1 PB PDF
1 PB PDF
Abstrak
Di Indonesia, masih banyak dokter yang memberikan obat dalam bentuk racikan. Peracikan obat menjadi
perhatian karena banyak munculnya kejadian yang tidak dikehendaki seperti masalah farmasetika dan
interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah farmasetika (inkompatibilitas) dan
interaksi obat pada resep racikan pasien pediatri rawat jalan di salah satu rumah sakit di Kabupaten
Bogor. Metode penelitian ini adalah gabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Data diproses melalui
software Lexicomp atau Drug Interactions Checker. Data kualitatif dalam bentuk triangulasi diperoleh
dari wawancara mendalam, telaah resep dan observasi lapangan. Data yang diambil menggunakan total
sampling yakni sebanyak 506 lembar resep racikan rawat jalan periode Januari–Agustus 2016. Informan
terdiri dari dua orang dokter spesialis dan dua orang apoteker. Hasil analisis menunjukkan terdapat
masalah farmasetika (inkompatibilitas) sebesar 3,4% (17 lembar resep), masalah interaksi obat sebesar
45,1% (228 lembar resep), dan total interaksi obat sebanyak 329 interaksi obat. Persepsi dokter terkait
masalah inkompatibilitas dan interaksi obat yaitu masalah-masalah yang terjadi disebabkan oleh masalah
ketersediaan obat. Masalah farmasetika dan interaksi obat pada resep racikan dapat dihindari apabila
ada informasi dari bagian farmasi mengenai obat yang ada interaksi dan obat yang tidak boleh diracik.
Korespondensi: Anna U. H. Rochjana, S.Farm., Apt., Program Studi Magister Farmasi, Peminatan Farmasi Klinik,
Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia, email: annauswatun.hr@gmail.com
Naskah diterima: 9 Juli 2018, Diterima untuk diterbitkan: 10 Februari 2019, Diterbitkan: 1 Maret 2019
42
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
43
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
wawancara secara mendalam dengan dokter sediaan tablet salut selaput, contohnya adalah
dan apoteker. Analisis resep dan observasi Heptasan®. Diperoleh sebanyak 228 lembar
berbentuk triangulasi. Pendekatan ini dipilih (45,1%) resep yang terdapat interaksi obat.
karena melalui penelitian ini, diharapkan Klasifikasi interaksi obat dibagi menjadi
dapat diketahui persepsi dokter dan apoteker tiga kelompok, yaitu interaksi mayor, moderat
yang terkait resep racikan. Hasil wawancara dan minor. Total interaksi yang terjadi adalah
lalu dibandingkan dengan hasil telaah resep 329 interaksi dengan interaksi mayor sebanyak
dan observasi lapangan. Analisis dilakukan 1 (0,3%), moderat 328 (99,7%) dan tidak
dengan membuat matriks hasil wawancara. ditemukan interaksi minor. Hasil analisis
berbentuk tabel yang berisi hasil wawancara interaksi obat dapat dilihat pada Tabel 1.
dokter dan apoteker dan dirangkum menjadi Informan memiliki persepsi yang berbeda-
informasi berupa persepsi dokter dan apoteker. beda terhadap masalah inkompatibilitas dan
Selanjutnya, matriks dibandingkan dengan interaksi obat pada resep racikan. Penyebab
hasil telaah resep dan dibuat justifikasinya. masih adanya resep racikan menurut informan
disebabkan tidak tersedianya obat jadi, dosis
Hasil yang sedikit-sedikit pada pasien anak, lebih
murah dan praktis, dan berharap pasien cepat
Dari total 2.912 lembar resep, terdapat 506 sembuh, seperti yang dinyatakan berikut:
(17,4%) lembar resep yang masuk ke dalam
kriteria inklusi. Lembar resep yang memenuhi “... lebih memudahkan pemberian obat,
kriteria inklusi kemudian dilakukan analisis beberapa orang tua kesulitan untuk pemberian
masalah inkompatibilitas dan interaksi obat. obatnya... penyebabnya karena ketersediaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat obat, beberapa tidak tersedia di rumah
masalah inkompatibilitas pada resep racikan sakit”.
yaitu sebesar 3,4%. Masalah inkompatibilitas
pada penelitian ini dilihat berdasarkan pada “....racikan pastinya lebih murah dan lebih
ketidaklayakan bentuk sediaan yang digerus, praktis... apalagi pada anak-anak kan
obat yang tidak layak untuk digerus adalah dosisnya sedikit-sedikit”.
Tabel 1 Identifikasi Interaksi Obat pada Resep Racikan di Salah Satu Rumah Sakit di Kabupaten
Bogor
Interaksi Obat Tingkat Keparahan Mekanisme Interaksi Jumlah (%)
Salbutamol + Teofilin Moderat Farmakodinamik 113 (34,3)
Salbutamol + Prednison Moderat Farmakodinamik 87 (26,4)
Salbutamol + Metilprednisolon Moderat Farmakodinamik 67 (20,4)
Salbutamol + Triamsinolon Moderat Farmakodinamik 21 (6,4)
Salbutamol + Deksametason Moderat Farmakodinamik 16 (4,9)
Chlorpheniramine Maleate + Siproheptadin Moderat Farmakodinamik 15 (4,6)
Salbutamol + Prednisolon Moderat Farmakodinamik 4 (1,2)
Chlorpheniramine Maleate + Metoklopramid Moderat Farmakodinamik 2 (0,6)
Parasetamol + Metoklopramid Moderat Farmakodinamik 2 (0,6)
Ibuprofen + Prednison Moderat Farmakodinamik 1 (0,3)
Metronidazol + Domperidon Mayor Farmakodinamik 1 (0,3)
Total 329 (100,0)
44
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
“...sediaan obat jadinya sesuai dosis yang khusus, seperti sediaan sirup, yang mudah
dibutuhkan belum ada... penggabungan diterima oleh anak.9 Berdasarkan penelitian
beberapa obat pasien bisa cepat sembuh”. oleh Wiedyaningsih et al. (2003), dari 75 resep
racikan diketahui bahwa resep racikan yang
“...penyebabnya pertama mungkin obat dikehendaki pembuatan sediaan obat berupa
jadi tidak tersedia... dokter mungkin berharap bentuk serbuk/pulveres adalah yang paling
pasien itu cepat sembuh, makanya obat itu dominan (71%), sedangkan yang lainnya
diracik”. yaitu permintaan bentuk sediaan semi padat
(21,8%) ataupun cair (7,2%).10 Beberapa
Berdasarkan hasil wawancara mendalam obat yang diracik tersebut sebenarnya telah
dengan informan mengenai interaksi obat, tersedia sediaannya dalam bentuk sediaan
berinteraksinya obat satu dengan obat yang sirup yang bisa diberikan untuk anak, namun
lain tidak diketahui oleh dokter secara pasti, obat tersebut masih diracik karena berbagai
interaksi obat memang ada dan masih sering pertimbangan dokter.
ditemukan, serta banyak terjadi dalam resep Sediaan pulveres sebagai alternatif obat
racikan seperti yang dinyatakan berikut: untuk anak telah menjadi perhatian khusus di
pelayanan kesehatan. Pulveres mempunyai
“...obat satu dengan obat yang lain itu beberapa keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi kita jelas tidak mengetahui dibandingkan dengan sediaan yang lainnya.
pasti”. Beberapa keuntungannya antara lain dosis
mudah disesuaikan dengan berat badan anak
“Interaksi obat masih banyak terjadi”. secara tepat, obatnya dapat dikombinasikan
sesuai kebutuhan pasien, lebih praktis, cara
Berdasarkan wawancara mendalam dengan pemberian yang mudah khususnya pada anak
informan tentang masalah inkompatibilitas, kecil yang belum mampu untuk menelan tablet.
dokter kurang paham dan tidak selalu mengetahui Kerugiannya meliputi kemungkinan efek
inkompatibilitas, dokter mengetahuinya dari samping, interaksi obat dan inkompatibilitas.
apoteker dan perawat seperti yang dinyatakan Masalah inkompatibilitas pada penelitian
berikut: ini dilihat dari ketidaklayakan bentuk sediaan
yang diracik. Obat yang tidak layak untuk
“Saya kurang paham, cuma pengetahuan saya diracik yaitu sediaan tablet salut selaput. Obat
sampai obat itu disalut pasti ada sesuatu”. yang sering digerus adalah Heptasan® yang
mengandung siproheptadin, yang merupakan
“...kita tidak selalu tahu, tapi apoteker golongan antihistamin diindikasikan untuk
suka kasih tau... ada perawat yang sudah pengobatan gejala alergi. Hasil penelitian
pernah ikut pelatihan, saya jadi dikasih Homnick et al. (2005) menunjukkan bahwa
tahu sama perawat”. efek samping siproheptadin terhitung sedikit,
namun efek pada kenaikan berat badan cukup
Pembahasan signifikan. Hal ini yang menjadi dasar dalam
pemberian obat ini oleh dokter pada pasien
Berdasarkan hasil penelitian ini, resep racikan pediatri.11
yang dibuat puyer/pulveres hampir 100%. Menurut penilaian dari beberapa informan,
Sediaan puyer masih banyak diberikan oleh belum ada dan tidak pernah terjadi kasus
tenaga medis di rumah sakit di Indonesia yang berhubungan dengan inkompatibilitas
disebabkan belum tersedianya bentuk sediaan karena sebelumnya telah diinformasikan oleh
45
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
apoteker, namun berdasarkan hasil penelitian, Salah satu dokter menyatakan bahwa kasus
masih ditemukan masalah inkompatibilitas interaksi obat yang sering terjadi adalah antara
yang meliputi penggerusan tablet salut selaput salbutamol dengan prednison, dan pernyataan
meskipun kejadian ini terhitung tidak terlalu ini sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu
banyak. Masalah inkompatibilitas masih ada ditemukan interaksi obat antara salbutamol
disebabkan oleh ketersediaan obat di rumah dengan prednison. Selain itu, interaksi yang
sakit. sering ditemukan adalah antara teofilin dan
Ketersediaan obat yang terdapat di rumah sakit salbutamol. Dari hasil penelitian ini, interaksi
pemerintah tidak sama seperti di rumah sakit obat yang terbanyak adalah interaksi antara
swasta. Di rumah sakit pemerintah, pengadaan salbutamol dengan teofilin. Efek interaksi
obat membutuhkan proses yang panjang. Hal obat antara salbutamol dengan teofilin adalah
ini dilakukan untuk mengendalikan biaya salbutamol dapat meningkatkan efek samping
pembelian obat. Menurut Wiedyaningsih et al. teofilin. Efek samping teofilin adalah dapat
(2003), alasan utama masalah yang berkaitan menyebabkan hipokalemia apabila diberikan
dengan sistem pelayanan kesehatan adalah secara oral dan terutama apabila diberikan
keterbatasan anggaran obat,12 sehingga tidak parenteral atau nebulisasi. Efek penurunan
semua obat yang dibutuhkan oleh dokter bisa kalium pada kedua kelompok obat ini aditif.14
terpenuhi. Selain ketersediaan obat, masalah Mekanisme interaksi obat yang terjadi yaitu
inkompatibilitas terjadi akibat pengetahuan 100% berjenis farmakodinamik. Interaksi
mengenai inkompatibilitas yang dinilai kurang farmakodinamik adalah jenis interaksi ketika
memadai. Pengetahuan tentang inkompatibilitas efek dari satu obat diubah oleh adanya obat
bisa didapatkan dengan mengikuti pelatihan lain di tempat obat itu bekerja. Biasanya obat
seperti seminar dan workshop terkait dengan langsung bersaing untuk reseptor tertentu
inkompatibilitas. (misalnya β2 agonis seperti salbutamol, dan
Berdasarkan hasil penelitian ini, masih penghambat beta seperti propranolol), tetapi
banyak ditemukan masalah interaksi obat seringkali reaksi lebih bersifat tidak langsung
pada resep racikan pasien pediatri. Hal ini dan melibatkan mekanisme fisiologis seperti
diperjelas oleh apoteker yang menyatakan efek yang aditif, sinergis (saling memperkuat)
bahwa interaksi obat memang terjadi, masih dan antagonis (saling meniadakan).14
sering ditemukan dan banyak terjadi dalam Polifarmasi pada umumnya menjadi salah
resep racikan pasien pediatri rawat jalan. satu faktor risiko interaksi obat yang dapat
Kejadian interaksi obat berdasarkan tingkat menyebabkan reaksi obat yang merugikan,
keparahannya dikelompokkan ke dalam tiga selain itu juga menyebabkan meningkatnya
kategori: interaksi minor (efek ringan yang risiko rawat inap sehingga biaya perawatan
dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat menjadi lebih tinggi.15 Pasien pediatri yang
(efek sedang yang dapat berakibat timbulnya dirawat di rumah sakit sering mendapatkan
kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek berbagai macam obat yang berbeda, dengan
fatal yang dapat menyebabkan kematian).13 jumlah lebih dari 25 obat untuk anak-anak.16
Berdasarkan pernyataan informan apoteker Kemungkinan obat memengaruhi keamanan
terkait, tingkat keparahan dari interaksi yang atau khasiat obat lain (interaksi obat) sehingga
terjadi tidak mayor dan masih bersifat minor, penting untuk memilih yang optimal pada
namun hal ini tidak sesuai dengan hasil dari farmakoterapi.17
penelitian yang ditemukan, yaitu keparahan Menurut informan, penyebab dari masih
interaksi obat yang terjadi berada pada kategori terjadinya masalah interaksi obat pada pasien
moderat dan mayor. adalah kurangnya pengetahuan yang dimiliki
46
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
tentang interaksi obat. Pengetahuan informan lembar resep). Tingkat keparahan interaksi
tentang interaksi obat berpengaruh terhadap paling banyak terjadi adalah interaksi moderat
masalah interaksi obat pada resep racikan sebesar 99,7%. Kategori moderat artinya
pasien pediatri. Pengetahuan tentang interaksi pemberian kombinasi obat ini mengakibatkan
obat dapat diperoleh dengan melalui pelatihan efek signifikan secara klinis, dapat dihindari
seperti seminar dan workshop terkait dengan dengan cara memberi jarak antara obat yang
interaksi obat. satu dengan obat yang lainnya, dan kombinasi
Berdasarkan hasil wawancara mendalam obat ini masih dapat digunakan hanya dalam
dengan dokter, persepsi dokter tentang resep keadaan khusus. Persepsi dokter terkait resep
racikan adalah resep racikan memudahkan racikan, inkompatibilitas dan interaksi obat pada
pemberian obat. Penyebab dari masih adanya resep racikan pasien pediatri di antaranya yaitu
resep racikan menurut informan disebabkan resep racikan memudahkan pemberian obat,
tidak tersedianya obat jadi, dosis yang sedikit- efisien, murah, praktis, dan tidak terkendala
sedikit pada pasien anak, lebih murah dan oleh ketersediaan obat.
praktis, serta berharap pasien cepat sembuh.
Menurut Widyaswari et al. (2013), resep Pendanaan
racikan mudah digunakan dan harga yang
lebih murah menjadi penyebab dokter masih Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah
meresepkan obat racikan pada pasien anak.12 manapun.
Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu
penelitian ini bersifat retrospektif sehingga Konflik Kepentingan
tidak dapat dilakukan monitor pasien tentang
akibat inkompatibilitas dan interaksi obat Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat
secara aktual terhadap kondisi klinis pasien. potensi konflik kepentingan dengan penelitian,
Saran pencegahan dan pengurangan masalah kepenulisan (authorship), dan atau publikasi
inkompatibilitas dan interaksi obat pada artikel ini.
resep racikan pasien pediatri dapat dilakukan
melalui cara-cara sebagai berikut: 1) Dokter Daftar Pustaka
disarankan berkolaborasi dengan apoteker
dalam pemilihan obat yang tepat untuk pasien 1. Ceci A, Baiardi P, Bonifazi F, Giaquinto
pediatri dengan mengamati dan memperhatikan C, Pena M, Mincarone P, et al. TEDDY
kondisi klinis pasien. 2) Apoteker disarankan NoE project in the framework of the EU
untuk selalu memonitor kejadian interaksi obat Paediatric Regulation. Pharmaceuticals
pada resep racikan pasien pediatri sehingga Policy Law. 2009;11(1,2):13–21. doi: 10.
dapat dengan cepat mengambil tindakan dan 3233/PPL-2009-0206
mencari alternatif obat pengganti setelah terlebih 2. Bourgeois FT, Mandl KD, Valim C,
dahulu berkoordinasi dengan dokter. Shannon MW. Pediatric adverse dru g
events in the outpatient setting: An 11-year
Simpulan national analysis. Pediatrics. 2009;124(4):
e744–50. doi: 10.1542/peds.2008-3505.
Masalah inkompatibilitas obat pada resep 3. Gudeman J, Jozwiakowski M, Chollet J,
racikan pasien pediatri rawat jalan di salah Randell M. Potential risks of pharmacy
satu rumah sakit di Kabupaten Bogor sebesar compounding. Drugs R D. 2013;13(1):1–
3,4%. Masalah interaksi obat pada resep 8. doi: 10.1007/s40268-013-0005-9.
racikan pasien pediatri sebesar 45,1% (228 4. Piscitelli SC, Rodvold KA. Drug interaction
47
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 8, Nomor 1, Maret 2019
in infection disease, 2nd Edition. New Jersey: appetite stimulant in cystic fibrosis. Pediatr
Humana Press; 2005. Pulmonol. 2005;40(3):251–6. doi: 10.100
5. Newton DW. Drug incompatibility 2/ppul.20265
chemistry. Am J Health Syst Pharm. 2009; 12. Widyaswari R, Wiedyaningsih C.
66(4):348–57. doi: 10.2146/ajhp080059. Evaluasi profil peresepan obat racikan dan
6. Sjahadat AG, Muthmainah, S. Analisis ketersediaan formula obat untuk anak di
interaksi obat pasien rawat inap anak puskesmas Provinsi DIY. Maj Farmaseutik.
di Rumah Sakit di Palu. Indones J Clin 2013;8(3):227–34. doi: 10.22146/farmas
Pharm. 2013;2(4):1–6. eutik.v8i3.24079
7. Ismail M, Iqbal Z, Khan MI, Javaid A, 13. Tatro DS. Drug interaction facts 2015:
Arsalan H, Farhadullah H, et al. Frequency, The authority on drug interactions. St.
levels and predictors of potential drug- Louis, Mo.: Wolters Kluwer Health Facts
drug interactions in a pediatrics ward of & Comparisons; 2013.
a Teaching Hospital in Pakistan. Trop J 14. Baxter K (Ed). Stockley’s drug interactions,
Pharm Res. 2013;12(3):401–6. doi: 10.43 eighth edition. London: Pharmaceutical
14/tjpr.v12i3.19 Press; 2008.
8. Feinstein J, Dai D, Zhong W, Freedman 15. Guthrie B, Makubate B, Hernandez-
J, Feudtner C. Potential drug-drug Santiago V, Dreischulte T. The rising tide of
interactions in infant, child, and adolescent polypharmacy and drug-drug interactions:
patients in children’s hospitals. Pediatrics. Population database analysis 1995–2010.
2015;135(1):e99–108. doi: 10.1542peds. BMC Med. 2015;13:74. doi: 10.1186/s12
2014-2015. 916-015-0322-7.
9. Siahaan S, Adhie U. Praktik peracikan 16. Feudtner C, Dai D, Hexem KR, Luan X,
puyer untuk anak penderita tuberkulosis di Metjian TA. Prevalence of polypharmacy
Indonesia. Kesmas National Public Health exposure among hospitalized children in
J. 2013; 8(4):158–63. doi: 10.21109/kesma the United States. Arch Pediatr Adolesc
s.v0i0.393 Med. 2012;166(1):9–16. doi: 10.1001/arc
10. Wiedyaningsih C, Oetari. Investigation hpediatrics.2011.161
on drug dosage form: Analysis of 17. Patel VK, Acharya LD, Rajakannan
prescriptions available in pharmacy in T, Surulivelrajan M, Guddattu V,
kotamadya Yogyakarta. Indones J Pharm. Padmakumar R. Potential drug interactions
2003;14(4):201–7. doi: 10.14499/indones in patients admitted to cardiology wards of
ianjpharm0iss0pp201-207 a south Indian teaching hospital. Australas
11. Homnick DN, Marks JH, Hare KL, Bonnema Med J. 2011;4(1):9–14. doi: 10.4066AMJ
SK. Long-term trial of cyproheptadine as an .2011.450
© 2019 Rochjana et al. The full terms of this license incorporate the Creative Common Attribution-Non Commercial License (https://
creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/). By accessing the work you hereby accept the terms. Non-commercial use of the work are permitted
without any further permission, provided the work is properly attributed.
48