Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri minyak dan gas ( migas ) merupakan salah satu bidang yang paling besar
memberikan dana kontribusi dalam pembangunan suatu Negara. Migas juga merupakan
salah satu sector industri vital di Indonesia. Industri migas memproduksi bahan bakar
yang membantu untuk kegiatan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Tanpa bahan bakar
minyak masyarakat Indonesia saat ini akan kesulitan dalam menjalankan aktivitas
mereka. Oleh karena itu industry migas di Indonesia memegang peranan pening dalam
mendukung dan menjaga ketahanan energi nasional. PT Pertamina ( persero )
merupakan bahan usaha milik negara ( BUMN ) yang bergerak di bidang energy yaitu
minyak dan gas. PT Pertamina ( Persero ) memeiliki 6 unit pengolahan ( refinery ) yang
tersebar di berbagai daerah di Indonesia. PT Pertamina ( Persero ) Refenery Unit IV
Cilacap merupakan refinery unit terbesar dari enam unit yang masih beroperasi. Sebagai
unit pengolahan terbesar tentunya memiliki sarana dan prasarana yang memadai
termasuk kilang dan pipa-pipa yang menyertainya.
Sebagai salah satu divisi yang berada di PT Pertamina Refenery Unit IV Cilacap
maka stationary and inspection engineering memiliki fungsi untuk melakukan inspeksi
terhadap kualitas dari peralatan yang akan dipakai dan melakukan maintenance planning
terhadap umur pakai semua perlatan yang ada di lapangan. Welding inspection
merupakan salah satu inspeksi yang dilakukan untuk mengetahui hasil dari proses
pengelasan yang dilakukan.
Hasil dari proses welding merupakan salah satu unsur yang cukup penting dalam
berjalannya proses produksi di PT Pertamina karena menentukan umur pakai dari sebuah
alat. Hasil dari maintenance yang dilakukan pun menentukan apakah alat tersebut bisa
digunakan kembali atau tidak. Welding proses yang biasa dilakukan biasanya
diakibatkan dari korosi yang menyebabkan cacat pada alat yang digunakan sehingga
alat tersebut tidak berjalan normal. Pada proses pemeriksaan pengelasan, kualitas las

1
2

hasil pengelasan dilakukan dengan menggunakan metode uji tanpa rusak (non
destructive test). Salah satu metode yang digunakan dalam uji tanpa rusak adalah metode
uji penetran yaitu mengetahui cacat las pada permukaan.

1.2. Perumusan Masalah


Dari penjelasan disampaikan pada latar belakang diatas, maka perumusan
masalah pada praktek kerja ini adalah:
a. Bagaimanakah proses pengujian penetran dilakukan?
b. Bagaimanakah hasil kualitas las yang dilakukan oleh pengujian penetran
pada floating head exchanger ?

1.3. Batasan Masalah


Pada hasil praktek kerja ini, batasan masalah adalah:
a. Pengujian tanpa rusak yang dilakukan adalah pengujian penetran (penetrant
test)
b. Uji penetrant dilakukan pada sambungan hasil produksi las baik baru
maupun perbaikan pada floating head exchanger 021E -110B Pada Area
Lubricant Oil Complex I ( LOC I )
c. Standard uji penetran yang di acu adalah ASME SECTION IX

1.4. Tujuan
Tujuan kerja praktek yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Mampu mengetahui proses pengujian penetran
b. Mampu menganalisa hasil pengujian penetran pada sambungan las
c. Menerapkan ilmu teknik mesin dan ilmu lainnya dalam industri pengolahan
minyak dan gas.
d. Menambah pengetahuan mengenai dunia kerja di industri migas sebagai
bekal kami untuk terjun ke dalam dunia kerja nantinya.
e. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan dan
solusi
yang tepat untuk setiap masalah tersebut.
3

f. Menjalin kerjasama yang menguntungkan antara pihak Universitas dan PT


Pertamina (Persero).

1.5. Metodologi
Praktek kerja ini menggunakan metodologi adalah sebagai berikut.
a. Pengumpulan Data
Data-data dan keterangan diperoleh dengan cara sebagai berikut.
 Studi lapangan (data lapangan)
 Studi literature yang berkaitan dengan masalah yang dibahas
 Melakukan wawancara dengan pekerja atau staf ahli
b. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahaan dan Analisa data yang dilakukan dengan mengolah data yang telah
diperoleh dengan melakukan perbandingan dengan teori-teori yang telah
dipelajari dan litelatur yang berhubungan dengan data tersebut sehingga dapat
diambil suatu kesimpulan atau solusi dari permasalahan yang dibahas.sehingga
dapat diambil suatu kesimpulan atau solusi dari pemasalahan yang dibahas.

1.6. Sistimatika Penulisan


Laporan ini ditulis dengan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut.
Bab I. PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika penulisan
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi landasan teori yang digunakan antara lain pengelasan,
proses pengelasan dan kualitas pengelasan serta tentang floating head
exchanger.
Bab III. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini berisi mengenai PT. Pertamina (PERSERO) dengan ruang
lingkup bisnis, organisasi , produksi yang dilakukan pada Unit
Refenery IV Cilacap dan bagian bagiannya
4

Bab IV. PROSES KUALITAS LAS


Bab ini berisi pengumpulan data dan pengolahaan data las dan hasil
pengujian penetran serta Analisa hasil pengujian penetran yang
dilakukan pada sambungan las floating head exchanger.
Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran hasil praktek kerja ini.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Welding Proses atau yang biasa kita sebut proses pengelasan adalah proses
dimana meyambungkan dua buah besi menjadi satu dengan cara di panaskan sampai ke
titik rekristalisasi. Metode pengelasan sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu pada
saat itu teknik pengelasan digunakan oleh seorang pandai besi yang saat ini dikenal
dengan nama las karbit. Teknik pengelasan sendiri baru mengalami perubahan sejak
akhir abad 19 dimana telah ditemukan cara untuk menggunakan gas oksigen dan
asetilena untuk menghasilkan panas yang cukup. Pada saat yang bersamaan juga
ditemukan bahwa arus listik yang cukup juga bisa digununakan untuk melakukan
pengelasan dan inilah yang menjadi cikaal bakal dari resistance welding dan Arc
Welding. Tetapi untuk penggunaan dari Las Listrik masih tergolong langka pada saat itu.

Menurut Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau logam paduan yang dilakukan pada saat keaadan lumer atau
cair.Sampai saat ini terdapat 40 jenis pengelasan dan di Indonesia ada dua yang lebih
dikenal adalah Shield Metal Arc Welding ( SWAT ) dan Gas Tungsten Arc Welding.
Jenis las SWAT sendiri lebih dikenal dengan nama las busur listrik dan jenis las GTAW
lebih dikenal dengan nama las karbit.
Dalam pengelasan dugunakan sebuah mesin las. Mesin las adalah perangkat yang
menyediakan arus listrik untuk mengelas. Arus yang digunakan biasanya cukup tinggi
yaitu diatas 80 A tetapi terkadang bisa juga menggunakan arus yang rendah yaitu pada
saat tipe pengelasan GTAW. Mesin las diklasifikasikan berdasarkan penggunakan arus
yang digunakan yaitu AC ( Alternating Current ) dan DC ( Direct Current ). Dalam
penggunaannya AC dan DC memiliki perbedaan pada saat proses pengelasan.Untuk tipe
dari mesin las sendiri dibagi menjadi tiga yaitu:
6

Gambar 2.1 Shield Metal Arc Welding ( SWAT )


7

Gambar 2.2 Gas Tungsten Arc Welding ( GTAW )


a. Mesin Las AC
Mesin las AC adalah mesin las yng menggunakan arus bolak-balik sebagai
arusnya biasanya menggunakan langusng dari arus PLN oleh sebab itu
biasanya di dalam mesin las ini terdapat transformator yang gunanya untuk
menurukan tegangan yang masuk ke mesin las yang biasanya dalam
pengelasan hanya memerlukan tegangan yang berkisar antara 55 V – 85 V
dan memiliki daya yang cukup besar karna untuk memanaskan sebuah
elektoda memerlukan arus yang cukup tinggi yang biasanya diatas 50 A.
Besarnya arus yang keluar bisa diatur sesuai dengan keperluan pengelasan.

Gambar 2.3 Mesin Las AC

Keuntungan dan kerugian dari mesin las ini adalah sebagai berikut :
1) Keuntungan:
A. Perawatan dan perlengkapan lebih murah
8

B. Kabel masa dan elektroda dapat ditukar tetapi tidak


mempengaruhi dari hasil lasan

2) Kerugian:
A. Tidak bisa digunakan disemua jenis elektroda
B. Setiap habis melakikan pengelasan harus dilakukan pembersihan

b. Mesin Las DC
Mesin las DC adalah mesin las yang menggunakan arus searah sebagai
sumber arusnya.Arus searah ini didapatkan dari dynamo motor listrik yang
berada di dalamnya.Dinamo dapat digerakan menggunakan motr listrik,
motor diesel atau alat penggerak lainnya.Biasanya mesin las DC ini
digunakan pada saat menggunakan tipe pengelasan jenis Gas Tungsten Arc
Welding.Karena arus listrik yang digunakan bersifat konstan.Keuntungan
dari menggunakan mesin las jenis ini adalah
A. Nyala busur listrik yang dihasilkan lebih stabil
B. Setiap jenis elektroda dapat digunakan pada mesin las DC
C. Tingkat kebisingan lebih rendah
D. Mesin las lebih fleksibel, karena dapat diubah ke arus bolak-balik
atau arus searah
E. Dapat dipergunakan untuk mengelas plat yang tipis
9

Gambar 2.4 Mesin Las DC


c. Mesin Las AC-DC
Mesin las jenis ini adalah mesin las yang bisa menggunakan arus AC dan DC
sebagai sumber arusnya.Keuntungan dari menggunakan mesin las AC dan DC
bisa didapatkan di mesin las jenis ini. Keluaran arus bolak-balik diambil dari
terminal
lilitan
sekunder
10

transformator melalui regulator arus. Adapun arus searah diambil dari keluaran
alat perata arus. Pengaturan keluaran arus bolak - balik atau arus searah dapat
dilakukan dengan mudah, yaitu hanya dengan memutar alat pengatur arus dari
mesin las.[6] Mesin las jenis ini biasanya digunakan pada pekerjaan las yang
bermacam-macam sehingga tidak perlu repot-repot mengganti mesin las. Mesin
las arus ganda dapat menyuplai arus antara 25 ampere sampai 140 ampere yang
digunakan untuk mengelas plat – plat tipis, baja anti karat (stainless steel) dan
alumunium. Untuk mengelas benda kerja yang tebal ,arus dapat disetel 60 – 300
ampere.

Gambar 2.5 Mesin Las AC – DC

2.2. Proses Pengelasan


2.2.1 Shiel Metal Arc Welding ( SMAW )
11

Pengelasan logampertama kali dikembangkan pada tahun 1889 dan elektroda


yang dibungkus pertama kali dikembangkan pada tahun 1900-an. Penggunaan dari las
busur listrik pertama kali dilakukan pada Perang Dunia I di Amerika untuk membuat
kapal di Industri Perkapalan disana an pada tahun 1930-an terjadi perlambatan
pertmubuhan ekonomi pada saat ini juga Shiel Metal Arc Welding sudah banyak
digunakan di Indusri. Shield Metal Arc Welding ( SMAW ) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan las busur listrik adalah jenis pengelasan listrik dimana sumber panasnya
dihasilkan dari pertemuan anatara elektoda dan material kerja. Filler metal teridiri dari
elektroda yang dibungkus biasanya juga disebut dengan kawat las atau kawat elektroda
las.

Gambar 2.6 Ilustrasi Shield Metal Arc Welding

Shield Metal Arc Welding ( SMAW ) merupakan tipe pengelasan yang paling
simple dalam proses pengelasan. Tipe pengelasan ini juga dapat digunakan pada semua
jenis metal dan ketebalan dari hasil las bisa mencapai 18 gauge.Arus listik yang
dikeluarkan juga bisa diataur oleh welder atau tukang las. Penggunaan dari las busur
listrik ini juga dikatakan sangat sederhana karna elektroda hanya ditempatkan di
elektroda holder lalu pengelas akan memposisikan elektroda ke titik yang ingin di
las.Jika terjadi crak bisa langsung dihentikan oleh pengelas ( welder ). Dalam Shield
12

Metal Arc Welding posisi titik pengelasan bisa dimana saja yang bisa dicapai oleh
elektroda dan elektroda yang akan digunakan juga bisa dubah sehingga bisa ditempatkan
di posisi yang acak.Penggunaan dari pengelasan tipe ini tidak terpengaruh dari kondisi
angina jadi bisa melakukan pengelasan di tanah lapang ini salah satu kelebihan dari tipe
pengelasan ini dibandingankan dengan Gas Shield Arc Welding. Pengelasan tipe ini juga
bisa digunakan pada berbagai ketebalan benda kerja sehingga bisa dengan mudah
dilakukan pengelasan pada titik mana saja. Pengelasan tipe ini biasanya popular pada
proses pengelasan pipa dan pada sambungan las yang memerlukan kekuatan yang bagus.
Kekurangan dari proses ini ada elektroda yang digunakan panjangnya terbatas
sehingga tidak dapat dilakukan pengelasan dalam waktu yang lama karena harus
mengganti elektroda jika sudah habis.Selain itu tipe pengelasan ini posisi elektoda dan
elektorda holder juga tidak dapat terlalu dekat dan tipe pengelasan ini juga menghasilkan
slag yang harus dihilangkan setiap selesai pengelasan karena akan berpengaruh pada
kualitas lasan. Tipe pengelas ini juga tidak dapat dilakukan pada beberapa non-ferrous
metal.
Shield Metal Arc Welding menggunakan panas dari arus listrik untuk melelhkan
elektroda ke titik penglasan. Kelengkapan dalam proses pengelasan tipe ini adalah
Sumber Listrik, Kabel Las, electrode holder, material yang akan di welding, dan kawat
las.Proses pengelasan terjadi ketikan percikan listik yang terjadi memanaskan elektroda
dan bersentuhan dengan metal dasar. Welder melakukan control terhadap proeses
pengelasan dengan cara mengatur jarak antara elektorda dan benda kerja. Panas yang
dihasilkan akan melelehkan material benda kerja dan akan membentuk lubang untuk
menjadi titik pengelasan.Elektroda akan mengisi area pengelasan dan akan mengering.
Dalam pengelesan tipe ini juga akan menghasilkan slag di sekita area pengelasan
dan sisanya berubah menjadi asap hasil pengelasan.Pada proses pengelasan tipe ini
dibutuhkan arus listrik yang konstan yang dihasilkan dari mesin yang bisa menghasilkan
listrik yang konstan. Karena dengan aliran listrik yang konstan maka akan menurunkan
voltage yang ada karena tegangan dan arus listrik berbanding terbalik itu berarti semakin
tinggi arus listrik yang digunakan maka tegangan akan semakin turun.
13

Gambar 2.7 Diagram Volt dan Ampere pada welding process

Tipe mesin ini sangat berguna bagi tipe pengelasan jenis shield metal arc welding
mesin tipe ini biasanya menggunakan tipe elektroda berdiameter besar dan
menggunakan arus yang tinggi.Intensitas panas yang dihasilkan akan melelehkan
elektroda dan material dasar dari benda kerja.Temperatur dari arus listrik ini sekitar
9000oF ( 5000O C ) yang akan melelehkan material dasar benda kerja lebih
cepat.Lelehan dari elektroda yang dihasilkan akan mengisi titik pengelasan di benda
kerja.Ketika gelembung dari lelehan elektroda terlalu kecil maka ini disebut perpindahan
metal type spray dan jika lebih besar maka disebut type globular. Koncangan di
permukaan biasanya menyebabkan globe di sambungan antara lelehan elektorde dan
titik Pengelasan.
14

A. Perlengkapan Shiel Metal Arc Welding

1) Power Supply
Tujuan dari adanya power supply ini adalah untuk menghasilkan arus listrik dan
tegangan listrik yang akan digunakan.Banyak tipe dari power supply yang
biasanya digunakan untuk shield metal arc welding yang paling sering digunakan
adalah yang memiliki tegangan input antara 230-460 volt tetapi 200-575 volt
juga tersedia.Ada 2 jenis power supply yaitu Alternating Current ( AC ) dan
Direct Current ( DC ). Masing-masing jenis power supply memiliki
kelebihannya sendiri tergantung dari jenis pengelasan yang dilakukan dan jenis
elektroda yang digunakan.Karakteristik dari output dari power supply biasanya
antara 25-500 Ampere dan 15-35 Voltage
Pada power supply terdapat generator biasanya generator digerakan motor listrik
atau bisa juga menggunakan motor bakar ( bensin, gas, dan diesel ). Generator
ini biasanya digunakan untuk menghasilkan arus AC.
15

Gambar 2.8 Diesel Engine Driven Power Source[7]

Gambar 2.9 DC Constant Current Portable Welder/Generator.[7]


16

Transformator

a. Transformator welding machine


Transformator bertipe mesin las yang biasanya lebih mahal, berwarna lebih
cerah, dan lebih kecil.Pada transformator ini arus yang keluar dari
transformator ini bisa disesuaikan denga berbagai cara. Salah satu metode
yang bisa dilakukan adalah dengan cara menggunakan tapped secondary koil
pada transformator.

b. Transformator Welder
Di industry tipe yang biasa digunakan adalah transformator welder
transformator tipe ini biasanya menggunakan energy mekanis dan energy
listrik.Dilain sisi transformator welder ini mempunyai karakteristik yang
banyak diminati tetapi transformator tipe ini juga memiliki keterbatasan
dimana sumber listrik untuk transformator ini harus dipasok dari sistem
single phase yang menyebabkan arus yang keluar tidak seimbang sehingga
menggunakan daya yang cukup besar pada perusahaan.Dan kelebihan yang
dimiliki transformator welder ini adalah hanya menggunakan modal yang
sedikit, hanya menggunakan ruang yang kecil, dan tidak berisik.
c. Transformator Rectifier Welding Machines
Transformator Rectifier Welding Machines menggunakan sumber listrik satu
phasa. Mesin ini bisa digunakan pada arus listrik AC atau DC. Mesin las ini
dilengkapi switch yang bisa digunakan oleh operator untuk mengubah output
yang ingin digunakan untuk mengelas. Transformator tipe ini tersedia
dengan berbagai ukuran dan menggunakan daya listrikyang lebih efisien
dibandingkan dengan Transformator tipe welding machine.
17

Gambar 2.10 AC/DCSingle Phase Power Source[7]

d. Three Phase Rectifier Welding Machines


Tipe ini menggunakan sumber arus DC sebagai powernya dan menggunakan
sumber arus tiga phasa yang membuat mesin ini bisa menyeimbangka arus
yang digunakan sehingga bisa lebih baik dari transformator satu fasa. Mesin
ini menggunakan listrik yang lebih efisien dibandingkan dengan generator
dan menghasilkan suara yang tidak terlalu keras saat pengoperasiannya.
18

Gambar 2.11 Three Phase Constant Current Power Source[7]

Pemilihan power supply yang akan digunakan bisa berdasarkan:


1. Jumlah dari ampere yang akan digunakan
2. Sumber listrik yang tersedia di tempat kerja
3. Faktor ekonomis
Pemilihan ukuran mesin dan tegangan didasarkan pada
1. Arus yang dibutuhkan
2. Sambungan pengelasan
3. Panjangnya pengelasan
4. Prosedur pengelasan

2) Electrode Holder
Elektrode Holder yang biasanya kita gunakan untuk memegang elektroda yang
akan digunakan untuk mengelas yang memiliki kegunaan untuk mentrasferkan
19

arus listrik kepada elektroda. Gagang yang digunakan sudah memberikan


keamanan tangan welder dari aliran listrik.Elektrode Holder ini tersedia dengan
berbagai ukuran dan sudah didesain tahan terhadap arus listrik.

Gambar 2.12 Electrode Holder and work clamp

3) Welding Cable
Welding cable atau yang bisa kita sebut kabel las adalah kabel yang
menghubungkan electrode holder dan power source dan ke benda kerja yang
biasanya terbuat dari tembaga dan alumunium.Kabel yang menguhubunkan
electrode holder dan power source dinamakan work lead.Ukuran dari kabel las
ini berdasarkan arus output yang dikeluarkan oleh mesin las dan berdasarkan
jarak antara mesin las dan tempat pengelasan.Ukuran dari kabel ini dari yang
terkecil AWG No.8 sampai AWG No 410 yang kekuatan arusnya antara 75A
keatas. Pada table dbawah ini akan diberikan rekomendari ukuran kabel
bedasarkan arus yang digunakan dan panjang kabel.
20

Weld Weld Length of cable in feet – A.W.G


Type Current (A) 60’ 100’ 150’ 200’ 300’ 400’
100 4 4 4 2 1 1
150 2 2 2 1 2/0 3/0
200 2 2 1 1/0 3/0 4/0
250 2 2 1/0 2/0 - -
MANUAL

300 1 1 2/0 3/0 - -


350 1/0 1/0 3/0 4/0 - -
400 1/0 1/0 3/0 - - -
450 2/0 2/0 4/0 - - -
500 2/0 2/0 4/0 - - -

Tabel 2.1 Suggested Copper Welding Cable Sized for Shielded Metal Arc Welding[7]

2.2.2 Gas Tungsten Arc Welding ( GTAW )

Gas Tungsten Arc Welding atau Tungsten Inert Gas adalah tipe pengelasan yang
menggunakan non consumable tungsten electrode yang mengenai material benda kerja
yang ingin dilas. Panas yang dihasilkan membuat area benda kerja dan elektroda
tungsten gas yang biasanya digunakan adalah gas Argon dan ada juga helium, tetapi gas
argon dan helium tidak bisa sama sekali digabung dengan gas lainnya.Pada saat
mengelas terkadang gas hydrogen bisa digunakan untuk mempercepat perpindahan
panas.GTAW biasanya digunakan untuk mengelas material jenis stainless steel, nikel
alloy, titanium, aluminum, magnesium,copper, brass, bronze dan gold. Suhu pada saat
menggunakan Gas Tungsten Arc Welding bisa mencapai 35.000oF ( 19,426oC ). GTAW
21

juga bisa digunakan untuk mengelas benda kerja yang menggunakan material
kombinasi.

Gambar 2.13 Gas Tungsten Arc Welding

Kelebihan dari menggunakan pengelasan tipe Gas Tungsten Arc Welding ini
adalah:
 Busur listrik yang dihasilkan lebih terpusat sehingga menyebabkan panas
yang dihasilkan membuat area penyebaran lebih sempit sehingga lebih
terfokus.
 Tidak ada slag
 Hanya menghasilkan percikan api yang sangat sedikit.
 Asap yang dihasilkan sedikit dibandingkan dengan pengelasan SMAW
tapi terkadang material dari benda kerja dapat menghasilkan asap yang
sangat mengganggu pernafasan
 Bisa mengelas lebih banyak jenis material dibandingkan tipe pengelasan
lainnya
 Bagus untuk pengelasan dengan ukuran tipis
22

Kekurangan dari menggunakan pengelasan tipe Gas Tungten Arc Welding ini
adalah:
 Kecepatan proses pengerjaan lebih lambat dari proses SMAW
 Merlukan koordinasi mata dan tangan yang sangat baik
 Sinar UV yang dihasilkan lebih terang dari proses lainnya
 Biaya untuk peralatan lebih tinggi dari proses pengelasan SMAW
 Konsentrasi gas yang dihasilkan bisa menggantikan oksigen jika dilakukan
di tempat yang tertutup, sehingga dianjurkan untuk melakukan pengelasan
di area terbuka atau menggunakan ventilasi yang cukup.
A. Power Source
Pada proses pengelasan tipe GTAW ( Gas Tungsten Arc Welding ) biasanya
menggunakan tipe arus DC ( Direct Current ) atau terkadang bisa juga
menggunakan AC-DC power source.Pemilihan dari tipe power source yang akan
digunakan bisa didasari dari beberapa factor yaitu :
1. Tipe material yang akan diproses
2. Ketebalan dari benda kerja yang akan diproses
3. Komponen yang dibutuhkan dalam proses.
23

Gambar 2.14 Gas Tungsten Arc Welding ( GTAW ) equipment

B. Prosedur Gas Tungsten Arc Welding


Prosedur yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengelasan dengan tipe ini
adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan area yang akan akan dikerjakan sampai bersih
2. Tempatkan work clamp sedekat mungkin dengan benda kerja
3. Siapkan Torch
4. Siapkan Filler Rod
5. Sipakan elektroda
6
iap
kan
Tu
ngs
ten
ele
ktr
oda
7
aku
kan
pen
gel
asan di are yang akan dilas jumlah pengelasan yang dilakukan
tergantung dengan area yang akan dilas
8. Bersihkan area pengelasan
24

2.3 Welding Symbol


Welding symbol merupakan hal yang sangat penting dalam welding proses
karena dengan menggunakan simbol ini kita bisa dengan mudah untuk mengerti
informasi yang terdapat dalam sketsa.Pada kenyataannya weld symbol dan welding
syombol memiliki pengertian yang sangat berbeda. Weld symbol adalah symbol-simbol
tentang apa yang harus dilakukan, kapan harus dilakukan, dan ini juga erdapat di
welding symbol. Sedangkan untuk welding symbol adalah representasi dari weld symbol
kedalam drawing yang memberikan informasi yang lebih detail misalkan tentang
material yang akan digunakan.Bagian yang termasuk dalam welding symbol yaitu :
1.Reference line (shown horizontally)
2. Arrow
3.Basic weld symbols
4.Dimensions and other data
5.Supplementary symbols
6.Finish symbols
7. Tail
8. Specification, process, or other reference
25

Gambar 2.15 Weld Symbol

Gambar 2.16 Suplementary Symbol

Dalam welding proses juga terdapat symbol-symbol dalam melakukan tes hasil
welding yang harus dilakukan. Tes ini dilakukan untuk mengecek kualitas dari hasil
welding yang sudah dilakukan.
26

Tabel 2.2 Nama Test dan Symbol

Dalam penempatan lokasi symbol test ini terdapat beberapa jenis yaitu

1. Di satu sisi anak pahan

Gambar 2.17 On Arrow side


27

2. Di sisi yang bersebrangan anak panah

Gambar 2.18 On the Other side

3. Di kedua sisi anak panah

Gambar 2.19 On the both side

4. Di Antara anak panah


28

Gambar 2.20 Centred on reference line

5. kombinasi test

Gambar 2.21 Combine

Dalam proses ini juga terdapat symbol panjang area yang harus di cek
berdasarkan panjang atau dengan persentase
29

Gambar 2.22 Symbol Panjang Pengecekan

Gambar 2.23 Symbol berdasarkan persentase panjang area


Sambungan pada proses pengelasan biasa disebut dengan joint. Sambungan pada
proses pengelasan merupakan suatu hal yang penting dalam proses pengelasan
karena menentukan harga dan kualitas suatu pengelasan. Dalam penggunaannya
tipe sambungan yang digunakan tergantung pada kebutuhan pengelasan. Pada
satu proses pengelasan biasanya tidak hanya terdapat satu sambungan atau joint.
Dalam proses welding terdapat beberapa jenis joint yaitu;
1. Butt Joint
Butt joint adalah tipe sambungan yang menyatukan satu sisi benda
kerja yang saling berhadapan.
30

Gambar 2.24 Butt Joint

2. Lap Joint
Lap Joint adalah tipe sambungan yang menyatukan dua buah benda
kerja dengan cara menindih satu sisi benda kerja dengan sisi benda
kerja lain.
31

Gambar 2.25 Lap Joint


3. Tee Joint
Tee Joint adalah tipe sambungan yang menyatukan dua buah benda
kerja membentuk hutuf T dengan membentuk sudut 90o.

Gambar 2.26 Tee Joint

4. Corner joint
Corner joint adalah tipe sambungan yang menyatukan dua buah
benda kerja dengan cara menyatukan sisi benda kerja membentuk
32

sudut 90o perbedaan dari tee joint adalah sambungan berada tidak
membentuk huruf T. Pada corner joint terdapatdua jenis sambungan
yaitu open corner dan close corner.
A. Open corner joint
B. Close corner joint

Gambar 2.27 Corner Joint


5. Edge Joint
Edge joint adalah tipe sambungan yang menyatukan benda kerja
dengan cara menekuk satu sisi lalu disatukan dengan sisi benda
kerja lainnya.
33

Gambar 2.28 Edge Joint

2.4 Uji Tanpa Rusak (Non Destructive Testing)


Dalam memproduksi las, hasilpengelasan pengelasan diharapakan hasil
pengelasan yang baik dari aspek kekuatan maupun penampilan/kemulusan. Dalam
industry, kualitas dari hasil pengelasan merupakan suatu hal yang penting karena akan
menentukan harga dari barang tersebut. Dalam menentukan atau melakukan kualitas
suatu pengelasan terdapat beberapa tipe atau cara pengujian yang bisa dilakukan salah
satunya adalah dengan cara melakukan uji tanpa rusak (non destructive testing) dengan
melakukan test ini kita bisa mengetahui kualitas hasil pengelasan. Dengan menggunakan
uji tanpa rusak kita bisa mengetahui cacat cacat las. Ada beberapa metode uji tanpa
rusak yaitu :
1. Visual
2. Ultrasonic
3. Penetran
4. Radiographic
5. Magnetic Particle
6. Neutron radiographic
Dalam penggunaannya setiap metode memiliki cara pengetesan yang berbeda –
beda tergantung dari kebutuhan di lapangan.
2.4.1 Visual Inspection
Uji tampak luar atau disebut Visual Inspection merupakan jenis metode uji tanpa
rusak (UTR) yang paling banyak dipakai. Metode ini mengguakan indra pengelihatan
untuk mengetahui cacat pada permukaan komponen. Prinsip dasar dari metode ini
adalah penerangan yaitu memberikan cahaya yang cukup pada objek dan pengamatan
(examine) yaitu mengamati objek dengan menggunaan indra penglihatan atau alat bantu.
Alat bantu diperlukan apabila cacat yang terjadi terlalu kecil untuk dilihat kasat
34

mata.Alat bantu yang digunakan yaitu kaca pembesar (magnifying glass ), cermin
pembesar (magnifying mirror), mikroskop, dan beoreskop.

Gambar 2.29 Visual Inspection


Terdapat beberapa kelemahan pada metode visual testing ini yaitu :
a. Diperlukan inspector yang sudah berpengalaman yang ahli membedakan
crack pada permukaan komponen benda.
b. Hanya bisa dipakai untuk melihat cacat pada permukaan.
c. Cacat tidak terdeteksi jika ukurannya terlalu kecil
d. Cacat tidak bisa terdeteksi jika tertutup oleh perbedaab warna yang sangat
kontras atau warna yang sangat gelap
2.4.2 Liquid Penetran Inspection
Pada metode inspeksi dengan menggunakan cairan penetran ini jenis cacat yang
dapat dideteksi adalah keretakan yang bersifat mikro yaitu keretakan yang tidak dapat
diamati dengan mata terlanjang. Dengan metode ini deteksi keretakan yang terjadi tidak
bergantung pada ukuran, bentuk, arah retakan, struktur material, maupun kompossinya.
Liquid penetran dapat meresap ke dalam celah retakan yang sangat kecil bahkan ke
dalam retakan yang hanya sedalam 4 mikron ( 4 x 10-6 m ). Metode ini banyak
digunakan untuk menyelidiki keretakan yang terjadi dipermukaan ( surface cracks ),
keroposan (porosit), lapisan-lapisan bahan dll. Tujuan dari penggunaan metode ini
35

adalah untuk mengetahui cacat permukaan yang disebabkan karena cracks, porositas,
seams, laps, fold, small discontinuities, dan lain lainya.

Gambar 2.30 Penetrant Testing


Prinsip kerja dari metode ini adalah cairan penetran yang dialirkan pada sampel
akan masuk kedalam crack yang ada karena adanya gaya kapilaritas dan akan tertinggal
didalam crack, sehingga akan terlihat ketika diberikan cahaya black light akan bercahaya
dan menjadi penanda letak crack yang terjadi. Manfaat dari menggunakan metode ini
adalah :
a. Monitoring teknik produksi
b. Menemukan dan mengisolasi cacat sebelum dilanjutkan ke proses
selanjutnya
c. Cross check mutu untuk finshing product

Kuntungan penggunaan metode ini adalah :


a. Dapat digunakan secara luas
b. Harga relatif murah
c. Bentuk specimen atau material terbatas
d. Peralatan sederhana
36

e. Penggunaan uji liquid penetran tidak terbatas pada logam freeous dan non
ferrous saja tetapi bisa juga pada keramik, plastic, dan gelas
f. Dapat diaplikasikan pada produk cor, tempa ( forging ), komponen hasil
permesinan, dan cutting tools, inspeksi lapangan, turbine blades untuk retak
permukaan

Kelemahan dari metode ini adalah :


a. Caacat yang terjadi harus terbuka ke permukaan karena cacacat yang terjadi
dibawah permukaan (subsurface cracks ) tidak dapat terdeteksi.
b. Permukaan yang akan dilakukan test harus bersih, tidak terlalu kasar, dan
tidak berpori sebab jika berpori bisa terjadi kesalahan perkiraan sebagai
crack.
c. Tidak dianjurkan untuk menyelidiki benda-benda hasil powder metallurgy
karena kurang padat

Terdapat tiga jenis liquid penetran berdasarkan jenis pengamatannya yaitu


1. Visible Penetran
Pada umumnya viseible penetran berwarna merah. Hal ini ditunjukan pada
penampilanya yang kontras terhadap latar belakang warna
developernya.Pada jenis ini tidak membutuhkan cahaya ultraviolet tetapi
hanya membutuhkan cahaya putih yang cukup atau dengan mengoleskan
spray berwarna putih. Walaupun sensitifitas penetran jenis ini tidak setinggi
jenis fluorescent, tetapi cukup memadai untuk berbagai kebutuhan
2. Fluorecent Penetran
Liquid penetran jenis ini adalah liquid penetran yang dapat berkilau bila
didensitivitas. Fluorecenet penetran bergantung pada kemampunannya untuk
menampilan diri jika diberikan sinar ultraviolet yang lemah pada ruangan
gelap. Pada jenis ini terdapat tiga sensitifitas yaitu :
A. Sensitivitas normal ( cahaya normal )
B. Sensitivitas tinggi ( cahaya gelap )
37

C. Sensitivitas ultra high ( infra merah )


Penggunaan sensitivitas ini bergantung dengan kekritisan inspeksi, kondisi
permukaan yang diselidiki, jenis proses, dan tingkat sensitifitas yang
diinginkan.

3. Dual Sensitifity Penetrant


Liquid penetran jenis ini adalah gabungan dari visible penetrant dan
fluorescent penetrant, maksudnya adalah benda kerja yang diharuskan
dilakukan dua jenis pengujian sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih teliti
dan akurat.

Kualitas dari hasil akhir proses pengelasan merupakan salah satu factor utama
dalam industry migas. Pengelasan merupakan salah satu cara maintenance yang paling
sering digunakan dalam industry migas. Banyak peralatan yang menggunakan welding
dalam maintenacenya yaitu piping, exchanger, tank, dll. Hasil dari sebuah pengelasan
juga berpengaruh terhadap umur pakai dari sebuah alat yang sudah di maintenance. Cara
yang biasanya sering dipakai untuk melihat dan menilai hasil dari sebuah pengelasan
adalah dengan cara visual.

Kelebihan dari metode ini adalah dapat digunakan dengan mudah dan waktu
yang digunakan cukup cepat dan penggunaannya pun dapat digunakan hanya dengan
mata telanjang. Dalam penggunaanya visual method ini juga bisa menggunakan cerin
pembesar sebagai alat bantu. Akan tetapi metode tersebut memiliki kekurangan yaitu
tidak bisa melihat crack yang terjadi bila tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Crack
bisa saja terjadi di permukaan yang secara visual terlihat bagus karena crack yang terjadi
memiliki bentuk yang sama dengan surface dari specimen benda.Metode tersebut juga
memerlukan alat bantu yang lain untuk melihat crack yang hanya memiliki ketebalan
yang sangat tipis.

Salah satu alternative yang bisa digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan menggunakan liquid penetran testing ( PT ) yang merupakan pengembangan dari
38

metode inspeksi tak merusak dalam dua decade terakhir. Metode ini pertama kali
dikembangkan pada akhir tahun1940.Liquid penetran methode dapat mendeteksi
berbagai jenis crack yang terjadi di surface specimen dan bisa mendeteksi crack di
berbagai jenis material. Liquid penetran methode ini juga bisa digunakan secara
kovensional untuk menentukan letak crack yang terjadi.Kemampuan dari liquid penetran
methode dalam mendeteksi cacat bergantung pada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi penyerapan liquid penetran kedalam benda specimen yang memiliki

Dwell times
Material Form Type of Discontinuity
(minutes)
Alumunium,  Casting and welds  Cold
5
magnesium, steel,  Wrought materials- shuts,porosity,lack
 10
brass and extrusions, forgings, of fusion, cracks

crack sebagai contoh adalah dwell time atau waktu yang dibutuhkan liquid penetran

untuk meresap kedalam specimen sehingga hal tersebut harus diperhatikan kerena
39

bronze,titanium and plate  Laps, cracks


high temperature
alloy
Carbide-tipped tools Brazed or welded Lack of
fusion,porosity,crack 5
s
Plastic All forms Cracks 5
Glass All forms Cracks 5
Ceramic All forms Cracks 5
apabila tidak diperhatikan liquid pentran tidak akan meresap secara sempurna dan akan
mengakibatkan salah persepsi.

Tabel 4.1 Dwelling Time Berdasarkan jenis material

2.4.2.1 Cara kerja Liquid Penetran

Dalam liquid penetran testing ( PT ), liquid penetrant masuk melalui celah


retakan crack yang terjadi pada permukaan specimen benda uji. Liquid penetran ini akan
masuk melalui cerah dan akan meresap kedalam pori-pori yang terdapat crack. Liquid
penetran yang sudah terserap akan tertinggal didalam crack lalu akan diberikan spray
berwarna putih yang akan memebrikan warna yang kontras dengan warna dari penetran.
Spray putih ini akan dihapus kembali setelah crack yang terjadi sudah ditandai.

Liquid penetran masuk kedalam crack yang terjadi di surface specimen benda uji
yang bisa dilakukan di berbagai jenis material. Oleh karena itu liquid penetran ini bisa
dilakukan untuk mengetes kualitas hasil welding di berbegai surface yang memili
material yang tidak halus dan biasanya dilakakukan pada benda uji misalkan pada :

2.4.2.2 Cacat Las

Klasifikasi Cacat ( Defect )


40

Inspeksi ini dilakukan pada floating head exchanger 021E-110B di unit 21


area LOC I pada PT Pertamina ( Persero ) RU-IV Cilacap dengan
menggunakan Liquid Penetran Methode. Inspeksi ini akan menghasilkan
visual crack yang terjadi di surface benda uji yang dibagi dalam tiga level
crack yaitu :

A. Kategori I (Smooth Surface )


Kategori ini adalah bilamana crack yang terjadi lebarnya tidak melebihi
dari 1,5 mm

B. Kategori II ( Uniform surface )


Kategori ini adalah bilamana crack yang terjadi lebarnya tidak melebihi
dari 3,00 mm

C. Kategori III ( General Surface )


Kategori ini adalah bilamana crack yang terjadi lebarnya tidak melebihi
6,00 mm

2.4.3 Ultrasonic Test


Prinsip dari pengujian metode ini adalah denga cara melewatkan gelombang
ultrasonic ( frekuensi 0.1 s/d 25 MHz ) pada material benda uji untuk mendeteksi cacat
di permukaan dan dibawah permukaan ( surface ) material, hasil dari pemberian
gelomban ultrasonic tersebut dapat dilihat pada alat scan ultrasonic Ultrasonic inspection
menggunakan energy akustik pada frekuensi yang tinggi. Energy tersebut langsung
diarahkan ke specimen benda uji dan jumlah energy yang direflesksikan oleh specimen
di monitor sehingga dapat langsung diketahui kondisi dari specimen yang diuji.
41

Gambar 2.31 Ultrasonic Testing

Ultrasonic beroperasi ari gelombang suara yang transmisikan lalu dipantulkan


kembali . Suatu gelombang ultrasonic berjalan dari satu medium ke medium lain harus
melewati suatu permukaan.Pada permukaan ini sebagian energi akustik akan diserap dan
sebagian akan dipantuklan kembali jumlah energy yang dipantulkan tergantung dari
ketidak samaan kedua media. Metode tipe ini adalah salah satu metode yang paling
banyak digunakan untuk mendeteksi cacat internal, cacat permukaan, menentukan
karakteristik perekatan juga utnuk mengukur ketebalan dan lebar korosi yang
terjadi.Pada ultrasonic test biasanya digunakan couplant yaitu cairan yang berguna
sebagai media perambatan dengan benda yang akan diuji hal ini dilakukan karena
gelombang suara yang dihasilkan mempunyai sifat perambatan yang kurang baik
diudara.Kesuksesan dari metode ini sangat bergantung pada kondisi permukaan subjek,
ukuran butir dan arah butir, dan impedansi magnetic.
Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah :
a. Memiliki sensitivitas tnggi sehingga bisa mendeteksi cacat yang sangat kecil
b. Mempunyai kekuatan penetrasi yang tinggi sehingga bisa digunakan pada
material dengan ketebalan sampai 6 meter
42

c. Memiliki akurasi yang cukup baik dibandingkan dengan metode NDT


lainnya dalam menentukan posisi, orientasi ukuran, dan bentuk cacat internal
d. Hanya membutuhkan satu permukaan yang dapat diakses
e. Tidak berbahaya bagi operator dan orang disekitarnya
f. Bersifat portable
g. Output bisa diproses dengan computer untuk mengetahui karakteristik cacat
dan untuk menentukan sifat material
h. Dapat digunakan untuk cacat interna
i. Dapat digunakan pada semua jenis material
Kekurangan pada metode ini adalah:
a. Harus dilakukan oleh teknisi yang berpengalaman
b. Bagian yang tidak rata, komponen yang sangat kecil dan tipis sulit untuk
diinspeksi
c. Dibutuhkan couplant
d. Dibutuhkan referensi standard untuk melakukan pengkalibrasian

2.4.4 Radiographic testing


Prinsip dari test ini adalah pemberian sinar x, sinar gamma, atau elctronepada
komponen yang diuji, kemudian akan dihasilkan gambar/film mengenai kondisi dari
komponen itu.Lalu dari hasil film/gambar radiographic dapat diketahui adanya caca,
retak, atau pori pada material
43

Gambar 2.32 Radiographic Testing


2.4.5 Magnetic Particle Test
Inspeksi butir magnetic digunakan untuk mengungkap cacat di permukaan dan
dibawah permukaan dengan memanfaatkan kebocoran garis-garis gaya magnetic (flux )
pada permukaan benda uji. Dengan cara menyemprotkan butir ferromagnetic, serbuk
magnetic akan berkumpul pada flux yang bocor sehingga jenis dan dimensi cacat
permukaan dan bawah permukaan dapat diketahui. Prinsip dari metode ini adalah bubuk
magnet diberikan pada permukaan komponen komponen yang diuji kemudian pada
permukaan tersebut dialirkan medan magnet sehingga terbentuk fluks medan magnet
dari bubuk magnet tersebut. Bila tidak terdapat cacat maka fluks akan lurus jika terjadi
cacat makan fluks akan terputus di tempat terjadinya retakan.

Gambar 2.33 Magnetic Paticle Testing

Kelebihan dari metode ini adalah :


a. Lokasi indikasi cacat langsung terdeteksi
b. Tidak memerlukan kalibrasi peralatan
c. Tidak memerlukan pembersiha awal pada permukaan uji
d. Tidak ada batasan terhadap luas permukaan uji
e. Dapat digunakan untuk mendeteksi retak pada permukaan atau didekat
permukaan komponen
44

Kekurangan dari metode ini antara lain :


a. Hanya untuk bahan yang bersifat feromagnetik
b. Memerlukan sumber tenaga listrik untuk menghasilkan gaya
elektromagnetik
c. Permukaan benda uji harus benar-benar halus dan bersih
d. Retak yang dapat dideteksi mempunya ukuran lebih dari 0,5 mm
e. Diperlukan proses demagnetisasi untuk meghilangkan sifat magnet yang
tersisa pada permukaan komponen setelah diperiksa.

2.5 Floating Head Exchanger


Floating Head exchanger adalah bagian dari exchanger yang terdapat di
ujung dari exchanger yang berfungsi sebagai alat pembalik arah aliran di dalam
exchanger dan sebagai pemisah antara fluida produk dan fluida pendingin.
Floating head 110B-021E adalah floating head yang terdapat pada exchanger
dengan nomor 110B dan terdapat pada area 021 yang terletak di kilang Lube Oil
Complex II.

Gambar 2.34 Floating Head


45

Pada area floating head yang mengalami cacat sehingga menimbulkan


kebocoran dilakukan proses maintenance dengan cara pengelasan ( welding ). Proses
pengelasan dilakukan dengan menggunakan tipe pengelasan GTAW.

Gambar 2.35 Sambungan Las pada floating Head 110b-021E

Gambar 2.36 Sambungan Las pada floating Head 110b-021E


46

Pada hasil daerah yang telah dilakukan pengelasan dilakan uji penetran
untuk mengetahui kualitas dari hasil pengelasan di beberapa titik yang pada sebelum
pengelasan terjadi cacat.
47

BAB III

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

3.1. Sejarah PT Pertamina ( Persero )

Eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun
1871, dimana John Reenik ( Belanda ) melakukan pencarian (eksplorasi) sumber minyak
bumi di Indonesia pada kaki Gunung Ceremai. Sedangkan pada tahun 1885 eksploitasi
minyak bumi pertama kali dilakukan di Telaga Tunggal, yang merupakan sumur migas
komersial pertama di kawasan Hindia-Belanda.

Berdasarkan catatan sejarah, pengelolaan minyak bumi di Indonesia merupakan


pengelolaan yang tertua di dunia. Usaha pengelolaan minyak bumi di Indonesia pertama
kali dilakukan di cibodas pada Tahun 1871 tepat 12 tahun setelah pengolahan minyak
bumi pertma di Dunia yang berlokasi di Pensylfania. Namun hingga 1874 empat sumur
pengeboran minyak bumi yang digali Reenik tidak ada yang menghasilkan minyak bumi
dan akhirnya ditutup.

Tahun 1883 seorang pimpinan perkebunan tembakau Hindia Belanda wilayah


Langkat, SumatraUtara yaitu Aeilko Zilkjer secara tidak sengaja berhasil menemukan
minyak bumi namun setelah dilakukan pengeboran tidak ditemukan minyak bumi.Pada
tahun1885 Aeiko Zilkjer berhasil menemukan sumur minyak bumi yang dapat
digunakan secara komersial di Telaga Tunggal temuan inilah merupakan cikal bakal
berdirinya Royal Dutch.Sejak saat itu pencarian minyak bumi diteruskan ke berbagai
wilayah nusantara dianaranya adalah Surabaya, Jambi, Perlak, Kalimantan Timur, dan
Palembang.

Pada tahun 1890 didirikan N.V. Koninklijk Nederlansche Maatschappij tot


exploitatie van Petroleumbronnen in Nedrlandsche Indie. Sejak berdirinya perusahaan
tersebut mereka berusaha menyatukan seluruh perusahaan yang bergerak di bidang
48

perminyakan mereka berniat membangun koorporasi perminyak yang terbesar di dunia.


Perusahaan-perusahaan yang terdapat di Indonesia adalah De Tarakan, De Sumatra
Palembang, De Moesi Ilir, De Moeara Enim, De Dordtsche dan De Nederlands Indische
Industrie en Handel Maatschapp [1]

Kotamadya Balikpapan merupakan pemerintahan yang sudah ada sejak jaman


Hindia Belanda. Pada tahun 1980 pemerintah Belanda berhasil mengusai kota tersebut
dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan yang di pimpin oleh seorang controuler.
Kota Balikpapan sendiri ada setelah ditemukannya sumur minyak Mathilda dan
pengeboran pertama dilakukan pada tahun 1897 oleh perusahaan Mathilda.Kelahiran
Balikpapan juga merupakan cikal bakal berdirinya kongsi dagang besar bernama De
Bataafsche Petroleum Maatshappij NV (BPM). Balikpapan merupakan salah satu dari 3
kota penghasil minyak bumi selain plaju dan pangkalan bandan. Pda tahun 1919
balikpapan sudah menjadi lokasi perindustrian minyak bumi yang dipegang oleh bpm [1]

Dengan pecahnya perang dunia II, karena serbuan tentara jepang ke Indonesia
dan politik bumi hangus yang dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda, sebagian
besar instalasi kilang minyak hancur. Satu-satunya kilang minyak yang berhasil dikuasai
oleh pejuang Indonesia adalah kilang minyak yang berada di pangkalan Brandan dan
daerah Aceh, bekas milik shell BPM, yang selanjutnya didirikan perusahaan Minyak
Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Pada tahun 1946 kilang plaju dan sungai gerong
dkembalikan ke BPM dan Stanvac untuk di rekontruksi. Sedangkan di Jawa Tengah
BPM tidak berhasil mendapatkan lapanan minyak Kawengan, ledok dan kilang minyak
cepu karena telah dikuasai oleh koperasi buruh minyak yang menjadi cikal bakal
perusahaan Negara PERMIGAN. Pada April 1955 PTMNRI diubah namanya menjadi
Tambang Minyak Sumatra Utara (TMSU) karena belum menunjukan usaha-usaha
pembangunan. Selanjutnya pada 10 Desember 1957 TMSU diubah menjadi PT Perusaan
Pertambangan Minyak Nasional ( PT PERMINA)[2]. Dengan penyerahan kedaulatan dari
pemerintahan Hindia-Belanda ke Republik Indonesia, pada tanggal 1 januari 1959 nama
NVNIAM diubah menjadi PT Pertambangan Minyak Indonesia (PT PERMINDO). Pada
tahun 1960 pemerintah Indonesia mengluarkan UU No 19/1960 tentang perusahaan
49

Negara dan UU No 44/1960.. Pada 1 juli 1961 statusnya diubah menjadi Perusahaan
Negara (PN PERMINA). Pada Tahun 1961 sesuai Undang-undang tersebut didirikan
perusahaan pertambangan minyak (PERTAMIN) dan perusahaan minyak nasional (PN
PERMINA) dan pada tahun 1968 perusahaan tersebut digabung menjadi PN
PERTAMIN ( Perusahaan Minyak Nasional). Pada tanggal 5 September 1971 PN
PERTAMINA diubah namanya menjadi PERTAMINA berdasarkan UU NO 8/1971.
Pertamina terus berkembang menjadi BUMN yang handal hingga saat ini.

Namun kejayaan pertamina sempat terancam pada tahun 1999 dengan


dikeluarkannya RUU MIGAS tujuannya dikeluarkannya ruu tersebut adalah untuk
menghapuskan UU NO 8 1971 tentang pertamina yang berarti pertamina harus
dibubarkan.Status pertamina sebagai satu-satunya perusahaan tunggal pengolah migas di
Indonesia setelah dikeluarkannya UU MIGAS No 22 tahun 2001.

TAHUN KETERANGAN
1871 Usaha pencarian minyak pertama di Indonesia oleh Jan Reering,
dimana dilakukan pengeboran di lereng Gunung Ciremai ( Jawa
Barat)
1885 Aeliko Jana Zijkliker berhasil menemukan kandungan minyak
bumi yang komersial di Talaga Tunggal
1890-an Pendirian pabrik-pabrik pengilangan minyak di berbagai daerah di
pulaj Jawa, Sumatra, dan Kalimantan
1920-an s/d Perusahaan minyak asing bermunculan di Indonesia
1930-an
1947 Berdirinya Perusahaan Minyak Republik Indonesia (PERMIRI)
oleh lascar minyak
1968 Dibentuknya PN PERTAMINA yang merupakan gabungan dari
PERMINA dan PERTIMIN
50

1971 Dikeluarkanya UU No 8 TAHUN 1971 tentang eprtamina


1999 Keberadaan pertamina terancam oleh adanya RUU Migas
Tahun1999
2000-an  Diberlakukannya liberalisasi di sektpr migas dengan
dikeluarkannya UU NO 2 Tahun 2001tentang migas
 Perusahaan asing dan swasta nasional bermunculan
sebagai pelaku usaha perminyakan di hulu dan hilir.

Tabel 3.1 Perkembangan Industri Perminyakan di Indonesia [3]

3.2. Visi dan Misi Perseroan

Pertamina sebagai salah satu perusahaan vital Negara memiliki visi untuk menjadi
perusahaan energi nasional kelas dunia. Untuk mewujdkan visi tersebut pertamina
mempunyai misi menjalankan usaha minyak gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi.

Untuk mewujudkan Visi Perseroan sebagai salah satu perusahaan kelas dunia, maka
Perseroan sebagai perusahaan milik Negara turut melaksanakan dan menunjang
kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan usaha energi, yaitu energi baru dan
terbarukan, minyak dan gas bumi baik didalam maupun di luar negeri,serta kegiatan lain
untuk menunjang kegiatan usaha di bidang energy, yaitu energy baru dan terbarukan.[2]

Misi Perserosan yaitu menjalankan usaha inti minyak, gas, bahan bakar nabati seta
kegiatan pengembanga, eksplorasi, produksi dan niaga energy baru dan terbarukan
secara terintegrasi.[2].
51

3.3. Tata Nilai Perusahaan

Pertamina menenetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman
bagi seluaruh karyawan PT PERTAMINA dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata
nilai perusahaan disingkat menjadi 6C adalah sebgai berikut:

a. Clean ( Bersih )
Dikelola secara professional, emnghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman
pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

b. Competitive ( kompetitif )
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai
kinerja

c. Confident ( Percaya Diri )


Berperan dalam pembangnan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun bangsa.
d. Customer Focus ( Fokus pada pelanggan )
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.
e. Comercial ( Komersial )
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan
berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
f. Capable ( Berkemampuan )
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang professional dan memiliki talenta dan
penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan
pengembangan.

3.4. Logo Perusahaan


52

Rencana untuk merubah logo sudah


digagas sejak tahun 1967 saat setelah
terjadi krisis pada pertamina. Namun proses
itu tidak dapat dilaksanakan karena
adanya perubahan kebijakan. Pertimbangan
yang menjadi dasar perubahan logo
adalah untuk memunculkan semangat
baru bagi seluruh karyawan. Perubahan
tersebut antara lain adalah perubahan
peran dan status hukum perusahaan
menjadi perseroan. Perubahan logo ini terjadi pada beberapa tahap perubahan awal yaitu
terjadi pada tanggal 20 Agustus 1968 dan yang terakhir pada tanggal 10 Desember 2005.
53

Gambar 3.1 Logo Awal Pertamina

Gambar 3.2 Logo Pertamina sesudah dirubah

Elemen logo merupakan representatif hokum PERTAMINA yang membentuk anak


panas ke kanan yang berarti menunjukan bahwa pertamina terus melesat maju dan
progresif. Secara keseluruhan logo pertamina menggunakan warna-warna yang berani
hal ini menunjukan langkah besar langkah besar ke depan yang akan diambil pertamina
dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis.

Warna-warna tersebut adalah sebagai berikut :

1. Biru adalah mencerminkan sifat handal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab
2. Hijau adalah mencerminkan sumber daya energy yang berwawasan lingkungan
3. Merah adalah mencerminkan keuleta, ketegasan dan keberanian menghadapi
berbagai macam keadaan.

3.5. Lokasi Refenery Unit Pertamina


54

Selain dengan pembangunan yang cukup melesat kebutuhan akan produk minyak
bumi juga terus meningkat. Untuk itu perlu dibangunnya refinery unit minyak bumi
untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Pertamina mempunyai
unit-unit operasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia yang meliputi beberapa
operas eksplorasi dan produksi, Tujuh Refenery Unit, 8 Unit pemasaran dalam negeri
dan Unit Penunjang lainnya.Unit-unit pengolahan minyak yang dikelola oleh Pertamina
adalah sebagai berikut :

a. RU I Pangkalan Bandan ( Sumatra Utara ) sudah tidak beroperasi lagi sejak


tahun 2006
b. RU II Dumai dan Sungai Pakning ( Riau ) kapasitas 170.000 barrel/hari
c. RU III Plaju dan Sungai Gerong ( Sumatera Selatan ) kapasitas 135.000
barrel/hari
d. RU IV Cilacap ( Jawa Tengah ) kapasitas 348.000 barrel/hari
e. RU V Balikpapan ( Kalimantan Timut ) kapasitas 270.00 barrel/hari
f. RU VI Balongan ( Jawa Barat ) Kapasitas 125.000 barrel/hari
g. RU VII Kasim ( Papua Barat ) kapasitas 10.000 barrel/hari
55

Gambar 3.3 Lokasi Seluruh Refenery Unit Pertamina di Indonesia

3.6. Sejarah PT Pertamina ( Persero ) Refenery Unit IV Cilacap

Pembangunan Renery Unit IV di Cilacap merupakan salah satu dari unit


pengolahan yang ada di Indonesia. Refenery Unit IV Cilacap merupakan industri
pengolahan minyak dan gas bumi terbesar dan terlengkap di Indonesia dengan
kapasitas total sebesar 348.000 barrel/hari dan memiliki luas area kilang dan
perkantoran 226,39 Ha. Pembangunan kilang minyak di Refenery Unit IV Cilacap
dibagi dalam 5 tahap yaitu Kilang minyak 1, kilang minyak 2, Kilang Paraxylane,
Debotlenecking Project, dan kilang SRU
56

Tabel 3.2 Perkembangan Pembanguna Kilang Refenery Unit IV Cilacap[5]

Tahun Proyek Tujuan


1974 - 1976  Midle East Crude  Memenuhi kebutuhan BBM
 FOC I = 100 MBSD & Lube Base dalam negeri
 LOC I = 80.000 Ton / Tahun
 Asphalt = 245.000 Ton/Tahun
 Ultilities & Offside
1981 – 1983  Domestic Crude  Memenuhi pertumbuhan
 FOC II = 250 MBSD kebutuhan BBM, LPG,
 LOC II = 175.000 Ton/Tahun Lube Base dan Asphalt
 Asphalt = 550.000 Ton/Tahun dalam negeri

 Utilities & Offside


1988 – 1990  Naptha dari FOC II  Memenuhi kebutuhan
 Paraxylene = 270.000 Ton/Tahun Paraxylane & Benzene
 Benzene = 120.000 Ton/Tahun dalam negeri dan luar negeri
1996 - 1998  Debtlenecking / proyek peningkatan  Memenuhi pertumbuhan
kapasitas ( FOC I = 118 MBSD, kebutuhan BBM, LPG,
FOC II = 230 MBSD ) Lube Base dan Asphalt
 Lube base = 480.000 Ton/Tahun dalam negeri
2001 – 2005  Sulfur Recofery Unit Recofery LPG dan memenuhi baku
 LPG = 400 Ton/day mutu limbah udara ( SOX )
 Sulfur 70 Ton/Day
2011 - 2015  Instalasi Pengolahan Air Limbah Meningkatkan baku mutu limbah
( IPAL) cair
 RFCC ( 62 MBSD )
57

 LPG Sweetening : 1.500 PSD Peningkatan yield valuable product


 PRU : 430 TPD seperti HOMC, LPG, dan
 Gasoline Hydrotreating : 38 MBSD Propylene serta meningkatkan

 Utilities & Offside complexity index kilang RU IV

2016 – on Proyek Langit Biru Cilacap ( PLBC ) Meningkatkan kualitas BBM


going menjadi EURO 4

Gambar 3.4 Konfigurasi Kilang di Refenery Unit IV Cilacap

3.6.1. Perkembangan Kilang Minyak I

Kilang minyak I Refinery Unit IV Cilacap mulai dibangun pada tahun 1974 dan
mulai beroperasi pada tanggal 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden
58

Soeharto. Pembangunan kilang minyak I dirancang oleh Shell International Petroleum


Maatschappji ( SPIM ), dengan kontraktor Flour Eastern Inc dan beberapa sub-
kontraktor yang langsung diawasi langsung oleh Pertamina.

Kilang Minyak I di desain untuk menghasilkan produk BBM dan Non BBM
dengan bahan baku Crude Oil yang berasal dari Timur Tengah, Arabian Light Crude (
ALC ) dengan kandungan sulfur yang cukup tinggi ( 1,88 % berat ). Kandungan sulfur
di dalam minyak mentah juga dibutuhkan untuk menjaga stabilitas oksidasi pada
komponen Lube Base Oil juga untuk menjingkatkan ketahanan Aspalt dari deformasi
dan cuaca yang berubah – ubah. Namun kandungan sulfur yang tinggi juga dapat
minumbalkan masalah baru pada kilang itu sendiri karena bisa menyebabkan terjadinya
korosi pada peralatan proses. Disamping ALC sebagai bahan baku utama dari pegolahan
minyak dalam kilang ini digunakan juga Crude Oil dari Iranium Light Crude ( ILC ) dan
Basrah Light Crude ( BLC ). Kilang minyak I memiliki kapasitas pengolahan sebesar
10.000 barrel/hari dengan area meliputi

a. Fuel Oil Complex I ( FOC I ), untuk produksi BBM


b. Lube Oil Complex ( LOC I ), untuk memproduksi bahan baku minyak
pelumas dan asphalt
c. Utilities Complex I ( UTL I ), menyediakan semua kebutuhan dari unit –
unit proses seperti steam, listrik, angina instrument, air pendingan serta
fuel system. [2]
d. Offsite Facilities yaitu sebagai fasilitas penunjang yang terdiri dari tangki-
tangki storange, flare system, utilitas dan environment system
59

Gambar 3.5 Blok Diagram Kilang Miyak 1 ( FOC I DAN LOC I )

3.6.2. Perkembangan Kilang Minyak II

Kilang Minyak II Cilacap dibangun pada Tahun 1981, pembangunan kilang


minyak ini dilakukan karena kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat dan
diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1983 oleh presiden Soeharto dan langusng mulai
dilakukan operasi pengolahan.Kilang minyak ini sendiri dirancang oleh dua perusahaan
yang berbeda untuk Fuel Oil Complex II ( FOC II ) dirancang oleh Universal Oil
Product ( UOP ) sedangkan untuk Lube Oil Complex II dan III ( LOC II dan III ) dengan
kontraktor utama Flour Eatern inc dan dibantu oleh sub-kontraktor nasional.

Kilang minyak 2 ini dirancang untuk mengolah minyak mentah dari dalam negeri.
Dengan pembangunan kilang minyak ini minyak mentah yang berasalal dari Indonesia
dapat langsung diolah di dalam negeri dimana sebelumnya minyak mentah yang berasal
dari Indonesia pengolahannya harus dilakukan di kilang minyak luar neger yang
60

kemudian di impor kembali ke Indonesia dalam bentuk BBM. Kandungan sulfur dalam
crude oil dalam negeri sendiri lebih rendah dari crude oil timur tengah dengan
kandungan sulfur 0,1 % berat namun dalam perkembangannya pengolahannya
menggunakan cokkail yang merupakan campuran dari minyak mentah dalam dan luar
negeri.

Pada awalnya kilang ini memeliki kapasitas sebsar 200.000 barrel/hari . Namun
setelah dilakukan debottlenecking project pada tahun 1998-1999 kapasitasnya dapat
ditingkatkan menjadi 230.000 barrel/hari. Kilang minyak 2 meliputi

a. Fuel Oil Complex II ( FOC II ) yang memproduksi BBM


b. Lube Oil Complex II dan III ( LOC II dan III ) yang memproduksi bahan dasar
minyak pelumas dan aspal
c. Utilities Complex II ( UTL II ) yang menyediakan semua kebtuhan dari unit –
unit proses seperti steam, listrik, instrument angin, air pendingin serta fuel system
61

Gambar 3.6 Kilang Minyak II

3.6.3. Perkembangan Kilang Paraxylene

Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku nafta yang cukup, sarana pendung
berupa dermaga, tangki, dan utilitas serta peluang pasar yang terbuka lebar di dalam dan
di luar negeri maka Pertamina membangun kilang Paraxylene yang dirancang oleh
Universal Oil Product ( UOP ) dan kontraktor Japan Gasoline Corporation ( JGC ) pada
tahun 1998 dan diresmikan pada tanggal 20 Desember 1990 oleh presiden
Soeharto.Tujuan dari pembangunan kilang ini adalah untuk mengolah nafta dari FOC II
untuk dileah menjadi produk petrokimia yaitu paraxylene dan benzene sebagai produk
utama raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG sebagai produk sampingan.

Kilang minyak ini menjadikan Pertamina RU IV semakin penting karena dengan


mengolah nafta sebesar 590.000 ton/tahun menjadi produk petrokimia, Pertamina RU IV
satu-satunya unit pengolahan yang terintegrasi langusng dengan industry
petrokimia.Paraxylene yang dihasilkan juga digunakan sebagai bahan bak pabrik
Purified Terepthalic Acid ( PTA ) pada pusat akromatik di Plaju,Sumatera Selatan dan
sebagian lagi diekspor ke luar negeri.

3.6.4. Perkembangan Kilang LPG dan Sulfur Recofery Unit ( SRU )

Untuk mendukung komitmen pada lingkungan pada tanggal 27 Februari 2002


maka pemerinta berencana mengurangi kadar emisi SOx pembangunan kilang SRU
dengan luas proyek 24.200 m2 yang terdiri dari unit proses dan unit penunjang. Proses
ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV khususnya SO2 sehingga emisi yang
terbuang akan lebih ramah.Dengan melakukan treatment terhadap 9 steam sour gas
dengan jumlah total sebesar 600 metrik ton/hari dapat diperoleh sulfur cair sebanyak 59-
68 metrik ton/hari produk LPG sebanyak 324-407 metrik ton/hari, dan produk kondensat
62

( C5) sebanyak 28-103 metrik ton/hari sedangkan hasil atas yang berupa gas dengan H2S
sangat rendah dari unit LPG Recovery akan dikirim ke luar sebagai fuel system.

3.6.5 Perkembangan Proyek Debotlenecking

Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Indonesia kebutuhan akan


BBM, minyak pelumas, dan aspal juga ikut meningkat. Sebagai salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan tersebut maka Pertamina RU IV merealisasikan proyek
UNIT Hasil Produksi Sebelum Sesudah Kenaikan (BPD)
( BPD ) ( BPD )

debottlenecking RU IV Cilacap yang dibangun dari Tahun 1996 dan mulai dioperasikan
pada tahun 1998. Untuk perencana proyek kotrak EPC ( Engineering, Procurenemen,
and Construction) adalah Fluor Daniel. Sementara untuk perancang dan pemilik lisensi
untuk Lube Oil Complex adalah SIPM ( Shell International Petroleum Maatschappij ).
Pendanaan proyek Debotlenecking Cilacap berasal dari pinjaman 29 bank dunia yang
dikordinasikan oleh CITICORP dengan pinjaman US Exim Bank dana yang dipinjam
sebesar US$ 633 JUTA Dengan pola Tyrustee Borrowing Scheme pengembalian berasal
dari jasil penjualan produk sehingga tidak membebani cashflow pertamina.

Tujuan dari proyek ini anatara lain sebagai berikut:

a. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka


memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
b. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi
kebutuhan Lube Base Oil dan Asphalt.
c. Menghemat atau menambah devisa Negara.
63

FOC I
CDU Fraksi Minyak 100.000 118.000 18.000 (18 %)
NHT Naptha dan gaseoline 20.000 25.600 5.600 ( 28 % )
Kerosene-Merox Avtur/Kerosene 15.708 17.300 1.592 (10,13 %)
FOC II
CDU Fraksi Minyak 200.000 230.000 30.000 ( 15 %)
AH Unibon Kerosene 20.000 23.000 3.000 ( 28 % )
LPG Recovery Ga Propane/Butane 7.321 7.740 419 ( 5,72 % )
LOC I, II, DAN III
Asphalt Asphalt 512.000 720.000 208.000 (40,63%)
LPG Recovery Gas Propane/Butane 7.321 7.740 419 ( 5,72% )
Lube Base Oil HV 60/100/160s/650 255.000 428.000 173.000 (69%)
Tabel 3.3 Tabel Perbandingan produksi pra dan pasca debottlenecking[2]

Lingkup Proyek ini antara lain sebagai berikut :

a. Modifikasi FOC I dan II , LOC I dan II, dan Utilities II/offsite


b. Pembangunan Lube Oil Complex III ( LOC III )
c. Pembangunan Utilities III dan LOC III tankage
d. Moderenisasi instrument kilang dengan DSC ( Distributed Control System )

Dengan selsainya proyek ini kapasitas pengolahan Kilang minyak I meningkat menjadi
118.000 barrel/hari, dan kilang minyak II meningkat menjadi 230.000 barrel/hari. Total
kapasitas produksi keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari.Sementara kapsitas produk
minya dasar pelumas ( Lube Base Oil ) meningkat menjadi menjadi 428.000 ton/tahun
dan aspal menjadi 720.000 ton/tahun.

Tabel 3.4 Tebel kapasitas produksi kilang I dan II pra dan pasca debottlenecking[2]
64

FOC I FOC II
UNIT KAPASITAS UNIT KAPASITAS
TON/HARI TON/HARI
CDU I 16.126 CDU II 30.680
NHT 2.805 NHT II 2.441
Gas Oil and HDS 2.300 AH Unibon 3.084
Platformer I 1.650 Platformer II 2.441
Propane Manufacturing 43,5 LPG Recovery 636
Merox Treater 2.116 Naptha Merox 1.311
Sour Waste Stripper 780 SWS 2.410
THDT 1.802
Visbreaker 8.390

Tabel 3.5 Tabel kapasitas LOC I, II, dan III pra dan pasca debottlenecking

Unit Kapasitas ( Ton/hari)


LOC I LOC II LOC III
HVU 2.574 3.883 -
PDU 538 784 784
FEU 478-573 1786-2270 -
MDU 226-337 501-841 501-841
Hydrotreating Unit - - 1700

3.6.7 Lokasi dan Tata Letak

Lokasi sebuah perusahaan adahal hal yang penting karena akan menentukan
kelancaran perusahaan dalam menjalankan operasinya. Demikian pula dalam
65

menentukan lokasi sebuah kilang. Hal-hal yang menjadi pertimbangan meliputi biaya
produksi, biaya operasi, dampak social, kebutuhan bahan bakar,sarana, studi lingkungan
dan letak geografisnya. Pertamina RU-IV Cilacap terletak di Lomanis,Kecamatan
Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap,Jawa Tengah.Beberapa pertimbangan dipilihnya
Cilacap sebagai lokasi kilang sebagai berikut :

a. Studi kebutuhan BBM menunjukan bahwa konsumen terbesar adalah di


pulau jawa.
b. Derah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai
kota pusat pengembangan produksi untuk wilayah jawa bagian selatan.
c. Terdapat jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap Padalarang sehingga
penyaluran bahan bakar menjadi lebih mudah.
d. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang ideal karena lautnya cukp dalam
dan tenang.

Atas dasar pertimbangan tersebut maka dipilihlah cilacap karena area tanah yang
tersedia memenuhi persyaratan untuk membangun sebuh kilang maka Refenery unit IV
dibangun diatas tanah seluas 536 Ha.

Tabel 3.6 Pembagian Luas Area Di Pertamina RU IV

No Area Luas ( Ha )
1 Area kilang minyak dan perluasan 227+73
2 Area terminal dan pelabuhan 22,5
3 Area pipa track dan jalur jalan 10,5
4 Area perumahan dan jalur jalan 87,5
5 Area rumah sakit dan lingkungannya 27
6 Area lapangan terbang 70
7 Area kilang paraxiline 9
Total 526,5

3.6.8. Sistem Manajemen dan Pengawasan


66

Sebagai sebuah perusahaan PT Pertamina ( Persero ) dikelola oleh suatu


dewan redaksi dan diawasi oleh Dewan Komisaris Pemerintah Republik
Indonesia. Pelaksanaan kegiatam diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu
Lembaga Negara, pemerintah, maupun dari intern pertamina sendiri. Susunan
dewan komisaris PT Pertamina ( Persero ) sebagai berikut :

Ketua : Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI

Wakil Ketua : Menteri Kuangan RI

Anggota : Menteri Negara Riset dan Teknologi RI

Menteri Sekertaris Negara RI

Sekertaris : Seorang Pejabat dan Kementerian Energi dan Sumber Daya


Mineral RI

Dari segi organisasi pertamina dipimpin oleh seorang direktur yang


membawahi tujuh orang direktur, yaitu :

a. Direktur Perencanaan investasi dan Manajemen Resiko


b. Direktur Hulu
c. Direktur Pengolahan
d. Direktur Pemasaran dan Niaga
e. Direktur Keuangan
f. Direktur umum
g. Direktur SDM

Selain ketujuh direktur tersebut, direktur utama masih dibantu oleh dua pejabat
lainnya yaitu :

a. Kepala Satuan Pengawas Intern


b. Sekertaris Perseroan

Refenery unit cilacap dipimpin oleh seorang General Manager yang


membawahi :
67

a. Manager Engineering and Development


b. Manger Legal and General Affair
c. Manager Health and Safety Environmental
d. Manager Procurement
e. Manager Reability
f. Senior Manager Operational and Manufacturing
g. OPI Coordinator
h. Manager Refenery Internal Audit Cilacap
i. Manager Marine Region IV
j. Manager Refenery Fianance Offsite Support Region III
k. Manager Human Resources Area
l. IT TU IV Cilacap Area Manager
m. Director of Pertamina Hospitals Cilacap

Senior Manager Operation and Manufacturing ( Manager kilang ) membawahi :

a. Manager Production I
b. Manager Production II
c. Manager Refenery Planing and Operation
d. Manager Maintenance Planing and Support
e. Manager Maintenance Execution
f. Manager Turn Around

3.6.9. Fasilitas Kesejahteraan


Fasilitas kesejahteraan yang tersedia di Pertamina Refenery Unit IV
Cilacap adalah :
A. Perumahan
Pertamina RU IV Cilacap memiliki lokasi perumahan yang disediakan
bagi pekerja sesuai dengan jabatan / fungsinya yang berlaku. Ketiga lokasi
tersebut adalah :
 Perumahan Gunung Simping untuk bagian manajemen dan pekerja
68

 Perumahan lomanis dan Donan untuk pekerja


 Perumahan Tegal Katilayu untuk Paramedis rumah sakit
pertamina, awak kapal dan pekerja
 Untuk tamu disediakan Griya Patra dan mess 39, mess 40

B. Sarana Kesehatan
 Klinik darurat, terletak di kilang sebagai sarana pertolongan
pertama pada kecelakaan.
 Pertamina Hospital Cilacap, terletak di komplek Tegal Katiyu yang
juga melayani kesehatan bagi masyarakat umum.

C. Sarana Pendidikan

Untuk menigkatkan pendidikan kemampuan, pertamina juga memberikan


kesempatan pekerja untuk mengikuti pendidikan ataupun pelatihan yang
disediakan oleh pertamina.Selain itu bagi anak-anak pekerja yang masih
bersekolah juga disediakan TK dan SD yang terbuka untuk umum.

D. Sarana Rekreasi dan Olahraga

Terdapat 2 buah gedung pertemuan dan rekreasi yang dimiliki oleh


pertamina RU IV Cilacap yaitu :

 Patra Graha
 Patra Ria

Selain itu, tersedia juga sarana olahraga yaitu :

 Lapangan Sepak Bola


 Lapangan Volley
 Lapangan Basket
 Lapangan Futsal
 Lapangan Bulu Tangkis
69

 Lapangan Teknis
 Lapangan Golf
 Kolam Renang
 Arena Bowling dan Billyard

E. Sarana Perhubungan dan Telekomunikasi


Komplek perumahan kantor dan lokasi kilang Pertamina RU IV Cilacap
dilengkapi dengan pesawat telepon sebagai alat komunikasi. Mobil dinas
disediakan sebagai alat transportasi bagi staf senior yang dapat digunakan
bagi kegiatan operasional.
F. Perlengkapan Kerja
Untuk perangkat kerja dan keselamatan kerja bagi setiap pekerja di
pertamina, pihak pertamina sudah menyediakan pakaian seragam,
sedangkan para pekerja yang terkait langusng dengan operasi di kilang
diberikan safety shoes, safety helmet, ear plug, gloves, masker, dan juga
jas hujan. Bagi para tamu disediakan safety helmet.
G. Keuangan dan Cuti
Finansial yang diberikan pada setiap pekerja di pertamina terdiri dari :
 Gaji setiap bulan sesuai dengan pangkat dan golongan
 Tunjangan Hari Raya ( THR ) dan uang cuit tahunan
 Premi shift bagi pekerja shift.

Untuk pekerja yang sudah memasuki masa pensiun akan menerima uang
pensiun setiap bulannya. Untuk keperluan cuti bagi pekerja di pertmaina
diberikan kesempatan cuti selama 12 hari kerja setiap tahunnya dan setiap
tiga tahun mendapat cuti sebanyak 26 hari kerja.
70

BAB IV
PROSES INSPEKSI KUALITAS LAS

4.1 Pengumpulan Data

4.1.1 Informasi umum Floating Head 021E-110B

Floating head yang akan diinspeksi dengan menggunakan liquid penetran method
yaitu pada lube oil complex II ( LOC II ) Floating head ini bagian dari heat exchanger
021E-110B yang terletak pada unit 21 area Lubricant Oil Complex I.

Tabel 4.1 Informasi Umum floating Head 021E-110B


KETERANGAN SATUAN SHEEL SIDE TUBE SIDE
Fluid Vac Gas Oil Reuse sea water
Total flow Kg/Hr 185,292 1,467,029
inlet outlet inlet outlet
Liquid Kg/Hr 185,292 185,292
Spesific Gravity 0,817 0,872
Thermal cond Kcal/hr x m2 x oC/M 0,096 0,1056
o
Specific heat Kcal/kg x C 0.56 0,477
Viscosity Centipoites 1,32 5,49
Water Kg/Hr 1,467,029 1,467,029
o
Temperatur C 140 60 39,76 45
Pressure drop Kg/cm2 Allow 1.0 Calc 0,36 Allow 1.0 Calc 0.6
Fouling
M2 x Hr x oC/ Kcal 0,0003 0,0006
resistance
Design Pressure Kg/cm2g 13,3 8,8
Test Pressure Kg/cm2g 20 13,2
71

o
Design Temp C 154 52
Corrosion
mm 3.2 3.2
Allowance
Number of passes 1 2
Fllow arragment 2 paralel 1 series 2 paralel 1 series

Gambar 4.1 Lokasi Las yang di inspeksi dengan Liquid Penetrant

Jumlah sambungan las : 1 Sambungan Melingkar

4.1.2 Tipe Liquid Penetrant

Merek liquid penetrant yang digunakan untuk inspeksi dengan Liguid penetrant
adalah :

 Merek Cleaner : Spotcheck


 Merek Developer : Spotcheck
 Merek Penetrant : Spotcheck
72

Gambar 4.2 Liquid Penetrant, Developer, dan Cleaner

4.1.3 Peralatan Lain yang digunakan Untuk Inspeksi Las Liquid Penetrant

Peralatan yang dimaksudkan disini adalah peralatan bantu yang digunakan untuk
inspeksi Las dengan Metode Liquid Penetrant adalah :

a. Brush
Brush digunakan untuk membersihkan permukaan benda uji dalam hal ini adalah
las lasan yang akan diperiksa dari kotoran yang keras dan masuk dalam sela las
lasan agar pada saat pemberian liquid penetrant dapat masuk secara sempurna
kedalam cacat yang ada. Agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

Hand Brush Grinding Brush


73

Gambar 4.3 Macam macam Brush yang digunakan

b. Ultraviolet Laser
Dalam menganalisa kualitas pengelasan dengan metode liquid penetran dapat
menggunakan visual mata lansung atau menggunakan alat bantu Sinar ultraviolet
untuk melihat jenis cacat pada hasil las.

Gambar 4.4 Ultraviolet Laser

c. Kain Lap
Kain lap atau majun digunakan untuk membersihkan permukaan las dari minyak
atau kotoran yang menempel dan pada saat akan diberikan developer setelah
melewati dweling time.
74

Gambar 4.5 Kain Lap (Majun)

d. Spidol
Spidol digunakan oleh welding inspector untuk menandai daerah cacat yang
masih bisa diperbaiki atau masih dalam batas toleransi setelah dilakukan pengujian
menggunakan penetran.

Gambar 4.6 Spidol

4.2Proses Inspeksi Las dengan Liquid Penetrant


4.2.1 Prosedur Inspeksi
75

Dalam melakukan inspeksi kualitas Las dengan metode liquid penetrant haruslah
mengikuti cara-cara atau prosedur yang telah ada. Adapun prosedurnya sebagai berikut:
a. Memastikan semua peralatan inspeksi mempunyai serifikasi dan sudah
memiliki standard
b. Mengikuti welding prosedur specification yang sudah ada dan mengikuti
intruksi dari welding inspector
c. Memastikan semua peralatan yang digunakan sudah memenuhi standar
keamanan yang berlaku dan semua pekerja sudah memahami welding
prosedur specification agar pekerja melakukan sesuai dengan hal tersebut.
d. Permukaan yang akan dilakukan pengujian harus dalam kondisi bersih dan
terbebas dari segala kotoran dengan menggunakan kain lap, brush, dan
cleaner.
e. Menyemprotkan cairan penetran ke atas permukaan las yang akan di
inspeksi.
f. Memberikan dwell time atau waktu untuk cairan penetran menyerap kedalam
cacat pada permukaan. Waktu dwelling time yang digunakan biasanya
tergantung dengan jenis material. Pada jenis material floating head waktu
yang diperlukan 10-15 menit.
g. Setelah dwell time selesai, permukaan las yang ada penetrant dibersihkan
h. Setelah penetrant dibersihkan, selanjutnya disemprotkan developer, jika
terdapat cacat pada las maka pada permukaan las yang terdapat developer
terlihat warna merah (penetrasi penetrant yang masuk kecacat las di absorb
atau diserap oleh developer) maka cacat las terlihat. Cacat las ini dapat dilihat
dengan mata langsung (tampak luar)
76

Gambar 4.7 Cacat Las hasil Inspeksi dengan Liquid Penetrant

i. Jika membutuhkan penglihatan yang lebih yakin akan adanya cacat las dapat
menggunakan senter Ultraviolet Laser.
j. Membersihkan sisa dari cairan developer yang terjadi menggunakan cairan
cleaner dan lap.
k. Menandai permukaan las yang terdapat cacat dengan menggunakan spidol
atau alat penanda lainnya yang memiliki warna yang berbeda dengan warna
penetran.
l. Membuat laporan inspeksi berapa banyak cacat yang terjadi.

4.2.2 Laporan Hasil Inspeksi Liquid Penetrant


Laporan hasil proses inspeksi liquid penetrant yang dilakukan pada floating Head
021E-110B sebagaimana diperlihatkan pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Laporan Inspeksi Liquid Penetrant pada Floating Head 012E-110B
Defect Remark
Porocity 1
Porocity 2
Porocity 3
Porocity 4
77

Porocity 5
Porocity 6
Porocity 7
Crack 8
Crack 9
Uncomplete Welding 10
1 2
3

7
10

8
9

Gambar 4.8 Nomor sambungan Las pada Floating Head 012E-110B.

4.3 Analisis

Dari hasil inspeksi Liquid penetrant yang dilakukan pada Floating Head 012E-
110B yang diperlihatkan pada tabel 4.2 dapatlah di Analisa sebagai berikut:

a. Kebanyakan cacat las yang terjadi adalah porocity hal ini kemungkinan
disebabkan karena penggunaan metode pengelasan shield metal arc welding
(SMAW) dimana kawat las lembam atau saat las banyak angin atau hujan
78

b. Crack yang terjadi di permukaan benda kemungkinan disebabkan karena


kurangnya dilakukan pemanasan (preheat) terhadap benda kerja yang dilakukan
sehingga sambungan las tidak menyatu dengan benda kerja akibatnya saat dingin
Timbul retak/crack
c. Cacat yang disebabkan karena human error atau karena pada saat pengelasan
terlalu cepat atau panas yang diberikan kurang sehingga base metal pada area yang
akan dilas belum meleleh sehingga tidak dapat tercampur dengan elektroda yang
diberikan.
79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan proses inspeksi kualitas las dengan metode liquid penetrant
pada lube oil complex II ( LOC II ) floating head exchanger 021E-110B dapat
disimpulkan :

a. Proses Inspeksi Kualitas Las dengan metode liquid penentrant dilakukan dengan
prosedur:
 Sambungan Las yang akan diinspeksi dilakukan perbersihan kotoran dan
minyak dengan menggunakan lap dan brush serta menyemprotkan cleaner agar
tidak ada kotoran pada permukaan benda uji.
 Sambungan las yang telah bersih di semprotkan liquid penetrant dengan warna
merah, setelah itu ditungggu beberapa saat (dwelling time kira kira 10-15
menti) agar liquid penetrant yang telah diberikan meresap masuk kedalam cacat
las ( jika ada).
 Liquid penetrant yang sudah melewati dwelling time dibersihkan dengan lap.
 Selanjutnya sambungan las yang telah diberikan liquid penetran disemprot
dengan Developer berwarna putih, lalu diamati jika terdapat titik atau garis,
lingkaran warna merah pada developer, maka disimpulkan ada cacat pada hasil
las
 Cacat las di evaluasi untuk keterimaan atau perlu perbaikan
 Jika cacat las perlu diperbaiki, developer di bersihkan dan las diberi tanda untuk
perbaikan dengan menggunakan spidol.
b. Dari hasil inspeksi kualiatas las dengan liquid penetrant pada lube oil complex II
( LOC II ) floating head exchanger 021E-110B dilaporkan sebagai berikut :
 Cacat las sejumlah : 10 Titik
80

 Jenis cacat las :


- Porosity = 8 point
- Crack = 2 point
- Incompleted penetration : 1 point

5.3. Saran

Berdasarkan hasil inspeksi liquid penetrant terhadap hasil pengelasan terdapat


beberapa cacat las pada floating head 021E-110B maka saran saran yang diberikan
adalah :

 Cacat las tipe porosity, agar saat pengelasan dihindari dari pengaruh angin ,
hujan sehingga dianjurkan untuk melakukan pengelasan tidak diruangan terbuka
dan kawat las harus dipanaskan kedalam oven las untuk menghindari
kelembaban pada kawat las.
 Cacat las tipe retak (crack), agar dilakukan pemanasan awal (preheat) pada base
material yang akan dilas dan pastikan bahwa base material panas sebelum dilas
agar elektroda yang digunakan menyatu dengan base metal benda tersebut.
 Cacat incompleted penetration, agar ayunan dan kecepatan kawat las oleh
jurulas/welder sesuai WPS yang telah diberikan.
81

Anda mungkin juga menyukai