1
. Nama aslinya adalah Syekh Mursyahadatilla atau Syekh Hasanudin. Ada perbedaan
nasab mengenai orang tua Syekh Quro, menurut informasi yang penulis baca di situs
http://web.syekhnurjati.ac.id/info2/profile/biografi-syekh-nurjati/ diunduh pada hari Sabtu 3 Juni
2017 pukul 21.21.00 WIB. Dari Web IAIN Syekh Nurjati Cireebon, Ibu Syekh Quro yang
bernama Diyah Kirana adalah anak Syekh usen Jumadil Qubro. Tapi menurut informasi yang
penulis baca dari keterangan Al Allamah Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al Hafiz dan Sayyid
Shohibul Faroji Azmatkhan, penerbit Madawis, Edisi Tahun 2014 dari situs Web
http://ikraalfattah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-syekh-quro-karawang-maulana.tml
Diundu pada hari Rabu, 24 Januari 2018 pukul 21.45 WIB.
2
. http://ikraalfattah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-syekh-quro-karawang-maulana.tml .
mampir ke Pelabuhan Muara Jati dan bertemu dengan Syahbandar Ki Jumajan
Jati.3
Dengan kedatangan Syekh Quro ke Muara Jati, Ki Jumajan Jati kemudian
menitipkan anaknya Subang Larang untuk mengaji kepada Syekh Quro Karawang
selama dua tahun.4 Di Pengguron Syekh Quro Subang Larang bertemu dengan
Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi), ketika Raden Pamanah Rasa hendak
menghancurkan Pengguron Syekh Quro. Oleh karena terpikat dengan suara
Subang Larang saat mengaji dan karena kecantikannya, maka Raden Pamanah
Rasa jatuh cinta dan menikah dengan Subang Larang. Dari perkawinannya,
Subang Larang dan Raden Pamanah Rasa berputra tiga orang yakni
Walangsungsang lahir 1423 M, Rarasantang lahir 1426 M, dan Raja Sengara lahir
1428 M. Ketiga putra dan putri Prabu Siliwangi inilah yang nanti kelak menjadi
ulama penyebar Islam di Cirebon dan tatar Sunda.
Dalam hal ini, peran Syekh Quro sebagai alumni Timur Tengah tidak
hanya sebagai ulama penyebar Islam di tatar Sunda tetapi juga mencetak kader-
kader santri yang nantinya melahirkan ulama-ulama besar, seperti Subang Larang,
Walangsungsang, Syekh Ahmad, Syekh Musanudin, Syekh Bentong dan lain
sebagainya.
3
Opan Safari Pustaka Raja-raja Bhumi Nusantara alih bahasa dan aksara (Cirebon
2008) hlm 54
4
. http://ikraalfattah.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-syekh-quro-karawang-maulana.tml.
Op. Cit hlm 10
5
Syekh Bayanullah disebut juga Datuk Mahuyun, P.S. Sulendraningrat dan T.D. Sujana,
Naskah Purwaka Caruban Nagari alih bahasa dan aksara (Pengguron Krapyak Kaprabonan 1983)
hlm 8
di sana sehingga sempat dianggap bahwa Syekh Nurjati berasal dari Makkah.
Setelah belajar di Makkah, Syekh Nurjati melanjutkan studinya ke Baghdad yang
saat itu menjadi pusat kajian Islam terbesar di dunia.6
Syekh Nurjati mempunyai sepupu yakni San Ali atau Syekh Siti Jenar bin
Datuk Soleh bin Datuk Isa Tuwu Malaka. Datuk Soleh dan Datuk Ahmad (ayah
Syekh Nurjati/Syekh Dzatul Kahfi) adalah kakak beradik. Pada saat di Baghdad
Syekh Nurjati bertemu jodohnya dengan Syarifah Halimah anak Ali Nurul Alim
bin Jamaludin al-Husen bin Ahmad Syah Jalaludin bin Abdullah Khanuddin. Jadi
Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit. Dari pernikahanya tersebut
dikaruniai empat orang anak yakni Syekh Abdurrahman (Pangeran Panjunan),
Syekh Abdurrahim (Pangeran Kejaksan), Syekh Datuk Chafid dan Siti Fatimah
(Syarifah Baghdad). Keempat putra tersebut mengikuti jeajak ayahnya berdakwah
di Cirebon.7
Syekh Nurjati sebagai alumni Timur Tengah kembali membuka jaringan
ulama Cirebon Timur Tengah yang dahulu pernah dilakukan oleh Haji Purwa
pada pertengahan abad ke 14. Kedatangan Syekh Nurjati pada 1420 M beserta
pengikutnya dan juga anak-anaknya tidak hanya membangun jaringan ulama
Cirebon dan Timur Tengah tapi juga membangun jaringan ulama lokal Cirebon
dan Nusantara. Hal ini bisa dilihat dari geneologi keilmuan nasab ulama satu
dengan ulama lain di Cirebon dan Nusantara yang muttasil pada Syekh Husen
Jumadil Kubro dan Abdullah Khanuddin Azmatkhan8 sampai kepada Rasulullah
SAW.
Kedatangan Syekh Nurjati diterima oleh Syahbandar Ki Jumajan Jati dan
kemudian diizinkan membuat satu pemukiman untuk wilayah dakwahnya. Seiring
berjalannya waktu, cita-cita Syekh Nurjati membuat pesantren akhirnya terwujud
melalui bantuan harta Khadijah (cucu Bratalegawa) sekaligus janda kaya yang
6
http://web.syekhnurjati.ac.id/info2/profile/biografi-syekh-nurjati/ oleh Admin, diunduh
pada hari Sabtu 3 Juni 2017 pukul 21.21.00 WIB. Dari Web IAIN Syekh Nurjati Cireebon.
7
. Syekh Nurjati datang pada tahun sekitar 1420 bersama pengikutnya sebanyak duabelas
orang. Terdiri dari sepuluh laki-lakai dan dua perempuan. Mereka adalah utusan daari Kerajaan
Parsi yang beribu kota di Baghdad. T.D Sujana, Naskah Purwaka Caruban Nagari Op.Cit hlm 10
8
Istilah Azmatkhan bermula dari Sayyid Abdul Malik yang menikah dengan anak raja India yang
bergelalar Khan, sehingga keturunanya kemudian bergelar Khan seperti Abdullah Khanuddin.
dinikahinya, kemudian berdirilah Pondok Pesantren Amparan Jati. Pada
perkembanganya, pesantren Amparan Jati kemudian diteruskan oleh Sunan
Gunung Jati dan pasca peristiwa perang Cirebon dengan Rajagaluh, Pesantren
Amparan Jati kemudian diasuh oleh Syarifah Mudaim yang bergelar Nyai
Panatagama dan santri-santrinya pun banyak didominasi oleh perempuan. Dari
sinilah kemudian terbangun jaringan ulama dan pesantren di Cirebon dan
sekitarnya.
Jaringan Pesantren Amparan Jati kemudian terhubung dengan pesantren-
pesantren lain yang menjadi sentra dakwah di sepanjang pantai utara Jawa.
Jaringan pesantren tersebut terhitung mulai dari Pesantren Ampel Denta tempat
Raden Rahmat atau Sunan Ampel bin Ibrahin Samarkand bin Syekh Husen
Jumadil Qubro berdakwah, sebelah baratnya yaitu sentra dakwah Giri Kedaton
tempat kediaman Raden Paku atau Sunan Giri (murid sekaligus menantu Sunan
Ampel) bin Maulana Ishak bin Syekh Husen Jumadil Qubro berdakwah, sebelah
baratnya lagi yaitu sentra dakwah Islam Drajat tempat kediaman Raden Qasim
atau Sunan Drajat bin Sunan Ampel; di sebelah barat Drajat terdapat sentra
dakwah yang disebut Sendang Duwur tempat kediaman Raden Nur Rahmat putra
Abdul Qahar bin Syekh Abdul Malik al-Baghdadi, terhitung masih keponakan
Syekh Datuk Abdul Jalil (Siti Jenar) bin Datuk Soleh bin Datuk Isa Tuwu Malaka
bin Sayyid Abdul Qadir Kaelani saudara Ahmad Syah Jalaludin ayah Syekh
Husen Jumadil Qubro, sebelah barat Sendang Duwur terdapat sentra dakwah
Tuban tempat kediaman Sunan Bonang bin Sunan Ampel, sebelah barat Tuban
terdapat sentra dakwah Lasem kediaman Nyai Ageng Maloka binti Sunan Ampel
yang dinikahkan dengan Pangeran Wiranegara (Adipati Lasem) murid Sunan
Ampel, sebelah barat Lasem Sentra Dakwah Islam Demak Bintara tempat
kediaman Raden Fatah anak Brawijaya V sekaligus menantu dan murid Sunan
Ampel, sebelah barat Demak sentra dakwah Islam Kalijaga dan Pesantren Giri
Amparan Jati Cirebon tempat kediaman Raden Syahid bin Tumenggung
Wilwatikta (Penguasa Tuban) bin Arya Teja (mertua Sunan Ampel) dan Sunan
Gunung Jati bin Syarif Abdullah bin Ali Nurul Alim bin Syekh Husen Jumadil
Qubro.9
9
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo. Op. Cit. Hlm 340
10
Maka peristiwa haji ini menjadi sangat penting atas terbentuknya jaringan ulama
Cirebon dengan Timur Tengah, Azyumardi Azra Op. Cit hlm 70
Negara Kretabhumi tentang rute perjalanan yang dilakukan oleh keduanya saat
mereka berhaji.
Menurut Azra, pada abad ke-15 pelabuhan utama di Haramyan yang
menjadi jalur perdagangan pada saat itu adalah pelabuhan Hormuz, Aden dan
pelabuhan Mesir. Maka besar kemungkinan kapal dagang yang ditumpangi
keduanya itu berlabuh di pelabuhan Hormuz atau Aden. Sementara pelabuhan
Jeddah tidak banyak dikunjungi kecuali sedikit. Hal ini disebabkan karena pajak
yang terlalu tinggi yang ditetapkan Syarif Makkah. Faktor yang lain adalah karena
pelabuhan Jeddah sangat rawan untuk dijadikan jalur penyerangan tentara Salib
pada masa Salah al-Din al-Ayyubi dari Dinasti Ayyubiyah (berkuasa 546-650 M /
1169-1252 H) sehingga hal ini berpengaruh pada kebijakan Syarif Makkah yang
menetapkan pajak terlalu tinggi baik untuk muslim maupun non muslim sebagai
upaya preventif (pencegahan) masuknya tentara Salib ke Makkah pada saat itu.11
Setelah Pangeran Cakrabuana dan Nyimas Rara Santang sampai di
Haramayn melalui pelabuhan Hormuz atau Aden, mereka berdua menunaikan
ibadah haji sambil memperdalam ilmu di Haramayn. Naskah Negara Kretabhumi
memberikan petunjuk terkait dengan nama ulama atau guru-guru Pangeran
Cakrabuwana dan Nyimas Rara Santang antara lain Syekh Bayanullah (adik
Syekh Nurjati) dan Syekh Abdul Yajjid,12 adapun guru-guru Pangeran
Cakrabuwana selain yang di Makkah adalah Syekh Nurjati dan Syekh Ibrahim
Samarkandi (ayah Sunan Ampel)..13 Dan dari peristiwa haji inilah Nyimas Rara
Santang mendapatkan jodoh seorang Sultan Mesir yakni Maulana Syarif Abdullah
yang kelak mempunyai seorang putra Punjul Buwana (unggul di bumi) yakni
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Perjalanan ibadah haji dan menuntut ilmu Pangeran Cakrabuana dan
Nyimas Rara Santang di Haramayn ini tidak hanya membangun jaringan ulama
Cirebon Timur Tengah, akan tetapi membawa perubahan besar pada Islamisasi di
11
Azyumardi Azra Op. Cit hlm 71
12
Bahkan sebutan haji didapatkan dari Syekh Abdul Yajjid dengan julukan Haji Abdullah
Iman sekitar tahun 1448.
13
T. D. Sudjana Naskah Negara Kretabhumi Sarga empat Parwa empat alih bahasa dan
aksara (Pustaka Keraton Kanoman Cirebon 1987) hlm 27.
Cirebon yang bermula dari pernikahan Nyimas Rara Santang dan Syarif Abdullah
kemudian melahirkan Syarif Hidayatullah yang menjadi tokoh utama Islamisasi di
Cirebon dan melalui nasabnya lah kemudian banyak melahirkan kader-kader
ulama yang kelak menjadi pelopor berdirinya pesantren di Cirebon maupun di
luar Cirebon.
5. Syekh Bayanullah
9. Syekh Musanuddin
Syekh Musanudin adalah ulama sekaligus penghulu yang menjadi wakil
Sunan Gunung Jati ketika Sunan Gunung Jati melakukan dakwah Islam di
wilayah yang lain. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh T.D Sujana bahwa
pasca peristiwa perang antara Cirebon dengan Rajagaluh pada 1528 Sunan
Gunung Jati banyak melakukan dakwah di luar Cirebon, sehingga Syekh
Musanudin dipercaya untuk menggantikan posisi Sunan Gunung Jati untuk
mengajar santri-santrinya baik di Masjid Sang Cipta Rasa maupun di Pengguron
Amparan Jati.
Dari sisi nasab, Syekh Musanudin merupakan anak dari Nyimas Kedaton.
Sementara Nyimas Kedaton adalah anak dari Syekh Ahmad bin Syekh Hasanudin
Quro Karawang. Syekh Ahmad adalah ulama penghulu d Karawang yang
menggantitan posisi ayahnya yang sudah wafat. Syekh Ahmad juga tercatat
sebagai ulama yang membantu dalam pembangunan Masjid Dog Jumeneng atau
Masjid Sang Saka Ratu di Astana Gunung Sembung atau Giri Nur Saptarengga
yang sekarang menjadi komplek pemakaman Sunan Gunung Jati dan raja-raja
Cirebon.
Syekh Musanudin besar kemungkinan belajar langsung kepada Sunan
Gunung Jati dan mempunyai kemampuan yang unggul sehingga mampu
menempati posisi Sunan Gunung Jati ketika Sunan Gunung Jati sedang dakwah di
luar Cirebon. Syekh Musanudin kemudian mempunyai keturunan bernama Syekh
Gusanudin yang kelak menjadi penghulu di Masjid Dog Jumeneng atau Masjid
Sang Saka Ratu pada masa pemerintahan Pangeran Mas atau Panembahan Ratu I.