Anda di halaman 1dari 21

PERAN PANCASILA BAGI GENERASI MUDA/MILLENIAL DALAM

MEMBANGUN RASA PERSATUAN

1. Siapakah Generasi Muda/Millenial ?


Siapa Generasi Milenial Pengelompokan generasi dalam dunia kerja akan muncul
mengikuti perkembangan manajemen sumber daya manusia. Penelitian tentang perbedaan
generasi ini pertama kali dilakukan oleh Manheim (1952). Menurut Manheim generasi adalah
suatu konstruksi sosial yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan
umur dan pengalaman historis yang sama. Individu yang menjadi bagian dari satu generasi, adalah
mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang waktu 20 tahun dan berada dalam
dimensi sosial dan dimensi sejarah yang sama. Definisi tersebut secara spesifik juga dikembangkan
oleh Ryder (1965) yang mengatakan bahwa generasi adalah agregat dari sekelompok individu yang
mengalami peristiwa-peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Teori tentang
perbedaan generasi dipopulerkan oleh Neil Howe dan William Strauss pada tahun 1991. Howe dan
Strauss membagi generasi berdasarkan kesamaan rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian-
kejadian historis. Peneliti-peneliti lain juga melakukan pembagian generasi dengan label yang
berbeda-beda, namun secara umum memiliki makna yang sama. Selanjutnya menurut menurut
peneliti Kupperschmidt (2000) generasi adalah sekelompok individu yang mengidentifikasi
kelompoknya berdasarkan kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi, dan kejadian-kejadian dalam
kehidupan kelompok individu tersebut yang memiliki pengaruh signifikan dalam fase
pertumbuhan mereka.
Untuk mengetahui siapakah generasi milenial diperlukan kajian literatur dari berbagai
sumber yang merupakan pendapat beberapa peneliti berdasarkan rentang tahun kelahiran. Istilah
milenial pertama kali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya yang berjudul
Millennials Rising: The Next Great Generation (2000). Mereka menciptakan istilah ini tahun 1987,
yaitu pada saat anak-anak yang lahir pada tahun 1982 masuk pra-sekolah. Saat itu media mulai
menyebut sebagai kelompok yang terhubung ke milenium baru di saat lulus SMA di tahun 2000.
Pendapat lain menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between
the Greatest Generation and the Baby Boom (2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir
dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001. Jika didasarkan pada Generation Theory yang
dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir
pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi milenial juga disebut sebagai generasi Y.
Istilah ini mulai dikenal dan dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus
1993.

2. Ciri-ciri Generasi Milenial


Pada saat bonus demografi terjadi, generasi milenial yang merupakan penduduk terbesar
usia produktif memegang peranan penting. Untuk itu dalam memaksimalkan bonus demografi
dapat dilakukan melalui potensi para generasi milenial tersebut. Memasuki dunia kerja, para
milenials nantinya akan memiliki bermacam-macam profesi, namun secara umum generasi
milenial memiliki karakteristik yang berbeda dari beberapa generasi sebelumnya (generasi X,
generasi babby boom, dan generasi veteran). Untuk memaksimalkan potensi generasi milenial
tersebut perlu memahami karakteristik yang dimiliki. Dengan memahami karakteristik milenials
akan memiliki urgensi tersendiri pada masa-masa bonus demografi. Terlebih lagi jika melihat
kondisi Indonesia yang sudah memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), artinya persaingan
tenaga kerja bukan hanya antar warga negara Indonesia saja, melainkan juga dengan warga negara
asing, maka mengembangkan kompetensi, meningkatkan produktifitas, dan mengedukasi tenaga
kerja lokal menjadi mutlak harus dipenuhi. Dibandingkan generasi sebelumnya, generasi milenial
memiliki karakter unik berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Salah satu ciri utama
generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi,
media, dan teknologi digital. Karena dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial
memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif. Dibandingkan generasi
sebelumnya, mereka lebih berteman baik dengan teknologi. Generasi ini merupakan generasi yang
melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Bukti nyata yang dapat diamati adalah
hampir seluruh individu dalam generasi tersebut memilih menggunakan ponsel pintar. Dengan
menggunakan perangkat tersebut para millennials dapat menjadi individu yang lebih produktif dan
efisien. Dari perangkat tersebut mereka mampu melakukan apapun dari sekadar berkirim pesan
singkat, mengakses situs pendidikan, bertransaksi bisnis online, hingga memesan jasa transportasi
online. Oleh karena itu, mereka mampu menciptakan berbagai peluang baru seiring dengan
perkembangan teknologi yang kian mutakhir. Generasi ini mempunyai karakteristik komunikasi
yang terbuka, pengguna media sosial yang fanatik, kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, serta lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi. Sehingga,
mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya. Hasil
studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun
2011 di Amerika Serikat tentang generasi milenial USA adalah sebagai berikut;
1. Minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena Generasi Y lebih memilih
membaca lewat smartphone mereka
2. Millennial wajib memiliki akun sosial media sebagai alat komunikasi dan pusat informasi
3. Millennial pasti lebih memilih ponsel daripada televisi. Menonton sebuah acara televisi kini
sudah tidak lagi menjadi sebuah hiburan karena apapun bisa mereka temukan di telepon genggam
4. Millennial menjadikan keluarga sebagai pusat pertimbangan dan pengambil keputusan mereka
Generasi milenial memiliki peluang dan kesempatan berinovasi yang sangat luas.
Terciptanya ekosistem digital berhasil menciptakan beraneka ragam bidang usaha tumbuh
menjamur di Indonesia. Terbukti dengan semakin menjamurnya perusahaan/usaha online, baik di
sektor perdagangan maupun transportasi. Dengan inovasi ini, generasi milenial Indonesia berhasil
menciptakan sebuah solusi untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar dengan transportasi
onlinenya, terutama DKI Jakarta. Selain itu mereka berhasil memberi dampak ekonomi yang besar
bagi tukang ojek yang terlibat di dalamnya. Sementara kehadiran bisnis e-commerce karya
millennials Indonesia mampu memfasilitasi millennials yang memiliki jiwa wirausaha untuk
semakin berkembang. Berbagai contoh inovasi inilah yang membuktikan bahwa generasi
millennials Indonesia mampu mewujudkan kemandirian secara ekonomi. Dari sisi pendidikan,
generasi milenial juga memiliki kualitas yang lebih unggul. Generasi ini juga mempunyai minat
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka menyadari bahwa pendidikan
merupakan prioritas yang utama. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia patut optimistis terhadap
berbagai potensi yang dimiliki oleh generasi milenial. Pola pikir yang terbuka, bebas, kritis, dan
berani adalah suatu modal yang berharga. Ditambah penguasaan dalam bidang teknologi, tentu
akan menumbuhkan peluang dan kesempatan berinovasi. Menurut Yoris Sebastian dalam bukunya
Generasi Langgas Millennials Indonesia, ada beberapa keunggulan dari generasi milenial, yaitu
ingin serba cepat, mudah berpindah pekerjaan dalam waktu singkat, kreatif, dinamis, melek
teknologi, dekat dengan media sosial, dan sebagainya.
Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah serta pandangan hidup bangsa,
yang di dalamnya terkandung nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Selain itu Pancasila
sebagai ideologi terbuka setidaknya memiliki dua dimensi nilainilai, yaitu nilai-nilai ideal dan
aktual. Namun nilai-nilai itu kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa globalisasi,
sehingga berdampak terjadinya pergeseran peradapan, yang juga membawa perubahan pemaknaan
dan positioning Pancasila (Sultan Hamengku Buwono X, Kongres Pancasila IV, UGM 2012).
Pengaruh-pengaruh budaya asing akan bisa dihindari jika kita generasi muda mampu menyaring
budaya asing dengan menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar acuan dalm kehidupan kita.
Pancasila yang memiliki semboyan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, dengan pluralisme dan
multikulturalisme yang harus disatukan oleh “rasa bersama” dalam idiom nation-state berikut
semangat nasionalisme yang menyertainya. Sri Edi Swasono berpendapat, nasionalisme
menegaskan bahwa kepentingan nasional harus diutamakan, tanpa mengabaikan tanggung jawab
global. Dengan demikian Pancasila memiliki makna yang berbeda akan tetapi tetap satu, banyak
ragam tetapi tetap mewujudkan persatuan. Seperti halnya yang dituliskan oleh Empu Tantular:
“Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa”. Menunjukan bahwa Pancasila merupakan
alat persatuan dari keanegaraman yang ada di negara Indonesia, multikultural dan juga pluralistik
bangsa Indonesia. Tan Hana Darma Mangrwa menurut Empu Tantular adalah tidak ada kewajiban
yang mendua, artinya hanya demi bangsa dan negara. Inilah wujud loyalitas yang diharapakan dari
semboyan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa”. Loyalitas pada bangsa dan Negara
Indonesia, rasa nasionalisme dan patriotism terhadap bangsa dan negara Indonesia. Selanjutnya
Sri Edi Swasono mengatakan, bahwa bila pemuda-pemudi Indonesia tidak mampu berwawasan
Nusantara, tidak tahu tanah airnya sendiri, tidak tahu sabang merauke dan keanekaragaman di
dalamnya, maka ini merupakan cacat embrional bagi nasionalisme Indonesia. Paham nasionalisme
muncul sekitar tahun 1779 dan mulai dominan di Eropa pada tahun 1830. Revolusi Perancis pada
akhir abad ke-18 sangat besar pengaruhnya berkembangnya gagasan nasionalisme tersebut.
Sedangkan nasionalisme Indonesia adalah suatu gerakan kebangsaan yang timbul pada bangsa
Indonesia untuk menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sejak 4 abad ke-19 dan ke-
20, muncul benih-benih nasionalisme. Nasionalisme berasal dari kata „nation‟ yang berarti
bangsa. Terkadang kata “nasionalisme” itu sendiri telah sering disalahartikan oleh masyarakat.
Nasionalisme sering diartikan sebagai sebagai paham chauvinisme yang berarti paham yang
merendahkan bangsa lain dan menjunjung tinggi bangsa sendiri dengan cara yang berlebihan.
Persepsi yang salah tentang kata “nasionalisme” perlu mendapat tanggapan dari masyarakat itu
sendiri karena nasionalisme dapat menghantarkan dan menjadikan suatu bangsa tersebut menjadi
bangsa yang besar. Seperti pepatah mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat
menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Pepatah tersebut menjelaskan arti kata “nasionalisme” yang
sebenarnya, apapun tantangan dan hambatanya bangsa dan negara sendiri yang utama.
Nasionalisme yang benar mengutamakan kepentingan nasional tanpa mengabaikan tanggung
jawab global. Di samping beberapa pendapat di atas tentang nasionalisme, berikut ini beberapa
pengertian nasionalisme dari beberapa tokoh. Menurut Ernest Renan, nasionalisme adalah
kehendak untuk bersatu dan bernegara. Sedangkan Otto Bauer mengatakan bahwa nasionalisme
adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib. Dari kedua
pendapat tersebut bisa diambil suatu kesimpulan, di dalam nasionalisme terkandung suatu makna
kesatuan dan cinta tanah air, mencintai bangsa dan negara dengan mewujudkan persatuan bangsa
dari berbagai ragam perbedaan. Sementara itu dilihat dari asal usul katanya, kata globalisasi
diambil dari kata global yang maknanya universal. Selama ini globalisasi belum memiliki makna
yang baku, selama ini makna globalisasi tergantung dari mana orang memandang. Akan tetapi
secara umum globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, budaya dan bentuk-bentuk interaksi yang lain. Globalisasi juga diartikan
suatu fenomena di mana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai
perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang iptek maka
manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan
berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia. 5 Merujuk pada UU No. 40/2009 tentang
Kepemudaan, generasi muda atau pemuda didefinisikan sebagai “Warga negara Indonesia yang
memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai
30 (tiga puluh) tahun”. Sementara itu dalam konteks demografi dan antropologis, generasi muda
dibagi ke dalam usia persiapan masuk dunia kerja, atau usia produktif antara 15-40 tahun. Saat ini
terdapat 40.234.823 penduduk Indonesia masuk dalam kategori generasi muda. Sementara dari
sudut pandang sosial budaya. Generasi muda dari sudut pandang ini memiliki sifat majemuk
dengan aneka ragam etnis, agama, ekonomi, domisili, dan bahasa. Mereka memiliki ciri ekosistem
kehidupan yang terbagi ke dalam masyarakat nelayan, petani, pertambangan, perdagangan,
perkantoran dan sebagainya. Sedangkan pada Pasal 7 dan Pasal 8, pelayanan kepemudaan
diarahkan untuk menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan semangat
profesionalitas; dan meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam membangun dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan pada Pasal 8, disebutkan bahwa strategi pelayanan
kepemudaan adalah bela negara; kompetisi dan apresiasi pemuda; peningkatan dan perluasan
memperoleh peluang kerja sesuai potensi dan keahlian yang dimiliki; dan pemberian kesempatan
yang sama untuk berekspresi, beraktivitas, dan berorganisasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. peningkatan kapasitas dan kompetensi pemuda; pendampingan pemuda;
perluasan kesempatan memperoleh dan meningkatkan pendidikan serta keterampilan; dan
penyiapan kader pemuda dalam menjalankan fungsi advokasi dan mediasi yang dibutuhkan
lingkungannya. Dari beberapa landasan teori di atas maka di sini penulis akan mencoba
menganalisa sejauh mana peranan Pancasila dalam menumbuhkan nilai-nilai nasionalisme di
kalangan generasi muda di era global.
Pancasila sejak masa Orde Baru runtuh sampai sekarang ini dianggap sebelah mata oleh
masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan telah
melanggar nilai-nilai dari Pancasila. Penyimpangan terbesar dan yang paling sulit untuk dibasmi
adalah masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), masalah yang seolah-olah sudah menjadi
penyakit mendarah daging di Indonesia ini. KKN dilakukan karena kurang adanya 6 rasa
nasionalisme dalam bangsa Indonesia tersebut, dan tidak mengamalkan Pancasila dengan baik dan
benar. Sebagai bangsa yang baik harus dapat menentukan mana sesuatu yang baik dan mana yang
buruk. Dalam kata lain, tidak boleh melanggar nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila. Bangsa
yang baik juga harus dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dan golongan, dengan
kepentingan bersama yakni kepentingan bersama harus didahulukan. Tetapi dalam keseharian,
sikap mengutamakan kepentingan bersama sangat susah dan hampir dikatakan mustahil untuk
dihapuskan karena masalah pribadi, hubungan pertemanan, relasi, dan hubungan darah merupakan
hubungan yang erat dan bahkan dapat mengalahkan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.
Pancasila yang sejak dahulu diciptakan sebagai dasar negara dan sudah sejak nenek moyang kita
digunakan sebagai pandangan hidup sudah seharusnya dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia
dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Demikian juga bagi generasi muda,
Pancasila yang mulai kehilangan pamornya di kalangan generasi muda diharapkan akan muncul
kembali kejayaannya jika generasi muda mulai sadar dan memahami fungsi Pancasila serta
melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Semangat nasionalisme dan patriotism di kalangan
generasi muda mulai menurun. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya generasi muda yang
menganggap bahwa budaya barat lebih modern dibanding dengan budaya sendiri. Generasi muda
terutama di kalangan mahasiswa pelajar, banyak mengekor budaya barat dari pada budaya sendiri.
Hal ini bisa dilihat dari cara bersikap, berpakaian, berbicara sampai pola hidup yang cenderung
meniru budaya asing dari pada budayanya sendiri. Hal ini terjadi di hamper seluruh pelosok bukan
hanya di klota-kota besar akan tetapi sudah merambah ke pelosok-pelosok desa. Akhir-akhir ini
mulai banyak dibicarakan atau dipertanyakan tentang wawasan kebangsaan generasi muda.
Banyak momentum dilakukan, mulai dari seminar, lokakarya sampai kongres Pancasila yang
sampai sekarang sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali (I –IV). Semua momentum tersebut selalu
melibatkan generasi muda sebagi subyek pengembang nilai-nilai Pancasila yang diharapkan dapat
memberikan peran dan kontribusinya bukan hanya sekarang tapi juga yang akan datang menjadi
aktor dan pelaku dalam pembangunan nasiponal. 7 Menurut Rajasa (2007), generasi muda
mengembangkan karakter nasionalisme melalui tiga proses yaitu : 1. Pembangun Karakter
(character builder) yaitu generasi muda berperan membangun karakter positifr bangasa melalui
kemauan keras, untuk menjunjung nilai-nilai moral serta menginternalisasikannya pada kehidupan
nyata. 2. Pemberdaya Karakter (character enabler), generasi muda menjadi role model dari
pengembangan karakter bangsa yang positif, dengan berinisiatif membangun kesadaran kolektif
denhgan kohesivitas tinggi, misalnya menyerukan penyelesaian konflik. 3. Perekayasa karakter
(character engineer) yaitu generasi muda berperan dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, serta terlibat dalam proses pembelajaran dalam pengembangan karakter positif
banmgsa sesuai dengan perkembangan zaman. Dari konsep Rajasa tersebut dapat dianalisa bahwa
generasi muda sebagai pilar bangsa memiliki peran yang sangat penting. Masa depan bangsa
tergantung dari para generasi muda dalam bersikap dan bertindak. Menjunjung nilai-nilai moral
yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sangat
penting dilakukan. Rasa nasionalisme yang harus ditumbuhkan di kalangan generasi muda bukan
nasionalisme yang sempit, akan tetapi nasionalisme yang menjunjung tinggi bangsa dan negara
sendiri akan tetapi masih menghargai bangsa lain, Pancasila berperan besar dalam menumbuhkan
rasa nasionalisme dan patriotism di kalangan generasi muda. Apapun langkah tindakan yang
dilakukan harus selalu didasrakan nilai-nilai Pancasila. Pancasila yang memiliki lima sila yang
antara sila satu yang lain saling menjiwai dan dijiwai dan menunjukan satu kesatuan yang utuh,
memiliki makna yang sangat dalam untuk menjadi landasan bersikap bertindak dan bertingkah
laku. Berbagai tantangan sudah dialamai bangsa Indonesia untuk menggantikan ideologi Pancasila
tidak menggoyahkan keyakinan kita bahwa Pancasila yang cocok sebagai dasar negara dan sebagai
ideologi sejati di negara Indonesia. Di era global ini banyak sekali budaya-budaya yang masuk di
negara kita, dan kita juga tidak akan bisa mengelak dari masuknya budaya-budaya negara lain.
Yang terpenting adalah bagaimana masyarakat Indonesia terutama generasi muda bisa menyaring
budaya-budaya asing dan bisa mengambil budaya yang baik dan menyaring yang buruk dan tidak
sesuai dengan nilai dan norma Pancasila. 8 Kita sebagai masyarakat yang cinta akan bangsa
Indonesia harus bisa dan bersikap dengan tegas menolak budaya yang bisa merusak tata nilai
budaya nasional. Pancasila dijadikan acuan para generasi muda dalam bersikap bertindak dan
bertutur kata yang sesuai dengan norma Pancasila. Seringkali kita mendengar demonstrasi-
demonstrasi yang anarkhis dilakukan mahasiswa mengatasnamakan perjuangan atas nama rakyat
yang ujung2nya pengrusakan fasilitas-fasilitas pemerintah, membakar mobil dan lain-lain. Juga
terjadinya kerusuhan-kerusuhan pertandingan sepak bola yang dilakukan oleh suporter
masingmasing kesebelasan yang merasa tidak puas akan kekalahan timnya. Dan juga tawuran
pelajar masih juga terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia. Melihat kasus-kasus di atas,
sebenarnya ada persamaan pokok permasalahan yang memicu semua kejadian tersebut, yaitu
pembelaan apa yang dicintai. Mahasiswa berdemontrasi karena ingin mengubah tatanan yang salah
atau ketidak setujuan akan suatu kebijakan yang diemukaqkan oleh pemerintah yang dinilai tidak
sesuai dengan rakyat, keadilan, dan lain-lain. Mahasiswa ingin membela rakyat karena cinta pada
bangsanya sendiri, sedangkan para suporter olah raga rusuh dengan alasan ketidakadilan terhadap
wasit, dan sebagainya, sehingga timnya kalah, ini wujud cinta pada timnya, membela timnya yang
diperlakukan tidak adil oleh wasit. Sedangkan tawuran-tawuran pelajar, warga dan sejenisnya juga
dipicu alasan “membela” apa yang mereka “cintai”. Seandainya rasa cinta tersebut diungkapkan
secara benar maka tidak akan terjadi kerusuhan-kerusuhan yang justru membuat keresahan pada
masyarakat. Rasa nasionalisme, cinta pada tanah air juga harus diungkapkan secara benar, sesuai
dengan kaidah-kaidah atau norma yang berlaku dalam masyarakat teruitama norma Pancasila.
Nasionalisme kita harus sesuai dengan Pancasila sebagai Pandangan hidup dan dasar negara serta
ideologi negara, sehingga wujud nasionalisme kita bukan nasionalisme yangt sempit akan tetapi
sebagai nasionalisme yang luas. Cinta pada bangsa sendiri tapi masih menghargai bangsa lain. Kita
tidak menolak budaya asing akan tetapi juga tidak menerima secara membabi buta budaya asing.
Semua budaya yang masuk di negara kita harus biosa di saring dengan menggunakan nilainilai
Pancasila.
Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca yang berarti lima dan Sila berarti
dasar. Pancasila adalah lima dasar yang menopang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengalaman Pancasila berasal dari nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang telah di ekstrak sedemikian rupa oleh orang-orang hebat pendiri bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, Pancasila juga dapat dikatakan sebagai jiwa dari bangsa Indonesia.
“Pancasila lahir dari dua himpitan ideologi besar yang pada saat itu menguasai dunia. Ibarat bayi
yang baru lahir, Pancasila harus menghadapi dua raksasa yang sudah memiliki segalanya:
kekuasaa, senjata, modal, dan tentu saja pasukan. Akan tetapi bayi Pancasila ini kemudian
bertumbuh dan akhirnya menjadi semakin besar. Dan mulai diperhitungkan dalam percaturan
ideologi dunia”.

Seperti yang telah diketahui, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup,
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dijadikan pedoman oleh seluruh
warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai suatu
sistem nilai, Pancasila telah terbukti kualitasnya di mata dunia sampai dengan saat ini. Lalu,
bagaimana kondisi Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa pada era globalisasi ini?

Nilai-nilai Pancasila kini sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh globalisasi yang selalu
membawa karakter individualistik. Pancasila tidak lagi mampu dijadikan sarana untuk menahan
dampak globalisasi yang hadir. Dalam ranah ini, Pancasila dapat diartikan sebagai tubuh tanpa
jiwa. Pancasila hanya dianggap sebagai simbol dan garnis saja. Pelengkap dan pemanis, tidak
kurang dan tidak lebih. Hal ini terlihat dari begitu pesat masuknya dampak-dampak globalisasi
yang masuk begitu saja ke Indonesia tanpa tedeng aling-aling dan filter. Dampak globalisasi tentu
bukan hanya mengenai dampak positif saja, dampak negatif dari adanya arus tersebut juga
berbanding lurus dengan dengan dampak positif yang ditawarkan. Salah satu dampak dari
masuknya arus globalisasi yang membawa konsep modernisasi adalah kecenderungan
memudarnya nasionalisme bangsa Indonesia, dan merupakan fenomena yang aktual bahwa
globalisasi sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan-pesan visi dan misi Hak Asasi
Manusia (HAM) serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan.1
Globalisasi adalah tantangan bagi setiap negara pada abad ke-20 ini. Diantara basis
modernisasi dan globalisasi terbesar terletak pada aspek teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat bebas, menyeluruh dan dapat memutus jarak
antar belahan bumi satu dan lainnya tentunya dapat membawa beragam informasi dari seluruh
belahan dunia. Informasi mengenai budaya, bahasa dan tren kekinian pun dapat diperoleh dengan
mudah melalui situs-situs yang di sediakan oleh internet ataupun melalui media komunikasi dan
informasi lain. Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap
nilai-nilai asing yang negatif juga semakin besar.

Seperti yang telah diketahui, bahwa tidak semua informasi yang didapatkan dari dunia
maya merupakan informasi yang baik dan mendidik, banyak juga di antara informasi-informasi
tersebut yang melenceng dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Contoh kecil yang
seringkali ditemui pada kehidupan sehari-hari adalah dari cara berpakaian banyak remaja-remaja
yang cenderung berdandan seperti artis-artis Barat. Dapat dikatakan bahwa pakaian tersebut
merupakan pakaian minim bahan serta memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya tidak patut
untuk diperlihatkan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa gaya berbusana tersebut tidak sesuai dengan
kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia.

Jika pemanfaatan internet dilakukan secara tepat dan semestinya tentu akan mendapatkan
banyak manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini,
banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan teknologi internet tersebut untuk hal-hal yang
tidak semestinya, contohnya adalah untuk membuka situs-situs porno. Selain itu, internet juga
seringkali dijadikan ajang pemecah belah bangsa dengan cara menyebarkan berita-berita yang
tidak bertanggung jawab ataupun menyebarkan ajaran-ajaran radikal yang berpotensi
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain internet, kecanggihan teknologi
komunikasi seperti handphone juga telah mengubah masyarakat Indonesia menjadi masyarakat
yang individualistik dan memiliki rasa sosial yang rendah, mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone dari pada bertatap muka langsung dengan seseorang, karena
menganggap hal tersebut adalah merepotkan. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah
lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan.
Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati.
Hal ini jelas membuktikan bahwa nilai Pancasila sebagai tameng dan pandangan hidup bangsa
sudah mulai memudar.

Karakteristik Generasi Milenial


Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin) yang berarti
berpikir, berakal budi. Jadi, manusia adalah makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain)2. Manusia merupakan makhluk sosial, yang mana dalam setiap kehidupannya
mereka tidak dapat terlepas dari makhluk hidup yang lain. Oleh karena itu, manusia membutuhkan
interaksi dengan makhluk hidup yang lain. Manusia merupakan makhluk yang terus berkembang
mengikuti jaman. Pendeknya, kodrat manusia bukan sesuatu yang kaku, melainkan bersifat
dinamis-evolutif dan tidak “di-kapsul-kan”3. Generasi yang tumbuh dan berkembang saat ini
dibesarkan dalam dominasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Generasi milenial
merupakan perwujudan dari generasi yang tumbuh dan berkembang pada era ini.
Generasi milenial merupakan generasi yang paling dekat dengan teknologi. Generasi
milenial merupakan generasi yang lahir pasca tahun 1980 sampai dengan tahun 2000. Bertumbuh
di era pergantian abad menjadikan gaya hidup pada generasi mengalami perubahan yang drastis
dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yaitu generasi X. Terutama sejak diperkenalkan
dengan pemanfaatan teknologi. Kehidupan sosial pada generasi ini sangat tergantung kepada
teknologi informasi dan komunikasi yang ada, dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi
yang paling banyak dipergunakan adalah teknologi berbasis internet. Oleh karena itu, generasi ini
merupakan generasi dengan tingkat penggunaan internet tertinggi saat ini.
Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap internet tersebut menyebabkan generasi
milenial lebih memilih menggunakan internet sebagai sumber informasi dan komunikasi karena
internet dirasa lebih menjanjikan kemudahan penggunaan dan kecepatan akses. Berikut adalah
karakteristik generasi milenial:
1. Selalu terhubung : Generasi milenial selalu terhubung dengan dunia luar melalui internet
mobile yang mereka bawa kemana-mana. Melalui laptop, mobile phone mereka selalu
terkoneksi dengan informasi dan komunitas dunia maya. Keterhubungan dengan dunia
maya inilah yang menyebabkan mereka sangat tergantung dengan keberadaan internet
(Oblinger & Oblinger)
2. Segera : Generasi Milenial selalu menginginkan kecepatan, apakah itu berhubungan
dengan respon yang mereka harapkan maupun kecepatan dalam memperoleh informasi.
Mereka terbiasa melakukan multitasking dalam memperoleh informasi ataupun dalam
melakukan apapun. Mereka dengan cepat bergerak dari satu aktifitas ke aktifitas lainnya
dan kadang mereka melakukannya secara bersamaan. Mereka dengan cepat membalas
email ataupun permintaan respon dari komunitasnya, bahkan mungkin mereka lebih
mengutamakan kecepatan dibandingkan dengan ketepatan (Oblinger & Oblinger).
3. Sosial : Generasi milenial sangat tertarik dengan interaksi sosial, apakah itu chatting
dengan teman-teman lama, memposting buku harian web (blogging), berbagi informasi dan
bersosialisasi melalui situs jejaring sosial semacam facebook, twitter dan lain-lain. Mereka
terbuka terhadap keanekaragaman, perbedaan, dan mereka nyaman berinteraksi dengan
orang asing yang tidak dikenal sekalipun (Oblinger & Oblinger).4 Generasi milenial adalah
orang-orang yang paling sering, bahkan selalu terhubung dengan media sosial. Kadang,
apa yang dilakukan di media sosial hanya menunjukan eksistensi keseharian mereka
bahkan tidak segan untuk mencurahkan isi hati melalui media sosial.5
4. Generasi milenial lebih terkesan individual, cukup mengabaikan masalah politik, fokus
pada nilai-nilai materialistis, dan kurang peduli untuk membantu sesama jika dibandingkan
dengan generasi X dan generasi baby boom pada saat usia yang sama.6
5. Generasi milenial merupakan pribadi yang pikirannya terbuka, pendukung kesetaraan hak
(misalnya tentang LGBT atau kaum minoritas). Mereka juga memiliki rasa percaya diri
yang bagus, mampu mengekspresikan perasaannya, pribadi liberal, optimis, dan menerima
ide-ide dan cara-cara hidup.7
6. Generasi Milenial kerap dituding sebagai generasi yang manja, etos kerja yang buruk,
sampai terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi atau ponsel pintar. Banyak
yang menyebutnya sebagai generasi galau karena sering tidak betah di suatu tempat atau
menekuni suatu hal.8

Reaktualisasi Pancasila Pada Generasi Milenial


Pancasila dan generasi milenial merupakan dua hal yang perlu diperhatikan lebih untuk
saat ini. Ketimpangan sosial yang terjadi saat ini adalah dikarenakan kurangnya perhatian
masyarakat Indonesia terutama generasi milenial terhadap nilai-nilai Pancasila. Internalisasi nilai-
nilai liberal yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa menjadikan masyarakat Indonesia
layaknya orang buta yang kehilangan tongkatnya. Persoalan yang sangat besar dihadapi bangsa
dan negara hingga sekarang ialah pembudayaan dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang tidak
berjalan efektif dan mendasar.
Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia
pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun
dari dalam negeri. Dengan demikian, di era globalisasi seperti sekarang ini peran Pancasila
tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia. Lebih dari
itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga Pancasila
menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya reaktualisasi nilai-
nilai Pancasila pada generasi milenial. Melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
kehidupan bangsa Indonesia merupakan suatu imperatif yuridis dan imperatif politis. Karena
Pancasila adalah dasar filsafat negara Indonesia dalam segi yuridis dan politis. Oleh karena itu,
agar nilai-nilai Pancasila tidak punah oleh arus globalisasi yang sangat dahsyat, maka reaktualisasi
nilai-nilai Pancasila tidak dapat ditunda-tunda lagi.9
Reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang pertama
adalah dengan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik formal dan non formal yang pada saat
ini sedang digalakkan oleh pemerintah pada taraf sekolah-sekolah formal melalui internalisasi
pendidikan karakter pada semua mata pelajaran di semua jenjang pendidikan dari mulai
pendidikan anak usia dini sampai dengan pendidikan tinggi.
“Dalam konteks pendidikan, problem dalam aktualisasi nilai-nilai Pancasila ditemukan
baik secara struktural maupun kultural. Pada tingkat struktural, negara belum sepenuhnya
memiliki instrumen yang memadai untuk mengenalkan Pancasila pada level implementatif
sejak dini. Memang Pancasila telah didesain sebagai kurikulum yang diajarkan di sekolah-
sekolah, tetapi tidak punya kekuatan implementatif. Kurikulum Pancasila seharusnya tidak
hanya didesain dengan sekadar tatap muka di dalam kelas dan sedikit dialog, melainkan
harus lebih implementatif dalam kehidupan sehari-hari sehingga penanaman nilai-nilai
Pancasila akan lebih mengena dan tepat sasaran, misalnya tentang bagaimana mengajarkan
secara praktis dan memberi contoh untuk menghargai perbedaan, toleransi, dan tidak
korupsi.”10

Langkah kedua adalah dengan pemberian contoh-contoh aktualisasi nilai-nilai Pancasila


secara langsung dalamn kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat dimulai dari lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja dan juga lingkungan masyarakat. Contohnya
adalah aktualisasi melalui keteladanan para pemimpin baik pemimpin formal (pejabat negara)
maupun informal (tokoh masyarakat) dan juga oleh orang tua dan guru di lingkungan pendidikan.
Dengan keteladanan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, diharapkan masyarakat luas akan
mengikuti.
Langkah ketiga adalah dengan melalui diskusi dan kajian-kajian ilmiah guna
mengembangkan kontekstualisasi dan implementasi nilai-nilai pancasila, terutama pada generasi
milenial. Pengembangan kontekstualisasi dan implementasi Pancasila di dunia pendidikan
merupakan yang paling efektif, karena pendidikan tidak hanya mecetak manusia-manusia yang
cerdas, terampil, namun juga mencetak manusia yang diharapkan dapat mempertahankan
mempertahankan, mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila sebagai local
wisdom bangsa Indonesia.
Dan lanngkah terakhir adalah reaktualisasi Pancasila melalui media sosial. Cara pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang berpotensi
mengunggah ataupun menayangkan hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, pornoaksi,
premanisme dan sejenisnya. Tentunya hal ini juga memerlukan dukungan dari pihak keluarga,
sekolah, pemerintahan dan juga masyarakat. Kemudian selanjutnya adalah dengan memasukkan
konten-konten mengenai Pancasila dan kebangsaan dalam setiap media cetak maupun elektronik.
Membumikan kembali nilai-nilai Pancasila melalui media sosial sangat penting untuk dilakukan
karena generasi milenial merupakan generasi yang sangat dekat dengan teknologi, utamanya
adalah media sosial.

Menjadi generasi millennial yang bermanfaat Mellenial adalah kelompok demografi setelah
generasi X (Gen X). tdiak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.
Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Boomers dan Gen X yang tua. Milenial
kadang-kadang disebut sebagai “Echo Boomers” karena adanya “ booming” (peningkatan besar),
tingkat kelahiran di tahun 1980 dan 1990. Generasi millennial yakni generasi muda yang
berumur 17-37 tahun. Millennials sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam
hal yang berkaitan dengan teknologi. Generasi millennials memiliki ciri khas tersendiri yaitu,
mereka sangat mahir dalam teknologi. Karakteristik Generasi Millennial : a. Millennial lebih
percaya user generated content daripada informasi searah Generasi millennial tidak percaya pada
informasi yang bersigat satu arah. Mereka tidak terlalu percaya pada perusahaan besar dan iklan,
mereka lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimang iklan atau review konvensional.
Seperti membeli suatu produk, generasi ini melihat review dan testimony produk sebelum
membelinya. b. Millennial lebih memilih ponsel dibanding tv Internet berperan sangat penting
dalam kehidupan generasi millennial. Bagi mereka iklan pada televise biasanya dihindari,
generasi ini lebih suka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau
perbincangan pada forum-forum yang diikuti generasi ini untuk selalu UP to date dengan
keadaan sekitar c. Millennial wajib mempunyai sosial media Komunikasi yang berjalan pada
generasi ini sangatlah lancar. Namun, bukan berarti komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap
muka,tetapi justru sebaliknya. Banyak dari kalangan millennial melakukan semua
komunikasinya dengan cara text messaging atau juga chatting di dunia maya, dengan membuat
akun yang berisikan profil dirinya, seperti twitter, facebook, line, Instagram dana kun sosial
media lainnya. Akun ini dapat dijadikan aktualisasi diri dan ekspresi, karena apa yang ditulis
tentang dirinya disitu adalah apa yang akan semua orang baca. Jadi hampir semua generasi
millennial dipastikan memiliki akun sosial media sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.
d. Millennial mulai banyak melakukan transaksi secara cashless Generasi ini lebih suka tidak
repot membawa uang, karena hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu,
sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau tapping. Mulai dari transportasi umum seperti bis
dan commuter line sudah menggunakan system e-money, hingga berbelanja baju dengan kartu
kredit dan kegiatan jual beli lainnya e. Millennial kurang suka membaca secara konvesional
Populasi orang yang suka membaca buku turun drastic pada generasi ini, bagi mereka tulisan
dinilai memusingkan dan membosankan. Generasi millennial bisa dibilang lebih menyukai
melihat gambar, apalagi jika menarik dan berwarna. f. Millennial lebih tahu teknologi disbanding
orang tua Generasi ini melihat dunia tidak secara lansung, namun dengan cara yang berbeda
yaitu dengan berselancar di dunia maya, sehingga mereka jadi tahu segalanya. Mulai dari
berkomunikasi, berbelanja, mendapatkan informasi dan kegiatan lainnya, generasi millennial
adalah generasi yang sangat modern, lebih dari pada orang tua mereka, sehingga tak jarang
merekalah yang mengajarkan teknologi pada kalangan orang tua g. Millennial cenderung tidak
loyal namun bekerja efektif Kebanyakan dari millennial cenderung meminta gaji tinggi, meminta
jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun, mereka tidak loyal terhadap
suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal terhadap merek. Selain karakteristik yang
sudah dijelaskan diatas, generasi millennial juga memiliki sifat yang lebih toleran terhadap
sesamanya. Hal ini dipengaruhi oleh arus globalisasi yang semakin cepat, dimana anak muda
zaman now dapat berinteraksi dengan manusia dari berbagai belahan dunia. Arus globalisasi
berhasil menciptakan interaksi lansung dan tidak lansing yang lebih luas antar umat manusia,
yang tidak mengenal batas-batas antara negara satu dengan negara yang lain. Oleh sebab itu
globalisasi membat generasi millennial menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan, dengan begitu
anak-anak muda millennial harus lebih bisa menggunakan media sosial secara lebih terutama
untuk dirinya sendiri, agar tidak terkena dampak negatif dari era digital. Jadi jikalau ingin
menjadi anak millennial bukan hanya pandai dalam bermain gadget tetapi juga harus bisa
memanfaatkan gadget tersebut sebaikbaiknya. Sehingga menjadi anak muda millennial yang
bukan hanya bisa bermain gadget, internet tetapi juga bisa memanfaatkan sosial media dengan
bijak, kreatif, aktif. 2. Peranan Pancasila dalam generasi millennial Pancasila yang sejak dahulu
diciptakan sebagai dasar dan sudah sejak nenek moyang digunakan sebagai pandangan hidup
sudah seharusnya dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Demikian juga generasi muda, Pancasila yang mulai kehilangan
pamornya dikalangan generasi muda diharpkan akan muncul kembali kejayaannya jika generasi
jika generasi muda lebih sadar dan memahami fungsi Pancasila serta melakasanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Semangat nasionalisme dan patrionsme di kalangan generasi muda mulai
menurun. Hal ini bisa dilihat banyaknya generasi muda yang menganggap bahwa budaya barat
lebih modern dibandingkan budaya sendiri. Generasi muda terutama dikalangan mahasiswa,
pelajar banyak mengekor budaya barat dari pada budaya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari cara
bersikap, berpakaian, berbicara samapai pola hidup yang cenderung meniru budaya asing. Hal ini
terjadi hampir seluruh pelosok bukan hanya kota-kota besar akan tetapi sudah merambah ke
pelosok-pelosok desa. Menurut Rajasa (2007) generasi muda mengembangkan karakter
nasionalisme dengan melalui tiga proses yaitu : 1) Pengembangan karakter yaitu generasi muda
berperan membangun karakter positif bangsa melalui kemauan keras, untuk menjunjung nilai-
nilai moral serta menginternalisasikannya pada kehidupan nyata. 2) pemberdaya karakter
generasi muda menjadi role model dari pengembanan karakter bangsa yang positif 3) perekayasa
karakter yaitu generasi muda berperan dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
serta terlibat dalam proses pembelajaran dalam pengembangan karakter positif bangsa sesuai
dengan perkembangan zaman. Rasa nasionalnisme yang harus ditumbuhkan dikalangan generasi
muda bukan nasionalisme sempit akan tetapi nasionalisme yang menjunjung tinggi bangsa dan
negara sendiri akan tetapi masih menghargai bangsa lain. Pancasila berperan besar dalam
menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotism di kalangan muda apapun langkah dan tindakan
yang dilakukan harus selalu didasarkan nilainilai Pancasila. Pancasila yang memiliki lima sila
yang antara sila satu dengan yang lain saling menjiwai dan menunjukan satu kesatuan yang utuh,
memiliki makna yang sangat dalam untuk menjadi landasan bersikap bertindak, dan bertingkah
laku. Diera global ini banyak sekali budaya-budaya yang masuk di negera Indonesia dan tidak
bisa untuk mengelak dari masuknya budaya-budaya negara ini yang terpenting adalah bagaimana
masyarakat Indonesia terutama generasi muda bisa menyaring budaya-budaya asing dan bisa
mengambil budaya yang baik dan menyaring yang buruk dan tidak sesuai dengan nilai dan
norma Pancasila. Oleh karena itu bangsa Indonesia masih perlu meningkatkan rasa nasionalisme
dan cinta tanah air. Memupuk rasa nasionalisme generasi muda bisa dilakukan sejak dini,
sehingga lambat laun seiring dengan usia diharapkan rasa nasionalisme tetap bertahan pada diri
bangsa Indonesia. Sehingga anak muda bukan hanya up-to-date tentang sosial media tetapi juga
berjiwa Pancasila 3. mencintai produk hasil bumi sendiri Indonesia adalah bangsa yang kaya
akan alam, budaya, ratusan bahkan mungkin ribuan, baik budaya berupa benda maupun tidak
benda. Wayang, batik, keris, tarian, alat musik tradisional daerah, bangunan bersejarah, lagu-lagu
daerah dan lain sebagainya yang merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Warisan
budaya itu semua adalah cerminan, bahwa leluhur bangsa Indonesia memiliki kecerdasan yang
luar biasa dalam menciptakan karya budaya beserta symbol filosofinya. Dijaman sekarang,
dimana kemajuan teknologi telah demikian pesat, tak seharusnya bangsa ini lalai dengan
peninggalan yang bersejarah, karena muatan nilai luhur bangsa Indonesia tersimpan di setiap
karya-karya itu. Kemajuan teknologi internet dengan kemampuannya menembus batas geografis,
bahkan seakan dunia tak berjarak, bukanlah penghalang untuk tetap melestarikan budaya yang
ada. Ditengah maraknya teknologi informasi yang malang melintang menebarkan berbagai
macam pola hidup dan budaya asing diantaranya adalah : 1) generasi millennial harus bisa
menjaga budaya tradisi asli bangsa Indonesia, karena ini adalah identitas dan bernilai luhur dari
nenek moyang bangsa Indonesia 2) kemajuan teknologi justru bisa dimanfaatkan untuk
mengemas secara kreatif budaya asli bangsa Indonesia untuk diperkenalkan di dunia
Internasional 3) mencintai budaya asli Indonesia bukanlah hal yang kuno dan ketinggalan jaman.
Justru akan bernilai positif jika bisa daengan kreatifitas menampilkan dan memperkenalkan
kepada dunia. Banaknya orang asing yang belajar tentang budaya Indonesia telah membuktikan,
bahwa budaya Indonesia mempunyai nilai yang tinggi dan layak untuk dipelajari dan bahkan
harus dilestarikan. Mencintai dan melestarikan budaya asli bangsa Indonesia mestinya tak
menghalangi masyarakat dalam belajar ilmu sampai di negeri manapun. Di Perancis misalnya,
mahasiswa Indonesia bisa memperkenalkan budaya Indonesia di negeri yang terkenal
fashionnya. Pola hidupnya pun tak perlu berubah, tetap memegang nilai-nilai budaya Indonesia,
dan tak perlu ikut-ikutan dalam budaya asing. Inilah pentingnya generasi muda millennial
menjaga budaya asli bangsa Indonesia di tengah maraknya teknologi informasi yang seakan tak
berbatas. Diera millennial ini, peran internet menjadi sangat massif di kalangan masyarakat.
Dalam perkembangannya, internet memberikan berbagai layanan komunikasi dan yang paling
sering dikunjungi akhir-akhir ini adalah Instagram, twitter, whasapp, dan beberapa lainnya.
Setiap orang dapat dengan mudah berbagi pengalaman ataupun memuat tulisan apa saja disana.
Hal ini mendorong terjadinya pertukaran informasi secara global dengan cepat. Dengan kondisi
yang seperti ini, para pemuda generasi millennial seharusnya tidak kehilangan akal dalam rangka
mengembalikan posisi kearifan local yang mulai tergeser oleh budaya asing. Tidak cukup sampai
disitu, juga dibutuhkan jiwa-jiwa kreatif yang mampu menjawab tantangan zaman ini. Untuk
mempublikasikan kearifan lokal yang dimiliki Indonesia tidaklah cukup dengan menuangkannya
pada halaman buku bacaan. Akan menjadi solusi brilian jika kearifan lokal ini diprogandakan
dengan cara-cara yang millennial juga yaitu dalam bentuk tulisan-tulisan yang dibagikan melalui
media internet baik berupa karya ilmiah, maupun bacaan santai dijejaring sosial. Aksi ini dapat
membantu mengedukasikan nilai-nilai kearifan lokal yang mampu mereduksi resiko terjangkit
budaya asing yang merugikan.

DAFTAR ISI
Ardian, Bagas. 2015. Lunturnya Ideologi Pancasila di Kehidupan Generasi Muda. (Online).
(https://bagasardian.wordpress.com/2015/11/18/makalah-lunturnya-ideologi-pancasila-
di-kehidupan-generasi-muda/, diakses pada 20 Juli 2017).
Darmiyati, Tri. 2011. “Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-nilai Nasionalisme”. Jakarta. Kaelan.
2011. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Jamli,
Edison, 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara. Kumpulan Makalah Kongres
Pancasila IV. Yogyakarta: UGM. Surono, ed. 2010. Nasionalisme dan Pembangunan
Karakter Bangsa. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Press.
Hidayat, Andi.2018. Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial.JURNAL
PENELITIAN.10(1).e-issn : 2615-4900. DOI: http://dx.doi.org/ 10.21093/fj.v%vi%i.1184.
https://lifestyle.sindonews.com/read/1031568/152/mengenal-generasimillenial-1439256942
https://news.detik.com/kolom/d-3845409/suara-milenial-untuk-infrastruktur
https://news.detik.com/kolom/d-3981811/generasi-milenial-dan-eraindustri-40
https://pinterpolitik.com
https://rajabulgufron.wordpress.com/2012/12/14/manfaat-internet-dalamdunia-usaha/
https://ruangmuda.com/pengaruh-generasi-milenial-dalam-teknologipendidikan-dan
kewirausahaan-di-indonesia
Kailan. 2006. Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Filsafat dan Ideologi
Bangsa dan Negara Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajahmada.
KBBI edisi V (Aplikasi). 2016. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Leahy, Louis. 2001. Siapakah Manusia? (Sintesis Filosofis tentang Manusia). Yogyakarta:
Kanisius
Mangunwijaya, Y. B (Ed). 1983. Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Notonagoro. 1980. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Rani, Rezita. 2017. Ciri-Ciri Generasi Millennial. Sebagai Anak Millennial, Kamu Setuju Nggak
Nih?. (Online). (http://trivia.id/post/ciri-ciri-generasi-millennial-sebagai -anak-
millennial-kamu-setuju-nggak-nih-1489737777, diakses pada 05 Mei 2017).
Sumardjoko, Bambang. 2017. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila pada Masa Kini. (Online).
(https://nasional.sindonews.com/read/1210372/18/aktualisasi-nilai-nilai-pancasila-
pada-masa-kini-1496431646, diakses pada 19 Juli 2017).
Utomo, Eko Priyo. 2008. Koneksi Internet Untuk PC, Laptop dan HP. Yogyakarta: Mediakom.
Wahyuningsih, Agustin. 2015. Mengenal generasi millenial dan karakteristiknya. (Online).
(https://www.brilio.net/life/mengenal-generasi-millenial-dan-karakteristiknya-
150320a.html, diakses pada 20 Juli 2017).
Wibisono, Nuran. 2016. Memahami Generasi Galau. (Online). (https://tirto.id/memahami -
generasi-galau-cY, diakses tanggal 05 Juli 2017).
Wiyono, Suko. 2012. Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Malang: Wisnuwardhana Malang Press
Wulandari, Dian. 2011. Mengembangkan Perpustakaan Sejalan Dengan Kebutuhan Net
Generation (artikel). (https://www.repositiory.petra.ac.id>net_generation1, diakses
pada 05 Mei 2017).

Anda mungkin juga menyukai