Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

BAB 3.
Pendekatan, Metodologi
dan Program Kerja

3.1. PENDEKATAN TEKNIS


1. Urban Design Theory
a. Struktur Kawasan
Struktur Kota, adalah suatu konsepsi spatial yang merupakan kerangka dan
menjadi determinan dari pola/pattern dan karakter perkotaan.
1) Skeleton, kerangka utama kawasan yang dibentuk oleh intensitas
network dan entrance kawasan (terutama oleh jalan utama kawasan
sebagai entrance dan penghubung antar bagian kawasan yang satu
dengan yang lain)
2) Framework, merupakan kerangka struktur ruang kawasan yang
membentuk definisi terhadap kawasan.
3) Network, menghubungkan fungsi-fungsi kawasan dengan sistem jaringan
jalan yang singkat dan mudah terutama untuk pejalan kaki, sehingga
fasilitas-fasilitas kawasan dapat dicapai dengan mudah dan merata.
4) Hierarki jaringan kawasan, berupa pedestrian dan street network yang
terbagi atas kelas-kelas jalan sesuai dengan fungsinya.
5) Hirarki pelayanan kota, merupakan satu pusat pelayanan yang terletak
ditengah-tengah kawasan .
b. Konsep solid void di pusat-pusat kawasan/Figure Ground, merupakan peta
black and white yang memperlihatkan dan menjelaskan suatu komposisi yang
menarik antara solid (black), void (white) serta internal void (white).
c. Urban linkage, menghubungkan atau mengkaitkan massa bangunan sehingga
merupakan komposisi bangunan yang terintegrasi satu dengan yang lainnya
melalui pengolahan sumbu-sumbu as konseptual.
d. Green blue, konsep hijau biru untuk mengoptimalkan dan memadukan,
mensinkronasikan antara rencana hijau kawasan atau konsep
vegetasi/landscape dan rencana biru kawasan pengolahan unsur ai (sungai,
danau, dan lain-lain).
e. Space structure, meliputi: ruang terbuka publik dan private domain.
f. Rencana perpetakan kawasan, meliputi: figure ground plan & blok plan
g. Tematik Kawasan,
h. Pemanfaatan lahan, meliputi: Tata Guna Lahan (land use) dan Tata Guna
Ruang Kawasan (space use).
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 1
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Penyusunan tata guna lahan dan tata guna ruang dilakukan antara lain
berdasarkan hasil analisis jenis penggunaan ruang, relasi fungsional, KDB, KLB,
skala pengembangan serta jenis insentif untuk pengembangan tertentu.
Konsep paling penting yang harus digunakan adalah Konsep externalities
(secondary, repercussion effects, spillovers) yang harus bulit-in dalam proses
analisis keputusan tata guna tanah termasuk impact fee development untuk
menginternalisasi biaya pembangunan. Perbedaan penggunaan atau aktifitas
dianalisis untuk memutuskan mana yang bisa atau tidak bisa dilokasikan dalam
suatu pendekatan spasial.
Pada kawasan built-herritage yang memenuhi kriteria konservasi, rencana
pemanfaatan ruang ini harus memprioritaskan fungsi-fungsi yang compatible
dengan citra kawasan.
Compatible adalah kegunaan yang tidak mengakibatkan perubahan drastis
terhadap signifikasi budaya atau hanya memerlukan sedikit dampak minimal
Compatible use means a use which involves no change to the culturally significant fabric,
1
changes which are substantially reversible, or changes which require a minimal impact

Pemanfaatan bangunan dan lingkungan harus mempertimbangkan faktor


kelayakan baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Rekomendasi yang
disusun harus berbasis pada konsep serta visi dan misi pengembangan
kawasan, meliputi pengembangan fungsi dan upaya-upaya pelestarian.
Misi konservasi dan revitalisasi kawasan harus jelas , yaitu:
Arahan konservasi bukan sekedar kepada proteksi namun lebih kepada preservasi dan
pembangunan yang terintegrasi serta didasarkan kepada masalah konseptual dan fungsional
2
yang sesuai dengan latar belakang masa lalu dan tuntutan masa kini dan masa datang

Pemanfaatan Ruang Terbuka


Kegiatan yang dapat diwadahi di ruang terbuka yang signifikan adalah festival
market place, pasar atau bazaar terbuka, kegiatan publik, budaya, rekreatif,
religius dan kegiatan lain yang dapat menunjang citra kawasan sebagai
kawasan (lama), kontekstual serta menyesuaikan dengan dimensi dan tipologi
ruang terbuka yang ada.
Nodes yang ada, terutama pada kawasan inti seyogyanya dipreservasi apabila masih feasible
serta sesuai dengan tuntutan jaman. Apabila nodes tersebut sudah tidak sesuai dengan tema
atau fungsi kawasan maka dapat dilakukan pendekatan adaptasi.
3
Nodes adalah pusat aktivitas tradisional yang sudah diwariskan secara turun temurun.

i. Image Kawasan, meliputi paths, edges, landmark, district, nodes


j. Peningkatan lingkungan, meliputi: pejalan kaki, desain tapak, penandaan,
perabot jalan dan lansekap.
k. Rencana Induk Sistem, meliputi: sistem jaringan jalan dan jembatan, air
bersih, drainase, air limbah, persampahan, listrik, telepon.

1
Burra Charter article 1
2
Semarang Historic Area Conservation Management Assistance, Masukan Raperda RTBL Kawasan Kota Lama Semarang, P3P/ SSUDP - 2000
3
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Multi Etnis Ujung Pandang, DPU Cipta Karya - 1995.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 2
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

1) Penyediaan prasarana kawasan bertujuan untuk mengembangkan sistem


infrastruktur terpadu yang dapat mendukung revitalisasi kawasan.
2) Penyediaan prasarana harus sesuai kebutuhan, berfungsi optimal, efisien,
efektif serta mudah dalam pengelolaan O & M.
3) Prasarana yang berhubungan langsung dengan penataan bangunan
antara lain hidran lingkungan, jaringan air bersih, drainase,
limbah/sampah, listrik, telepon dan gas.
4) Prasarana yang harus terpadu dengan penataan ruang antarbangunan
antara lain seperti pedestrian, jalan, dan ruang terbuka.
5) Instalasi prasarana hendaknya tidak mengganggu badan jalan dan
diletakkan di bawah tanah dengan mempertimbangkan kemudahan
pengoperasian dan perawatannya.
6) Dilarang melakukan peninggian elevasi/peil jalan pada kawasan yang
dapat mengakibatkan rusaknya struktur bangunan ataupun kualitas
arsitektur bangunan konservasi.
7) Penyediaan dan pengelolaan secara public-private-community parnership
dapat dilakukan.
8) Prasarana dan instalasi yang disediakan oleh sektor publik.
Jalan umum.
Polder dan drainage termasuk penutupnya.
Sanitasi.
Penerangan jalan umum.
Penerangan pedestrian.
Penerangan taman atau ruang terbuka publik.
Transfer station persampahan, dll.
9) Prasarana dan instalasi yang disediakan oleh sektor publik bekerjasama
dengan swasta.
Air bersih bekerjasama dengan PDAM.
Listrik bekerjasama dengan PLN.
Telpon bekerjasama dengan PT Telkom.
10) Fasilitas yang harus disediakan oleh penghuni / pemilik bangunan.
Penerangan bangunan.
Tempat sampah, dll
l. Traffic System Management, meliputi: aksesibilitas, sirkulasi dan moda
transportasi, penyediaan ruang parkir, halte dan publik tansportasi, sirkulasi
pedestrian.
m. Rencana Wujud Elemen Kawasan dan Tata Bangunan, meliputi: bentuk
kawasan/urban form, ruang kawasan/urban space, wujud, komposisi tata
letak bangunan.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 3


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

2. New Urbanism
Prinsip dari New Urbanism
a. Walkable
1) Jarak tempuh yang dibutuhkan dari rumah ke tempat kerja rata-rata
adalah 10 menit berjalan kaki.
2) Desain jalan dan pedestrian yang ramah (bangunan dekat dengan jalan,
beranda, jendela dan pintu, pohon-pohon pada jalan, parkir on-street,
kantong-kantong parkir yang tersembunyi, jalan dengan jalur lambat).
3) Pada kasus khusus pedestrian jalan bebas dari kendaraan.
b. Keterkaitan (Connectivity)
1) Lalu lintas yang menyebar namun terinterkoneksi jaringan jalan, sehingga
mempermudah proses berjalan kaki.
2) Adanya Hierarki antara jalan-jalan sempit, jalan-jalan dan gang.
3) Kualitas jaringan pedestrian dan ruang-ruang publik yang tinggi sehingga
membuat berjalan kaki menjadi menyenangkan.
c. Mix-Used dan Keanekaragaman (Mixed-Use and Diversity)
1) Bercampurnya fungsi kantor, apartemen, dan rumah dalam satu lokasi.
Mixed-use dalam lingkungan, dalam blok dan dalam bangunan.
2) Keberagaman orang dari usia, kebudayaan, dan ras.
d. Perumahan Campuran (Mixed Housing)
Kedekatan golongan dari tipe, ukuran, dan harga.
e. Arsitektur dan Perancangan Kota yang Berkualitas
Penekanan pada keindahan, estetika, kenyamanan manusia, dan
menciptakan rasa dari suatu tempat; menempatkan kegunaan umum
(masyarakat)secara umum dan lingkungan dalam masyarakat.
Arsitektur dengan skala manusia dan lingkungan yang indah sehingga
menyehatkan jiwa manusia.
f. Struktur Lingkungan Tradisional
1) Pusat dan Tepi yang jelas.
2) Ruang publik berada di pusat
3) Pentingnya kualitas ruang publik yang dirancang sebagai civil arts.
4) Mencakup berbagai kegunaan dan kepadatan yang dapat di jangkau
dalam waktu 10 menit berjalan kaki.
5) Transect planning: Kepadatan tertinggi di pusat kota, kepadatan semakin
berkurang di bagian tepi.
Batas antara alam dan buatan manusia menghilang sehingga
memungkinkan lingkungan mengevaluasi desain dari habitat manusia
untuk mendukung kelangsungan hidup dari alam.
Transect hierarchy dari perkotaan ke pedesaan ini memiliki bangunan dan
jenis jalan yang tepat untuk setiap area di sepanjang rangkaian .

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 4


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Gambar 3.1 Trancect hierarchy concept

g. Peningkatan Kepadatan
Kebanyakan bangunan, rumah tinggal, toko, dan penyedia jasa saling
berdekatan untuk kemudahan berjalan, memungkinkan penggunaan energi
yang lebih efektif, dan menciptakan tempat yang lebih nyaman.
h. Keberlanjutan
1) Meminimalkan dampak lingkungan dari pembangunan
2) Teknologi yang ramah lingkungan
3) Efisiensi Energi
4) Menggunakan produk lokal
i. Kualitas Hidup
Secara bersama-sama berusaha menambah kualitas hidup, dan menciptakan
tempat yang memperkaya, mengangkat, dan mengilhami jiwa manusia.

3. Urban Management
a) Pengelolaan Kawasan
Pengelolaan kawasan yang dimaksud di sini dengan menggunakan
pendekatan Estate Management.
Proses pengelolaan kawasan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan suatu kawasan dalam lingkup kebersihan, perawatan dan perbaikan (to clean,
maintenance and renew), dengan peruntukkan tertentu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh pemilik/kawasan dengan mempertimbangkan aspek-aspek terkait
Pengelola Kawasan mempunyai kewajiban dalam konteks to clean,
maintenance and renew dalam hal:
Infrastruktur: jalan, pedestrian, penerangan, drainase, air bersih, gas,
dsb.
Open space, taman umum dan alun-alun.
Penandaan (signage) dan street furniture.
Traffic System Management dan Moda Angkutan.
b) Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kawasan
Unsur-unsur yang terlibat dalam Pengelola Kawasan adalah:
Unsur pemerintah kota
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 5
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Pemilik properti
Organisasi masyarakat setempat
c) Faktor Pembiayaan
Secara prinsip Pengelola pada akhirnya harus dapat sustainable/
berkelanjutan.
Pentingnya kontribusi daerah untuk pemberdayaan Pengelola
Kawasan, mengingat pada dasarnya Pengelola Kawasan mengurangi
beban operasional Pemerintah kota di satu sisi, dan menjalankan
fungsi peningkatan pendapatan daerah disisi lainnya.
Dalam mengidentifikasi masyarakat kepentingan yang diwajibkan
untuk memberikan kontribusi pembiayaan operasional Badan
Pengelola kawasan berdasarkan pendekatan dengan konsep
Penikmat harus Membayar
d) Fungsi Pengelola Kawasan
Perencana, pembangunan, pengawasan dan pengendali pembangunan
bangunan baru dan konservasi.
Pengelola dan pemelihara lingkungan
Pelayanan terpadu.
e) Unit Unit Pengelolaan Kawasan (Management Units)
Technical assesment unit
Supervisory unit
Integrated service unit/pelayanan terpadu
f) Badan Pengelola Kawasan
1) Konsep
Sebagai suatu badan yang menjadi fasilitator dan katalisator antara stake
holder/ pengambil kepentingan, pemerintah dan investor
2) Landasan Operasional
Landasan Operasional Badan Pengelola Kawasan adalah Perda yang di
dalamnya memuat aturan penanganan dan pengelolaan
3) Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Pengelola
Badan Pengelola Kawasan mempunyai tugas pokok:
Mengelola kawasan
Melaksanakan tugas-tugas lain
g) Struktur Organisasi
Susunan organisasi Badan Pengelola Kawasan terdiri dari:
1) Ketua Badan Pengelola.
2) Tata Usaha/TU
3) Seksi Marketing
4) Seksi Law dan Legal
5) Seksi Pembangunan dan Konservasi
6) Seksi Management Lingkungan dan Konservasi

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 6


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Walikota/Bupati

Sekretariat Ketua Badan Tata Usaha (TU)


Bersama Pengelola

Anggota Luar Biasa

Seksi Seksi Seksi Pembangunanan & Seksi Management


Marketing Law / Legal Konservasi Pembangunan dan
Konservasi

Gambar 3.2. Diagram organisasi pada Pemda

4. Space Anti Space Theory


Peterson (1984) membuat perbedaan yang sangat jelas antara space dan anti
space sebagai berikut:
Dalam konsep anti space kota, divisualisasikan sebagai dataran terbuka ke
dalam bangunan yang telah diperkenalkan sebagai benda tiga dimensi, seperti
potongan dari patung duduk dalam taman. Konsep Space adalah sebuah kota
merupakan ruang publik, jalan-jalan dan square nampak terukir dari sebuah blok
material yang asli.
Menurut Moughtin (1992:102), pada konsep pertama, bangunan merupakan
elemen positif yang solid dan ruang adalah latar umum terhadap yang mereka
lihat. Pendapat lainnya, Ruang kota merupakan elemen positif dengan properti
tiga dimensi dan bangunan merupakan fasade dua dumensi yang membingkai
ruang.
Sehubungan dengan figurasi ruang, Moughtin (1992:103) menjelaskan bahwa
ada dua cara utama dimana bangunan dapat diatur dalam ruang. Bangunan-
bangunan sendiri bisa menjadi obyek positif yang dirancang sebagai massa tiga-
dimensi, "figure" dalam komposisi, sedangkan ruang dimana mereka berdiri
adalah 'tanah'. Ruang itu sendiri menjadi figure', unsur positif, dan bangunan
harus dirancang memainkan peran pendukung seperti 'tanah'. Sebagai latar
belakang perkotaan bangunan adalah setting panggung dari aktivitas kehidupan
sehari-hari yang terjadi dalam volume spasial yang mereka tentukan.
Deskripsi Moughtin dan Peterson dapat ditelusuri kembali ke William Ellis (1978)
mengenai Konsepsi Fisik Ruang Kota (physical conceptions of urban space). Dia
menggeneralisasikan pembentukan ruang menjadi dua gagasan diametrikal:
pertama dapat digambarkan sebagai sebuah kota yang memiliki jalan-jalan dan
ruang terbuka terukir dari benda yang solid masif yang pernah ada, dan konsepsi
lainnya adalah kota yang terlihat sebagai lahan terbuka, taman atau padang
rumput-ke dalam bangunan yang telah diperkenalkan sebagai obyek pada
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 7
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

sebuah bidang. Konsep pertama tampaknya telah diberikan kepada pola


bangunan yang kurang lebih berdekatan, sehingga susunan tersebut dapat
diartikan sebagai struktur ruang. Gambaran ini sesuai dengan kota tradisional
(Chopenhagen, Barcelona, Rome). Kita menganggapnya sebagai sebuah datum
untuk kota-kota fisik di banyak tradisi, dan dapat diwakili oleh kota-kota
terbangun dari zaman abad dua puluh awal. Konsepsi kedua jelas menunjukkan
bahwa fungsi bangunan sebagai elemen yang dihasilkan, oleh karena itu
organisasi dapat diartikan sebagai struktur solid (Toronto, New York, San
Fransisco.). Menurut argumen argumen tersebut, pada dasarnya struktur solid
adalah anti space dan struktur ruang adalah space.

Gambar 3.3. Figure Ground


(a) City of Space : Copenhagen, Barcelona, Rome;
(b) City of Anti Space : Toronto, New York, San Fransisco

Peterson (1980:91) berpendapat bahwa space dan anti space teori mendalilkan
adanya dua alam semesta yang berlawanan, masing-masing yang sama sekali
bertentangan dengan yang lain. Ditetapkan oleh sifatnya sebagai kontinum
berbeda dan tanpa bentuk, anti space harus menghancurkan lawannya, space,
yang dipahami sebagai sosok yang terbentuk dan berbentuk. Arsitektur
tradisional jalan, Square dan, ruangan diciptakan oleh tokoh yang berbeda
terhapus oleh kehadiran anti space.
Pada akhir- kota industri, Bentley (1988:13-17) mengamati bahwa situasi telah
berubah secara radikal dari ruang publik sebagai figure menghasilkan sesuatu
yang solid sebagai figure. Fragmentasi perkotaan ini dibuat melalui
pembangunan kembali tanpa akhir. Teknologi canggih memungkinkan kepadatan
tinggi untuk bangunan tinggi berdiri bebas, yang diinginkan untuk prestise.
Praktik-praktik ini tidak lagi mendefinisikan ruang publik yang positif, tetapi
mereka sendiri membentuk figure positif terhadap kesenjangan negatif yang
tersisa diantara mereka.
Akibatnya, kota-kota kontemporer yang dibangun atau dibangun kembali
didominasi oleh dua kombinasi konsepsi fisik: space dan anti space, atau struktur
ruang dan struktur solid. Untuk memahami perbedaanya, adalah pedagogis
untuk membahas pertanyaan sistematis Peterson (1980:95) untuk
mendefinisikan lebih tepat masing-masing dua jenis ruang melalui gambaran
kedua bentuk konseptual mereka, dan sifat mereka diasumsikan.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 8
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Space Anti Space


Perceived Conceived
(almost visible) (invisible)
Ordered Random
Formed Unformed
Discontinuous Continuous
Static to Flexing Flowing in motion
Specific General
Man Made Natural
Particular Universal
Variable Uniform
Multiple Singular

Peterson (1980:91) menyatakan bahwa


"Space dipahami sebagai volume dibedakan, diidentifikasi dalam konfigurasi sebagai bentuk,
pada prinsipnya terputus, tertutup dan statis. Ini adalah serial dalam komposisi.
Anti Space adalah sebaliknya. Anti Space idealnya tak berbentuk, pada prinsipnya terus
menerus, terbuka dan mengalir . Hal ini dikontrol, diarahkan atau sementara ditangkap, tetapi
tidak pernah tersusun.Selain itu anti space, muncul tak terbatas..

5. Ruang Publik
Menurut Dharmawan (2006),Fungi Ruang publik dapat di uraikan sebagai
berikut:
1) Sebagai pusat Interaksi, komunikasi masyarakat baik formal seperti upacara
bendera, sholat Ied, (pada Hari Idul Fitri), dan peringatan-peringatan lain;
maupun informal seperti pertemuan-pertemuan individual, kelompok
masyarakat dalam acara santai dan rekreatif atau demo mahasiswa.
2) Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju
ke arah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur
kota, sekaligus sebagai pembagi ruang, fungsi bangunan di sekitarnya serta
ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke tujuan lain.
3) Sebagai tempat kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjajakan
makanan dan minuman, pakaian, souvenir, dan jasa entertainment seperti
tukang sulap, tarian kera dan ular, dan sebagainya terutama dimalam hari.
4) Sebagai paru-paru kota yang semakin padat sehingga masyarakat banyak
yang mamanfaatkan sebagai tempat olahraga, bermain dan santai bersama
keluarga.
Ruang Publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan
berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan
umur dan motivasi atau tingkat kepaentingan yang berlainan. Kriteria ruang
publik secara esensial ada tiga yakni:
1) Dapat memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual
maupun kelompok (Meaningful).
2) Tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomidir
kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (Responsive).

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 9


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

3) Dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa


ada diskriminasi (Democratic).
Menurut Stephen Carr (1992) tipologi ruang publik di bagi menjadi beberapa tipe
dan karakter sebagai berikut:
1) Taman Umum
Meliputi: Taman Nasional, Taman Pusat Kota (Downtown Park), Taman
Lingkungan, Taman Kecil.
2) Lapangan dan Plaza (Squares and Plaza)
3) Lapangan Pusat Kota (Plaza Pengikat)
4) Peringatan
Ruang Publik yang digunakan untuk memperingati memori kejadian penting
bagi umat manusia atu masyarakat di tingkat lokal atau internasional.
5) Pasar
Ruang terbuka atau ruas jalan yang digunakan untuk pasar hasil pertanian
atau pasar loak. Biasanya bersifat temporer atau hari tertentu dan berlokasi
di ruang yang tersedia, jalan, plasa, atau lapangan parkir.
6) Jalan
Meliputi: Pedestrian sisi jalan (Pedestrian Sidewalk), Mal Pedestrian, Mal
Transit (Transit Mall), Jalur Lambat (Traffict restricted area), Gang Kecil
Kota (Town Trail)
7) Tempat Bermain (Play Ground)
8) Ruang Komunitas
9) Taman Masyarakat (Community Garden) Ruang kosong yang dilingkupi
perumahan yang didesain dan dikembangkan serta dikelola sendiri oleh
masyarakat setempat.
10) Jalan Hijau dan Jalan Taman
11) Merupakan pedestrian yang menghubungkan antartempat rekreasi dan
ruang terbuka.
12) Atrium Pasar di dalam Ruang (Atrium Indoor Market Place)
13) Ruang dalam suatu bangunan yang berfungsi sebagai atrium, berperan
sebagai pengikat ruang-ruang.
14) Ruang di Lingkungan Rumah (Found / Neighborhood Spaces)
15) Waterfront
Ruang ini biasanya berupa pelabuhan, pantai, bantaran sungai, bantaran
danau, atau dermaga

Kategori dasar perancangan Ruang Publik ada 4 yakni :


1) Mengakomodinir kebutuhan-kebutuhan manusia.
2) Peraturan-peraturan yang dapat melindungi pengembangan kota
3) Komunikasi terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya agar terjalin dengan
baik.
4) Tuntutan pemeliharaan.

Konsep Dasar Perancangan Ruang Publik


1) Tatanan Ruang.
2) Kesatuan.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 10
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

3) Proporsi.
4) Skala dan Proporsi.
5) Harmonis dan Proporsi.
6) Ritme, Harmonis dan Kontras.

6. Waterfront Resort
Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air, baik
itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian waterfront dalam Bahasa
Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan
dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).

Istilah Waterfront Development sebenarnya sudah lama dipakai untuk


pengembangan kawasan perkotaan yang berada di dekat tepi air. Konsep
pengembangan ini sudah di pakai oleh beberapa negara maju dan berkembang
antara lain: Amerika serikat, Dubai, dan beberapa negara Eropa dan Asia lainnya.

Fungsi Waterfront
Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Mixed Used Waterfront
adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran,
restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
b. Recreational Waterfront
adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan
prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat
pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
c. Residential Waterfront
adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan.
d. Working Waterfront
adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar,
industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Kriteria - kriteria Waterfront


- Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,
sungai, dan sebagainya).
- Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau
pariwisata.
- Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri,
atau pelabuhan.
- Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
- Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal

Aspek- aspek yang Menjadi Dasar Perancangan Konsep Waterfront Development


Dua aspek penting yang mendasari keputusan - keputusan pada perancangan
kawasan tepian air adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983
dan Toree, 1989).

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 11


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

a. Faktor Geografis merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan


akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam hal ini
adalah kondisi perairan, yaitu dari segi jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan
konfigurasi, pasang-surut, serta kualitas airnya. Kondisi lahan, yaitu ukuran,
konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya. Iklim, yaitu
menyangkut jenis musim, temperatur, angin, curah hujan.
b. Konteks perkotaan (Urban Context) adalah merupakan faktor-faktor yang
akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang bersangkutan serta
menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan
dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
- Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan
waterfront, atau sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai
sarana publik.
- Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah serta
bagian tradisi yang perlu dilestarikan.
- Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta
pengaturan sirkulasi didalamnya.
- Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan
satu kawasan waterfront dengan lainnya.
Perencanaan Waterfront Development di Indonesia
Dilihat dari prospek waterfront development sendiri sangat cocok
dikembangkan di Indonesia melihat topografi Indonesia sebagai negara
kepulauan. Kini konsep tersebut sudah banyak direncanakan oleh beberapa
daerah antara lain: Manado, Makasar, Jakarta (Pantai Indah Kapuk dan
Ancol), dan Pekan Baru.

Kota-kota tersebut dalam pengembangan wilayahnya mencoba menerapkan


konsep Waterfront Development melihat kedepan perencanaan
pengembangan wilayah dengan menggunakan model tersebut memiliki
potensi besar. Karena mencoba memanfaatkan potensi tepian danau, sungai
ataupun lautan. Pengembangan ini nantinya akan meningkatkan minat
pengunjung dari dalam maupun luar negeri ke daerah daerah yang
menerapkan Waterfront Development dengan begitu maka akan
meningkatkan PAD daerah tersebut.

7. Revitalisasi dan Konservasi Kawasan


Konservasi dan Revitalisasi Kawasan menurut Departemen Kimpraswil (2002)
adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderuang mati,
meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang strategis dan signifikan dari kawasan yang
masih mempunyai potensi dan atau mengendalikan kawasan yang cenderung
kacau atau semrawut4.
Penataan dan Revitalisasi Kawasan dilakukan melalui pengembangan kawasan-
kawasan tertentu yang layak untuk direvitalisasi dari segi setting kawasan

4
Kimpraswil, 2002. Pedoman Umum Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan, Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Jakarta.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 12
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

(bangunan dan ruang kawasan), kualitas lingkungan, sarana, prasarana dan


utilitas kawasan, sosio kultural, sosio ekonomi dan sosio politik.
Revitalisasi pada prinsipya tidak sekedar menyangkut masalah konservasi
bangunan dan ruang kawasan bersejarah saja, tetapi lebih kepada upaya untuk
mengembalikan atau menghidupkan kembali kawasan dalam konteks kota yang
tidak berfungsi atau menurun fungsinya agar berfungsi kembali, atau menata
dan mengembangkan lebih lanjut kawasan yang berkembang sangat pesat
namun kondisinya cenderung tidak terkendali.
Gejala penurunan kualitas fisik dapat dengan mudah diamati pada kawasan kota
bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan
perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada
dalam tekanan pembangunan (Serageldin et al, 2000)5. Sejarah perkembangan
kota di Barat mencatat bahwa memang kegiatan revitalisasi ini diawali dengan
pemaknaan kembali daerah pusat kota setelah periode tahun 1960-an. Bahkan
ketika isu pelestarian di dunia Barat meningkat pada periode pertengahan tahun
1970-an, kawasan (pusat) kota tua menjadi fokus kegiatan revitalisasi. Namun
bukan berarti bahwa kegiatan revitalisasi hanya terbatas kawasan kota
bersejarah/tua.
Hilangnya vitalitas awal dalam suatu kawasan historis budaya umumnya
ditandai dengan kurang terkendalinya perkembangan dan pembangunan
kawasan, sehingga mengakibatkan terjadinya kehancuran kawasan, baik secara
self destruction maupun creative destruction (Danisworo, 2000)6. Urgensi
revitalisasi dapat diukur berdasarkan tingkat vitalitas yang signifikan pada
kawasan terbangun, yaitu melalui beberapa variabel seperti menyangkut tingkat
kepadatan (populasi), income kawasan dan besarnya layanan, tingkat kriminal,
keamanan dan tingkat kesehatan, eksistensi warisan budaya baik tangible
(berwujud) maupun intangible (tidak berwujud), serta menyangkut penyediaan
(kualitas dan kuantitas) dan distribusi pelayanan kawasan atau bagian kota.
Adapun tujuan program pelestarian Kawasan Pusaka (Kawasan Bersejarah)
(Adhisakti, 2003)7 adalah :
a. Membangun kepedulian banyak pihak dalam pelestarian pusaka.
b. Menjadi acuan perencanaan dan pengelolaan pelestarian secara
berkesinambungan dan menyeluruh.
c. Mendorong kemandirian bagi masyarakat untuk mampu mengelola kawasan
bersejarahnya.
d. Menjembatani kolaborasi lintas sektor, bidang ilmu dan keahlian yang sangat
diperlukan dalam pelaksanaan pelestarian.
e. Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan bersejarah dan pendapatan
masyarakat.

5
Serageldin, Ismal/Ephim Shluger/Joan Martin-Brown (eds.), 2000. Historic Cities and Scared Sites, Cultural
Roots for Urban Futures, The World Bank, Washington.
6
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam
Pengembangan
7
Adhisakti, Laretna T. 2003. Draft Program Pelestarian Kawasan Pusaka.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 13
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Menurut Adhisakti (2005) ada enam pendekatan yang tersarikan menjadi kunci
keberhasilan proses konservasi dan revitalisasi ini8, yaitu :
a. Adanya organisasi yang mengelola langsung revitalisasi. Melalui organisasi
ini dibangun kesepakatan dan kerja sama antarkelompok dan perseorangan
yang berperan serta tahapan pelaksanaan kegiatan dimasa depan.
b. Dokumentasi dan presentasi yang selalu terbarui, adalah mutlak dilakukan
inventarisasi secara menyeluruh potensi dan masalah kawasan. Termasuk
fisik dan nonfisik, baik pusaka atau tidak. Hasil inventarisasi disusun dalam
dokumentasi yang terus diperbarui dan mudah diakses oleh publik.
Dokumentasi menjadi dasar pertimbangan aksi revitalisasi. Termasuk
memanfaatkan pula sebagai materi promosi.
c. Promosi. Pendekatan ini perlu dimulai sebelum revitalisasi. Awalnya
ditujukan pada masyarakat lokal, pemerintah dan berbagai pihak terkait.
Promosi dan pemasaran selanjutnya kepada pembeli, pengembang
potensial, pelaku bisnis baru dan wisatawan.
d. Mewujudkan roh/kegiatan kawasan pusaka yang akan membuat vitalitas
kawasan tumbuh kembali. Bahkan bila perlu mencangkokkan roh baru. Ini
merupakan hakiki upaya revitalisasi yang justru sering terabaikan.
e. Meningkatkan rancangan fisik kawasan (desain). Dilaksanakan melalui
rehabilitasi bangunan pusaka dan membangun desain pengisi (infill design)
yang tepat. Juga memformulasikan arahan desain (design guidelines) tanpa
merusak kualitas tatanan yang ada. Justru meningkatkan serta mewadahi
kebutuhan kontemporer.
f. Mengembangkan dan menciptakan ekonomi kawasan setempat melalui
berbagai terobosan dan kesempatan baru tanpa merusak tatanan kehidupan
lokal.
Tahapan Revitalisasi
Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui
beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu (Danisworo,
2000)9. Beberapa tahapan yang bisa diacu dalam upaya revitalisasi kawasan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Intervensi fisik
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara
bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik
bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan
ruang terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat
erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik
kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan

8
Adhisakti, Laretna T, 2005. Revitalisasi Kawasan Pusaka di Berbagai Belahan Bumi, Harian Kompas, Minggu,
13 November 2005.
9
Danisworo, Muhammad / Widjaja Martokusumo, 2000. Revitalisasi Kawasan Kota Sebuah Catatan dalam
Pengembangan
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 14
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

2. Rehabilitasi ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus
mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi. Perbaikan fisik kawasan
yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa mengakomodasi kegiatan
ekonomi informal dan formal (local economic development), sehingga
mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan kota (P. Hall/U. Pfeiffer,
2001). Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan fungsi campuran
yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi dan sosial (vitalitas
baru).
3. Revitalisasi sosial / institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu
menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar
membuat beautiful place. Maksudnya, kegiatan tersebut harus
berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan
sosial masyarakat/warga (public realms).

8. Modelling Revitalisasi Pembangunan Ekonomi Lokal


Berdasarkan tipologi kawasan riset dapat diketahui adanya perbedaan
vitalitas ekonomi pada masing-masing kawasan. Ada kawasan yang
mempunyai vitalitas tinggi dan ada sebagian lain yang vitalitasnya sedang
atau bahkan rendah.
Vitalitas ekonomi ditentukan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi yang timbul
atau terjadi di suatu kawasan. Kegiatan ekonomi ini mencakup kegiatan
produksi dan konsumsi. Keduanya saling berkaitan, artinya kegiatan produksi
akan meningkat apabila kegiatan konsumsi juga meningkat. Sebaliknya,
kegiatan konsumsi dapat meningkat apabila produk yang dibutuhkan ada
dan tersedia sebagai hasil dari kegiatan produksi. Dengan demikian, masing-
masing kegiatan dapat menjadi sebab maupun akibat dari kegiatan lain.
a) Garis Besar Variabel-Variabel Vitalitas Ekonomi
Atas dasar konsep berpikir di atas, maka dapat diturunkan dari sisi
produksi dan sisi konsumsi:
1) Variabel Vitalitas Ekonomi Sisi Produksi
Suatu kegiatan produksi akan menjadi penggerak bagi kegiatan
ekonomi yang lebih luas apabila keterkaitan ke belakangnya mampu
menjadi penyedia lapangan kerja. Supaya vitalitas ekonomi dapat
berlangsung dalam jangka panjang, maka lapangan kerja yang
tercipta haruslah bersifat jangka panjang, artinya jenis pekerjaan
yang ditawarkan bukan merupakan pekerjaan yang bersifat
temporer. Hal ini tergantung pada jenis kegiatan produksi/usaha.
Apabila usaha yang dilakukan bersifat temporer, maka lapangan kerja
juga akan bersifat musiman/temporer. Sebaliknya, apabila usaha
bersifat kontinyu (stabil), maka lapangan kerja juga bersifat kontinyu.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 15


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Di sisi lain, vitalitas ekonomi akan meningkat apabila jumlah


lapangan kerja banyak. Hal ini dapat timbul apabila terjadi
pertambahan jumlah unit usaha. Artinya, apabila jumlah unit usaha
di dalam kawasan meningkat, maka kebutuhan tenaga kerja juga
akan meningkat. Oleh karenanya jumlah unit usaha juga merupakan
faktor penentu vitalitas ekonomi.
Disamping jumlah unit usaha, intensitas waktu usaha juga akan
menentukan jumlah lapangan kerja. Suatu usaha yang dilaksanakan
24 jam membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak untuk
lembur dari pada usaha yang hanya dilaksanakan pada beberapa
jam saja.
Keinginan pengusaha untuk meningkatkan usahanya (dalam arti
ekspansi usaha maupun pendirian usaha baru) terkait pada
beberapa hal, antara lain harga lahan dan nilai properti,
aksesibilitas, dan kebijakan pemerintah. Ketiga hal tersebut
berperan di dalam menentukan kelayakan suatu usaha untuk
dijalankan. Bila harga lahan dan properti mahal, akses dari dan ke
lokasi atau ke sumber daya sulit serta kebijakan pemerintah di
bidang peruntukan lahan tidak mendukung, maka suatu usaha
menjadi tidak layak (unprofitable) untuk dilaksanakan.
Kegiatan produksi membutuhkan suatu lahan untuk menjalankan
kegiatan tersebut. Lahan (baik dalam arti space maupun land) yang
dipilih untuk kegiatan produktif adalah lahan yang mampu
mendukung keberhasilan kegiatan atau yang menguntungkan.
Ruang ekonomi yang sudah cukup banyak dimanfaatkan biasanya
terjadi pada kawasan yang menguntungkan dimana keuntungan
dapat menjadi insentif bagi masuknya pelaku usaha lain di kawasan
tersebut. Di sisi lain, kawasan dinilai menguntungkan apabila
penggunaan lahan di suatu kawasan diperuntukkan untuk bisnis.
Land use bisnis menimbulkan kemungkinan untuk memiliki atau
tidak memiliki lahan bagi usaha. Hal ini menjadi satu faktor yang
dipertimbangkan oleh pelaku usaha di dalam memilih suatu lokasi
usaha.
Dalam jangka panjang, vitalitas ekonomi akan terjamin apabila
kegiatan produksi tidak tergantung hanya pada suatu jenis usaha
tertentu atau didominasi oleh suatu jenis kegiatan produksi yang
terbatas. Apabila usaha yang dominan ini mengalami collapse, maka
sebagai akibatnya vitalitas ekonomi akan menurun. Dengan kata
lain, ketergantungan terhadap jenis usaha tertentu harus dikurangi
dan perlu ditingkatkan variasi jenis usaha yang ada. Semakin
bervariasi jenis usaha yang ada di dalam kawasan, semakin rendah
ketergantungan vitalitas ekonomi pada suatu jenis usaha.
Kontinyuitas usaha dapat ditinjau dari pangsa pasar yang dikuasai
oleh pengusaha-pengusaha. Apabila sebagian besar pangsa pasar

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 16


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

dikuasai oleh sejumlah kecil pengusaha, maka resiko kontinyuitas


usaha tinggi karena hanya tergantung pada sejumlah kecil
pengusaha. Biasanya perusahaan yang mempunyai pangsa pasar
yang tinggi merupakan perusahaan dengan skala yang relatif besar
sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Dari segi kualitas, kegiatan produksi dapat terjadi dengan lebih baik
apabila terjadi pertumbuhan usaha. Indikasi terjadinya
pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari peningkatan volume
penjualan atau volume usaha. Volume usaha/penjualan yang
semakin besar berarti tingkat kegiatan produksi juga semakin
meningkat. Namun yang perlu dicermati adalah bagimana
pertumbuhan ini dapat terjadi pada seluruh kegiatan ekonomi yang
ada di kawasan. Bila pertumbuhan hanya terjadi pada sebagian
kegiatan, maka pangsa pasar hanya dikuasai oleh sebagian kecil
pelaku ekonomi.
2) Variabel Vitalitas Ekonomi Sisi Konsumsi
Besarnya konsumsi yang dilakukan oleh seseorang ditentukan oleh
besarnya pendapatan yang diterima. Sebagian dari pendapatan
yang digunakan untuk membeli barang atau jasa akan merupakan
pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi ini akan menjadi
pendapatan pengusaha. Oleh karena itu, besarnya konsumsi atau
permintaan secara tidak langsung dapat diketahui dari pendapatan
pengusaha. Semakin besar pendapatan mencerminkan permintaan
yang semakin besar. Pada gilirannya permintaan ini menjadi
penggerak bagi vitalitas kegiatan ekonomi yang terjadi. Dengan
demikian, pendapatan usaha dapat menjadi variabel vitalitas
ekonomi.
Besar pendapatan usaha akan dipengaruhi pula oleh jumlah
konsumen. Semakin banyak jumlah konsumen berarti semakin besar
pembelian, sehingga memperbesar pendapatan usaha. Jumlah
konsumen dapat diprediksikan melalui jumlah penduduk. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa penduduk merupakan konsumen-
konsumen yang dapat menciptakan permintaan (riil dan potensial).
Namun demikian, jumlah penduduk tidak akan mampu meningkatkan
kegiatan ekonomi apabila penduduk tersebut tidak mempunyai
kemampuan akses kepada usaha-usaha yang menyediakan barang
atau jasa yang dibutuhkannya.
Konsep pembangunan ekonomi lokal menyatakan, bahwa
pembangunan ekonomi lokal harus mampu menciptakan lapangan
kerja dan diversifikasi basis ekonomi dan lapangan kerja. Kedua hal
ini pada gilirannya akan mendorong terciptanya stabilitas ekonomi
lokal yang lebih tinggi. Apabila dikaitkan dangan konsep
pembangunan ekonomi lokal tersebut, maka variabel-variabel
ekonomi yang dirumuskan di atas dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu:
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 17
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

i. Jobs Creation atau penyediaan lapangan kerja, mencakup variabel:


Jumlah Unit Usaha
Sifat Usaha
Intensitas Waktu Usaha
Harga (Lahan, properti, pajak, retribusi)
Pemanfaatan ruang ekonomi (space use)
Kebijakan peruntukan lahan (Land Use Policy)
ii. Diversifikasi Usaha
Pangsa Pasar
Pertumbuhan Usaha
Variasi Jenis Usaha
Land Use Bisnis
Jumlah Konsumen
Pendapatan (Usaha dan masyarakat)

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 18


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

b) Model Revitalisasi Pembangunan Ekonomi

PERMODALAN
PEMASARAN DIRECT (KREDIT USAHA)
PRODUK DEMAND
EXISTING

MANAJEMEN Pemberdayaan
USAHA
PENINGKATAN
PENYEDIAAN
KEGIATAN
LAPANGAN
DEMAND EKONOMI
KERJA
CREATION KAWASAN

PEMASARAN DERIVED
KAWASAN DEMAND INSENTIF NEW
USAHA ENTRANTS
PENINGKATAN STABILITAS
Menarik Masuk EKONOMI
Pajak KUALITAS SDM
Non Pajak
TRAINING

DIVERSIFIKASI
Ketrampilan Teknis KETRAMPILAN
Memulai dan
Mengelola Usaha DIVERSIFIKASI
USAHA
MENCIPTAKAN NEW
BENEFITS OF ENTRANTS
LOCATION
MENARIK
Ketrampilan Teknis DATANG
Memulai dan Mengelola Usaha KONSUMEN

MODEL REVITALISASI EKONOMI LOKAL


KAWASAN REVITALISASI EM-/PEMANTAPAN/FINAL REPORT/BAB3/MODEL REV EKO LOK KAW REV.CDR

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 19


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

9. Pembangunan Perkotaan
a. Teori Makro Perencanaan Kota :
Suatu perencanaan kota
bagaimanapun kompleksnya tanpa
arti sosial tak akan bisa
dilaksanakan apalagi ditingkatkan
mutunya. Karena itu diperlukan
kajian sosial yang sangat mendalam sebelum ada keputusan bersama
masyarakat.
Perencanaan kota harus mampu memerankan diri sebagai suatu alat
yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan perkotaan secara
komprehensif. Perencanaan kota secara menyeluruh tak langsung
diterapkan melalui perangkat hukum yang hanya dipakai sebagai
penunjang.
Banyak paket pembangunan kota di Indonesia mulai menciptakan pulau-
pulau pertahanan (defended islands) yang dibentuk melalui sistem
pengkavlingan. Antarkavling tidak dapat diakses secara fisikal. Ia menjadi
pulau - pulau tersendiri yang hanya bisa dicapai setelah keluar ke jalan
besar dan berputar balik.
Selain memberi beban transportasi pada jalan, lingkungan pedestrian
yang menerus untuk merangkai kawasan finansial dan perkantoran
menjadi sebuah impian yang amat sulit diciptakan. Dalam hal ini perlunya
penghilangan sistem kavling.

b. Tantangan Pengelolaan Pembangunan Perkotaan


Tingkat urbanisasi yang tinggi, mengharuskan pemerintah mengantisipasi
kebutuhan bagi prasarana perkotaan baru serta pemberian pelayanan.
Pengelolaan pembangunan perkotaan memainkan peran yang kian
meningkat dalam perencanaan, pemrograman dan pemantauan
pembangunan perkotaan. Tanggung jawab pemerintah daerah dalam
pengelolaan perkotaan serta pelaksanaan petunjuk kebijaksanaan
diharapkan untuk meningkatkan lebih lanjut dalam konteks
desentralisasi.

c. Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Konteks Perkotaan


Peran sektor swasta dalam pembangunan perkotaan menjadi semakin
penting dalam dekade terakhir ini, dan proses ini dapat dilihat untuk
mengambil kecepatan yang lebih, sebagian besar dipacu oleh
pertimbangan keuangan. Namun, sebagian besar orang akan setuju
setidaknya pada 5 (lima) cakupan wilayah dimana campur tangan
pemerintah masih diperlukan atau sangat diperlukan:
1) Pengaturan kegiatan sektor swasta, untuk melindungi penduduk,
usaha kecil yang potensial, lingkungan, serta tujuan perencanaan yang
diinginkan.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 20


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

2) Memberdayakan layanan umum dalam kasus dimana sektor swasta


juga tidak menyediakan sama sekali, atau tidak melengkapi dengan
cara yang memuaskan kepada masyarakat secara keseluruhan.
3) Menjalankan fungsi pembangunan: terlepas dari penyediaan langsung
prasarana dan jasa, pemerintah mungkin menggunakan sumber daya
sebagai alat untuk memacu pembangunan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja oleh sektor swasta. Fungsi pembangunan ini dapat
mencakup koordinasi kegiatan pembangunan, penerapan kekuatan
peraturan untuk merangsang usaha baru, serta penggunaan secara
selektif pengetahuan untuk menggunakan sumber daya dari sektor
swasta.
N.B : Pada dasarnya ini merupakan peran pemerintah daerah, tapi
pemerintahan yang lehih tinggi tingkatannya dapat juga terlibat.
4) Mencapai Pemerataan Pendapatan dan Kekayaan: jenis layanan yang
diberikan pengelola perkotaan dapat menimbulkan implikasi penting
terhadap pemerataan kekayaan. Instrumen utama untuk ini adalah
pajak dan retribusi. Juga kerangka-kerangka hukum dalam menjamin
hal ini: peraturan perlindungan terhadap orang miskin, hak buruh,
penguasaan tanah, serta undang-undang untuk memperkuat tujuan
perencanaan.
5) Menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat,

Pembatasan daerah di atas dalam strategi pembangunan perkotaan


dapat dirancang. Dalam bentuk langkah praktis pemerintah kota
menghadapi masalah utama berikut:
memperkuat daya saing ekonomi
mengentaskan kemiskinan
meningkatkan kualitas lingkungan;
meningkatkan pemerintahan;
mengembangkan keterkaitan kota-desa;
pengembangan sumber daya manusia; dan
pengembangan lingkungan budaya dan konservasi
peninggalan/warisan sejarah.

d. Memperkuat Daya Saing Ekonomi


Daya saing dan kinerja perkotaan akan sangat menentukan prospek
ekonomi suatu negara. Kota yang efisien menghasilkan sebagian besar
pertumbuhan ekonomi yang diperlukan bagi kesejahteraan masa datang.
Kota yang kinerjanya bagus akan menarik dunia usaha dan investasi
dengan menanamkan lingkungan kerja yang produktif. Sebaliknya,
prasarana yang tidak memadai dan ketinggalan akan menghambat roda
ekonomi serta menciptakan masalah sosial dan lingkungan yang parah
bila terlambat atau tidak ditangani sepenuhnya.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 21


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

e. Meningkatkan Kualitas Lingkungan


Urbanisasi yang cepat menyebabkan tekanan terhadap sumber daya dan
lingkungan serta dengan nyata meningkatkan resiko kerusakan
lingkungan. Sebagai contoh, peningkatan yang besar daerah terbangun di
dalam dan di sekitar kota mengurangi daerah tangkapan air yang dalam
batas tertentu dapat menyebabkan banjir tahunan; air minum yang
diambil dari sumur dangkal tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi;
bangunan rumah liar pada lereng yang terjal menyebabkan tanah
longsor; pembangunan pemukiman yang padat pada daerah kumuh
ditambah lagi dengan sambungan listrik yang tidak baik berperan
terhadap bahaya kebakaran. Sebagian besar penduduk miskin di
perkotaan mengalami kondisi tersebut.

Kota-kota yang berusaha mengatasi masalah tersebut dan menjaga


kebersihan, relatif aman dari bencana dan lebih menjamin untuk dihuni,
akan mendapatkan keuntungan dalam orang-orang dan bisnis yang
mereka perlukan pada masa mendatang.

f. Peningkatan Kinerja Pemerintah


Proses desentralisasi dapat membantu merubah pemerintahan kota yang
lemah menjadi lebih responsif, dapat diandalkan, serta sistem
managemen dan administrasi yang transparan. Namun, desentralisasi
pada dasarnya dipacu oleh kebutuhan. Kota yang paling berhasil adalah
yang mengambil inisiatif dalam menggali potensi pembangunan,
mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat, dan menjadi lebih
tanggap terhadap masyarakat pelaku ekonomi (pengusaha dan investor).
Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk
memberdayakan pemerintah daerah melalui pengembangan
kelembagaan, program pemberdayaan, perberlakuan undang-undang,
petunjuk dan aturan pendukung, kemitraan swasta masyarakat, serta
pendekatan partisipasi. Namun, pendekatan tersebut masih terbatas
cakupannya dan berjalan dengan lambat.

g. Pembangunan Lingkungan Budaya dan Konservasi Warisan Sejarah


Kawasan-kawasan di kawasan perencanaan pada umumnya memiliki
potensi alam dan sosial budaya yang sangat kaya dan sampai saat ini
masih sangat terpelihara dengan baik terhadap pengaruh pembangunan
perkotaan.
Karya-karya " Lingkungan yang terbangun" tersebut antara lain:
1) Warisan Sejarah: urban design, koridor jalur transportasi, rangkaian
potensi alam, rangkaian kondisi alam warisan budaya
2) Arsitektur, ruang, street, lansekap, pohon, tebing, coral, pantai yang
unik.

Pada lingkungan masyarakat di sekitar kawasan perencanaan terdapat


suatu sistem nilai yang dapat berjalan secara harmonis dalam kondisi
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 22
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

alam yang ada, dengan tetap menghormati tempat-tempat dan


bangunan sejarah.

h. Kebijakan Pemerintah Sekarang


Berdasarkan tujuan kebijakan sekarang merumuskan beberapa tujuan
dan strategi pengelolaan perkotaan yang utama yaitu :
1) Mengupayakan pembangunan yang berkesinambungan melalui
perencanaan sumber daya yang lebih baik, pertumbuhan antar daerah
yang berimbang, keterkaitan desa-kota, dan keterkaitan pembangunan
sosial dan ekonomi yang serasi. Keterpaduan antara daerah-daerah ini
memerlukan ukuran, fungsi, potensi serta faktor-faktor lainnya.
2) Pengentasan kemiskinan dicapai dengan meningkatkan kemampuan
ekonomi dan produktivitas perkotaan melalui percepatan penyediaan
infrastruktur dan layanan jasa, dan juga merangsang investasi pihak
swasta dan partisipasi aktif masyarakat;
3) Proses desentralisasi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab
dicapai dengan penguatan kemampuan sumber daya manusia:
4) Aturan-aturan mengenai pengelolaan perkotaan akan ditingkatkan dan
dikembangkan sejalan dengan kondisi daerah;
5) Kemampuan instansi dan keuangan kota akan ditingkatkan dengan
pengukuran struktur pengelolaan dan deskripsi kerja yang cocok; dan
6) Perbaikan kualitas fisik, lingkungan dan sosial-ekonomi melalui
pengelolaan sektor dan antar-sektor perkotaan yang transparan.

Program Aksi dan Prioritas bagi kebijakan sekarang menyebutkan tujuan-


tujuan berikut:
Pembangunan perkotaan yang merata didasarkan pada otonomi
daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Peran sektor swasta dan masyarakat yang meningkat dan lebih baik
seperti juga kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat dalam pembangunan perkotaan.
Pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, ekonomi, budaya dan keamanan
bagi penduduk kota.
Meningkatnya peran kota dalam pembangunan regional, nasional dan
internasional.
Pembangunan perkotaan yang lebih efektif, efisien, berorientasi
lingkungan dan berkesinambungan.

10. Pemberdayaan
A. Prinsip, Tujuan, Dan Kendala Pelibatan Masyarakat
a. Prinsip Pelibatan Masyarakat
1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku.
2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator.
3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai
kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 23


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

4. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap


menegakkan etika.
5. Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.
b. Tujuan Pelibatan Masyarakat dalam Penyusunan Perencanaan
Strategis Kawasan
1. Menumbuhkembangkan semangat akuntabilitas atau kesadaran
atas hak dan kewajiban masyarakat dan stakeholder lainnya dalam
memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
2. Meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan bahwa
masyarakat bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi justru
merekalah pelaku dan pemanfaat utama yang seharusnya terlibat
dari proses awal sampai akhir dalam memanfaatkan ruang.
3. Mendorong masyarakat dan civil society organization atau
lembaga swadaya masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat
dalam memanfaatkan ruang.
c. Kendala Peran Masyarakat dalam Penyusunan Perencanaan Strategis
Kawasan
1. Rendahnya pendidikan, pemahaman, kesadaran implementatif,
konsistensi, dan komitmen di kalangan masyarakat akan peran
yang seharusnya dapat dilakukan.
2. Kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berorientasi
kepada masyarakat dan belum tingginya kesungguhan pemerintah
dalam mendukung dan mengalokasikan resources dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
3. Kurang terbukanya para pelaku pembangunan (masih adanya gap
feeling) dalam menyelenggarakan proses Penyusunan
Perencanaan Strategis Kawasan.
4. Masih rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan
informasi tentang akuntabilitas dari program Penyusunan
Perencanaan Strategis Kawasan yang diselenggarakan.
5. Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi
kepentingan bersama (common interest), akan tetapi dalam
prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini
ditunjukkan dimana pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan
konsultasi dengan masyarakat, akan tetapi masyarakat merasa
tidak cukup hanya dengan proses tersebut karena mereka
menginginkan setiap keputusan yang diambil melibatkan mereka.
6. Masih sedikitnya produk pengaturan yang mengacu paradigma
yang menempatkan komunitas sebagai subyek atau pelaku
pembangunan.

B. Keterlibatan Masyarakat dalam Tahapan Perencanaan Tata Ruang


Pemanfaatan ruang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah, swasta atau masyarakat, baik secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama. Pemanfaatan ruang oleh masyarakat dapat dilakukan
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 24
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

secara orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,


kelompok profesi, kelompok minat, dan badan hukum. Komponen-
komponen tersebut adalah stakeholder dalam pemanfaatan ruang.

Secara kategoris, stakeholder dalam tahap perencanaan tata ruang ruang


dapat dikelompokkan menjadi:
1. Stakeholder yang berwenang mengambil/membuat kebijakan.
2. Stakeholder yang terkena dampak dari kebijakan.
3. Stakeholder yang mengawasi kebijakan.
4. Stakeholder kelompok interest dan presure group yang terkait
kebijakan.
5. Stakeholder yang mempunyai kepentingan agar kegiatan atau
kebijakannya berjalan.

11. Infrastruktur yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan


a) Pembangunan Berkelanjutan
Pelaksanaan pembangunan selalu memiliki dua sisi yang berbeda. Di
satu sisi, pembangunan dilaksanakan bertujuan untuk memberikan
kemakmuran sebesar-besarnya bagi manusia, tetapi di sisi lain dampak
negatif dari pembangunan dapat menyebabkan turunnya kualitas hidup
manusia. Hal ini menjadi salah satu landasan pemikiran sehingga lahirlah
kesadaran bersama antar negara-negara di dunia untuk melaksanakan
suatu konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).
Pembangunan yang berkelanjutan merupakan pola pengelolaan sumber
daya alam yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia sekaligus
melestarikan lingkungan alam sehingga kebutuhan manusia tersebut
tidak hanya dapat terpenuhi saat ini namun juga di masa yang akan
datang.

Gambar 3.4. Skema pembangunan berkelanjutan: keseimbangan antara faktor lingkungan,


sosial dan ekonomi.

Sejak Tahun 1982, konsep Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia


sudah mulai menjadi pertimbangan pelaksanaan pembangunan dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 25
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

kemudian disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun


1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai upaya sadar dan terencana,
yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan

Dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup, diatur


pelaksanaan proses evaluasi alternatif rencana pembangunan melalui
beberapa tahap penyaringan dimana suatu rencana pembangunan
harus dapat memadai secara lingkungan, ekonomi, dan sosial (gambar
di atas). Dengan ditetapkannya peraturan perundangan tentang
lingkungan hidup, seluruh pelaksanaan pembangunan nasional di
Indonesia adalah obyek bagi penerapan pembangunan yang
berwawasan lingkungan.

b) Pemanasan Global
Dewasa ini mulai berkembang kesadaran masyarakat dunia mengenai
terjadinya perubahan iklim secara global akibat pemanasan global
(global warming). Dampak perubahan iklim global semakin mendorong
para pemimpin dunia untuk menjadikan pelestarian lingkungan hidup
sebagai salah satu pertimbangan utama dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan pembangunan. Pada tahun 1992, sebanyak 191
negara tergabung dalam sebuah forum UNFCCC (United Nation
Framework Convention in Climate Change) memulai mencari solusi yang
dapat dilakukan untuk mengurangi pemanasan global dan
mengantisipasi kenaikan suhu yang tidak bisa dihindarkan. Aturan main
dalam rangka mengantisipasi pemanasan global telah disusun dan
disepakati bersama. Protokol Kyoto (1997) adalah perjanjian
internasional yang menetapkan target mengurangi emisi gas utama
penyebab efek rumah kaca. Lebih dari 130 negara telah menyetujui
Protokol Kyoto yang mengikat negara-negara pesertanya secara hukum.
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi perjanjian ini.
Indonesia sebagai bagian dari komunitas global, ikut berperan serta
dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dilihat dari sudut
pandang pembangunan infrastruktur, pembangunan berwawasan
lingkungan telah diterapkan dalam proses pembangunan elemen-
elemen infrastruktur melalui upaya penyaringan dan evaluasi alternatif
rencana, pengembangan, serta pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan.

c) Kebijakan Pembangunan Infrastruktur


Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional diperlukan suatu
kebijakan yang tepat kaitannya dalam peningkatan efektivitas kinerja
infrastruktur termasuk pertimbangan terhadap lingkungan dalam
mengurangi dampat negatif pembangunan infrastruktur.
PT. WISWAKHARMAN Bab III- 26
Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

d) Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim


Infrastruktur yang dibangun dewasa ini telah memperhatikan aspek
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Rencana pembangunan
infrastruktur disusun melalui proses-proses penyaringan lingkungan,
sosial dan ekonomi yang didukung oleh aplikasi teknologi modern yang
berdaya guna.
Usaha mitigasi dan adaptasi perubahan iklim juga dilakukan melalui
inovasi teknik dengan prinsip dasar "reducereuserecyclereproduce"
dari penggunaan bahan material yang selama ini biasa digunakan demi
menjaga keselamatan lingkungan.
Aspek adaptasi pembangunan infrastruktur antara lain melalui
perencanaan jaringan yang memenuhi standar teknis yang hemat energi
serta berwawasan lingkungan. Penyelenggaraan infrastruktur yang
ramah lingkungan akan mendukung upaya antisipasi dampak perubahan
iklim. Upaya lainnya dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim
yaitu: mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan melalui pelebaran
jalan, pembangunan jalan baru, dan fly-over serta penyusunan studi
lingkungan untuk setiap tahapan pembangunan jalan dan melakukan
penerapan/rekomendasi di dalam implementasinya.

Contoh : Penerapan pertimbangan lingkungan dalam seluruh tahap


siklus proyek pembangunan jalan (gambar di bawah) memuat kegiatan-
kegiatan antara lain yaitu:
- Kajian lingkungan strategik dalam perumusan rencana jaringan jalan.
- Penetapan alinyemen jalan yang layak teknis, ekonomi dan
lingkungan.
- Penyaringan lingkungan.
- Pelingkupan isu lingkungan, penyusunan dokumen AMDAL/UKL-UPL
sampai implementasi.
- Perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi jalan yang ramah
lingkungan
- Pemanfaatan jalan yang tertib aman dan nyaman
- Evaluasi kinerja jalan dan upaya perbaikan secara berkesinambungan

Gambar 3.4. Pertimbangan Lingkungan


Pada Siklus Proyek Pembangunan Jalan

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 27


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Strategi Adaptasi
Contoh strategi adaptasi yang perlu diperhatikan dalam
membangun dan memelihara jalan antara lain adalah; membangun
penahan konstruksi/penguatan tebing jalan/perkuatan
lereng/sliding pada lokasi yang diakibatkan adanya erosi/abrasi.
Penguatan tebing jalan, dapat dilakukan misalnya; dengan cara
penanaman rumput vetifer. Pelaksanaan perbaikan jalan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan pemakaian daur ulang aspal
(asphalt recycling method, Gambar dibawah.).

Gambar 3.5. Rumput Vetifer

Gambar 3.6. Asphalt Recycling

Pembangunan drainase jalan yang baik, merupakan bagian dari


perlindungan fungsi jalan dari genangan/banjir. Rencana
pembangunan jalan dan jembatan dilakukan pada kawasan aman
yang tidak rentan terhadap dampak banjir, kenaikan muka air laut
dan bencana iklim lainnya sesuai rencana tata ruang wilayah. Salah
satu upaya penanganan dampak banjir yang disebabkan oleh aliran
air permukaan dari badan jalan adalah menata pola aliran air
(saluran drainase) dan penghijauan (penutupan permukaan tanah di
RUMIJA/ RUWASJA) agar aliran permukaan dapat langsung terserap
dalam tanah. Cara ini adalah bagian dari sistem pengendalian banjir
terpadu.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 28


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

Strategi Mitigasi
Contoh strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu; menghindari
pembangunan jalan yang melewati kawasan lindung, menyusun
konsep jaringan transportasi jalan yang sudah mempertimbangkan
pengurangan kemacetan dan emisi kendaraan bermotor pada
kawasan perkotaan, membangun jalur pedestrian dan sepeda serta
memanfaatkan sebagian lahan RUMIJA untuk kebutuhan
penghijauan.
Manfaat yang bisa diperoleh dari penanaman pohon di tepi jalan,
selain memberi keteduhan yang membuat pengendara lebih rileks,
pohon yang ada juga membantu menyerap karbondioksida serta
menjadi tempat resapan air di saat hujan. Sasaran dari Kegiatan
Penghijauan di kegiatan jalan adalah: terciptanya jalan yang di
peruntukan bagi kenyamanan, menciptakan lingkungan yang indah
dan mengurangi pencemaran udara dan perubahan iklim (climate
change). Manfaat lainnya yakni kebisingan lalu lintas kendaraan
dapat diredam oleh keberadaan pohon-pohon yang ada sehingga
tidak mengganggu masyarakat yang bermukim di sisi jalan.

Dalam rangka menunjang Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan


Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-MAPI), maka perlu direkomendasikan
kegiatan riset di bidang jalan yang masuk dalam Agenda Riset
Nasional pada periode yang akan datang adalah sebagai berikut :
- Pemanfaatan tanaman rumput vetifer dalam mencegah longsoran
badan jalan.
- Pemilihan tanaman lokal yang dapat meredam kebisingan dan
polusi asap kendaraan bermotor daerah permukiman di tepi jalan
bebas hambatan/tol.
- Penerapan area pejalan kaki (pedestrianisation) di pusat-pusat
kegiatan perkotaan dalam rangka mengurangi polusi asap
kendaraan bermotor.

Pembangunan infrastruktur Jaringan jalan sebagai prasarana


distribusi harus dapat memberikan pelayanan transportasi secara
efisien (lancar), aman (selamat) dan nyaman. Untuk itu infrastruktur
jaringan jalan harus dapat memfasilitasi peningkatan mobilitas dan
produktifitas masyarakat sekaligus juga memberikan pelestarian
lingkungan alam sehingga pembangunan infrastruktur tersebut akan
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan infrastruktur jaringan jalan harus dilakukan secara
terpadu dengan sektor-sektor lain dan diantara wilayah yang
berdekatan sebagai bagian dari komitmen pengembangan wilayah
nasional secara menyeluruh.
Pengelolaan lingkungan hidup di bidang jalan diharapkan dapat
meningkat bagi semua pemangku kepentingan terkait sehingga
akhirnya akan meningkatkan standard mutu lingkungan infrastruktur

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 29


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561
LAPORAN PENDAHULUAN
RTBL Kawasan Yos Sudarso, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara

jaringan jalan. Selanjutnya hal ini perlu ditunjang pula dengan


peningkatan kapasitas institusional termasuk peningkatan kapasitas
sumber daya manusianya.

3.2. METODOLOGI
Dalam memanajemen pekerjaan, Konsultan menuangkan alur kerangka pikir dan
kerja ke dalam bentuk Diagram Inti Pendekatan dan Metodologi RTBL maupun
Diagram Detail Pendekatan dan Metodologi RTBL, dimana dalam alur pikir dan
kerja ini terstruktur 3 garis linier untuk memanajemen dan mengkoordinasikan
langka-langkah kerja dalam proses penyusunan Laporan Pendahuluan hingga Laporan
Akhir agar menghasilkan produk kerja tepat sasaran, tepat kualitas, tepat mutu dan
tepat waktu.
3 struktur garis linier yang saling terintegrasi ini adalah:
1. Garis proses penyusunan perbup/perwal,
2. Garis proses penyusunan dokumen teknis tata bangunan dan lingkungan
kawasan/RTBL
3. Garis proses kegiatan manajemen dan koordinasi pekerjaan RTBL
Dalam menyelesaikan pekerjaan, Konsultan menuangkan alur kerangka pikir dan
kerja ke dalam 10 langkah kerja yang masing-masing terdefinisi atas beberapa
lingkup kerja yang strategis seperti berikut:
I. Latar Belakang dan Persiapan
II. Survei Lokasi, Batasan Kawasan, Pendataan dan Rumusan Potensi Masalah
III. - Analisis Kawasan Wilayah Perencanaan
- Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Masyarakat
IV. Konsep Program Bangunan dan Lingkungan
V. Rencana Umum, Panduan Rancangan dan DED Prioritas
VI. Rencana Investasi
VII. Ketentuan Pengendalian Rencana
VIII. Ketentuan dan Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
IX. Peraturan Bupati/Walikota
X. Proses Legalisasi

Berikut adalah uraian tiap langkahnya.

PT. WISWAKHARMAN Bab III- 30


Jl. Bukit Tenis, No. 4 Bukit Sari, Semarang
Telp. (024) 7463033; Fax. (024) 7474561

Anda mungkin juga menyukai