Anda di halaman 1dari 24

KAJIAN INTERAKSI OBAT BERBASIS KATEGORI SIGNIFIKANSI

KLINIS TERHADAP POLA PERESEPAN PASIEN RAWAT JALAN


DI APOTEK RS BATARA SIANG PANGKEP

STUDY OF DRUG INTERACTION BASED ON CLINICAL SIGNIFICAN


CATEGORIES OF PRESCRIPTION PATTERNS FOR OUTPATIENTS
IN BATARA SIANG HOSPITAL PANGKEP

MUHAMMAD THOHA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah yang ditimbulkan dalam pola peresepan pasien

yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien adalah interaksi obat.

Interaksi obat merupakan interaksi yang dapat terjadi apabila efek obat

diubah oleh obat lain, makanan, atau minuman. Interaksi obat ini dapat

menyebabkan beberapa masalah antara lain penurunan efek terapi,

peningkatan toksisitas, atau efek farmakologis yang tidak diharapkan


(Amelia Agustin et al., 2021)

Interaksi obat berdasarkan level signifikansi klinis atau tingkat

keparahan dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu interaksi

minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi bisa dianggap tidak berbahaya,

interaksi moderate dimana interaksi terjadi sehingga dapat meningkatkan

efek samping obat. Sedangkan interaksi mayor berpotensi berbahaya

pada pasien sehingga perlu dilakukan monitoring/intervensi. Adapun yang

dimaksud dengan potensi berbahaya adalah jika ada probabilitas tinggi

dari peristiwa yang dapat merugikan pasien dimana salah satu akibatnya

dapat menyebabkan kerusakan organ yang dapat membahayakan


Amelia Agustin et al., 2021)
kehidupan pasien (

Potensi interaksi antar obat merujuk kepada konsep kemungkinan

sebuah obat dapat memberikan efek berlawanan dengan obat lainnya

saat keduanya diberikan secara bersamaan. Pada kenyataannya,

1
2

kombinasi penggunaan obat mempunyai potensi untuk berinteraksi,

dapat meningkatkan kejadian resiko reaksi obat yang tidak diharapkan,

toksisitas atau hilangnya efikasi pengobatan, sehingga dapat

meningkatkan lama rawat inap di rumah sakit dan besarnya biaya yang

dibutuhkan.
(Gapar RS. Interaksi Obat Beta-Blocker dengan Obat-obat lain. 2003)

Meningkatnya kejadian interaksi obat pada pola peresepan dapat

disebabkan banyaknya obat yang sering digunakan (polipharmacy atau

multiple drug therapy), sehingga potensi terjadinya interaksi obat dalam

suatu pola peresepan sangat sering terjadIi. Salah satu penelitian di

Indonesia terkait interaksi obat yang telah dilaporkan adalah profil

pengobatan dan potensi interaksi obat pada pasien Rawat Jalan yang

terdiagnosis diabetes mellitus komplikasi hipertensi di RSUD dr.H.Andi

Abdurrahman Noor yang terletak di Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Provinsi

Kalimantan Selatan dengan potensi interaksi obat yang paling banyak

ditemukan terjadi antara insulin dengan kandesartan sebesar 7 3,34%


(Rachmawati et al., 2022.)
dengan tingkat keparahan sedang. Penelitian

lainnya terkait interaksi obat yang telah dilaporkan di Kota Makassar pada

RS X dalam kurun waktu Mei-juni 2020 menunjukkan bahwa dari 100

lembar resep dengan 529 item obat terdapat 253 potensi interaksi obat,

antara lain 175 potensi level moderat, 45 potensi level minor, 2 potensi
(Chaliks et al., 2021.)
level mayor.
3

Penelitian mengenai interaksi obat ini penting untuk dilakukan agar

pemilihan jenis obat dalam peresepan dapat lebih efektif dan keamanan

bagi pasien dapat terjamin. Hingga saat ini, penelitian mengenai potensi

interaksi obat di RS Batara Siang belum pernah dilaporkan, Salah satu hal

yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini adalah kualifikasi

tenaga farmasi klinis di RS Batara Siang yang belum tersedia sehingga

tidak ada yang memantau potensi interaksi obat secara khusus.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dilakukan penelitian di

RS Batara Siang Kab. Pangkep.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ketersediaan data interaksi obat secara sistemis di RS

Batara Siang Kab.Pangkep?

2. Bagaimana gambaran potensi interaksi obat dalam pola peresepan

selama pasien minum obat?

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat di RS

Batara Siang Kab. Pangkep?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1. Mengetahui ketersediaan data interaksi obat secara sistematis di RS

Batara Siang Kab.Pangkep.

2. Mengetahui gambaran potensi interaksi obat dalam pola peresepan


4

selama pasien minum obat.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi potensi interaksi

obat di RS Batara Siang Kab. Pangkep.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk menyediakan data dan informasi

terkait interaksi obat dari resep di RS Batara Siang Kab. Pangkep.

Dengan adanya data dan informasi tersebut dapat menjadi rujukan data

terkait keamanan minum obat pasien.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan suatu peristiwa atau

keadaan dimana terapi obat berpotensi atau secara

nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan

(Fajriansyah et al, 2016).

Tipe interaksi obat-obat dibedakan menjadi 3

macam, yaitu: (Hussar, 2007)

a. Duplikasi yaitu ketika dua obat yang sama efeknya diberikan, efek

samping mungkin dapat meningkat.

b. Opposition yaitu ketika dua obat dengan aksi berlawanan diberikan

bersamaan dapat berinteraksi, akibatnya menurunkan efektivitas obat

salah satu atau keduanya.

c. Alteration yaitu ketika suatu obat mungkin dirubah melalui absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan ekskresi oleh obat lain.

Mekanisme interaksi obat dapat digolongkan

menjadi tiga kelompok yaitu interaksi farmasetik,

interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik.

Interaksi farmasetik adalah interaksi yang terjadi antara

dua obat yang diberikan dalam waktu bersamaan yang

biasanya terjadi sebelum obat tersebut dikonsumsi.

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat

5
6

terjadi ketika obat mempengaruhi proses absorpsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) obat lain,

sehingga dampaknya dapat meningkatkan atau

mengurangi efek farmakologis salah

6
6

satu dari obat yang dikonsumsi tersebut,

sedangkan interaksi farmakodinamik merupakan

interaksi obat yang terjadi pada reseptor yang bisa

menyebabkan sinergis atau pun efek lainnya.


(Baxter & Stockley, 2010)

Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat

dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek

farmakokinetika obat dan interaksi yang mempengaruhi

respon farmakodinamik obat.Beberapa interaksi obat

yang dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu

mekanisme (Fradgley, 2003).

a. Interaksi Farmakokinetik

Merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah

absorbsi, distribusi, biotransformasi atau eliminasi obat lain. Absorpsi

dapat diubah jika obat pengubah pH atau motilitas diberikan secara

bersamaan, seperti yang tampak pada pengobatan antitukak atau

antidiare tertentu (tetrasiklin dan kation divalen, kolestiramin dan obat

anion). Perubahan distribusi dapat disebabkan oleh kompetisi untuk

ikatan protein (ikatan obat sulfa dan bilirubin pada albumin) atau

pergeseran dari tempat ikatan-jaringan (digitalis dan pemblok kanal

kalsium atau kuinidin). Pada perubahan biotransformasi atau

metabolisme, sebagai contoh induksi digambarkan dengan jelas oleh

pengobatan antikonvulsan utama, yaitu fenitoin, karbamazepin dan


7

barbiturat, sedangkan inhibisi dapat ditimbulkan oleh antimikroba

kuinolon, makrolida, dan golongan azol. Pada perubahan ekskresi

dapat pula dimodifikasi oleh obat pengubah pH urin, seperti pada

inhibitor karbonat anhidrase, atau mengubah jalur sekresi dan

reabsorpsi, seperti yang disebabkan oleh probenesid. Interaksi

farmakokinetika secara umum menyebabkan perubahan konsentrasi

obat aktif atau metabolit dalam tubuh, yang memodifikasi respon

terapeutik yang diharapkan (Ashraf, 2012)

b. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi famakodinamik terjadi antara obat-obat yang

mempunyai efek samping yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini

disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang sama atau terjadi

antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologi yang sama.

Interaksi farmakodinamik dapat diekstrapolasi ke obat lain yang

segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan obat

memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. Disamping

itu, kebanyakan efek farmakodinamik dapat diramalkan kejadiannya,

karena itu dapat dihindarkan bila dokter mengetahui mekanisme keja

obat yang bersangkutan (Ganiswara, 1995).Menurut Stockley et al

(2003) kemungkinan efek yang dapat terjadi pada interaksi

farmakodinamik antara lain :

a. Sinergisme atau penambahan efek satu atau lebih obat.

b. Efek antagonisme satu atau lebih obat.


8

c. Penggantian efek satu atau lebih obat.

Interaksi obat yang umum terjadi adalah sinergisme antara dua

obat yang bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama

dengan efek farmakologi yang sama. Sebaliknnya antagonisme terjadi

bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan.

Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu

atau lebih obat (Fradgley, 2003).

1. Pengertian Signifikansi Klinis

Signifikansi Klinis adalah derajat dimana obat yang

berinteraksi akan mengubah kondisi pasien. Signifikansi Klinis

dikelompokkan berdasarkan keparahan dan dokumentasi interaksi

yang terjadi.

Tabel 1. Level Signifikansi (Tatro,2006)

Nilai Keparahan Dokumentasi

1 Mayor Suspected,probable, established

2 Moderat Suspected,probable, established

3 Minor Suspected,probable, established

4 Mayor atau moderat Possible

5 Minor Possible

6. Mayor,moderat,minor Unlikely

Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi, yaitu established

(interaksi obat sangat mantap terjadi), probable (interaksi obat


9

dapat terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible

(interaksi obat belum pasti terjadi), unlikely (kemungkinan besar

interaksi obat tidak terjadi). Derajat keparahan (severity) akibat

interaksi diklasifikasikan menjadi minor (dapat diatasi dengan baik),

moderat (efek sedang, dapat menyebabkan kerusakan organ),

mayor (efek fatal, dapat menyebabkan kematian) (Tatro,

2006).Menurut Tatro (2006) level signifikansi diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Signifikansi 1 : kemungkinan besar terjadi interaksi yang berat

dan mengancam jiwa. Kejadian dapat diduga, telah terbukti

atau sangat mungkin (probable) dalam penelitian terkendali.

b. Signifikansi 2 : interaksi yang terjadi dapat memperburuk

status klinis pasien. Kejadiannya dapat diduga, telah terbukti

dan sangat mungkin dalam penelitian yang terkendali.

c. Signifikansi 3 : interaksi menimbulkan efek ringan,

kejadiannya dapat diduga, telah terbukti dan sangat mungkin

dalam penelitian yang terkendali.

d. Signifikansi 4 : interaksi dapat menimbulkan efek yang

sedang hingga berat, data yang ada sangat terbatas.

e. Signifikansi 5 : interaksi dapat menimbulkan efek ringan

hingga berat, data yang ada sangat terbatas.

Onset (kecepatan) merupakan alat ukur untuk melihat

seberapa cepat efek klinis interaksi obat yang dapat terjadi untuk
10

menentukan urgensi interaksi dengan tindakan pencegahan untuk

dapat menghindari konsekuensi dari interaksi obat (Tatro, 2006).

Dua level onset yang digunakan adalah :

a. Rapid (cepat) : efek akan terlihat dalam waktu 24 jam dari

pemberian obat. Tindakan segera perlu dilakukan untuk

menghindari efek interaksi.

b. Delayed (lambat) : efek tidak akan terlihat sampai obat yang

berinteraksi selama beberapa hari atau minggu. Tidak

memerlukan tindakan segera.

B. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi adalah kondisi seseorang dengan tekanan darah sistolik

secara klinis ≥ 140 mm Hg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mm


(Unger et al., 2020)
Hg.

2. Klasifikasi dan Etiologi

Hipertensi berdasarkan tekanan darah jika berada dalam ruangan


(Unger et al., 2020)
(Office Blood Pressure) :

a. Normal , < 130 mmHg / < 85 mmHg

b. Normal-tinggi, 130-139 mmHg dan atau 85-89 mmHg

c. Hipertensi derajat 1, 140-159 dan atau 90-99 mmHg

d. Hipertensi derajat 2, ≥ 160 mmHg dan atau ≥ 100 mmHg

Sebagian besar kasus hipertensi adalah idiopatik

yang dikenal sebagai hipertensi essensial. Sejak lama


11

diketahui bahwa peningkatan dalam konsumsi garam

meningkatkan resiko peningkatan hipertensi


(Dtrst et al., 1989)
. Salah satu faktor yang berperan dalam

peningkatan hipertensi esensial adalah kemampuan

genetik pasien pada responnya terhadap garam


(Fagard et al., 1995)
(Guyton et al., 1972.)
. Perkiraan 50%-60%

pasien sensitif terhadap garam cenderung mengalami


(Warren et al., 2017)
hipertensi. .
(Cheng et al., 2019; Naseri et al., 2022)

Hipertensi menjadi suatu komplikasi terhadap

stroke hemoragik, stroke iskemik, infark miokard,

kematian mendadak, gagal jantung, penyakit arterial

peripheral, gagal kognitif dan dementia. Dengan berbagai

komorbid, pasien hipertensi dapat mengalami polifarmasi,

sebuah faktor yang berkaitan dengan resiko tinggi drug

related problem (DRPs).


(Hailu et al., 2020; Viktil et al., 2007)

Penelitian di RS.Koja, Jakarta Utara .

Menunjukkan analgesik-antiflamasi sering diresepkan

untuk menangani nyeri atau sakit kepala yang

disebabkan oleh hipertensi. Antiulser golongan pompa

proton inhibitor (PPI) pada pasien kardiovaskular

terkadang diresepkan untuk menangani peptik ulser yang


12

disebabkan oleh antiplatelet . Seharusnya hanya

diresepkan untuk pengobatan adisional, obatan ini

sebaiknya tidak digunakan saat tidak terdapat indikasi

yang jelas. Selain menaikkan biaya terapi, pengobatan ini

dapat mengakibatkan kejadian efek samping yang tidak

diinginkan seperti gangguan gastrointestinal untuk NSAID

atau peningkatan resiko Clostridum difficile terkait diare,

defisiensi nutrisi atau fraktur tulang terkait PPI.


(Cheng et al., 2019; Kusumawardani e

Pemilihan dosis yang kurang sesuai terlihat dalam

pengobatan ini, obatan seharusnya diresepkan hanya

berdasarkan gejala, monitoring hasil terapi seharusnya

menjadi perhatian oleh dokter atau apoteker klinis. Jika

hasil terapi terapi tidak dapat diraih, dapat berkontribusi

penurunan kualias hidup pasien. (


Kusumawardani et al., 2020)
(Shegena et al., 2022)
.

C. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang

dikarakterisasi oleh timbulnya hiperglikemia dan

kegagalan metabolism dari karbohidrat, lemak dan

protein yang berkaitan kekurangan sekresi insulin


(Fatimah, 2020.) . (Yandrapalli et al., 2022)

Menurut American Diabetes Association, diabetes


13

mellitus diklasifikasikan menjadi:

a. Tipe 1 Diabetes

Merupakan sel yang dimediasi oleh kerusakan autoimun sel β

dipankreas. Penanda kerusakan sel β termasuk sel islet autoantibodi

to GAD ( GAD 65) dan autobody terhadap tyrosine phosphatases IA-2

and IA-2b. Satu dan biasanya lebih dari antibody ini terjadi pada 85-

90% individu saat hiperglikemia puasa terdeteksi pertama kalinya.

Pada tipe diabetes ini, tingkat kerusakan sel β sangat bervariasi,

menjadi sangat cepat pada beberapa individual (terutama bayi dan

anak). Beberapa pasien.


(“Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus,” 2013; Kim Gr

Satu dan antibody yang lainnya muncul terdapat pada 85-90%

individual saat berpuasa, hiperglikemia secara inisial terdeteksi. Juga

penyakit ini mempunyai nilai HLA yang tinggi yang berkaitan dengan

gen DQA dan DQB serta dipengaruhi oleh gen DRB.


(“Diagnosis and Classification of D

Tipe diabetes ini, tingkat kerusakan sel β dapat sangat

bervariasi, sangat cepat pada beberapa individu (terutama bayi baru

lahir dan anak) dan terjadi lambat pada dewasa. Beberapa pasien,

tertentu kebanyakan adalah pasien anak dan remaja, yang muncul

dengan ketoasidosis sebagai manifestasi pertama dari penyakit

tersebut.(
(Blonde et al., 2022; “Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus,” 2013; Fleur
14

b. Tipe 2 Diabetes

Tipe diabetes ini mencakup 90-95% orang dengan diabetes,

sebelumnya dikenal sebagai non insulin dependent diabetes, tipe 2

diabetes atau adult onset diabetes, mencakup individu yang

mempunyai resistensi insulin dan biasanya mempunyai kekurangan

insulin.
(Report of the Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitu

Pada awalnya dan seumur hidup, pasien ini tidak membutuhkan

pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Mereka mungkin disebabkan

oleh banyak perbedaan dari penyebab penyakit tipe ini. Meskipun

etiologi spesifiknya tidak diketahui, penghancuran sel β secara

autoimun tidak terjadi, dan pasien tidak memiliki penyebab diabetes

lainnya yang tercantum di atas.

(Abbasi Et Al., 2004; Report Of The Expert Committee On The Dia

D. Kerangka Teori

Pengkajian Resep

Penelitian di Indonesia
Melaporkan kejadian Interaksi Obat Tujuan Pengobatan
interaksi obat

Signifikansi Klinis Proses terjadinya


interaksi obat interaksi obat
15

E. Kerangka Konsep

Pengkajian Resep

Pasien Hipertensi  Interaksi obat mayor


 Interaksi obat moderat
Drug Interaction  Interaksi obat minor
Pasien Checker
Diabetes Mellitus
Analisis Data SPSS
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional study dengan

pengambilan data secara retrospektif.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah Batara Siang Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan. Pengumpulan data direncanakan dilakukan dari Bulan

Oktober-Desember

C. Sampel Penelitian

Resep diambil dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi

sebagai berikut :

Kriteria inklusi yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

a. Resep pasien dengan penyakit pasien hipertensi dan atau

diabetes yang berobat di RS Batara Siang

b. Resep pasien yang mendapat lebih dari 1 item obat

Kriteria eksklusi :

a. Resep pasien yang bukan terdiagnosa hipertensi dan/ atau

diabetes

b. Resep pasien yang mendapat hanya 1 item obat.

D. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data resep yang ditelaah potensial interaksi obatnya

15
16

menggunakan data hasil pengolahan pada aplikasi drug interaction

checker di Medscape.

E. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian Dan Sumber Data

Peneliti melakukan pengkajian, pengamatan terhadap interaksi

obat yang dapat terjadi pada pasien dengan mengambil resep yang

dilayani di Apotek Rawat Jalan selama kurang lebih 2 bulan terhitung

sejak bulan Oktober – November 2022 . Dihitung persentasi dari resep

yang mengalami interaksi, hasil kajian interaksi berdasarkan pada data

penelusuran drug interaction checker pada aplikasi Medscape kemudian

data disajikan secara deskriptif. Data di analisis menggunakan SPSS

versi 25. Analisis regresi digunakan untuk mencari factor yang

berhubungan dengan efek mayor. Nilai p kurang dari 0,05 (p<0,05) secara

statistik diartikan signifikan.


17

F. Alur Penelitian

Pengkajian (skrining ) resep pasien


rawat jalan

Penelusuran interaksi obat berdasarkan


hasil pada drug interaction checker

Pengkajian Data secara deskriptif Analisis data SPSS


19

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, F., Chu, J. W., McLaughlin, T., Lamendola, C., Leary, E. T., & Reaven,
G. M. (2004). Effect of metformin treatment on multiple cardiovascular
disease risk factors in patients with type 2 diabetes mellitus. Metabolism -
Clinical and Experimental, 53(2), 159–164.
https://doi.org/10.1016/j.metabol.2003.07.020

Amelia Agustin, O., Farmasi, J., Jambi, U., & Jambi, K. (n.d.). KAJIAN
INTERAKSI OBAT BERDASARKAN KATEGORI SIGNIFIKANSI KLINIS
TERHADAP POLA PERESEPAN PASIEN RAWAT JALAN DI APOTEK X
JAMBI.

Baxter, Karen., & Stockley, I. H. (2010). Stockley’s drug interactions : a source


book of interactions, their mechanisms, clinical importance and
management. Pharmaceutical Press.

Blonde, L., Umpierrez, G. E., Reddy, S. S., McGill, J. B., Berga, S. L., Bush,
M., Chandrasekaran, S., DeFronzo, R. A., Einhorn, D., Galindo, R. J.,
Gardner, T. W., Garg, R., Garvey, W. T., Hirsch, I. B., Hurley, D. L.,
Izuora, K., Kosiborod, M., Olson, D., Patel, S. B., … Weber, S. L. (2022).
American Association of Clinical Endocrinology Clinical Practice Guideline:
Developing a Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan—2022 Update.
Endocrine Practice, 28(10), 923–1049.
https://doi.org/10.1016/J.EPRAC.2022.08.002

Chaliks, R., Karim, D., Tresia, S., Dewi, R., Poltekkes, H., & Makassar, K.
(n.d.). ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
KEJADIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH
SAKIT UMUM X KOTA MAKASSAR Analysis Of Factors That Affect The
Incidence Of Drug Interactions In Hypertensive Patients At A Regional
General Hospitals In Makassar City.
https://doi.org/10.32382/mf.v17i1.2018

Cheng, F., Kovács, I. A., & Barabási, A.-L. (2019). Network-based prediction of
drug combinations. Nature Communications, 10(1), 1197.
https://doi.org/10.1038/s41467-019-09186-x Diagnosis and classification
of diabetes mellitus. (2013). In Diabetes Care (Vol. 36, Issue SUPPL.1).
https://doi.org/10.2337/dc13-S067
20

Dtrst, C., Raw, M., & Aid, N. J. (1989). HIvpertienston II-Analysis of


observational data within populations. In Journal ofHuman HNpertension
(Vol. 3).

Fagard, R., Brguljan, J., Staessen, J., Thijs, L., Derom, C., Thomis, M., &
Vlietinck, R. (1995). Heritability of Conventional and Ambulatory Blood
Pressures. Hypertension, 26(6), 919–924.
https://doi.org/10.1161/01.HYP.26.6.919 farmakologi-soetiono1. (n.d.).

Fatimah, R. N. (n.d.). Restyana Noor F|Diabetes Melitus Tipe 2 DIABETES


MELITUS TIPE 2. In J MAJORITY | (Vol. 4).

Fleury-Milfort, E. (2012). Managing the Broad Spectrum of Type 2 Diabetes.


Nutritional and Therapeutic Interventions for Diabetes and Metabolic
Syndrome, 43–56. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-385083-6.00004-8

Guyton, A. C., Coleman, T. G., Cowley, A. W., Konrad Scheel, P. W., Davis
Manning, R., Roger Norman, M. A., & Jackson, M. (n.d.). Arterial Pressure
Regulation Overriding Dominance of the Kidneys in Long-Term Regulation
and in Hypertens.ion.

Hailu, B. Y., Berhe, D. F., Gudina, E. K., Gidey, K., & Getachew, M. (2020).
Drug related problems in admitted geriatric patients: The impact of clinical
pharmacist interventions. BMC Geriatrics, 20(1).
https://doi.org/10.1186/s12877-020-1413-7

Kim Grace J. and Taplin, C. E. and F. J. T. (2018). Hypertension in Children


with Type 2 Diabetes or the Metabolic Syndrome. In J. R. and R. K. M.
Flynn Joseph T. and Ingelfinger (Ed.), Pediatric Hypertension (pp. 385–
403). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-
31107-4_19

Kusumawardani, L., Andrajati, R., & Nusaibah, A. (2020). Drug-related


problems in hypertensive patients: A cross-sectional study from Indonesia.
Journal of Research in Pharmacy Practice, 9(3), 140.
https://doi.org/10.4103/jrpp.jrpp_20_16

Moini, J., Irwin, S., & Frithsen, I. L. (2004). Pathophysiology of Diabetes


Central to the pathophysiology of diabetes are the insulin-producing-cells
21

and glucagon-producing-cells of the pancreatic islets of Langerhans.


From: Epigenetic Biomarkers and Diagnostics Pathophysiology of
Diabetes Primary Prevention and Risk Reduc-tion for
Cardiovascular/Pulmonary Dis-orders-Preferred Practice Pattern 6A Roles
of Environmental Pollution and Pesticides in Metabolic Syndrome and
Diabetes. In Cardiopulmonary Physical Therapy.

Naseri, M. W., Esmat, H. A., & Bahee, M. D. (2022). Prevalence of


hypertension in Type-2 diabetes mellitus. Annals of Medicine and Surgery,
78, 103758. https://doi.org/10.1016/J.AMSU.2022.103758

Rachmawati, S., Pratiwi, F., & Norcahyanti, I. (n.d.). Medication profile and
potential drug interactions in diabetes mellitus with hypertension outpatient
at RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor Profil pengobatan dan potensi
interaksi obat pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di RSUD
dr. H. Andi Abdurrahman Noor. Jurnal Ilmiah Farmasi (Scientific Journal of
Pharmacy) Special Edition, 2022, 60–67.
http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF

Report of the Expert Committee on the Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus THE EXPERT COMMITTEE ON THE DIAGNOSIS AND
CLASSIFICATION OF DIABETES MELLITUS*. (n.d.).
http://diabetesjournals.org/care/article-pdf/20/7/1183/584926/20-7-
1183.pdf

Shegena, E. A., Nigussie, K. A., Tamukong, R., Lumori, B. A. E., & Yadesa, T.
M. (2022). Prevalence and factors associated with adverse drug reactions
among heart failure patients hospitalized at Mbarara Regional Referral
Hospital, Uganda. BMC Cardiovascular Disorders, 22(1), 480.
https://doi.org/10.1186/s12872-022-02937-7

Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran,
D., Ramirez, A., Schlaich, M., Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford,
R. D., Williams, B., & Schutte, A. E. (2020). 2020 International Society of
Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension,
75(6), 1334–1357.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026

Viktil, K. K., Blix, H. S., Moger, T. A., & Reikvam, A. (2007). Polypharmacy as
22

commonly defined is an indicator of limited value in the assessment of


drug-related problems. British Journal of Clinical Pharmacology, 63(2),
187–195. https://doi.org/10.1111/j.1365-2125.2006.02744.x
Warren, H. R., Evangelou, E., Cabrera, C. P., Gao, H., Ren, M., Mifsud, B.,
Ntalla, I., Surendran, P., Liu, C., Cook, J. P., Kraja, A. T., Drenos, F., Loh,
M., Verweij, N., Marten, J., Karaman, I., Segura Lepe, M. P., O’Reilly, P.
F., Knight, J., … Morris, A. P. (2017). Genome-wide association analysis
identifies novel blood pressure loci and offers biological insights into
cardiovascular risk. Nature Genetics, 49(3), 403–415.
https://doi.org/10.1038/ng.3768

Yandrapalli, S., Malik, A. H., Namrata, F., Pemmasani, G.,


Bandyopadhyay, D., Vallabhajosyula, S., Aronow, W. S., Frishman,
W. H., Jain, D., Cooper, H. A., & Panza, J. A. (2022). Influence of
diabetes mellitus interactions with cardiovascular risk factors on post-
myocardial infarction heart failure hospitalizations. International
Journal of Cardiology, 348, 140–146.
https://doi.org/10.1016/J.IJCARD.2021.11.086

Anda mungkin juga menyukai