Seperti yang telah diketahui, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup,
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dijadikan pedoman oleh seluruh
warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai suatu
sistem nilai, Pancasila telah terbukti kualitasnya di mata dunia sampai dengan saat ini. Lalu,
bagaimana kondisi Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa pada era globalisasi ini?
Nilai-nilai Pancasila kini sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh globalisasi yang selalu
membawa karakter individualistik. Pancasila tidak lagi mampu dijadikan sarana untuk menahan
dampak globalisasi yang hadir. Dalam ranah ini, Pancasila dapat diartikan sebagai tubuh tanpa
jiwa. Pancasila hanya dianggap sebagai simbol dan garnis saja. Pelengkap dan pemanis, tidak
kurang dan tidak lebih. Hal ini terlihat dari begitu pesat masuknya dampak-dampak globalisasi
yang masuk begitu saja ke Indonesia tanpa tedeng aling-aling dan filter. Dampak globalisasi tentu
bukan hanya mengenai dampak positif saja, dampak negatif dari adanya arus tersebut juga
berbanding lurus dengan dengan dampak positif yang ditawarkan. Salah satu dampak dari
masuknya arus globalisasi yang membawa konsep modernisasi adalah kecenderungan
memudarnya nasionalisme bangsa Indonesia, dan merupakan fenomena yang aktual bahwa
globalisasi sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan-pesan visi dan misi Hak Asasi
Manusia (HAM) serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan.1
Globalisasi adalah tantangan bagi setiap negara pada abad ke-20 ini. Diantara basis
modernisasi dan globalisasi terbesar terletak pada aspek teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat bebas, menyeluruh dan dapat memutus jarak
antar belahan bumi satu dan lainnya tentunya dapat membawa beragam informasi dari seluruh
belahan dunia. Informasi mengenai budaya, bahasa dan tren kekinian pun dapat diperoleh dengan
mudah melalui situs-situs yang di sediakan oleh internet ataupun melalui media komunikasi dan
informasi lain. Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap
nilai-nilai asing yang negatif juga semakin besar.
Seperti yang telah diketahui, bahwa tidak semua informasi yang didapatkan dari dunia
maya merupakan informasi yang baik dan mendidik, banyak juga di antara informasi-informasi
tersebut yang melenceng dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Contoh kecil yang
seringkali ditemui pada kehidupan sehari-hari adalah dari cara berpakaian banyak remaja-remaja
yang cenderung berdandan seperti artis-artis Barat. Dapat dikatakan bahwa pakaian tersebut
merupakan pakaian minim bahan serta memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya tidak patut
untuk diperlihatkan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa gaya berbusana tersebut tidak sesuai dengan
kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Jika pemanfaatan internet dilakukan secara tepat dan semestinya tentu akan mendapatkan
banyak manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini,
banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan teknologi internet tersebut untuk hal-hal yang
tidak semestinya, contohnya adalah untuk membuka situs-situs porno. Selain itu, internet juga
seringkali dijadikan ajang pemecah belah bangsa dengan cara menyebarkan berita-berita yang
tidak bertanggung jawab ataupun menyebarkan ajaran-ajaran radikal yang berpotensi
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain internet, kecanggihan teknologi
komunikasi seperti handphone juga telah mengubah masyarakat Indonesia menjadi masyarakat
yang individualistik dan memiliki rasa sosial yang rendah, mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone dari pada bertatap muka langsung dengan seseorang, karena
menganggap hal tersebut adalah merepotkan. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah
lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan.
Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati.
Hal ini jelas membuktikan bahwa nilai Pancasila sebagai tameng dan pandangan hidup bangsa
sudah mulai memudar.
Menjadi generasi millennial yang bermanfaat Mellenial adalah kelompok demografi setelah
generasi X (Gen X). tdiak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.
Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Boomers dan Gen X yang tua. Milenial
kadang-kadang disebut sebagai “Echo Boomers” karena adanya “ booming” (peningkatan besar),
tingkat kelahiran di tahun 1980 dan 1990. Generasi millennial yakni generasi muda yang
berumur 17-37 tahun. Millennials sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam
hal yang berkaitan dengan teknologi. Generasi millennials memiliki ciri khas tersendiri yaitu,
mereka sangat mahir dalam teknologi. Karakteristik Generasi Millennial : a. Millennial lebih
percaya user generated content daripada informasi searah Generasi millennial tidak percaya pada
informasi yang bersigat satu arah. Mereka tidak terlalu percaya pada perusahaan besar dan iklan,
mereka lebih mementingkan pengalaman pribadi ketimang iklan atau review konvensional.
Seperti membeli suatu produk, generasi ini melihat review dan testimony produk sebelum
membelinya. b. Millennial lebih memilih ponsel dibanding tv Internet berperan sangat penting
dalam kehidupan generasi millennial. Bagi mereka iklan pada televise biasanya dihindari,
generasi ini lebih suka mendapat informasi dari ponselnya, dengan mencarinya ke Google atau
perbincangan pada forum-forum yang diikuti generasi ini untuk selalu UP to date dengan
keadaan sekitar c. Millennial wajib mempunyai sosial media Komunikasi yang berjalan pada
generasi ini sangatlah lancar. Namun, bukan berarti komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap
muka,tetapi justru sebaliknya. Banyak dari kalangan millennial melakukan semua
komunikasinya dengan cara text messaging atau juga chatting di dunia maya, dengan membuat
akun yang berisikan profil dirinya, seperti twitter, facebook, line, Instagram dana kun sosial
media lainnya. Akun ini dapat dijadikan aktualisasi diri dan ekspresi, karena apa yang ditulis
tentang dirinya disitu adalah apa yang akan semua orang baca. Jadi hampir semua generasi
millennial dipastikan memiliki akun sosial media sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.
d. Millennial mulai banyak melakukan transaksi secara cashless Generasi ini lebih suka tidak
repot membawa uang, karena hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu,
sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau tapping. Mulai dari transportasi umum seperti bis
dan commuter line sudah menggunakan system e-money, hingga berbelanja baju dengan kartu
kredit dan kegiatan jual beli lainnya e. Millennial kurang suka membaca secara konvesional
Populasi orang yang suka membaca buku turun drastic pada generasi ini, bagi mereka tulisan
dinilai memusingkan dan membosankan. Generasi millennial bisa dibilang lebih menyukai
melihat gambar, apalagi jika menarik dan berwarna. f. Millennial lebih tahu teknologi disbanding
orang tua Generasi ini melihat dunia tidak secara lansung, namun dengan cara yang berbeda
yaitu dengan berselancar di dunia maya, sehingga mereka jadi tahu segalanya. Mulai dari
berkomunikasi, berbelanja, mendapatkan informasi dan kegiatan lainnya, generasi millennial
adalah generasi yang sangat modern, lebih dari pada orang tua mereka, sehingga tak jarang
merekalah yang mengajarkan teknologi pada kalangan orang tua g. Millennial cenderung tidak
loyal namun bekerja efektif Kebanyakan dari millennial cenderung meminta gaji tinggi, meminta
jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun, mereka tidak loyal terhadap
suatu pekerjaan atau perusahaan, namun lebih loyal terhadap merek. Selain karakteristik yang
sudah dijelaskan diatas, generasi millennial juga memiliki sifat yang lebih toleran terhadap
sesamanya. Hal ini dipengaruhi oleh arus globalisasi yang semakin cepat, dimana anak muda
zaman now dapat berinteraksi dengan manusia dari berbagai belahan dunia. Arus globalisasi
berhasil menciptakan interaksi lansung dan tidak lansing yang lebih luas antar umat manusia,
yang tidak mengenal batas-batas antara negara satu dengan negara yang lain. Oleh sebab itu
globalisasi membat generasi millennial menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan, dengan begitu
anak-anak muda millennial harus lebih bisa menggunakan media sosial secara lebih terutama
untuk dirinya sendiri, agar tidak terkena dampak negatif dari era digital. Jadi jikalau ingin
menjadi anak millennial bukan hanya pandai dalam bermain gadget tetapi juga harus bisa
memanfaatkan gadget tersebut sebaikbaiknya. Sehingga menjadi anak muda millennial yang
bukan hanya bisa bermain gadget, internet tetapi juga bisa memanfaatkan sosial media dengan
bijak, kreatif, aktif. 2. Peranan Pancasila dalam generasi millennial Pancasila yang sejak dahulu
diciptakan sebagai dasar dan sudah sejak nenek moyang digunakan sebagai pandangan hidup
sudah seharusnya dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Demikian juga generasi muda, Pancasila yang mulai kehilangan
pamornya dikalangan generasi muda diharpkan akan muncul kembali kejayaannya jika generasi
jika generasi muda lebih sadar dan memahami fungsi Pancasila serta melakasanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Semangat nasionalisme dan patrionsme di kalangan generasi muda mulai
menurun. Hal ini bisa dilihat banyaknya generasi muda yang menganggap bahwa budaya barat
lebih modern dibandingkan budaya sendiri. Generasi muda terutama dikalangan mahasiswa,
pelajar banyak mengekor budaya barat dari pada budaya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari cara
bersikap, berpakaian, berbicara samapai pola hidup yang cenderung meniru budaya asing. Hal ini
terjadi hampir seluruh pelosok bukan hanya kota-kota besar akan tetapi sudah merambah ke
pelosok-pelosok desa. Menurut Rajasa (2007) generasi muda mengembangkan karakter
nasionalisme dengan melalui tiga proses yaitu : 1) Pengembangan karakter yaitu generasi muda
berperan membangun karakter positif bangsa melalui kemauan keras, untuk menjunjung nilai-
nilai moral serta menginternalisasikannya pada kehidupan nyata. 2) pemberdaya karakter
generasi muda menjadi role model dari pengembanan karakter bangsa yang positif 3) perekayasa
karakter yaitu generasi muda berperan dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
serta terlibat dalam proses pembelajaran dalam pengembangan karakter positif bangsa sesuai
dengan perkembangan zaman. Rasa nasionalnisme yang harus ditumbuhkan dikalangan generasi
muda bukan nasionalisme sempit akan tetapi nasionalisme yang menjunjung tinggi bangsa dan
negara sendiri akan tetapi masih menghargai bangsa lain. Pancasila berperan besar dalam
menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotism di kalangan muda apapun langkah dan tindakan
yang dilakukan harus selalu didasarkan nilainilai Pancasila. Pancasila yang memiliki lima sila
yang antara sila satu dengan yang lain saling menjiwai dan menunjukan satu kesatuan yang utuh,
memiliki makna yang sangat dalam untuk menjadi landasan bersikap bertindak, dan bertingkah
laku. Diera global ini banyak sekali budaya-budaya yang masuk di negera Indonesia dan tidak
bisa untuk mengelak dari masuknya budaya-budaya negara ini yang terpenting adalah bagaimana
masyarakat Indonesia terutama generasi muda bisa menyaring budaya-budaya asing dan bisa
mengambil budaya yang baik dan menyaring yang buruk dan tidak sesuai dengan nilai dan
norma Pancasila. Oleh karena itu bangsa Indonesia masih perlu meningkatkan rasa nasionalisme
dan cinta tanah air. Memupuk rasa nasionalisme generasi muda bisa dilakukan sejak dini,
sehingga lambat laun seiring dengan usia diharapkan rasa nasionalisme tetap bertahan pada diri
bangsa Indonesia. Sehingga anak muda bukan hanya up-to-date tentang sosial media tetapi juga
berjiwa Pancasila 3. mencintai produk hasil bumi sendiri Indonesia adalah bangsa yang kaya
akan alam, budaya, ratusan bahkan mungkin ribuan, baik budaya berupa benda maupun tidak
benda. Wayang, batik, keris, tarian, alat musik tradisional daerah, bangunan bersejarah, lagu-lagu
daerah dan lain sebagainya yang merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Warisan
budaya itu semua adalah cerminan, bahwa leluhur bangsa Indonesia memiliki kecerdasan yang
luar biasa dalam menciptakan karya budaya beserta symbol filosofinya. Dijaman sekarang,
dimana kemajuan teknologi telah demikian pesat, tak seharusnya bangsa ini lalai dengan
peninggalan yang bersejarah, karena muatan nilai luhur bangsa Indonesia tersimpan di setiap
karya-karya itu. Kemajuan teknologi internet dengan kemampuannya menembus batas geografis,
bahkan seakan dunia tak berjarak, bukanlah penghalang untuk tetap melestarikan budaya yang
ada. Ditengah maraknya teknologi informasi yang malang melintang menebarkan berbagai
macam pola hidup dan budaya asing diantaranya adalah : 1) generasi millennial harus bisa
menjaga budaya tradisi asli bangsa Indonesia, karena ini adalah identitas dan bernilai luhur dari
nenek moyang bangsa Indonesia 2) kemajuan teknologi justru bisa dimanfaatkan untuk
mengemas secara kreatif budaya asli bangsa Indonesia untuk diperkenalkan di dunia
Internasional 3) mencintai budaya asli Indonesia bukanlah hal yang kuno dan ketinggalan jaman.
Justru akan bernilai positif jika bisa daengan kreatifitas menampilkan dan memperkenalkan
kepada dunia. Banaknya orang asing yang belajar tentang budaya Indonesia telah membuktikan,
bahwa budaya Indonesia mempunyai nilai yang tinggi dan layak untuk dipelajari dan bahkan
harus dilestarikan. Mencintai dan melestarikan budaya asli bangsa Indonesia mestinya tak
menghalangi masyarakat dalam belajar ilmu sampai di negeri manapun. Di Perancis misalnya,
mahasiswa Indonesia bisa memperkenalkan budaya Indonesia di negeri yang terkenal
fashionnya. Pola hidupnya pun tak perlu berubah, tetap memegang nilai-nilai budaya Indonesia,
dan tak perlu ikut-ikutan dalam budaya asing. Inilah pentingnya generasi muda millennial
menjaga budaya asli bangsa Indonesia di tengah maraknya teknologi informasi yang seakan tak
berbatas. Diera millennial ini, peran internet menjadi sangat massif di kalangan masyarakat.
Dalam perkembangannya, internet memberikan berbagai layanan komunikasi dan yang paling
sering dikunjungi akhir-akhir ini adalah Instagram, twitter, whasapp, dan beberapa lainnya.
Setiap orang dapat dengan mudah berbagi pengalaman ataupun memuat tulisan apa saja disana.
Hal ini mendorong terjadinya pertukaran informasi secara global dengan cepat. Dengan kondisi
yang seperti ini, para pemuda generasi millennial seharusnya tidak kehilangan akal dalam rangka
mengembalikan posisi kearifan local yang mulai tergeser oleh budaya asing. Tidak cukup sampai
disitu, juga dibutuhkan jiwa-jiwa kreatif yang mampu menjawab tantangan zaman ini. Untuk
mempublikasikan kearifan lokal yang dimiliki Indonesia tidaklah cukup dengan menuangkannya
pada halaman buku bacaan. Akan menjadi solusi brilian jika kearifan lokal ini diprogandakan
dengan cara-cara yang millennial juga yaitu dalam bentuk tulisan-tulisan yang dibagikan melalui
media internet baik berupa karya ilmiah, maupun bacaan santai dijejaring sosial. Aksi ini dapat
membantu mengedukasikan nilai-nilai kearifan lokal yang mampu mereduksi resiko terjangkit
budaya asing yang merugikan.
DAFTAR ISI
Ardian, Bagas. 2015. Lunturnya Ideologi Pancasila di Kehidupan Generasi Muda. (Online).
(https://bagasardian.wordpress.com/2015/11/18/makalah-lunturnya-ideologi-pancasila-
di-kehidupan-generasi-muda/, diakses pada 20 Juli 2017).
Darmiyati, Tri. 2011. “Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-nilai Nasionalisme”. Jakarta. Kaelan.
2011. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Jamli,
Edison, 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara. Kumpulan Makalah Kongres
Pancasila IV. Yogyakarta: UGM. Surono, ed. 2010. Nasionalisme dan Pembangunan
Karakter Bangsa. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila Press.
Hidayat, Andi.2018. Metode Pendidikan Islam Untuk Generasi Millenial.JURNAL
PENELITIAN.10(1).e-issn : 2615-4900. DOI: http://dx.doi.org/ 10.21093/fj.v%vi%i.1184.
https://lifestyle.sindonews.com/read/1031568/152/mengenal-generasimillenial-1439256942
https://news.detik.com/kolom/d-3845409/suara-milenial-untuk-infrastruktur
https://news.detik.com/kolom/d-3981811/generasi-milenial-dan-eraindustri-40
https://pinterpolitik.com
https://rajabulgufron.wordpress.com/2012/12/14/manfaat-internet-dalamdunia-usaha/
https://ruangmuda.com/pengaruh-generasi-milenial-dalam-teknologipendidikan-dan
kewirausahaan-di-indonesia
Kailan. 2006. Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Filsafat dan Ideologi
Bangsa dan Negara Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajahmada.
KBBI edisi V (Aplikasi). 2016. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Leahy, Louis. 2001. Siapakah Manusia? (Sintesis Filosofis tentang Manusia). Yogyakarta:
Kanisius
Mangunwijaya, Y. B (Ed). 1983. Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Notonagoro. 1980. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
Rani, Rezita. 2017. Ciri-Ciri Generasi Millennial. Sebagai Anak Millennial, Kamu Setuju Nggak
Nih?. (Online). (http://trivia.id/post/ciri-ciri-generasi-millennial-sebagai -anak-
millennial-kamu-setuju-nggak-nih-1489737777, diakses pada 05 Mei 2017).
Sumardjoko, Bambang. 2017. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila pada Masa Kini. (Online).
(https://nasional.sindonews.com/read/1210372/18/aktualisasi-nilai-nilai-pancasila-
pada-masa-kini-1496431646, diakses pada 19 Juli 2017).
Utomo, Eko Priyo. 2008. Koneksi Internet Untuk PC, Laptop dan HP. Yogyakarta: Mediakom.
Wahyuningsih, Agustin. 2015. Mengenal generasi millenial dan karakteristiknya. (Online).
(https://www.brilio.net/life/mengenal-generasi-millenial-dan-karakteristiknya-
150320a.html, diakses pada 20 Juli 2017).
Wibisono, Nuran. 2016. Memahami Generasi Galau. (Online). (https://tirto.id/memahami -
generasi-galau-cY, diakses tanggal 05 Juli 2017).
Wiyono, Suko. 2012. Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Malang: Wisnuwardhana Malang Press
Wulandari, Dian. 2011. Mengembangkan Perpustakaan Sejalan Dengan Kebutuhan Net
Generation (artikel). (https://www.repositiory.petra.ac.id>net_generation1, diakses
pada 05 Mei 2017).