Kqkuhhe
Kqkuhhe
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan
membantu saya, sehingga referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Referat yang berjudul “Skizofrenia Paranoid” disusun untuk melengkapi tugas dan
merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir di kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing saya
di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald
Mario Semen, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dan dr.Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ),
Sp.KJ, yang telah membimbing saya dalam melaksanakan kepaniteraan ini dan dalam
penyusunan referat ini, dan rekan-rekan Co-Ass yang turut membantu, memberikan semangat
dan dukungan moral selama kepaniteraan klinik ini. Ucapan terima kasih juuga saya ucapkan
kepada kedua orang tua saya dan kedua adik saya yang telah memberikan saya dukungan moral
dan materi dalam menyusun referat ini.
Saya pun menyadari, di dalam referat ini tentu masih memiliki kekurangan, oleh karena
itu, saya sebagai penyusun referat ini memohon saran dan kritikannya. Semoga referat ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Terima kasih.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
3
merupakan subtipe pada skizofrenia yang paling umum, dimana waham dan halusinasi
auditorik jelas terlihat. Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama
untuk menghilangkan gejala. Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam
waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10%
meninggal karena bunuh diri.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom
psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia,
deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1
Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan
persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup
waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis,
menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia
paranoid.9 Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan
paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien
skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala
paranoid.6
2.2 SEJARAH
Besarnya masalah klinis skizofrenia, secara terus-menerus telah menarik perhatian
tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Tokoh-tokoh
tersebut, yaitu:3,4
Benedict Morel (1809-1926), seorang dokter psikiatrik dari Perancis, menggunakan
istilah dẻmence prẻcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja
yang mengalami perburukan.
Karl Ludwig Kahlbaum (1828-1899) menggambarkan gejala katatonia
Ewold Hacker (1843-1909) menulis mengenai perilaku aneh atau kacau (bizzzare) pada
pasien dengan hebefrenia.
Emil Kraepelin (1856-1926)
5
Emil Kraepelin merupakan seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich (Jerman)
dan ia mengumpulkan gejala-gejala serta sindrom, menggolongkannya ke dalam satu
kesatuan dan menerjemahkan istilah dẻmence prẻcoce dari Morel menjadi demensia
prekoks, suatu istilah yang menekankan proses kognitif atau kemunduran inteligensi
(demensia) dan awitan dini atau sebelum waktunya (prekoks) yang nyata dari gangguan
ini.3,4,9 Pasien dengan demesia prekoks digambarkan memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan
waham. Dimana, demensia prekoks terkait dengan konsep saat ini tentang skizofrenia.2
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke
dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya.9
2.3 EPIDEMIOLOGI
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-TR, insidensi
tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi
geografik.3 Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula
di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas
sosial.3,7
Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas
selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal
dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat
jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak
onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya
adalah 25 sampai 35 tahun.4,7
Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya
akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki
kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara
7
umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien
skizofrenia pria.3
2.4 ETIOLOGI
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,7 Namun,
skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai
faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun
faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:
2.4.1 Faktor Neurobiologis
2.4.1.1 Faktor Genetika
Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia
adalah gangguan bersifat keluarga.7 Penelitian tentang adanya pengaruh
genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah
membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia
bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama
bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan
kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7
Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan
otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak
kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan
lebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6
kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik).7
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif.9 Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau
tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.
8
Hubungan Presentasi Terjadinya Skizofrenia
Populasi umum 1%
Kembar monozigotik 40 - 50 %
Kembar dizigotik 10 - 15 %
Saudara kandung skizofrenia 10 %
Orang tua 5%
Anak dari salah satu orang tua 10 - 15 %
skizofrenia
Anak dari kedua orang tua 30 - 40 %
skizofrenia
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan.2,7
Sumber : 2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19.
7
Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.
9
dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor
dopamin.
10
Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi
oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:6
Waham kejar (presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan
dia
Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran
terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran
tersebut dikenal sebagai ideas of reference
Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus;
misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias
Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi
somatik seksual atau sensasi somatik lainnya
2.6 PATOFISIOLOGI
11
Gambar 3. Terdapat 5 (lima) jalur dopamin pada otak.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 26.
12
Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala positif.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 27.
13
Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak 12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 29.
c. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin otak.
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum (kauda dan
putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal.
14
Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan dengan efek neurologis
(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I
(Dopamin D2 antagonis).
15
Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak.12
Sumber : 12 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 32.
e. Jalur Thalamus : Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk periaqueductal
gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus, nukleus parabrachial lateral, yang
berproyeksi ke thalamus. Namun, fungsinya masih belum diketahui.12
16
Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia.12
Sumber : 12Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential
Psychopharmacology. 3rd Edition. Page 34.
17
Semua pasien skizofrenia mesti digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang
telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang
paling menonjol.7 Berdasarkan PPDGJI-III, maka pedoman diagnostik skizofrenia paranoid
(F20.0), yaitu :5
18
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana
terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif,
dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental).2,9 Pasien skizofrenia mungkin tidak
sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat
ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah.9
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa
penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis.
19
pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak
dapat hidup mandiri.2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di
follow-up teratur oleh ahli psikiatri.6
20
menyembuhkan skizofrenia.3 Pengobatan dapat diberikan secara oral,
intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang.2
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping,
karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi
ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan
untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis tipikal, tetapi dengan
dosis yang rendah.9
21
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas
neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem
dopaminergik sentral).8 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis
mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama,
sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis.8 Obat
anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu:3,4,7
22
APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai
sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya
dan harganya murah.13
24
Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg
Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg
Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari
Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang
beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).8
Sumber : 8Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Hal 14-15.
Apabila pada pasien skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri,
isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara
kacau), maka obat anti-psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.8
2.10 PROGNOSIS
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak
ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju
ke kemunduran mental (deteriorasi mental).9 Sekarang dengan pengobatan modern,
ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama,
maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau
recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati
cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social
recovery).9
Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan
gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80%
mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri.2
Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang
satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena
bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun.4 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita
sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri.
25
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambat Onset muda
Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus
Onset akut Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan
pramorbid yang baik pramorbid yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresif)
Menikah dan telah berkeluarga Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood (tidak Riwayat keluarga skizofrenia
ada keluarga yang menderita skizofrenia)
Sistem pendukung yang baik (terutama dari Sistem pendukung yang buruk untuk
keluarga) untuk kesembuhan pasien kesembuhan pasien
Gejala positif Gejala negatif
Jenis kelamin perempuan Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Sering timbul relaps
Riwayat penyerangan
Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia.3
Sumber : 3Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Hal 156.
26
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”,
dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian
antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis
yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta
dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.
Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utam yang
terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid. Skizofrenia paranoid
merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan
halusinasi auditorik jelas terlihat. Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak
tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid.
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia paranoid harus dilakukan sesegera mungkin
setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan
penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental). Pasien
skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang
baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau
pun di luar rumah. Terapi yang diberikan dapat dengan non-formakologi (rawat inap dan
terapi psikososial) melalui keluarga dan lingkungannya dan farmakologi dengan pemberian
obat anti-psikosis tipikal (APG-I) atau anti-psikosis atipikal (APG-II) berdasarkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat).
27
DAFTAR RUJUKAN
1. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 2014:910-3.
2. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan Prognosis. Editor :
Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius Katona, Claudia Cooper, dan Mary
Robertson. Edisi 4. Jakarta : Erlangga. 2012:18-21.
3. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku
Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:147-68.
4. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis Psikiatri - Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher.
2010:699-744.
5. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham : Skizofrenia (F20). Editor :
Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013:46-8.
6. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan Frans Dany.
Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2013:147-50.
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri.
Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI. 2013:173-98.
8. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007:14-22.
9. Skizofrenia. Editor : Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2009:259-81.
10. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny
Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.
11. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Edition. Diunduh dari :
http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
28
12. Psychosis and Schizophrenia. Editor : Stahl, Stephen M. Antipsychotics and Mood
Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd Edition. England : Cambridge
University Press. 2008:26-34.
13. Psikotropik. Editor : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, dkk. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007:161-9.
29