Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan sistem pencernaan tidak secara langsung menyebabkan
kematian bagi penderita. Namun hal ini menyebabkan beberapa penderita
mencari pertolongan medis. Salah satu gangguan sistem pencernaan yaitu
kolitis ulseratif.
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang
berganti-ganti. Nyeri abdomen, diare, perdarahan rektum merupakan gejala
dan tanda yang terpenting. Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah
subepitel yang timbul pada basis kripte lieberkhun, yang akhirnya
menimbulkan ulserasi mukosa. Puncak penyakit ini adalah antara usia 12 dan
49 tahun dan menyerang jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
Insiden yang lebih tinggi dari kolitis ulseratif terlihat dalam orang kulit
putih dan orang-orang keturunan Yahudi. Kolitis ulseratif terjadi pada 35-100
orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari
populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun
kolitis ulseratif tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan
komponen. Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-
faktor lingkungan (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006
Berbeda dengan colitis ulseratif lebih dari 156.000 orang terdiagnosa ca
kolon setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal
setiap tahunnya-meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup
dibawah 5 tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam
diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asomtomatis dalam
jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka

1
menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
(Brunner & Suddarth, 2002 : 1123)

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi
faktor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat kanker kolon atau polip
dalam keluarga, dan riwayat penyakit usus inflamasi kronis. Adanya faktor-
faktor gaya hidup dan populasi yang meningkat memungkinkan kanker
kolorektal dimasa yang akan datang potensial meninggi dalam hal insidensi.
Yang kedua adalah derajat keparahan. Seringkali kanker kolorektal tidak
menunjukkan gejala, sehingga pasien baru datang setelah ada gejala yang
biasanya sudah pada stadium akhir, yang menyebabkan penanganan kuratif
sudah tidak dapat dilakukan lagi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana konsep dasar penyakit
serta asuhan keperawatan colitis ulseratif dan karsinoma kolon?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan dan
memahami tentang konsep dasar penyakit serta asuhan keperawatan colitis
ulseratif dan kanker kolon.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah
a. Memahami konsep dasar penyakit colitis ulseratif dan kanker kolon
1) Mengetahui anatomi fisiologi colitis ulseratif dan kolon
2) Memahami definisi colitis ulseratif dan karsinoma kolon
3) Memahami etiologi atau penyebab colitis ulseratif dan karsinoma
kolon
4) Memahami patofisiologi colitis ulseratif dan karsinoma kolon
5) Memahami pemeriksaan diagnostik untuk colitis ulseratif dan
karsinoma kolon

2
6) Memahami penatalaksanaan untuk colitis ulseratif dan karsinoma
kolon

b. Konsep dasar asuhan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan


yang biasanya timbul, intervensi atau perencanaan keperawatan untuk
colitis ulseratif dan karsinoma kolon

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi Kolon dan Rektum

a. Kolon (usus besar)


Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter
panjangnya dan lebarnya 5-6 cm adalah sumbangan dari usus halus dan
mulai di katup ileokolik atau ileosekal, yaitu tempat sisa makanan lewat.
Kolon terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus
halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur
yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding
mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus, dan tidak memiliki
vili. Di dalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus
dan dilapisi oleh epitilium silinder yang memuat sel cangkir.(Evelyn C.
Pearce, 1995 : 196)
Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot
iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal,
panjangnya kurang lebih 13 cm, membujur keatas dari ileum ke bawah

4
hati dan disebut kolon asendens. Di bawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini di sebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
transversum. Kolon transversum panjangnya ± 38 cm, membujur dari
kolon asendens sampai ke kolon desendens, di bawah limpa kolon
transversum membelok sebagai flexura sinistra atau flexura lienalis dan
kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon desendens
yang panjangnya ± 25 cm. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang
disebut flexura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis,
dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi rektum.
Di bawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Selain iti, terdpat apendiks (usus buntu) yang muncul seperti corong dari
ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sangat sempit tetapi masih
memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
Berdasarkan fungsinya usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan atau absorbsi makanan. Bila usus halus mencapai sekum
maka semua zat makanan telah diabsorbsi dan isinya cair. Selama
perjalanan di dalam kolon isinya menjadi makin padat karena air di
absorbsi dan ketika rektum dicapai maka feses bersifat padat-lunak.
Peristaltik di dalam kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira-kira 16-
20 jam bagi isinya untuk mencpai flexura sigmoid. Fungsi kolon dapat
diringkas sebagai berikut :
 Absorbsi air, garam dan glukosa,
 Sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam,
 Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau dan penyiapan sisa protein
yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskresi,
 Defekasi (pembuangan usus besar).
b. Rektum
Rektum ialah yang sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar,
dimulai pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-

5
kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga
oleh otot internal dan external.(Evelyn C. Pearce, 1995 : 196)
Struktur rektum serupa dengan kolon, tetapi dinding yang berotot
lebih tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur
yang disebut kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam
saluran anus. Di dalam saluran anus, serabut otot sirkuler menebal untuk
membentuk otot sfinkter anus interna. Sel-sel yang melapisi saluran anus
berubah sifatnya, epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder.
Sfinkter externa menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup.

2. Pengertian Kolitis Ulseratif


Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).
Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang
berganti-ganti. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal, 461)
Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran
mukosa kolon (Monica Ester,2002,hal,56).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis
Ulseratif adalah suatu penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan
rektum yang menyebabkan luka atau lesi dan berlangsung lama.

3. Etiologi
Etiologi kolitis ulseratif tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya
berperan dalam etiologi karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat
bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam patogenesis
kolitis ulseratif. Antibody antikolon telah ditemukan dalam serum
penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limposit dari penderita
kolitis ulseratif merusak sel epitel pada kolon.
Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif,
namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori

6
reaksi sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan
terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus.
Menderita kolitis ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun,
tetapi tidak diketahui hal ini merupakan penyebab atau akibat efek ini,
kolitis ulseratif tidak sebabkan oleh distres emosional atau sensitifitas
terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu
timbulnya gejala pada beberapa orang. (Sylvia A. Price & Lorraine M.
Wilson, 2006, hal, 462).

4. Manifestasi Klinik
Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah berupa
buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis
ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat
mengalami :
a. Anemia
b. Fatigue/ kelelahan
c. Berat badan menurun
d. Hilangnya nafsu makan
e. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
f. Lesi kulit ( eritoma nodusum )
g. Lesi mata ( uveitis )
h. Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
i. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
j. Perdarahan rektum
k. Kram perut
l. Sakit pada persendian
m. Anoreksia
n. Dorongan untuk defekasi
o. Hipokalsemia (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

7
5. Patofisiologi
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif adalah
pada usia 30 sampai 50 tahun.
Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang
terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya.
Proses penyakit mulai pada rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh
kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek, dan menebal akibat
hipertrofi muskuler dan deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal
1106).
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada
kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum
yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang
normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal,
namun pada keadaan yang berat kelainan dapat terjadi pada ileum
terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan
sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3
normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskuler terutama
pada kolon distal dan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didapatkan
pada penyakit ini, melainkan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan
muskularis yang akan berakibat stenosis yang reversibel
Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa
pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada
penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada
permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat
menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma
yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah
menembus dinding kriptus dan menyebar dalam lapisan submukosa,
menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas
menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula

8
tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan
mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan
banyak kehilangan jaringan, protein dan darah. (Harrison, 2000, hal 161)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Contoh feses ( pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan
selama penyakit ) : terutama mengandung mukosa, darah, pus dan
organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
b. Protosigmoidoskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan
inflamasi.
c. Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan
karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter
infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
d. Enema barium, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi
dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh,
karena dapat membuat kondisi eksasorbasi.
e. Kolonoskopi dan pemeriksaan endoskopi mempunyai peran penting
dalam diagnosis dan penatalaksanaan kasus. Proktosigmoidoskopi

9
atau kolonoskopi akan memperlihatkan perubahan mukosa pada
kolitis ulseratif, yang terdiri atas hilangnya pola vaskular yang khas,
granularitas, dan ulserasi. Perubahan ini melibatkan rektum bagian
distal dan dapat berlanjut ke arah proksimal dengan pola simetris dan
melingkar hingga semua bagian dari usus besar terlibat.
f. Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah
g. ESR : meningkat karena beratnya penyakit. Trombosis : dapat terjadi
karena proses penyakit inflamasi.
h. Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit
berat. (Brunner & Suddarth, 2002)
i. Ultrasonografi ( USG ) , CT-scan dan MRI

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Terapi Obat - obatan
Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatif dan
antidiare/antiperistaltik digunakan untuk mengurangi peristaltik
sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi
feses pasien mendekati normal.
Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau sulfisoxazol
(gantrisin) biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan dan
sedang. Antibiotik digunakan untuk infeksi sekunder, terutama
untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan peritonitis.
Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan. (Brunner &
Suddarth, 2002, hal 1107-1108).
2) Pembedahan
Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis
ulseratif bila penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit
diatasi, intervensi bedah biasanya diindikasi untuk kolitis ulseratif.

10
Pembedahan dapat diindikasikan pada kedua kondisi untuk
komplikasi seperti perforasi, hemoragi, obstruksi megakolon,
abses, fistula, dan kondisi sulit sembuh.(Cecily Lynn betz &
Linda sowden. 2007, hal 323-324)

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Masukan diet dan cairan
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan
terapi suplemem vitamin dan pengganti besi diberikan untuk
memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak- seimbangan cairan dan
elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare, diatasi
dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya
makanan yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat
menimbulkan diare pada individu intoleran terhadap
lactose.Selain itu makanan dingin dan merokok juga dapat
dihindari, karena keduanya dapat meningkatkan morbilitas usus.
Nutrisi parenteral total dapat diberikan. (Brunner & Suddarth,
2002, hal 1106-1107).
2) Psikoterapi
Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres
pada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya
untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung karena
kondisi mereka. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolitis Ulseratif


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pemeriksaan, diagnosa
medis.
Identitas penanggung jawab

11
Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Biasanya pada klien yang terkena kolitis ulseratif mengeluh nyeri
perut, diare, demam, anoreksia.

b. Riwayat kesehatan sekarang


Perdarahan anus, diare dan sakit perut, peningkatan suhu tubuh, mual,
muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Untuk menentukan penyakit dasar kolitis ulseratif. Pengkajian
predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan
dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik,
seperti DM, hipertensi, dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai
sarana pengkajian proferatif.

d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Vital sign, meliputi
- Tekanan darah : Dalam batas normal (120/80 mmHg)
- Nadi : Takikardia atau diatas normal (> 100
x/menit)
- Suhu : Klien mengalami demam (> 37,5o C )
- Respirasi : Dalam batas normal (16- 20 x/menit)
e. Pemeriksaan sistem tubuh
1) Sistem pencernaan : - Terjadi pembengkakan pada abdomen
- Nyeri tekan pada abdomen,

12
- Bising usus lebih dari normal
(normalnya 5-35 x/menit)
- Anoreksia
 Sistem kardiovaskuler: Peningkatan nadi (takikardi)
3) Sistem neurologi : - Peningkatan suhu tubuh (demam)
- Kelemahan pada anggota gerak
4) Sistem integumen : Kulit dan membran mukosa kering dan
turgornya jelek.
5) Sistem musculoskeletal: Kelemahan otot dan tonus otot buruk
6) Sistem eliminasi : - Pada saat buang air besar mengalami
diare
- Feses mengandung darah

f. Pola aktivitas sehari-hari berhubungan dengan :


- Aspek biologi : Keletihan, kelemahan, anoreksia, penurunan berat
badan.
- Aspek psiko : Perilaku berhati-hati, gelisah.
- Aspek sosio : Ketidakmampuan aktif dalam sosial.

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth, 2002, hal 1108, diagnosa keperawatan
yang mungkin
muncul pada pasien dengan kolitis ulseratif :
a. Diare berhubungan dengan proses inflamasi
b. Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristaltik dan
inflamasi
c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
pembatasan diet, mual,
d. dan malabsorpsi
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan.

13
4. Perencanaan
Diagnosa 1 : Diare berhubungan dengan proses inflamasi
Definisi : Pengeluaran feses lunak dan tidak bermasa ( Wilkson,
Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasil :
- Turgor kulit kembali normal
- Input dan output seimbang
- Membran mukosa lembab

Intervensi Rasional
Mandiri
- Awasi masukan dan keluaran, karakter - Memberikan informasi tentang
dan jumlah feses, perkirakan kehilangan keseimbangan cairan.
yang tak terlihat misalnya berkeringat.

- Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu) - Hipotensi (termasuk postural),


takikardia, demam dapat menunjukan respon
terhadap dan efek kehilangan cairan.

- Observasi kulit kering berlebihan dan - Menunjukan kehilangan cairan


membran mukosa, penurunan turgor kulit, berlebihan atau dehidrasi
pengisian kapiler lambat
- Pertahankan pembatasan per oral, tirah - Kolon distirahatkan untuk
baring: hindari kerja menyembuhkan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
Kolaborasi
- Berikan cairan parenteral (infus) - Cairan parenteral membantu mengganti
cairan elektrolit untuk memperbaiki
kehilangan cairan.

14
- Pemberian obat anti diare - Menurunkan kehilangan cairan dari usus

Diagnosa 2 : Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan


peristaltik dan
inflamasi
Definisi :
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual / potensial/ digambarkan dengan istilah
seperti ( International Asociation for the study of pain ) : awitan yang
tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisispasi atau dapat diramalkan dan durassinya kurang dari
enam bulan ( Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )

Tujuan : Mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman.


Kriteria hasil :- Klien tampak rileks
- Klien tidak mengeluh nyeri lagi

Intervensi Rasional
Mandiri
- Observasi tingkat nyeri, lokasi- Informasi memberikan data dasar
nyeri, frekuensi dan tindakan untuk mengevaluasi kebutuhan
penghilang yang digunakan. keefektifan intervensi.

- Berikan pilihan tindakan nyaman :- Meningkatkan relaksasi dan


dorong teknik relaksasi, memampukan pasien untuk
distraksiaktifitas hiburan memfokuskan perhatian : dapat
meningkatkan koping
Kolaborasi
- Pemberian obat analgetik - Dapat membantu mengurangi

15
nyeri

Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh,


berhubungan dengan pembatasan diet, mual, dan malabsorpsi
Definisi :
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik (
Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
Tujuan : Memenuhi dan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat.
Kriteria Hasil :- Berat badan meningkat
- Pola eliminasi kembali normal

Intervensi Rasional
Mandiri
- Timbang berat badan tiap hari. - Memberikan informasi tentang
kebutuhan diet atau keefektifan terapi.

- Anjurkan istirahat sebelum makan. - Menenangkan peristaltik dan


meningkatkan energi untuk makan.

- Berikan kebersihan oral. - Mulut yang bersih dapat


meningkatkan rasa makanan.

- Batasi makanan yang dapat - Mencegah serangan akut/eksaserbasi


menyebabkan kram abdomen, flatus gejala.
(misalnya produk susu).

Kolaborasi
- Pertahankan puasa sesuai indikasi. - istirahat usus menurunkan peristaltik

16
dan diare dimana menyebabkan
malabsorpsi atau kehilangan nutrisi.

- Kolaborasi dengan tim gizi, untuk - Memungkinkan saluran usus untuk


Tambahkan diet sesuai indikasi mematikan kembali proses
misalnya cairan jernih maju menjadi pencernaan. Protein perlu untuk
makanan yang dihancurkan. penyembuhan integritas jaringan.
Kemudian protein tinggi, tinggi
kalori dan rendah serat sesuai
indikasi. - Membantu dalam mengatasi
masalah malabsorpsi nutrisi.
- Berikan obat sesuai dengan indikasi.
- - Program ini mengistirahatkan
saluran GI sementara memberikan
Berikan nutrisi parenteral total, nutrisi penting.
terapi IV sesuai indikasi.

Diagnosa 4 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan


Definisi :
Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktifitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan (
Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009 )
Tujuan : Mengembalikan kemampuan pasien dalam beraktivitas
Kriteria hasil : Klien dapat beraktivitas dengan normal kembali

Intervensi Rasional
- Memfasilitasi aktivitas yang tidak- Dapat membantu pasien dalam
dapat pasien lakukan. memenuhi kebutuhannya.

17
- Memberi motivasi - Motivasi akan memberi dorongan
pasien untuk dapat melakukan
aktivitas kembali.
- Lakukan latihan gerakan pada
pasien - Mengembalikan kemampuan gerak
pasien.

a. Definisi Kanker Kolon Rektum

Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa


mengenai organ apa saja di tubuh manusia. Kanker kolon adalah suatu
keganasan yang terjadi di usus besar.
Kanker rektum adalah keganasan yang terjadi pada bagian rektum.
Jenis yang paling umum dari kanker rektum adalah adenokarsinoma,
merupakan kanker yang timbul dari mukosa. Sel kanker juga dapat
menyebar dari anus ke kelenjar getah bening dalam perjalanan mereka ke
bagian lain dari tubuh.

Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok :


1) Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus
termasuk tipe ini. Massa tumor besar, permukaan mudah mengalami

18
perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di belahan kanan
kolon. Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2) Tipe ulseratif
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam
(kedalamannya biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis)
termasuk tipe ini.tipe ulseratif paling sering di jumpai, menempati lebih
dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada massa terdapat
tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya
menonjol, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi,
metastasis limfogen lebih awal.
3) Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus, sehingga dinding usus
setempat menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat
tukak atau tonjolan. Tumor seringkali mengenai sekeliling saluran usus,
disertai hyperplasia abnormal jaringan ikat, lingkaran usus jelas
menyusut, dipermukaan serosa setempat sering tampak cincin konstriksi
akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus, timbul
diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon
sigmoid dan bagian atas rectum, derajat keganasan tinggi, metastasis
lebih awal.

19
Stadium 1 : melakukan penetrasi pada lapisan mukosa
Stadium 2 : tumor menginvasi dinding kolon
Stadium 3 : selain menginvasi lapisan otot juga terdapat keterlibatan
kelenjar getah bening regional
Stadium 4 : tumor sudah melakukan metastasis

b. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker kolonrektal masih belum diketahui, tetapi
kondisi sindrom poliposis adenomatosa memiliki predisposisi lebih besar
menjadi risiko kanker kolon. Sebagian besar kanker kolon muncul dari polip
adenomatosa yang menutupi sebelah dalam usus besar. Seiring waktu,
pertumbuhan abnormal ini makin memperbesar dan akhirnya berkembang
menjadi adenokarsinoma. Dalam kondisi ini, banyak adenomatosa
mengembangkan polip di kolon, yang pada akhirnya menyebabkan kanker
usus besar.
Faktor resiko yang mungkin adalah riwayat kanker pribadi, orang
yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal
untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung
telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat
kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit
ini lebih besar, riwayat penyakit usus inflamasi kronis serta diet kebiasaan
makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang
merokok, minum minuman beralkohol atau menjalani pola makan yang
tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol) dan
sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar
terkena kanker colorectal. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan
zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih

20
kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Selain itu, etiologi lain dari kanker kolonrektal yaitu :
 Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan
ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
 Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu,
daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
 Minuman beralkohol, khususnya bir, usus mengubah alkohol menjadi
asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
 Obesitas.
 Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai
administrasi, atau pengemudi kendaraan umum
 Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada
dinding dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia
50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi
beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
 Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
 Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia
yang semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit
ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

c. Tanda dan Gejala


Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan
fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Adanya darah dalam feses adalah gejala
paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak
diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.
(Suzanne C.Smeltzer, 2002 : 1126)
1. Kanker kolon kanan

21
Dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga
stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan
sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan
tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus
jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus,
tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium
awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen,
dan kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum
Cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi
dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi.
Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan
obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus
maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia
akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum
dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena. Hemoroid, nyeri
pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat
timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang
mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah.

Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :


 Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
 Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram
lambung serta adanya tekanan pada rektum.
 Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan
lambung, polip usus, atau wasir.
 Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di
dalam rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.

22
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah
nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang
sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan
dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan
distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan denagn lesi rektal adalah evakuasi feses yasng tidask lengkap
setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
(Suzanne C.Smeltzer, 2002 : 1126)

d. Patofisiologi
Kanker kolon terutama 95% adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus). Dimulai sebuah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke
bagian tubuh yang lain terutama ke organ hati.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang
tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk
polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat
diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma
tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu
yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang
dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat
berupa massa polipoid, besar, tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya.
Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi
polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon ascenden.
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
 Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih.
 Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.

23
 Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah
ke system portal.
 Penyebaran secara transperitoneal
 Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan
lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta
perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses,
serta timbulnya metastase pada jaringan lain.

Pathway

24
KANKER PAYUDARA,
MEROKOK FAKTOR GENETIK KOLITIS ULSERATIF,
RAHIM, ATAU OBESITAS KONSUMSI MAKANAN
PENYAKIT CROHN
OVARIUM SEKARANG YANG RENDAH SERAT,
KONTAK AGEN POLIP ATAU DI MASA LALU BANYAK LEMAK DAN
KARSINOGENIK ADENOMATOSA PROTEIN
PERUBAHAN METAPLASIA PADA
DINDING KOLON
GANGGUAN KONSEP DIRI
(GAMBARAN DIRI)
INTOLERAN KERUSAKAN JARINGAN
AKTIVITAS VASKULAR LOKAL KANKER KOLON

KOLOSTOMI PERMANEN

PENDARAHAN INTESTINAL
INVASI JARINGAN DAN EFEK
ANEMIA FESES BERCAMPUR DARAH
KOMPRESI OLEH TUMOR
RISIKO TINGGI INJURI

KOMPRESI SARAF ANOREKSIA INTERVENSI RADIASI DAN RESPONS INTERVENSI BEDAH


LOKAL KEMOTERAPI PSIKOLOGIS KOLEKTOMI

NYERI DANGKAL ASUPAN NUTRISI


KECEMASAN PEMENUHAN
ABDOMINAL TIDAK ADEKUAT PREOPERATIF
INFORMASI

NYERI AKTUAL/RISIKO
KETIDAKSEIMBANGAN PERUBAHAN INTAKE PASCABEDAH
NUTRISI KURANG DARI NUTRISI
KEBUTUHAN LUKA PASCABEDAH

RESPONS SERABUT KERUSAKAN JARINGAN


RISIKO INFEKSI PORT DE ENTREE
LOKAL LUNAK PASCAOPERASI
25
MEROKOK FAKTOR KETURUNAN DAN KOLITIS KONSUMSI MAKANAN
PENYAKIT GENETIK KOLEKSISTEKTOMI ULSERATI ALKOHOL RENDAH SERAT, BANYAK
LEMAK
KONTAK AGEN
POLIP ADENOMATOSA PERUBAHAN METAPLASIA PADA
KARSINOGENIK
DINDING KOLON

GANGGUAN KONSEP DIRI


INTOLERANSI KERUSAKAN JARINGAN VASKULAR KANKER REKTUM (GAMBARAN DIRI)
AKTIVITAS LOKAL
KOLOSTOMI PERMANEN
INVASI JARINGAN DAN EFEK KOMPRESI
PENDARAHAN INTESTINAL FESES
OLEH TUMOR
ANEMIA BERCAMPUR DARAH
RISIKO TINGGI INJURI

KOMPRESI ANOREKSIA INTERVENSI PENYEMPITAN RESPON INTERVENSI BEDAH


SARAF RADIASI DAN DAN OBSTRUKSI PSIKOLOGIS KOLEKTOMI
LOKAL KEMOTERAPI LUMEN REKTUM
ASUPAN NUTRISI TIDAK
NYERI DANGKAL ADEKUAT
ABDOMINAL KECEMASAN
PREOPERATIF
KETIDAKSEIMBANGAN PEMENUHAN INFORMASI
GANGGUAN
NUTRISI KURANG DARI
DEFEKASI
NYERI KEBUTUHAN
PERUBAHAN
PASCABEDAH
INTAKE NUTRISI
LUKA PASCABEDAH
KERUSAKAN JARINGAN LUNAK
RESPONS SERABUT LOKAL PASCABEDAH

RISIKO INFEKSI PORT DE ENTREE

26
e. Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi
mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman,
tidak berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan
untuk menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di
laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang
digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus
besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat
dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau
ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan, dan
gambaran pembuluh darahnya.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto
kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker
ke paru.
3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat
ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma
kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel. Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan.
Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood) secara berkala, untuk menentukan
apakah terdapat darah pada tinja atau tidak. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila
seseorang mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui
adanya kelainan pada prostat.
5. Barium Enema

27
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar
melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada
pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada
perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi
kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter. Kelemahannya, pada
pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.

f. Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat pendarahan, terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan bergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan.
Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam penahapan kanker
kolon pada periode perioperatif.
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui
lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah
terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar
jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker.
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker
kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada
satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam
membuat keputusan di kolon, massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan. (Suzanne C.Smeltzer,
2002 : 1127)
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :

28
 Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi
pertumbuhan, pembuluh darah, dan nodus limfatik)
 Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
 Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi(memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
 Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesiobstruksi yang tidak
dapat direseksi)
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil
sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker
di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat
anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan
hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di
rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis
desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan
dibuat anastomosis kolorektal.
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini
dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan pembuatan kolostomi adalah untuk
tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah
tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit lain.
Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk
penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Sampai saat ini terapi radiasi tetap merupakan modalitas standar untuk pasien dengan
kanker rektal, peran terapi radiasi pada kanker kolon masih terbatas. Terapi ini tidak
memiliki peran dalam pengaturan ajuvan atau dalam pengaturan metastasis.

29
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak
genetik sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan
dirinya cepat, antara sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah.
Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Kemoterapi yang
diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan
leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3
macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah
dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi. Radiasi dan
kemoterapi dapat diberikan secara berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat
kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi
disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar getah
bening regional, M = jarak metastese) yaitu :

 M0 : Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.


 MI : Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga
hanya bisa dihambat dengan kemoterapi
 N1 : Metastasis ke kelenjar regional unilateral
 N2 : Metastasis ke kelenjar regional bilateral
 N3 : Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
 T1 : Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan
pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
 T2 :Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
 T3 : Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi
4. Agen Biologis
Bevacizumand (avastin) adalah obat anti-angiogenesis pertama yang disetujui dalam
praktek klinis dan indikasi pertama adalah kanker kolorektal metastasik. Obat ini

30
menunjukkan perkembangan membaik dan kelangsungan hidup secara keseluruhan
ketika bevacizumab ini ditambahkan ke kemoterapi (fluorourasil ditambah irinotecan).
5. Diet
Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.

6. Pencegahan
Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :
 Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
 Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus
 Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang
air besar.
 Hidup rileks dan kurangi stress
 Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
 Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
 Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kanker Kolon


a. Pengkajian
 Kanker Kolon
Pada pengkajian, keluhan sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan
fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi.
Pada riwayat penyakit sekarang akan didapatkan perubahan kebiasaan defekasi dan
pasase darah dalam feses. Gejala dapat mencakup anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.(

31
Pengkajian riwayat penyakit penting untuk mengetahui adanya riwayat infeksi pada
kolon, kanker payudara, rahim, atau ovarium. Pengkajian riwayat keluarga, terutama
pada generasi terdahulu yang memiliki riwayat kanker. Pengkajian kebiasaan yang
mendukung peningkatan risiko, seperti merokok, konsumsi makan rendah serat, atau
tinggi lemak dan protein serta ada tidaknya penurunan berat badan.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan kecemasan berat setelah mendapat
pemberitahuan tentang kondisi kanker kolon. Pengkajian pengetahuan pasien tentang
program pengobatan kanker meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan memberikan
manifestasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi individu.(
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei
umum terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi
klinik. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan rektum akan didapatkan :
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum
dan feses akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses.
Sering didapatkan bentuk feses dengan kaliber kecil seperti pita.
Auskutasi : biasanya normal
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada area lesi
 Kanker Rektum
Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah kesulitan dalam melakukan buang air
besar dan perdarahan pada anus. Perdarahan anus dan perubahan dalam kebiasaan
buang air besar atau gejala obstruksi lebih sering terjadi pada rektum daripada kanker
kolon.(
Pada pengkajian riwayat pengkajian sekarang, perawat menanyakan seberapa parah
tingkat kesulitan dari eliminasi feses. Apakah feses masih bisa keluar tetapi dengan
diameter feses yang sangat kecil, atau bahkan sudah mengalami obstruksi total. Keluhan
obstruksi memberikan keluhan lain pada gangguan, seperti: nyeri dan ketidaknyamanan
abdominal akibat gangguan dalam melakukan defekasi, malaise, mual, muntah, dan
anoreksia.
Keluhan perdarahan anus terjadi pada sebagian besar pasien kanker rektum. Keluhan
perdarahan dengan darah yang segar dan tidak berhenti dengan istirahat. Meskipun

32
banyak orang berdarah karena hemoroid (wasir), perawat tetap harus menanyakan
kemungkinan terjadinya perdarahan anus. Perdarahan anus yang berkepanjangan
(mungkin dalam jumlah kecil yang tidak terlihat dalam feses) dapat mengakibatkan
anemia, menyebabkan kelelahan, pusing atau detak jantung yang cepat. Pada beberapa
kasus juga didapatkan keluhan urine bercampur darah. Kondisi ini berhubungan dengan
jika tumor menyerang atau menekan kandung kemih atau prostat.
Adanya massa direktum dapat tumbuh begitu besar sehingga mencegah pengeluaran.
Penyumbatan ini dapat menyebabkan perasaan konstipasi berat atau sakit ketika akan
mengeluarkan BAB. Selain itu, nyeri perut atau kram mungkin terjadi karena
penyumbatan. Ukuran feses menjadi lebih kecil atau tampak sempit sehingga bisa
melewati sekitar massa rektal. Pasien kanker rektum mungkin mengeluh sensasi bahwa
feses tidak tidak bisa sepenuhnya dievakuasi dengan buang air besar.(
Keluhan nyeri abdomen biasanya berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
melakukan defekasi sehingga terjadi distensi otot-otot abdomen. Keluhan nyeri pada
punggung bawah bisa didapatkan dan ini merupakan tanda akhir yang disebabkan oleh
tumor, penekanan saraf menyerang spina lumbal.
Keluhan malaise sering terjadi akibat kondisi anoreksia kronis dan ketakutan pasien
untuk makan karena mereka berasumsi bahwa dengan makan akan terbentuk feses,
sedangkan untuk melakukan defekasi sangat sulit. Malaise juga berhubungan dengan
peningkatan asupan nutrisi oleh kanker dan penurunan sel darah merah akibat
perdarahan anus. Keluhan penurunan berat badan tanpa diketahui penyebabnya sering
didapatkan pada pasien kanker rektum. Kondisi ini karena kanker menyebabkan
penurunan berat badan secara progresif.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu, perawat menanyakan faktor predisposisi yang
berhubungan dengan kanker rektum, seperti adanya riwayat penderita polip rekti,
riwayat pembedahan kolesistektomi, riwayat penggunaan alkohol, merokok, serta
riwayat diet rendah serat dan tinggi lemak.
Pengkajian riwayat penyakit keluarga merupakan hal yang penting untuk dilakukan
secara seksama. Faktor predisposisi kanker rektum dengan riwayat familiar, terutam
pada generasi terdekat seperti orang tua atau saudara kandung yang memiliki riwayat
kanker atau polip rektum.(

33
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya
pemenuhan informasi intervensi keperawatan, pengobatan, dan rencana pembedahan.
Pemeriksaan fisik, survei umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat
lemah. TTV biasanya normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti takikardi dan
peningkatan pernapasan. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan perhatian khusus pada
ukuran dan lokasi kanker rektal selain kemungkinan lesi metastasis, termasuk
pembesaran kelenjar getah bening atau hepatomegali. Pada pemeriksaan fisik fokus
akan didapatkan hal-hal sebagai berikut :
Inspeksi : perdarahan pada feses atau perdarahan tunggal dari anus. Pada colok
dubur, sarung terlihat adanya darah. Pada kondisi penyebaran kanker ke
anus akan terlihat kondisi abnormal dari anus.
Auskultasi : biasanya bising usus normal.
Perkusi : suara timpani abdomen didapatkan pada pasien yang mengalami
kembung
Palpasi : colok dubur didapatkan adanya penyempitan atau terasa masa pada
lumen rektum.

b. Diagnosis Keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d adanya intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana
pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
2. Risiko tinggi injuri b.d anemia, pascaprosedur bedah kolostomi.
3. Nyeri b.d kerusakan integritas jaringan, respons pembedahan.
4. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d kolostomi permanen.
5. Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari anemia.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat.
7. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascabedah.
8. Kecemasan pasien dan keluarga b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan.

c. Intervensi Keperawatan

34
Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, rencana pembedahan
dan rencana perawatan rumah
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan.
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah
diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien tentang Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
prosedur diagnostik, kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
pembedahan kolostomi menggunakan pendekatan yang sesuai
sementara dan rencana dengan kondisi individu pasien. Dengan
perawatan rumah mengetahui tingkat pengetahuan
tersebut, perawat dapat lebih terarah
dalam memberikan pendidikan yang
sesuai dengan pengetahuan pasien
secara efisien dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat dengan pasien perlu
penerimaan informasi dilibatkan dalam pemenuhan informasi
untuk menurunkan risiko
misinterpretasi terhadap informasi yang
diberikan.
Jelaskan tentang terapi dengan Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi kemoterapi diberikan sebagai
pelengkap terapi bedah dan terapi
radiasi.
Jelaskan tentang terapi radiasi Pengetahuan tentang karsinoma kolon
walaupun tidak bersifat radiosensitif
dan pada kebanyakan pasien, radiasi
eksternal memberikan efek penyusutan

35
tumor sehingga akan menambah
semangat pasien untuk melakukan
terapi.
Jelaskan dan lakukan
pemenuhan atau persiapan
pembedahan, meliputi:
 Diskusikan jadwal Pasien dan keluarga harus diberitahu
pembedahan waktu dimulainya pembedahan.
Apabila rumah sakit mempunyai jadwal
kamar operai yang padat, lebih baik
pasien dan keluarga diberitahukan
tentang banyaknya jadwal operasi yang
telah ditetapkan sebelum pasien.

 Persiapan administrasi dan Pasien sudah menyelesaikan


informed consent administrasi dan mengetahui secara
finansial biaya pembedahan. Pasien
sudah mendapat penjelasan tentang
pembedahan kolektomi atau kolostomi
oleh tim bedah dan menandatangani
informed consent.
 Konfirmasi kepada pasien Perawat mengonfirmasi penjelasan ahli
tentang penjelasan yang bedah tentang akan dilakukannya
telah dijelaskan oleh ahli kolostomi. Hal ini penting dilakukan
bedah karena pada beberapa pasien bisa
terkejut setelah pascabedah terdapat
anus buatan pada dinding perut yang
memberikan manifestasi sedih pada
pasien.
Pasien yang menjalani pembedahan
untuk kolostomi permanen dapat

36
mengekspresikan rasa takut dan
perubahan konsep diri.
Berdiskusi dengan individu yang
berhasil menghadapi kolostomi dapat
membantu pasien prabedah.
 Lakukan pendidikan Manfaat dari instruksi preoperatif telah
kesehatan preoperatif dikenal sejak lama. Setiap pasien
diajarkan sebagai seorang individu,
dengan mempertimbangkan segala
keunikan ansietas, kebutuhan dan
harapan-harapannya.
 Programkan instruksi yang Jika sesi penyuluhan dilakukan
didasarkan pada kebutuhan beberapa hari sebelum pembedahan,
individu direncanakan dan pasien mungkin tidak ingat tentang apa
diimplementasikan pada yang telah dikatakan. Jika instruksi
waktu yang tepat diberikan terlalu dekat dengan waktu
pembedahan, pasien mungkin tidak
dapat berkonsentrasi atau belajar karena
ansietas atau efek dari medekasi
praanestasi.
Beritahu persiapan pembedahan,
meliputi:
 Persiapan intestinal Pada persiapan untuk pembedahan,
penting untuk menghindari pengiritasi
kolon, yang biasanya sensitif dan rentan
terhadap perforasi. Pagi hari sebelum
pembedahan, lakukan pemberian
laksatif salin ringan dan pemberian
dengan hati-hati enema pembersih
mungkin cukup diberikan pada pasien.
 Persiapan puasa Puasa dilakukan minimal 6-8 jam

37
sebelum dilakukan pembedahan.

 Persiapan kulit Tujuan dari persiapan kulit preoperatif


adalah untuk mengurangi sumber
bakteri tanpa mencederai kulit.

 Pencukuran area operasi Pencukuran area operasi dilakukan


apabila protokol lembaga atau ahli
bedah mengharuskan kulit untuk
dicukur, pasien diberitahukan tentang
prosedur mencukur, dibaringkan dalam
posisi yang nyaman dan tidak memajan
bagian yang tidak perlu. Area operasi
bedah abdomen dapat dilihat pada
gambar.
Beritahu pasien pembedahan,
meliputi:
 Persiapan istirahat dan tidur Istirahat merupakan hal yang penting
untuk penyembuhan normal.
Kecemasan tentang pembedahan dapat
dengan mudah menganggu kemampuan
untuk istirahat atau tidur.
Ajarkan aktivitas pada
postoperasi, meliputi:
 Latihan napas diafragma Salah satu tujuan dari asuhan
keperawatan preoperatif adalah untuk
mengajar pasien cara untuk
meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anestesi
umum. Hal ini dicapai dengan
memperagakan pada pasien bagaimana

38
melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan napas
dengan lambat. Pasien diletakkan dalam
posisi duduk untuk memberikan
ekspansi paru yang maksimum.
Ajarkan aktivitas pada
postoperasi, meliputi:
 Latihan tungkai Tujuan peningkatan pergerakan tubuh
secara hati-hati pada pascaoperasi
adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
untuk mencegah stasis vena dan untuk
menunjang fungsi pernapasan yang
optimal.
Pasien ditunjukkan bagaimana cara
untuk berbalik dari satu sisi ke sisi
lainnya dan cara untuk mengambil
posisi lateral. Posisi ini akan digunakan
pada pascaoperatif (bahkan sebelum
pasien sadar) dan dipertahankan setiap
dua jam.
Beritahu pasien dan keluarga Pasien akan mendapat manfaat bila
kapan pasien sudah bisa mengetahui kapan keluarga dan
dikunjungi temannya dapat berkunjung setelah
pembedahan.
Beri informasi tentang Manajemen nyeri dilakukan untuk
manajemen nyeri keperawatan peningkatan kontrol nyeri pada pasien.
Berikan informasi pada pasien Keterlibatan pasien dan keluarga dalam
dan keluarga yang akan melakukan perawatan rumah
menjalani perawatan rumah, pascabedah, dapat menurunkan risiko
meliputi: komplikasi dan dapat meningkatkan

39
kemandirian dalam melakukan masalah
yang sedang dihadapi.

 Ajarkan cara merawat stoma Pasien dianjurkan melindungi kulit


peristoma dengan sering mencuci area
tersebut menggunakan sabun ringan,
memberikan barier kulit protektif
disekitar stoma dan mengamankannya
dengan melekatkan kantung drainase.
Bedak nistatin (Mycostatin) dapat
ditebarkan sedikit pada kulit peristoma
bila terdapat iritasi atau pertumbuhan
jamur. Kulit dibersihkan dengan
perlahan menggunakan sabun ringan
dan waslap lembap serta lembut.
Sabun bertindak sebagai agen abrasif
ringan untuk mengangkat residu enzim
dari tetesan fekal. Selama kulit
dibersihkan, kasa dapat digunakan
untuk menutupi stroma atau tampon
vagina dapat dimasukkan dengan
perlahan untuk mengabsorpsi kelebihan
drainase.

 Ajarkan cara membuat Stoma diukur untuk menentukan


kantung dan memasang ukuran kantung yang tepat, pada
kantung drainase kondisi klinik bnayak bungkus es
panjang yang dapat digunakan sebagai
kantung stoma. Untuk membuat
bundaran atau cincin penahan perawat
bisa memodifikasi kasa gulung (lihat

40
gambar)
Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm
lebih besar dari stoma. Kulit
dibersihkan sesuai prosedur di atas.
Bundaran peristoma dipasang. Iritasi
kulit ringan memerlukan taburan bedak
sebelum kantung dilekatkan.

 Ajarkan cara mengirigasi Stoma pada abdomen tidak mempunyai


kolostomi otot kontrol volunter sehingga
pengosongannya dapat terjadi pada
interval waktu yang tidak teratur.
Pengaturan pasase materi fekal dicapai
dengan irigasi kolostomi atau
membiarkan usus mengevakuasi secara
alami tanpa irigasi.
Perawat memperagakan pada awal
pertama dilakukan irigasi, biarkan
pasien dan keluarga mempertahankan
atau bertanya.

 Anjurkan mengkonsumsi Diet tinggi serat dapat meningkatkan


diet tinggi serat pasase feses sehingga konsistensi feses
lembek padat berbentuk dan mudah
serta tidak menstimulasi apabila
melewati lumen intestinal pascabedah.

 Anjurkan untuk Makanan yang menyebabkan bau dan


menghindari makanan yang gas berlebihan dihindari. Makanan ini
bisa meningkatkan bau feses termasuk kol, telur, ikan, kacang

41
polong dan produk selulosa seperti
kacang tanah.

 Anjurkan untuk intervensi Hal-hal yang dapat dilakukan untuk


pencegahan menurunkan risiko meliputi:
 Berhenti merokok. Merokok telah
jelas dikaitkan dengan risiko tinggi
kanker usus besar (dan juga banyak
kondisi lain).
 Minum aspirin setiap hari, tetapi
karena terdapat potensi efek
samping, hal ini tidak dianjurkan
untuk semua orang. Bicaralah
dengan dokter terlebih dahulu.
 Minum dosis yang aman asam folat
(misalnya 1 mg) setiap hari.
 Terlibat dalam aktivitas setiap hari.
 Makanlah berbagai jenis buah dan
sayuran setiap hari.

 Anjurkan untuk Beberapa agen nyeri farmakologik


semampunya melakukan biasanya memberikan reaksi negatif
manajemen nyeri pada gastrointestinal.
nonfarmakologik pada saat
nyeri muncul
Anjurkan untuk masuk Kunjungan tindak lanjut harus minimal
kelompok pendukung dan mencakup hal-hal sebagai berikut:
konseling  Colonoscopy dalam waktu 3 bulan
setelah operasi
 Colonoscopy 1 tahun setelah
pembedahan dan setiap 3 tahun

42
setelah itu.
 Tes untuk okultisme darah dalam
feses setiap tahun, diikuti oleh
colonoscopy jika hasil tes positif.
 Pengukuran tingkat
carcinoembryonic antigen (CEA)
untuk menguji kambuhnya kanker
setelah operasi.
Diskusikan pola fungsi Hidup dengan kondisi kanker
seksualitas memberikan banyak tantangan baru,
baik untuk pasien dan keluarga. Pasien
mungkin mempunyai banyak
kekhawatiran tentang bagaimana
kanker akan mempengaruhi Anda dan
kemampuan Anda untuk hidup normal,
yaitu untuk merawat keluarga dan
rumah Anda, untuk menyimpan
pekerjaan Anda dan untuk melanjutkan
persahabatan dan aktivitas yang Anda
nikamati. Banyak orang merasa cemas
dan depresi. Beberapa orang merasa
marah dan kesal; orang lain merasa tak
berdaya dan kalah.
Bagi kebanyakan orang dengan kanker,
berbicara tentang perasaan dan
kekhawatiran mereka membantu.
Teman-teman dan anggota keluarga
dapat sangat mendukung. Mereka
mungkin ragu-ragu untuk menawarkan
dukungan sampai mereka melihat
bagaimana pasien menghadapi kondisi

43
yang pasien lakukan. Jika pasien ingin
bicara tentang keprihatinan, biarkan
mereka tahu.
Beberapa orang tidak ingin “beban”
yang dihadapi juga dirasakan pada
orang yang mereka cintai atau lebih
suka berbicara tentang keprihatinan
mereka dengan yang lebih profesional
yang netral. Seorang pekerja sosial,
konselor atau ulama dapat membantu
jika pasien ingin untuk mendiskusikan
perasaan mereka dan kekhawatiran
tentang punya kanker.
Banyak orang dengan kanker sangat
dibantu dengan berbicara kepada orang
lain yang menderita kanker. Berbagi
keprihatinan dengan orang lain yang
telah mengalami hal yang sama dapat
sangat menenangkan.
Berikan motivasi dan dukungan Pasien dengan pasangannya diikutkan
moral dalam membina pola seksual pasca
kolostomi.
Beberapa pasien mungkin mengajukan
pertanyaan tentang aktivitas seksual
secara langsung atau memberi petunjuk
tak langsung mengenai rasa takut
mereka.
Beberapa indivu dapat memandang
pembedahan sebagai perusakan dan
suatu ancaman terhadap seksualitas
mereka; beberapa merasa takut

44
impoten. Sementara itu, yang lain
mengekspresikan kekhawatiran
terhadap bau atau adanya kebocoran
dari kantung selama aktivitas seksual.
Anjurkan posisi seksual alternatif, serta
metode stimulasi alternatif untuk
memuaskan keinginan seksual.
Berikan motivasi dan dukungan Intervensi untuk meningkatkan
moral keinginan pasien dalam pelaksanaan
prosedur pengembalian fungsi
pascabedah kolostomi.

Risiko injuri b.d pasca-prosedur reseksi kolon


Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pasca intervensi reseksi kolon, pasien
tidak mengalami injuri
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal
- Kondisi kepatenan selang dada optimal
- Tidak terjadi infeksi pada insisi
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor yang Pascabedah pasien akan terdapat drain
meningkatkan risiko injuri pada tubuh pasien. Keterampilan
keperawatan kritis diperlukan agar
pengkajian vital dapat sistematis
dilakukan.
Monitor adanya komplikasi Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah pascabedah seperti kebocoran dari sisi
anastomosis, prolaps stoma, perforasi,
retraksi stoma, impaksi fekal dan iritasi
kulit, serta komplikasi paru yang

45
dihubungkan dengan bedah abdomen.
Abdomen dipantau terhadap tanda
kembalinya peristaltik dan kaji
karakteristik feses.
Bantu ambulasi dini Pasien yang menjalani kolostomi
dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong
untuk mulai berpartisipasi dalam
menghadapi kolostomi.
Beri perhatian khusus pada Pasien lansia dapat mengalami
pasien usia lanjut penurunan penglihatan sampai beberapa
derajat dan kerusakan pendengaran,
serta kesulitan melakukan keterampilan
yang memerlukan koordinasi motorik
halus. Oleh karenanya, membantu
pasien memegang alat ostomi pada
periode praoperatif dan stimulasi
pembersihan kulit periostomal, serta
irigasi stoma akan membantu pasien.
Jatuh akibat ketidaksengajaan sering
terjadi pada lansia. Oleh karena itu,
penting untuk memastikan apakah
pasien dapat berjalan tanpa bantuan ke
kamar mandi.
Perawatan kulit adalah masalah utama
untuk para lansia dengan ostoma,
karena pada lansia terjadi perubahan
pada kulit akibat proses penuaan.
Lapisan lemak subkutan dan epitel
menjadi tipis dan kulit mudah teriritasi.
Untuk mencegah kerusakan, perhatian

46
khusus diberikan pada hygiene kulit dan
penempatan alat yang tepat.
Arteriosklerosis terjadi akibat
penurunan aliran darah pada luka dan
sisi stoma.
Pertahankan status Pasien akan mendapat cairan intravena
hemodinamik yang optimal sebagai pemeliharaan status
hemodinamik.
Monitor kondisi selang Secara umum pasien pasca-
nasogastrik esofagektomi akan terpasang selang
nasogastrik. Perawat berusaha untuk
tidak mengubah posisi, mengangkat,
memanipulasi atau mengirigasi selang,
kecuali memang diperlukan untuk
terapi.
Kolaborasi untuk pemberian Antibiotik menurunkan risiko infeksi
antibiotik pascabedah yang akan menimbulkan reaksi
inflamasi lokal dan dapat memperlama
proses penyembuhan pasca-
funduplikasi lambung.

Nyeri b.d iritasi intestinal, respons pembedahan


Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah nyeri berkurang atau
teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
- Skala nyeri 0-1 (0-4)
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien Pendekatan dengan menggunakan

47
dengan tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
nonfarmakologik dan noninvasif telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan, meliputi:
 Kaji nyeri dengan Pendekatan PQRST dapat secara
pendekatan PQRST komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 (0-4), keadaan ini merupakan
peringatan yang perlu perawat
waspadai karena memberikan
manifestasi klinik yang bervariasi dari
komplikasi pascabedah reseksi kolon.

 Beri oksigen nasal apabila Pemberian oksigen dilakukan untuk


skala nyeri ≥ 3 (0-4) memenuhi kebutuhan oksigen pada saat
pasien mengalami nyeri pascabedah
yang dapat menganggu kondisi
hemodinamik.

 Istirahatkan pasien pada saat Istirahat secara fisiologis akan


nyeri muncul menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.

 Atur posisi fisiologis Pengaturan posisi semifowler dapat


membantu merelaksasi otot-otot
abdomen pascabedah sehingga dapat
menurunkan stimulus nyeri dari luka
pascabedah.

48
 Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan intake oksigen sehingga
pernapasan dalam pada saat akan menurunkan nyeri sekunder dari
nyeri muncul penurunan oksigen lokal.

 Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


pada saat nyeri menurunkan stimulus internal.

 Lakukan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri


sentuhan berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan yang akan dirasakan
sebab-sebab nyeri dan membantu mengurangi nyerinya dan
menghubungkan berapa lama dapat membantu mengembangkan
nyeri akan berlangsung kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian
 Analgetik melalui intravena Analgetik diberikan untuk membantu
menghambat stimulus nyeri ke pusat
persepsi nyeri di korteks serebri
sehingga nyeri dapat berkurang.

Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat
Tujuan: Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7 x 24 jam
pascabedah, intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20

49
x/menit
- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat minimal 0,5 kg.
Intervensi Rasional
Intervensi nonbedah:
 Anjurkan pasien makan Makanan dapat lewat dengan mudah ke
dengan perlahan dan lambung.
mengunyah makanan
dengan seksama

 Sajikan makanan dengan Membantu merangsang nafsu makan.


cara yang menarik

 Fasilitas pasien memperoleh Kandungan serat tinggi dapat


diet biasa dengan membentuk massa feses yang optimal
kandungan serat tinggi dan menurunkan kondisi diverkulosis
menjadi divertikulitis. Komponen buah-
buahan dan sayuran dapat
meningkatkan asupan tinggi serat.

 Pantau intake dan output, Berguna dalam mengukur keefektifan


anjurkan untuk timbang nutrisi dan dukungan cairan.
berat badan secara periodik
(sekali seminggu)
Intervensi dengan pembedahan:
 Berikan diet prabedah Diet tinggi kalori, rendah residu
biasanya diberikan selama beberapa
hari sebelum pembedahan, bila waktu
dan kondisi pasien memungkinkan.
Apabila tidak terdapat situasi
kedaruratan, tindakan praoperatif
dilakukan serupa dengan pembedahan

50
abdomen umumnya.

Parameter penting adalah dengan


 Kaji kondisi dan toleransi melakukan auskultasi bising usus.
gastrointestinal pascareseksi Apabila didapatkan bising usus artinya
kolon fungsi gastrointestinal sudah pulih
pasca-anestesi umum. Kembalinya diet
ke pola normal berlangsung sangat
cepat. Sedikitnya 21 cairan/hari
dianjurkan.

Intervensi ini untuk menurunkan risiko


 Lakukan perawatan mulut infeksi oral.

Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan


 Kolaborasi dengan ahli gizi komposisi dan jenis makanan yang
jenis nutrisi yang akan akan diberikan sesuai dengan
digunakan pasien kebutuhan individu.

Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree dari luka pembedahan
Tujuan: Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan
pada integritas jaringan lunak
Kriteria evaluasi:
- Jahitan dilepaskan pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi
dan peradangan pada area luka pembedahan
- Leukosit dalam batas normal
- TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan atau
pembedahan dan apakah adanya penyimpangan dari tujuan yang

51
order khusus dari tim dokter diharapkan.
bedah dalam melakukan
perawatan luka.
Buat kondisi balutan dalam Kondisi bersih dan kering akan
keadaan bersih dan kering. menghindari kontaminasi komensal dan
akan menyebabkan respons inflamasi
lokal, serta akan memperlama
penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
 Lakukan perawatan luka Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
steril pada hari kedua hari untuk menurunkan kontak tindakan
pascabedah dan diulang dengan luka yang dalam kondisi steril
setiap 2 hari sekali pada sehingga mencegah kontaminasi kuman
luka abdomen ke luka bedah.

 Lakukan perawatan luka Drain pascabedah merupakan material


pada sekitar drain yang menjadi jalan masuk kuman.
Perawat melakukan perawatan luka
setiap hari atau disesuaikan dengan
kondisi pembalut drain, apabila kotor
maka harus diganti.

 Bersihkan luka dan drainase Pembersihan debris (sisa fagositosis,


dengan cairan antiseptik jaringan mati) dan kuman sekitar luka
jenis iodine providum dengan mengoptimalkan kelebihan dari
dengan cara swabbing dari iodine providum sebagai antiseptik dan
arah dalam ke luar dengan arah dari dalam ke luar
sehingga mencegah kontaminasi kuman
ke jaringan luka.
 Bersihkan bekas sisa iodine Antiseptik iodine providum mempunyai
providum dengan alkohol kelemahan dalam menurunkan proses

52
70% atau normal salin epitelisasi jaringan sehingga
dengan cara swabbing dari memperlambat pertumbuhan luka,
arah dalam ke luar maka harus dibersihkan dengan alkohol
atau normal salin.
 Tutup luka dengan kasa Penutupan secara menyeluruh dapat
steril dan tutup dengan menghindari kontaminasi dari benda
plester adhesif yang atau udara yang bersentuhan dengan
menyeluruh menutupi kasa luka bedah.

Angkat drainase pascabedah Pelepasan sesuai indikasi bertujuan


sesuai pesanan medis untuk menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan Antibiotik injeksi diberikan selama tiga
antibiotik hari pascabedah yang kemudian
dilanjutkan antibiotik oral sampai
jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji
adanya reaksi atau riwayat alergi
antibiotik serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.

Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi


Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa
cemas berkurang
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat
- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi
yang dihadapi
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah
standar
- Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik

53
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik, seperti: Digunakan dalam mengevaluasi
kelemahan, perubahan tanda- derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
tanda vital, gerakan yang khususnya ketika melakukan
berulang-ulang, serta catat komunikasi verbal. Pada kondisi klinik,
kesesuaian respons verbal dan pasien biasanya merasa sedih akibat
nonverbal selama komunikasi diagnosis penyakit dan rencana
pembedahan. Pasien yang menjalani
pembedahan untuk kolostomi sementara
dapat mengekspresikan rasa takut dan
masalah yang serupa dengan individu
yang memiliki stoma permanen.
Anjurkan pasien dan keluarga Memberikan kesempatan untuk
untuk mengungkapkan dan berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut
mengekspresikan rasa takutnya dan mengurangi cemas yang berlebih.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional antara perawat
dan pasien akan mempengaruhi
penerimaan pasien dengan pembedahan.
Aktif mendengar semua kekhawatiran
dan keprihatian pasien adalah bagian
penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah
yang akan dilakukan, pilihan anestesi
dan perubahan atau kejadian
pascaoperatif yang diharapkan akan
menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi. Bagi
sebagian besar pasien, pembedahan
adalah suatu peristiwa hidup yang
bermakna. Kemampuan perawat dan
dokter untuk memandang pasien dan

54
keluarganya sebagai manusia yang
layak untuk didengarkan dan dimintai
pendapat sebelum operasi dibandingkan
dengan mereka yang hanya sekedar
diberi pramedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat pramedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap
cemas.
Bantu pasien meningkatkan Perubahan yang terjadi pada citra tubuh
citra tubuh dan beri kesempatan dan gaya hidup sering sangat
pasien mengungkapkan menganggu, oleh karena itu pasien
perasaannya memerlukan dukungan empatis dalam
mencoba menyesuaikannya. Oleh
karena stoma ditempatkan pada
abdomen, pasien dapat berpikir bahwa
setiap orang akan melihat ostomi.
Perawat dapat mampu mengurangi
ketakutan ini dengan memberikan
informasi aktual tentang prosedur
pembedahan dan pembentukan, serta
penatalaksanaan ostomi. Apabila pasien
menghendaki, diagram, foto dan slat
dapat digunakan untuk menjelaskan dan
memperjelas. Pasien juga dapat
mengalami stress emosional, perawar
perlu mengulang beberapa informasi.
Berikan kesempatan pada pasien untuk
mengajukan pertanyaan.
Hadirkan pasien yang pernah Berdiskusi dengan indivisu yang
kolostomi berhasil menghadapi kolostomi sering
membantu menurunkan kecemasan

55
pasien prabedah.
Berikan privasi untuk pasien Memberi waktu untuk mengekspresikan
dan orang terdekat perasaan, menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien
melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.
Kolaborasi:
Berikan anticemas sesuai Meningkatkan relaksasi dan
indikasi contohnya diazepam menurunkan kecemasan.

d. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai


berikut.

1. Informasi kesehatan terpenuhi.


2. Tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah reseksi kolon.
3. Nyeri berkurang atau teradaptasi.
4. Intake nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu.
5. Infeksi luka operasi tidak terjadi.
6. Kecemasan berkurang.
7. Peningkatan konsep diri atau gambaran diri.
8. Peningkatan aktivitas.

56
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah penyakit radang usus besar pada kolon dan rektum yang
berlangsung lama yang menyebabkan luka atau lesi. Penyebab kolitis ulseratif belum
diketahui. Faktor yang berperan dalam penyakit kolitis ulseratif adalah faktor genetik karena
sistem imun dalam tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus
berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Faktor lingkungan juga berpengaruh
misalnya diet, diet rendah serat makanan dan menyusui. Gejala utama kolitis ulseratif adalah
diare, nyeri abdomen, tanesmus, dan perdarahan rektal. Tindakan medis yang dilakukan
dengan cara memberi terapi obat-obatan dan dilakukan pebedahan. Sedangkan tindakan
keperawatannya masukan diet dan cairan dan psikoterapi.

Kanker kolorektal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau
jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker
kolorektal adalah adenokarsinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta
melepaskan lendir dan cairan lainnya).
Etiologi dari kanker kolorektal yaitu terdiri atas faktor resiko dan faktor predisposisi.
Faktor risiko terdiri dari usia, riwayat kanker pribadi, riwayat kanker kolorektal pada
keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis, riwayat penyakit polip di usus, dan riwayat
penyakit crohn. Sedangkan faktor predisposisinya terdiri dari merokok, pola makan yang
tidak sehat (tinggi lemak dan rendah serat), kontak dengan zat-zat kimia, minuman
beralkohol, obesitas, dan bekerja sambil duduk seharian.

B. Saran
Sebagai perawat kita harus mengerahui gejala-gejala yang ditimbulkan dari kolitis
ulseratif dan ca kolon. Sehingga perawat tepat dalam membuat asuhan keperawatan pada
klien. Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawatan klien dengan
kolitis ulseratif dan ca kolon.

57
DAFTAR PUSTAKA
.

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta : EGC.

Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007. Buku saku keperawatan edisi 5. Jakarta : EGC.

Grace A.Pierce & Neil.R.Borley.2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Gelora Aksara Pratama.

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama, Jakarta :
EGC

Lestari Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk. 2008. Endoskopi Gastrointestinal, Jakarta : Salemba
Medika.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta : EGC.

Wilkson, Judith M & Ahern,Nancy R.2009. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Evelyn C.Pearce. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Brunner & Suddarth vol.2 edisi 8. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC

58

Anda mungkin juga menyukai