BAB 3.
Pendekatan, Metodologi
dan Program Kerja
Penyusunan tata guna lahan dan tata guna ruang dilakukan antara lain
berdasarkan hasil analisis jenis penggunaan ruang, relasi fungsional, KDB, KLB,
skala pengembangan serta jenis insentif untuk pengembangan tertentu.
Konsep paling penting yang harus digunakan adalah Konsep externalities
(secondary, repercussion effects, spillovers) yang harus bulit-in dalam proses
analisis keputusan tata guna tanah termasuk impact fee development untuk
menginternalisasi biaya pembangunan. Perbedaan penggunaan atau aktifitas
dianalisis untuk memutuskan mana yang bisa atau tidak bisa dilokasikan dalam
suatu pendekatan spasial.
Pada kawasan built-herritage yang memenuhi kriteria konservasi, rencana
pemanfaatan ruang ini harus memprioritaskan fungsi-fungsi yang compatible
dengan citra kawasan.
Compatible adalah kegunaan yang tidak mengakibatkan perubahan drastis
terhadap signifikasi budaya atau hanya memerlukan sedikit dampak minimal
Compatible use means a use which involves no change to the culturally significant fabric,
1
changes which are substantially reversible, or changes which require a minimal impact
1
Burra Charter article 1
2
Semarang Historic Area Conservation Management Assistance, Masukan Raperda RTBL Kawasan Kota Lama Semarang, P3P/ SSUDP - 2000
3
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Multi Etnis Ujung Pandang, DPU Cipta Karya - 1995.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 2
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
2. New Urbanism
Prinsip dari New Urbanism
a. Walkable
1) Jarak tempuh yang dibutuhkan dari rumah ke tempat kerja rata-rata
adalah 10 menit berjalan kaki.
2) Desain jalan dan pedestrian yang ramah (bangunan dekat dengan jalan,
beranda, jendela dan pintu, pohon-pohon pada jalan, parkir on-street,
kantong-kantong parkir yang tersembunyi, jalan dengan jalur lambat).
3) Pada kasus khusus pedestrian jalan bebas dari kendaraan.
b. Keterkaitan (Connectivity)
1) Lalu lintas yang menyebar namun terinterkoneksi jaringan jalan, sehingga
mempermudah proses berjalan kaki.
2) Adanya Hierarki antara jalan-jalan sempit, jalan-jalan dan gang.
3) Kualitas jaringan pedestrian dan ruang-ruang publik yang tinggi sehingga
membuat berjalan kaki menjadi menyenangkan.
c. Mix-Used dan Keanekaragaman (Mixed-Use and Diversity)
1) Bercampurnya fungsi kantor, apartemen, dan rumah dalam satu lokasi.
Mixed-use dalam lingkungan, dalam blok dan dalam bangunan.
2) Keberagaman orang dari usia, kebudayaan, dan ras.
d. Perumahan Campuran (Mixed Housing)
Kedekatan golongan dari tipe, ukuran, dan harga.
e. Arsitektur dan Perancangan Kota yang Berkualitas
Penekanan pada keindahan, estetika, kenyamanan manusia, dan
menciptakan rasa dari suatu tempat; menempatkan kegunaan umum
(masyarakat)secara umum dan lingkungan dalam masyarakat.
Arsitektur dengan skala manusia dan lingkungan yang indah sehingga
menyehatkan jiwa manusia.
f. Struktur Lingkungan Tradisional
1) Pusat dan Tepi yang jelas.
2) Ruang publik berada di pusat
3) Pentingnya kualitas ruang publik yang dirancang sebagai civil arts.
4) Mencakup berbagai kegunaan dan kepadatan yang dapat di jangkau
dalam waktu 10 menit berjalan kaki.
5) Transect planning: Kepadatan tertinggi di pusat kota, kepadatan semakin
berkurang di bagian tepi.
Batas antara alam dan buatan manusia menghilang sehingga
memungkinkan lingkungan mengevaluasi desain dari habitat manusia
untuk mendukung kelangsungan hidup dari alam.
Transect hierarchy dari perkotaan ke pedesaan ini memiliki bangunan dan
jenis jalan yang tepat untuk setiap area di sepanjang rangkaian .
g. Peningkatan Kepadatan
Kebanyakan bangunan, rumah tinggal, toko, dan penyedia jasa saling
berdekatan untuk kemudahan berjalan, memungkinkan penggunaan energi
yang lebih efektif, dan menciptakan tempat yang lebih nyaman.
h. Keberlanjutan
1) Meminimalkan dampak lingkungan dari pembangunan
2) Teknologi yang ramah lingkungan
3) Efisiensi Energi
4) Menggunakan produk lokal
i. Kualitas Hidup
Secara bersama-sama berusaha menambah kualitas hidup, dan menciptakan
tempat yang memperkaya, mengangkat, dan mengilhami jiwa manusia.
3. Urban Management
a) Pengelolaan Kawasan
Pengelolaan kawasan yang dimaksud di sini dengan menggunakan
pendekatan Estate Management.
Proses pengelolaan kawasan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan suatu kawasan dalam lingkup kebersihan, perawatan dan perbaikan (to clean,
maintenance and renew), dengan peruntukkan tertentu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh pemilik/kawasan dengan mempertimbangkan aspek-aspek terkait
Pengelola Kawasan mempunyai kewajiban dalam konteks to clean,
maintenance and renew dalam hal:
Infrastruktur: jalan, pedestrian, penerangan, drainase, air bersih, gas,
dsb.
Open space, taman umum dan alun-alun.
Penandaan (signage) dan street furniture.
Traffic System Management dan Moda Angkutan.
b) Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kawasan
Unsur-unsur yang terlibat dalam Pengelola Kawasan adalah:
Unsur pemerintah kota
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 5
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
Pemilik properti
Organisasi masyarakat setempat
c) Faktor Pembiayaan
Secara prinsip Pengelola pada akhirnya harus dapat sustainable/
berkelanjutan.
Pentingnya kontribusi daerah untuk pemberdayaan Pengelola
Kawasan, mengingat pada dasarnya Pengelola Kawasan mengurangi
beban operasional Pemerintah kota di satu sisi, dan menjalankan
fungsi peningkatan pendapatan daerah disisi lainnya.
Dalam mengidentifikasi masyarakat kepentingan yang diwajibkan
untuk memberikan kontribusi pembiayaan operasional Badan
Pengelola kawasan berdasarkan pendekatan dengan konsep
Penikmat harus Membayar
d) Fungsi Pengelola Kawasan
Perencana, pembangunan, pengawasan dan pengendali pembangunan
bangunan baru dan konservasi.
Pengelola dan pemelihara lingkungan
Pelayanan terpadu.
e) Unit Unit Pengelolaan Kawasan (Management Units)
Technical assesment unit
Supervisory unit
Integrated service unit/pelayanan terpadu
f) Badan Pengelola Kawasan
1) Konsep
Sebagai suatu badan yang menjadi fasilitator dan katalisator antara stake
holder/ pengambil kepentingan, pemerintah dan investor
2) Landasan Operasional
Landasan Operasional Badan Pengelola Kawasan adalah Perda yang di
dalamnya memuat aturan penanganan dan pengelolaan
3) Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Pengelola
Badan Pengelola Kawasan mempunyai tugas pokok:
Mengelola kawasan
Melaksanakan tugas-tugas lain
g) Struktur Organisasi
Susunan organisasi Badan Pengelola Kawasan terdiri dari:
1) Ketua Badan Pengelola.
2) Tata Usaha/TU
3) Seksi Marketing
4) Seksi Law dan Legal
5) Seksi Pembangunan dan Konservasi
6) Seksi Management Lingkungan dan Konservasi
Walikota/Bupati
Peterson (1980:91) berpendapat bahwa space dan anti space teori mendalilkan
adanya dua alam semesta yang berlawanan, masing-masing yang sama sekali
bertentangan dengan yang lain. Ditetapkan oleh sifatnya sebagai kontinum
berbeda dan tanpa bentuk, anti space harus menghancurkan lawannya, space,
yang dipahami sebagai sosok yang terbentuk dan berbentuk. Arsitektur
tradisional jalan, Square dan, ruangan diciptakan oleh tokoh yang berbeda
terhapus oleh kehadiran anti space.
Pada akhir- kota industri, Bentley (1988:13-17) mengamati bahwa situasi telah
berubah secara radikal dari ruang publik sebagai figure menghasilkan sesuatu
yang solid sebagai figure. Fragmentasi perkotaan ini dibuat melalui
pembangunan kembali tanpa akhir. Teknologi canggih memungkinkan kepadatan
tinggi untuk bangunan tinggi berdiri bebas, yang diinginkan untuk prestise.
Praktik-praktik ini tidak lagi mendefinisikan ruang publik yang positif, tetapi
mereka sendiri membentuk figure positif terhadap kesenjangan negatif yang
tersisa diantara mereka.
Akibatnya, kota-kota kontemporer yang dibangun atau dibangun kembali
didominasi oleh dua kombinasi konsepsi fisik: space dan anti space, atau struktur
ruang dan struktur solid. Untuk memahami perbedaanya, adalah pedagogis
untuk membahas pertanyaan sistematis Peterson (1980:95) untuk
mendefinisikan lebih tepat masing-masing dua jenis ruang melalui gambaran
kedua bentuk konseptual mereka, dan sifat mereka diasumsikan.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 8
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
5. Ruang Publik
Menurut Dharmawan (2006),Fungi Ruang publik dapat di uraikan sebagai
berikut:
1) Sebagai pusat Interaksi, komunikasi masyarakat baik formal seperti upacara
bendera, sholat Ied, (pada Hari Idul Fitri), dan peringatan-peringatan lain;
maupun informal seperti pertemuan-pertemuan individual, kelompok
masyarakat dalam acara santai dan rekreatif atau demo mahasiswa.
2) Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju
ke arah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur
kota, sekaligus sebagai pembagi ruang, fungsi bangunan di sekitarnya serta
ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke tujuan lain.
3) Sebagai tempat kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjajakan
makanan dan minuman, pakaian, souvenir, dan jasa entertainment seperti
tukang sulap, tarian kera dan ular, dan sebagainya terutama dimalam hari.
4) Sebagai paru-paru kota yang semakin padat sehingga masyarakat banyak
yang mamanfaatkan sebagai tempat olahraga, bermain dan santai bersama
keluarga.
Ruang Publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan
berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan
umur dan motivasi atau tingkat kepaentingan yang berlainan. Kriteria ruang
publik secara esensial ada tiga yakni:
1) Dapat memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual
maupun kelompok (Meaningful).
2) Tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomidir
kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (Responsive).
3) Proporsi.
4) Skala dan Proporsi.
5) Harmonis dan Proporsi.
6) Ritme, Harmonis dan Kontras.
6. Waterfront Resort
Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air, baik
itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian waterfront dalam Bahasa
Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan
dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).
Fungsi Waterfront
Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Mixed Used Waterfront
adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran,
restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
b. Recreational Waterfront
adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan
prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat
pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
c. Residential Waterfront
adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan.
d. Working Waterfront
adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar,
industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
4
Kimpraswil, 2002. Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan, Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Jakarta.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 12
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
5
Serageldin, Ismal/Ephim Shluger/Joan Martin-Brown (eds.), 2000. Historic Cities and Scared Sites, Cultural
Roots for Urban Futures, The World Bank, Washington.
6
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam
Pengembangan
7
Adhisakti, Laretna T. 2003. Draft Program Pelestarian Kawasan Pusaka.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 13
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
Menurut Adhisakti (2005) ada enam pendekatan yang tersarikan menjadi kunci
keberhasilan proses konservasi dan revitalisasi ini8, yaitu :
a. Adanya organisasi yang mengelola langsung revitalisasi. Melalui organisasi
ini dibangun kesepakatan dan kerja sama antarkelompok dan perseorangan
yang berperan serta tahapan pelaksanaan kegiatan dimasa depan.
b. Dokumentasi dan presentasi yang selalu terbarui, adalah mutlak dilakukan
inventarisasi secara menyeluruh potensi dan masalah kawasan. Termasuk
fisik dan nonfisik, baik pusaka atau tidak. Hasil inventarisasi disusun dalam
dokumentasi yang terus diperbarui dan mudah diakses oleh publik.
Dokumentasi menjadi dasar pertimbangan aksi revitalisasi. Termasuk
memanfaatkan pula sebagai materi promosi.
c. Promosi. Pendekatan ini perlu dimulai sebelum revitalisasi. Awalnya
ditujukan pada masyarakat lokal, pemerintah dan berbagai pihak terkait.
Promosi dan pemasaran selanjutnya kepada pembeli, pengembang
potensial, pelaku bisnis baru dan wisatawan.
d. Mewujudkan roh/kegiatan kawasan pusaka yang akan membuat vitalitas
kawasan tumbuh kembali. Bahkan bila perlu mencangkokkan roh baru. Ini
merupakan hakiki upaya revitalisasi yang justru sering terabaikan.
e. Meningkatkan rancangan fisik kawasan (desain). Dilaksanakan melalui
rehabilitasi bangunan pusaka dan membangun desain pengisi (infill design)
yang tepat. Juga memformulasikan arahan desain (design guidelines) tanpa
merusak kualitas tatanan yang ada. Justru meningkatkan serta mewadahi
kebutuhan kontemporer.
f. Mengembangkan dan menciptakan ekonomi kawasan setempat melalui
berbagai terobosan dan kesempatan baru tanpa merusak tatanan kehidupan
lokal.
Tahapan Revitalisasi
Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui
beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu (Danisworo,
2000)9. Beberapa tahapan yang bisa diacu dalam upaya revitalisasi kawasan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Intervensi fisik
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara
bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik
bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan
ruang terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat
erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik
kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan
8
Adhisakti, Laretna T, 2005. Revitalisasi Kawasan Pusaka di Berbagai Belahan Bumi, Harian Kompas, Minggu,
13 November 2005.
9
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam
Pengembangan
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 14
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara
2. Rehabilitasi ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus
mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan
yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan
ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga
mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P. Hall/U. Pfeiffer,
2001). Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran
yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas
baru).
3. Revitalisasi sosial / institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu
menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar
membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus
berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan
sosial masyarakat/warga (public realms).
PERMODALAN
PEMASARAN DIRECT (KREDIT USAHA)
PRODUK DEMAND
EXISTING
MANAJEMEN Pemberdayaan
USAHA
PENINGKATAN
PENYEDIAAN
KEGIATAN
LAPANGAN
DEMAND EKONOMI
KERJA
CREATION KAWASAN
PEMASARAN DERIVED
KAWASAN DEMAND INSENTIF NEW
USAHA ENTRANTS
PENINGKATAN STABILITAS
Menarik Masuk EKONOMI
Pajak KUALITAS SDM
Non Pajak
TRAINING
DIVERSIFIKASI
Ketrampilan Teknis KETRAMPILAN
Memulai dan
Mengelola Usaha DIVERSIFIKASI
USAHA
MENCIPTAKAN NEW
BENEFITS OF ENTRANTS
LOCATION
MENARIK
Ketrampilan Teknis DATANG
Memulai dan Mengelola Usaha KONSUMEN
9. Pembangunan Perkotaan
a. Teori Makro Perencanaan Kota :
Suatu perencanaan kota
bagaimanapun kompleksnya tanpa
arti sosial tak akan bisa
dilaksanakan apalagi ditingkatkan
mutunya. Karena itu diperlukan
kajian sosial yang sangat mendalam sebelum ada keputusan bersama
masyarakat.
Perencanaan kota harus mampu memerankan diri sebagai suatu alat
yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan perkotaan secara
komprehensif. Perencanaan kota secara menyeluruh tak langsung
diterapkan melalui perangkat hukum yang hanya dipakai sebagai
penunjang.
Banyak paket pembangunan kota di Indonesia mulai menciptakan pulau-
pulau pertahanan (defended islands) yang dibentuk melalui sistem
pengkavlingan. Antarkavling tidak dapat diakses secara fisikal. Ia menjadi
pulau - pulau tersendiri yang hanya bisa dicapai setelah keluar ke jalan
besar dan berputar balik.
Selain memberi beban transportasi pada jalan, lingkungan pedestrian
yang menerus untuk merangkai kawasan finansial dan perkantoran
menjadi sebuah impian yang amat sulit diciptakan. Dalam hal ini perlunya
penghilangan sistem kavling.
10. Pemberdayaan
A. Prinsip, Tujuan, Dan Kendala Pelibatan Masyarakat
a. Prinsip Pelibatan Masyarakat
1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku.
2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator.
3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai
kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya.
b) Pemanasan Global
Dewasa ini mulai berkembang kesadaran masyarakat dunia mengenai
terjadinya perubahan iklim secara global akibat pemanasan global
(global warming). Dampak perubahan iklim global semakin mendorong
para pemimpin dunia untuk menjadikan pelestarian lingkungan hidup
sebagai salah satu pertimbangan utama dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan pembangunan. Pada tahun 1992, sebanyak 191
negara tergabung dalam sebuah forum UNFCCC (United Nation
Framework Convention in Climate Change) memulai mencari solusi yang
dapat dilakukan untuk mengurangi pemanasan global dan
mengantisipasi kenaikan suhu yang tidak bisa dihindarkan. Aturan main
dalam rangka mengantisipasi pemanasan global telah disusun dan
disepakati bersama. Protokol Kyoto (1997) adalah perjanjian
internasional yang menetapkan target mengurangi emisi gas utama
penyebab efek rumah kaca. Lebih dari 130 negara telah menyetujui
Protokol Kyoto yang mengikat negara-negara pesertanya secara hukum.
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi perjanjian ini.
Indonesia sebagai bagian dari komunitas global, ikut berperan serta
dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dilihat dari sudut
pandang pembangunan infrastruktur, pembangunan berwawasan
lingkungan telah diterapkan dalam proses pembangunan elemen-
elemen infrastruktur melalui upaya penyaringan dan evaluasi alternatif
rencana, pengembangan, serta pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan.
Strategi Adaptasi
Contoh strategi adaptasi yang perlu diperhatikan dalam
membangun dan memelihara jalan antara lain adalah; membangun
penahan konstruksi/penguatan tebing jalan/perkuatan
lereng/sliding pada lokasi yang diakibatkan adanya erosi/abrasi.
Penguatan tebing jalan, dapat dilakukan misalnya; dengan cara
penanaman rumput vetifer. Pelaksanaan perbaikan jalan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan pemakaian daur ulang aspal
(asphalt recycling method, Gambar dibawah.).
Strategi Mitigasi
Contoh strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu; menghindari
pembangunan jalan yang melewati kawasan lindung, menyusun
konsep jaringan transportasi jalan yang sudah mempertimbangkan
pengurangan kemacetan dan emisi kendaraan bermotor pada
kawasan perkotaan, membangun jalur pedestrian dan sepeda serta
memanfaatkan sebagian lahan RUMIJA untuk kebutuhan
penghijauan.
Manfaat yang bisa diperoleh dari penanaman pohon di tepi jalan,
selain memberi keteduhan yang membuat pengendara lebih rileks,
pohon yang ada juga membantu menyerap karbondioksida serta
menjadi tempat resapan air di saat hujan. Sasaran dari Kegiatan
Penghijauan di kegiatan jalan adalah: terciptanya jalan yang di
peruntukan bagi kenyamanan, menciptakan lingkungan yang indah
dan mengurangi pencemaran udara dan perubahan iklim (climate
change). Manfaat lainnya yakni kebisingan lalu lintas kendaraan
dapat diredam oleh keberadaan pohon-pohon yang ada sehingga
tidak mengganggu masyarakat yang bermukim di sisi jalan.
3.2. METODOLOGI
Dalam memanajemen pekerjaan, Konsultan menuangkan alur kerangka pikir dan
kerja ke dalam bentuk Diagram Inti Pendekatan dan Metodologi RTBL maupun
Diagram Detail Pendekatan dan Metodologi RTBL, dimana dalam alur pikir dan
kerja ini terstruktur 3 garis linier untuk memanajemen dan mengkoordinasikan
langka-langkah kerja dalam proses penyusunan Laporan Pendahuluan hingga Laporan
Akhir agar menghasilkan produk kerja tepat sasaran, tepat kualitas, tepat mutu dan
tepat waktu.
3 struktur garis linier yang saling terintegrasi ini adalah:
1. Garis proses penyusunan perbup/perwal,
2. Garis proses penyusunan dokumen teknis tata bangunan dan lingkungan
kawasan/RTBL
3. Garis proses kegiatan manajemen dan koordinasi pekerjaan RTBL
Dalam menyelesaikan pekerjaan, Konsultan menuangkan alur kerangka pikir dan
kerja ke dalam 10 langkah kerja yang masing-masing terdefinisi atas beberapa
lingkup kerja yang strategis seperti berikut:
I. Latar Belakang dan Persiapan
II. Survei Lokasi, Batasan Kawasan, Pendataan dan Rumusan Potensi Masalah
III. - Analisis Kawasan Wilayah Perencanaan
- Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Masyarakat
IV. Konsep Program Bangunan dan Lingkungan
V. Rencana Umum, Panduan Rancangan dan DED Prioritas
VI. Rencana Investasi
VII. Ketentuan Pengendalian Rencana
VIII. Ketentuan dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
IX. Peraturan Bupati/Walikota
X. Proses Legalisasi