Bab 3 - Analisa Pengembangan PDF
Bab 3 - Analisa Pengembangan PDF
ANALISA PENGEMBANGAN
RSUD DR. LOEKMONO HADI
Analisis aspek Eksternal maupun aspek Internal dilakukan duna mendapatkan rumusan
Kecenderungan pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Loekmono Hadi Kudus dalam
melakukan pembangunan atau melakukan pengembangan berupa peningkatan status layanan Rumah
Sakit.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji ulang Data yang ada dan hasil dari Analisis inidapat bermanfaat
bagi penyusunan Rencana Induk/ Master Plan RSUD Dr Loekmono Hadi.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai Analisis ini diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan Rumah
Sakit, aspek-aspek tersebut antara lain:
3.1.2. Geografi
Letak Kabupaten Kudus antara 110o36’ dan 110o50’ Bujur Timur dan antara 6o51’ dan 7o16’
Lintang Selatan. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22
km dengan luas wilayah 425,165 Km2 yang terbagi atas 9 Kecamatan, 123 Desa dan 9
Kelurahan.
Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, terletak diantara 4 (empat)
Kabupaten, dengan pebatasan yaitu :
sebelah utara : Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati,
sebelah timur : Kabupaten Pati,
sebelah selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati
sebelah barat : Kabupaten Demak dan Jepara.
Gambar 3.1. Posisi RSUD Dr. Loekmono Hadi Dalam Wilayah Admnistrasi
Kabupaten Kudus
Dengan prosentase pertumbuhan penduduk yang ada prediksi jumlah penduduk kota Kudus
di tahun 2023 akan mencapai 1.254.375 jiwa.
B. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi RSUD Loekmono
Hadi berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan
dasar data series tahun 2014 terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk secara
kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap kebiasaan
atau budaya wilayah terkait dengan pola hidup masyarakat sekitar
3.1.5. Ketenagakerjaan
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/ Ketenagakerjaan di Bidang Kesehatan di
Kabupaten Kudus sudah cukup memadai. Berdasarkan data yang tercatat tahun 2016, jumlah
tenaga dokter di Kudus sebanyak 325 orang.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Kudus, rasio tenaga kesehatan
terhadap penduduk di Kabupaten Kudus adalah untuk Dokter Umum 17.68. Dokter Spesialis
21.17 dan Dokter Gigi 6.3 Rasio tenaga Farmasi 14.79, Perawat 21.65 Sedangkan untuk tenaga
Bidan 121.08, tenaga Kesehatan Masyarakat 8.66 dan tenaga Sanitasi 3.36.
Gambar 3.2. Kematian Neonatal, Bayi dan Balita per Kecamatan di Kab.
Kudus Th 2015
Sumber : Profil Kesehatan Daerah Kabupaten Kudus Th. 2015
Beberapa aspek yang dapat dihubungkan dengan derajat kesehatan adalah sebagai berikut :
A. Angka Kematian Neonatal (AKN) per 1000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan jumlah kematian bayi umur kurang dari 28
hari (0 - 28 hari) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKN
mengambarkan tingkat pelayanan ibu dan anak termasuk antenatal care, pertolongan
persalinan dan post natal. Semakin tinggi angka kematian neonatal, berarti semakin
rendah tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Tahun 2015 Jumlah Kematian neonatal ada 121 jiwa, angka kematian neonatal yang
dilaporkan 7,76 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah kematian neonatal yang tertinggi di
Kecamatan Jekulo sebesar 20 Jiwa, sedang terendah adalah kecamatan Undaan 6 jiwa.
B. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0 - 11 bulan-termasuk
neonatal ) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB mengambarkan
tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab
kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan
Program KIA/ KB serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabiila AKB di suatu
wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah.
Jumlah Kematian bayi di Kabupaten Kudus tahun 2015 adalah 152 jiwa. Angka Kematian
Bayi 9,75 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah kematian bayi terbesar adalah kecamatan
Jekulo 31 Jiwa, sedang terendah di kecamatan Undaan 6 Jiwa.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar penyebabnya ada
2 (dua) macam, yaitu faktor endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen disebut
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang
tuanya pada saat konsepsi atau di dapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau
kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
Gambar 3.3. Kecenderungan Angka kematian Bayi dan Balita tahun 2012
s.d 2015 di Kab Kudus
Sumber : Profil Kesehatan Daerah Kabupaten Kudus Th. 2015
Grafik 3.2. menunjukkan ada nya peningkatan angka kematian pada bayi, tahun 2012
sebesar 5,3, meningkat menjadi 7,1 ditahun 2013 dan di tahun 2015 menjadi 9,75.
Meskipun masih dibawah angka kematian nasional, namun hal ini cukup memprihatinkan
karena angka kematian bayi tidak menurun malah meningkat.
C. Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup
Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian Balita (0 - 5 tahun–termasuk
bayi dan anak balita) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA
menggambarkan permasalahan kesehatan balita, tingkkat pelayanan KIA dan posyandu,
tingkat keberhasilan program KIA dan kondisi sanitasi lingkungan.
Tahun 2015 dijumpai ada 178 kematian Balita. Angka kematian Balita 11,42 per 1000
kelahiran hidup. Kematian Balita terbesar di kecamatan Jekulo dengan jumlah 34Jiwa,
sedangkan terkecil adalah kecamatan Mejobo dengan 13 jiwa.
Seperti kecenderungan angka kematian Bayi, Grafik 3.2. juga menunjukkan adanya
peningkatan kematian Balita dari tahun ke tahun. Di tahun 2015 ada peningkatan yang
cukup signifikan dari 9 di tahun 2014 menjadi 11,45 di tahun 2015.
D. Angka Kematian Ibu
Angka kematian Ibu (AKI) mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan
sampai dengan pasca persalinan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial
ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai
komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka
kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan
kesehatan , termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula.
Jumlah kematian ibu di tahun 2015 ada 18 Jiwa, 8 kematian ibu hamil (44,4 %), 1 kematian
ibu bersalin (5,56 %) dan 9 kematian ibu nifas (50 %). Angka kematian ibu 115 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini sudah diatas target nasional 2015 yaitu 105 per 100.000
kelahiran hidup.
Gambar 3.4. Peta Jumlah Kematian Ibu Maternal Per Kecamatan di Kab.
Kudus Th 2015
Sumber : Profil Kesehatan Daerah Kabupaten Kudus Th. 2015
Pencapaian derajat kesehatan juga dapat dilihat dari keadaan gizi masyarakat melalui status
gizi balita dan data Kecamatan Bebas Rawan Gizi.
A. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah merupakan salah satu faktor risiko kematian bayi.
Oleh Karena itu sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kematian bayi
adalah dengan penangganan BBLR.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram,. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu hamil mengalami
anemia, kurang asupan gizi waktu dalam kandungan ataupun lahir kurang bulan. Bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah perlu penangganan yang serius, karena pada
dapat diliihat jumlah bayi yang lahir hidup Kabupaten Kudus sebanyak 15. 587 bayi, dan
yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebanyak 527 bayi (3,38 %). Prevalensi
ini lebih kecil dibanding Target BBLR Nasional yaitu maksimal 7%. Prosentase BBLR
terbanyak didapat di Kecamatan Kaliwungu.
Status Gizi Baduta dan Balita dapat dilihat pada Tabel diatas. Jumlah Baduta di kabupaten
Kudus adalah 34.094 Baduta, Ditimbang 28.972 Jumlah balita di Kabupaten Kudus
sebanyak 70.849 balita, balita yang ditimbang sebanyak 58.050 balita. D/S merupakan
prosentase jumlah balita yang ditimbang dari seluruh jumlah balita sasaran yang ada. D/S
menunjukkan partisipasi masyarakat untuk menimbangkan anaknya. Target D/S balita
yang ditimbang adalah 85 %. Pada baduta D/S 84,94 %, sedangkan D/S pada balita (81,93
%), masih dibawah target
Selanjutnya Baduta BGM (Bawah Garis Merah) sebanyak 352 (1,2 %) dan Balita BGM
sebanyak 605 (1,0 %), Target Balita dibawah Garis Merah adalah kurang dari 15 %.
Meskipun angka BGM masih dibawah Target, tetapi tetap harus diperhatikan secara
khusus, dan perlu di konfirmasi dengan pemeriksaan antropometri TB/ BB, sehingga hasil
dapat diinterpretasikan dengan benar, perlu perawatan atau tidak.
Dari 19 Puskesmas, ada 6 Puskesmas yang mempunyai kasus balita gizi Buruk. Ada 2
Puskesmas, yaitu Puskesmas Gribig dan Gondosari yang mempunyai 3 Kasus, 1
Puskesmas mempunyai 2 Kasus gizi Buruk, 2 Puskesmas mempunyai 1 kasus gizi buruk
dan yang lainnya tidak memiliki kasus gizi buruk. Kasus gizi buruk terbanyak di Puskesmas
Rejosari dengan 10 kasus Gizi buruk.
Jumlah posyandu yang aktif di Kabupaten Kudus pada tahun 2014 sebanyak 793
buah, dengan perincian sebagai berikut : Posyandu Purnama berjumlah 313 buah
dan 24 buah Posyandu Mandiri, sedangkan Madya 386buah dan 70 buahPosyandu
Pratama.
D. Kasus Sifilis
Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema
Pallidum. Rute utama penularan melalui kontak seksual, infeksi ini juga dapat ditularkan
dari ibu ke janin, selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan terjadinya
sifilis kongenital.
Ada 17 kasus Sifilis, 8 kasus ditemukan pada umur 25 - 40 tahun (47,06 %), 5 kasus
ditemukan pada umur 20 - 24 tahun (29,41 %), yang memprihatinkan adalah adanya 2
kasus yang ditemukan pada umur remaja 15 – 18 tahun (11,76 %). Berdasarkan jenis
kelamin, 16 kasus (94,12 %) laki-laki dan 1 kasus (5,88 %).
E. Penyaki Diare
Jumlah kasus diare yang ditangani 17,945 kasus, angka kesakitan diare 214 per 1.000
penduduk.
Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah penderita terbanyak PB adalah Puskesmas
Jati dengan 4 Kasus PB, sedangkan Jumlah penderita M B terbanyak adalah di Puskesmas
Mejobo.
G. AFP (Accute Flaccid Paralysis)
Upaya Pemerintah membebaskan Indonesia dari penyakit Polio dilakukan Program
Eradikasi Polio (ERAPO), yang terdiri dari pemberian Imunisasi Polio rutin, pemberian
Imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan Surveilans
AFP.
Surveilans AFP merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi
secara mendadakk dan sifatnya Flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada
poliomyelitis.
Jumlah kasus AFP (Non Polio) di Kabupaten Kudus tahun 2015 adalah 4 kasus dari 283,490
jumlah penduduk < 15 tahun. Angka AFP Rate per 100.000 penduduk usia < 15 tahun
adalah 1,41.(Tabel Profil 18).
Dibanding Tahun 2014 ada peningkatan Kasus DBD dari 438 kasus menjadi 528 kasus, ada
peningkatan sebesar 90 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tahun 2015 adalah 3,2, angka ini
masih lebih tinggi dibanding dengan target nasional (< 1 %).
Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil dan curah
hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan
nyamuk Aedes Aegypty yang cukup potensial. Upaya PSN perlu dimaksimalkan untuk bisa
memotong daur hidup nyamuk.
J. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
di masyarakat Indonesia. Ditemukan 3 kasus malaria di Kabupaten Kudus.
Walaupun angka kesakitan malaria cenderung turun, namun masih sangat diperlukan
upaya-upaya untuk mempertahankan kasus supaya tidak meningkat kembali.
Keterlambatan penangganan kasus malaria impot di daerah reseptif sangat potensial
untuk terjadinya penularan local (Indegenous) bahkan peningkatan kasus KLB.
K. Penyakit Filariasis
Meskipun tidak didapati kasus Filariasi di Kabupaten Kudus, namun upaya
penanggulangan penyakit filariasis tetap harus dilaksanakan dengan pemutusan
transmisi dengan pengobatan masal pada populasi berisiko (endemis).
Grafik diatas menunjukkan bahwa Prosentase PTM terbanyak adalah Hipertensi 55 % baik
hipertensi esensial maupun hipertensi lain, disusul oleh Diabetes Millitus 21 %,, baik
IDDM (Insulin dependent Diabetes Millitus) ataupun NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus). Dua penyakit tersebut menjadi prioritas utama dalam pengendalian
PTM. Jika Hipertensi dan Diabetes Millitus tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan PTM Lanjutan seperti Jantung, Stroke, Gagal Ginjal dan sebagainya.
Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada setiap
sasaran/kelompok populasi tertentu sehingga peningkatan kasus baru PTM dapat
ditekan.
Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu kegiatan deteksi dini terhadap faktor
resiko PTM seperti Hipertensi, Stroke, jantung, Kelainan fungsi ginjal atau lainnya. Tabel
Profil 24 dapat dilihat dari 458,648 penduduk berumur 18 tahun keatas, hanya 15.533
(3,39 %) yang tercatat memeriksakan tekanan darahnya, perlu ditingkatkan kesadaran
masyarakat untuk memeriksakan tekanan darah. Kegiatan ini bisa dilakukan di
Grafik diatas dapat dilihat bahwa dari 15.533 penduduk yang diperiksa, 5.125 Laki-laki,
1.579 (30,81%) mengalami Hipertensi dan 3546 (69,19%) tidak Hipertensi. Dari 10.408
perempuan yang diperiksa, 2.147 (20,63%) mengalami Hipertensi dan 8261 (79,34%)
tidak mengalami Hipertensi.
Grafik dibawah ini dapat digambarkan, 10 desa diwilayah kerja Puskesmas tidak ada
kejadian KLB, 5 Puskesmas ada 1 desa di wilayah kerjanya mengalami KLB, 3 Puskesmas
yang 2 desa di wilayah kerjanya mengalami KLB, dan 1 Puskesmas yaitu Kaliwungu yang
didapati ada 6 desa di wilayah kerjanya mengalami KLB.
3.2.4. SDM/Ketenagakerjaan
Jumlah tenaga yang bekerja di RSUD Kabupaten Kudus tahun 2017 tercatat sebanyak 875
orang. Tenaga kerja tersebut terdiri dari tenaga manajemen, tenaga profesional medik, dan
tenaga penunjang.
3.2.5. Organisasi
Secara keorganisasian, RSUD dipimpin oleh direktur yang membawahi 2 wakil direktur, 1
komite dan 1 satuan pengawas intern, 5 kepala bagian, dan beberapa sub kepala bagian serta
jabatan fungsiaonal. Struktur organisasi yang secara lengkap dapat dilihat pada gambar
berikut.
2. Waktu Pelayanan
Pelayanan farmasi 24 jam
3. Biaya/Tarif
Sesuai Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan
pada Badan Layanan Umum Daerah Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus
4. Produk Layanan
Pelayanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, Pelayanan
Informasi Obat dan Konseling.
3. Biaya/Tarif
Pasien Umum:
Single use : Rp. 923.500,-
Re use : Rp. 676.000,-
JKN : Permenkes Nomor 59 Tahun 2014
4. Produk Layanan
Pelayanan Hemodialisa/ cuci darah