Nama Kelompok 6 :
1. Slamet Rohmat Affandi ( 05.2017.1.01132 )
2. Abrian Sistian ( 05.2017.1.01133 )
3. Rochma wahyu adila ( 05.2017.1.01158 )
4. Nurul Miftahul Rahman ( 05.2017.1.01154 )
5. Calvin
Laboratorium pengelasan
Jurusan Teknik Perkapalan
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2019
Tata Tertib Pratikum Pengelasan
1. Mahasiswa pratikum harus datang di lab. Pengelasan paling lambat 30 menit sebelum
pratikum dimulai.
2. Apabila datang terlambat lebih dari 15 menit dan tanpa alasan yang jelas, maka pratikan
dinyatakan gugur dan harus mengulang semester berikutnya.
3. Ppastikan yang tidak hadir sesuai jadwal pratikum yang telah dipilih tanpa
mengonfirmasi ketidak hadirannya kepada grader maka dinyatakan gugur dan harus
mengulang pratikum pada semester berikutnya.
4. Apabila tidak bisa hadir seuai jadwal pratikum yang telah dipilih dengan alasan yg jelas,
pratikum harus segera meminta pratikum susulan kepada grader paling lambat 2 (dua)
hari setelah jadwal pratikum yang telah dipilih lengkap satu kelompok.
5. Pratikum harus menggunakan peralatan keamanan selama pratikum.
6. Pratikan dilarang bercanda dan bermain selama pratikum berlangsung.
7. Praktikan harus membaca dan mempelajari petunjuk pratikum terlebih dahulu sebelum
melakukan pratikum.
8. Lembar WPS harus di-acc oleh grader
9. Penulisan laporan harus sesuai dengan format yang ada di lampiran.
DAFTAR ISI
Lembar Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan masalah
1.3 Permasalahan
1.4 Tujuan
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelasan merupakan teknologi yang digunakan untuk menyambung dua atau Logam
dengan menggunakan logam pengisi atau tanpa logam pengisi yang proses di dalamnya
disertai peleburan logam induk atau logam pengisi. Berdasarkan definisi dari Deutche
Industrie Normen (DIN), Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau
logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.
Di samping untuk proses produksi, proses pengelasan dapat juga dipergunakan untuk
perbaikan, misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, mempertebal bagian-bagian
yang sudah aus, dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan merupakan tujuan
utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomis pembuatan
lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat sifat las dengan kegunaan kontruksi serta keadaan sekitar.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya
banyak masalah-masalah yang harus di atasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-
macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan herus serta
mendampingi praktik. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan
kontruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara
pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las, dan jenis las yang akan di gunakan, berdasarkan
fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang di rancang.
Proses pengelasan dewasa ini telah berkembang dnegna pesat, diantaranya penggunaan
fluks sebagai pelindung logam cair selama proses pengelasan dari kontabinasiudara bebas.
Banyak penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki hasil las dengan
merekayasa pemakaian arus listrik yang sesuai dengan tebal plat yang akan di las.
Salah satu teknologi las adalah las elektroda terbungkus atau Shield Metal Are Welding
(SMAW), dimana pada teknologi ini dikenal juga gas busur listrik. Nyala busur las dikenal
juga sebagai energi panas pengelasan/masukan (Hnet). Pengelasan SMAW sering kali
dioperasikan secara manual dengan tujuanuntuk produksi atau perbaikan. Pengoperasian
secara manual sering kali operator sulit mempertahankan kecepatan pengelasan dan ritme
pengelasan (ayunan las), sehingga sering muncul bentuk cacat pada las. Bentuk cacat las
yang terjadi pada hasil las sering kali berupa spattering (bintik-bintik logam las), crater
(kawah las), under cut (celah kekosongan di antara layer logam las), porosity (lubang
kekosongan di dalam kampuh las), dll.
1.3 Permasalahan
Permasalahan pada praktikum ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh kecepatan ayunan pada saat pengelasan terhadap hasil pengelasan
SMAW untuk material baja AISI 1040 ?
2. Bagaimana pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperature puncak yang terjadi
pada proses pengelasan ?
3. Bagaimana cacat yang terjadi pada lasan yang diuji dengan pengujian NDT menggunakan
dye penetrant ?
1.4 Tujuan
Tujuan praktikum pengelasan adalah :
1. Mengetahui pengaruh kecepatan pada saat pengelasan terhadap hasil pengelasan SMAW
untuk material baja AISI 1040
2. Mengetahui pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperature puncak yang terjadi
pada proses pengelasan
3. Mengetahui cacat yang terjadi pada lasan yang diuji dengan pengujian NDT
menggunakan dye penetrant
BAB 2
PEMBAHASAN
Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan
membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus
listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus seperti yang terlihat
pada gambar 2.2 (a), sebaliknya bila arusnya kecil maka butirannya menjadi besar, seperti
tampak pada gambar 2.2 (b)
Gambar 2.2 Pemindahan logam cair, (a) arus tinggi dan (b) arus rendah
Pola pemindahan logam cair seperti di terangkan di atas sangat mempengaruhi sifat
mampu las dari logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat
mampu las tinggi bila pemindahanterjadi dengan butiran halus. Sedangkan pola pemindahan
cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus seperti diterangkan di atas dan juga oleh
komposisi dari bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda mencair dan
membentuk terak yang kemudian mennutupi logam cair yang terkumpul di tempat
sambungkan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak
dapat terbakar, tetapi berubah menjadi gas yang juga menjadi pelindung dari logam cair
terhadap oksidasi dan memantapkan busur.
Mesin las SMAW dihasilkan oleh daya listrik dimana arus listrik diubah menjadi bentuk
energi panas yang digunakan untuk melelehkan logam induk, logam pengisi (apabila
menggunkan logam pengisi), dan elektroda. Sistem pengelasan SMAW ditunjukkan pada
gambar 2.3.
Sistem pengelasan dengan SMAW memilik karakteristik yaitu jenis fluk pelindung,
deoksidasi, kestabilan nyala, dan logam pengisi. Jenis fluk dalam sistem pengelasan SMAW
menggunakan fluk yang dihasilkan dari elektroda. Jenis elektroda dibedakan menjadi jenis
cellulose (C6H10O5) dan jenis limestone (CaCO3). Elektroda teipe cellulose dipanaskan akan
menimbulkan reaksi gas H2 CO, CO2, dan H2O akan membentuk selimut gas untuk
melindungi logam vair dari kontaminasi dengan udara luar. Tipe limestone ketika
dipanaskan akan menghasilkan reaksi gas CO2 dan slug CaO.
Tipe limestone termasuk kategori low hidrogen, dimana ketika dipanaskan akan
menghasilkan gas pelindung yang rendah hidrogen, sangat cocok digunkan untuk
pengelasan baja tipe hardenability steel yang rentan terjadinya retak akibat hidrogen
(hidrogen cracking). Reaksi deoksidasi yang terjadi saat proses pengelasan berlangsung
dapat mencegah reaksi oksidasi ketika proses solidifikasi berlangsung sehingga terhindar
dari korosi. Kestabilan busur merupakan reaksi listrik akibat lompatan ion negatif, dimana
kestabilan listrik akan menghasilkan nyala busur yang stabil sehingga ayunan tourch bisa
terjaga konstan dan mampu menghasilkan weld pool (kolam las) yang baik
Dengan demikian dalam polaritas lurus elektron bergerak dari elektroda dan
menumbuk logam induk dengan kecepatan tinggi sehingga dapat terjadi penetrasi yang
dalam. Karena pada elektroda tidak terjadi tumbukan elektron maka suhu elektroda relatif
tidak teralu tinggi, karena itu dengan polaritas lurus dapat digunakan arus yang besar.
DCSP digunakan dengan temperatur pelelehan logam induk yang tinggi, untuk kecepatan
las yang lambat dan untuk manik-manik yang sempit.
2. Polaritas Balik
Sedangkan pada polaritas balik (DCRP) benda kerja dihubungkan pada posisi
negatip (-) dari mesin las dan eletroda dihubungkan pada posisi positip (+) dari mesin las.
Arus bergerak dari elektroda ke benda kerja dimana 2/3 dari panas seluruhnya dilepaskan
padta elektroda dan 1/3 dilepaskan pada logam induk.
Dalam polaritas balik elektroda menjadi panas sekali, sehingga arus litrik yang
dapat dialirkan menjadi rendah. Untuk ukuran elektroda yang sama dalam polaritas balik
hanya 1/10 dari besar arus polaritas lurus yang dapat dialirkan. Bila arus terlalu besar
maka ujung elektroda akan turut mencair dan akan mengubah komposisi logam cair yang
dihasilkan. Konsentrasi panas akan menghasilkan rembesan yang dangkal, dengan
endapan logam lasan rata-rata tingg dan menghasilkan lasan yang baik pada lembaran
logam. DCRP khusus digunakan untuk posisi datar ( flat position ) karena logam tidak
terlalu panas.
Sistem polaritas lurus akan menimbulkan penetrasi yang dalam dan sempit. Sistem
polaritas yang baik akan menimbulkan penetrasi dangkal dan lebar. Jika dibandingkan
dengan sistem ‘polaritas bolak-balik, polaritas lurus, dan polaritas balik memiliki
perbedaan dalam parameter kedalaman penetrasi dan lebar kampuh las. Perbandingan
polaritas antara polaritas lurus, balik dan AC dintujukkan Gambar 2.7.
Proses solidifikasi pada logam las akan berpengaruh terhadap hasil las, dimana sangat
menentukan terjadi tidaknya retak akibat panas. Solidifikasi berlangsung tidak dalam waktu
yang konstan sehingga sangat terpengaruh pada waktu yang membentuk laju solidifikasi.
Laju solidifikasi dimulai dari sisi yang paling dingin menuju sisi yang paling panas yang
dapat dideskripsikan bahwa laju solidifikasi berjalan dari fusion fine menuju logam las. Laju
solidifikasi juga terjadi dari kolom las menuju logam las.
Dimana :
Hnet : masukan panas per unit (J/mm)
η : efisiensi
E : tegangan busur las (V)
I : kuat arus (A)
v : kecepatan las (mm/s)
Setelah didapat nilai masukan panasnya, langkah berikutnya adalah menghitung peak
temperature atau temperature puncak (Tp) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dimana :
Tp : temperatur puncak/max (oC)
T0 : temperatur awal logam induk (oC)
π : 3.14
e : 2.718
ρ : densitas logam induk (g/mm3)
C : panas spesifik (J/goC)
h : tebal logam induk (mm)
Y : jarak dari lasan (mm)
Hnet : masukan panas per unit (J/mm)
Tm : temperatur lebur (oC)
Gambar 2.14 contoh benda kerja hasil pengujia dengan cairan penetran dan cairan
penetran yang digunakan
Langkah langkah dalam pengujian dengan dye penetrant adalah ketika proses
pengelasan selesai, tunggu beberapa saat samapai hasil lasan dingin, lalu semprotkan
cairan satu atau cleaner, tunggu sampai kering kemudianlangkah kedua adalah
semprotkan cairan nomor dua atau penetrant . tunggu sampai penetran meresap kedalam
lasan, lalu bersihkan kelebihan cairan penetrant dengan lap/tisu. Setelah bersih dan
kering, langkah terakhir adalah semprotkan cairan nomor tiga atau developer, cairan ini
berfungsi untuk memperjelas deteksi cacat/defect yang terjadi pada lasan.
3.1.2 Elektroda
Elektroda yang di gunakan pada saat melakukan Praktikum adalah
Elektroda Type RD-460 untuk jenis baja karbon pada Diameter 2,6 mm dan
Panjang 350 mm.