Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul Nasionalisme ditangan Generasi Milenial dan Z.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Nasionalisme dan Jati Diri
Bangsa di program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Dr. Taat Wulandari, S.Pd, M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa dan kepada segenap pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi.........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................5
C. TUJUAN............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................44
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jiwa nasionalisme merupakan elemen yang penting dalam kehidupan
bernegara hal ini disebabkan karena nasionalisme adalah wujud kecintaan dan
kehormatan terhadap bangsa sendiri. Dengan hal itu, generasi muda memiliki
ide dan kemauan melakukan sesuatu yang terbaik bagi bangsanya, menjaga
kerukunan serta persatuan bangsa, dan berusaha meningkatkan harkat
martabat bangsa dihadapan dunia.
Nation berasal dari bahasa Latin natio, yang dikembangkan dari kata
nascor (saya dilahirkan), maka pada awalnya nation (bangsa) dimaknai
sebagai “sekelompok orang yang dilahirkan di suatu daerah yang sama”
(group of people born ini the same place) (Ritter, 1986: 286).
Kata ‘nasionalisme’ menurut Abbe Barruel untuk pertama kali dipakai
di Jerman pada abad ke-15, yang diperuntukan bagi para mahasiswa yang
datang dari daerah yang sama atau berbahasa sama, sehingga mereka itu (di
kampus yang baru dan daerah baru) tetap menunjukkan cinta mereka terhadap
bangsa/suku asal mereka (Ritter, 1986: 295).
Sementara menurut Sartono Kartodirjo (1999:60), bahwa
nasionalisme memuat tentang kesatuan/unity, kebebasan/ liberty, kesamaan/
equality, demokrasi, kepribadian nasional serta prestasi kolektif.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
nasionalisme merupakan paham dimana suatu bangsa bersatu dalam suatu
tujuan bersama dengan visi misi yang sama untuk kemajuan negaranya.
Jiwa nasionalisme dan patriotisme suatu bangsa tentunya harus
dilestarikan supaya bangsa tersebut tidak cepat punah. Hal satu-satunya yang
dapat dilestarikan adalah dengan menanamkan nilai-nilai semangat
kebangsaan tersebut kepada generasi penerus bangsa. Berbagai langkah harus
segera dilakukan sejak dini supaya penanaman nilai-nilai nasionalisme
tersebut dapat menjiwai generasi penerus bangsa dan generasi muda pun
terbiasa untuk mencintai bangsa dan negaranya.
3
Generasi muda merupakan front liner (garis terdepan) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Generasi muda diharapkan dapat
menjadi sosok penerus yang memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang
tinggi sehingga dapat menjunjung tinggi nama besar bangsa Indonesia.
Generasi muda saat ini adalah generasi muda yang kental akan
globalisasi. Generasi muda saat ini dapat mengakses berbagai informasi dan
ilmu secara mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi
yang begitu cepat membuat manusia berevolusi dan lahirlah generasi yang
sangat mumpuni dalam memanfaatkan teknologi.
Generasi muda saat ini didominasi oleh generasi yang disebut generasi
milenial dan Z. Lalu siapakah generasi milenial sebenarnya?. Menurut
Kementrian Perempuan dan Perlindungan Anak dalam buku Statistik Gender
Tematik: Profil Generai Milenial Indonesia, istilah milenial pertama kali
dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya yang berjudul
Millennials Rising: The Next Great Generation (2000). Mereka menciptakan
istilah ini tahun 1987, yaitu pada saat anak-anak yang lahir pada tahun 1982
masuk pra-sekolah. Saat itu media mulai menyebut sebagai kelompok yang
terhubung ke milenium baru di saat lulus SMA di tahun 2000.
Pendapat lain menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul
The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom
(2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983
sampai dengan 2001. Jika didasarkan pada Generation Theory yang
dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah
generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi
milenial juga disebut sebagai generasi Y. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai
pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993.
Pendapat Taylor dan Keeter (2010) yang dikutip oleh Turner (2013)
mengatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi pertama yang
memiliki kontak rutin dengan seluruh informasi yang diakses melalui
internet. Generasi ini menjadikan globalisasi sebagai referensi utama dalam
menjawab isu kekinian; mengetahui fakta kekinian; mengetahui
4
perkembangan video, lagu-lagu, film dan berita dalam waktu yang
bersamaan.
Generasi Z disebut juga dengan iGeneration, Generasi Net atau
Generasi Internet adalah mereka yang hidup pada masa digital. Seorang
Psikolog, Elizabeth T. Santosa (2015: xxiii) dalam bukunya yang berjudul
Raising Children in Digital Era menyebutkan bahwa: Generasi Net adalah
generasi yang lahir setelah tahun 1995, atau lebih tepatnya setelah tahun
2000.Generasi ini lahir saat internet mulai masuk dan berkembang pesat
dalam kehidupan manusia. Generasi ini tidak mengenal masa saat telepon
genggam belum diproduksi, saat mayoritas mainan sehari-hari masih
tradisional.
Hellen Chou P (2012: 35) memberikan pengertian terhadap istilah
generasi Z: Generasi Z atau yang kemudian banyak dikenal dengan generasi
digital merupakan generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan
sebuah ketergantungan yang besar pada teknologi digital.
Berdasarkan pendapat Hellen Chou P. tersebut maka umat manusia
tidak akan terkejut apabila pada usia muda, orang-orang yang notabene masih
berstatus sebagai siswa atau mahasiswa telah mahir dalam penguasaan
teknologi. Generasi Z memiliki karakteristik yang khas dimana internet mulai
berkembang dan tumbuh sejalan dengan perkembangan media digital.
Adanya Generasi Z tersebut lahir dari perpaduan dua generasi sebelumnya
yaitu Generasi X dan Generasi Y. Orang-orang pada masa Generasi ini adalah
mereka yang dilahirkan dan dibesarkan pada era digital, dimana
beranekamacam teknologi telah berkembang semakin banyak dan canggih.
Kedua generasi inilah yang nantinya akan mengemban tugas besar
sebagai para penerus bangsa, yang melanjutkan cita-cita para pahlawan untuk
membangun bangsa Indonesia. Namun, dimasa globalisasi saat ini sangat sulit
untuk menanamkan rasa nasionalisme yang kuat bagi generasi muda. Hal ini
terjadi karena mudahnya generasi muda dalam mengakses berbagai informasi
dari dalam maupun luar negeri. Banyak generasi muda yang menonton,
membaca dan menilai bahwa mereka lebih mengapresiasi budaya luar
disbanding budaya bangsanya sendiri, hal tersebut tentu saja memprihatinkan.
5
Generasi muda yang digadang-gadang menjadi putra mahkota penerus
tahta bangsa ini justru karena keingintahuannya dan teknologi yang mudah
diakses membuatnya penasaran untuk mempelajari budaya luar hingga lupa
akan jiwa naisonalisme yang sangat perlu dipelajari.
Tentu saja hal tersebut tidak dapat dibiarkan dan harus secepatnya
ditanggulangi. Maka, dalam makalah ini dibahaslah nasionalisme ditangan
generasi milenial dan Z supaya dapat menganalisis permasalahan penanaman
nasionalisme pada generasi muda dan menemukan pemecahan masalahnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah
sesuai dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan nasionalisme?
2. Apa yang dimaksud generasi milenial?
3. Apa yang dimaksud generasi Z?
4. Bagaimanakah nasionalisme di tangan generasi milenial dan
Z?
5. Bagaimanakah bentuk aksi nyata nasionalisme generasi
milenial dan Z?
6. Bagaimanakah permasalahan penanaman jiwa nasionalisme
generasi milenial dan Z?
7. Bagaimanakah solusi permaslahan penanaman jiwa
nasionalisme generasi milenial dan Z?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan
penanaman jiwa nasionalisme pada generasi milenial dan Z beserta solusinya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Nasionalisme
1. Pengertian Nasionalisme
7
untuk menyimpangkan arti nasionalisme demi memelihara kepentingannya
yaitu menguasai sumber-sumber ekonomi, politik dan birokratik. Praktek
tersebut dilakukan dengan menuding setiap upaya yang bertujuan
membela kepentingan rakyat sebagai hal yang menghambat jalannya
pembangunan. Tujuan para elit orde baru menyimpangkan arti
nasionalisme yang sebenarnya adalah karena dua hal, yaitu agar elit orde
baru kebal dari hukum (impunity) dan dapat menjalankan semua
kepentingannya walau harus menindas dan mengorbankan hak asasi
manusia bangsanya sendiri.
8
komunitas bangsa. Perkembangan nasionalisme yang ada di Indonesia
kalau meminjam istilah yang telah disampaikan oleh Kahin (2013) yang
menyatakan pertumbuhan embrionya berjalan secara laten memang bisa
dirasionalkan.
Dari beberapa catatan sejarah yang ada dikatakan bahwa
nasionalisme sudah ada di Nusantara sejak kerajaan Majapahit berkuasa.
Semangat nasionalisme pada saat itu telah digelorakan oleh Maha Patih
Gajah mada dengan visi globalisasinya yaitu yang terkenal dengan istilah
“Sumpah Palapa” yang bertujuan untuk menyatukan wilayah Majapahit
dengan seluruh wilayah Nusantara. Melalui kajian yang telah dilakukan
oleh Niwandhono juga dapat merekam tentang jejak-jejak nasionalisme
yang ada di Nusantara, yaitu dimulai dari periode nasionalisme Indis
(Indisch Nationalisme).
Niwandhono (2011) memberikan sebuah definisi tentang
nasionalisme yaitu, Nasionalisme Indis adalah suatu kesadaran yang
dilatarbelakangi oleh persoalan yang muncul dalam wilayah orang-orang
Eropa atau Indis (sebutan untuk kelompok masyarakat Eropa di Indonesia
yang telah mengalami hibridasi baik secara biologis maupun sosio-
kultural).
Perlawanan Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
yang dilakukan terhadap pemerintah Belanda ini didasari oleh persamaan
bahasa dan leluhur yang dialami oleh orang-orang Indis tersebut. Untuk
memahami seberapa besar pengaruh nasionalisme Indis yang berlangsung
di tahun 1800an terhadap nasionalisme Indonesia. Maka hal tersebut
perlu untuk dijelaskan secara gamblang, mengingat gerakan-gerakan ini
dilakukan oleh para keturunan Belanda dengan gundiknya. Namun yang
perlu diingat adalah unsur hibriditas mereka juga perlu dipertimbangkan,
walaupun mereka tersebut berdarah Eropa tapi secara status dan
sosiokultural mereka seperti orang pribumi, bahkan Niwandhono (2011)
menyebut Indis adalah embrio dari identitas kebangsaan yang kemudian
disebut Indonesia.
9
Dari nasionalisme Indis ini muncul tokoh-tokoh seperti Douwes
Dekker dan para pendiri Indische Partij (IP) serta melahirkan tokoh yang
disebut tiga serangkai pelopor nasionalisme (Eduard Douewes Dekker,
Tjipto Mangoenkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat).
Gerakan ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk menuntut
hak kewarganegaraan mereka di sisi lain gerakan ini juga menjadi sebuah
perintis gerakan oposisi terhadap pemerintah kolonial yang terorganisir.
Propaganda yang dilakukan ini pada akhirnya berdampak luar
biasa. Bagaimana tokoh-tokoh penggerak antara lain Douwes Dekker
alias Maltatuli dengan Max Havelarnya, sebuah tulisan yang mengkritik
ekploitasi pemerintah kolonial. Kemudian Soewardi Soerjaningrat dengan
tulisan berjudul Als ik eens Nederlander was (andai aku seorang Belanda)
yang mengkritik perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis.
Nasionalisme Indis yang seperti disampaikan di atas adalah sebuah
gerakan yang menjadi awal mula benih nasionalisme Indonesia memang
tepat. Namun, nasionalisme Indis bukanlah satu-satunya yang mejadi
tonggak awal lahirnya nasionalisme di Indonesia.
Modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda terhadap orang-orang jajahannya juga menjadi faktor pendorong
yang besar pula. Berdasarkan dengan adanya modernisasi tersebut maka
lahirlah politik etis yang membawa perubahan besar yang akhirnya
memberikan kesempatan kepada orang-orang pribumi untuk mengenyam
pendidikan baik didalam negeri maupun ke luar negeri.
Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereeniging) yang
merupakan wadah perhimpunan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang
ada di Belanda berhasil menjadi sebuah kawah candradimuka yang pada
akhirnya membentuk nasionalisme bagi orang-orang Indonesia yang
dikemudian hari menjadi tokoh-tokoh pergerakan nasional, sebagai
contoh seperti Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkosumo,
Muhammad Hatta, Sutan Sahjrir, Sutomo, dan Sartono.
Melihat sebuah kajian yang dilakukan oleh Dont, seorang
berkebangsaan Belgia yang menempuh studi di Universitas Gadjah Mada,
10
menyatakan bahwa Perhimpunan Indonesia memiliki andil yang sangat
besar dalam pembentukan beberapa organisasi-organisasi di Indonesia,
seperti Algemeene Studie Club yang berada di Bandung dan Soekarno
ada di dalamnya, kemudian Indonesische Studieclub yang berada di
Surabaya.
Kemudian Perhimpunan Indonesia juga mempunyai sebuah peran
yang sangat besar terhadap terselenggaranya kongres pemuda ke II pada
tanggal 28Oktober 1928 yang kemudian lahir sebuah cerita Melihat
Sejarah Nasionalisme heroik tentang persatuan pemuda yang biasa
dikenal dengan sumpah pemuda.
Beberapa gambaran tentang sejarah nasionalisme yang telah
dipaparkan di atas diperkuat kembali dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kahin, seorang yang berkebangsaan Amerika yang pernah juga
menjadi serdadu pada perang dunia II. Dia mengidentifikasi banyak hal
tentang perkembangan nasionalisme sejak Hindia Belanda.
Penelitian yang dilakukan sejak tahun 1948 ini semakin
menguatkan bahwa nasionalisme adalah antitesis dari sebuah penjajahan
(2013). Dari penelitian ini terungkap fakta bahwa bangsa Indonesia tidak
hanya dijajah oleh kongsi dagang VOC dan pemerintah kolonial saja,
namun secara bersamaan juga oleh Cina dan bangsa Indonesia lainnya
yang diwakili oleh kaum ningrat.
Dalam Fakta sejarah tersebut cukup jelas menyebutkan bahwa
VOC datang karena ketertarikan dengan rempah-rempah yang terdapat di
Maluku hingga terjadi berbagai monopoli di sektor ekonomi. Ketika
pemerintah Belanda turut campur tangan karena terjadi ketidakstabilan
ekonomi di internal VOC, eksploitasi sumber daya manusia maupun
alamnya semakin menjadijadi. Dengan siasat menguasai para kaum
ningrat inilah Belanda dapat mengusai para petani beserta tanahnya tanpa
menghadapi gejolaknya.
Di sisi lain Belanda membawa orang-orang Cina sebagai mitra
dagangnya. Kondisi menggambarkan bahwa rakyat Indonesia yang
disebut sebagai pribumi, meminjam istilah dari Kahin, benar-benar
11
mengalami isolasi ekonomi, sosial, dan psikologis. Wajar penggambaran
tersebut diutarakan, melihat sistem tanam paksa, pajak tanah, kewajiban
menyerahkan hasil panen, terisolasi dari pasar dan perlakuan
semenamena oleh penjajah begitu menjatuhkan nasib orang-orang
pribumi kedalam dasar kesengsaraan. Praktik-praktik feodalistik
semacam itu terus-menerus dilakukan sebagai upaya pemerasan sebesar-
besarnya untuk menunjang perekonomian Belanda yang di Eropa sedang
menghadapi era industrialisasi dan sangat membutuhkan daya kapital
yang luar biasa.
Di wilayah Hindia-Belanda sendiri praktik “penjilatan” yang
dilakukan oleh kaum ningrat yang menjadi antek-antek Belanda memang
dibuat sedemikian rupa, karena selain sebagai agen agitasi Belanda
kepada orang-orang pribumi, mereka juga dijanjikan akan kedudukan dan
kekuasaan. Isolasi ekonomi, sosial, dan psikologis sekali lagi jelas
terpampang dari uraian tersebut. Tidak harus kita melihat cara-cara
represif pemerintah kolonial Belanda sebagai bentuk kekejian yang
mutlak.
Benih nasionalisme inilah yang tersemai karena
pembatasanpembatasan politis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial.
Memang serakah, namun di sinilah titik balik yang kemudian akan
membangun kesadaran nasional dan membentuk jiwa-jiwa patriotik yang
dimulai dari patriotik lokal hingga menjadi sebuah patriotik kesatuan.
Dibukanya interaksi antara orang-orang pribumi dengan pemerintah
kolonial Belanda membuat orang-orang pribumi ini, khususnya petani,
melek mata melihat sebuah ketimpangan dan kesenjangan ekonomi,
sosial maupun kultural dengan para kaum penjajah. Kesadaran ini
mengakibatkan orientasi individualistik yang mulai terjadi penerimaan-
penerimaan gagasan nasionalisme dikalangan petani.
Hal tersebut sangat besar dipengaruhi oleh pergantian sistem
eksploitasi ekonomi secara tidak langsung seperti sistem tanam paksa
menjadi sistem usaha bebas yang dikelola secara langsung, banyak sektor
dalam kehidupan agraris mulai berhubungan dengan orang Jurnal Civics
12
Volume 13 Nomor 2, Desember 2016 214 Belanda maupun kekuatan
ekonomi Belanda (Kahin, 2013, pp. 56–57).
Kesadaran akan kekuasaan politik dan ekonomi Belanda
membangun jiwa nasionalisme. Kesepakatan di awal bahwa nasionalisme
dibentuk atas kesamaan nasib, karakter, kultural maupun sejarah. Dalam
kesepakatan ini melalui penelusuran dari penelitian Kahin yang
mengambil objek kajian nasionalisme Indonesia telah dibuktikan. Kahin
(2013, p. 55) menyatakan awal mula nasionalisme Indonesia tidak dapat
diperkirakan. Awal nasionalisme Indonesia merupakan fase yang baru
mulai disuarakan dan diorganisir pada dasawarsa kedua abad ke-20.
Terdapat lima unsur yang membuat pertumbuhan nasionalisme
Indonesia diantaranya adalah
a. Tingginya homogenitas keagamaan di Indonesia. Dengan
komposisi hampir 90 persen penduduk Indonesia beragama
Islam, akan mudah membangun solidaritas. Selain untuk
menangkal kristenisasi, Islam yang berdiri tipis diatas
kebudayaan Hindu-Budha dan mistisme Jawa, semakin
mempermudah penerimaannya di tataran rakyat, khususnya
rakyat Jawa;
b. Sikap superioritas orangorang Belanda yang tidak mau
disamakan dengan orang pribumi dalam berbahasa menjadi
faktor integrasi penting lainnya. Perkembangan bahasa
persatuan (lingua franca) yang digunakan adalah bahasa
Melayu mampu menghancurkan solidaritassolidaritas
sempit dalam nasionalisme Indonesia;
c. Dibentuknya majelis perwakilan tertinggi bagi orang
Indonesia yang disebut Volksraad, mampu mengorganisir
gerakan-gerakan kebangkitan nasional meskipun banyak
yang berpendapat posisi Volksraad tidak begitu
berpengaruh di mata pemerintah kolonial Belanda;
d. Perkembangan radio dan surat kabar menjadi saluran untuk
penyebaran gagasan nasionalisme. Beberapa study club
13
yang berdiri, misal: Perhimpunan Indonesia membuat surat
kabar yang diberi nama Oetosan Hindia untuk
menyebarkan nasionalisme dan sebagai alat propaganda
politik;
e. Adanya rangsangan oleh mobilitas geografis gagasan
maupun penduduk. Dengan pertumbuhan penduduk yang
meningkat sebagai akibat dari pola organisasi ekonomi
maupun fasilitas transportasi abad ke-20 di Indonesia,
mobilitas ini begitu berpengaruh sebagai faktor penyebab
integrasi. Penyemaian benih-benih nasionalisme telah
dilakukan begitu hebat dan lama serta telah mengalami
berbagai kondisi yang memungkinkan nasionalisme itu
lenyap oleh kekuasaan kolonial, namun sejarah menjadi
saksi akan keteguhan bangsa Indonesia akan persamaan
nasib telah mampu menahan gempuran penjajah. Dimulai
dari berkembangnya nasionalisme Indis yang juga
menyokong tumbuhnya nasionalisme Indonesia dan
kemudian dengan dikeluarkannya politik etis, nasionalisme
yang digagas oleh intelektual muda yang kemudian menjadi
tokoh pergerakan menjadi sebuah dinamika sejarah
nasionalisme Indonesia.
14
dipengaruhi oleh meningkatnya semangat bangsa-bangsa terjajah lainnya
dalam meraih kemerdekaan, antara lain dari Filipina dan India. Sejarah
terbentuknya nasionalisme di Indonesia disebabkan adanya perasaan
senasib sepenanggungan yang merupakan suatu reaksi subyektif, dan
kemudian kondisi obyektif secara geografis menemukan koneksitasnya
(Rachmat, 1996).
15
kubu ekstrimitas yaitu kegelapan imperialisme atau kolonialisme dengan
kebodohan etnosentrisme (Rachmat, 1996).
16
dalam suatu masyarakat bangsa, yang berarti bertentangan dengan esensi
dasar nasionalisme.
3. Fungsi Nasionalisme
Kelompok sosial terdiri atas dua atau lebih individu yang saling
berbagi identifikasi sosial umum dari diri masing-masing, atau yang
memiliki kemiripan tertentu dan merasa sebagai bagian dari kategori sosial
yang sama. Individu akan senantiasa memelihara citra diri yang positif
dengan mengikatkan diri ke dalam kelompoknya, agar dirinya dapat di
pandang secara positif dalam kelompok tersebut (Feather, 1994).
17
Menurut Kartodirjo (1993) identitas sosial baru sebagai bangsa
Indonesia merupakan kesadaran kolektif yang dimaksudkan untuk
menggantikan “identitas negatif” yang diberikan kolonialis. Sebutan
inlander pada masa kolonial mendorong Nasionalisme kesadaran sejumlah
orang yang terpelajar untuk berontak terhadap keadaan dan membentuk
identitas sosial yang baru.
18
dan negara Indonesia. Karakteristik dari nasionalisme yang
dimiliki seseorang digambarkan oleh beberapa ahli dengan
menunjukkan sikap-sikap tertentu yang bermanfaat bagi
diri dan lingkungannya.
19
1) Menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghindari
fanatisme berlebihan terhadap suku, agama, budaya dan ras,
2) Menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain
yang sejalan dengan cita-cita dan tujuan nasional, dan
3) Menjunjung dan mengupayakan suatu penegakan hukum yang
adil bagi seluruh warga negara.
20
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Istilah milenial pertama kali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil
dalam bukunya yang berjudul Millennials Rising: The Next Great Generation
(2000). Mereka menciptakan istilah ini tahun 1987, yaitu pada saat anak-anak
yang lahir pada tahun 1982 masuk pra-sekolah. Saat itu media mulai
menyebut sebagai kelompok yang terhubung ke milenium baru di saat lulus
SMA di tahun 2000. Pendapat lain menurut Elwood Carlson dalam bukunya
yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby
Boom (2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun
1983 sampai dengan 2001. Jika didasarkan pada Generation Theory yang
dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah
21
generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi
milenial juga disebut sebagai generasi Y. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai
pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993.
C. Hakikat Generasi Z
1. Definisi Generasi Z
Generasi Z (disebut juga I Generation, Generasi Net, atau Generasi
Internet) terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Mereka lahir dan
dibesarkan di era digital, dengan aneka teknologi yang komplet dan
canggih, seperti: komputer/laptop, HandPhone, iPads, PDA, MP3 player,
BBM, internet, dan aneka perangkat elektronik lainnya.
Sejak kecil, mereka sudah mengenal (atau mungkin diperkenalkan)
dan akrab dengan berbagai gadget yang canggih itu, yang secara langsung
atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan
perilaku dan kepribadiannya. Tuhana Taufiq Andrianto dalam Jusuf AN
(2011) memperkirakan akan terjadi booming Generasi Z sekitar tahun
2020.
2. Karakteristik Generasi Z
Generasi Z memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang
berbeda dengan generasi sebelumnya. Beberapa karakteristik umum dari
Generasi Z diantaranya adalah:
a. Fasih Teknologi.
Mereka adalah “generasi digital” yang mahir dan gandrung
akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka
dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara
22
mudah dan cepat, baik untuk kepentingan pendidikan maupun
kepentingan hidup kesehariannya.
b. Sosial.
Mereka sangat intens berkomunikasi dan berinteraksi
dengan semua kalangan, khususnya dengan teman sebaya melalui
berbagai situs jejaring, seperti: FaceBook, twitter, atau melalui
SMS. Melalui media ini, mereka bisa mengekspresikan apa yang
dirasakan dan dipikirkannya secara spontan. Mereka juga
cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli
dengan lingkungan.
c. Multitasking.
Mereka terbiasa dengan berbagai aktivitas dalam satu
waktu yang bersamaan. Mereka bisa membaca, berbicara,
menonton, atau mendengarkan musik dalam waktu yang
bersamaan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat
dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan
hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit.
Karakteristik tersebut memiliki dua sisi yang berlawanan, bisa
positif- memberikan manfaat bagi dirinya dan atau lingkungannya- atau
justru malah negatif yang dapat merugikan diri sendiri maupun
lingkungannya.
Wawan (2011) dalam tulisannya yang dipublikasikan di Wikimu,
mengatakan bahwa karena mereka fasih dengan teknologi digital, mereka
sangat cocok bekerja di perusahaan besar, perusahaan yang mampu
menyediakan fasilitas modern. Namun mereka akan kesulitan jika diminta
mengelola sebidang tanah, dengan fasilitas pengairan, dan modal uang
secukupnya. Karena yang ada di benak mereka adalah komputer, laptop
dan HP, bukan peternakan, perikanan dan pertanian.
Merurut Tuhana Taufiq Andrianto, sebagaimana disampaikan oleh
Jusuf AN dalam tulisannya yang berjudul “Masa Depan Anak-Anak
“Generasi Z” bahwa anak cenderung berkurang dalam komunikasi secara
verbal, cenderung bersikap egosentris dan individualis, cenderung
menginginkan hasil yang serba cepat, serba-instan, dan serba-mudah, tidak
sabaran, dan tidak menghargai proses.
Kecerdasan Intelektual (IQ) mereka mungkin akan berkembang
baik, tetapi kecerdasan emosional mereka jadi tumpul. Sementara itu,
Choiron (2011) menyoroti tentang bahaya dari kecenderungan generasi Z
yang gemar mendengarkan musik melalui earphone, yang dapat
menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan gangguan pada pendengaran.
D. Nasionalisme Ditangan Generasi Milenial dan Z
E. Bentuk Aksi Nyata Nasionalisme Generasi Milenial dan Z
F. Permasalahan Penanaman Jiwa Nasionalisme Generasi Milenial dan Z
23
G. Solusi Permaslahan Penanaman Jiwa Nasionalisme Generasi Milenial
dan Z
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Neils Mulder, Pribadi dan Masyarakat di Jawa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta ,
1996
Neils Mulder, Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya Jawa, Muangthai
dan Filipina, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999
Murniatmo, G., Sumintarsih, Sukari, Ariani, C., & Nurwanti, Y. H. 2000.
Aktualisasi Nilai Budaya Bangsa Di Kalangan Generasi Muda DI Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai
Tradisional. Jakarta: Depdikbud.
Aprinus Salam dkk.2016. Membongkar Yogya.Yogyakarta: Pusat Studi
Kebudayaan UGM
Hikmat Budiman.2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius
JURNAL
Inajati Adrisijanti. Kota Yogyakarta Sebagai Kawasan Pusaka
Budaya Potensi dan permasalahannya. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Budaya UGM
Daniel Justin Heppell.2004.Penyebab dan Akibat Perubahan
Kebudayaan Jawa di Yogyakarta. Malang: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Diatyka Widya.2010. Tradisi, Ekonomi-Politik, dan Toleransi Yogyakarta.Depok:
Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio FISIP-UI.
WEBSITE
http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/yogyakarta. (diakses pada tanggal 2 Januari
2019, di Sleman Yogyakarta)
http://e-journal.uajy.ac.id/1239/2/1TA10826.pdf. (diakses pada tanggal 3 Januari
2019, di Universitas Negeri Yogyakarta)
25