI bersama dengan Aminoto Kosim
dan Kua Etnika (1995).
2.) Filmografi
Koper (2006)
Mengikuti pementasan keliling, termasuk Jerman, Denmark, Swedia, Belanda, dan Turki
Mencipta komposisi musik, untuk ilustrasi musik film dan sinetron, jingle iklan, untuk teater,
atau sejumlah event olahraga, sejak 1982
Turut serta merancang penataan musik sejumlah repertoar tari garapan Bagong Kussudiardjo
Menggarap komposisi musik untuk mengiringi pembacaan puisi Emha Ainun Nadjib bersama
Novi Budianto, 1993-1995
Mendirikan Kelompok Kesenian Kua Etnika bersama dengan Butet Kertaredjasa dan Purwanto,
1995
Berkolaborasi dengan Aminoto Kosim menggarap komposisi musik untuk acara Dua Warna, di
RCTI, 1995
Meraih Kreativitas terbaik dalam Festival Akustik se-Jawa Tengah dan DIY (1982)
Piala Vidia Festival Sinetron Indonesia sebagai Penata Musik Terbaik (1995)
Nomine Festival Sinetron sebagai penata musik terbaik dalam film Di Balik Pusaran Awan (1996)