PERTEMUAN 8:
ETIKA DALAM AUDITING
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
8.1 Mahasiswa mampu menjelaskan peran etika dalam kegiatan pemeriksaan
akuntansi.
8.2 Mahasiswa mampu menjelaskan peran kode etik independensi dalam
pemeriksaan akuntansi.
8.3 Mahasiswa mampu menerapkan perilaku etis dalam kegiatan pembelajaran
B. URAIAN MATERI
Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,
oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut. (Sukrisno Agoes, 2012).
Perlu diperhatikan bahwa laporan keuangan disusun oleh manajemen, dan
manajemen bertanggungjawab atas kewajaran laporan keuangan tersebut.
Akuntan publik bertugas untuk memeriksa laporan keuangan tersebut dan
bertanggungjawab atas opini (pendapat) yang diberikannya atas kewajaran
laporan keuangan tersebut.
1. Kepercayaan Publik
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, mengapa diperlukan audit?
Audit atas laporan keuangan terutama diperlukan oleh perusahaan
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang pemiliknya adalah para pemegang
saham, terutama perusahaan yang mendapatkan modal dari publik.
Biasanya setahun sekali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
para pemegang saham akan meminta pertanggungjawaban manajemen
perusahaan dalam bentuk laporan keuangan.
Laporan keuangan yang merupakan tanggungjawab manajemen perlu
diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena:
6) SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat
mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement) dalam
laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau kesalahan
(fraud or error). SAS 110 , paragraf 14 & 18 berbunyi sbb. :
“Auditors plan, perform and evaluate their audit work in order to have a
reasonable expectation of detecting material misstatements in the financial
statements arising from error or fraud. However, an audit cannot be
expected to detect all errors or instances of fraudulent or dishonest conduct.
The likelihood of detecting errors is higher than that of detecting fraud,
since fraud is usually accompanied by acts specifically designed to conceal
its existence…”
dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,
auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak.
Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab
untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan
bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Gambar 8.1
Proses Menjamin Independensi Pikiran dan Independensi Penampilan
Sumber: Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi:
Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya Edisi Revisi, Salemba Empat,
Edisi terbaru.
Carcello (2004) dalam artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and
fraudulent financial reporting ”, menyatakan :
The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the
U.S. Comptroller General to study the potential effects of requiring
mandatory audit firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO)
concludes in its recently released study of mandatory audit firm rotation
that “mandatory audit firm rotation may not be the most efficient way to
strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the
GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if
the Sarbanes-Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit
quality (GAO 2003, 5).
Berdasarkan hasil penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent
Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”,
atas perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC)
selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 (11 tahun) dapat
disimpulkan bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat
fraudulent financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori
fraudulent financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami
permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax
oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing,
large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal
Fraudulent Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan
WorldCom.
Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud)
yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis
yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan
kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan
pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen,
serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian Wilopo tersebut
juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis
manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha
yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya
menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan
kecurangan akuntansi, antara lain :
Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
Pelaksanaan good governance.
Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan
mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan
masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The
Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap
integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke
fraudulent financial reporting.
Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang memadai
untuk financial reporting.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara
manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor
(akuntan publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003
tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap
akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian
jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut
dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu
menyelenggarakan suatu lokakarya (workshop) tentang fraudulent financial
reporting atau fraud in financial statement untuk para akuntan publik agar
terdapat pemahaman yang sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta
pendeteksian secara dini kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan. Hal ini
dimaksudkan agar akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud,
sehingga dapat dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud
yang sangat merugikan berbagai pihak.
C. SOAL DISKUSI
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstatedpenjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupaoverstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit
Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar
dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai
yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma,
melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan
(master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3
Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian
persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak
berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa
KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti
standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut.
Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan
kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan
bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham
milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan
Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3)
Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis,
kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta
dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar
harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali
Pertanyaan diskusi:
1. Pelanggaran etika apa saja yang terjadi?
2. Siapakah yang paling bertanggungjawab atas kasus di atas? Akuntan publik
atau manajemen PT Kimia Farma?
3. Sudah tepatkah sanksi yang diberikan?
D. DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya Edisi Revisi, Salemba Empat, Edisi
terbaru.
Agoes, Soekrisno,Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh
Akuntan Publik, Salemba Empat, 2012.
LINK
https://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-
keuangan-pt-kimia-farma-tbk/ diakses pada 08 September 2016