Anda di halaman 1dari 9

Epiglotitis Epiglotitis merupakan inflamasi epiglotis.

Sebagian besar inflamasi ini disebabkan infeksi


Hemophilus influenzae; epiglotitis sudah jarang ditemukan di Amerika Serikat saat ini berkat vaksinasi
yang dilakukan terhadap mikroorganisme tersebut. Epiglotitis paling sering terjadi pada anak kecil.
Epiglotis yang mengalami inflamasi dapat menyebabkan gejala air liur atau yang terus menetes (karena
tidak bisa mengeluarkan sekretnya), distres pernapasan, stridor (bunyi inspirasi bernada tinggi), suara
yang tidak jelas dan sekret tubuh klasik postur yang yaitu duduk dengan membungkukkan badan
sementara leher diekstensikan untuk memudah- kan bernapas ("tripoding"). Pemeriksaan faring harus
dihindari pada pasien suspek epiglotitis karena dapat menimbulkan spasme sehingga terjadi penutupan
mendadak jalan napas. Anti- biotik digunakan untuk mengobati infeksi. Pasien epiglotitis harus dipantau
dengan ketat; intubasi trakeal dapat diperlukan jika gagal napas menjadi ancaman.

Patofisiologi klinik 2013 aaron berkowitz

EPIGLOTITIS AKUT Epiglotitis akut arau supraglotitis adalah inflamasi yang terjadi pada epiglotis dan
struktur terletak di atasnya yaitu arytenoids, plika ariepiglottis, dan kadang kadang uvula Penyebab
infeksi biasanya ialah S. aureus, C albicans, spesies herpes dan parainfluenza. Infeksi ini menimbulkan
sembab dan mempersempit saluran udara di sekitar struktur glottis. Aspirasi cairan orofaring atau
gumpalan mukus dapat mengakibatkan henti nafas. Reaksi inflamasi dengan edema ini dapat juga
disebabkan oleh trauma mekanik, kimia, atau termal. Kejadian infeksi ini berkurang setelah dilakukan
imunisasi terhadap kuman penyebab, yaitu < 1 per 100,000 populasi Kasus tersering ialah pada anak laki-
laki (60%), pada umur 2-7 tahun.

Manifestası yang sering ialah menggambarkan bahwa anak yang semula sehat secara dramatis
mendadak mengalamı obstruksi pernafasan progresif yaitu nampak dispneu, nyeri tenggorok, demam
tinggi, dan dalam beberapa jam anak menjadi toksik, kesulitan menelan dan bernafas sesak, liur
mengalir, leher hiperekstensi untuk melapangkan saluran nafas, tubuh posisi tripod, kemudian anak
cepat menjadi sianosis dan koma, akhirnya obstruksi total dan anak meninggal. Tidak terdapat batuk
yang barking seperti pada croup, dan tidak ada keluarga yang mengalami gejala pernafasan atas. Darah
tepi menunjukkan peningkatn leukosit (15,000-45,000/uL) terutama bentuk batang.Biakan dari sekresi
menunjukkan 75 % positif, sedang dari darah hanya 15%. Dengan laringoskop nampak bahwa epiglottis
dan ariepiglotitis dan struktur sekitarnya adalah bengkak dan berwarna merah ceri. Foto lateral dari
leher kasus epiglottitis menunjukkan gambaran klasik berupa thumb sign. Komplikasinya adalah otitis
media, pneumonia, trakheitis bakteri, meningitis, dan sindrom renjatan toksik (toxic shock syndrome).

Terapi penunjang yaitu pemberian oksigen, mencukupi kebutuhan cairan dan gizi. Perbaikan saluran
nafas dilakukan dengan pemberian epinefrin secara inhalasi, deksametason dapat diberikan secara oral,
suntikan atau inhalasi. Kasus epiglottitis adalah bersifat emergensi dan anak harus segera dilakukan
intubasi endotrakeal biasanya berlangsung sampai edema dan spasme hilang yaitu dalam 2-3 hari.
Antibiotik tidak diperlukan, kecuali bila ditemukan kuman seperti H. infiuenzae diberi suntikan
cefriaxone, cefotaxime atau kombinasi ampicillin dan sulbactam. Trakheostomi dan intubasi
endotrakheal dapat menurunkan angka kematian yang biasanya disebabkan karena obstruksi jalan nafas
karena epiglottitis.

Tanpa intubasi angka kematian ialah 6 % dan dengan intubasi ialah 1%.

Masalah dan tata laksana penyakit demam pada anak. Widagdo. 2012

Laringotrakeobronkitis (croup)

Penyakit ini cenderung sangat sering terjadi pada musim gugur, dan biasanya disebabkan infeksi virus
pada pernapasan, terutama parainfluenza. Mula-mula hidung beringus kemudian diikuti kesulitan
bernapas yang timbul mendadak disertai suara stridor. Obstruksi jalan napas sering lebih berat pada
bayi, yang secara alamiah cenderung mengalami kolaps jalan napas pada saat inspirasi dan hal ini
menambah stridor dan derajat obstruksi. Kecemasan memperparah keadaan tersebut di atas. Retraksi
interkostal dan subkostal menunjukkan adanya peningkatan usaha bernapas, dan anak hendaknya
diawasi secara cermat terhadap kemungkinan mengalami hipoksia (frekuensi napas dan jantung
meningkat, gelisah, sianosis). Adakalanya diperlukan tindakan intubasi atau trakeostomi, namun
sebagian besar kasus membaik dalam suasana yang santai dan hangat.

Pada anak-anak yang lebih besar obstruksi jalan napas lebih jarang terjadi dan ditandai dengan sakit
tenggorok, batuk menggonggong, dan hilangnya suara. Infeksi ini cenderung menyebar ke saluran napas
bawah dan menyebabkan batuk serta mengi

Epiglotitis

Pada keadaan ini, obstruksi jalan napas yang berat dapat terjadi sangat cepat akibat edema serta
inflamasi pada epiglotis dan struktur-struktur di sekitarnya. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh
Haemophilus influenzae tipe B dan dapat menyebabkan septikemia. Anak akan tampak sangat kesakitan,
demam dan mengeluarkan air liur, disertai kesulitan napas yang bermakna dan stridor dengan derajat
yang bervariasi. Leher seringkali diusahakan ektensi dan anak merasa paling nyaman bila duduk tegak.
Posisi ini jangan diubah dan jangan dilakukan pemeriksaan tenggorok, karena bila dikerjakan dapat
menyebabkan obstruksi total dan henti jantung napas. Sebaiknya tunggu sampai seorang ahli anestesi
datang untuk mengintubasi anak tersebut. Hampir semua anak dengan epiglotitis membutuhkan
intubasi selama 1-3 hari. Epiglotis berwarna 'merah cherry yang khas dapat diamati pada saat intubasi.
Jika tidak ada seorang ahli anes- tesi, trakeostomi mungkin merupakan pilihan tindakan yang lebih aman.
Hendaknya diberikan terapi antibiotik (ampisilin, kloramfenikol atau sefalosporin), sehingga anak
tersebut akan sembuh dengan cepat.

Dasar dasar pediatri edisi 3 . David Hull. Derek i. Johnston. 2011. Halaman 119
Epiglotitis merupakan infeksi yang sangat serius dari epiglotis dan struktur supraglotis. yang berakibat
obstruksi jalan napas akut dan menyebabkan kematian jika tidak diobati. Walaupun jarang, penyakit ini
harus dipikirkan pada anak yang sesak hebat diserta stridor dan penampilan yang toksık. Epiglotitis
hampir selalu disebabkan oleh Hemophilus influenza tipe b (Hib). Penyakit ini pertama kali dikenal pada
tahun 1878. Nama lainnya adalah "angina epiglotitidis anterior" (Mickel, 1878). Penyakit ini sudah sangat
jarang ditemui setelah penggunaan vaksin Hib (1988), yang menyebabkan terjadinya penurunan
morbiditas secara signifikan. Penurunan insidens epiglotitis pada anak yang mendapat vaksinası Hib
secara rutin telah dilaporkan oleh Garpenholt dkk. Insidens epiglotitis menurun dan 20,9 pada tahun
1987 menjadı 0,9 pada tahun 1996.

Epidemiologi

Angka kejadian bervariasi menurut tempatnya. Insidens epiglotitis di Quebec (Kanada) adalah enam
kasus per 100.000 populasi: di Stockholm (Swedia) adalah 14 kasus per 100.000 populasi, di Geneva
(Swiss) adalah 34 kasus per 100.000 populası.

Low melaporkan bahwa dalam 10 tahun (1992-2001) hanya ditemykan 2 kasus epiglotitis pada anak di
National University Hospital di Singapura. Mortalitas dan morbiditas epiglotitis bergantung pada
diagnosis dan penanganan di setiap sentra RS. Angka mortalitasnya dapat 0 % dan angka morbiditas
kurang dari 4%. Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan mortalitas hingga 9-18 %. Sebuah
penelitian multisenter mendapatkan bahwa epiglotitis lebih dominan terjadi pada kulit hitam,
kemungkinan karena status imun penduduk kulit hitam. Penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan insidens berdasarkan warna kulit. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa laki-laki
lebih banyak mengalami epiglotitis daripada perempuan.

Epiglotitis terjadı pada anak berusia 2-7 tahun dengan puncak usia 3,5 tahun. Selama 13 tahun terakhir
di Amerika Serikat (AS), rata-rata usia pasien epiglotitis adalah 35-80 bulan.

Etiologi

Epiglotitis hampir selalu disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe B. Penyebab lain adalah S aureus,
S. pmeumonia, C. albicans, virus, dan trauma. Trauma dapat terjadi akibat trauma langsung atau panas
(thermal mury). Shenao dkk. melaporkan dua kasus yang disebabkan oleh thermal imnury, kasus
pertama disebabkan oleh asam asetat dan yang kedua oleh air panas

Gejala klinis Secara klasik, penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak dan berat, nyeri
tenggorok, sesak napas, diikuti dengan gejala obstruksi saluran respiratori yang progresif (dalam
beberapa jam dapat memburuk menjadi obstruksi pernapasan total dan dapat menyebabkan kematian).
Pada anak yang lebih besar, biasanya didahului dengan nyeri tenggorok dan disfagia, pasien lebih
menyukai posisi duduk, badan membungkuk ke depan dengan mulut terbuka dan leher ekstensi (sniffing
position).

Gejala prodromal pada anak besar berlangsung lebih lama daripada anak kecil. Pada anak kecil, keadaan
umum awalnya baik, kemudian anak terbangun di malam hari dengan panas tinggi, afonia, lidah terjulur
disertai gawat napas (respiratory distress) sedang hingga berat, dan stridor inspirasi. Gawat napas dapat
terjadi pada menit-menit atau jam- jam pertama dimulainya penyakit.

Diagnosis

Diagnosis epiglotitis ditegakkan atas dasar ditemukannya epiglotis yang besar, bengkak, dan berwarna
merah ceri, dengan pemeriksaan langsung atau pun laringoskopi. Pada laringoskopi terlihat radang
epiglotis yang berat dan kadang kadang disertai peradangan di daerah sekelilingnya, termasuk aritenoid
dan lipatan ariepiglotis, plika vokalis, dan daerah subglotis. Pada pemeriksaan radiologis dapat terlihat
gambaran thumb sign.

Apabila anak diduga menderita epiglotitis, pemeriksaan menggunakan spatula harus dihindari karena
akan menimbulkan refleks laringospasme dan obstruksi total akut, aspirasi sekret, serta henti
kardiorespirasi. Jika pemeriksaan dengan spatula lidah harus dilakukan, sebelum pemeriksaan harus
dilakukan persiapan intubasi dan trakeostomi.

Selain itu, anak yang diduga menderita epiglotitis tidak boleh ditempatkan dalam posisi terlentang
karena anak dapat semakin mengalami agitasi dan terjadi perubahan posisi epiglotis akibat gravitasi. Hal
tersebut akan menambah berat obstruksi jalan napas

Tatalaksana

Intubasi atau Trakeostomi Tindakan intubasi nasotrakeal atau trakeostomı dapat dilakukan pada pasien
epiglotitis tanpa memandang derajat gawat napas yang terlihat.
Data menunjukkan bah wa angka kematian pada anak dengan epiglotitis yang tidak diberikan jalan
napas buatan adalah 6%, sedangkan jika dilakukan intubası atau trakeostomi adalah kurang darı 1% Lama
intubasi adalah 2-3 hari, yaitu hingga tampak perbaikan inflamasi.

Antibiotik

Selain tatalaksana kedaruratannya, antibiotik diberikan secara intravena berupa sefalosporin generasi
ketiga seperti sefotaksim atau seftriakson. Sefotaksim diberikan selama 7-10 har dan anak bebas demam
2 hari, sedangkan seftriakson dosis tunggal sehari dapat diberikan selama 5 hari.

Prognosis Pasien yang meninggal sebagian besar disebabkan oleh obstruksi jalan napas dan komplikası
trakeostomi

Buku ajar respirologi anak , 2013. Kiagus yangtjik, fatimah arifin. Halaman 316-319

Epiglotitis

Epiglotitis akut, merupakan sindrom obstruksi jalan napas lain, secara khas terjadi pada anak tua (usia 2-
7 tahun). Agen penyebabnya terutama bakteri (H. influenzae tipe b) Imunisasi bayi dan anak terhadap H.
influenzae telah membuat epiglotitis amat jarang terjadi

Manifestasi Klinis.

Epiglotitis ditandai dengan onset yang mendadak, demam tinggi, distres pernapasan, perburukan
mendadak, disfagia berat, dan suara yang teredam. Pasien biasanya merasakan lebih mudah bernapas
sambil duduk tegak, dan mereka berliur karena disfagia

Epiglotitis akut merupakan gawat darurat pediatri karena peradangan jalan napas tiba-tiba dapat
menjadi obstruksi total yang menyebabkan kematian.

Diagnosis.
Pada kasus yang khas, epiglotitis harus dicurigai pada pengamatan tanda klinis pasien. Diagnosis
bandingnya adalah croup berat, trakeitis bakteri, aspirasi benda asing, angina Ludwig dan abses
retrofaring serta peritonsilar

Konfırmasi diagnosis didasarkan pada pengamatan langsung struktur supraglotis yang meradang dan
membengkak serta epiglotis yang membesar warna merah ceri, tetapi prosedur ini harus dilakukan
hanya dalam kamar operasi dengan ahlı bedah dan anestisiolog yang siap untuk menempatkan pipa
enditrakea atau melakukan trakeostomi.

H influenzae dapat ditemukan pada permukaan epiglotis atau dari biakan darah.Jika ragu-ragu mengenai
diagnosis klinis epiglotitis dapat dibedakan dari croup berat berdasarkan foto leher lateral ("tanda
jempol" pembengkakan epiglotis) Dokter harus menemani pasien ke bagian radiologi dan harus siap
untuk menangani jalan napas.

Pengobatan. Intubasi endotrakeal sekarang merupakan metode penanganan yang lebih disukai tetapi
pasien yang diintubasi memerlukan pengawasan terus-menerus dan pipa difiksasi untuk mebgurangi
kemungkinan ekstubasi tanpa disengaja .

Antibiotik (seftriakson) cocok untuk H. mfluenzae yang harus diberikan seketika. Dengan terapi efektif
penyembuhan klinis cepat terjadi, dan kebanyakan pasien dapat secara aman diekstubasi dalam 18-72.

Nelson esensi pediatri edisi 4. Richard e berhman. Ribert m. Kliegman. Halaman 582-583

Epiglotitis

Walaupun sudah jarang ditemukan semenjak terdapat vaksin H. influenza, epiglotitis merupakan
penyebab nyeri tenggorokan akut pada anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit ini paling sering
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, namun pada orang dewasa, epiglotitis dapat disebabkan oleh
organisme piogenik lainnya. Epiglotitis adalah infeksi yang berkembang dengan cepat, dimulai dengan
nyeri tenggorokan, diikuti oleh ketidakmampuan menoleransi sekresi, hot potato voice, dispnea. dan
obstruksi jalan napas. Foto leher lateral mungkin menggam- barkan tanda klasik "cap jempol"
(thumbprint) akibat epiglotis yang membengkak.
Pada orang dewasa, obstruksi jalan napas dapat terjadi lebih perlahan-lahan daripada anak-anak,
namun sama-sama bahaya Diindikasikan untuk konsultasi THT segera dan evaluasi penatalksanaan jalan
napas. Penatalaksanaannya adalah mengamankan jalan napas (intubasi atau trakeotomi), antibiotik
intravena. Pemeriksaan serat optik di kontraindikasikan untuk populasi anak ansk apabila dicurigai
epiglotitis.

Ilmu THT esensial . Frank e. Lucente .Gady Har-El . 2011. Halaman 317

Epiglotitis.

Obstruksi pernapasan akut disebabkan oleh infeksi Hib pada epiglotis dan jaringan supraglotik mungkin
merupakan bentuk penyakit Hib yang paling dramatik. Epiglotitis terutama terjadi pada anak lebih tua
yang berusia 2-7 tahun dan biasanya memiliki awitan yang mendadak disertai demam tinggi, nyeri
tenggorok, dan disfagia. Anak tersebut dapat mengiler akibat ketidakmampuan menelan sekresi
orofaringeal, dan gawat pernapasan progresif terjadi setelah beberapa jam disertai takipnea, stridor,
sianosis, dan retraksi. Pasien dapat duduk dengan dagu diekstensikan untuk mempertahankan jalan
napas yang terbuka. Beberapa kondisi menghasilkan sekelompok gejala dan temuan, walaupun jarang
terjadi croup atau obstruksi benda asing.

Radiografi leher lateral dapat membantu jika tampilan klinis tidak jelas, tetapi pada sebagian besar kasus
pemeriksaan diagnostik sebaiknya tidak menunda perlunya inspeksi langsung epiglotis di ruang operasi.
Angka mortalitas 5-10%, hampir selalu berkaitan dengan buruknya kontrol pernapasan secara dini pada
awal penyakit

Buku ajar pediayri Rudolph volume 1. Abrham M. Rudolph. Halamn 645

Epiglotitis

Infeksi epiglotis yang terutama disebabkan oleh Hemophilus influenzae tipe B Hib), mengakibatkan
pembengkakan cepat dan kelemahan jalan napas. Keadaan ini merupakan kedaruratan medis.

Epiglotitis paling sering terjadı pada anak berusia 3 hingga 6 tahun yahg belum diimunisasi hib Gejala
memiliki awitan cepat dalam waktu beberapa jam berupa demam tinggi,disfagia. keluar air liur, stridor
inspirasi, dan bersin saat berdiri tegak dengan Ieher ekstensi dan rahang ke depan
jika dari anamnesis dicurigai terdapat kelainan ini, anak sebaiknya tidak boleh menunggu secara
berlebihan. Usaha untuk melihat faring secara langsung dapat menimbulkan oklusi lengkap jalan rapas
dan henti pernapasan. Foto rontgen leher lateral sebaiknya dilakukan jika dokter dan staf perawat siap
untuk melakukan intubasi atau trakeostomi segera. Ciri khas berupa epiglotis yang sebesar ibu jari
bersifat diagnostik. Kultur darah yang dilakukan adalah jalan napas dapat dikontrol dan membantu
menentukan bakteri penyebab. pada keadaan yang tidak terkontrol, sebaiknya hubungi staf yang paling
berpengalaman untuk membuat jalan napas buatan. Jika intubasi trakea tidak tercapai diindikasikan
trakeostomi. Kemudian dapat diberikan antibiotik spektrum luas secara intravena.

Buku pedoman klinis pediatri. M.william schartz. 2012. Halaman 652-653

Epiglotitis Akut.

Epiglotitis akut merupakan infeksi laring, dengan pembengkakan cepat epiglotitis dan inspirasi yang
semakin sulit. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh H. influenzae tipe b dan memerlukan pengobatan
dini dan agresif. Pemakaian luas vaskin hemofilus b telah mengurangi insidens penyakit ini, tetapi tetap
harus dipikirkan pada setiap anak dengan gejala mirip croup yang akut. Anak dengan epiglotitis akut
biasanya di atas umur tiga tahun. Awitannya akut, dengan stridor inspirasi, mengeluarkan air liur, dan
agitasi yang meningkat. Penyakit memburuk selama periode 4-12 jam sampai obstruksi jalan napas total.
Biasanya ada demam dan tanda toksisitas sistemik lain. Sebaliknya, pada anak dengan
laringotrakeobronkitis viral, jarang ada riwayat infeksi saluran napas atas yang mendahului, dan tifak ada
batuk spontan.

Bila obstruksi berat, terjadi pertukaran udara yang buruk pada lapangan paru. Anak cenderung menetap
pada posisi duduk dengan dagu diekstensikan dan mungkin mengeluh nyeri dalam tenggorokannya saat
menelan. Sekresi tidak tertelan. Seiring dengan berkembangnya obstruksi, stridor dapat berkurang
karena pernapasan menjadi dangkal dan cepat.

Pada penderita dengan pertukaran udara yang baik, pemeriksaan faring posterior yang cermat (hati-hati
jangan menyentuh dinding faring dengan spatel lidah) akan menunjukkan edema epiglotis yang berat.
Pembengkakan epiglotis ini telah digambarkan menyerupai buah frambus berwarna merah terang.
Sesudah ujung epiglotis yang bengkak tampak, pemeriksaan faring harus dihentikan; setiap manipulasi
lebih lanjut epiglotis yang meradang dapat menyebabkan obstruksi laring total. Penting bahwa peralatan
yang sesuai dan personil yang terlatih untuk melakukan intubasi endotrakea dan trakeostomi ada bila
memeriksa anak dengan kemungkinan epiglotitis. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan di ruang gawat
darurat atau unit perawatan intensif. Diagnosis epiglotitis juga dapat diperkirakan dengan
mengidentifikasi epiglotis yang bengkak dan bulat pada rontgen lateral leher.

Anak yang sudah dipastikan epiglotitis harus diintubasi.Pipa yang 0,5-1,0 mm lebih kecil daripada
biasanya yang cocok untuk umur anak harus dipilih. Intubasi endotrakea mungkin sukar; kadang-kadang
trakeostomi dapat diperlukan. Rata-rata lama intubasi endotrakea, sesudah mulai antibiotik adalah 2-4
hari.Insidens komplikasi pascaintubasi rendah. Edema paru dapat mempersulit epiglotitis akut maupun
croup virus, dan dapat menyebabkan hipoksemia dan infiltrat paru yang terlihat pada rontgen dada.

Sesudah diambil darah untuk biakan, pengobatan segera dengan sefuroksim intravena, 75 mg/kg/hari,
harus dimulai. Anak harus dipantau di unit perawatan intensif.

Buku ajar Pediatri Rudolph vol 3. 2011 . Abraham M. Rudolph . Halaman 1793

Anda mungkin juga menyukai