Buku Pemuliaan PDF
Buku Pemuliaan PDF
Pengarang/Tim Pengarang:
3
KATA PENGANTAR
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii
PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1
FREKUENSI GEN ………………………………………………………… 2
RAGAM DALAM POPULASI ……………………………………………… 10
HERITABILITAS ……………………………………………………………. 16
RIPITABILITAS …………………………………………………………… 26
KORELASI GENETIK ……………………………………………………… 32
PRINSIP SELEKSI ………………………………………………………… 37
METODE SELEKSI ………………………………………………………… 43
SELEKSI TERNAK BREEDING SUPERIOR ……………………………… 47
RESPON SELEKSI ………………………………………………………… 60
SISTEM BREEDING ……………………………………………………… 67
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 84
5
PENDAHULUAN
6
Berbagai metode telah dikembangkan untuk memprediksi nilai pemuliaan. Untuk itu,
catatan (recording) yang tepat sangat diperlukan. Setelah seleksi dilakukan, dan
kemajuan genetik yang diharapkan tercapai, perkawinkan dilakukan antara ternak yang
mempunyai mutu genetik yang terbaik dengan yang terbaik (best to best).
Dalam “breeding” tercakup pemanfaatan ternak tertentu dalam berbagai cara
pembiakan. Cara pembiakan terbagi dalam tiga kelompok utama yaitu Biak-setara
(assortative mating), Biak-dalam (inbreeding) dan Biak-luar (outbreeding). Cara
pembiakan apapun yang dipilih, tujuan yang terpenting dalam hal ini sama dengan
tujuan seleksi yaitu menghasilkan perubahan dalam susunan atau mutu genetik hewan
atau ternak.
FREKUENSI GEN
Frekuensi Gen
Frekuensi gen adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan proporsi dari
semua pasangan gen dalam suatu populasi, yang diduduki oleh satu gen tertentu. Dalam
suatu populasi dengan jumlah N ekor ternak terdapat 2N buah gen pada suatu lokus
tertentu. Bila terdapat gen A dan a pada lokus tersebut dan dalam populasi tersebut
terdapat genotype AA,Aa dan aa dengan perbandingan n1, n2 dan n3, maka n1 + n2 + n3 =
N.
Dalam populasi tersebut terdapat 2N buah gen dan terdiri atas 2 buah gen A
pada setiap individu AA, satu buah gen A pada individu Aa, maka frekuensi gen A
adalah
7
2n1 + n2
p = ----------------
2N
2n2 + n3
q = ----------------
2N
Sebagai contoh, pada sapi Shorthorn warna bulu tergantung pada sepasang gen, RR
memberi warna merah; Rr memberi warna roan dan rr memberikan warna putih.
Misalkan, kumpulan ternak 100 ekor terdiri atas 47 merah, 44 roan dan 9 putih. Dari
200 lokus, 138 lokus diduduki oleh R (dua dalam masing-masing dari 47 merah dan
satu dalam masing-masing 44 roan) dan 62 lokus diduduki oleh r ( dua dalam masing-
masing dari 9 putih dan satu dalam masing-masing dari 44 roan).
Frekuensi gen adalah:
(2x47) + 44
pR = ------------------ = 0.69
200
8
(2x9) + 44
qr = ----------------- = 0.31
200
Hukum Hardy-Weinberg
Hukum ini menyatakan bahwa dalam populasi yang besar dimana tidak terjadi
migrasi, mutasi dan perkawinan secara acak, frekuensi gen dan genotype akan tetap
sama dari generasi ke generasi. Suatu keadaan yang dikenal dengan kawin acak
(random mating) atau panmiksia (panmixia) adalah cara perkawinan pada suatu
populasi yang memberikan kesempatan sama (peluang sama) kepada setiap individu
dewasa untuk saling mengawini. Bila saling mengawini secara acak antara individu
jantan dan betina maka kemungkinan pertemuan antara gamet jantan dan betina juga
terjadi secara acak. Selanjutnya akan terjadi bila suatu populasi mengalami kawin acak.
Sperma A a
Ova (p) (q)
A(p) AA ( p2 ) Aa ( pq )
a (q ) Aa ( pq ) aa ( q2 )
Dengan p dan q sebagai frekuensi gamet maka pada generasi hasil perkawinan
tetua akan dihasilkan populasi anak dengan perbandingan jumlah individu atau
genotype AA : Aa : aa = p2 : 2pq : q2 dan ternyata p2 + 2pq + q2 = ( p + q )2 = 12 = 1.
bila dihitung frekuensi gen A dan a pada generasi anak maka maka atas dasar
perbandingan genotype AA (D) : Aa (H) : aa (R) adalah p2 : 2pq : q2 maka frekuensi gen
A = D + ½ H = p2 + pq = p(p+q) = p, dan frekuensi gen a = R + 1/2H = q2 + pq = q (p
+ q) = q. dengan demikian terbukti bahwa dengan kawin acak pada generasi tetua,
generasi keturunannya tidak mengalami perubahan dalam frekuensi gen. Bila dalam
setiap generasi selanjutnya terjadi kawin acak, maka akan terlihat perbandingan antara
genotype AA :Aa : aa yang tetap dalam suatu keseimbangan yaitu p2 : 2pq : q2.
9
Perubahan Frekuensi Gen
Kekuatan-kekuatan yang dapat mengubah frekuensi gen menarik untuk dibahas
sebagaidasar untuk memahami teori mengenai upaya-upaya dalam pemuliaan yang
sama dan menyangkut perubahan-perubahan pada frekuensi gen yang dapat dilakukan
secara sengaja dan yang terjadi secara alami.
Kekuatan-kekuata yang dapat mengubah frekuensi gen adalah migrasi, mutasi,
seleksi dan kebetulan.
Migrasi
Memasukan bahan genetic baru ke dalam suatu populasi dapat dengan cepat
mengubah frekuensi gen. Umpamanya memasukkan gen-gen dari jenis sapi baru ke
suatu Negara dengan inseminasi buatan dapat mengakibatkan perubahan frekuensi gen
dari populasi sapi nasional secara drastic. Jadi migrasi adalah satu cara yang paling
efektuf untuk mengakibatkan perubahan genetic dan sangat berguna asalkan tersedia
populasi lain dengan gen-gen yang diinginkan dan telah diketahui dengan pasti bahwa
perubahan yang terjadi akan bermanfaat.
Besar perubahan frekuensi gen dapat diperkirakan secara berikut. Misalnya.
Frekuensi gen tertentu dalam populasi/kelompok ternak asli sejumlah n1 ekor adalah q0,
selanjutnya didatangkan sejumlah n2 ekor ternak imigran dari populasi lain dengan
frekuensi gen q`0, maka jumlah populasi campuran adalah n1 + n2 = M dan
perbandingan antara pendatang dan asli adalah n2/M berbanding n1/M. bila n2/M = m,
maka perbandingan antara pendatang dan asli adalah m berbanding 1-m. frekuensi gen
yang baru adalah:
q1 = mq`0 + (1-m)q0 = q0 – m(q0 – q`0)
sehingga perubahan frekuensi gen yang terjadi adalah:
q = q1 – q0 = m(q`0 –q0)
Mutasi
Mutasi adalah perubahan dalam gen atau bagian kromosom menjadi bentuk
baru. Mutasi yang dapat mengubah frekuensi gen ada dua macam : 1) mutasi tak
berulang dan 2) mutasi berulang. Mutasi tak berulang hanya terjadi jarang sekali dan
10
tidak menghasilkan perubahan berarti pada frekuensi gen. mutasi berulang lebih sering
terjadi dank arena berulang secara teratur dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
perubahan frekuensi gen yang cukup berarti.
Misalnya gen A terdapat sebagai gen asal, yang dapat mengalami mutasi
menjadi a. Bila laju mutasi adalah sebesar u(sejumlah u buah gen A bermutasi menjadi
a), sedangkan frekuensi gen A awal adalah p maka frekuensi gen a bertambah sebesar
up, sedangkan gen A frekuensinya berkurang sebesar p-up. Mutasi balik juga dapat
terjadi dengan laju v yaitu perubahan dari a menjadi A, dengan mengakibatkan
perubahan frekuensi awal gen a berkurang sebesar up – vq (bertambah sebesar up dan
berkurang sebesar vq). Bila pada suatu waktu terjadi keseimbangan antara mutasi dan
mutasi balik maka q = 0 dan up = vq selanjutnya dfapat dijabarkan menjadi
v u
p = ------------ atau q = ------------
u+v u+v
karena kecilnya perubahan-perubahan frekuensi gen yang terjadi sebagai hasil mutasi
maka dalam pemuliaan masalah mutasi tidak penting artinya, namun dalam jangka
panjang (evolusi) berarti penting sebagai sumber keragaman.
Seleksi
Seleksi dalam pemuliaan selalu dikaitkan dengan penentuan apakah seekor
hewan dapat atau diperbolehkan menghasilkan sejumlah keturunan. Penentuan tersebut
ditentukan oleh alam (seleksi alam) atau oleh peternak dalam seleksi buatan, atas dasar
suatu sifat atau dugaan mengenai mutu genetic seekor hewan. Dalam hal ini peternak
melakukan seleksi buatan terhadap sifat tertentu dengan maksud untuk menghasilkan
perubahan dalam sifat tersebut. Bila perbedaan (keragaman) dalam sifat tersebut
didasari atas genotype hewan, maka seleksi akan menghasilkan perubahan genetic
dalam populasi dan berarti perubahan dalam frekuensi gen. Selanjutnya atas dasar satu
pasang gen A dan a pada satu lokus seleksi dfapat mengakibatkan perubahan frekuensi
gen dalam populasi.
Seleksi dapat pula diartikan sebagai suatu proses yang mengakibatkan genotype
tertentu menghasilkan jumlah keturunan yang berbeda. Jumlah keturunan relative yang
11
dihasilkan seekor hewan dari genotype tertentu adalah ukuran dari kesuburan relative,
saeperti contoh berikut dimana dilakukan seleksi untuk mengurangi frekuensi gen a:
Genotype AA Aa aa Jumlah
Frekuensi p2 2pq q2 1
Kesuburan 1 1 1-s
2 2
Frekuensi pada p 2pq q (1-s) 1-sq2
generasi anak
Dalam contoh diatas diasumsikan adanya dominansi lengkap dan frekuensi awal
gen A dang en a sebesar p dan q, sedangkan s adalah koefisien seleksi, ytang berarti
bahwa peranan genotype tertentu (aa) dikurangi sebesar s bagian dari peranan penuh
sebesar 1 (satu). Bila peranan penuh adalah 1 dan genotype aa dengan peranan hanya
1-s, berarti genotype aa hanya menghasilkan keturunan sebesar 1-s.
Dengan mengkalikan frekuensi awal dengan kesuburan, diperoleh jumlah
relative anak atau peranan setiap genotype tertentu dalam generasi anak. Bila
2
dijumlahkan peranan semua genotype, maka dihasilkan jumlah sebesar 1- sq dan
frekuensi gen a pada generasi anak menjadi:
q2(1-s) + pq
q1 = --------------------
1-sq2
Dengan keterangan: gen a yang dihasilkan oleh aa adalah sebesar q2(1-s), yang
dihasilkan oleh Aa sebesar ½(2pq) = pq.
Perubahan frekuensi gen a yang terjadi, ∆q sebagai hasil seleksi satu generasi
seleksi terhadap aa adalah:
∆q = q1-q
q2 (1-s) + pq – q
= -----------------------
1-sq2
12
-s q2 (1-q)
= -----------------
1-sq2
= +s pq2
Contoh
Bila dalam suatu populasi terdapat frekuensi gen a sebesar q = 0.1 dan koefisien
seleksi sebesar s = 0.5 maka perubahan frekuensi q adalah:
-0.5 x (1-0.1)x(0.1)2
∆q = --------------------------- = -0.045
1-0.5x(0.1)2
∆p = +0.00452
13
Faktor Kebetulan
Ini sering disebut sebagai penghanyutan genetic (genetic drift) dan terjadi karena
dalam pembentukan gamet atau perubahan terjadi peristiwa pencuplikansecara untung-
untungan yang menyimpang dari frekuensi gen yang ada dan dengan demikian
mengubah frekuensi gen pada generasi berikutnya. Karena perubahan ini terjadi secara
acak, maka hal ini kurang penting dan sailing meniadakan satu degna yang lainnya
dalam populasi yang besar. Tetapi dalam populasi kecil, perubahan secara kebetulan
dapat penting artinya.
Dalam populasi kecil fluktuasi acak mempunyai efek yang lebih penting. Dalam
kenyataan populasi ternak di pedesaan dapat berfluktuasi secara acak tak teratur karena
pengaruh musimatau serangan wabah penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada
sebagian besar populasi sehingga pada suatu saat populasi turun secara drastic. Ternak
yang tersisa yang dapat bertahan akan mempumyai pengaruh yang menentukan terhadap
frekuensi gen pada generasi selanjutnya.
∆p = Vpq/2N
Dengan keterangan:
∆p = simpangan baku
p = frekuensi gen A
q = frekuensi gen a
N = jumlah populasi
Suatu contoh. Pada populasi dengan N = 10 dan p = 0.6 terdapat simpangan baku
sebesar 0.11. ini berarti bahwa generasi selanjutnya fluktuasi frekuensi gen dapat
berkisar antara 0.49 (0.6-0.11) dan 0.71 (0.6 + 0.11).
Manipulasi DNA
Cara yang baru-baru ini dikembangkan untuk memisahkan gen individu atau
bagian dari DNA dan memindahkan antar sel-sel atau individu-individu dan dalam
14
beberapa hal memasukkan gen-gen dari spesies lain ke dalam genom dari suatu
organisme. Tekhnik ini dikenal dengan genetic engineering, gen transfer, gene splicing,
recombinant DNA. Dalam bebrapa hal, cara baru ini dapat dianggap suatu tipe migrasi
yang maju.
Dalam pemuliaan ternak yang dihadapi adalah sekelompok individu yang pada
umumnya merupakan individu-individu yang menunjukkan perbedaan, karena itu yang
dihadapi pemulia dalam hal ini adalah keragaman. Keragaman merupakan suatu sifat
populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan
efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi. Mengenai seleksi akan dibahas
pada kuliah selanjutnya.
Pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan keduanya penting dalam
menghasilkan keragaman dalam fenotipe yang terlihat pada individu-individu dalam
sekelompok hewan. Pengaruh genetik dan lingkungan yang diekpresikan sebagai
fenotipe merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh itu. Dengan
demikian diperlukan pengetahuan mengenai besar relatif antara pengaruh faktor genetik
dan lingkungan terhadap keragaman yang teramati dalam hewan-hewan dalam suatu
kelompok atau populasi.
15
sebanyak 2n = 23000 dan jumlah rekombinasi genotipe adalah 3n =33000. Hal ini
menggambarkan bahwa salah satu sumber keragaman yaitu rekombinasi kromosom
telah menghasilkan peluang untuk terjadinya keragaman yang sedemikian besarnya.
Sumber keragaman lain adalah mutasi gen yang terjadi secara alami yang
frekuensi terjadinya relatif rendah, namun dalam sekala evolusi perkembangan berbagai
jenis ternak merupakan sumber keragaman yang cukup berarti. Frekuensi mutasi dapat
ditingkatkan dengan berbagai teknik seperti sinar X, bahan kimia mutagenik, sinar
violet dan sinar radioaktif lainnya. Mutasi secara buatan ini pada ternak umumnya
menghasilkan kelainan yang kurang menguntungkan, karena itu tidak lazim diterapkan
pada pemuliaan ternak sebagai upaya untuk peningkatan keragaman.
16
Interaksi antara Genetik dan Lingkungan
Dalam melaksanakan pemuliaan masalah praktis yang dihadapi oleh peternak
misalnya:
1. Apakah seleksi pada sapi perah untuk meningkatkan produksi susu yang
dilakukan di Negara beriklim sedang dapat menjamin produksi yang tinggi bila
sapi tersebut diternakkan di Negara beriklim tropis?
2. Apakah seleksi untuk pertumbuhan yang cepat pada sapi daging dengan cara
intensif dapat menghasilkan ketrurunan yang dapat tumbuh cepat dalam keadaan
dan cara beternak ekstensif di padang rumput alam?
3. Apakah seleksi untuk produksi telur pada ayam dalam kandang individu dapat
menghasilkan keturunan yang dapat berproduksi dilantai litter?
17
1. Seleksi hendaknya dilaksanakan dalam lingkungan yang hampir sama dengan
lingkungan tempat keturunan hewan terseleksi akan berproduksi.
2. Dalam upaya peningkatan produksi ternak perlu diperhatikan kemungkinan adanya
IGL dalam menginpor jenis ternak tertentu.
Bila lingkungan tempat asal hewan yang diimpor dapat ditiru dengan cukup
mudah dan murah maka efek IGL akan dapat ditanggulangi.
Sebagai ilustrasi, misalnya dikirim sapi Bali ke Amerika dan sapi Angus ke
Indonesia, lalu dibandingkan produktifitasnya dengan memberikan pengelolaan dalam
iklim setempat.
Bangsa Sapi Iklim sedang (AS) Iklim tropis (Indonesia)
Angus Baik Rendah
Bali Rendah Baik
Hal diatas belum pernah dicobakan, tetapi bila diasumsikan hal diatas terjadi
maka kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa sapi Angus ternyata hanya sesuai
untuk berproduksi di lingkungan dari mana asal sapi tersebut dikembangkan, dan
sebaliknya sapi Bali paling sesuai untuk Indonesia.
Ragam Fenotipik
Keragaman fenotipik yang terdapat dalam suatu populasi ternyata dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Dapat dinyatakan dalam suatu persamaan:
P = G + L + IGL
Untuk suatu sifat (fenotipe) yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen yang bersama-
sama dinyatakan sebagai genotipe (G) dan sejumlah pengaruh lingkungan (non genetic)
yang bersama-sama dinyatakan sebagai pengaruh lingkungan (L), sedangkan dalam hal
terjadi interaksi antara genetic dan lingkungan terdapat factor IGL yang perlu
dipertimbangkan.
Pengaruh genotipe yang terdiri atas pengaruh gabungan antara gen dengan aksi
genetic aditif (A), dominant (D) dan epistatik (I) dapat dinyatakan dalam persamaan:
G = A + D + I
18
Pengaruh genotipe terhadap fenotipe seekor hewan bersifat khas dan berbeda
dari hewan satu dengan lainnya, sehingga merupakan sumber keragaman dalam fenotipe
yang ditemukan dalam suatu populasi. Pengaruh lingkungan yang berupa pengaruh
lingkungan kecil dan bersifat acak yang dialami setiap hewan merupakan sumber
keragaman antar individu dalam suatu populasi.
Ragam fenotipik (VP) dapat diuraikan menjadi beberapa komponen ragam
seperti terlihat pada persamaan berikut:
VP = VG + VL + IGL
VG = VA + VD + VI
VP = VA + VD + VI + COV 1GL
Dengan keterangan:
VP = ragam fenotipik COV 1GL = peragam antara genetik dan lingkungan
VG = ragam genetik
VA = ragam genetik aditif
VD = ragam genetik dominant
VI = ragam genetik epistatis
VL = ragam lingkungan
2. Ragam
Derajat keragaman yang ditunjukkan oleh populasi dapat dinyatakan sebgai
rataan simpangan atau beda dari nilai rataan. Ragam dengan sample populasi dapat
dihitung dengan rumus:
19
∑(X – x)2
σ2 = --------------- atau
n–1
3. Simpangan Baku
Simpangan baku merupakan ukuran keragaman siatu sifat yang merupakan jarak
antara pengamatan terkecil sampai terbesar. Pendugaan simpangan baku suatu sample
adalah akar dari ragam sample.
s = V[(X1 – x)2 + (X2 – x)2 + … + (Xn – 1)2/n – 1
4. Koefisien Keragaman
Simpangan baku yang dinyatakan dalam persen. Rumus untuk menghitung adalah:
s
KK = --------- x 100%
x
5. Korelasi
Derajat hubungan antara dua sifat diukur dengan Koefisien Korelasi diberi
notasi r dapat dihitung dengan rumus:
∑xy
r = -----------
σx σy
6. Regresi
Koefisien regresi b menunjukkan perubahan suatu unit perubahan dalam suatu
variable yang dihubungkan dengan satu satuan perubahan pada variable lainnya. Dapat
dihitung dengan rumus:
σxy
byx = --------
σ2x
20
HERITABILITAS
Definisi
Definisi heritabilitas dapat dijabarkan dalam dua kontek yaitu:
1. Heritabilitas dalam arti luas (H), didefinisikan sebagai bagian dari keragaman
fenotifik total yang diakibatkan oleh pengaruh genetik secara keseluruhan.
Dapat diformulasikan sebagai
VG
H = --------------------------
VP
2. Heritabilitas dalam arti sempit merupakan bagian dari keragaman fenotifik total
yang diakibatkan oleh pengaruh gen yang beraksi secara aditif.
VA
2
h = --------------------------
VP
Keterangan
H = Heritabilitas dalam arti luas
VA = keragaman genetik aditif
VG = keragaman genetik
VP = keraganan fenotipe
h2 = Heritabilitas
Nilai dugaan heritabilitas beberapa sifat pada berbagai jenis ternak disajikan
pada tabel berikut ini :
21
Tabel 1. Dugaan Nilai Heritabilitas Beberapa Sifat pada Berbagai Jenis Ternak.
Jenis ternak dan sifat Kisaran rataan heritabilitas (%)
Sapi potong
Bobot lahir 35-85
Bobot sapih 25-35
Bobot umur 12 bulan 35-85
Laju pertumbuhan pasca sapih 40-50
Efisiensi pertambahan bobot badan 45-55
Bobot dewasa 50-70
Sifat reproduksi
Umur dewasa kelamin 20-30
Jumlah kawin per kebuntinga 0-15
Persentase beranak 40
Selang beranak 0-25
Masa bunting 1-80
Beranak kembar 3
Sifat karkas
Tebal lemak 25-50
Persentase daging 25-50
Keempukan daging 40-70
Luas urat daging mata rusuk 25-75
Sapi perah
Produksi susu per laktasi 20-30
Persentase lemak susu 50-60
Persentase protein, lactose dan mineral dalam susu 45-55
Bobot badan dewasa 35-50
Efisiensi pakan 30-40
Skor bentuk tubuh 15-30
Mastitis 10-30
Efisiensi reproduksi 0-10
22
Longevity 0-10
Selang beranak 0-10
Umur dewasa kelamin 10-20
Kambing perah
Produksi susu per laktasi 30-40
Persentase lemak susu 30-60
Persentase protein susu 59
Sifat reproduksi
Umur beranak pertama ± 50
Selang beranak 15
Jumlah anak sepelahiran 8-20
Domba
Bobot lahir 10-30
Bobot sapih 10-30
Bobot umur 12 bulan 30-40
Bobot dewasa 40-60
Skor bentuk tubuh 10-20
Sifat reproduksi
Jumlah anak sepelahiran 10-30
Sifat wol
Bobot wol bersih 30-40
Panjang serabut 40-60
Kehalusan serabut 30-50
Ayam
Bobot tubuh
Umur 8 minggu 35-45
Umur 24 minggu 50-55
Umur dewasa 50-55
Umur dewasa kelamin 35-45
Hen house 15-25
23
Hen day 15-30
Bobot telur 45-55
Fertilitas 5-15
Daya tetas 5-20
Resistensi terhadap marek 5-20
Beberapa Karakteristik.
Kalau diperhatikan rumus heritabilitas, dapat dilihat bahwa jika suatu sifat tidak
menunjukan keragaman fenotik maka penyebutnya adalah nol (Vp=0) maka nilai
Heritabiliotas tidak dapat ditentukan. Bila pembilang bernilai nol (Vp=0) atau semua
pengaruh adalah lingkungan,maka nilai heritabilitas adalah nol. Dari rumus diatas dapat
juga terlihat bahwa VA tidk mungkin lebih besar dari VP, sehingga heritabilitas
mempunyai nilai berkisar antara nol sampai satu. Nilai heritabilitas dari berbagai sifat
dan berbagai bangsa ternak dapat dilihat pada Lasley (1987).
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sifat reproduksi dan daya hidup
mempunyai nilai rendah,sebaliknya sifat pertumbuhan dan perdagingan memiliki nilai
yang sedang sampai tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena sifat reproduksi merupakan
suatu sifat sejak terbentuknya berbagai jenis hewan sampai saat ini mengalami seleksi
alam. Seleksi alam bertujuan membentuk hewan yang sesuai dengan lingkungan,yang
berarti bahwa keragaman genetic akan mengecil yang mengakibatkan nilai heritabilitas
mengecil. Sebaliknya terjadi pada sifat pertumbuhan dan perototan yang diperkirakan
tidak banyak mengalami perubahan karena alam tidak membentuk hewan yang tumbuh
cepat dan bermutu daging tinggi, sehingga keragaman sifat ini masih tetap tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi besarnya nilai heritabilitas adalah
wilayah,tempat dan waktu (lingkungan). Nilai heritabilitas untuk sifat yang sama pada
jenis, bangsa dan galur ternak sama dapat berbeda yang diperkirakan karena pengaruh
komponen lingkungan.
24
Kegunaan heritabilitas
Merancang program pemuliaan. Dalam hal merancang program pemuliaan nilai
heritabilitas sangat membantu pemulia dalam menentuklan metode pemuliaan apa yang
dilakukan apakah seleksi atau persilangan. Apabila nilai heritabilitas rendah metode
persilangan yang lebih efektif, sedangkan bila tinggi seleksi yang lebih efektif karena
akan memberikan respon yang besar pula. C = h2 (PS – P) = h2 S dimana, C = respon
seleksi, PS = kelompok ternak terseleksi, P= rataan populasi dan S= diferensiasi seleksi.
25
895 1.030
952 1.021
953 1.078
961 964
979 976
995 1.110
997 1.041
1.040 1.035
14.966 17.353
ΣX2 =13.375.506
(14.966)2
Σx2 = 13.375.506 - ---------------------- = 200.144
17
ΣXZ = 601x910 + 733x983 + …+ 1.040x1.035 = 15.319.806
(ΣX)(Σ Z) (14.966)(17.353)
------------ = --------------------- = 15.276.764
N 17
h2 = 2b = 0.430
26
Dengan keterangan adalah rataan umum adalah pengaruh pejantan ke I dan pengaruh
lingkungan dan genetic yang tidak terkontrol. Semua pengaruh adalah acak, normal dan
bebas dengan harapan sama dengan nol.
analisis ragam
Sumber keragaman d.f. SS MS EMS
Formula
Sumber keragaman Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
27
Pendugaan komponen ragam
MSS - MSw
ơ 2S = ------------------ ơ2W = MSw
k
Pendugaan heritabilitas
4ơ 2S
h 2 = ----------------
ơ 2S + ơ 2w
Contoh
Empat puluh ekor pejantan ayam White Leghorn dipilih secara acak, setiap
pejantan dikawinkan dengan delapan ekor induk, setiap perkawinan menghasilkan
seekor anak jantan. Lima pejantan dipilih secara acak dan bobot badan umur delapan
minggu ditimbang (gr).
No Pejantan
A B C D E
1 687 618 618 600 717
2 691 680 687 657 658
3 793 592 763 669 674
4 675 683 747 606 611
5 700 631 678 718 678
6 753 691 737 693 788
7 704 694 731 669 650
8 717 732 603 648 690
28
(27.331)2
Koreksi = -------------- = 18.674.589
40
(5720)2 + …+ (5466)2
Antar pejantan = -------------------------------- = 18.691.786
8
Analisis Ragam
Sumber d.f. SS MS
4.299 - 2.334
2
ơ S = -------------------- = 245.6
8
4 (245.6)
h 2 = -------------------- = 0.38
245.6 + 2.334
29
4. Analisis saudara kandung
Model:
Yik = µ + αi +eik
Analisis ragam
Sumber keragaman d.f. SS MS EMS
S = jumlah perkawinan
n = jumlah keturunan tiap perkawinan
fs = saudara kandung
Pendugaan heritabilitas
2ơ 2S
h 2 = ----------------
ơ 2S + ơ 2w
30
RIPITABILITAS
Difinisi
Ripitabilitas menggambarkan derajat kesamaan antar pengamatan yang
dilakukan berulang selama masa hidup produktif seekor ternak. Pengulangan ini dapat
dilakukan berdasarkan waktu dan ruang. Pengulangan berdasarkan waktu misalnya
produksi susu pada laktasi I, II, III dan seterusnya. Pengulangan berdasarkan ruang
sebagai misal pengukuran nilai karkas sebelah kiri dan kanan.
Karena genotype seekor ternak tidak berubah selama hidupnya, maka dalam
pengamatan berulang pengaruh genotype yang sama berlaku, sedang perubahan atau
keragaman yang timbul antara beberapa pengamatan disebabkan oleh perubahan
lingkungan yang berbeda menurut waktu dan ruang.
Ragam pengamatan berulang dapat diuraikan menjadi ragam dalam ternak
yang bersumber dari perbedaan antar pengamatan yang berulang pada ternak yang sama
dan komponen ragam antar ternak yang bersumper pada perbedaan permanent antar
ternak. Komponen ragam dalam hewan seluruhnya bersumber pada perbedaan
lingkungan sementara yang terjadi antar pengukuran, sedangkan komponen ragam antar
hewan terdiri atas keragaman genotipik dan keragaman lingkungan yang berakibat tetap
pada ternak yang mengalaminya
Seperti heritabilitas, ripitabilitas didefinisikan sebagai rasio antara beberapa
komponen ragam, dinyatakan sebagai rumus berikut:
VG + VLt
r = ----------------------
VG +VLt + VLs
Keterangan
R = ripitabilitas
VG = Ragam genotipe
VLt = Ragam lingkungan tetap
VLs =\ Ragam lingkungan sementara
31
Nilai dugaan ripitabilitas disajikan pada tabel dibawah ini:
32
Domba
Jumlah anak lahir 30-40
Jumlah anak disapih 6-10
Bobot lahir 30-40
Bobot sapih 30-30
Tambahan bobot harian prasapih 35-40
Laju ovulasi 60-80
Masa bunting 17-23
Berat wool 30-50
Panjang serabut 50-80
Unggas
Bobot tewlur 80-90
Bentuk telur 80-90
Tebal albumen 74-80
Tebak kulit telur 60-80
Guna Ripitabilitas
33
Untuk peningkatan ketelitian seleksi
nr
h2 (n) = ------------ x h2
1 + (n-1)r
Contoh
Berat wool untuk delapan ekor domba yang dicukur dalam dua tahun yang berbeda
sebagai berikut.
34
ΣX2 = 107.83 ΣY2 = 128.54 ΣX ΣY = 117.20
Σ(X)2 Σ(Y)2
-------- = 107.31 --------- = 128.00 Σxy = 0.39
N N
Σ(X)2
Σx2 = ΣX2 - -------- = 107.83 - 107.31 = 0.52
N
Σ(Y)2
Σy2 = ΣY2 - -------------- = 128.54 - 128.00 = 0.54
N
ΣX ΣY
Σxy = ΣX Y - ------------- = 0.39
N
Σxy 0.39
r = ----------------- = --------------- = 0.736
V Σx2 Σy2 V(0.52)(0.54)
Contoh
Enam kalkun betina dipilih secara acak dan dipotong pada umur 24 minggu.
Sepuluh keempukan daging dada per ekor diukur.
35
No Kalkun Betina
1 2 3 4 5 6
1 2.3 2.2 2.1 2.3 2.1 2.0
2 2.2 3.1 2.6 2.4 2.0 1.9
3 2.2 2.7 2.7 2.1 2.2 2.6
4 3.0 2.2 2.0 2.6 2.0 2.5
5 2.4 2.5 1.9 2.0 2.0 2.3
6 2.8 2.6 1.9 1.7 1.8 2.0
7 2.6 2.9 1.8 2.4 2.0 2.5
8 2.5 2.3 2.3 2.1 1.7 2.2
9 2.2 2.2 2.1 2.5 1.8 2.0
10 2.3 3.0 2.2 2.7 1.7 1.7
Yk. 24.5 25.7 21.6 22.8 19.3 21.7
m. =60 Y.. = ΣΣY2km=
135.6 313.52
Analysis of variance
Source DF SS MS
Correction 1 (135.6)2/60 = 306.45
individua 5 (24.5)2 +…+ (21.7)2
-------------------------- =309.05
10
309.05 – 306.45=2.60 0.520
Measurent 54 313.52 - 309.05 = 4.47 0.082
0.520 – 0.082
Ơ2W = --------------------- = 0.0438
10
36
0.0438
R = --------------------- = 0.348
0.0438 + 0.082
KORELASI GENETIK
Telah dibahas pada Dasar Ilmu Pemuliaan Ternak bahwa satu sifat meningkat
sifat lain juga meningkat atau sebaliknya. Hubungan antara sifat-sifat ini disebut
dengan korelasi fenotipik. Korelasi ini biasanya bernilai antara +1 dan -1. Korelasi
positif antara dua sifat contohnya adalah antara lingkar dada dengan tinggi gumba,
dalam hal ini ternak-ternak yang menunujukkan tinggi gumba diatas rata-rata populasi
akan mempunyai lingkar dada diatas rataan. Sebaliknya korelasi negatif juga dapat
ditemukan seperti produksi susu dengan persentase lemak.
Korelasi fenotipik dapat disebabkan oleh adanya dua hal berikut:
1. Gen-gen yang mempengaruhi suatu sifat tertentu juga mempengaruhi suatu sifat
lain dan keadaan ini disebut pleotropi.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu sifat tertentu juga
mempengaruhi suatu sifat lain. Contohnya pada domba tipe wool, pada induk yang
kekurangan makanan terdapat kenyataan bahwa bila beranak kembar maka wool
yang dihasilkan menjadi lebih halus, yang mernunjukkan seolah-olah terdapat
korelasi genetic. Hal ini terjadi karena sebagian besar protein terpakai untuk
menghasilkan anak sehingga wool yang tumbuh menjadi halus karena kekurangan
protein.
Korelasi yang lebih banyak dipengaruhi oleh gen-gen yang bereaksi secara
pleotropik disebut dengan korelasi genetik. Korelasi genetik penting artinya dalam
pemuliaan ternak dalam tiga hal berikut:
1. Nilai-nilai korelasi genetik dapat dipergunakan dalam melaksanakan seleksi
untuk lebih dari satu sifat.
2. Nilai-nilai korelasi genetik dapat dipergunakan dalam pendugaan respon seleksi
terkorelasi.
37
3. Nilai-nilai korelasi genetik dapat diperhatikan pada kemungkinan adanya
pilihan antara dalam melaksanakan seleksi dua sifat yang berkorelasi genetik
positif.
Tabel 3. Nilai-nilai Dugaan Korelasi Genetik antara Beberapa Sifat pada Berbagai Jenis
Ternak.
Korelasi genetik antara satu sifat Nilai dugaan
dengan satu atau beberapa sifat lain korelasi genetik
Sapi perah
Produksi susu dengan
Efisiensi reproduksi 0
Produksi lemak 0.75 sd 0.95
Persentase lemak susu -0.15 sd -0.40
Produksi protein 0.85 sd 0.95
Efisiensi makanan 0.50 sd 0.60
Ukuran tubuh dewasa -0.2 sd 0.1
Persentase lemak susu dengan
Persentase protein 0.57
Sapi daging
Bobot lahir dengan
Kesukaran melahirkan 0.25 sd <0.50
Bobot sapih 0.25 sd <0.58
Bobot umur satu tahun 0.25 sd <0.50
Bobot dewasa 0.25 sd <0.50
Laju kenaikan bobot pasca sapih 0.25 sd <0.50
Laju kenaikan bobot pasca sapih dengan
Efisiensi makanan 0.50 sd< 1.0
Produksi daging tak berlemak 0.25 sd <0….
Domba
Bobot lahir dengan bobot sapih 0.05 sd <0.25
Bobot sapih dengan bobot dewasa 0.50 sd <1.00
38
Laju kenaikan bobot pascasapih dengan efisiensi 0.50 sd <1.00
makanan -0.05 sd < 0.50
Bobot dewasa dengan produksi wool -0.05 sd <-0.25
Hasil wool dengan kehalusan serat wool -0.25 sd <-0.50
Panjang serat dengan kehalusan serat wool
Ayam
Laju kenaikan bobot badan dengan efisiensi makanan 0.05 sd <0.25
Bobot umur 8 minggu dengan
Bobot badan dewasa 0.50 sd <1.00
Umur bertelur pertama (hari) -0.05 sd <-0.25
Bobot telur pada awal bertelur 0.05 sd <0.25
Bobot telur umur dewasa 0.25 sd <0.50
Bobot badan dewasa dengan
Hen-day -0.25 sd<0.25
Besar telur 0.25 sd<0.50
39
covg + cove
rp = ----------------------
σ p1 σp2
covg cove
rg = ------------------- dan re = --------------------
σ g1 σg2 σ p1 σp2
Peragam genetic dapat diduga dari beberapa macam perkawinan. Cara yang
paling sederhana adalah perkawinan dimana sejumlah pejantan dikawinkan dengan
sejumlah induk yang masing-masing menghasilkan satu anak. Dua sifat diukur pada
masing-masing keturunannya.
Data yang dipergunakan dalam contoh ini berasal dari hasil percobaan dengan
rancangan tersarang dan meliputi perkawinan 17 kalkun jantan, yang dikawinkan
dengan masing-masing dengan empat betina. Tiga keturunan jantan dari masing-
masing perkawinan diukur pada umur 24 minggu.
40
Komponen ragam dan peragam
Berat badan B.B x P.K Panjang kaki
σ2s = 35.233 Covs = 126 σ2s = 3,399
σ2d = 74.280 Covd = 184 σ2d = 3,013
σ2w = 810.551 Covw = 3.105 σ2w = 36,47
Korelasi fenotipik
126 + 184 + 3.105
rp = -------------------------------------------------------------------- = 0.544.
V (35.233 + 74.280 + 10.551)(3,399 + 3,013 + 36,47)
Korelasi genetic
Dari komponen pejantan
126
rg = -------------------------- = 0,369
V ( 35.233)(3.399)
184
rg = -------------------------- = 0,389
V (74.280)(3.013)
126 + 184
rg = ------------------------------------------- = 0,369
V (35.233 + 74.280)(3,399 + 3,013)
41
Korelasi lingkungan
Dari komponen pejantan
– 2(126)
re = ----------------------------------------------------------- = 0,608
V [ (810,551 – 2(35,233)][(36,47 -2(3,399)]
PRINSIP SELEKSI
42
Seleksi merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak. Akibat seleksi dalam
populasi adalah meningkatnya rataan dalam suatu sifat kearah yang lebih baik dan
diikuti oleh peningkatan keseragaman/homozigositas atau dengan perkataan lain
penurunan keragaman atau simpangan baku.
Secara umum seleksi dapat dibagi atas dua macam, yaitu :
a. Seleksi alam (natural selection) dimana seleksi terjadi secara spontan akibat pengaruh
alam.
b. Seleksi buatan (artificial selection); seleksi terhadap ternak/hewan yang dilakukan
oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Seleksi alam
Digambarkan pada kejadian yang dialami oleh ternak-ternak liar yang mampu
meneruskan hidupnya pada kondisi alam yang berubah-ubah. Seperti adanya musim
yang berbeda, bencana alam ( seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, dsb.), musuh
alam, keadaan pasture, temperature, penyakit dan parasit. Dalam hal ini dikenal adanya
istilah The survival of the fittest (yang kuat/mampu mengatasi pengaruh alam yang
berhasil hidup/berbiak).
Seleksi alam merupakan proses yang kompleks dan banyak faktor yang
menentukan perbedaan antara individu dalam populasi seperti : mortalitas, periode
aktifitas seksual, fertilitas, dsb.
Dengan adanya ternak yang berhasil mengatasi pengaruh alam tersebut, maka
secara tidak langsung alam telah menyeleksi ternak-ternak dalam populasi tertentu.
Seleksi buatan
Seleksi ini dilakukan oleh manusia, mana ternak yang dipilih untuk diternakkan
dan mana ternak yang tidak produktif lagi ditinjau dari kebutuhan dan tujuan manusia
itu sendiri. Dalam hal ini seleksi alam masih mempunyai pengaruh.
Akibat seleksi buatan adalah adanya perbedaan (dari segi kuantitatif dan kualitatif)
breed dan tipe ternak dalam suatu species.
43
Pengaruh seleksi terhadap genetik.
Seleksi tidak menciptakan gen yang baru dalam populasi ternak, tetapi
meningkatkan frekuensi gen yang baik/diinginkan untuk meningkatkan performansnya
dan mengurangi/meniadakan gen yang tidak baik/tidak diinginkan. Bila seleksi tidak
dilakukan., maka frekuensi gen akan tetap/tidak berubah.
Contoh :
P AA x AA F gen A = 0,5
F1 Aa F gen A = 0,5
F2 1AA, 2Aa, 1aa F gen A = 0,5
F3 4AA, 2AA, 4Aa, 2aa, 4aa F gen A = 0,5
dst
Kalau seleksi dilakukan dengan memilih ternak AA, Aa saja untuk diternakkan,
sedang aa diculling maka terjadi perubahan frekuensi gen. Misalkan pada F2 individu
aa diculling pada F3 akan terdiri dari 4AA, 2AA, 4Aa, 2aa
FA = 16/24 = 0,67
Fa = 8/24 = 0,33
Seleksi harus dilaksanakan secara kontinyu sehingga frekuensi gen yang
diinginkan akan meningkat.
Catatan
Contoh di atas hanya menggunakan contoh satu pasang gen untuk memudahkan
pengertian adanya perubahan frekuensi gen akibat tindakan seleksi dan culling. Pada
sifat kuantitatif, jumlah gen yang berperan adalah banyak sehingga pertimbangan
seleksinya berbeda dengan sifat kualitatif. Seleksi terhadap sifat kuantitatif didasarkan
pada nilai breeding ternak yang bersangkutan dan dalam hal ini performas populasi ikut
menentukan.
44
Karena jumlah sifat produksi yang dianggap penting cukup banyak jumlahnya,
maka terdapat kecenderungan untuk sekaligus menjadikan beberapa sifat penting
sebagai tujuan seleksi, yang pada umumnya mengakibatkan kekecewaan karena hasil
seleksi secara menyeluruh yang lambat. Suatu kenyataan yang terlihat dalam pemuliaan
ternak adalah semakin banyak sifat yang dimasukkan ke dalam program pemuliaan,
semakin lambat kemajuan yang akan dicapai dalam masing-masing sifat.
Untuk menanggulangi masalah tersebut diperlukan kebijakan penyusunan
program pemuliaan yang tepat, sehingga didalamnya ditentukan sejumlah kecil sifat-
sifat yang diberi prioritas utama dengan harapan bahwa kebijakan program pemuliaan
tersebut dapat berlaku dalam jangka panjang tanpa perubahan. Dalam menentukan sifat
mana yang sebaiknya diberi prioritas hendaknya dipilih sifat-sifat produksi yang
mempunyai nilai ekonomi tertinggi dan dalam jangka panjang diperkirakan akan tetap
memenuhi kebutuhan dan selera konsumen produk ternak yang dihasilkan.
45
- Laju pertumbuhan pasca sapih - Tabiat
- Efisiensi pakan - Bentuk karkas
- Bverat dewasa tubuh - vigor
- Sifat-sifat karkas
- Kemampuan kerja
Domba dan - Umur dan pubertas - Bentuk tubuh
kambing - Fertilitas dan jumlah anak - Ketiadan cacat
potong sepelahiran
- Berat badan, berat sapih dan
berat dewasa
- Berat sapih per induk domba
atau kambing
- Berat dan kehalusan bulu
domba
- Berat dan sifat-sifat karkas.
Domba wol - Berat bulu domba, berminyak - Mengkilatnya bulu dan
dan bersih adanya kerutan tang
- Berat serabut teratur
- Warna wol - Tak adanya kelemahan
- Banyaknya bulu (% serabut pada serabut ( breaks)
yang mempunyai medulla) - Kekusutan serabut
- Naluri bergerombol (cotting)
- Ketiadan cacat
46
disapih
- Umur saat berbobot untuk
dipasarkan
- Makanan prk kg pertambahan
berat
- Hasil karkas berlemak, tanpa
lemak dan potongan-potongan
khusus
Unggas - Umur saat bertelur pertama kali - Tabiat
(petelur) - Laju bertelur
- Daya hidup
- “Hen Housed Average”
- Makanan per kg telur
- Sifat-sifat telur
- Warna kuning telur
- Warna kulit telur
Unggas - Fertilitas - Bentuk karkas
(potong) - Daya hidup
- Laju pertambahan berat
- Makanan per kg pertambahan
berat
- Panjang kaki
- Karkas, % daging dada
- Warna bulu
47
METODE SELEKSI
a. Tandem method
Seleksi dilaksanakan secara bertahap dari beberapa sifat/performans yang
dipertimbangkan. Seleksi suatu sifat tertentu dilaksanakan dari generasi ke generasi
berikutnya secara kontinyu, sampai sifat tersebut mencapai performans maksimal. Lalu
dihentikan, dilanjutkan dengan seleksi sifat yang lain, juga secara kontinyu dari generasi
ke generasi, begitu seterusnya. Efektif apabila dilihat dari segi progress masing-masing
48
sifat yang dikehendaki. Efisiensinya tergantung pada korelasi genetik antara sifat yang
dikehendaki. Bila terdapat korelasi yang positif antara dua sifat maka dapat dipilih sifat
mana yang paling mudah dan murah dalam cara pengukurannya. Dengan melakukan
seleksi pada sifat tersebut maka sifat yang kedua dengan sendirinya meningkat (Respon
seleksi terkorelasi). Sebaliknya bila terdapat korelasi negative maka bila sifat pertama
meningkat sifat kedua akan menurun. Oleh karena itu perlu dicari titik keseimbangan.
Seleksi dengan cara ini adalah kurang efisien karena memakan waktu, tetapi dapat
dipergunakan untuk mengikuti selera konsumen.
49
c. Index Selection
Metode ini menyangkut penentuan nilai masing-masing sifat yang diseleksi dan
nilai-nilai ini akan memberikan sejumlah score (nilai) yang menjadi indek ternak yang
bersangkutan. Ternak dengan total score tertinggi (indeks) dipilih untuk tujuan seleksi.
Penting diperhatikan adalah masing-masing sifat memiliki koefisien (bobot) yang
berbeda-beda tergantung pada nilai ekonominya. Penentuan koefisien masing-masing
sifat dipengaruhi oleh banyak faktor menyangkut demand konsumen, harga pasaran,
biaya produksi, dsb. Sehingga penentuan koefisien secara kasar dapat diperkirakan
berdasarkan atas persentase saja dengan mengingat total koefisien semau sifat yang
dipakai untuk menentukan indeks adalah 1 atau 100%.
Contoh : seleksi calon pejantan sapi Bali dari populasi berdasarkan berat lahir
dan berat sapih. Penentuan indek bobot sapih lebih tinggi dari berat lahir karena berat
sapih berhubungan dengan laju pertumbuhan sampai dewasa.
Misal koefisien berat lahir = 0,4 dan koefisien berat sapih = 0,6
Indeks = aX1 + bX2 X1 = berat lahir
X2 = berat sapih
a = koefisien berat lahir
b = koefisien berat sapih
Maka indeks masing-masing sapi dapat dihitung :
I = 0,4X1 + 0,6X2
Contoh indeks pada beef cattle menurut Rice et.al (1970) adalah
I = X1 + 7,72X2 X1 = berat sapih
X2 = score tipe/konformasi
50
The Showing selection
Banyak dilakukan di negara maju. Pada prinsipnya sama dengan pemilihan para
ratu kecantikan.
Segi positif :
Merupakan cara terbaik membentuk tipe ternak tertentu
Iklan terbaik bagi peternak yang akan menjual ternaknya
Arena untuk bertukar pengalaman antar peternak
Rangsangan bagi peternak untuk perbaikan ternaknya dengan cara membandingkan
ternaknya dengan ternak lain.
Segi negatif:
Bisa terjadi sterilitas sementara (obesitas) akibat penggunaan cara penggemukan
untuk mendapat konformasi ideal.
Sering terjadi tindakan yang mengelabui para juri terhadap sifat-sifat ekteriur yang
dapat mengurangi nilai, padahal mungkin sifat itu menurun tetapi dihilangkan
dengan operasi.
Ekteriur baik belum tentu produktivitasnya baik.
Keterangan :
MPPA = Most Probable Producing Ability
n = Jumlah pengamatan (laktasi)
r = Angka pengulangan
P = rataan produksi sapi yang diukur
51
2. Metode ERPA(Estimated Real Producing Ability)
nr
Rumus ERPA = ( P - P H)
1 (n 1) r
Keterangan
ERPA = Estimated Real Producing Ability
P H = Rataan produksi herdmatenya
Jadi perbedaan MPPA dan ERPA adalah bahwa pada MPPA, rataan produksi
sapi betina diperbandingkan dengan produksi populasinya. Sedangkan pada ERPA
dibandingkan dengan produksi herdmatenya. Herdmate adalah semua induk dalam
suatu peternakan yang sama, yang beranak dalam waktu relative bersamaan, tetapi
bukan saudara tiri sebapak.
Kemajuan yang ingin dicapai oleh pemulia ternak dengan jalan breeding dan
seleksi adalah tergantung pada kemampuan untuk mendapatkan ternak-ternak yang
mempunyai genetic yang superior dan selanjutnya memberikan kesempatan pada
ternak-ternak tersebut untuk bereproduksi. Untuk mendapatkan ternak dengan genetic
yang superior, metode yang dipakai adalah dengan menduga Nilai Pemuliaan (Breeding
Value) individu-individu yang dinilai.
Pendugaan Nilai Pemuliaan ditentukan oleh gen-gen dari tetua yang diteruskan
kepada anak-anaknya. Setiap anak akan menerima setengah gen secara acak dari
pejantan dan setengah dari induknya. Pendugaan nilai pemuliaan didasarkan atas
estimasi pengaruh seluruh gen individu yang diwariskan melalui amak-anaknya didalam
populasi kawin acak. Hardjosbroto mendefinisikan nilai pemuliaan sebagai suatu
penilaian mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu yang diberikan secara relative
atas dasar kedudukannya didalam populasi.
Ada empat cara pendugaan nilai pemuliaan (breeding value =BV) yaitu:
1. Individual test
Seleksi dengan cara ini berarti bahwa suatu individu dipilih atau disisihkan
untuk tujuan breeding berdasarkan fenotipenya sendiri untuk satu atau beberapa sifat
52
tertentu. Kemajuan yang diperoleh akan tergantung pada korelasi antara gernotipe dan
fenotipe sifat tersebut. Korelasi ini bisa tinggi atau rendah sangat tergantung pada
factor lingkungan dan /atau interaksi antara genotipe dan lingkungan.
Secara umum pendugaan BV individu ternak untuk sifat kuantitatif adalah
dengan formula:
_ _
PBV = P + b1 ( Pi – P )
Dengan keterangan:
b1 = koefisien regresi genotype individu dengan fenotipenya
PBV = probable breeding value
_
P = rataan fenotipe individu contemporary
Pi = nilai fenotipe individu terseleksi
Koefisien regresi untuk genotipe dan fenotipe sifat-sifat ternak tertgantung pada
heritabilitas sifat yang bersangkutan dan akurasi seleksi meningkat dengan
meningkatnya nilai heritabilitas suatu sifat ditunjukkan pada tabel
Sebagai ilustrasi, dengan menggunakan formula diatas akan dihitung BV suatu individu.
Individu dengan pertambahan bobot badan 2.50 lb per hari dibandingkan dengan rataan
pertambahan bobot badan 1.80 lb per hari, bila heritabilitas sifat yang bersangkutan 50
persen, yang berarti bahwa koefisien korelasi (b1) adalah 0.50. BV individu adalah 1.80
+ 0.50 ( 2.50 – 1.80 ) atau 2,15 lb per hari. Seleksi ternak untuk tujuan breeding
kemudian dilakukan berdasarkan nilai BV-nya yang tertinggi.
53
Tabel 5. Koefisien Regresi ( b1) antara Genotype dan Fenotipe dan Akurasi Seleksi Bila
Seleksi Didasarkan atas Fenotipe Individu
Heritabilitas suatu sifat Akurasi seleksi
Atau koefisien regresi b1
0.01 0.32
0.02 0.45
0.03 0.55
0.04 0.63
0.05 0.71
0.06 0.77
0.07 0.84
0.08 0.89
0.09 0.95
1.00 1.00
Akurasi seleksi dihitung dari √b1
2. Pedigree test
Pedigree adalah merupakan catatan nenek moyang (ancestor) individu tertentu.
Catatan tersebut memberikan informasi mengenai nama,nomor ancestor, sifat-sifat
genotipe, fenotipe atau performa ancestornya.
Pada sifat kualitatif dikenal “pedigree clean” artinya individu-individu pada
pedigree tersebut tidak ada yang membawa gen dengan sifat cacat (carrier). Dan
“pedigree dirty”, istilah yang dipergunakan pada pedigree dimana individu-individu ada
yang membawa sifat cacat (carrier).
Pendugaan nilai pemuliaan sifat kuantitatif tergantung pada ancestor yang
dipergunakan, sebab derajat hubungan (relationship) antara individu dengan
ancestornya berpengaruh terhadap ketelitian/akurasi seleksi. Ketelitian seleksi
berdasarkan catatan parent akan lebih teliti daripada catatan grandparent dan
grandparent akan lebih teliti daripada catatan great-grandparent dan seterusnya (Tabel
6).
54
Tabel 6. Akurasi Seleksi pada Berbagai Derajat Heritabilitas Bila Seleksi Didasarkan
Atas Catatan Individu atau Individu Plus Moyang
Catatan Akurasi seleksi pada berbagai
derajat heritabilitas
Heritabilitas 0.10 0.30 0.50 0.70 0.90 1.00
Tabel 7. Koefisien regresi untuk memprediksi nilai pemuliaan (PBV) individu dari
informasi fenotipe individu atau moyang tertentu
Heritabilitas suatu sifat
Koefisien regresi 0.10 0.30 0.50 0.70 0.90 1.00
55
Informasi yang diringkas pada table 7 digunakan untuk memprediksi PBV
individu dari catatan individu berbagai kombinasi ancestor tertentu. Oleh karena dua
atau lebih derajat hubungan dipergunakan, maka digunakan koefisien regresi parsial.
3. Progeny-test
Seleksi dengan cara progeny berarti bahwa individu dipilih berdasarkan atas
performa anak-anaknya(progeny). Pada sifat kualitatif, genotipe individu ditentukan
berdasarkan atas fenotipe anak-anaknya. Individu heterozigot, bila salah satu anaknya
ada homozigot resesif. Bila dari anak-anaknya yang lahir kebanyakan menampakkan
sifat dominant tanpa ada yang resesif, kemungkinan individu tersebut adalah homozigot
tetapi tidak pasti.
Progeny-test pada ternak sapi diperlukan perkawinan satu pejantan dengan kira-
kira 35 full-sisternya. Pada babi satu pejantan memerlukan full-sisternya sebanyak 5-7
ekor. Pada pelaksanaan progeny test sebagai ternak tester dipakai ternak homozigot
resesif atau ternak yang sudah diketahui sebagai carrier gen resesif.
Untuk sifat kuantitatif, prinsip yang tercakup adalah tiap progeny memperoleh
50% sifat yang diwariskan dari masing-masing tetuanya. Ada beberapa tindakan yang
diperlukan untuk ketelitian progeny test:
1. induk-induk yang dikawinkan dengan pejantan harus dipilih secara acak.
2. makanan dan cara pemberiannya harus distandarisir.
3. Untuk mengurangi pengaruh lingkungan, jangan memberikan makanan semua
progeny setiap pejantan pada satu kandang yang sama, harus diadakan rotasi
terhadap kelompok progeny untuk pejantan-pejantan yang laion.
4. antara kelompok tetua yang berbeda diusahakan lingkungan dan lokasi yang
sama.
5. bila mungkin usahakan mendapat kelompok tetua yang lahir bersamaan.
6. kesehatan kelompok ternak diusahakan sama walaupun superioritasnya berbeda.
7. progeny yang lebih banyak untuk tiap tetua memberikan ketelitian pendugaan
nilai pemuliaan yang lebih baik, maka usahakan jumlah progeny yang sebanyak-
banyaknya tetapi sama untuk tiap kelompok pejantan.
56
Tabel 7. Prediksi Nilai Pemuliaan Individu dari Informasi Fenotipe Individu
Dikombinasikan dengan Moyang Tertentu
Heritabilitas suatu sifat
Koefisien regresi parsial 0.10 0.30 0.50 0.70
57
Paternal
Grandsire b3 0.023 0.055 0.071 0.070
Granddam b3 0.023 0.055 0.071 0.070
PBV= ???????
Tabel 8. Akurasi Seleksi Didasarkan atas Rataan Progeny dengan Menggunakan Jumlah
Progeny dan Heritabilitas yang Berbeda
58
10 0.452 0.587 0.669 0.726 0.767 0.799 0.824 0.845 0.862
15 0.527 0.664 0.741 0.791 0.826 0.852 0.872 0.888 0.902
20 0.582 0.716 0.787 0.813 0.861 0.883 0.900 0.913 0.924
25 0.629 0.754 0.818 0.858 0.884 0.903 0.917 0.928 0.937
30 0.659 0.782 0.824 0.877 0.900 0.917 0.930 0.939 0.947
35 0.688 0.805 0.860 0.892 0.913 0.928 0.939 0.947 0.954
40 0.712 0.823 0.874 0.904 0.923 0.936 0.946 0.953 0.959
45 0.732 0.839 0.886 0.913 0.930 0.942 0.952 0.958 0.964
50 0.749 0.851 0.896 0.921 0.937 0.948 0.956 0.962 0.967
75 0.811 0.893 0.927 0.945 0.965 0.964 0.970 0.974 0.978
100 0.848 0.917 0.944 0.958 0.967 0.973 0.977 0.981 0.983
59
h2 = heritabilitas suatu sifat
n = jumlah progeny tiap tetua
t = 0.25 h2
Tabel 9. Akurasi Seleksi Relative dari Progeny Test Dibandingkan dengan Seleksi
Berdasarkan Performan Individu
Jumlah Heritabilitas suatu sifat
progeny 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00
1 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
2 0.70 0.69 0.68 0.67 0.66 0.66 0.65 0.65 0.64 0.63
3 0.85 0.83 0.81 0.79 0.78 0.76 0.75 0.73 0.72 0.71
4 0.97 0.93 0.90 0.88 0.85 0.83 0.81 0.79 0.77 0.76
5 1.07 1.02 0.98 0.95 0.91 0.88 0.86 0.83 0.81 0.79
6 1.16 1.10 1.04 1.00 0.96 0.93 0.89 0.87 0.84 0.82
7 1.23 1.16 1.10 1.05 1.00 0.96 0.92 0.89 0.86 0.84
8 1.31 1.22 1.15 1.09 1.03 0.99 0.95 0.91 0.88 0.85
9 1.37 1.27 1.19 1.12 1.06 1.01 0.97 0.93 0.90 0.87
10 1.43 1.31 1.22 1.15 1.09 1.03 0.99 0.95 0.91 0.88
15 1.67 1.49 1.35 1.25 1.17 1.10 1.04 0.99 0.95 0.91
20 1.84 1.60 1.44 1.31 1.22 1.14 1.08 1.02 0.97 0.93
25 1.98 1.69 1.49 1.36 1.25 1.17 1.10 1.04 0.99 0.95
30 2.09 1.75 1.54 1.39 1.27 1.18 1.11 1.05 1.00 0.95
35 2.18 1.80 1.57 1.41 1.29 1.20 1.12 1.06 1.01 0.96
40 2.25 1.84 1.60 1.43 1.31 1.21 1.13 1.07 1.01 0.97
45 2.32 1.88 1.62 1.44 1.32 1.22 1.14 1.07 1.02 1.97
50 2.37 1.90 1.64 1.46 1.33 1.22 1.14 1.08 1.03 0.97
75 2.57 2.00 1.69 1.49 1.35 1.25 1.16 1.09 1.03 0.98
100 2.69 2.05 1.72 1.52 1.37 1.26 1.17 1.10 1.04 0.99
60
Contoh, Dari tiga pejantan yang akan diseleksi diperoleh masing-masing anak
sebanyak tiga ekor tiap pejantan. Rata-rata pertambahan bobot badan per hari progeny
A = 0.70 Kg, progeny B = 0.60 Kg, dan progeny C = 0.80 Kg. Rata-rata pertambahan
bobot badan harian seluruh progeny adalah 0.50 Kg. Bila heritabilitas sifat ini adalah
50%, maka
PBV A = 0.50 + 0.50x0.50 (3/(1+2x0.25x050)(0.70-0.50) = 0.62 Kg
PBV B = 0.50 + 0.50x0.50 (3/(1+2x0.25x050)(0.60-0.50) = 0.56 Kg
PBV C = 0.50 + 0.50x0.50 (3/(1+2x0.25x050)(0.80-0.50) = 0.68 Kg
Dari perhitungan diatas ternyata PBV C yang palig tinggi, maka ternak C yang akan
dipilih.
4. Sib-test
Adalah seleksi atas dasar data/performa rata-rata saudara-saudaranya (half-sibs =
saudara tiri, full-sibs = saudara kandung). Prinsip sibs-test untuk mengestimasi PBV
adalah sama dengan pedigree test dan progeny test.
Akurasi/ketelitian seleksi berdasarkan fenotipe sibs tergantung pada heritabilitas
suatu sifat, derajat relationship ( R ) antara sibs dengan individu yang diseleksi, jumlah
sibs dan derajat korelasi ( t ) antara fenotipe sibs.
Akurasi seleksi dikalkulasi dengan formula dibawah ini:
Rh √ (n/ 1+(n-1)t)
Dengan keterangan:
R = relationship antara sib dengan individu
n = jumlah sib
t = derajat korelasi antara fenotipe sib
Data table 9 menunjukkan bahwa akurasi seleksi meningkat dengan lebih
besarnya jumlah half-sibs dan heritabilitas yang meningkat pula.
Akurasi seleksi relative (Tabel 10) menunjukkan bahwa mendekati 30 half-sibs
dibutuhkan untuk memberikan akurasi yang sama dengan informasi catatan individu
bila heritabilitas kurang dari 0.01, dan 100 atau lebih bila heritabilitas lebih besar dari
0.10.
61
Akurasi seleksi berdasarkan fill-sibs dibandingkan dengan seleksi atas individu
pada berbagai derajat heritabilitas ditunjukkan pada table 11. Akurasi seleksi relative
ditunjukkan pada table 12.
Tabel 10. Akurasi Seleksi Individu Didasarkan atas Catatan Half-sib dengan
Menggunakan Jumlah Half-sib dan Heritabilitas yang Berbeda
Jml Akurasi seleksi bila heritabilitas
Half 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70
Sibs
1 0.079 0.112 0.137 0.158 0.177 0.194 0.209
2 0.110 0.154 0.187 0.213 0.236 0.255 0.273
3 0.134 0.185 0.221 0.250 0.274 0.294 0.312
4 0.152 0.209 0.247 0.227 0.302 0.322 0.339
5 0.169 0.228 0.268 0.299 0.323 0.342 0.359
6 0.183 0.245 0.286 0.316 0.340 0.359 0.374
7 0.195 0.259 0.301 0.331 0.354 0.372 0.387
8 0.206 0.272 0.314 0.343 0.365 0.383 0.397
9 0.216 0.283 0.325 0.354 0.375 0.392 0.405
10 0.226 0.294 0.335 0.363 0.384 0.400 0.412
15 0.263 0.332 0.370 0.393 0.413 0.426 0.436
20 0.330 0.391 0.421 0.439 0.450 0.459 0.465
…
100 0.424 0.458 0.472 0.479 0.483 0.486 0.489
Tabel 11. Akurasi Seleksi Relatif Didasarkan atas Performans Half-sibs Dibandingkan
dengan Seleksi atas Dasar Performans Individu
Jumlah Akurasi seleksi relative pada heritabilitas
Half-sibs 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70
1 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
2 0.35 0.35 0.34 0.34 0.33 0.33 0.33
3 0.42 0.41 0.40 0.40 0.39 0.39 0.37
4 0.48 0.47 0.45 0.44 0.43 0.42 0.41
62
5 0.53 0.51 0.49 0.47 0.46 0.44 0.43
6 0.58 0.55 0.52 0.50 0.48 0.46 0.45
7 0.62 0.58 0.55 0.52 0.50 0.48 0.46
8 0.65 0.61 0.57 0.54 0.52 0.49 0,47
9 0.69 0.63 0.59 0.56 0.53 0.51 0.48
10 0.71 0.66 0.61 0.57 0.54 0.52 0.49
20 0.82 0.80 0.72 0.66 0.61 0.57 0.54
30 1.04 0.88 0.77 0.69 0.64 0.59 0.56
40 1.13 0.92 0.80 0.72 0.65 0.60 0.57
50 1.19 0.95 0.82 0.73 0.66 0.61 0.57
75 1.28 1.00 0.85 0.75 0.68 0.62 0.58
100 1.34 1.03 0.86 0,70 0.68 0.63 0.58
Tabel 12. Akurasi Seleksi Individu Didasarkan atas Catatan Full-sibs pada Jumlah
Fullsibs dan Heritabilitas yang Berbeda
Jumlah Akurasi seleksi pada heritabilitas
Full-Sibs 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70
1 0.158 0.224 0.274 0.316 0.354 0.387 0.418
2 0.218 0.302 0.361 0.408 0.447 0.480 0.509
3 0.261 0.354 0.416 0.463 0.500 0.553 0.556
4 0.295 0.392 0.455 0.500 0.535 0.562 0.584
5 0.323 0.423 0.484 0.527 0.559 0.684 0.604
6 0.346 0.447 0.507 0.548 0.577 0.600 0.618
7 0.367 0.468 0.526 0.564 0.592 0.612 0.629
8 0.385 0.485 0.541 0.577 0.603 0.622 0.637
9 0.491 0.500 0.554 0.588 0.612 0.630 0.644
10 0.415 0.513 0.565 0.598 0.620 0.637 0.649
63
Tabel 13. Akurasi Seleksi Relative Didasarkan atas Performans Full-sibs Dibandingkan
dengan Seleksi atas Dasar Performans Individu
Jumlah Akurasi seleksi relative pada heritabilitas
Full-sibs
0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70
1 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
2 0.69 0.67 0.66 0.65 0.63 0.62 0.61
3 0.83 0.79 0.76 0.73 0.71 0.69 0.66
4 0.93 0.88 0.83 0.79 0.76 0.73 0.70
5 1.02 0.95 0.88 0.83 0.79 0.75 0.72
6 1.10 1.00 0.93 0.87 0.82 0.78 0.74
7 1.16 1.05 0.96 0.89 0.84 0.79 0.75
8 1.22 1.09 0.99 0.91 0.85 0.80 0.76
9 1.27 1.12 1.01 0.93 0.87 0.81 0.77
10 1.31 1.15 1.03 0.95 0.88 0.82 0.78
Koefisien relationship ( R ) adalah 0.25 untuk half-sibs dan 0.50 untuk full-sibs. Nilai t
adalah 0.25h2 untuk half-sibs dan 0.50h2 untuk full-sibs, n menunjukkan jumlah sibs
dan h2 adalah heritabilitas suatu sifat.
64
RESPON SELEKSI
Respon yang diperoleh akibat seleksi yang dilakukan ada tiga yakni:
1. Genetik respon
2. Respon in the current generation
3. Correlated respon
1. Genetik respon
Adalah respon yang diberikan dari suatu populasi untuk generasi berikutnya.
Respon ini ditentukan oleh heritabilitas sifat yang bersangkutan dan diferensial seleksi
pada populasi tersebut. Genetik respon dapat diformulasikan sebagai dibawah ini.
RG = h2 x S
S = Pi -P
Dengan keterangan
RG = genetik respon
h2 = heritabilitas sifat yang diseleksi
S = diferensial seleksi, yaitu keunggulan sifat ternak yang diseleksi untuk
pengganti tetua yang diafkir terhadap rataan performan populasi dari
mana mereka terseleksi.
Pi = performan individu
P = rataan performan populasi
Dalam pendugaan respon genetik untuk sifat-sifat yang mempunyai distribusi
normal, dapat menggunakan “standardized selection differential” yang disimbulkan
dengan huruf i, dapat diformulasikan i = S/Sd dengan Sd adalah standar deviasi sifat
yang diseleksi. Nilai i ditentukan dari proporsi ternak-ternak yang diseleksi dengan
ternak tersedia untuk diseleksi. Nilai i disajikan pada tabel 14. Dalam tabel tersebut
terlihat bahwa semakin besar intensitas seleksi maka i semakin kecil.
65
Table 14. Standardized Selection Differential dalam Suatu Populasi Ternak untuk
Intensitas Seleksi ( P ) 0-99%.
P 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09
0.00 - 2.67 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.29 1.86 1.80
0.01 1.75 1.71 1.67 1.63 1.59 1.55 1.52 1.49 1.46 1.43
0.02 1.40 1.37 1.35 1.32 1.30 1.27 1.25 1.22 1.20 1.18
0.03 1.16 1.14 1.12 1.10 1.08 1.06 1.04 1.02 1.00 0.98
0.04 0.97 0.95 0.93 0.91 0.90 0.88 0.86 0.85 0.83 0.81
0.05 0.80 0.78 0.77 0.75 0.74 0.72 0.70 0.69 0.67 0.66
0.06 0.64 0.63 0.61 0.60 0.58 0.57 0.56 0.54 0.53 0.51
0.07 0.50 0.48 0.47 0.45 0.44 0.42 0.41 0.39 0.38 0.36
0.08 0.35 0.34 0.32 0.30 0.29 0.27 0.26 0.24 0.23 0.21
0.09 0.20 0.18 0.16 0.14 0.13 0.11 0.09 0.07 0.05 0.03
Table 15. Intensitas Seleksi ( i ) untuk Berbagai Bagian Populasi yang Dipertahankan
sebagai Bibit.
Bagian yang Intensitas seleksi Bagian yang Intensitas seleksi
dipertahankan dipertahankan
0.90 0.20 0.09 1.80
0.80 0.35 0.08 1.86
0.70 0.50 0.07 1.92
0.60 0.64 0.06 1.99
0.50 0.80 0.05 2.06
0.40 0.97 0.04 2.15
0.30 1.16 0.03 2.27
0.25 1.27 0.02 2.42
0.20 1.40 0.01 2.67
0.15 1.55 0.005 2.89
0.10 1.76 0.001 3.37
66
Selang generasi:diistilahkan sebagai rata-rata umur perent ketika anak-anaknya lahir.
Interval generasi ini berbeda-beda untuk species ternak yang berbeda dalam sistem
breeding dan manajement untuk memproduksi generasi ternak yang baru. Interval
generasi dapat diperpendek dengan melakukan breeding pada umur ternak yang lebih
muda, atau seleksi ternak-ternak yang dewasa kelaminnya lebih cepat. Untuk
pendugaan respons per tahun (Ry) faktor selang generasi berpengaruh.
h2 x i x Sd
Ry = ----------------------
Ig
Dalam praktis kita biasanya menjumpai intensitas seleksi yang berbeda pada
ternak jantan dan betina, sehingga di peroleh i yang berbeda pula dalam hal ini di
gunakan I rata-rata dari jantan dan betina, demikian pula terhadap selang generasinya.
Jadi i = ½ (i jantan + i betina)
67
h2 x i x Sd
Ry = -------------------------
Ig
Contoh: seleksi dilakukan terhadap 4% pejantan dan 30% induk dalam suatu
populasi. Bila heritabilitas berat sapih 0,3 dan standard deviasi fenotipis berat sapih
30kg, berapakah respons genetik setelah di lakukan seleksi?
Jantan diseleksi 4% maka i =2,15; betina diseleksi 30% i =1,16 (lihat tabel 15) . Jadi i
rata-rata = ½ ( 2.15 + 1.16 ) = 1.655.
R = 0.3 x 1.655 x 30 = 14.9 Kg.
68
Definisi : respons ini dapat didenifisikan sebagai perbedaan antara produksi
dalam masa hidup dari pada kelompok ternak yang diseleksi dengan produksi seluruh
populasi dari mana ternak tersebut diseleksi .
Untuk menduga Rc ini, parameter yang perlu diketahui adalah Ripitabilitas sifat
yang diseleksi yang didenifisikan sebagai perbandingan dari pada varians phenotypis
total yang disebabkan oleh perbedaan antara ternak-ternak yang permanent. Ini
disebabkan oleh pengaruh genetik dan lingkungan yang tetap (permanen).
Rc = r x i x Sd
Dalam hal ini respons yang sering dijumpai adalah produksi yang di tunjukkan oleh
ternak beberapa kali selama masa hidupnya . Kebanyakan sifat demikian ditunjukan
oleh ternak betina sehingga dalam hal ini i yang dipakai adalah i betina saja (diferensial
seleksi ternak betina ) untuk periode n tahun Rc adalah = n.Rc. Sehingga untuk n tahun
maka R total = ½ n ( n+1)Ry + nRc.
Dengan keterangan:
rG = korelasi genetic antara sifat 1 dan 2
h1 = akar heritabilitas sifat 1
h2 = akar heritabilitas sifat 2
i = standardized selection differensial
Sd2 = standar deviasi sifat 2
69
Sistem Nucleus
Dalam populasi yang besar kadang-kadang perkawinan ternak tidak selalu
secara acak, tetapi kadang-kadang dibagi dalam dua kelompok yakni Sire Breeding
Nucleus dan General Population. Sire breeding nucleus terdiri atas jantan dan betina
terbaik, hanya ternak jantan yang lahir dari nucleus yang dipilih untuk dijadikan
pejantan. Keturunan jantan yang lahir dari general population semua dikastrasi atau
dijual sebelum mampu bereproduksi.
Pada sistem nucleus ada empat jalan untuk memperoleh respon genetik yaitu
1. Seleksi jantan yang dipakai pada nucleus (i1)
2. Seleksi jantan yang dipakai pada seluruh populasi (i2)
3. Seleksi betina yang dipakai pada nucleus (i3)
4. Seleksi betina yang dipakai pada seluruh populasi (i4)
Dengan demikian maka dipergunakan standardized selection differential rata-rata yaitu
¼ ( i1 + i2 + i3 + i4 )
Contoh
Suatu populasi ternak sapi terdiri atas 400 ekor betina, dimana 100 dari padanya
dipergunakan sebagai breeding nucleus. Seks rasio antara pejantan dan betina adalah 1 :
25, berarti 4 ekor pejantan terbaik dipakai untuk mengawini 100 betina nucleus diatas.
300 betina lain dikawinkan dengan 12 pejantan terbaik yang lain. Bila calving rate
80% maka setiap tahun akan dihasilkan 320 ekor anak sapi. Dengan rasio seks 1:1,
maka masing-masing anak jantan dan betina berjumlah 160 ekor. Dalam kelompok
nucleus kelahiran anak 80% x 100 = 80 ekor, yantg terdiri atas 40 jantan dan 40 ekor
betina.
Dari kelahiran anak-anak ini berarti ternak yang tersedia untuk diseleksi untuk
pengganti pejantan yang tua sebanyak 40 ekor (yang berasal dari kelahiran kelompok
nucleus saja) dan untuk pengganti induk sebanyak 160 ekor yang berasal dari kelahiran
seluruh populasi (nucleus dan general population).
Bila kelahiran anak pertama terjadi pada saat umur pejantan dan induk 2 tahun
dan kelompok umur pejantan ada 2 (2 dan 3 tahun), sedangkan kelompok induk ada 5
70
(2,3,4,5 dan6 tahun) berarti setiap tahun perlu pengganti ½ jumlah pejantan dan 1/5
induk dalam populasi tersebut.
Pejantan pengganti yang diperlukan setiap tahun pada nucleus adalah sebanyak
4/2 = 2 ekor, maka intensitas seleksinya 2/40 = 0.05. dan i1 = 2.06 (table 12). Untuk
keseluruhan populasi pejantan yang diperlukan sebanyak 16/2 = 8 ekor, dengan
intensitas seleksi 8/40 = 0.2 dengan i2 = 1.4.
Betina pengganti yang diperlukan setiap tahun adalah 100/5 = 20 ekor pada
nucleus dan 400/5 = 80 ekor untuk untuk seluruh populasi. Maka i3 = 1.65 dari
intensitas seleksi 20/160 = 0.125 dan i4 = 0.8 dari intensitas seleksi 80/160 = 0.5.
Maka i rata-rata = ¼ (2.06 + 1.4 + 1.65 + 0.8 = 1.48.
Selang generasi pejantan adalah (2 + 3)/2 = 2.5 tahun dan induk = (2 + 3 + 4 + 5 + 6)/5
= 4 tahun. Selang generasi rata-rata adalah ½(2.5 + 4) = 23.25 tahun.
Bila sifat yang diseleksi adalah bobot sapih dengan standar deviasi (Sd) 40 kg
dan heritabilitas bobot sapih adalah 40% maka:
Respon per tahun Ry = (0.4 x 1.48 x 40)/3.25 = 7.28 Kg. dengan demikian
dapat diduga bahwa untuk tahun berikutnya bobot sapih populasi tersebut = 80 + 7.28 =
87.28 Kg. dengan bobot sapih semula 80 Kg.
Meningkatnya fertilitas dalam populasi berakibat jumlah anak yang dilahirkan
akan lebih banyak, berarti jumlah anak yang tersedia sebagai pengganti lebih banyak
pula, sehingga intensitas seleksi semakin kecil, yang akhirnya berakibat standardized
selection differential lebih tinggi, maka respon seleksi yang dipoeroleh akan lebih
tinggi.
Pemeliharaan tetua yang lebih lama dalam populasi berarti kelompok umur lebih
banyak dan hal ini berakibat jumlah ternak pengganti yang diperlukan lebih sedikit
sehingga intensitas seleksi lebih kecil dan standardized selection differential lebih besar
sehingga respon lebih tinggi, tetapi dilain pihak selang generasi akan lebih panjang yang
berakibat respon per tahun lebih kecil. Dengan demikian pemulia ternak dituntut untuk
dapat menentukan komposisi ternak yang meliputi umur tetua yang mulai dikawinkan
untuk pertama kali dan sampai umur berapa tetua dipelihara, sehingga diperoleh respon
yang setinggi-tingginya.
71
Penggunaan jumlah pejantan yang lebih sedikit dapat pula meningkatkan respon
karena proporsi seleksi yang lebih kecil, standardized selection differential makin besar.
Tetapi penggunaan pejantan yang terlalu sedikit akan meningkatkan inbgreeding yang
berakibat berkurangnya vigor dan produktivitas dan ragam genetik yang mengecil yang
berakibat heritabilitas makin rendah.
SISTEM BREEDING
72
1. Assortative Mating
Assortative mating adalah perkawinan antara individu yang mempunyai kemiripan
yang nampak dari luar atau kemiripan fenotipik. Karena fenotipe juga merupakan
ekspresi dari genotype, maka perkawinan ini akan mempengaruhi frekuensi genotype.
Dalam hal ini generasi turunannya akan terjadi peningkatan homozigositas. Kebalikan
dari system ini adalah disassortative mating, akan menghasilkan peningkatan
heterozigositas. Dalam hal ini terdapat empat kemungkinan dalam pelaksanaan
perkawinan, misalnya
Assortative mating : besar x besar ---------- besar
Kecil x kecil ----------- kecil
Sedang x sedang ------ sedang
Diassortative mating : besar x kecil ----------- sedang
2. Inbreeding
Inbreeding ( biak dalam) adalah perkawinan antara individu yang berkerabat
(related) lebih dekat dari kekerabatan rata-rata dalam populasi. Individu berkerabat
adalah yang mempunyai tetua bersama atau moyang bersama beberapa generasi
sebelumnya. Individu berkerabat apabila individu tersebut mempunyai moyang bersama
kurang dari 6 generasi. Kekerabatan terdekat pada ternak adalah antara tetua denagan
anak dan antara saudara kandung, kemudian antara saudara tiri.
Secara umum inbreeding mengakibatkan peningkatan persentase pasangan gen
homozigot dan turunnya jumlah pasangan gen heterozigot, baik gen yang dikehendaki
maupun yang tidak dikehendaki.
73
meningkatnya keseragaman dalam galur yang terbentuk, sedangkan keragaman
antar galur juga meningkat.
74
Domba
Bobot hidup, inbreeding individu
Saat disapih 1.5 Kg
Umur satu tahun betina 1.2 Kg
Umur satu tahun jantan 2.2 Kg
Bobot bulu berlemak 0.3 Kg
Ayam
Produksi telur 8-10 butir/tahun
Bobot badan 1%
Manfaat inbreeding
Inbreeding sangat sedikit dilaksanakan untuk tujuan ternak komersial tetapi
untuk ternak bibit (seed stock) dapat dilaksanakan karena:
1. meningkatkan homozigositas sehingga keturunannya lebih seragam. Hal ini
merupakan salah satu kriteria ternak bibit.
2. bila gen-gen dominant banyak, maka prepotensi ternak inbred dapat ditingkatkan
karena tergantung pada hohozigositas gen yang dominant.
3. memungkinkan kombinasi gen-gen yang baik dari breed tertentu.
4. dapat dipakai menentukan genotype suatu individu dengan suatu uji.
5. dapat dipakai untuk seleksi terhadap suatu gen resesif yang mempunyai nilai
ekonomis penting.
6. dapat dipakai untuk membuat line/inbreed line tertentu
7. penting untuk menentukan tipe aksi gen yang berpengaruh terhadap sifat
ekonomis ternak.
Koefisien inbreeding
Koefisien inbreeding adalah suatu ukuran berkurangnya gen heterozigot atau
bertambahnya gen homozigot yang terdapat dalam suatu populasi sebelum
dilaksanakannya inbreeding.
75
Koefisien inbreeding untuk individu dapat dihitung dengan rumus tertentu yang
memerlukan adanya silsilah jelas untuk individu. Rumus tersebut adalah:
Fx = ∑[(1/2)n1+n2+1(1 + Fa)]
Dengan keterangan:
Fx = koefisien inbreeding individu X
n = jumlah generasi dari ancestor yang sama ke parent atau individu X
Fa = koefisien inbreeding daripada common ancestor, bila common ancestor
(CA) adalah ternak inbreed. Bila CA bukan merupakan ternak inbred maka
Fx = ∑[(1/2)n1+n2+1
Suatu contoh perhitungan untuk menghitung Fx sebagai hasil perkawinan antara
pejantan dan induk yang merupakan saudara kandung. Silsilahnya sebagai berikut:
C S
S
F
X X C F
C
D
F D
Dari silsilah diatas dapat dilihat bahwa C dan F sebagai moyang bersama (CA).
Untuk menghitung Fx andil C dan F dalam mengakibatkan biak dalam pada X harus
dijumlahkan. Jarak dalam generasi antara antara pejantan S dengan C adalah satu.
Jarak antara D dengan C juga satu. Sehingga andil C dalam mengakibatkan biak dalam
1+1+1
individu X adalah sebesar (1/2) atau 1/8. selanjutnya andil moyang bersama F
sama dengan C, jarak dalam generasi antara pejantan S dengan F adalah satu, dan jarak
1+1+1
antara D dengan F juga satu sehingga andil F adalah sebesar 1/2) atau 1/8.
sehingga bila dijumlahkan andil kedua moyang bersama tersebut menjadi 1/8 + 1/8 = ¼,
atau 0.25. jadi Fx = 0.25 atau dapat pula dinyatakan bahwa X mengalami inbreeding
sebesar 25 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa satu generasi
perkawinan antara sesame saudara kandung menghasilkan anak X yang 25 persen dari
76
gennya menjadi homozigot yang mungkin terjadi dalam perkawinan antara ternak
berkerabat.
Perhatikan contoh dibawah:
1. Half-sib mating
C CA = C
S Fx = (1/2)1+1+1 = 12.5%
F
X
C
D
E
2. Sire-dougter mating (crossback)
G
S CA = S
H Fx = (1/2)0+1+1 = 0.25
X
S
D
E
77
Koefisien relationship ( R )
Hubungan antara dua individu adalah suatu ekspresi kemungkinan individu-
individu mempunyai gen yang sama, karena individu tersebut mempunyai pedigree/line
yang sama. Relationship ini penting dalam menduga nilai pemuliaan.
Formula yang sederhana untuk menduga koefisien relationship adalah sebagai
berikut:
Rxy = ∑(1/2)n1+n2
Formula ini berlaku bila common ancestornya tidak inbred dan ternak X dan Y sendiri
bukan inbred.
78
CA.: A dimana tidak inbred, berarti Fa = 0
AST = (1/2)1+1 = 0.25
ABT = (1/2)2+1 = 0.50
----------------------------- 0.375
79
mengantung darah ancestor minimal 50 persen. Ternak yang mempunyai koefisien
inbreeding yang sama belum tentu ternak tersebut merupakan linebred.
Sebagai ilustrasi, perhatikan contoh berikut:
H
D Koefisien ternak X
I CA n1 n2 kontribusi
K B H 2 2 (1/2)5 = 1/32
E I 2 2 (1/2)5 = 1/32
L K 2 2 (1/2)5 = 1/32
X L 2 2 (1/2)5 = 1/32
H Ternak X tidak merupakan linebred terhadap
salah
F satu individu yang ada pada pedigree karena tidak
I C ada yang dikandungnya sama dengan atau lebih
dari
K 50%. Kalau diperhatikan ternak X membawa
darah
G H = 25%, I = 25%, K = 25%, dan L = 25%.
L
M
B FY = (1/2)1+1+1 = 0.125 = 12.5%
N Ternak Y mengandung darah M = 50%, N = 25%
Y P = 25%, maka ternak Y adalah linebred untuk
M ancestor M
C
P
80
b. Inbred Line
Inbred line adalah generasi pertama dari suatu ternak yang mempunyai koefisien
inbreeding maksimal 25 persen. Untuk membuat inbred line, pertama dilakukan
inbreeding secepatnya untuk mengetahui adanya gen lethal atau cacat pada ternak bibit.
Untuk mendapatkan inbreeding yang maksimal pada generasi pertama, ada dua cara
yaitu:
1. Dengan perkawinan antara tetua dengan anak (sire x doughter atau son). Anak
dari perkawinan ini akan membawa 75 persen sifat yang diwariskan oleh tetua,
berarti tetua bertanggungjawab atas gen-gen resesif yang berpasangan pada
anaknya. Bila tetua ini superior secara genetik makaakan menunjukkan tetua
tersebut mempunyai gen-gen superior.
A
C
B
X Fx = (1/2)1+1+1 + (1/2)1+1+1 = 0.25 = 25%
A
2. perkawinan ful-sibs: disini peningkatan inbreeding/homozigositas 25 persen
adalah disebabkan oleh individu A dan B, sehingga berarti masing-masing 12.5
persen dari tiap tetua.
A
C
B
X Fx = (1/2)1+1+1 + (1/2)1+1+1 = 0.25 = 25%
A
D
B
3. Outbreeding
Out breeding adalah perkawinan antara ternak-ternak yang hubungan keluarganya
jauh atau tidak ada (unrelated). Ternak-ternak yang unrelated bila ternak tersebut tidak
mempunyai ancestor yang sama sebelu generasi keenam. Outbreeding umumnya
81
disengaja dilakukan untuk menggabungkan sifat-sifat baik dengan jalan memasukkan
darah baru yang merupakan sekelompok ternak (umumnya pejantan) yang didatangkan
dari luar kelompok sehingga mempunyai hubungan kekeluargaan yang jauh.
Secara genetik persilangan menaikan persentase heterozigositas, sehingga
dengan demikian menaikkan keragaman genetik. Tujuan utama dari persilangan adalah
menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda yang semula terdapat dalam dua
bangsa ternak ke dalam satu bangsa silangan. Secara teknis persilangan dikerjakan
dengan maksud:
a. menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda yang semula terdapat dalam
dua bangsa ternak ke dalam satu bangsa silangan
b. pembentukan bangsa baru
c. grading up
d. pemanfaatan heterosis.
A. Outcrossing
Outcrossing adalah perkawinan antara ternak-ternak yang tidak ada hubungan
kekeluargaan dalam satu breed murni yang sama. Outcrossing diperlukan untuk
merubah tipe suatu kelompok ternak agak drastis, karena perubahan permintaan pasar,
perubahan fashion atau karena standar seleksi yang tidak realistis dalam suatu
kelompok.
B. Up grading
Up grading adalah tipe breeding dimana pejantan pure bred dipakai untuk
meningkatkan breed native dengan jalan mengawinkan anak-anak betina hasil
persilangan kedua breed, dari generasi ke generasi dengan pejantan murni tersebut.
A
C
B D
A E
A F dan seterusnya
A
82
Darah pejantan murni A yang terkandung dalam keturunan dari generasi ke
generasi meningkat seperti dibawah ini:
Ternak C membawa darah A : 50%
Ternak D membawa darah A : 75%
Ternak E membawa darah A : 87.5%
Ternak F membawa darah A : 93.75%
C. Crossbreeding
Crossbreeding adalah perkawinan antara ternak-ternak yang berbeda breed.
Crossbreeding dilakukan dengan tujuan adalah produksi ternak komersial karena:
1. untuk mendapatkan keuntungan dari heterosis/vigor yaitu keunggulan crossbred
daripada rata-rata kedua tetuanya.
2. untuk mendapat keuntungan yang setinggi-tingginya dari kualitas yang baik yang
terdapat pada kedua breed yang berbeda tipe.
Crossbreeding sering dipergunakan lebih luas yaitu crisscrossing dan rotasional
crossing.
C.2. Crisscrossing.
Disini induk-induk breed A dikawinkan dengan pejantan breed B. Crossbred
diseleksi lalu dikawinkan kembali dengan pejantan breed A, dari hasil silangan betina-
betina diseleksi lalu dikawinkan dengan pejantan breed B dan seterusnya.
Bagan persilangannya adalah sebagai dibawah ini:
83
AXB
A X (0.5A; 0.5B)
(0.75A;025B) X B
A X (0.375A; 0.625B)
(0.68A; 032B) X B
A X (0.34A; 0.66B
Dan seterusnya
C x (0.5A; 0.5B)
A x (0.25A,0.25B.0.5C)
B x (0.625A,0125B,025C)
C x (0.312A,0.563B,0.125C)
84
A x (0.156A,0.281B,0,563C)
Dan seterusnya
Pemanfaatan heterosis
Heterosis atau hybrid vigor adalah keunggulan dari hasil silangan melampaui
rataan performans kedua bangsa tetuanya. Heterosis timbul sebagai akibat
heterozigositas yang terjadi dalam ternak hasil silangan dan nampak sebagai
meningkatnya sifat produksi yang lebih tinggi dari rata-rata produksi kedua bangsa yang
disilangkan. Aksi gen yang berpengaruh terhadap heterosis belum diketahui secara
pasti, tetapi diduga tanggungjawab gen ono aditif, yang dapat menyebabkan dominant,
over dominant dan epistatis.
Efek dari heterosis dapat diukur dengan rumus berikut:
(Rataan produksi F1) – (rataan produksi bangsa tetua)
Heterosis (%) = ----------------------------------------------------------------------- X 100%
Rataan produksi bangsa tetua
Contoh
Pertambahan bobot badan harian (ADG) sapi Hereford adalah sebesar 0.8
Kg/hari, sedangkan ADG sapi PO adalah 0.2 Kg/hari. Pertambahan bobot badan harian
hasil silangan antara sapi Hereford dengan PO adalah sebesar 0.65 Kg/hari.
85
Dengan demikian koefisien heterosis sapi hasil silangan adalah:
0.65 – ((0.8 + 0.2)/2)
Heterosis = -------------------------- X 100%
((0.8 + 0.2)/2)
0.65 – 0.5
= -------------- X 100%
0.5
= 30%
86
DAFTAR PUSTAKA
Becker, W.A. 1985. Manual of Quantitative Genetics. 4th ed. Academic Enterprises,
Pullham, Washington.
Falconer, D.S. 1982. Introduction to Quantitative Genetics. 2nd ed. Longman, New York
Hammond, K., H.U. Graser, and C.A. Mcdonald.1992. Animal Breeding. Post graduate
foundation publication in Veterinary Science. University of Sydney
Lasley, J.F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd ed. Prentice Hall of India
Private Limited, New Delhi
Vleck, D.V. 1979. Summary of Method for Estimating Genetics Parameters Using
Simple Statistical Model. Cornell University.
87