Anda di halaman 1dari 35

MODUL PRATIKUM LAS

Pengelasan Plat Datar Posisi IG dan IF dengan


Sambungan Butt-joint dan T-joint

Nama Kelompok 6 :
1. Slamet Rohmat Affandi ( 05.2017.1.01132 )
2. Abrian Sistian ( 05.2017.1.01133 )
3. Rochma wahyu adila ( 05.2017.1.01158 )
4. Nurul Miftahul Rahman ( 05.2017.1.01154 )
5. Calvin

Laboratorium pengelasan
Jurusan Teknik Perkapalan
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2019
Tata Tertib Pratikum Pengelasan

1. Mahasiswa pratikum harus datang di lab. Pengelasan paling lambat 30 menit sebelum
pratikum dimulai.
2. Apabila datang terlambat lebih dari 15 menit dan tanpa alasan yang jelas, maka pratikan
dinyatakan gugur dan harus mengulang semester berikutnya.
3. Ppastikan yang tidak hadir sesuai jadwal pratikum yang telah dipilih tanpa
mengonfirmasi ketidak hadirannya kepada grader maka dinyatakan gugur dan harus
mengulang pratikum pada semester berikutnya.
4. Apabila tidak bisa hadir seuai jadwal pratikum yang telah dipilih dengan alasan yg jelas,
pratikum harus segera meminta pratikum susulan kepada grader paling lambat 2 (dua)
hari setelah jadwal pratikum yang telah dipilih lengkap satu kelompok.
5. Pratikum harus menggunakan peralatan keamanan selama pratikum.
6. Pratikan dilarang bercanda dan bermain selama pratikum berlangsung.
7. Praktikan harus membaca dan mempelajari petunjuk pratikum terlebih dahulu sebelum
melakukan pratikum.
8. Lembar WPS harus di-acc oleh grader
9. Penulisan laporan harus sesuai dengan format yang ada di lampiran.
DAFTAR ISI
Lembar Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan masalah
1.3 Permasalahan
1.4 Tujuan

BAB II DASAR TEORI

2.1 Shield Metal Arc Welding (SMAW)


2.2 Kelebihan dan Kekurangan Proses Las SMAW
2.3 Polaritas Elektron
2.4 Cooling Rate dan Solidifikasi
2.5 Welding Procedure Specification (WPS)
2.6 Simbol Pengelasan
2.7 Pengujian dengan Non Destructive Test (NDT)
2.8 Peak Temperature atau Temperatur Punck (Tp)

BAB III METODE PRATIKUM

3.1 Spesifikasi Benda Kerja


3.2 Spesifikasi Pemakaian Arus Las
3.3 Prosedur Pratikum
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Welding Procedur Specification (WPOOS)


4.2 Perhitungan Temperatur Puncak (Tp)
4.3 Hasil Las
4.4 Hasil pengujian Non Destrutive Test (NDT)

BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelasan merupakan teknologi yang digunakan untuk menyambung dua atau Logam
dengan menggunakan logam pengisi atau tanpa logam pengisi yang proses di dalamnya
disertai peleburan logam induk atau logam pengisi. Berdasarkan definisi dari Deutche
Industrie Normen (DIN), Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau
logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.
Di samping untuk proses produksi, proses pengelasan dapat juga dipergunakan untuk
perbaikan, misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, mempertebal bagian-bagian
yang sudah aus, dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan merupakan tujuan
utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomis pembuatan
lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat sifat las dengan kegunaan kontruksi serta keadaan sekitar.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya
banyak masalah-masalah yang harus di atasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-
macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan herus serta
mendampingi praktik. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan
kontruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara
pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las, dan jenis las yang akan di gunakan, berdasarkan
fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang di rancang.
Proses pengelasan dewasa ini telah berkembang dnegna pesat, diantaranya penggunaan
fluks sebagai pelindung logam cair selama proses pengelasan dari kontabinasiudara bebas.
Banyak penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki hasil las dengan
merekayasa pemakaian arus listrik yang sesuai dengan tebal plat yang akan di las.
Salah satu teknologi las adalah las elektroda terbungkus atau Shield Metal Are Welding
(SMAW), dimana pada teknologi ini dikenal juga gas busur listrik. Nyala busur las dikenal
juga sebagai energi panas pengelasan/masukan (Hnet). Pengelasan SMAW sering kali
dioperasikan secara manual dengan tujuanuntuk produksi atau perbaikan. Pengoperasian
secara manual sering kali operator sulit mempertahankan kecepatan pengelasan dan ritme
pengelasan (ayunan las), sehingga sering muncul bentuk cacat pada las. Bentuk cacat las
yang terjadi pada hasil las sering kali berupa spattering (bintik-bintik logam las), crater
(kawah las), under cut (celah kekosongan di antara layer logam las), porosity (lubang
kekosongan di dalam kampuh las), dll.

1.2 Batasan Masalah


Pratikum ini hanya pada posisi pengelasan 1G ( datar ) dan 1F (datar) dengan mesin Las
SMAW pada pengelasan plat datar sambungan butt-joint dan T-joint.
Batasan Masalah yang akan di ambil pada Praktikum Pengelasan Adalah:
- Praktikum ini dibatasi hanya pada posisi pengelasan Groove (1G) dan posisi penglasan
Fillet (1F)
- Menggunakan Mesin las SMAW pada pengelasan pelat datar sambung butt-joint dan T-
joint
- Material yang di gunakan adalah AISI 1040 dengan ketebalan plat 5 mm
- Elektroda type RD-460 yang digunakan untuk jenis baja karbon pada Diameter 2.6 mm
dan Panjang 350 mm
- Las type AC dengan Tegangan 24 V dan Arus 100 A pada kecepan (Rpm) 2,50 mm/min

1.3 Permasalahan
Permasalahan pada praktikum ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh kecepatan ayunan pada saat pengelasan terhadap hasil pengelasan
SMAW untuk material baja AISI 1040 ?
2. Bagaimana pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperature puncak yang terjadi
pada proses pengelasan ?
3. Bagaimana cacat yang terjadi pada lasan yang diuji dengan pengujian NDT menggunakan
dye penetrant ?
1.4 Tujuan
Tujuan praktikum pengelasan adalah :
1. Mengetahui pengaruh kecepatan pada saat pengelasan terhadap hasil pengelasan SMAW
untuk material baja AISI 1040
2. Mengetahui pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperature puncak yang terjadi
pada proses pengelasan
3. Mengetahui cacat yang terjadi pada lasan yang diuji dengan pengujian NDT
menggunakan dye penetrant
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Shield Metal Are Welding (SMAW)


Shield Metal Are Welding (SMAW) atau disebut juga las elektroda terbungkus adlaha
cara pengelasan yang paling banyak digunakan pada masa kini. Cara pengelasan ini
menggunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Berdasarkan Gambar
2.1, dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik terbentuk diantara logam induk dan ujung
elektroda. Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut
mencair dan kemudian membeku.

Gambar 2.1 Las SMAW

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan
membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus
listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus seperti yang terlihat
pada gambar 2.2 (a), sebaliknya bila arusnya kecil maka butirannya menjadi besar, seperti
tampak pada gambar 2.2 (b)

Gambar 2.2 Pemindahan logam cair, (a) arus tinggi dan (b) arus rendah
Pola pemindahan logam cair seperti di terangkan di atas sangat mempengaruhi sifat
mampu las dari logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat
mampu las tinggi bila pemindahanterjadi dengan butiran halus. Sedangkan pola pemindahan
cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus seperti diterangkan di atas dan juga oleh
komposisi dari bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda mencair dan
membentuk terak yang kemudian mennutupi logam cair yang terkumpul di tempat
sambungkan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak
dapat terbakar, tetapi berubah menjadi gas yang juga menjadi pelindung dari logam cair
terhadap oksidasi dan memantapkan busur.
Mesin las SMAW dihasilkan oleh daya listrik dimana arus listrik diubah menjadi bentuk
energi panas yang digunakan untuk melelehkan logam induk, logam pengisi (apabila
menggunkan logam pengisi), dan elektroda. Sistem pengelasan SMAW ditunjukkan pada
gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sistem Pengelasan SMAW

Sistem pengelasan dengan SMAW memilik karakteristik yaitu jenis fluk pelindung,
deoksidasi, kestabilan nyala, dan logam pengisi. Jenis fluk dalam sistem pengelasan SMAW
menggunakan fluk yang dihasilkan dari elektroda. Jenis elektroda dibedakan menjadi jenis
cellulose (C6H10O5) dan jenis limestone (CaCO3). Elektroda teipe cellulose dipanaskan akan
menimbulkan reaksi gas H2 CO, CO2, dan H2O akan membentuk selimut gas untuk
melindungi logam vair dari kontaminasi dengan udara luar. Tipe limestone ketika
dipanaskan akan menghasilkan reaksi gas CO2 dan slug CaO.
Tipe limestone termasuk kategori low hidrogen, dimana ketika dipanaskan akan
menghasilkan gas pelindung yang rendah hidrogen, sangat cocok digunkan untuk
pengelasan baja tipe hardenability steel yang rentan terjadinya retak akibat hidrogen
(hidrogen cracking). Reaksi deoksidasi yang terjadi saat proses pengelasan berlangsung
dapat mencegah reaksi oksidasi ketika proses solidifikasi berlangsung sehingga terhindar
dari korosi. Kestabilan busur merupakan reaksi listrik akibat lompatan ion negatif, dimana
kestabilan listrik akan menghasilkan nyala busur yang stabil sehingga ayunan tourch bisa
terjaga konstan dan mampu menghasilkan weld pool (kolam las) yang baik

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Proses Las SMAW


Proses pengelasan SMAW memiliki kelebihan antara lain merupakan proses pengelasan
yang simpel, portabel yang memudahkan untuk pengelasan di segala posisi, prosesnya tidak
membutuhkan biaya yang mahal jika dibandingkan dengan proses las yang lain. Sistem
pengelas SMAW seringkali digunakan untuk proses perbaikan, perawatan, dan penyusunan
konstruksi.
Sedangkan untuk kekurangan dari proses las SMAWyaitu hasil las yang kurang bersih
sehingga tidak cocok untuk pengelasan material aluminium dan titanium, laju deposist
logam las tergantung dari besarnya kuat arus yang digunakan selama proses pengelasan
berlangsung sehingga untuk mendapatkan kecepatan yang bervariasi memerlukan persiapan
yang panjang, elektroda dengan panjang maksimum 35 mm akan menghambat ketika
digunakan untuk pengelasan yang panjang, karen memerlukan proses pergantian elektroda
ketika habis.
2.3 Polaritas Las SMAW
1. Polaritas Lurus
Pada polaritas lurus benda kerja dihubungkan pada posisi positip (+) dari mesin
las dan elektroda dihubungkan pada posisi negatip (-) dari mesin las. Dengan elektroda
bermuatan negatif maka arus bergerak dari benda kerja ke elektroda, 2/3 panas yang
dihasilkan dlilepaskan pada benda kerja dan 1/3 lagi di lepaskan pada ellektroda.
Konsentrasi panas dari logam dasar menghasilkan penetrasi yang dalam dari lasan.

Gambar 2.4 Polaritas Lurus

Dengan demikian dalam polaritas lurus elektron bergerak dari elektroda dan
menumbuk logam induk dengan kecepatan tinggi sehingga dapat terjadi penetrasi yang
dalam. Karena pada elektroda tidak terjadi tumbukan elektron maka suhu elektroda relatif
tidak teralu tinggi, karena itu dengan polaritas lurus dapat digunakan arus yang besar.
DCSP digunakan dengan temperatur pelelehan logam induk yang tinggi, untuk kecepatan
las yang lambat dan untuk manik-manik yang sempit.
2. Polaritas Balik
Sedangkan pada polaritas balik (DCRP) benda kerja dihubungkan pada posisi
negatip (-) dari mesin las dan eletroda dihubungkan pada posisi positip (+) dari mesin las.
Arus bergerak dari elektroda ke benda kerja dimana 2/3 dari panas seluruhnya dilepaskan
padta elektroda dan 1/3 dilepaskan pada logam induk.

Gambar 2.5 Polaritas Balik

Dalam polaritas balik elektroda menjadi panas sekali, sehingga arus litrik yang
dapat dialirkan menjadi rendah. Untuk ukuran elektroda yang sama dalam polaritas balik
hanya 1/10 dari besar arus polaritas lurus yang dapat dialirkan. Bila arus terlalu besar
maka ujung elektroda akan turut mencair dan akan mengubah komposisi logam cair yang
dihasilkan. Konsentrasi panas akan menghasilkan rembesan yang dangkal, dengan
endapan logam lasan rata-rata tingg dan menghasilkan lasan yang baik pada lembaran
logam. DCRP khusus digunakan untuk posisi datar ( flat position ) karena logam tidak
terlalu panas.

2.3.1 Polaritas Elektron


Sistem pergerakkan elektron yang menyebabkan terjadinya nyala busur ditunjukkan
pada Gambar 2.6. Pergerakkan elektron yang menyebabkan nyala busur di dalam sistem
las SMAW dibedakan dalam dua sistem polaritas yaitu polaritas lurus (DCEN) dan
polaritas balik (DCEP). Polaritas lurus terjadi ketika elektroda dihubungkan ke kutub
negatif power supply kemudian benda kerja dihubungkan pada kutub positif yang
mengakibatkan elektron mengalir ke benda kerja membentuk nyala busur. Sistem polaritas
balik terjadi ketika elektroda dihubungkan dengan kutub positif power supply dan kutub
negatif dihubungkan dengan benda kerja yang menghasilkan elektron yang mengalir dari
benda kerja ke elektroda membentuk nyala busur.

Gambar 2.6 Mekanisme pergerakan ion yang menyebabkan nyala busur

Sistem polaritas lurus akan menimbulkan penetrasi yang dalam dan sempit. Sistem
polaritas yang baik akan menimbulkan penetrasi dangkal dan lebar. Jika dibandingkan
dengan sistem ‘polaritas bolak-balik, polaritas lurus, dan polaritas balik memiliki
perbedaan dalam parameter kedalaman penetrasi dan lebar kampuh las. Perbandingan
polaritas antara polaritas lurus, balik dan AC dintujukkan Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Perbandingan polaritas lurus, balik dan AC


2.4 Cooling Rate dan Solidifikasi
Cooling rate atau laju pendinginan sangat berpengaruh terhadap proses pengelasan,
dimana laju pendinginan akan menentukan terjadi retak pada logam induk dan hasil lasan
atau tidak. Laju pendinginan yang baik untuk proses pengelasan adalah laju pendinginan
lambat. Sebagai acuan adalah diagram Transformasi CCT, dimana laju pendinginan lasan
atau Cooling Rate for Welding (CRW) haruas berada disebelah kanan laju pendinginan
kritis atau Cooling Rate (CCR) pada diagram transformasi.
Solidifikasi di dalam logam las mulai dari fusion fine menuju logam las. Daerah
pengelasan yang lazim digunakan di dalam morfologi las adalah logam las, HAZ, fusioon
fine, dan logam induk. Morfologi las diperlukan untuk membedakan area yang terpengaruh
selama proses pengelasan berlangsung. Morfologi las ditunjukkan pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Morfologi Las

Proses solidifikasi pada logam las akan berpengaruh terhadap hasil las, dimana sangat
menentukan terjadi tidaknya retak akibat panas. Solidifikasi berlangsung tidak dalam waktu
yang konstan sehingga sangat terpengaruh pada waktu yang membentuk laju solidifikasi.
Laju solidifikasi dimulai dari sisi yang paling dingin menuju sisi yang paling panas yang
dapat dideskripsikan bahwa laju solidifikasi berjalan dari fusion fine menuju logam las. Laju
solidifikasi juga terjadi dari kolom las menuju logam las.

2.5 Peak Temperatur Puncak (Tp)


ProsesTransfer Panas pada proses pengelasan menggunakan prinsip karakteristik transfer
energy panas dari busur las ke benda kerja dan antara benda kerja. Karakteristik ini
menentukan temperature maksimum atau temperature puncak dalam proses pengelasan,
ukuran dan bentuk lasan, dan HAZ (Heat Affected Zone), dan laju pendinginan dari logam
las dan daerah HAZ.
Daerah heat input atau daerah masukan panas merupakan daerah kecil dari seluruh
dimens benda kerja. Ada tiga variable yang berperanpenting dalam masukan panas pada
benda kerja berdasarkan panas yang di berikan pada permukaan lasan atau internal lasan.
Variabel – variable tersebut adalah simpangan laju masukan energy, distribusi masukan
panas dan kecepatan lasan.
Heat flow (aliran panas) pada proses pengelasan sangat penting untuk membantu input
panas pada fusion welding. Heat flow dapat menentukan input panas yang dibutuhkan untuk
membentuk lasan dengan ukuran yang berbeda beda dan pengaturan heating rate dancooling
rate pada daerah HAZ dan logam las. Berdasarkan heat flow, dapat dipelajari distribusi dari
temperature maksimal atau peak temperaturdi daerah HAZ, kecepatan pendinginan pada
logam induk dan daerah HAZ, dan kecepatan solidifikasi dari logam lasan. Selain itu, peak
temperature atau temperature puncak, dapat digunakan untuk memperkirakan transformasi
metalurgi pada titik tertentu dekat lasan, peak temperature atau temperature puncak dapat
dijangkau dari lokasi tersebut.
Gambar 2.9 Grafik temperature puncak pada proses pengelasan

Gambar 2.10 Heat Affected Zone (HAZ)


Langkah pertama dalam menghitung temperature puncak adalah terlebih dahulu
menghitung Heat Input atau masukan panas dalam proses pengelasan dengan menggunkan
persamaan sebagai berikut :

Dimana :
Hnet : masukan panas per unit (J/mm)
η : efisiensi
E : tegangan busur las (V)
I : kuat arus (A)
v : kecepatan las (mm/s)
Setelah didapat nilai masukan panasnya, langkah berikutnya adalah menghitung peak
temperature atau temperature puncak (Tp) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana :
Tp : temperatur puncak/max (oC)
T0 : temperatur awal logam induk (oC)
π : 3.14
e : 2.718
ρ : densitas logam induk (g/mm3)
C : panas spesifik (J/goC)
h : tebal logam induk (mm)
Y : jarak dari lasan (mm)
Hnet : masukan panas per unit (J/mm)
Tm : temperatur lebur (oC)

2.6 Welding Procedure Specification ( WPS)


Welding Procedure Specificationn (WPS) merupakan bentuk rencan yang terstruktur
sebelum melakukan proses pengelasan WPS merupakan desain terencana dalam proses
perencanaan pengelasan. Ketika Membuat WPS kita perlu memasukkan proses pengelasan,
tipe pengelasan, jenis sambungan, teknik ayunan, karakteristik arus, logam induk, logam las,
jenis pelindung (fluks atau gas), dan pemakaian preheat atau interpass. Pengelasan dengan
sistem multilayer perlu juga dimasukkan data spesifikasi tiap layer. Lebar WPS standart
AWS ditunjukkan pada Gambar 2.11
ditunjukkan pada Gambar 2.11Gambar 2.11 Lembar WPS standart AWS
2.7 Simbol Pengelasan
Simbol Pengelasan berfungsi sebagai desain mengenai perancangan proses pengelasan
secara mudah dan akurat kepada operator/project owner. Simbol las meliputi symbol dasar
dan simbol tambahan

Gambar 2.12 Simbol Pengelasan


2.8 Material Las
a. Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan besi baja dengan elemen utama Fe dan C. Baja karbon
memiliki kadar C hingga 1.2% dengan Mn 0.30%-0.95%. Baja dengan kadar karbon
sangat rendah memiliki kekuatan yang relatif rendah tetapi memiliki keuletan yang relatif
tinggi. Baja jenis ini umumnya digunakan untuk proses pembentukan logam lembaran.
Dengan meningkatnya kadar karbon maka baja karbon menjadi semakin kuat tetapi
berkurang keuletannya. Beberapa jenis baja karbon, klasifikasi dan aplikasinya
berdasarkan AISI-SAE. Umumnya baja karbon (Plain Carbon Steel) berdasarkan
prosentase karbonnya diklasifikasikan menjadi :
 Baja karbon rendah (Low Carbon Steel)
 Baja karbon menengah (Medium Carbon Steel)
 Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja AISI-SAE 1020-1040, dengan kadar karbon 0,4%-0,4%, diklasifikasikan
sebagai baja karbon menengah. Baja jenis ini digunakan secara luas sebagai bahan
poros (shaft) dan roda gigi (gear). Baja dengan kadar karbon di atas 0,60% umumnya
dikategorikan sebagai baja karbon tinggi. Aplikasi dari baja karbon tinggi misalnya untuk
pembuatan cetakan-cetakan logam (dies, punch, block), kawat-kawat baja (kawat pegas,
kawat musik, kawat kekuatan tinggi), dan alat-alat potong (cutter, shear blade)

2.9 Elektroda Las SMAW


Jenis-jenis Kawat Las atau sebutan lain 'Eektroda' bisa dibedakan bermacam-macam
tergantung cara penggunaan dan jenis material yang dilas,antara lain:
- Elektroda Baja Lunak
- Elektroda Nikel
- Elektroda Aluminium
- Elektroda Besi Tuang
Yang kita bahas pada kesempatan kali ini adalah tentang elektroda untuk baja lunak yang
sering kita temui di lapangan.
2.9.1 Elektroda Baja Lunak
Pada dasarnya jenis inti kawat elektroda baja lunak terbuat dari bahan yang sama,
perbedaannya terletak pada jenis selaputnya(flux).Berikut adalah beberapa jenis
elektroda yang umum dipakai:

Gambar 2.13 Elektroda Baja Lunak

1. E 6010 dan E 6011


Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk
pengelesan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan
terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai
sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan dengan pengujian
Radiografi. Selaput selulosa dengan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan
menghasilkan gas pelindung. E 6011 mengandung Kalium untuk mambantu
menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.
2. E 6012 dan E 6013
Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan
penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi
kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah
atau las down. Jenis E 6012 umumnya dapat di pakai pada ampere yang relatif lebih
tinggi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudahkan
pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil
kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.
3. E 6020
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan teraknya
mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi
dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir cocok untuk
pengelasan datar tapi menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain misalnya posisi
vertikal dan overhead.
4. Elektroda Selaput Serbuk Besi
Elektroda jenis ini antara lain: E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028
mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput
elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan
adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan ampere yang
lebih tinggi.
5. Elektroda Hydrogen Rendah
Elektroda jenis ini antara lain: E 7015,E 7016 dan E 7018. Selaput elektroda jenis ini
mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5 %), sehingga deposit las juga
dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai untuk pengelasan yang memerlukan
mutu tinggi, bebas porositas, misalnya untuk pengelasan bejana dan pipa yang
bertekanan.Disamping itu penggunaan elektroda ini juga banyak dipakai di bengkel
fabrikasi dan konstruksi.

2.10 Pengujian Dengan Non Destructive Test (NDT)


Pengujian NDT Sering kali digunakan oleh welding inspector untuk menguji hasil las
terhadap cacat yang terbentuk setelah proses pengelasan selesai. Pengujian NDT dibagi
dalam tipe sebagai berikut ini :
a. pengujian visual hasil las (makroskopik struktur0
b. pengujian dengan gye penetrant
c. pengujian dengan serbuk magnet
d. pengujian Radiografi
e. Pengujian Ultrasonik
f. Pengujian dengan arus Eddy
Pada praktikum ini nantinya akan digunakan untuk menilai hasil las adalah dengan
menggunakan dye penetrant. Pengujian dengan dye penetrant memiliki komponen utama
yaitu cairan cleaner dan cairan dye penetrant. Cairan cleaner berfungsi untuk
membersihkan kotoran, karat, dan minyak yang mungkin terdapat pada permukaan benda
kerja yang dapat menghambat penetrasi cairan penetran ke dalam benda kerja. Cairan dye
penetrant berfungsi untuk memberikan jejak apabila ada cacat didalam benda kerja.
Proses munculnya jejak cairan penetran akibat adanya aliran adanya aliran cairan
penetran yang masuk melalui lubang lubang kecil yang muncul akibat cacat. Contoh hasil
pengujian dengan cairan penetran ditunjukkan oleh gambar 2.14

Gambar 2.14 contoh benda kerja hasil pengujia dengan cairan penetran dan cairan
penetran yang digunakan
Langkah langkah dalam pengujian dengan dye penetrant adalah ketika proses
pengelasan selesai, tunggu beberapa saat samapai hasil lasan dingin, lalu semprotkan
cairan satu atau cleaner, tunggu sampai kering kemudianlangkah kedua adalah
semprotkan cairan nomor dua atau penetrant . tunggu sampai penetran meresap kedalam
lasan, lalu bersihkan kelebihan cairan penetrant dengan lap/tisu. Setelah bersih dan
kering, langkah terakhir adalah semprotkan cairan nomor tiga atau developer, cairan ini
berfungsi untuk memperjelas deteksi cacat/defect yang terjadi pada lasan.

Gambar 2.15 langkah langkah pengujian Penetrant


BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Material Praktikum


3.1.1 Plat Baja
Spesifikasi benda kerja ditunjukkan seperti gambar 3.1 dengan dimensi panjang
100 mm, lebar 50 mm dan ketebalan 5 mm dengan material baja AISI 1040. Groove
pengelasan digunakan tipe 1 (persegi) untuk butt-joint.

Gambar 3.1 Dimensi Benda Kerja Yang Di Las

3.1.2 Elektroda
Elektroda yang di gunakan pada saat melakukan Praktikum adalah
Elektroda Type RD-460 untuk jenis baja karbon pada Diameter 2,6 mm dan
Panjang 350 mm.

Gambar 3.2 Elektroda


3.1.3 Kertas Gosok
Kertas Gosok (Amplas) yang di gunakan untuk Membersihkan Plat baja
dari kotoran dan minyak yang menempel pada permukaan plat, sebelum di
lakukan Pengelasan.

Gambar 3.3 Kertas Gosok


Gambar 3.3 Kertas Gosok

3.2 Peralatan Praktikum


3.2.1 Mesin Las
Mesin memerlukan arus listrik bolak-balik atau arus AC yang dihasilkan oleh
pembangkit listrik, listrik PLN atau generator AC, dapat digunakan sebagai sumber
tenaga dalam proses pengelasan. Besarnya tegangan listrik yang dihasilkan oleh
sumber pembangkit listrik belum sesuai dengan tegangan yang digunakan untuk
pengelasan.
Bisa terjadi tegangannya terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga besarnya
tegangan perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan cara menaikkan atau menurunkan
tegangan. Alat yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan ini
disebut transformator atau trafo. Kebanyakan trafo yang digunakan pada peralatan las
adalah jenis trafo step-down, yaitu trafo yang berfungsi menurunkan tegangan. Hal ini
disebabkan kebanyakan sumber listrik, baik listrik PLN maupun listrik dari sumber
yang lain, mempunyai tegangan yang cukup tinggi, padahal kebutuhan tegangan yang
dikeluarkan oleh mesin las untuk pengelasan hanya 55 volt sampai 85 volt.
Transformator yang digunakan pada peralatan las mempunyai daya yang cukup besar.
Untuk mencairkan sebagian logam induk dan elektroda dibutuhkan energi yang besar,
karena tegangan pada bagian terminal kumparan sekunder hanya kecil, maka untuk
menghasilkan daya yang besar perlu arus besar. Arus yang digunakan untuk peralatan
las sekitar 10 ampere sampai 500 ampere.Besarnya arus listrik dapat diatur sesuai
dengan keperluan las. Untuk keperluan daya besar diperlukan arus yang lebih besar
pula, dan sebaliknya.

Gambar 3.4 Mesin Las AC

3.2.2 Sikat Baja


Sikat Baja berfungsi untuk membersihkan kerak atau sisa kotoran yang menempel
pada plat baja.

Gambar 3.5 Sikat Baja


3.2.3 Sarung Tangan atau Welding Gloves
Welding gloves atau sarung tangan las adalah sarung tangan yang memang
khusus dibuat untuk proses pekerjaan las, bahan sarung tangan las terbuat dari kulit
atau bahan sejenis asbes dengan kelenturan yang baik. Welding gloves berfungsi untuk
melindungi kedua tangan dari percikan las atau spater dan panas material yang
dihasilkan dari proses pengelasan.

Gambar 3.6 Sarung Tangan Las


3.2.4 Helm Las atau Topeng las
Helm las adalah alat yang mempunyai fungsi melindungi bagian wajah dari
percikan las, panas pengelasan dan sinar las ke bagian mata. Topeng las ini terbuat
dari bahan plastik yang tahan panas, selain itu terdapat tiga kaca (bening, hitam,
bening) yang berfungsi untuk melindungi mata dari bahaya sinar tampak dan
ultraviolet saat melakukan pekerjaan pengelasan.
Kaca las mempunyai pengkodean nomor, yaitu nomor 6, 7, 8 , 10, 11, 12 dan 14.
Semakin besar ukurannya maka densitas atau kegelapan kaca tersebut juga semakin
tinggi. Jadi Anda dapat menyesuaikan yang cocok dengan kondisi mata Anda. Selain
itu juga ukuran ampere yang digunakan, karena ampere yang besar akan menimbulkan
cahaya yang lebih terang.
Gambar 3.7 Helm Las atau topeng las

3.2.5 Masker Las


Masker berfungsi sebagai alat perlindung pernafasan dari bahaya asap las, karena
asap las berbeda dengan asap biasa. Asap las ini merupakan hasil pembakaran dari
bahan kimia untuk perlindungan lasan dan juga pembakaran atau pelelehan dari
material lasan. Oleh karena itu asap las ini hampir seperti serbuk bersih dan sangat
membahayakan alat pernafasan kita.

Gambar 3.8 Masker Las


3.3 Prosedur Praktikum
a. pengisian welding procedure specification (WPS) dengan ketentuan seperti
ditunjukan pada Gambar 3.10
b. pengelasan dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
 Pembuatan kampuh I untuk pengelasan pelat datar dan pengelasan kancing
dilakukan di kedua ujung pelat untuk menghindari terjadinya deformasi akibat
kontraksi tegangan
 Pengelasan dengan menggunakan las SMAW dengan posisi pengelasan datar
(1G) seperti yang ditunjukkan gambar 3.9 sistem satu layer. Saat pengelasan
berlangsung dilakukan pengukuran kecepatan pengelasan yang di lakukan saat
mulai hingga akhir pengelasan
 Pengelasan dilakukan dengan satu benda kerja tiap kelompok

Gambar 3.9 Model Sistem Pengelasan Sistem AWS


c) Persiapan benda kerja sesuai dengan dimensi yang dilas, pemakaian safety tolls
sebagai standart keselamatan kerja
d) Tugas kelompok membuat laporan praktikum yang di dalamnya membuat Welding
Procedure Spesiffication ( WPS ) sebagai bentuk perencanaan sebelum melakukan
pengelasan dan menganalisis makro struktur hasil las yang di dalamnya memuat
makro struktur penetrasi las yang dilihat dari face benda kerja dan cacat las secara
visual dan melakukan analisis mengapa terjadinya cacat las pada benda kerja hasil
praktikum. Prosedur pengisian Welding Procedure Spesification ( WPS )
ditunjukkan pada Gambar 3.10
Cara pengisian Form WPS :
1. Kolom diisi “001” dan “002”
2. Kolom diisi kelompok yang mengerjakan
3. Kolom diisi Lab pengelasan ITATS
4. Kolom ini diisi grader praktikum las
5. Kolom ini diisi “001”
6. Kolom ini diisi tanggal pelaksanaan praktikum
7. Kolom ini diisi proses yang akan dilakukan dikerjakan
8. Kolom ini diisi pemakaian groove atau fillet . Jika tidak menggunakan keduanya
maka tidak perlu diisi
9. Kolom ini diisi jenis sambungan las yang akan dikerjakan
10. Kolom ini diisi jenis system pengelasan yang akan dilakukan
11. Kolom ini diisi jenis arus yang digunakan saat pengelasan
12. Kolom ini diisi dengan jenis benda kerja yang akan dilas
13. Kolom ini diisi dengan parameter yang digunakan dalam pengelasan, misalnya layer
pengelasan single layer atau multilayer, arus pengelasan, diameter elektroda, dan
tipenya, serta kecepatan pengelasan
14. Kolom “manufacturer or controller” diisi dengan kelompok keberapa
e) Pengujian Non Destructive Test (NDT) dengan menggunakan cairan
penetran.pengujian dilakukan dengan pemberian (penyemprotan) cairan penetran
pada area surface benda hasil las, untuk mengetahui ada tidaknya prorositas dan
retak halus yang disebabkan oleh hot cracking maupun cold cracking, posisi surface
ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3.11 Posisi surface pada pengujian NDT
f) Metode pengujian dilakukan dengan tahap berikut:
- Pembersihan awal permukaan benda kerja dengan cairan pembersih. Setelah
diberi cairan pembersih, benda kerja dikeringkan dengan hairdryer selama 5
menit agar cairan pembersih bisa kering sempurna.
- Penggunaan cairan penetrant pada permukaan benda kerja yang sudah
dibersihkan dengan jalan disemprotkan pada pada lelehan kampuh las,
kemudiandian dikeringkan dengan hairdryer selama 5 menit
- Menghilangkan cairan penetrant di permukaan dengan cairan pembersih.
Benda kerja dikeringkan dengan menggunakan hairdryer selama 5 menit
agar cairan penetrant kering sempurna
- Memperjelas tampak penetrasi ( bekas penetrasi ) dengan menggunakancairan
developer (putih )
- Inspeksi dilanjutkan dengan dokumentasi dalam bentuk foto makro
g) Laporan hasil praktikum di dalamnya disertakan hasil yang diperoleh dari pengujian
dengan cairan penetran
h) Membuat kesimpulan yang menjawab permasalahan
i) Laporan dibuat dengan tulisan tangan menggunakan tinta warna biru, satu buku
laporan tiap kelompok. Penulisan laporan sesuai dengan kaidah format laporan
ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai