TEKNOLOGI PENGELASAN
DI
OLEH :
ALFREDO (5191121008)
FAKULTAS TEKNIK
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya sehingga terselesaikannya tugas ini dan dapat dikumpul pada
waktunya. Adapun tujuan tugas ini adalah membuat mini riset tingkat
kepedulian dan penggunaan alat keselamatan kerja welder di kota medan.
Semoga makalah hasil observasi ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan kepada pembaca, meskipun makalah ini ada kelebihannya dan
kekurangannya penyusun mohon kritik dan saranya agar penyusun bisa
memperbaikiya.
Alfredo
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Rendy Setio dkk dalam jurnalnya menyatakan bahwa agar mendapatkan
hasil pengelasan yang baik maka elektroda yang digunakan harus disesuaikan dengan
bahan yang akan dilas serta pemilihan "parameter parameter” pengelasan yang tepat
juga akan meningkatkan kualitas dari hasil "engelasan tersesut”
B. TUJUAN PENULISAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi pengelasan dan juga untuk
menambah pengetahuan pembaca mengenai las, cara kerja mesin las, parameter mesin
las, dan berbagai pembahasan tentang pengelasan lainnya yang akan menambah
wawasan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
Buku 1
PROSES PENGELASAN
Proses pengelasan dibagi dalam dua katagori utama, yaitu pengelasan lebur dan
pengelasan padat. Pengelasan lebur menggunakan panas untuk melebur permukaan
yang akan disambung, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain
tanpa logam pengisi. Pengelasan padat proses penyambungannya menggunakan panas
dan/atau tekanan, tetapi tidak terjadi peleburan pada logam dasar dan tanpa
penambahan logam pengisi.
Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- pengelasan busur (arc welding, AW);
- pengelasan resistansi listrik (resistance welding, RW);
- pengelasan gas (oxyfuel gas welding, OFW);
- proses pengelasan lebur yang lain.
Pengelasan Busur
Pengelasan busur adalah pengelasan lebur dimana penyatuan logam dicapai dengan
menggunakan panas dari busur listrik, secara umum ditunjukkan dalam gambar 1.1
Untuk pengelasan manual, waktu busur biasanya sekitar 20 %. Waktu busur bertambah
sekitar 50 % untuk pengelasan mesin, automatik, dan robotik.
Pelindung busur
Pada suhu tinggi dalam pengelasan busur, logam yang disambung sangat mudah
bereaksi dengan oksigen, nitrogen, dan hidrogin dalam udara bebas. Reaksi ini dapat
memperburuk sifat mekanis sambungan las-an. Untuk melindungi pengelasan dari
pengaruh yang tidak diinginkan tersebut, digunakan gas pelindung dan/atau fluks untuk
menutup ujung elektrode, busur, dan genangan las-an cair, sehingga tidak
berhubungan secara langsung dengan udara luar sampai logam las-an tersebut menjadi
padat.
Gas pelindung
Digunakan gas mulia seperti argon dan helium. Dalam pengelasan logam ferrous
yang dilakukan dengan pengelasan busur, dapat digunakan oksigen dan karbon
dioksida, biasanya dikombinasikan dengan Ar dan/atau He, untuk melindungi las-an dari
udara luar atau untuk mengendalikan bentuk las-an.
Fluks
Diigunakan untuk mencegah terbentuknya oksida dan pengotoran lainnya.
Selama proses pengelasan, fluks melebur dan menjadi terak cair, menutup operasi dan
melindungi logam las-an lebur. Terak akan mengeras setelah pendinginan dan harus
dilepaskan dengan cara dipecahkan. Fluks biasanya diformulasikan untuk melakukan
beberapa fungsi, seperti :
- memberikan perlindungan pengelasan terhadap pengaruh udara luar,
- untuk menstabilkan busur, dan
- untuk mengurangi terjadinya percikan.
Metode pemakaian fluks berbeda untuk setiap proses. Teknik pemberian fluks dapat
dilakukan dengan cara :
- menuangkan butiran fluks pada operasi pengelasan,
- menggunakan elektrode batang yang dibungkus dengan fluks dan fluks tersebut
akan melebur selama pengelasan untuk menutup operasi, dan
- menggunakan fluks yang ditempatkan dalam inti elektrode tabular dan fluks
dilepaskan pada saat elektrode diumpankan.
Panjang batang elektrode biasanya sekitar 9 sampai 18 in (230 sampai 460 mm)
dan diameter 3/32 sampai 3/8 in. (2,5 sampai 9,5 mm). Logam pengisi yang digunakan
sebagai batang elektrode harus sesuai dengan logam yang akan dilas, komposisinya
biasanya sangat dekat dengan komposisi yang dimiliki logam dasar. Lapisan
pembungkus terdiri dari serbuk selulose yang dicampur dengan oksida, karbonat, dan
unsur-unsur yang lain kemudian disatukan dengan pengikat silikat. Serbuk logam
kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan campuran untuk menambah logam
pengisi dan menambah unsur-unsur paduan (alloy). Selama proses pengelasan bahan
fluks yang digunakan untuk membungkus elektrode, akibat panas busur listrik, mencair
membentuk terak yang kemudian menutupi logam cair yang menggenang di tempat
sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.
Pemindahan logam elektrode terjadi pada saat ujung elektrode mencair membentuk
butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Arus listrik yang digunakan
sekitar 30 sampai 300 A pada tegangan 15 sampai 45 V. Pemilihan daya yang
digunakan tergantung pada logam yang akan dilas, jenis dan panjang elektrode, serta
dalam penetrasi las-an yang diinginkan.
Pengelasan busur logam gas
Pengelasan ini merupakan proses pengelasan busur yang menggunakan
elektrode terumpan dalam bentuk kawat, seperti ditunjukkan dalam gambar 1.3.
Suhu plasma sekitar 28.000OC atau lebih besar, cukup panas untuk mencairkan
setiap logam yang dikenal. Panas ini diperoleh akibat terkonstrasinya daya sehingga
dihasilkan pancaran plasma dengan densitas energi yang sangat tinggi.
Karena memiliki konsentrasi energi sangat tinggi pada daerah yang kecil, maka busur
plasma sering digunakan untuk proses pemotongan logam dengan ketebalan mencapai
100 mm atau lebih.
Pengelasan busur yang lain
Pengelasan busur yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses
pengelasan yang memiliki nilai komersial sangat tinggi. Beberapa pengelasan busur
yang lain, akan dibahas disini karena memiliki prinsip kerja yang khusus, yaitu :
- pengelasan busur karbon (carbon arc welding, CAW), dan
- pengelasan lantak (stud welding, SW).
Pengelasan busur karbon
Adalah proses pengelasan busur elektrode tak terumpan yang pertama kali
dikembangkan. Proses busur karbon digunakan sebagai sumber panas pembrasingan
dan untuk mengendapkan bahan tahan aus di atas permukaan logam yang lain. Saat ini
elektrode karbon telah digantikan dengan tungsten.
Pengelasan lantak
Digunakan untuk mengelas ujung logam pada bidang datar. Alatnya berbentuk
pistol, memegang ujung batang logam yang akan dilas. Bila picu ditekan, ujung logam
terangkat untuk membentuk busur kemudian ditekan kembali kecairan logam, seperti
ditunjukkan dalam gambar 1.9.
Operasi menggunakan pengatur waktu sesuai dengan ukuran logam yang akan dilas.
Busur dilindungi oleh tabung keramik, yang sekaligus menahan logam cair dan
melindungi operator.
Pengelasan Resistansi Listrik
Pada pengelasan ini, permukaan lembaran logam yang akan disambung ditekan
satu sama lain dan arus yang cukup besar kemudian dialirkan melalui logam sehingga
menimbulkan panas pada sambungan. Panas tertinggi muncul di daerah yang memiliki
resistansi listrik tertinggi, yaitu pada permukaan kontak ke dua lembaran logam.
Komponen-komponen utama dalam pengelasan resistansi listrik ditunjukkan dalam
gambar 13.9 untuk operasi pengelasan titik. Komponen–komponen tersebut termasuk
benda kerja yang akan dilas (biasanya lembaran logam), dua buah elektrode yang
saling berhadapan, dan sumber listrik arus bolak-balik . Hasil dari operasi tersebut
dalam daerah lebur antara dua bagian benda kerja, dalam pengelasan titik disebut
manik las (weld nugget).
Gambar 1.10 Pengelasan resistansi listrik
Dalam pengelasan ini tidak digunakan gas pelindung, fluks, atau logam pengisi,
dan elektrode yang menghubungkan daya listrik merupakan elektrode tak terumpan.
Pengelasan risistansi listrik diklasifikasikan sebagai pengelasan lebur karena panas yang
timbul melebur permukaan kontak ke dua lembaran logam tersebut. Namun demikian,
terdapat pengecualian, beberapa pengelasan resistansi listrik menggunakan suhu di
bawah titik lebur logam yang disambung, jadi tidak terjadi proses peleburan.
Buku 2
1.Teori Pengelasan
Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam menjadi
satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat
dari metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-
atom tersebut membentuk ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas dari
gas yang terserap atau oksida-oksida.
Bila permukaan yang rata dan bersih ditekan, beberapa kristal akan tertekan dan
bersinggungan. Bila tekanan diperbesar daerah singgungan ini bertambah luas. Lapisan
oksida yang luas, rapuh, pecah logam mengalami deformasi plastis.Batas antara dua
permukaan kristal dapat menjadi satu dan terjadilah sambungan yang disebut
pengelasan dingin.
Ada empat cara yang dapat ditempuh untuk memanaskan logam pada penyambungan,
yaitu :
1. Pencelupan benda yang akan disambung dalam logam pengisi atau fluks cair. Bila
dicelupkan dalam fluks cair dalam suhu yang cukup tinggi untuk mencairkan logam
pengisi, benda-benda yang akan disambung harus dijepit dengan jig dan sela sudah
terisi paduan patri.
2. Mematri dengan menggunakan dapur, disini benda dijepit dan dimasukkan dalam
dapur dengan lingkungan yang terkendali pada suhu pencairan logam patri. Pemanasan
dapur dapat dengan listrik atau gas, dapur satuan atau kontinu.
3. Mematri dengan nyala, adalah sama dengan pengelasan oksiasitelin. Panas berasal
dari nyala oksiasitelin atau oksihidrogen dan logam pengisi dalam bentuk kawat
dicairkan pada celah sambungan. Fluks ditambahkan dengan cara mencelupkan
kawatnya.
4. Pada patri listrik panas berasal dari tahanan induksi atau busur.
•Sambungan las
Agar sambungan las cukup kuat, sambungan tersebut harus dirancang sesuai cara
penggunaannya. Sambungan-sambungan tersebut, seperti sambungan tumpul dapat
dibagi lagi sesuai dengan ketebalan bahan yang akan disambung. Sambungan untuk las
tempa berbeda dalam cara-cara persiapannya, sehingga tidak serupa dengan
sambungan yang telah digambarkan. Sambungan tumpang dan las tumpul biasanya
digunakan pada pengelasan resistensi.
•Proses pengelasan
1) Nyala 1. Titik
2) Celup 2. Kampuh
3) Tahanan 3. Proyeksi
5) Dapur 5. Nyala
6) Induksi 6. Perkussion
- Pukul - Terlindung
1) Udara-asitelin · Terlindung
1. Tekanan
2. Ultrasonik
XIII.Pengelasan letup
2.ELEKTRODA
Dikenal tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks, elektroda lapis
tebal.
Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain untuk besi tempa ddan baja lunak.
Biasanya digunakan polaritas langsung. Elektroda fluks dilapisi terak dan fluks
digunakan pada pengelasan logam dan paduan bukan besi.
4. Menstabilkan busur.
Elektroda lapis tebal adalah elektroda yang mempunyai lapisan tebal dan kandungan
serbuk logam yang tinggi cocok untuk pengelasan teknik kontak atau belah.
3. TEKNIK PENGELASAN
Posisi pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan arah
dari pada elektroda sewaktu mengelas. Adapun pisisi mengelas terdiri dari empat
macam yaitu:
Posisi di bawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan
rata/datar dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º - 20º
terhada garis vertikal dan 70º - 80º terhadap benda kerja.
Mengelas posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau
kebawah. Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang
mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan
elektroda sekitar 10º - 15º terhada garis vertikal dan 70º - 85º terhadap benda kerja.
Mengelas dengan horisontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan
benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horisontal. Sewaktu mengelas
elektroda dibuat miring sekitar 5º - 10º terhada garis vertikal dan 70º - 80º kearah
benda kerja.
Posisi pengelasan ini sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan
dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba lengkap
antara lain: Baju las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya. Mengelas dengan
posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda
sekitar 5º - 20º terhada garis vertikal dan 75º - 85º terhadap benda kerja.
2. Lampu sinyal sebagai indilator apakah mesin sudah berfungsi atau tidak.
6. Penjepit benda kerja berfungsi untuk menjepit benda kerja yang akan dilas.
8. Klem tiga fase berfungsi untuk pengaturan arus jauh dari mesin las
Tingginya tegangan busur las tergantung pada busur yang dikehendaki dan jenis dari
elektroda yang digunakan. Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan
garis tengah elektroda.
Besarnya arus listrik yang digunakan tergantung dari bahan dan ukuran las, geometri
sambungan, posisi pengelasan, jenis elektroda, dan diameter elektroda
3.Polaritas listrik
Pemilihan polaritas ini tergantung dari bahan pembungkus elektroda, kondisi thermal
dan bahan induk kapasitas. Sambungan las yang dikenal ada dua macam sambungan
yaitu :
a.Polaritas langsung (slight polarity), kutub positif dihubungkan dengan benda benda
kerja dan kutub negatifnya ke elektroda.
2. Gerak mengarah, kerja pada pengelasan jika sambungan las ini lebih besar atau
lebar daripada massa, maka elektrodanya perlu digerakkan dengan sedikit mengayun
bolak-balik untuk melebarkan cairan itu.
Artikel 1
Rancangan yang digunakan yakni 3 variasi posisi pengelasan dan 3 variasi pola
gerakan elektroda. Jadi, ada 27 data kekerasan yang akan didapatkan dari hasil
pengujian. Rancangan ini digambarkan pada tabel 1.
Spesifikasi benda uji dan parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Bahan yang digunakan adalah baja ST 60. (2) Dimensi plat 8 mm x 50 mm x 75
mm. (3) Elektroda yang digunakan adalah jenis E7016 dengan diameter 2,6 mm. (4)
Posisi pengelasan pada proses pengelasan adalah 1G, 2G, dan 3G. (5) Pola gerakan
elektroda yang digunakan adalah pola gerakan melingkar, pola U, dan pola zigzag. (6)
Arus pengelasan yang digunakan adalah 90A. (7) Kampuh yang digunakan jenis
kampuh V terbuka, jarak celah (gap) plat 2,6 mm, tinggi akar (root) 2 mm dan sudut
kampuh 60o.
Hasil Kekerasan
Hasil kekerasan dengan variasi pola gerakan elektroda dan posisi pengelasan dapat
dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Kekerasan Vickers dengan Variasi Posisi dan Pola
Gerakan Elektroda
Posisi Pengelasan
Posisi pengelasan dapat diartikan sebagai posisi seorang juru las terhadap benda
yang dilas (Sunaryo, 2008:97). Posisi 1G merupakan posisi yang paling mudah dalam
melakukan pengelasan, dimana posisi benda kerja berada di bawah juru las. Dari
kemudahan itu, juru las berusaha agar sebisa mungkin semua pengelasan dilakukan
dengan posisi ini. Dengan kemudahan ini, hasil pengelasan pada posisi 1G cenderung
lebih baik daripada posisi pengelasan lainnya dari segi visual, tetapi belum tentu lebih
baik dari segi sifat mekanik. Cacat las yang tampak secara visual (mata telanjang)
hampir tidak ada. Nyaris tidak ditemukan adanya takikan pada celah bead, tumpukan
alur akibat penggantian elektroda yang salah, maupun percikan elektroda pada samping
lasan akibat arus terlalu besar. Penembusan juga relatif baik dengan meratanya logam
las yang menembus celah alur.
Posisi 2G adalah posisi dimana posisi benda kerja yang horizontal terhadap juru
las. Untuk melakukan pegelasan, elektroda digerakakan secara horizontal. Posisi ini
sangat dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang menyebabkan melubernya logam cair ke
bawah, sehingga teknik pengelasannya berbeda dengan yang lain.
Pola Gerakan Elektroda
Pada posisi 1G dengan pola gerakan melingkar, pola zig-zag, dan pola U
memberi pengaruh kekerasan dengan meningkatnya nilai kekerasan dengan nilai
kekerasan terendah 203,33 VHN (1G melingkar) dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi
240,56 VHN (1G pola U). Pada posisi 2G, pola gerakan memberi sedikit peningkatan
nilai kekerasan dengan nilai kekerasan terendah 244,6 VHN (2G melingkar) dan nilai
kekerasan rata-rata tertinggi 250,6 VHN (2G pola U). Pada posisi 3G, pola gerakan
memberi sedikit peningkatan nilai kekerasan dengan nilai kekerasan terendah 272,36
VHN (2G melingkar) dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi 284,9 VHN (2G pola U).
Dari berbagai posisi pengelasan, pola U memberikan hasil kekerasan yang paling
tinggi dari pada pola gerakan zig-zag dan pola gerakan melingkar. Hal ini disebabkan
karena pola gerakan U memberikan bidang kontak dengan base metal yang lebih besar
daripada pola gerakan zig-zag. Demikian pula pola zig-zag mempunyai bidang kontak
yang lebih besar daripada pola gerakan elektroda melingkar.
Kekerasan Daerah HAZ Daerah logam induk yang terkena pengaruh panas
pengelasan disebut daerah Heat Affected Zone (HAZ). Pada daerah HAZ ini terjadi
kecenderungan kekerasan yang tinggi dan keuletan yang rendah. Untuk mengurangi
kecenderungan ini dilakukan perlakuan panas yang disebut dengan pemanasan awal
(pre heat) (Jokosisworo, 2006:67). Dengan memanaskan logam induk sebelum dilas
pada temperatur 150 – 700 F (65—370 C), kecepatan pendinginan (cooling rate) akan
menurun. Dengan melambatnya pendinginan terbentuknya struktur martensit dapat
dihindari, akan terbentuk struktur bainit atau ferit – perlit yang lebih lunak tetapi lebih
ulet, sehingga mengurangi kecenderungan pecah pada las dan daerah HAZ.
Artikel ke 2
►PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA
516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN
DAN STRUKTUR MIKRO.
Pengujian kekerasan
Untuk menguji dan mendapat kekerasan pad alas tig pada media pendingin air
laut, air dan udara maka diambil 15 titik untuk masing-masing specimen. Hasil dari
pengujian kekerasan adlah berupa nilai kekerasan dari benda uji, pengujian dilakukan
dengan uji kekerasan Rockwell dengan beban 60kg.
Analisa hasil pengujian kekerasan
Setelah melakukan pengujian kekerasan pada daerah logam induk, daerah lasan dan
daerah HAZ dengan pendingin air, udara dan air laut diambil rata-rata dari ketiga
daerah tersebut nilai rata-rata kekerasan pada logam dengan pendingin air mempunyai
nilai kekerasan 41.8 HRA, untuk pendinginan udara nilai kekerasan 41.86 HRA. Dan
untuk air laut mempunyai kekerasan 42.2 HRA. Hal ini menunjukan bahwa kekerasan
las TIG pada pendingin air laut lebih besar disbanding dengan air biasa dan udara.
Artikel ke 3
Proses pengelasan Proses pengelasan semi otomatik Gas Metal Arc Welding
(GMAW ) atau proses pengelasan busur logam gas adalah proses pengelasan dimana
busur api listrik sebagai sumber panas untuk mencairkan logam, dan dengan
menggunakan gas ( biasanya CO2 ) sebagai pelindung sedang elektroda sebagai bahan
pengisi atau pengumpan.
Prinsip kerja dari proses ini adalah sama seperti pada proses-proses las busur
listrik lainnya, yaitu peleburan logam induk dan logam pengisi terjadi pada busur listrik
di antara logam induk dan elektroda.
> Proses pengelasan ini tidak menggunakan fluks pada elektroda/kawat las sehingga
pada hasil lasan tidak ada terak. Bila dalam proses las busur listirik sebagai sumber
panas, maka panasnya dapat dihitung dengan persamaan :
H = V E.I keterangan : H = Input panas (J/mm) E = Voltage busur (volt) I = Arus listrik
(ampere) V = Kecepatan pengelasan (mm/detik) Untuk mendapatkan panas bersih
maka diperlukan efisiensi pemindahan energi jadi untuk panas bersih dapat dihitung
dengan : Hnet = V f ⋅ E ⋅ I 1 keterangan : Hnet = Panas bersih (J/mm) f1 = efisiensi
pemindahan energi (0.8 - 1.0) E = Voltage busur (volt) I = Arus listrik (ampere) V =
Kecepatan pengelasan (mmm/det).
Material yang akan dipakai adalah : SPAK, Spesifikasi JIS GS125 dengan tebal 9
mm. Material ini ditinjau dari kandungan karbon adalah termasuk baja karbon rendah.
Komposisi dan sifat-sifat mekanik dari material dapat dilihat pada lampiran. Elektrode
yang dipakai Pemilihan electrode sebagai logam pengisi dalam proses pengelasan
sangat menentukan mutu hasil pengelasan. Elektrode yang dipakai adalah jenis SAF
NERTALIC 70A. Elektrode ini biasa dipakai pengelasan konstruksi baja dan konstruksi
berat, kereta api, automotif atau komponen mobil dan sepeda motor.
Pelaksanaan Penelitian :
1. Jumlah sampel
Pada jumlah sampel analisa ini diambil dari material yang tersedia yaitu 4
tumpukan, 1 tumpukan berjumlah 10 biji, sehingga jumlah material 40 biji.
• Untuk pengujian tarik 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen (1A, 1B, 2A,
2B, 3A, 3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian tarik 32 sampel.
• Untuk pengujian lengkung 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen ( 1A,
1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian lengkung 32 sampel.
• Untuk pengujian visual / NDT 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen
( 1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian visual 32 sampel. Jadi
jumlah seluruh specimen untuk 3 jenis pengujian ( Uji tarik, Uji bending dan Visual )
adalah 96 sampel.
Analisa Data Hasil analisa ini adalah mengacu pada data hasil pengujian yang
sudah dilaksanakan yaltu pengujian visual, pengujian tarik dan pengujian lengkung.
Secara kualifikasi hasil daripada pengujianpengujian di atas harus memenuhi standard
dari kualifikasi las.
Standard kualifikasi las untuk sambungan las pada pengujian tarik tidak kurang
dari :
• Kuat tarik minimum yang ditetapkan dari logam dasar yang terendah, bila logam
dasar berlainan kuat tarik minimumnya.
• Kuat tarik minimum dari logam lasan, bila standard yang dipakai menentukan
penggunaan logam lasan dengan kuat tarik yang lebih rendah dari logam dasar pada
suhu ruang.
• Batang uji/ spesimen tes putus pada logam dasar di luar lasan atau di luar garis fusi
las.
• Tes dinyatakan dapat diterima / memenuhi dengan syarat kuat tarik minimum 5 %
lebih rendah dari kuat tarik minimum yang ditetapkan. Standard kualifikasi las untuk
sambungan las pada. pengujian lengkung/Iekuk adalah :
• Lasan atau daerah pada zona terpengaruh panas dari spesimen tes lengkung
melintang setelah diuji harus seluruhnya berada pada bagian lengkung spesimen tes/
batang Uji.
• Untuk lasan atau zona terpengaruh panas, setelah dilengkung tidak boleh terdapat
cacat terbuka yang melebihi 3,2 mm, diukur ke segala arah pada permukaan
lengkungan luar dari spesimen tes.
Artikel ke 4
Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metals) antara baja karbon dan baja
tahan karat semakin banyak diterapkan karena tuntutan desain dan tuntutan
ekonomi,seperti pada rangka kereta api perkapalan, rangka baja, bejana tekan, sistem
perpipaan dan lain sebagainya. Permasalahan pada pengelasan baja tahan karat
austenitik adalah terbentuknya tegangan sisa dan distorsi akibat angka pemuaian baja
tahan karat yang lebih besar dari pada baja karbon, penurunan ketahanan korosi,
penurunan sifat mekanis dan penggetasan akibat terbentuknya endapan halus
(precipitate) karbida krom di antara batas butir austenite( Wiryo Sumarto dan
Okumura,2000). Endapan halus ini dapat terbentuk karena pendinginan lambat saat
pengelasan pada interval temperatur 900oC sampai dengan 450oC. Pada sisi lain, baja
karbon rendah akan mengalami pengerasan dan ketangguhan yang rendah di daerah
HAZ. Disamping itu baik pengelasan baja tahan karat maupun baja karbon biasanya
menghasilkan tegangan sisa dan efek tegangan sisa dapat menyebabkan terjadinya
penurunan ketahanan lelah (fatigue) dan stress corrosion cracking ( SCC ). Dua hal
yang perlu diperhatikan dalam pengelasan baja tahan karat adalah memberikan kondisi
bebas retak pada lasan dan menjaga lasan maupun daerah yang terpengaruh panas
HAZ memiliki sifat ketahanan korosi sama dengan logam dasarnya,melalui pengontrolan
bahan pengisi filler, masukan panas permukaan lasan dan menjaga prosentase delta-
ferit di strukturmikro lasan dapat meningkatkan ketahanan korosi ( Ahluwalia, 2003).
Pengaruh PWHT pada pengelasan baja tahan karat austenitic dan baja karbon
telah dilaporkan beberapa peneliti. Rodriguez, dkk (2003) meneliti tentang pengaruh
PWHT terhadap ketangguhan pengelasan dissimilar antara stainless steel dan Cr-Mo
steel. Semakin besar suhu PWHT akan terjadi penurunan kekerasan yang signifikan
terutama HAZ Cr-Mo steel. Beberapa penelitian,dengan tujuan mempelajari pengaruh
Post Weld Head Treatmen(PWHT) telah dilakukan terhadap sifat mekanik dan tegangan
sisa pada las-lasan yang berbeda telah dilakukan sepertia: investigasi pengaruh PWHT
terhadap sifat mekanik, tegangan sisa pada komponen pengelasan baja stainless. Selain
itu juga meneliti Baja plat stainless AISI 304 yang dilas menggunakan las MIG.Post
weld heat treatment,annealing dengan beda temperatur peredaman ,5500C,6500C,
Penelitian tersebut menyimpulkan adanya peningkatan sifat mekanis material setelah
dilakukan perlakuan panas,khususnya pada temperatur peredaman 6500C dan semakin
lama waktu peredaman dan semakin lambat laju pendinginan akan meningkatkan sifat
mekanisnya (Olabi,1996).
METODE
Material yang dipakai adalah lembaran baja tahan karat austenik seri AISI 304 ,
baja karbon rendah (CS) AISI 1005 dan kawat filler ER 308 diameter 0,8mm dengan
komposisi kimia sebagai berikut (ASM Metals Handbook, 2004) :
Pada buku ke pertama itu dijelaskan tentang 2 tingkatan las, yang di bagi dalam
2 kategori utama, 1. Las lebur dan 2. Las padat. Pengelasan lebur menggunakan panas
untuk melebur permukaan yang akan disambung, beberapa operasi menggunakan
logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi. Pengelasan padat proses
penyambungannya menggunakan panas dan/atau tekanan, tetapi tidak terjadi
peleburan pada logam dasar dan tanpa penambahan logam pengisi., dan juga pada
buku pertama membahas tentang elemen-elemn yang terdapat pada elektroda dan
juga aturan tegangan arus listrik yang dalam melas busur.
Dari buku kedua ini di jelaskan bahwa Pengelasan adalah suatu proses
penyambungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa
tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat dari metalurgi yang ditimbulkan
oleh gaya tarik menarik antara atom. Juga dibahas tentang teknik pengelasan, baik itu
pada posisi dalam mengelas dan juga posisi tekanan elektroda serta aturan pada
tegangan busur las, besaran arus listrik dan polaritas arus listrik.
Nah jadi, Keterkaitan antara kajian teori dengan hasil riset dari beberapa artikel
diatas adalah, bahwa suatu proses pengelasan untuk mendapat hasil baik, dan juga
untuk mendapatkan kekerasan las yang kuat itu terdapat pada pola gerakan elektroda
yang memberikan pengaruh pada hasil kekerasan, dimana pola U memberikan hasil
kekerasan lebih besar daripada pola melingkar dan pola zig-zag, dan juga tegangan
kuat arus listrik saat melakukan proses pengelasan yang mana ini juga berpengaruh
pada hasil lasan nya nanti, apakah baik atau cacat. Keterkaitan nya pun juga terdapat
pada elektroda yang untuk menghindari terjadinya endapan (precipitation) karbida
krom diantara batas butir austenit karena pendinginan lambat maka harus memilih
elektroda yang kandungan karbon nya rendah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Prosedur pengelasan harus lebih diperhatikan agar hasil pengelasan baik dan tidak
mengalami retak terutama pengaturan kecepatan pengelasan sebaiknya lebih rendah.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang perlakuan panas baik sebelum pengelasan
(preheat) atau sesudah pengelasan (PWHT / Post Weld Heat Treatment) untuk
memperbaiki kekuatan sambungan las.
DAFTAR PUSTAKA
journal2.um.ac.id/index.php/jurnal-teknik-mesin/article/download/.
http://jurnalteknik.janabadra.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/Jurnal-Juli-
2009Sukamto.pdf
http://unmermadiun.ac.id/repository_jurnal_penelitian/Jurnal%20Agritek/Jurnal
%20Agri-tek%202010/Maret/_9_%20Suryono.pdf
http://repository.akprind.ac.id/sites/files/conference-
proceedings/2012/undefined_14380.pdf