TEKNOLOGI PENGELASAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya
sehingga terselesaikannya tugas ini dan dapat dikumpul pada waktunya. Adapun tujuan
tugas ini adalah membuat mini riset tingkat kepedulian dan penggunaan alat
keselamatan kerja welder di kota medan.
Semoga makalah hasil observasi ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
kepada pembaca, meskipun makalah ini ada kelebihannya dan kekurangannya penyusun mohon
kritik dan saranya agar penyusun bisa memperbaikiya.
DISMAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan
sampai keadaan plastis atau cair, dengan atau tanpa tekanan. Perlu diketahui bahwa ada tiga
tahapan yang secara berurutan berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu
design, produksi dan inspeksi. Pada fasa pertama designer harus mengetahui tentang sumber
peralatan dan teknik pengelasan yang tersedia di lingkungan produksinya, mengetahui prinsip
kerja berbagai jenis proses las termasuk kelemahan dan keunggulannya, mampu memilih tipe
sambungan yang cocok/tepat, menguasai mampu las berbagai material. Pada fasa kedua
engineers produksi harus memiliki latar belakang pengetahuan mengenai proses-proses
pengelasan, mengetahui mampu las berbagai material, mengetahui cara mencegah terbentuknya
cacat las. Pada fasa ketiga, inspektor harus mengetahui metoda inspeksi yang tersedia,
menguasai prinsip kerja dari berbagai jenis proses las, mengetahui mampu las berbagai material
sehingga dapat mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan penyebab terjadinya cacat las,
mengetahui berbagai standar dan peraturan.
Menurut Rendy Setio dkk dalam jurnalnya menyatakan bahwa agar mendapatkan hasil
pengelasan yang baik maka elektroda yang digunakan harus disesuaikan dengan bahan yang
akan dilas serta pemilihan "parameter parameter” pengelasan yang tepat juga akan meningkatkan
kualitas dari hasil "engelasan tersesut”
B. TUJUAN PENULISAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi pengelasan dan juga untuk menambah
pengetahuan pembaca mengenai las, cara kerja mesin las, parameter mesin las, dan berbagai
pembahasan tentang pengelasan lainnya yang akan menambah wawasan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
Buku 1
PROSES PENGELASAN
Proses pengelasan dibagi dalam dua katagori utama, yaitu pengelasan lebur dan
pengelasan padat. Pengelasan lebur menggunakan panas untuk melebur permukaan yang akan
disambung, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi.
Pengelasan padat proses penyambungannya menggunakan panas dan/atau tekanan, tetapi tidak
terjadi peleburan pada logam dasar dan tanpa penambahan logam pengisi.
Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- pengelasan busur (arc welding, AW);
- pengelasan resistansi listrik (resistance welding, RW);
- pengelasan gas (oxyfuel gas welding, OFW);
- proses pengelasan lebur yang lain.
Pengelasan Busur
Pengelasan busur adalah pengelasan lebur dimana penyatuan logam dicapai dengan
menggunakan panas dari busur listrik, secara umum ditunjukkan dalam gambar 1.1
Busur listrik timbul karena adanya pelepasan muatan listrik melewati celah dalam
rangkaian, dan panas yang dihasilkan akan menyebabkan gas pada celah tersebut mengalami
ionisasi (disebut plasma). Untuk menghasilkan busur dalam pengelasan busur, elektrode
disentuhkan dengan benda kerja dan secara cepat dipisahkan dalam jarak yang pendek. Energi
listrik dari busur dapat menghasilkan panas dengan suhu 10.000 o F (5500o C) atau lebih, cukup
panas untuk melebur logam. Genangan logam cair, terdiri atas logam dasar dan logam pengisi
(bila digunakan), terbentuk di dekat ujung elektrode. Kebanyakan proses pengelasan busur,
logam pengisi ditambahkan selama operasi untuk menambah volume dan kekuatan sambungan
las-an. Karena logam pengisi dilepaskan sepanjang sambungan, genangan las-an cair membeku
dalam jaluran yang berombak.
Pergerakan elektrode relatif terhadap benda kerja dapat dilakukan secara manual atau dengan
bantuan peralatan mekanik (pengelasan mesin, pengelasan automatik, pengelasan robotik).
Kelemahan bila pengelasan busur dilakukan secara manual, kualitas las-an sangat tergantung
kepada ketrampilan pengelas.
Produktivitas dalam pengelasan busur sering diukur sebagai waktu busur (arc time), yaitu :
Untuk pengelasan manual, waktu busur biasanya sekitar 20 %. Waktu busur bertambah sekitar
50 % untuk pengelasan mesin, automatik, dan robotik.
Pelindung busur
Pada suhu tinggi dalam pengelasan busur, logam yang disambung sangat mudah bereaksi
dengan oksigen, nitrogen, dan hidrogin dalam udara bebas. Reaksi ini dapat memperburuk sifat
mekanis sambungan las-an. Untuk melindungi pengelasan dari pengaruh yang tidak diinginkan
tersebut, digunakan gas pelindung dan/atau fluks untuk menutup ujung elektrode, busur, dan
genangan las-an cair, sehingga tidak berhubungan secara langsung dengan udara luar sampai
logam las-an tersebut menjadi padat.
Gas pelindung
Digunakan gas mulia seperti argon dan helium. Dalam pengelasan logam ferrous yang
dilakukan dengan pengelasan busur, dapat digunakan oksigen dan karbon dioksida, biasanya
dikombinasikan dengan Ar dan/atau He, untuk melindungi las-an dari udara luar atau untuk
mengendalikan bentuk las-an.
Fluks
Diigunakan untuk mencegah terbentuknya oksida dan pengotoran lainnya. Selama proses
pengelasan, fluks melebur dan menjadi terak cair, menutup operasi dan melindungi logam las-an
lebur. Terak akan mengeras setelah pendinginan dan harus dilepaskan dengan cara dipecahkan.
Fluks biasanya diformulasikan untuk melakukan beberapa fungsi, seperti :
- memberikan perlindungan pengelasan terhadap pengaruh udara luar,
- untuk menstabilkan busur, dan
- untuk mengurangi terjadinya percikan.
Metode pemakaian fluks berbeda untuk setiap proses. Teknik pemberian fluks dapat dilakukan
dengan cara :
- menuangkan butiran fluks pada operasi pengelasan,
- menggunakan elektrode batang yang dibungkus dengan fluks dan fluks tersebut akan
melebur selama pengelasan untuk menutup operasi, dan
- menggunakan fluks yang ditempatkan dalam inti elektrode tabular dan fluks dilepaskan pada
saat elektrode diumpankan.
MVR = HRw / Um , in.3/sec.
Panjang batang elektrode biasanya sekitar 9 sampai 18 in (230 sampai 460 mm) dan
diameter 3/32 sampai 3/8 in. (2,5 sampai 9,5 mm). Logam pengisi yang digunakan sebagai
batang elektrode harus sesuai dengan logam yang akan dilas, komposisinya biasanya sangat
dekat dengan komposisi yang dimiliki logam dasar. Lapisan pembungkus terdiri dari serbuk
selulose yang dicampur dengan oksida, karbonat, dan unsur-unsur yang lain kemudian disatukan
dengan pengikat silikat. Serbuk logam kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan campuran
untuk menambah logam pengisi dan menambah unsur-unsur paduan (alloy). Selama proses
pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektrode, akibat panas busur listrik,
mencair membentuk terak yang kemudian menutupi logam cair yang menggenang di tempat
sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.
Pemindahan logam elektrode terjadi pada saat ujung elektrode mencair membentuk butir-butir
yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Arus listrik yang digunakan sekitar 30 sampai
300 A pada tegangan 15 sampai 45 V. Pemilihan daya yang digunakan tergantung pada logam
yang akan dilas, jenis dan panjang elektrode, serta dalam penetrasi las-an yang diinginkan.
Pengelasan busur logam gas
Pengelasan ini merupakan proses pengelasan busur yang menggunakan elektrode
terumpan dalam bentuk kawat, seperti ditunjukkan dalam gambar 1.3.
Kawat elektrode diumpankan secara automatis dari gulungan ke busur. Fluks dituangkan
melalui suatu tabung pengumpan di depan elektrode, sehingga busur listrik yang timbul antara
elektrode dengan logam dasar terendam oleh serbuk fluks sepanjang alur las-an.
Panas yang ditimbulkan oleh busur mencairkan logam dan serbuk fluks. Fluks cair akan
mengapung di atas logam cair, membentuk selubung yang dapat mencegah percikan dan
terjadinya oksidasi. Setelah dingin, terak membeku dan mudah dihilangkan, sedang serbuk yang
tersisa diisap dengan sistem vakum dan dapat dimanfaatkan kembali.
Keuntungan penggunaan pengelasan busur rendam adalah karena serbuk fluks menutup seluruh
operasi pengelasan, sehingga:
- dapat meghindarkan terjadinya percikan dan semburan nyala api, radiasi, dan hal-hal
berbahaya lainnya.
- tidak perlu menggunakan kaca pengaman,
- pendinginan berjalan dengan lambat, sehingga kualitas sambungan las-an sangat baik,
memiliki ketangguhan dan keuletan yang tinggi.
Sifat-sifat yang merugikan adalah :
- karena busur tidak tampak, maka penentuan pengelasan yang salah dapat menggagalkan
seluruh hasil pengelasan,
- pengelasan terbatas hanya pada posisi horisontal.
Pengelasan busur rendam banyak digunakan dalam fabrik untuk pengelasan ;
- bentuk-bentuk profil, seperti I-beam, T-beam, dan sebagainya;
- kampuh memanjang dan melingkar dengan diameter besar seperti pipa, tangki, dan
tabung tekanan tinggi.
Proses Pengelasan Elektrode Tak Terumpan
Pengelasan elektrode tak terumpan pada umumnya menggunakan elektrode wolfram
yang dapat menghasilkan busur listrik tanpa turut mencair, dan sebagai logam pengisi digunakan
logam lain yang terpisah dari elektrode tersebut.
Terdapat beberapa pengelasan busur elektrode tak terumpan, seperti antara lain :
- pengelasan busur tungsten gas (gas tungsten arc welding, GTAW),
- pengelasan busur plasma (plasma arc welding, PAW), dan
- beberapa pengelasan busur yang lain.
Suhu plasma sekitar 28.000OC atau lebih besar, cukup panas untuk mencairkan setiap
logam yang dikenal. Panas ini diperoleh akibat terkonstrasinya daya sehingga dihasilkan
pancaran plasma dengan densitas energi yang sangat tinggi.
Karena memiliki konsentrasi energi sangat tinggi pada daerah yang kecil, maka busur plasma
sering digunakan untuk proses pemotongan logam dengan ketebalan mencapai 100 mm atau
lebih.
Pengelasan busur yang lain
Pengelasan busur yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses pengelasan yang
memiliki nilai komersial sangat tinggi. Beberapa pengelasan busur yang lain, akan dibahas disini
karena memiliki prinsip kerja yang khusus, yaitu :
- pengelasan busur karbon (carbon arc welding, CAW), dan
- pengelasan lantak (stud welding, SW).
Pengelasan busur karbon
Adalah proses pengelasan busur elektrode tak terumpan yang pertama kali
dikembangkan. Proses busur karbon digunakan sebagai sumber panas pembrasingan dan untuk
mengendapkan bahan tahan aus di atas permukaan logam yang lain. Saat ini elektrode karbon
telah digantikan dengan tungsten.
Pengelasan lantak
Digunakan untuk mengelas ujung logam pada bidang datar. Alatnya berbentuk pistol,
memegang ujung batang logam yang akan dilas. Bila picu ditekan, ujung logam terangkat untuk
membentuk busur kemudian ditekan kembali kecairan logam, seperti ditunjukkan dalam gambar
1.9.
Operasi menggunakan pengatur waktu sesuai dengan ukuran logam yang akan dilas. Busur
dilindungi oleh tabung keramik, yang sekaligus menahan logam cair dan melindungi operator.
Pengelasan Resistansi Listrik
Pada pengelasan ini, permukaan lembaran logam yang akan disambung ditekan satu sama
lain dan arus yang cukup besar kemudian dialirkan melalui logam sehingga menimbulkan panas
pada sambungan. Panas tertinggi muncul di daerah yang memiliki resistansi listrik tertinggi,
yaitu pada permukaan kontak ke dua lembaran logam. Komponen-komponen utama dalam
pengelasan resistansi listrik ditunjukkan dalam gambar 13.9 untuk operasi pengelasan titik.
Komponen–komponen tersebut termasuk benda kerja yang akan dilas (biasanya lembaran
logam), dua buah elektrode yang saling berhadapan, dan sumber listrik arus bolak-balik . Hasil
dari operasi tersebut dalam daerah lebur antara dua bagian benda kerja, dalam pengelasan titik
disebut manik las (weld nugget).
Dalam pengelasan ini tidak digunakan gas pelindung, fluks, atau logam pengisi, dan
elektrode yang menghubungkan daya listrik merupakan elektrode tak terumpan. Pengelasan
risistansi listrik diklasifikasikan sebagai pengelasan lebur karena panas yang timbul melebur
permukaan kontak ke dua lembaran logam tersebut. Namun demikian, terdapat pengecualian,
beberapa pengelasan resistansi listrik menggunakan suhu di bawah titik lebur logam yang
disambung, jadi tidak terjadi proses peleburan.
Sumber panas pada pengelasan resistansi listrik
Energi panas yang diberikan pada operasi pengelasan tergantung pada aliran arus listrik,
resistansi rangkaian, dan panjang waktu arus dialirkan, seperti rumus berikut ini.
H = I2 R t
Buku 2
1.Teori Pengelasan
Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dimana logam menjadi satu akibat
panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat didefinisikan sebagai akibat dari metalurgi yang
ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk
ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas dari gas yang terserap atau oksida-oksida.
Bila permukaan yang rata dan bersih ditekan, beberapa kristal akan tertekan dan bersinggungan.
Bila tekanan diperbesar daerah singgungan ini bertambah luas. Lapisan oksida yang luas, rapuh,
pecah logam mengalami deformasi plastis.Batas antara dua permukaan kristal dapat menjadi satu
dan terjadilah sambungan yang disebut pengelasan dingin.
Ada empat cara yang dapat ditempuh untuk memanaskan logam pada penyambungan, yaitu :
1. Pencelupan benda yang akan disambung dalam logam pengisi atau fluks cair. Bila
dicelupkan dalam fluks cair dalam suhu yang cukup tinggi untuk mencairkan logam pengisi,
benda-benda yang akan disambung harus dijepit dengan jig dan sela sudah terisi paduan patri.
2. Mematri dengan menggunakan dapur, disini benda dijepit dan dimasukkan dalam dapur
dengan lingkungan yang terkendali pada suhu pencairan logam patri. Pemanasan dapur dapat
dengan listrik atau gas, dapur satuan atau kontinu.
3. Mematri dengan nyala, adalah sama dengan pengelasan oksiasitelin. Panas berasal dari nyala
oksiasitelin atau oksihidrogen dan logam pengisi dalam bentuk kawat dicairkan pada celah
sambungan. Fluks ditambahkan dengan cara mencelupkan kawatnya.
4. Pada patri listrik panas berasal dari tahanan induksi atau busur.
•Sambungan las
Agar sambungan las cukup kuat, sambungan tersebut harus dirancang sesuai cara
penggunaannya. Sambungan-sambungan tersebut, seperti sambungan tumpul dapat dibagi lagi
sesuai dengan ketebalan bahan yang akan disambung. Sambungan untuk las tempa berbeda
dalam cara-cara persiapannya, sehingga tidak serupa dengan sambungan yang telah
digambarkan. Sambungan tumpang dan las tumpul biasanya digunakan pada pengelasan
resistensi.
•Proses pengelasan
Berbagai proses pengelasan telah dikembangkan, tergantung pada cara pemanasan dan peralatan
yang digunakan., proses pengelasan yaitu :
1) Nyala 1. Titik
2) Celup 2. Kampuh
3) Tahanan 3. Proyeksi
4) Infra merah 4. Tumpu
5) Dapur 5. Nyala
6) Induksi 6. Perkussion
- Pukul - Terlindung
1) Udara-asitelin · Terlindung
XII Pengelasan dingin
1. Tekanan
2. Ultrasonik
XIII.Pengelasan letup
2.ELEKTRODA
Dikenal tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks, elektroda lapis tebal.
Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain untuk besi tempa ddan baja lunak. Biasanya
digunakan polaritas langsung. Elektroda fluks dilapisi terak dan fluks digunakan pada pengelasan
logam dan paduan bukan besi.
4. Menstabilkan busur.
13. Menambah lapisan logam las yang berasal dari serbuk logam dalam lapisan pelindung.
Elektroda lapis tebal adalah elektroda yang mempunyai lapisan tebal dan kandungan serbuk
logam yang tinggi cocok untuk pengelasan teknik kontak atau belah.
3. TEKNIK PENGELASAN
Posisi pengelasan atau sikap pengelasan adalah pengaturan posisi dan gerakan arah dari pada
elektroda sewaktu mengelas. Adapun pisisi mengelas terdiri dari empat macam yaitu:
1. Posisi di Bawah Tangan
Posisi di bawah tangan yaitu suatu cara pengelasan yang dilakukan pada permukaan rata/datar
dan dilakukan dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º - 20º terhada garis
vertikal dan 70º - 80º terhadap benda kerja.
Mengelas posisi tegak adalah apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah.
Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang mengalir atau
menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan elektroda sekitar 10º - 15º terhada
garis vertikal dan 70º - 85º terhadap benda kerja.
Mengelas dengan horisontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda kerja
dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horisontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring
sekitar 5º - 10º terhada garis vertikal dan 70º - 80º kearah benda kerja.
Posisi pengelasan ini sangat sukar dan berbahaya karena bahan cair banyak berjatuhan dapat
mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan perlengkapan yang serba lengkap antara lain: Baju
las, sarung tangan, sepatu kulit dan sebagainya. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak
pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5º - 20º terhada garis vertikal dan 75º -
85º terhadap benda kerja.
2. Lampu sinyal sebagai indilator apakah mesin sudah berfungsi atau tidak.
8. Klem tiga fase berfungsi untuk pengaturan arus jauh dari mesin las
Tingginya tegangan busur las tergantung pada busur yang dikehendaki dan jenis dari elektroda
yang digunakan. Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah
elektroda.
Besarnya arus listrik yang digunakan tergantung dari bahan dan ukuran las, geometri sambungan,
posisi pengelasan, jenis elektroda, dan diameter elektroda
3.Polaritas listrik
Pemilihan polaritas ini tergantung dari bahan pembungkus elektroda, kondisi thermal dan bahan
induk kapasitas. Sambungan las yang dikenal ada dua macam sambungan yaitu :
a.Polaritas langsung (slight polarity), kutub positif dihubungkan dengan benda benda kerja dan
kutub negatifnya ke elektroda.
b.Polaritas terbalik (divers polarity), merupakan kebalikan dari polaritas langsung.
3.Besarnya penembusan dan penetrasi
Untuk mendapatkan sambungan las yang tinggi dapat diperhatikan penetrasi dan penembusan
yang cukup pada dasarnya. Makin besar arus las makin besar pula daya tembusnya.Adapun
gerak mengelas yang baik adalah :
3. Gerakan menyatu, dimana pemegang karet elektroda digerakkan menyatu dengan kecepatan
menurun.
5.Beberapa kondisi standar dalam pengelasan dengan syarat-syarat tertentu seperti tebal plat,
bentuk sambungan, jenis elektroda, diameter intielektroda dan lain sebagainya.
Artikel 1
Rancangan yang digunakan yakni 3 variasi posisi pengelasan dan 3 variasi pola gerakan
elektroda. Jadi, ada 27 data kekerasan yang akan didapatkan dari hasil pengujian. Rancangan ini
digambarkan pada tabel 1.
Spesifikasi benda uji dan parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)
Bahan yang digunakan adalah baja ST 60. (2) Dimensi plat 8 mm x 50 mm x 75 mm. (3)
Elektroda yang digunakan adalah jenis E7016 dengan diameter 2,6 mm. (4) Posisi pengelasan
pada proses pengelasan adalah 1G, 2G, dan 3G. (5) Pola gerakan elektroda yang digunakan
adalah pola gerakan melingkar, pola U, dan pola zigzag. (6) Arus pengelasan yang digunakan
adalah 90A. (7) Kampuh yang digunakan jenis kampuh V terbuka, jarak celah (gap) plat 2,6 mm,
tinggi akar (root) 2 mm dan sudut kampuh 60o.
Hasil Kekerasan
Hasil kekerasan dengan variasi pola gerakan elektroda dan posisi pengelasan dapat dilihat pada
Tabel 2. Tabel 2 Hasil Kekerasan Vickers dengan Variasi Posisi dan Pola Gerakan Elektroda
Posisi Pengelasan
Posisi pengelasan dapat diartikan sebagai posisi seorang juru las terhadap benda yang
dilas (Sunaryo, 2008:97). Posisi 1G merupakan posisi yang paling mudah dalam melakukan
pengelasan, dimana posisi benda kerja berada di bawah juru las. Dari kemudahan itu, juru las
berusaha agar sebisa mungkin semua pengelasan dilakukan dengan posisi ini. Dengan
kemudahan ini, hasil pengelasan pada posisi 1G cenderung lebih baik daripada posisi pengelasan
lainnya dari segi visual, tetapi belum tentu lebih baik dari segi sifat mekanik. Cacat las yang
tampak secara visual (mata telanjang) hampir tidak ada. Nyaris tidak ditemukan adanya takikan
pada celah bead, tumpukan alur akibat penggantian elektroda yang salah, maupun percikan
elektroda pada samping lasan akibat arus terlalu besar. Penembusan juga relatif baik dengan
meratanya logam las yang menembus celah alur.
Posisi 2G adalah posisi dimana posisi benda kerja yang horizontal terhadap juru las.
Untuk melakukan pegelasan, elektroda digerakakan secara horizontal. Posisi ini sangat
dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang menyebabkan melubernya logam cair ke bawah, sehingga
teknik pengelasannya berbeda dengan yang lain.
Pada posisi 1G dengan pola gerakan melingkar, pola zig-zag, dan pola U memberi
pengaruh kekerasan dengan meningkatnya nilai kekerasan dengan nilai kekerasan terendah
203,33 VHN (1G melingkar) dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi 240,56 VHN (1G pola U).
Pada posisi 2G, pola gerakan memberi sedikit peningkatan nilai kekerasan dengan nilai
kekerasan terendah 244,6 VHN (2G melingkar) dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi 250,6
VHN (2G pola U). Pada posisi 3G, pola gerakan memberi sedikit peningkatan nilai kekerasan
dengan nilai kekerasan terendah 272,36 VHN (2G melingkar) dan nilai kekerasan rata-rata
tertinggi 284,9 VHN (2G pola U).
Dari berbagai posisi pengelasan, pola U memberikan hasil kekerasan yang paling tinggi
dari pada pola gerakan zig-zag dan pola gerakan melingkar. Hal ini disebabkan karena pola
gerakan U memberikan bidang kontak dengan base metal yang lebih besar daripada pola gerakan
zig-zag. Demikian pula pola zig-zag mempunyai bidang kontak yang lebih besar daripada pola
gerakan elektroda melingkar.
Kekerasan Daerah HAZ Daerah logam induk yang terkena pengaruh panas pengelasan
disebut daerah Heat Affected Zone (HAZ). Pada daerah HAZ ini terjadi kecenderungan
kekerasan yang tinggi dan keuletan yang rendah. Untuk mengurangi kecenderungan ini
dilakukan perlakuan panas yang disebut dengan pemanasan awal (pre heat) (Jokosisworo,
2006:67). Dengan memanaskan logam induk sebelum dilas pada temperatur 150 – 700 F (65—
370 C), kecepatan pendinginan (cooling rate) akan menurun. Dengan melambatnya pendinginan
terbentuknya struktur martensit dapat dihindari, akan terbentuk struktur bainit atau ferit – perlit
yang lebih lunak tetapi lebih ulet, sehingga mengurangi kecenderungan pecah pada las dan
daerah HAZ.
Artikel ke 2
►PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516
DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERAAN
DAN STRUKTUR MIKRO.
Pengujian kekerasan
Untuk menguji dan mendapat kekerasan pad alas tig pada media pendingin air laut, air
dan udara maka diambil 15 titik untuk masing-masing specimen. Hasil dari pengujian kekerasan
adlah berupa nilai kekerasan dari benda uji, pengujian dilakukan dengan uji kekerasan Rockwell
dengan beban 60kg.
Analisa hasil pengujian kekerasan
Setelah melakukan pengujian kekerasan pada daerah logam induk, daerah lasan dan daerah HAZ
dengan pendingin air, udara dan air laut diambil rata-rata dari ketiga daerah tersebut nilai rata-
rata kekerasan pada logam dengan pendingin air mempunyai nilai kekerasan 41.8 HRA, untuk
pendinginan udara nilai kekerasan 41.86 HRA. Dan untuk air laut mempunyai kekerasan 42.2
HRA. Hal ini menunjukan bahwa kekerasan las TIG pada pendingin air laut lebih besar
disbanding dengan air biasa dan udara.
Artikel ke 3
Proses pengelasan Proses pengelasan semi otomatik Gas Metal Arc Welding (GMAW )
atau proses pengelasan busur logam gas adalah proses pengelasan dimana busur api listrik
sebagai sumber panas untuk mencairkan logam, dan dengan menggunakan gas ( biasanya CO2 )
sebagai pelindung sedang elektroda sebagai bahan pengisi atau pengumpan.
Prinsip kerja dari proses ini adalah sama seperti pada proses-proses las busur listrik
lainnya, yaitu peleburan logam induk dan logam pengisi terjadi pada busur listrik di antara logam
induk dan elektroda.
> Kecepatan pengumpanan tinggi, karena sistem pengumpanan dilakukan secara kontinyu.
> Proses pengelasan ini tidak menggunakan fluks pada elektroda/kawat las sehingga pada hasil
lasan tidak ada terak. Bila dalam proses las busur listirik sebagai sumber panas, maka panasnya
dapat dihitung dengan persamaan :
H = V E.I keterangan : H = Input panas (J/mm) E = Voltage busur (volt) I = Arus listrik (ampere)
V = Kecepatan pengelasan (mm/detik) Untuk mendapatkan panas bersih maka diperlukan
efisiensi pemindahan energi jadi untuk panas bersih dapat dihitung dengan : Hnet = V f ⋅ E ⋅ I 1
keterangan : Hnet = Panas bersih (J/mm) f1 = efisiensi pemindahan energi (0.8 - 1.0) E =
Voltage busur (volt) I = Arus listrik (ampere) V = Kecepatan pengelasan (mmm/det).
Material yang akan dipakai adalah : SPAK, Spesifikasi JIS GS125 dengan tebal 9 mm.
Material ini ditinjau dari kandungan karbon adalah termasuk baja karbon rendah. Komposisi dan
sifat-sifat mekanik dari material dapat dilihat pada lampiran. Elektrode yang dipakai Pemilihan
electrode sebagai logam pengisi dalam proses pengelasan sangat menentukan mutu hasil
pengelasan. Elektrode yang dipakai adalah jenis SAF NERTALIC 70A. Elektrode ini biasa
dipakai pengelasan konstruksi baja dan konstruksi berat, kereta api, automotif atau komponen
mobil dan sepeda motor.
Mesin las yang digunakan untuk proses pengelasan ini adalah semi otomatik merk OTC
model : CPXC – 350 P6635.
Pelaksanaan Penelitian :
1. Jumlah sampel
Pada jumlah sampel analisa ini diambil dari material yang tersedia yaitu 4 tumpukan, 1
tumpukan berjumlah 10 biji, sehingga jumlah material 40 biji.
• Untuk pengujian tarik 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen (1A, 1B, 2A, 2B, 3A,
3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian tarik 32 sampel.
• Untuk pengujian lengkung 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen ( 1A, 1B, 2A,
2B, 3A, 3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian lengkung 32 sampel.
• Untuk pengujian visual / NDT 4 kupon tes, 1 kupon tes terdiri dari 8 spesimen ( 1A, 1B,
2A, 2B, 3A, 3B, 4A, 4B ). Jumlah seluruh pengujian visual 32 sampel. Jadi jumlah seluruh
specimen untuk 3 jenis pengujian ( Uji tarik, Uji bending dan Visual ) adalah 96 sampel.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan metode statistik. Pembahasan dan Analisa
Data Pengolahan data hasil percobaan Pengujian tarik ( Tensile Test )
Analisa Data Hasil analisa ini adalah mengacu pada data hasil pengujian yang sudah
dilaksanakan yaltu pengujian visual, pengujian tarik dan pengujian lengkung. Secara kualifikasi
hasil daripada pengujianpengujian di atas harus memenuhi standard dari kualifikasi las.
Standard kualifikasi las untuk sambungan las pada pengujian tarik tidak kurang dari :
• Kuat tarik minimum yang ditetapkan dari logam dasar yang terendah, bila logam dasar
berlainan kuat tarik minimumnya.
• Batang uji/ spesimen tes putus pada logam dasar di luar lasan atau di luar garis fusi las.
• Tes dinyatakan dapat diterima / memenuhi dengan syarat kuat tarik minimum 5 % lebih rendah
dari kuat tarik minimum yang ditetapkan. Standard kualifikasi las untuk sambungan las pada.
pengujian lengkung/Iekuk adalah :
• Lasan atau daerah pada zona terpengaruh panas dari spesimen tes lengkung melintang setelah
diuji harus seluruhnya berada pada bagian lengkung spesimen tes/ batang Uji.
• Untuk lasan atau zona terpengaruh panas, setelah dilengkung tidak boleh terdapat cacat terbuka
yang melebihi 3,2 mm, diukur ke segala arah pada permukaan lengkungan luar dari spesimen tes.
• Retakan-retakan yang terjadi pada pojok spesimen tes sewaktu pengetesan diperkenankan,
kecuali bila retakan-retakan tersebut disebabkan oleh inklusi terak atau cacat-cacat lain didalam
bahan.
• Pada cladding pelapis lasan tahan korosi tidak boleh terdapat cacat terbuka yang melebihi 1,6
mm pada claddingnya dan tidak boleh terdapat cacat terbuka melebihi 3,2 mm pada fusi yang
diukur ke segala arah.
Artikel ke 4
Pengelasan logam tak sejenis (dissimilar metals) antara baja karbon dan baja tahan karat
semakin banyak diterapkan karena tuntutan desain dan tuntutan ekonomi,seperti pada rangka
kereta api perkapalan, rangka baja, bejana tekan, sistem perpipaan dan lain sebagainya.
Permasalahan pada pengelasan baja tahan karat austenitik adalah terbentuknya tegangan sisa dan
distorsi akibat angka pemuaian baja tahan karat yang lebih besar dari pada baja karbon,
penurunan ketahanan korosi, penurunan sifat mekanis dan penggetasan akibat terbentuknya
endapan halus (precipitate) karbida krom di antara batas butir austenite( Wiryo Sumarto dan
Okumura,2000). Endapan halus ini dapat terbentuk karena pendinginan lambat saat pengelasan
pada interval temperatur 900oC sampai dengan 450oC. Pada sisi lain, baja karbon rendah akan
mengalami pengerasan dan ketangguhan yang rendah di daerah HAZ. Disamping itu baik
pengelasan baja tahan karat maupun baja karbon biasanya menghasilkan tegangan sisa dan efek
tegangan sisa dapat menyebabkan terjadinya penurunan ketahanan lelah (fatigue) dan stress
corrosion cracking ( SCC ). Dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengelasan baja tahan karat
adalah memberikan kondisi bebas retak pada lasan dan menjaga lasan maupun daerah yang
terpengaruh panas HAZ memiliki sifat ketahanan korosi sama dengan logam dasarnya,melalui
pengontrolan bahan pengisi filler, masukan panas permukaan lasan dan menjaga prosentase
delta-ferit di strukturmikro lasan dapat meningkatkan ketahanan korosi ( Ahluwalia, 2003).
Pengaruh PWHT pada pengelasan baja tahan karat austenitic dan baja karbon telah
dilaporkan beberapa peneliti. Rodriguez, dkk (2003) meneliti tentang pengaruh PWHT terhadap
ketangguhan pengelasan dissimilar antara stainless steel dan Cr-Mo steel. Semakin besar suhu
PWHT akan terjadi penurunan kekerasan yang signifikan terutama HAZ Cr-Mo steel. Beberapa
penelitian,dengan tujuan mempelajari pengaruh Post Weld Head Treatmen(PWHT) telah
dilakukan terhadap sifat mekanik dan tegangan sisa pada las-lasan yang berbeda telah dilakukan
sepertia: investigasi pengaruh PWHT terhadap sifat mekanik, tegangan sisa pada komponen
pengelasan baja stainless. Selain itu juga meneliti Baja plat stainless AISI 304 yang dilas
menggunakan las MIG.Post weld heat treatment,annealing dengan beda temperatur peredaman ,
5500C,6500C, Penelitian tersebut menyimpulkan adanya peningkatan sifat mekanis material
setelah dilakukan perlakuan panas,khususnya pada temperatur peredaman 6500C dan semakin
lama waktu peredaman dan semakin lambat laju pendinginan akan meningkatkan sifat
mekanisnya (Olabi,1996).
METODE
Material yang dipakai adalah lembaran baja tahan karat austenik seri AISI 304 , baja
karbon rendah (CS) AISI 1005 dan kawat filler ER 308 diameter 0,8mm dengan komposisi kimia
sebagai berikut (ASM Metals Handbook, 2004) :
Proses pengelasan menggunakan mesin las MIG dengan jenis kampuh sambungan alur V
dengan sudut 700 dan tebal plat 10mm, lebar 20cm dan panjang 25cm ,seperti Gambar 1
dibawah ini. Parameter las yang digunakan sebagai berikut : filler ER.308 diameter 0,8 mm, arus
(I) 100 Amper, tegangan (E) 19 Volt, masukan Panas (q) 1 kJ/mm, kecepatan (V) 2 mm/s dengan
gas pelindung Argon. pemanasan dimasukkan dalam oven pemanas listrik diberikan setelah
selesai pengelasan dengan variasi temperatur 550oC dan 650oC selama 3 jam.
Gambar 2 memperlihatkan proses PWHT yang meliputi pemanasan pada suhu 5500C dan 6500C
dan ditahan pada suhu tersebut sampai 3 jam dan diikuti dengan pendinginan dalam dapur
( furnance coold ).
B. PEMBAHASAN (keterkaitan antara riset dengan kajian teori)
Pada buku ke pertama itu dijelaskan tentang 2 tingkatan las, yang di bagi dalam 2
kategori utama, 1. Las lebur dan 2. Las padat. Pengelasan lebur menggunakan panas untuk
melebur permukaan yang akan disambung, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan
yang lain tanpa logam pengisi. Pengelasan padat proses penyambungannya menggunakan panas
dan/atau tekanan, tetapi tidak terjadi peleburan pada logam dasar dan tanpa penambahan logam
pengisi., dan juga pada buku pertama membahas tentang elemen-elemn yang terdapat pada
elektroda dan juga aturan tegangan arus listrik yang dalam melas busur.
Dari buku kedua ini di jelaskan bahwa Pengelasan adalah suatu proses penyambungan
logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan, atau dapat
didefinisikan sebagai akibat dari metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara
atom. Juga dibahas tentang teknik pengelasan, baik itu pada posisi dalam mengelas dan juga
posisi tekanan elektroda serta aturan pada tegangan busur las, besaran arus listrik dan polaritas
arus listrik.
Nah jadi, Keterkaitan antara kajian teori dengan hasil riset dari beberapa artikel diatas
adalah, bahwa suatu proses pengelasan untuk mendapat hasil baik, dan juga untuk mendapatkan
kekerasan las yang kuat itu terdapat pada pola gerakan elektroda yang memberikan pengaruh
pada hasil kekerasan, dimana pola U memberikan hasil kekerasan lebih besar daripada pola
melingkar dan pola zig-zag, dan juga tegangan kuat arus listrik saat melakukan proses
pengelasan yang mana ini juga berpengaruh pada hasil lasan nya nanti, apakah baik atau cacat.
Keterkaitan nya pun juga terdapat pada elektroda yang untuk menghindari terjadinya endapan
(precipitation) karbida krom diantara batas butir austenit karena pendinginan lambat maka harus
memilih elektroda yang kandungan karbon nya rendah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelasan adalah ikatan pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Berdasarkan cara kerjanya klasifikasi pengelasan dapat dibagi
dalam tiga kelas utama yaitu : pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Dan teknik
pengelasan merupakan suatu teknik pengelasan yang menggunakan arus listrik berbentuk busur
arus dan elektroda berselaput. Di dalam pengelasan terjadi gas penyelimut ketika elektroda
terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini tidak diperlukan tekanan/pressure gas inert
untukmengusir oksigen atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung
di dalam hasil las-lasan. Proses pengelasan terjadi karena arus listrik yang mengalir diantara
elektroda dan bahan las membentuk panas sehingga dapat mencapai 3000 oC, sehingga membuat
elektroda dan bahan yang akan dilas mencair.
B. Saran
1. Prosedur pengelasan harus lebih diperhatikan agar hasil pengelasan baik dan tidak mengalami
retak terutama pengaturan kecepatan pengelasan sebaiknya lebih rendah.
2. Pengawasan pada saat proses pengelasan perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
kesalahan prosedur pada proses pengelasan tersebut.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang perlakuan panas baik sebelum pengelasan (preheat)
atau sesudah pengelasan (PWHT / Post Weld Heat Treatment) untuk memperbaiki kekuatan
sambungan las.
DAFTAR PUSTAKA
2. Wiryo Sumarto, H. Okumura, T., Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta,2000
journal2.um.ac.id/index.php/jurnal-teknik-mesin/article/download/.
http://jurnalteknik.janabadra.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/Jurnal-Juli-2009Sukamto.pdf
http://unmermadiun.ac.id/repository_jurnal_penelitian/Jurnal%20Agritek/Jurnal%20Agri-tek
%202010/Maret/_9_%20Suryono.pdf
http://repository.akprind.ac.id/sites/files/conference-proceedings/2012/undefined_14380.pdf