TUJUAN
Tujuan dibuat prosedur ini adalah agar semua potensi bahaya diidentifikasi, dinilai
resikonya serta dilakukan upaya pengendalian resiko tersebut, agar tidak
membahayakan karyawan dan pekerja di pt. Dua Pilar Bangunutama (DPB).
2. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup kegiatan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan menentukan
tindakan pengendalian risiko yang sesuai. Bahaya tersebut dapat berasal dari peralatan
dan bahan maupun proses produksi serta hasil modifikasi, laporan dari karyawan,
rekanan atau tamu, hasil inspeksi, audit dan sebagainya.
3. REFERENSI
3.1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3.2 PP No. 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
3.3 AS/NZS 4360:1999
4. DEFINISI
4.1 Bahaya adalah sesuatu yang memiliki potensi untuk menyebabkan cedera atau
sakit (bagi karyawan, rekanan, tamu atau masyarakat umum) atau kerusakan
terhadap properti perusahaan.
4.2 Resiko adalah kecenderungan untuk terjadi cedera, sakit atau kerusakan terhadap
pembangkit atau properti perusahaan yang timbul akibat paparan bahaya.
4.3 Penilaian resiko adalah proses penilaian terhadap suatu risiko dengan
menggunakan parameter akibat dan peluang dari bahaya yang ada.
4.4 Hirarki pengendalian adalah:
4.4.1 Eliminasi (menghilangkan) bahaya
4.4.2 Substitusi (mengganti), misalnya peralatan atau bahan kimia
4.4.3 Engineering (rekayasa), misalnya dengan menambahkan guarding atau
penutup/penyekat
4.4.4 Pengendalian secara administrasi, misalnya pengawasan, pelatihan dan
rotasi
4.4.5 Alat Pelindung Diri (APD)
4.5 Tim Manajemen Resiko (TMR) adalah tim penilaian resiko yang terdiri dari
karyawan dan atau manajemen; bertugas untuk melakukan identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian resiko.
5. TANGGUNG JAWAB
5.1 Direktur Utama bertanggung jawab untuk mengesahkan TMR dan
keberlangsungan kegiatan manajemen risiko di tempat kerja.
5.2 Engineering Manager bertanggung jawab memimpin dan memilih anggota tim
TMR jika dibentuk dan mengkoordinasikan dengan anggota tim dalam semua
kegiatan manajemen resiko dan mensyahkan hasil Risk Assessment.
5.3 HSSE Manager bertanggung jawab untuk mengevaluasi tindakan perbaikan yang
diambil oleh TMR dan bila perlu memberi rekomendasi.
5.4 Tim Manajemen Resiko (TMR) bertanggung jawab mengidentifikasi bahaya,
menilai resiko dan mengusulkan tindakan pengendalian berdasarkan hirarki
pengendalian.
5.5 Management Representative (MR) bertanggung jawab dalam memberikan
masukan terhadap pelaksanaan langkah pengendalian yang telah disepakati serta
memantau tindakan perbaikan agar dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan.
7. URAIAN PROSEDUR
7.1 Persiapan Tim Manajemen Risiko
7.1.1 Dalam rangka pelaksanaan Manajemen Risiko di DPB, Engineering
Manager akan memilih timnya dan Management Representative akan
menetapkan Tim Manajemen Risiko (TMR) yang terdiri dari ketua dan
anggota. Tim ini dipilih dari beberapa perwakilan karyawan memiliki
keahlian dan pengalaman yang berhubungan dengan area/proses yang
akan diidentifikasi potensi bahayanya, serta pihak lain yang memiliki
keahlian yang dibutuhkan. TMR tersebut selanjutnya akan disahkan oleh
Direktur Utama.
7.1.2 Ketua tim akan mempersiapkan segala sesuatunya agar kegiatan
Manajemen Risiko dapat berjalan dengan lancar dan efektif, seperti: ruang
lingkup kegiatan, alat tulis, formulir-formulir, dan lain-lain.
7.2 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya
7.2.1 Pada tahap awal, tim akan melakukan identifikasi bahaya yang ada
berdasarkan ruang lingkup kegiatan Manajemen Risiko. Bahaya ini dapat
ditentukan dengan melihat semua kemungkinan yang dapat menimbulkan
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
7.2.2 Identifikasi bahaya dilakukan dengan cara observasi suatu
aktivitas/objek/daerah atau melakukan wawancara dengan personil yang
terkait dengan aktivitas tersebut dan pengisian Form Identifikasi Bahaya.
7.2.3 TMR melakukan pencatatan semua potensi bahaya yang terdapat pada
aktivitas/objek/daerah, dalam Form Identifikasi Bahaya dan Penilaian
Resiko.
7.2.4 Identifikasi aspek dan bahaya mencakup :
Area yang diidentifikasi,
Jenis pekerjaan,
Sumber aspek dan bahaya,
Dampak dan risiko.
7.2.5 Setiap orang yang telah ditunjuk, melakukan proses identifikasi aspek dan
bahaya serta evaluasi dampak dan risiko HSE setiap 1 (satu) tahun sekali.
7.2.6 Setiap orang yang telah ditunjuk melakukan peninjauan ulang atau
perubahan hasil identifikasi tanpa menunggu jatuh tempo periode
identifikasi dan evaluasi (setiap 1 tahun sekali) jika terjadi :
Penambahan proses kerja baru,
Penambahan alat kerja baru,
Perubahan peraturan HSSE yang diinformasikan oleh Departemen HSSE,
Terjadi kecelakaan kerja atau pencemaran,
Perubahan Lay Out Office.
7.3 Penilaian Resiko
7.3.1 Setelah semua bahaya diidentifikasi, bahaya tersebut dinilai risikonya
untuk menentukan tingkat resiko yang ada.
7.3.2 Penilaian risiko mempertimbangkan 3 (tiga) faktor yaitu frekuensi,
keparahan dan peluang. Kriteria dari masing-masing faktor ini ditentukan
berdasarkan petunjuk yang ada pada Matrik Risk Assesment.
7.3.3 Dalam mempertimbangkan faktor peluang dan akibat, TMR dapat
menggunakan data-data K3 perusahaan (insiden, kecelakaan atau penyakit
akibat kerja yang terjadi sebelumnya), maupun data-data eksternal yang
berhubungan dengan Manajemen Risiko ini (data dari perusahaan lain,
literatur dan lain-lain).
7.4 Evaluasi dampak dan risiko HSE
7.4.1 Setiap orang yang telah ditunjuk, melakukan evaluasi dampak dan risiko
HSE dari hasil identifikasi aspek dan bahaya HSE serta
mendokumentasikannya dengan menggunakan Formulir Risk Assessment.
7.4.2 Hasil evaluasi dampak dan risiko HSE mencakup :
Nilai kemungkinan,
Nilai keparahan.
7.4.3 Setiap orang yang telah melakukan identifikasi dan evaluasi harus
berkonsultasi dan meminta persetujuan Manajer yang bersangkutan
terhadap hasil identifikasi aspek dan bahaya serta evaluasi dampak dan
risiko HSE.
7.5 Kategori dampak dan risiko penting
7.5.1 Departemen HSSE dan departemen yang bersangkutan menentukan
kategori dampak dan risiko dari hasil identifikasi dan evaluasi.
7.5.2 Pengendalian risiko akan dibahas dalam tinjauan manajemen berikutnya
pada tahun berjalan untuk menentukan program perbaikan dengan
mempertimbangkan :
Regulasi (peraturan pemerintah),
Kepentingan finansial perusahaan,
Plan management / activity management,
Kebijakan HSSE.
7.5.3 Departemen HSSE menentukan pengendalian risiko yang tidak termasuk
dampak dan risiko penting.
7.5.4 Tindakan perbaikan dilakukan sesuai dengan hierarki pengendalian HSE
sebagaimana tersebut dalam point 4.4
7.5.5 Pihak manajemen yang terkait dengan pengendalian risiko dan
Departemen HSSE mengesahkan program manajemen untuk perbaikan
dampak dan risiko yang telah didokumentasikan dalam Formulir Program
Manajemen.
7.5.6 Departemen HSSE dan bagian terkait sesuai dengan dampak dan risiko
HSE.
7.6 Komunikasi dan dokumentasi
7.6.1 Departemen HSSE mengkomunikasikan program perbaikan HSSE kepada
seluruh karyawan sesuai Prosedur Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi.
7.6.2 Departemen HSSE mengendalikan seluruh dokumen yang terkait dengan
Prosedur Risk Assessment sesuai Control of Documents Procedure dan
Control of Records Procedure.
7.7 Pengisian formulir Risk Assessment
7.7.1 Informasi area
1. Departemen/Unit : isi dengan nama departemen/unit tempat
dilakukannya Risk Assessment.
2. Area/Lokasi : isi dengan area/tempat/lokasi akan dilakukannya Risk
Assessment termasuk kode area tersebut, misalnya Operational (OP),
dll.
3. Penanggung Jawab : penanggung-jawab area/proses, misalnya
Supervisor, dll.
7.7.2 Formulir
1. No : isi dengan nomor urut dengan kode area.
2. Aktifitas, produk dan jasa : isi dengan aktifitas pekerjaan, bisa berupa
aktifitas, produk dan jasa.
3. Sub aktifitas, produk dan jasa : isi dengan sub atau bagian dari
aktifitas pekerjaan, bisa berupa aktifitas, produk dan jasa.
4. K3/L : isi dengan aspeknya, K3 untuk Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, L untuk Lingkungan.
5. Potensi/Aktual aspek-bahaya : isi dengan aspek-bahaya yang timbul
dari suatu aktifitas, produk dan jasa yang aktual ataupun berpotensi
untuk terjadi.
Keselamatan dan Kesehatan
Lingkungan
Kerja
1 Tidak terjadi Tidak ada risiko, atau luka Kerusakan dapat Tidak ada, atau
kerusakan kecil/sakit ringan, atau diterima sedikit
lingkungan atau memerlukan P3K & < Rp 1.000.000,- menimbulkan
kerusakan penanganan medis, atau gangguan, tetapi
lingkungan tidak mempengaruhi tidak meluas ke
setempat yang kinerja personil, atau masyarakat umum.
terbatas. berdampak hanya kepada
personil pada aktivitas
tersebut.
2 Terjadi Luka ringan/sakit ringan, Kerusakan Mempengaruhi
kontaminasi, atau memerlukan membutuhkan sebagian
Kerusakan terjadi perawatan P3K & rawat biaya masyarakat umum.
di lingkungan jalan, atau Rp 1.000.000,-
perusahaan. mempengaruhi kinerja < X <
personil seperti Rp 10.000.000,-
pembatasan, atau perlu
beberapa hari untuk
sembuh, atau
berdampak hanya pada
personil yang terlibat
dalam aktivitas tsb.
3 Kerusakan terjadi Luka berat, atau Kerusakan Mempengaruhi
karena ada berdampak pada signifikan secara regional,
pelepasan bahan kesehatan, atau Rp 10.000.000,- timbul perhatian
berbahaya & mempengaruhi kinerja < X < dari media lokal
beracun. personil dalam jangka Rp 50.000.000,- dan politik,
Kerusakan terjadi panjang, atau berpotensi
di lingkungan perlu perawatan di melanggar suatu
yang terbatas. rumah sakit ( LTI ), cacat peraturan
tetapi bisa sembuh, atau perundangan
berdampak pada personil terkait masalah
di departemen setempat. bisnis, misal ijin
usaha.
4 Kerusakan Kecelakaan fatal tunggal, Kerusakan besar Perhatian umum
lingkungan besar. atau Cacat total Rp 50.000.000,- skala nasional,
Kerusakan terjadi permanen akibat < X < serangan dari
sampai tingkat kecelakaan, atau Rp 100.000.000,- media nasional,
nasional. Penyakit akibat kerja lebih dari satu
(misal keracunan), atau pelanggaran
berdampak pada personil peraturan
di lingkungan perusahaan perundangan, misal
(LTI). ijin usaha.
5 Kerusakan Fatality akibat Kerusakan besar Perhatian umum
lingkungan kecelakaan, penyakit > Rp 100.000.000,- skala internasional,
sangat besar akibat kerja, atau perhatian umum
dan meluas. berdampak pada personil yang terus menerus
Mempengaruhi di lingkungan dan di luar dari media
komunitas perusahaan. nasional/
internasional. internasional,
berdampak sangat
parah.
10. Tingkat Risiko Awal: menentukan Tingkat Risiko Awal dengan rumus =
P x S.
11. Aspek-Bahaya Signifikan: menentukan apakah aspek-bahaya signifikan
dengan kriteria dalam tabel berikut ini.
Catatan: Jika nilai signifikan dibawah 40, namun jika ada peraturan
perundangan yang mengatur, maka aspek-bahaya menjadi signifikan.
12. Pengendalian yang ada saat ini (Emergency Control Measure/ ECM):
menentukan apakah perusahaan memiliki pengendalian untuk
mengelola aspek HSE. Contoh sebagai berikut :
Engineering Administratif Spillage Kit APD
13. Faktor ECM: menentukan apakah pengendalian yang ada saat ini
(ECM) efektif untuk mengendalikan aspek HSE.
Faktor ECM Pengendalian
Seluruh pengendalian relevan, diterapkan dan secara
0,25 sistematis berjalan untuk engineering, administratif dan
APD/spill kit.
Seluruh pengendalian diterapkan, namun pengendalian
0,50 lebih lanjut diperlukan untuk engineering, administratif
dan/atau APD/spill kit.
Beberapa pengendalian seperti engineering, administratif
0,75 dan/atau APD/spill kit tersedia, namun tidak cukup atau
tidak relevan untuk mengurangi risiko.
1 Tidak ada pengendalian dalam aktivitas.
Tingkat Risiko ≥ “26” atau Kategori Risiko ≥ “III” atau Jenis Risiko ≥
“Moderate” dikelompokkan dalam risiko yang tidak dapat
diterima sehingga perlu dilakukan pengendalian tambahan.
Sedangkan risiko yang dapat diterima yaitu risiko Trivial dan
Acceptable, cukup dilakukan monitoring.
Terhadap risiko yang tidak bisa diterima akan dilakukan evaluasi
apakah perlu dibuat Objective, Target dan Program (OTP).
Untuk jenis risiko Moderate akan dibuat OTP apabila ada
peraturan perundangan yang mengatur, sedangkan terhadap
risiko Significant dan Unacceptable akan dibuat OTP walaupun
tidak ada peraturan perundangan yang mengatur.
Program penerapan pengendalian risiko dan dinilai efektivitas
penerapan dan lakukan tinjauan apakah tingkat risiko/ dampak
menjadi “Acceptable”.
Lakukan Risk Assessment kembali secara tahunan atau setiap ada
perubahan aktivitas baru atau terjadinya insiden.
8. Manajemen Perubahan
8.1 Setiap perubahan dan modifikasi yang dilakukan terhadap alat/peralatan dan
metode serta proses kerja harus diidentifikasi sehingga semua perubahan dan
modifikasi yang dilakukan telah memenuhi standar keselamatan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan terhadap manusia dan pencemaran terhadap lingkungan
serta kerusakan harta benda.
8.2 Sebelum dilakukan perubahan dan modifikasi terhadap alat/peralatan, metode
serta proses kerja harus dibuat sebuah rencana perubahan dan modifikasi.
8.3 Semua rencana perubahan harus menyebutkan secara jelas hal–hal sebagai
berikut :
8.3.1 Posisi-posisi yang ada saat ini,
8.3.2 Tujuan perubahan,
8.3.3 Hasil perubahan yang diharapkan,
8.3.4 Sistem yang digunakan untuk menguji hasil perubahan,
8.3.5 Dasar hukum perubahan (jika ada).
8.5 Semua rencana perubahan harus disetujui berdasarkan tingkat risiko yang
berhubungan dengan perubahan tersebut oleh level Manajer.
8.6 Sebelum perubahan dilakukan, maka sosialisasi dan pelatihan harus diberikan
kepada semua pihak yang mungkin akan terpengaruh oleh perubahan tersebut
termasuk memperbaharui semua sistem dan dokumen yang akan terpengaruh
oleh perubahan tersebut.
8.7 Perubahan hanya akan dilakukan jika rencana perubahan telah mendapatkan
persetujuan dari masing–masing pihak sesuai dengan tingkat risikonya serta
sosialisasi atau pelatihan yang sesuai telah diberikan kepada pihak–pihak yang
akan terpengaruh oleh adanya perubahan tersebut.
8.8 Mekanisme sosialiasi perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan Prosedur
Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi.
8.9 Sebelum menyerahkan perubahan fisik untuk penggunaan normal, maka pre-
commissioning/pra-pemeriksaan kelayakan harus dilaksanakan untuk
memastikan:
8.9.1 Semua perubahan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana perubahan
yang disetujui.
8.9.2 Semua tindakan dari proses peninjauan ulang, termasuk semua kajian teknis
dan non teknis yang diperlukan telah diselesaikan dengan baik dan semua
hasil telah sesuai.
8.9.3 Adanya perubahan fisik tidak menimbulkan bahaya dan risiko yang tidak
terduga.
8.9.4 Tinjauan ulang juga harus dilakukan terhadap perubahan yang dilakukan
minimum setiap satu tahun. Tinjauan ulang ini akan mencakup evaluasi
untuk menilai akibat perubahan yang sebenarnya dibandingkan dengan
dampak yang dimaksudkan dan alasan-alasan terjadinya penyimpangan.
9. LAMPIRAN
9.1 Tabel Penilaian Resiko
9.2 Form Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
9.3 Susunan Tim Manajemen Risiko