Anda di halaman 1dari 7

STIKES HARAPAN BANGSA

TERAKREDITASI
SK. RISTEKDIKTI 162/KPT/I/2016
Jalan.Teuku Umar No.67Telp./Fax.0331-5102836 Jember 68111 JawaTimur
Email :stikes.harapanbangsa@yahoo.com;
website : stikesharapanbangsajember.ac.id

Nama : Fika Vidya Pramaysella


NIM : 1012017024
Prodi : S1 Farmasi/Semester VII
Mata Kuliah : Interaksi Obat
Dosen Pengampu : apt. Anggara Matha Pratama, S.Farm., M.Faram.

1. Interaksi Obat?
Jawab :
a. Farmasetika ?
 Terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang dapat bercampur.
 Penyampuran menyebabkan interaksi langsung secara fisik/kimia yang
menghasilkan warna,, endapan (inaktivitas obat).
 Untuk pencapuran yang harus di perhatikan anatara lain :
- Interaksi antar obat suntik
- Interaksi obat suntik + larutan infus
Contoh :
Pencampuran gentamisin + Karbensilin = Inaktivitasi
Pencapuran penisilin G + Vit C = Inaktivitas
Pencampuran Amfoterisin + NaCl Fisiologis = Menurun
b. Farmakokinetika ?
Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi,
metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek
farmakologinya. Tidak mudah untuk memperkirakan interaksi jenis ini dan banyak
diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian kecil pasien yang mendapat kombinasi
obat-obat tersebut. Interaksi farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu
akan terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki sifat-sifat
farmakokinetik yang sama. Interaksi farmakokinetik dapat digolongkan menjadi
beberapa kelompok:
1) Mempengaruhi absorpsi
2) Menyebabkan perubahan pada ikatan protein
3) Mempengaruhi metabolisme
4) Mempengaruhi ekskresi ginjal
c. Farmakodinamika ?
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai
efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini
dapat disebabkan karena kompetisi pada reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-
obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Interaksi ini biasanya dapat
diperkirakan berdasarkan sifat farmakologi obat-obat yang berinteraksi. Pada
umumnya, interaksi yang terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat
sejenisnya. Interaksi ini terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien
yang mendapat obat-obat yang saling berinteraksi.
Reference : Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas). 2014. Informatorium Obat
Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI. URL : http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-
interaksi-obat-0. Diakses 26, September 2020.

2. Interaksi Dapat Terjadi Antara ?


a. Obat – Makanan  Contoh ?
Hubungan dan interaksi antara makanan, nutrisi yang dikandungnya, dan obat-obatan
semakin dikenal di bidang perawatan kesehatan dan medis. Makanan tertentu dan
nutrisi tertentu dalam makanan, jika dicerna bersamaan dengan beberapa obat, dapat
mempengaruhi ketersediaan hayati, farmakokinetik, farmakodinamik, dan kemanjuran
terapi obat secara keseluruhan. Lebih jauh, kemanjuran terapi dari banyak obat
tergantung pada status gizi individu. Dengan kata lain, ada atau tidaknya sejumlah
nutrisi di saluran pencernaan dan / atau sistem fisiologis tubuh, seperti di dalam
darah, dapat meningkatkan atau mengganggu laju penyerapan dan metabolisme
obat. Semua jenis interaksi ini dianggap nutrisi — interaksi obat.
Contoh : Jus buah anggur vs statin
Segelas jus buah anggur dapat meningkatkan kadar simvastatin dan lovastatin dalam
darah sekitar 260% jika diminum pada waktu yang sama. Dapat mengakibatkan
peningkatan risiko rhabdomyolysis akibat konsumsi jus buah anggur karena
peningkatan dosis statin efektif yang minimal dibandingkan dengan efek yang lebih
besar dalam mencegah penyakit jantung.
Reference : Wunderlich SM. 2004. Food and Drug Interactions. Dalam: Mozayani
A., Raymon LP (eds) Handbook of Drug Interactions. Ilmu Forensik dan
Kedokteran. Humana Press, Totowa, NJ. URL : https://doi.org/10.1007/978-1-
59259-654-6_1
b. Obat – Penyakit  Contoh ?
Salah satu komplikasi yang paling signifikan secara klinis terkait dengan penggunaan
farmakoterapi adalah potensi interaksi obat-obat atau obat-penyakit. Sistem
gastrointestinal memainkan peran besar dalam profil farmakokinetik sebagian besar
obat, dan banyak obat yang digunakan dalam gastroenterologi memiliki interaksi obat
yang signifikan secara klinis. Dampak yang terjadi perubahan pH, interaksi yang
dimediasi oleh enzim metabolisme hati fase I dan P-glikoprotein, dampak penyakit hati
pada metabolisme obat, dan interaksi yang terlihat dengan obat gastrointestinal yang
umum digunakan.
Contoh : Sulfonylurea vs antacid
Interaksi yang terjadi absorbsi sulfonilurea meningkat, mekanisme interaksi terjadi
pada proses absorbsi, yaitu antasid akan meningkatkan pH lambung. Peningkatan pH
ini akan meningkatkan kelarutan dari sulfonilurea sehingga absorbsinya dalam tubuh
juga akan meningkat.
Reference :Doligalski, Chistina Teeter, et all. 2012. Drug Interaction: A Primer For
The Gastroenterologist. Volume 8 The Independent Peer-Reviewed Journal.
Gastreonterology & Herpatology. Halaman 376-382.
c. Obat – Hasil lab  Contoh ?
Contoh: Exenatide (obat antidiabetes gol. Agonis GLP-1) dengan captopril à
menghasilkan sebuah tes keton urine positif palsu (false positive), bila menggunakan
tes nitroprusside alkaline (basa) (Ketodiastix), yang dapat mempengaruhi pemantauan
kontrol diabetes.
Reference : Medscape. Interaksi obat dengan labolatorium. URL :
https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Diakses 26 September 2020.
d. Obat – Obat tradisional  Contoh ?
Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian
tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Bentuk
obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia
dan tablet. Khasiat alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali di tambah
dengan obat tertentu tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari kandungan obat
tradisional. Bahan kimia obat keras dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat
mematikan jika digunakan tanpa resep dokter.
Contoh : Efek Sildenafil dan Tadalafil
Yang bisa terjadi yaitu sakit kepala, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan,
radang hidung, nyeri dada hingga kematian. Sedangkan pada Tadalafil dapat
menyebabkan nyeri otot, nyeri punggung, kehilangan potensi seks permanen,
menurunkan tekanan darah, hingga stroke.
Reference : Fradgley, S., 2003. Interaksi Obat, dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno,
A., Farmasi Klinis; Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien,
Universitas Surabaya, Elex Media Komputindo, Jakarta, 120-130.
Stockley, H. I., 2005, Drugs Interaction, Blackwell Science Ltd, London.

3. Pertanggung-jawaban dalam kejadian interaksi obat


a. Jika pasien mengalami adverse effect akibat interaksi obat dari obat yang diberikan
oleh dokter dan diperoleh dari farmasis, siapa yang bertanggung jawab ?
Pihak kesehatan yang akan bertanggungjawab. Harusnya dokter, karena dokter adalah
salah satu pihak yang berhak untuk memeriksa / cek kondisi pasien. Pihak Farmasi juga
harus mengkonfirmasi ulang terkait dosis yang diberikan sudah benar apa belum,
terkait efek samping kemungkinan setiap individu berbeda beda karena tergantung dari
pasiennya juga.
b. Jika ada kejadian yang diderita pasien akibat adanya interaksi obat yang mestinya dapat
dihindari , apakah seorang farmasis bertanggung-jawab?
Harus bisa bertanggung jawab Karena pihak Farmasis diberikan wewenang yang
tangguh dalam menghadapi pasien, kemudian untuk menindak lanjuti kasus tersebut
pihak farmasis saling konsultasi kepada dokter yang berhak untuk periksa kondisi
pasien tersebut.
c. Jika farmasis mengetahui atau seharusnya tahu adanya interaksi obat potensial yang
mungkin life-treathening tapi kemudian gagal untuk memperingatkan pasien atau
dokter tentang hal tersebut, apakah farmasis bisa dimintai pertanggung-jawaban ?
Iya, karena farmasis adalah jembatan antara dokter dan pasien sehingga jika ada hal
yang harus di sampaikan kepada pasien atau dokter, Farmasis berhak tau akn keluhan
yang dialami oleh pasien. Sebelum menyiapkan obat sebaiknya di tanyakan akan
keluhan yang di alami oleh pasien dan sebisa mungkin jika ada sesuatu yang
disampaikan oleh dokter, baiknya pasien menceritakan kepada Farmasis (Pelayanan
Farmasi / Obat).
d. Apakah skrining dan monitoring thd kejadian interaksi obat perlu dijadikan standar
pelayanan farmasi ?
Sangat perlu. Karena itu adalah salah satu hal yang menjadi tombak (evaluasi) tentang
pelayanan farmasi yang baik dan benar sehingga pasien bisa terarah lebih jelas lagi
mengenai obat dan juga cara minumnya yang sesuai dengan kriteria penyakit yang di
alaminya.

4. Di Apotek
Seorang wanita datang ke apotek Anda, untuk menebus resep antibiotik rifampisin 1 x
sehari selama 1 bulan. Selain itu ia membeli pil KB untuk kontrasepsi.
a. Adakah interaksi obat yang potensial terjadi?
b. Informasi apa yang akan disampaikan kepada pasien ?
Jawab :
a. Ada, terjadi interaksi obat
Rifampisin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit
akibat infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab
infeksi. Sedangakan pil KB adalah pil kombinasi hormon estrogen dan progesteron
mencegah terjadinya kehamilan dengan cara menghambat indung telur atau ovarium
melepaskan sel telur, serta mempertebal lapisan lendir di dalam leher rahim.
Interaksi yang terjadi :
 Rifampisin vs Estrogen
Mempercepat metabolisme pada estrogen (mengurangi efek kontrasepsi), antibakteri
yang tidak menginduksi enzim hati dapat mengurangi efek kontrasepsi estrogen
(risiko kecil).
 Rifampisin vs Progesteron
Mempercepat metabolisme progestogen (mengurangi efek kontrasepsi).
 Rifampisin vs Pil KB (Mycroginon= Levonorgestrel + Ethinylestradiol)
- Rifampisin akan menurunkan tingkat atau efek etinilestradiol dengan
mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4. Khasiat kontrasepsi
hormonal bisa berkurang.
- Rifampisin menurunkan kadar levonorgestrel oral dengan mempengaruhi
metabolisme CYP3A4 enzim hati / usus.
Efek samping Rifampisin vs Pil KB
Kemungkinan setelah mengkonsumsi obat rifampicin ini terjadi efek seperti warna
kemerahan pada urine (anda tidak perlu khawatir), biasanya ada beberapa efek lain
yang mungkin timbul seperti demam, mengginggil, lemas, sakit kepala dan nyeri
tulang.
b. Informasi yang disampaikan kepada pasien
 Menginformasikan efek samping obat jika digunakan bersamaan.
 Menguhungi dokter yang bersangkutan terkait pengunaan Pil KB saat pengobatan.
 Gunakan obat alternatif lain.
 Dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi nonhormonal.
Reference :
- Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas). 2014. Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI), BPOM RI. URL : http://ioni.pom.go.id/ioni/cari/interaksi-
obat?field_obat_1_value=&field_obat_2_value=&page=695. Diakses 26 September
2020.
- Medscape. Drug Interaksi Checker. URL: https://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker. Diakses 26 September 2020.

5. Di Rumah Sakit
Pasien DS (50 th), mendapatkan obat:
- Glibenklamid
- Co-trimoksasol
a. Interaksi obat potensial yang terjadi  efek hipoglikemik meningkat
b. Apakah yang akan Anda lakukan jika menjumpai kasus ini ?
Jawab :
- Interaksi Obat
Pemberian kotrimoksazol secara bersamaan dengan sulfonilurea (Glibenklamid)
dikaitkan dengan peningkatan risiko hipoglikemia, dibandingkan dengan antibiotik
yang tidak berinteraksi. Interaksi obat Efek dari hipoglikemik dapat dipicu akibat
interaksi dengan beberapa obat seperti obat anti-inflamasi non-steroid dan obat-obatan
lain yang memiliki ikatan protein yang tinggi, salisilat, sulfonamid, chloramphenicol,
probenecid, coumarin, monoamine oxidase inhibitor (MAOI) dan penyekat beta
adrenergic. Efek hiperglikemia dapat dipicu akibat interaksi dengan beberapa obat
seperti tiazid dan diuretik, kortikosteroid, phenothiazine, produk tiroid, estrogen,
kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinik, simpatomimetik, obat penyekat kanal
kalsium dan isoniazid.
- Informasi yang disampaikan kepada pasien
 Menginformasikan efek samping obat jika digunakan bersamaan.
 Pemberian jeda dalam penggunaan kedua obat yaitu 3-4 jam karena berdasarkan
waktu paruh dari glibenclamide sekitar 4 jam sedangkan waktu paruh co-trimoxazol
sekitar 9 jam sampai 17 jam.
 Dilakuakan monitoring pengobatan untuk menghindari efek samping yang terjadi.
Reference :
- Medscape. Drug Interaksi Checker. URL: https://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker. Diakses 26 September 2020.
- Tan, Alai. et all. 2014. Coadmintration of Co-trimoxazole With Sulfonylureas :
Hypoglikemia Events and Pattern of Use. Jounals of Gerontology Seri A : Biological
Seiences and Medicinal Sciences URL :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311183/. Diakses 26 September
2020.

Anda mungkin juga menyukai