Anda di halaman 1dari 36

Kanker Kolorectal

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah System Digestive I

Disusun oleh :
Kelompok 01
1. Claudia Selviyanti

(220110100001)

2. Annisa Labertha

(220110100002)

3. Sarita

(220110100004)

4. Putri Fatma

(220110100005)

5. Nurul khaira

(220110100006)

6. Meila

(220110100007)

7. Imas Rohimah

(220110100008)

8. Sonya Putri Perdana

(220110100009)

9. Sisca

(220110100010)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah kami panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Judul untuk makalah ini
adalah Kanker Kolorektal.Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan tugas mata kuliah System Digestive I Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
pengarahan baik moral maupun material yang tidak ternilai besarnya dari berbagai pihak.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh pihak
tersebut.
Penulis bangga untuk mempersembahkan makalah ini. Ada banyak hal penting yang
dapat diraih, dipelajari dan dipikirkan didalamnya.
Penulis sadar bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini, terutama dalam penulisan,
tapi penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Waalaikumsalam wr.wb

Jatinangor, Maret 2012

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker
kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat,
baik pada pria maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit
budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di
negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih
dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang
dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama
seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rektum
lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens

: 25%

Transversa

: 10%

Desendens

: 15%

Sigmoid

: 20 %

Rectum

: 30 %

Namun pada tahun tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada
distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan
insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunnya, kira kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis
dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 50 %,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila
mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal. Pada

makalah ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan klien dengan colorectal
cancer.
1.2 Rumusan Masalah
1

Bagaimana konsep teori dari colorectal cancer?

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan colorectal cancer?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah pencernaan
dengan gangguan colorectal cancer.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi colorectal cancer.
2. Mengetahui dan memahami etiologi colorectal cancer.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi colorectal cancer.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan
colorectal cancer.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan colorectal cancer.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi dari colorectal cancer.
7. Mengetahui dan memahami pencegahan dari colorectal cancer.
8. Mengetahui dan memahami prognosis dari colorectal cancer.
9. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari colorectal cancer.
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan colorectal cancer.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Mendapatkan pengetahuan tentang colorectal cncer.
2. Mendapatkan pengetahuan dan mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus
colorectal cancer.

Chair

: Meila

Scriber 1

: Sisca

Scriber 2

: Claudia
Kasus 3

Tn.C 49thn dgn BB: 70kg TB :155cm datang k poliklinik penyakit dalam mengeluh BAB yang
berdarah dan gatal disekitar anus. Pada saat wawancara diketahui dia menjelaskan timbulnya
darah setelah setiap feses keluar dgn warna merah terang. Ia merasa khawatir dgn kendisinya
karena darah muncul menetap dan ia memiliki keluarga dgn riwayat kanker kolon.
Ketidaknyamanan (nyeri) rektum dan gatal dirasakan meningkat 2 hari yg lalu. Biasanya tuan C
mengalami konstipasi minimal 1 kali dalam sebulan. Ia jg mengatakan tidak biasa
mengkonsumsi

sayuran,

kadang2

merokok.

tuan

direncanakan

akan

endoskopi/kolonoskopi, periksa feses, dan darah lengkap.


Step 1
1

Endoskopi/kolonoskopi (imas)

~ utk melihat kolon itu seperti apa (sarita)


~ alat utk melihat kolon menggunakan selang ada kameranya melalui mulut. (sisca)
Step 2
1

Darah keluar bersama feses atau darahnya saja? (heni)

Apakah kanker kolon genetik? (Anya)

Mengapa BAB berdarah dan gatal? (annisa)

Prosedur kolonoskopi (icha)

Hub tdk mengkonsumsi sayuran dan merokok dgn pnyakit (putri)

Cara mengatasi gatal (nurul)

Sebab nyeri dan gatal di rektum? (Sarita)

Peran perawat dalam konsumsi sayuran (nurul)

Mengatasi anxietas (sarita)

10 Hub konstipasi dgn penyakit (imas)


11 Manifestasi kanker kolon (meila)
12 Masalah kep (imas)

dilakukan

13 Efek samping endoskopi (nurul)


14 Pem.penunjang (sisca)
15 Apakah BB adalah faktor resiko (sarita)
16 Karakteristik feses normal (sifa)
17 Terapi dan pengobatan (clau)
18 Diagnosa medis (heni)
19 Tindakan awal perawat (imas)
Step 3
2

Etiologi kanker : ideopatik


Bisa, jd faktor resiko kanker (sifa)

5. karena sayuran bisa mengandung banyak serat yang bisa melancarkan BAB.Karena rokok
bnyak mengandung zat beracun. (heni)
1. di dalam feses terdapat darah (bercampur) (sarita)
Konstipasi susah keluar jd keluar darah. Feses dapat mengiritasi dinding2 (sisca)
7. bakteri dlm rektum yg bikin gatal. Nyri karna konstipasi. (nurul)
Gatal dari respon nyeri awal selain dari bakteri. (meila)
6. berendam pake air hangat yg gatalnya. (sifa)
8. sayuran bisa diperbaiki sayuran tersebut agar menarik (sarita)
Memberi penyuluhan karna sayuran itu penting (heni)
Berkolaborasi (annisa)
10. awalnya dari konstipasi jd dapat melukai (sifa)
3. feses menekan pembuluh darah disekitar menjadi pecah (nurul)
Darah yg dikeluarkan dari kolon (sonya)
Mungkin disebabkan oleh kanker kolon yang ditujukan dgn feses berdarah. Atau dari rokok dan
kurang serat.
11. nyeri, feses berdarah, pembukuh darah mudah pecah, distensi abdomen, massa, kelenjar
limfe pembengkakan, warna berubah, kadang ada pus, bermetastase, kegores sedikit berdarah,
bertambah besar, nyeri tekan.
13. pemeriksaan fisik: inspeksi,palpasi,ausuktasi. Pem.feses, pem. Darah lengkap, CT.scan,
USG. dan endoskopi. (sonya)

16. warna : kuning kecoklatan, bentuk panjang , mengandung air (nurul). Baunya khas
9. beri motifasi dan melibatkan keluarga untuk koping. (sifa)
12. nyeri (putri), gg.nutrisi
14. iya
17. kaji rentang nyeri, analgetik, (sifa)
Kemoterapi (sarita)
Perbanyak makan berserat, olahraga, istirahat cukup, mengurangi rokok (imas)
Relaksasi, distraksi
19.kaji skala nyeri, inspeksi, palpasi, kurangi nyeri
Step 4 (LO)
~Perbedaan konstipasi karna kanker kolon dan hemoroid
~stage kanker
4

Prosedur endoskopi/kolonoskopi

15. efek samping endoskopi


Step 5 (Mind map)
Faktor resiko(riwayat keluarga,gaya hidup)
Konstipasi
Merangsang sel kanker
Nyeri, gatal, feses berdarah
Kanker kolon/rectum
Konsep,patofisiologi,askep,dll

BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi Fisiologi
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana diketahui sistem pencernaan
dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus (duodenum, yeyunum,
ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan
rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah usus halus, terdiri dari kolon
sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon
sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah rektum yang merupakan saluran diatas
dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian
kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Usus
besar berbentuk tabung muscular beongga dengan panjang 1,5 meter dan diameter sekitar 6,5
cm yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani Usus besar di bagi menjadi 3 bagian yaitu
sekum, kolon, dan rectum. Kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang
(transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid.Bagian kolon dari usus buntu
hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian
sisanya sering disebut dengan "kolon kiri" (http://id.wikipedia.org).
Sekum terdiri dari katup ileosekal dan apendik. Ileosekal mengendalikan aliran kimus dari
ileum ke sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus
halus. Kolon ascendant panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini di sebut
fleksura hepatica. Kolon transversum panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon
ascendant sampai kolon descenden, berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. Kolon descenden panjangnya
kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan
fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan sigmoid. Kolon sigmoid
merupakan lanjutan dari kolon descenden terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri,

bentuknya menyerupai huruf S, dn ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. Rectum


terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan interstinum mayor dengan anus.
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus
disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna ( misalnya selulosa ),
komponen empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan
garam dari isi lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi
utama usus besar adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi. Selulosa dan bahanbahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan
membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan menentukan
volume isi kolon.
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
masa feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan
berkontraksi untuk mengososngkannya. Gerakan ini menyebabkan gerakan usus bolak-balik
dan meremas-remas sehingga member cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.

Konsep
Definisi Colorectal Cancer
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai organ apa saja di
tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum,
maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka disebut kanker
kolorektal (Aru, 2006). Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat
tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya
serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah

ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik ( Burkitt, 1971 ).
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan
rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker colorectal
adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir
dan cairan lainnya).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI,
2001 : 209) :
A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat
buah.
C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.
D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak
dapat dioperasi lagi.
Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N =
kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese).
T = Tumor primer
TO = Tidak ada tumor
TI = Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 = Invasi ke dinding otot
T3 = Tumor menembus dinding otot
N = Kelenjar limfa
N0

= tidak ada metastase

N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral


N2

= Metastasis ke kelenjar regional bilateral

N3

= Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional

M = Metastasis jauh

MO = Tidak ada metastasis jauh


MI

= Ada metastasis jauh

Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok


1. Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus termasuk tipe ini. Tumor
tampak nodular, polipoid, seperti kembang kola tai fungoid. Massa tumor besar, permukaan
mudah mengalami perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di belahan kanan kolon.
Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2. Tipe ulseratif
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam (kedalamannya
biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis) termasuk tipe ini.tipe ulseratif paling sering
di jumpai, menempati lebih dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada massa
terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya menonjol dank
eras, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis limfogen lebih awal.
3. Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus setempat
menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor
seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia abnormal jaringan ikat,
lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular, dipermukaan serosa setempat
sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus,
timbul diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon sigmoid dan
bagian atas rectum, derajad keganasan tinggi, metastasis lebih awal.
2.4 Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko &
faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :
1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker colorectal.

2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker colorectal pada
keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
4. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buahbuahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok, atau
menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam
linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena
kanker colorectal. Adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal (seperti
juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat
kasar, dibandingkan penduduk primitive (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971)
mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam garam empedu atau hasil pemecahan protein
& lemak, dimana sebagian dari zat zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Etiologi lain :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta
gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan
kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida
yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaraan umum

6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin tua.
Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun
ke atas.
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat
kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan
dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang
umum terjadi.
1. Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga
stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar
dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan
hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik).
Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan
mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri
cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi
rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian,

serta feses berdarah (Gale, 2000).


Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :
1. Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
2. Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung serta
adanya tekanan pada rektum.
3. Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung, polip usus,
atau wasir.
4. Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam rongga
perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri
Kolon kanan
Kolon kiri
Pasokan darah: a. mesenterika superior, Pasokan darah: a. mesenterika inferior, v.
v. mesenterika superior.

mesenterika inferior

Balikan vena: vena portahati kanan


Balikan vena: v. lienalisvena portahati kiri
Besar
Kecil
Cair seperti bubur
Berbentuk kering, padat
Terutama absorbsi air, elektrolit
Storasi feses, defekasi
Umumnya berbentuk benjolan, sering Umumnya tipe infiltrative, mudah ileus
ulserasi luas, berdarah, infeksi
Massa abdominal, sistemik,

perut Ileus, hematokezia, iritasi usus

kembung, nyeri samar dan gejala tak


khas
2.6 Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer
dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut
adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada
stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal

adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif
lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian
dari usus besar (Davey, 2006 : 335).
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat berupa massa polipoid, besar,
tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam
sturktur sekitarnya. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi
polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon ascenden. Secara histologist 95%
kanker kolon dan rektum adalah adenokarsinoma(tumor ganas yang tumbuh di jaringan epitel
usus) yang dapat menyekresi mucus yang jumlah yang berbeda-beda. Sel kanker dapat terlepas
dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati).
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker
menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan
ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain (Gale, 2000 : 177).
Stadium pada Colorectal Cancer
1. 1.

Stadium Klinis
Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN

(Tambayong, 2000 : 143).


TIS

Carcinoma in situ

T1

Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler

T2

Sudah mengenai otot dinding

T3

Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar

T4

Sama dengan T3 dengan fistula

Limfonodus terkena

Ada metastasis

1. 2.

Stadium Kanker Kolon


1. Stadium A: kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis, tak
ada metastasis kelenjar limfe.
2. Stadium B: kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi
tunika serosa, di luar serosa atau jaringan perirektal, tapi tak ada metastasis
kelenjar limfe.
3. Stadium C: kanker disertai metastasis ke kelenjar limfe. Menurut lokasi kelenjar
limfe yang terkena di bagi menjadi stadium C1 dan C2. C1; kanker disertai
metastasis kelenjar limfe samping usus dan mesenterium, C2; kanker di sertai
metastasis kelenjar limfe di pangkal arteri mesenterium.
4. Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi luas local
atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin kuratif
atau nonresektabel.

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan
obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi
terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah
terjadi metastase ke kelenjar limfe.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi mereka yang
sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun
pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker
kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada
pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan
kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus biopsi
tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran
makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada
kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.
2. Radiologis

Pemeriksan radiologis

yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon

(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah
adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
1. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami
perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood)
secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.
2. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
3. Barium Enema
d.
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar melalui dubur
dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat
bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter.
Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal
dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab
itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi
sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada
satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa

tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua
Kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah
sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
1. Reseksi segmental dengan anastomosis.
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil sebanyak
mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat
kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan
dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di
kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal
transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan
dibuat anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan
proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
1. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran
sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat
sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus
pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi yang membuang
rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum
dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma
sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic

sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat,
antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah,
sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira
50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena
digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211). Kemoterapi yang
diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang
dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu:
5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya
dilakukan radiasi dan kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara
berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N
= kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese) yaitu :
M0 = Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.
MI = Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga hanya bisa
dihambat dengan kemoterapi
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
TI

= Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi

T2 = Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi


T3 = Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
4. Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.

2.

Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)

3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
4.

Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.

5.

Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan

6.

Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.

5. Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2.

Meningkatkan kenyamanan.

3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.


4.

Mencegah komplikasi.

5. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan.
6. Pencegahan
Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2.

Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.

3.

Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.

4.

Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus

5.

Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air
besar.

6.

Hidup rileks dan kurangi stress.

Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi
ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi,
terapi radiasi dan atau imunoterapi. Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan
kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B
dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.
2.9 Komplikasi

Pada pasien dengan kanker kolon yaitu:


1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2.

Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.

3.

Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.

4.

Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.

5.

Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
Pengkajian

1. Biodata
Nama

: Tn. A

Usia

: 31 thn

Ruang rawat : Ruang bedah orthopedi


2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji PQRS yang dikembangkan dari keluhan utama :
P (Promotif) :
-

Nyeri bertambah bila sedang dilakukan perawatan luka


P (Paliatif)

Nyeri berkurang bila diistirahatkan


Q (Quantity/Quality) :

Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam


R (Region) :

Nyeri dirasakan pada paha dan tumit


S (Scale) :
-

Skala nyeri 6 pada rentang 0-10

4. Riwayat Pengobatan
a) Obat-obatan yang dikonsumsi selama perawatan.

terapi Lefazolin 2x1; Ketorolac 2x1; Tramadol 2x1 (drift); Gentamisin 2x1; Ranitidine
2x1.
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
7. Riwayat Penyakit Lain
8. Riwayat Pembedahan Pada Skeletal
Pada paha yang terpasang skeletal traksi (3kg). Pada tulang tibia telah terpasang pen 3
hari POD.
9. Kebutuhan Dasar
a. Pola makan

: Karena susah bergerak klien susah makan karena menghindari

untuk BAB.
b. Pola nafas

:-

c. Pola eliminasi

: Pola eliminasi klien berkurang karena klien tidak mau makan

banyak karena merasa susah bergerak untuk BAB.


d. Pola aktivitas

: Terjadi keterbatasan gerak/ kehilangan fungsi motorik pada

bagian ekstremitas akibat pembengkakan dan nyeri.


e. Pola tidur

: Pola tidur klien terganggu karena nyeri yang dirasakan akibat

frakturnya juga karena skin traksi yang terpasang pada kakinya.


PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
a. ekstremitas bawah kanan lebih panjang 10 cm dari ekstremitas bawah kiri
b. Pada paha yang terpasang skeletal traksi (3kg). Pada tulang tibia telah
terpasang pen 3 hari POD.
c. RR 18 x/menit (normal: 16-24 x/menit)
2. Palpasi
a. nyeri tekan pada saat perawatan luka

b. Nadi 78 x/menit (normal: 80-100 x/menit)


c. CRT 3 dtk (abnormal, hiposia. Normal < 3 dtk)
3. Auskultasi
a. TD 110/70 mmHg (normal: 100-120/80-90 mmHg)
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

Psikis : Menanyakan pada klien apakah dengan keadaan ini klien merasa rendah diri.
Kaji adanya kecemasan, takut, ataupun depresi. Catat dan amati tanda vital untuk
konfirmasi diagnosa.

Sosial : Menanyakan pada klien apakah dengan keadaan ini dirinya menjadi menarik
diri dari orang lain dan lingkungannya

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi, luas, dan jenis fraktur.
2.

Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk


mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung darah lengkap, pada kasus hasil pemeriksaan hematologi:
-

HB 10,6 g/dl

(abnormal, anemia. Normal: 13,5 17,5 g/dL)

Leukosit 21.200/mm3 (abnormal, Normal: 4500 13500/mm3)

Trombosit 171.000 mm3/gr dl ( Normal: 150.000 400.000/mm3)

Hematokrit 37%

MCV : 87,9 ; MCH : 29,8 ; MCHC : 33,9 ; Creatinin : 0,76 ; Na : 138 ; Kalium :
4,0 ; ALT : 15 dan AST

3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan

klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat.
1. Keluhan utama:
Nyeri abdomen.
1. Riwayat penyakit sekarang:
Mual dan muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, nyeri tekan dan teraba massa pada abdomen
kuadran bawah.
1. Riwayat penyakit dahulu
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Imunisasi
4. Pemeriksaan fisik (ROS)
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan B1 B6.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat,
kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca Colorectal
2. PK Perdarahan
3. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan tonjolan CA.
6. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
8. Konsep diri berhubungan dengan proses penyakit
9. Harga diri berhubungan dengan proses penyakit

3.3 Intervensi
Diagnosis

Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan

Kriteria hasil :

serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca Colorectal


Setelah dilakukan perawatan 3x24jam pola defekasi pasin normal kembali
(2x1hari), bentuk feses lonjong dan lunak, nyeri saat defekasi berkurang
skala: 3-4

Tujuan

Klien akan menunjukkan pengetahuan akan program defekasi yang

dibutuhkan.
-

Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri dan

mengejan.
Intervensi Keperawatan
1. observasi warna dan konsistensi

Rasional

feses, frekuensi, keluarnya flatus,


bising usus dan nyeri terkan
abdomen
2. Pantau tanda gejala rupture usus
dan/atau peritonitis.

1. Observasi faktor penyebab


konstipasi.
1. Ajarkan klien dalam bantuan
eleminasi defekasi.
2. Anjurkan klien untuk menghindari
mengejan selama defekasi.
3. Observasi bisingusus dan peristaltic
perut klien
4. Konsultasikan pada ahli gizi untuk
meningkatkan serat dan cairan
dalam diet.
5. Konsultasikan dengan dokter untuk
memberikan bantuan eleminasi,
seperti : diet, pelembut feses,
enema dan laksatif.
1. Penting untuk menilai
keefektifan intervensi, dan

1. Merupakan tindakan dependent perawat


dalam memberikan bantuan defekasi
kepada klien.

memudahkan rencana
selanjutnya.
2. Keadaan ini dapat menjadi
penyebab kelemahan otot
abdomen dan penurunan
peristaltic usus, yang dapat
menyebakan konstipasi.
3. Mengetahui dengan jelas
factor penyebab
memudahkan pilihan
intervensi yang tepat.
4. Akan meningkatkan pola
defekasi yang optimal.
5. Mencegah terjadi perubahan
tanda vital, sakit kepala atau
perdarahan.
6. Untuk mengetahui aktivitas
kinerja system pencernaan
klien
7. Pada keadaan kekurangan
serat dan cairan.
Diagnosis
:
Kriteria hasil :

PK Perdarahan
Melena tidak terjadi selama 2x24 jam

Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam


Tujuan
: Perdarahan terhenti
Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Posisikan klien
1. Memberikan posisi nyaman selama
klien dalam proses perawatan
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Perkembangan tanda-tanda vital akan


menentukan pola intervensi

1. Batasi aktivitas klien

selanjutnya.

2. Membantu dan melayani klien dalam


hal penggunaan Diapers

3. Meningkatkan keadekuatan tubuh klien


4. Mengatasi melena dengan konsentrasi

3. Kolaborasi rehidrasi kumbah lambung


4. PK. Kolaborasi:

darah berlebihan tanpa tahanan sfingter


5. Membantu mengurangi hematemesis

Kolaborasi denngan dokter dalam


pemberian transamin (obat penghenti

1. PK kolaborasi:

perdarahan)

Untuk menghentikan perdarahan

Kolaborasi gengan dokter untuk

sehingga melena dan hematemesis

dilakukan pembedahan

dapat berhenti

Kolaborasi denan dokter untuk

Untuk mengambil tumor dan untuk


menutup lesi pada kolom

transfuse darah

Untuk mengganti darah yang telah


keluar agar pasien tidak anemi

Diagnosis :
Kriteria hasil :

Nyeri berhubungan dengan proses penyakit


Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan

yang berarti sesuai toleransi.


Tujuan
: Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Monitor rasa sakit secara reguler, catat
1. Sediakan informasi mengenai
karakteristik, lokasi dan intensiitas (0-

kebutuhan/efektivitas intervensi.

10)
2. Catat munculnya rasa cemas/takut dan

1. Perhatikan hal-hal yang tidak

hubungkan dengan lingkungan dan

diketahui dan/atau persiapan

persiapan untuk prosedur.

inadekuat (misalnya apendikstomi


darurat) dapat memperburuk

1. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan


takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien

persepsi pasien akan rasa sakit.


2. Dapat mengindikasikan rasa sakit
akut dan ketidaknyamanan.

menyangkal adanya rasa sakit.

3. Pahami penyebab ketidaknyamanan,

2. Berikan informasi mengenai sifat

sebagai langkah pemberian teknik

ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

pengalihan nyeri / relaksasi

4. Mungkin mengurangi rasa sakit dan


1. Lakukan reposisi sesuai petunjuk,
misalnya semi Fowler ; miring.

meningkatkan sirkulasi. Posisi semi


Fowler dapat mengurangi tegangan
otot abdominal dan otot pungguung
artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
5. Respirasi mungkin menurun pada

1. Observasi efek analgetik.

pemberian narkotik, dan mungkin


menimbulkan efek-efek sinergistik
dengan zat-zat anastesi.
6. Analgetik IV akan dengan segera

1. Kolaborasi, pemberian analgetik IV


sesuai kebutuhan.

mencapai pusat rasa saki,


menimbulkan penghilang yang lebih
efektif dengan obat dosis kecil.

Diagnosis

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

Kriteria hasil :

mual/muntah.
- klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau meningkatkan
berat badan dengan nilai laboratorium normal.
- klien melaporkan peningkatan intake makanan.

Tujuan

- tidak ada mual/muntah.


Antropometri : Berat badan pasien bertambah, Nutrisi pasien
terpenuhi

Biochemical : klien tidak terlihat pucat dan turgor bagus

Clinical sign : Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Diet
Intervensi Keperawatan
1. Observasi sejauh mana

: mengerti dan mengikuti anjuran diet


Rasional

ketidakadekuatan nutrisi klien


2. Perkirakan/hitung pemasukan
kalori, jaga komentar tentang nafsu
makan sampai minimal.

1. Timbang berat badan sesuai


indikasi.
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
1. Anjurkan kebersihan oral sebelum
makan.
2. Tawarkan minum saat makan bila
toleran.
3. Konsultasi tentang
kesukaan/ketidaksukaan klien yang
menyebabkan distres.
4. Kolaborasi ahli gizi pemberian
makanan yang bervariasi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian suplemen dan obatobatan, serta kebutuhan nutrisi
parenteral dan pemasang pipa
lambung.
6. Menganalisa penyebab
melaksanakan intervensi.
7. Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan nutrisi
berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan mempengaruhi
masukan.
8. Mengawasi keefektifan secara diet.
9. Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
10. Mulut yang bersih meningkatkan

nafsu makan.
11. Dapat mengurangi mual dan
menghilangkan gas.
12. Melibatkan pasien dalam
perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan.
13. Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
14. Menstimulasi nafsu makan dan
mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.

Diagnosis

Kriteria hasil :
Tujuan
Intervensi
Mandiri

Risiko infeksi berhubungn dengan perdarahan tonjolan CA..


Setelah dilakukan perawatan 3x24jam resiko infeksi dan metastase ke
organ lain tidak cepat dan mungkin hilang
Meminimalkan proses penyebaran infeksi dan metastase ke organ lain
Rasional

1. Observasi metastase peyebaran ca ke

1. Dengan cara palpasi dapat diketahui

organ lain dengan cara palpasi ke

metastase ca dan dapat segera di

daerah purutt sekitar kolon

tangani

2. Observasi bising usus dan peristalaik

2. Untuk mengetahui fungsi organ apakah

pasien
3. Kolaborasi:

Kolaborasi dengan dokter untuk

ada penurunan atau tidak


3. Kolaborasi:

memberikan kortikosteroid

Kolaborasi dengan dokter untuk

resiko inflamasi kolon

melakukan usg dan ct-scan

Kolaborasi dengan dokter untuk

Untuk menanggulangi/mengurangi
Untuk mengetahui ,metastase ca ke
organ-organ lain sekitar kolan

Untuk membunuh kuman dan bakteri

pemberian antibiaotik

Diagnosis
:
Kriteria hasil :

dari darah yang pecah pado masa kolan

Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi


Intake cairan dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam
Turgor kulit normal

Tujuan

Memenuhi kebutuhan cairan klien.

Intervensi
Rasional
1. Pantau intake cairan, pastikan sedikitnya
1. Ca colorectal dapat bermetastase ke
1500 ml cairan per oral, serta pantau

ginjal yang dapat mempengaruhi

haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500

kerja ginjal, sehingga perlu mengatur

ml per 24 jam

jumlah cairan yang masuk dan

2. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen

keluar.

urea darah, urin dan serum, osmolalitas,


kreatinin, hematokrit, dan Hb.

2. Menunjukkan pola intervensi


selanjutnya

3. Kolaborasi pemberian dextros G5


1. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
1. Memberikan keadekuatan cairan
klien selama kemoterapi
2. Mengimbangi haluaran darah akibat
perdarahan serta meningkatkan Hb.

Diagnosis
:
Kriteria hasil :
Tujuan
:

Ansietas berhubungan dengan proses penyakit


Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien
Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai

Intervensi
1. Monitor tingkat ansietas klien

Rasional
1. Menentukanpola intervensi yang akan
dilakukan

1. Berikan edukasi mengenai penyakit

2. Untuk meningkatakan koping dan harga

yang diderita.
2. Komunikasi terapeutik

diri klien
3. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan

1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan

4. Mengurangi tingkat stres

(misal : tempatkan klien di ruangan


yang lebih tenang)
2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi
terbimbing.

Diagnosis
:
Kriteria hasil :
Tujuan
:

1. Meningkatkan kenyamanan psikologis


klien

Perubahan konsep diri dengan proses penyakit


Meningkatkan rasa penerimaan akan kondisi fisiologis klien
Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang

sesuai untuk meningaktkan konsep diri


Intervensi
Rasional
1. Berikan edukasi mengenai penyakit
1. Untuk meningkatakan koping dan harga
yang diderita.
2. Komunikasi terapeutik

diri klien
2. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan

1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan

3. Mengurangi tingkat stres

2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi

4. Meningkatkan kenyamanan psikologis

terbimbing.

klien

3. Komunikasikan dengan keluarga

5. Memberikan rangsangan luar agar klien

pasien bagaiman membangun

dapat memperoleh perhatian lebih,

hubungan yang baik selama proses

sehingga mampu meningkatkan konsep

perawatan.

dirinya.

Diagnosis

Perubahan harga berhubungan dengan proses penyakit

Kriteria hasil :
Tujuan
:

Meningkatkan kenyamanan pola interaksi klien dengan lingkungan


Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai aga

Intervensi
1. Berikan edukasi mengenai penyakit

Rasional

yang diderita.
2. Komunikasi terapeutik

1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan


2. Untuk meningkatakan koping dan
harga diri klien
3. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan
4. Mengurangi tingkat stres

3.4

Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Ca Colorectal meliputi :
1. Diagnosa 1 : Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; bentuk feses dalam bentuk
normal
2. Diagnosa 2 : Melena tidak terjadi selama 2x24 jam
Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam
3. Diagnosa 3 : Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan
yang berarti sesuai toleransi.
4. Diagnosa 4 ; klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau meningkatkan
berat badan dengan nilai laboratorium normal.

klien mengerti dan mengikuti anjuran diet.


melaporkan peningkatan intake makanan.
tidak ada mual/muntah.
5. Diagnosa 5 : Leukosit normal 10.000-40.000
Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi
6. Diagnosa 6 ; Intake cairan dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam
Turgor kulit normal
7. Diagnosa 7 : Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien
.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan
rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar colorectal cancer
adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir
dan cairan lainnya).
Etiologi dari colorectal cancer yaitu terdiri atas faktor resiko dan faktor predisposisi. Faktor
risiko terdiri dari usia, riwayat kanker pribadi, riwayat kanker colorectal pada keluarga, riwayat
penyakit usus inflamasi kronis, riwayat penyakit polip di usus, dan riwayat penyakit crohn.
Sedangkan faktor predisposisinya terdiri dari merokok, pola makan yang tidak sehat (tinggi
lemak dan rendah serat), kontak dengan zat-zat kimia, minuman beralkohol, obesitas, dan
bekerja sambil duduk seharian.

Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawtan klien dengan colorectal
cancer.
Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Fraktur diperlukan
pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Informasi atau pendidikan kesehatan berguna
untuk klien dengan Fraktur misalnya mengurangi dan mengobati

DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC: Jakarta
2. Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Ed.6,EGC:Jakarta
3. Smeltzer, Suzanne and Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner&Suddarth, vol.2, Ed.8,EGC:Jakarta
4. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/fraktur-i.html: 17 Nopember
2011, 15:47:48
5. http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-multiplefraktur/: 17 Nopember 2011, 15:47:48
6. http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/: 17 Nopember 2011, 15:47:48

7. Anonim. Prognosis og Bone Fracture. Diunduh dari


http://www.wrongdiagnosis.com/f/fractures/prognosis.htm pada tanggal 7 Desember
2010 pukul 12.54 WIB
8. Vorvick LJ. Bone Fracture Repair. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002966.htm pada tanggal 7 Desember
2010 pukul 10.00 WIB
9. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/fraktur-patah-tulang.html
10. http://medicastore.com/penyakit/654/Patah_Tulang_fraktur_.html
11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf
12. http://sma1lamongan.blogspot.com/2009/02/skripsi-fraktur-ganda-2007.html

Anda mungkin juga menyukai