Anda di halaman 1dari 41

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Furnace merupakan salah satu alat critical yang digunakan untuk

memanaskan feed sebelum memasuki kolom fractionator yang bertujuan untuk

proses fraksinasi. Suhu feed sebelum masuk pada kolom fractionator harus dijaga

pada suhunya, oleh karena itu kinerja furnace harus dipertahankan agar suhu feed

fractionator berada pada kondisi stabil. Keandalan peralatan mempunyai peranan

penting pada proses ini. Selain itu hal penting lainnya yang juga harus diperhatikan

adalah faktor safety dari furnace itu sendiri. Kegagalan pada system pengaman

biasanya terjadi akibat system failure pada Emergency Shutdown System (ESD

System) yaitu terjadi kerusakan pada salah satu komponen penyusunnya atau karena

system sudah tidak layak untuk digunakan. Hal itu berarti tidak memenuhi kategori

fault tolerant yang memperbolehkan salah satu komponen penyusun mengalami

kerusakan tanpa mengganggu proses operasional. Untuk sistem pengaman sendiri

biasanya menggunakan relay, PLC, ataupun microprocessor yang mana akan kontak

apabila terjadi kegagalan sehingga memerintahkan solenoid untuk membuka atau

menutup aliran valve.

Penggunaan PLC sebagai sistem pengaman furnance merupakan pilihan yang

tepat. Hal ini didasari beberapa alasan seperti kecepatan operasi scan time yang

sangat cepat dalam hitungan millisecond, memiliki jumlah kontak yang cukup

1
banyak, memudahkan pada saat maintenance sistem pengaman dan masih banyak lagi

kelebihan dari PLC.

1.2. Perumusan Masalah

Berikut adalah rumusan-rumusan masalah yang muncul dari latar belakang yang

tertera di atas:

1. Mengapa diperlukan suatu sistem pengaman di Furnance tersebut ?

2. Apa saja peralatan – peralatan sistim pengaman yang menunjang kerja

Furnance ?

3. Mengapa perlu dilakukan upgrading Emergency Shutdown System (ESD

System) pengaman pada furnance tersebut?

4. Tahapan apa saja yang harus dilakukan dalam melakukan upgrading

Emergency Shutdown System (ESD System) pada furnance?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui pembuatan proposal

skripsi bagi mahasiswa PEM Akamigas Program Studi Teknik Instrumentasi Kilang,

antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui peralatan – peralatan instrumentasi dalam sistem pengaman pada

furnance.

2. Mengetahui langkah – langkah dalam melakukan upgrading Emergency

Shutdown System (ESD System) pada furnance.

2
1.4. Batasan Masalah

Penulisan skripsi ini akan membahas pada upgrading Emergency Shutdown

System (ESD System) di furnance. Adapun batasan yang ada dalam tulisan ini adalah:

1. Pemahaman cara kerja peralatan – peralatan instrumentasi pada safeguarding

system di furnance.

2. Merancang Ladder Diagram sebagai bahasa pemrograman PLC dalam sistem

Emergency Shutdown System (ESD System).

3. Melakukan tinjauan Safety Integrated Level pada safeguarding system

furnance.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Instrumentasi

Instrumentasi adalah seperangkat alat instrument yang digunakan untuk

mengontrol, mengukur, menunjukkan, dan menghitung nilai suatu variabel proses

agar besaran proses tersebut berada dalam batas daerah tertentu yang diinginkan (set

point). Adapun besaran proses yang dapat dideteksi, diukur, dan dikendalikan oleh

instrument antara lain:

a. Tekanan ( Pressure )

b. Aliran ( Flow )

c. Suhu ( Temperature )

d. Tinggi permukaan ( Level )

Adapun fungsi instrumentasi dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan sebagai

berikut:

1. Sebagai Alat Ukur

Instrumentasi sebagai alat ukur adalah untuk merubah besaran fisis atau variabel

proses ke dalam bentuk satuan yang dapat diamati, dimengerti, sehingga dapat

dimanfaatkan untuk keperluan data pengukuran/monitoring maupun untuk analisa.

2. Sebagai Alat Pengendali

Instrumenstasi sebagai alat pengendali yaitu berfungsi mengendalikan jalannya

operasi agar variabel proses yang sedang diukur dapat diatur dan dikendalikan, tetap

pada nilai yang ditentukan (set point).

4
3. Sebagai Alat Pengaman

Instrumentasi memberikan tanda bahaya atau tanda gangguan apabila terjadi

gangguan atau kondisi yang tidak normal yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya

suatu peralatan pada suatu proses apabila gangguan tersebut tidak teratasi dalam

waktu tertentu.

4. Sebagai Alat Analisa

Instrumen berfungsi sebagai alat untuk menganalisa produk yang dikelola, apakah

sudah memenuhi spesifikasi sperti yang diinginkan atau sesuai dengan standar.

Misalkan untuk mengetahui polusi dari hasil buangan sisa produksi yang diproses

agar tidak membahayakan dan merusak lingkungan

2.2 Furnace

Dalam industri pengolahan minyak bumi salah satu peralatan untuk

memanaskan fluida yaitu furnace. Alat ini bisa disebut heater atau sering disebut

fired heater (dalam bahasa sehari-hari disebut dapur), adalah suatu peralatan yang

digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber panas yang

berasal dari proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan

secara terkendali di dalam burner. Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh

kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada proses berikutnya dalam suatu peralatan

yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung optimal, maka tube furnace

dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari

5
pembakaran dapat dimanfaatkan. Terdapat berbagai jenis furnace yang umum

digunakan di industri antara lain box, silinder dan cabin.

2.2.1 Komponen Utama Furnace

Beberapa komponen penyusun furnace secara umum antara lain:

a. Tube bundle

Merupakan rangkaian tube dapur yang berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan

fluida yang dipanaskan. Rangkaian tube biasanya terbuat dari pipa lurus, tanpa

sambungan yang disusun paralel dan antara satu dengan yang lain dihubungkan

dengan 180° return bend yang disambung pada pipa atau sambungan khusus yang

disebut plug header. Tube yang dipergunakan harus tahan terhadap suhu dan tekanan

operasi tertentu sehingga tidak terjadi perubahan bentuk dan mempunyai daya hantar

panas yang tinggi.

b. Tube support

Tube support berfungsi untuk menahan tube agar tidak melengkung akibat panas

pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan

terhadap flue gas, oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan

memiliki ketahanan panas mekanis yang baik.

c. Dinding dapur

Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refractory yang

berfungsi sebagai penahan dan pemantul panas, lapis ke dua berupa susunan batu

tahan api yang berfungsi selain untuk tempat melekatnya refractory juga sebagai

isolator, lapis ke tiga berupa glass wool berfungsi sebagai isolator, lapis ke empat

6
berupa plat baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur dari udara luar dan juga

sebagai rangka furnace.

d. Air register

Pelat berlubang yang berfungsi untuk mengatur masuknya udara pembakaran pada

tiap-tiap burner.

e. Pilot burner

Burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi. Ini juga

menjadi perhatian terkait process safety.

f. Burner

Berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan

udara.

g. Peep hole

Berfungsi untuk mengamati bentuk dan warna api (flame patern) dari masing-masing

burner.

h. Snuffing steam

Pipa tempat mengalirkan steam yang berfungsi untuk mengusir (purging) gas-gas sisa

dari dalam ruang pembakaran furnace sebelum dilakukan penyalaan api awal, untuk

mematikan api apabila terjadi kebakaran di dalam dapur dan membantu menciptakan

tarikan udara (draft) di dalam dapur.

i. Explotion door

Berfungsi sebagai pengaman terhadap furnace apabila terjadi tekanan lebih di dalam

ruangan furnace.

7
j. Stack damper

Katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran gas hasil

pembakaran yang keluar melewati stack, agar tekanan di dalam furnace lebih rendah

dibandingkan dengan tekanan di luar furnace.

k. Shoot blower

Peralatan yang berfungsi untuk membersihkan endapan jelaga di daerah konveksi

agar tidak menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray

steam atau udara yang ditembakkan ke pipa konveksi.

2.2.2 Sistem Pengaman Furnace

Untuk sistem pengaman pada furnance ada beberapa variabel proses yang dijaga

atau dikendalikan agar sistem di furnance bekerja sesuai dengan range kerjanya

sehingga menciptakan kondisi kerja yang aman. Sistem pengaman sendiri nantinya

akan memberitahukan kepada operator yang bertugas melalui nilai indikator yang ada

pada control room atau pengukuran di lapangan.

Apabila nilai tersebut melebihi batas atas maupun bawah dari set point, maka

akan muncul alarm (final element) berupa horn dan light pada tampilan Human

Machine Interface (HMI) di control room yang mengindikasikan telah terjadi

permasalahan pada furnance, sehingga operator dituntut untuk segera mencari

permasalahannya dan segera melakukan perbaikan bersama pekerja maintenance

area. Apabila pemasalahan tersebut tidak segera diperbaiki dan nilai variabel proses

terus berada pada nilai batas paling atas atau batas paling bawah maka sistem

pengaman akan otomatis mematikan (shutdown) furnance tersebut.

8
Fungsi shutdown (trip) tersebut sebagai upaya lanjutan atas pencegahan

kerusakan alat dan timbulnya bahaya yang lebih besar. Pada dasarnya sistem

pengaman yang digunakan pada furnance menggunakan PLC sebagai pengendalinya

dan memiliki sensing element yang beragam. Variabel-variabel sistem pengaman

yang dapat membuat trip pada furnance diantaranya sebagai berikut:

a. Low-low pressure fuel gas

b. Low-low flow feed

c. Low-low flow steam to desuperheater

d. High-high pressure overhead

e. Low-low pressure atomizing steam

f. Kondisi abnormal (pipa pecah, kebakaran, kebocoran fluida, over pressure cabin

dan lain-lain).

Oleh karena itu, untuk mengamankan kondisi tersebut diperlukan system pengaman

otomatis (baik itu mekanis maupun elektris).

2.3 Peralatan – peralatan Sistem Pengaman

Peralatan-peralatan dalam sistem pengaman terdiri dari beberapa komponen

instrumentasi yang saling berintearaksi untuk mengamankan furnance apabila terjadi

kondisi operasi tidak normal atau berbahaya, Peralatan instrument yang membentuk

suatu sistem pengaman tersebut antara lain:

9
2.3.1 Transmitter

Transmitter adalah individual instrument yang berfungsi mengukur nilai variabel

proses untuk selanjutnya mentransmisikan sinyal output yang sebanding dengan arus

listrik searah 4-20 mA, tegangan 1-5 V atau signal pneumatic 3-15 psi atau 0,2-1

kg/cm² ke controller untuk dibandingkan dengan set point. Besaran proses biasanya

dinyatakan dalam bentuk prosentase yaitu 0% - 100% dari besaran range pengukuran.

Gambar 2.1 Transmitter

2.3.2 Solenoid valve

Solenoid valve adalah gabungan dari dua unit fungsi dasar yaitu sebuah

solenoid (electro magnet) dengan plunger-nya (core/coil) dan sebuah valve yang

mengandung orifice didalam disc atau plug yang berfungsi untuk menghentikan atau

melewatkan suatu aliran, valve dibuka atau ditutup oleh gerakan plunger magnetic

(core/coil) saling tolak menolak yang dialiri ke solenoid-nya ketika solenoid dalam

keadaan energized, maka air supply masuk dan akan membuka valve. Sebaliknya bila

10
keadaan de-energized air supply akan membalik dan akan membuang angin ke

saluran pembuangan/venting yang ditunjukkan gambar 2.2:

Gambar 2.2 Solenoid Valve

2.3.3 Shutdown Valve

Shutdown valve merupakan valve yang hanya memiliki dua aksi, buka valve

atau tutup valve. Dalam dunia industri yang berhubungan dengan aliran fluida, alat ini

digunakan sebagai pengontrol sistem, ataupun pencegah bahaya yang akan timbul

pada kondisi ekstrim. Sinyal yang diberikan pada shutdown valve merupakan sinyal

digital, dimana logika 1=”tutup”, dan logika 0=”buka”, atau sebaliknya tergantung

setting perintah yang diberikan pada sistem kontrol atau sistem keamanan. Untuk

menggerakkan valve ini sendiri, seperti kebanyakan valve-valve lainnya, digunakan

aktuator baik itu motor aktuator, diaphragma, piston, ataupun aktuator lainnya.

Namun ketika sistem mekanis actuator membutuhkan daya yang cukup besar dan

butuh waktu yang cepat, kebanyakan menggunakan diaphragma, atau piston yang

11
keduanya merupakan pneumatic actuator. Seperti yang ditunjukkan gambar 2.3 di

bawah ini:

Gambar 2.3 Shutdown Valve

2.3.4 Handswitch

Hand switch dapat digunakan oleh operator sistem pengaman untuk sewaktu-

waktu diperlukan untuk keadaan darurat (Emergency Shut down) atau sebagai by pass

switch (bila ada perbaikan pada salah satu instrumentasi sistem pengaman tersebut).

Alat ini ditempatkan pada control room dan ada juga yang dilapangan.

2.3.5 Alarm

Alarm dibagi menjadi 2 (dua) Audible dan Visible. Audible adalah bunyi-bunyian

yang bisa didengarkan sedangkan visible adalah cahaya (lampu) yang bisa dilihat

mata. Alarm atau lampu indikator dipasang terutama karena pertimbangan safety,

untuk memberitahukan kepada operator atau memberikan informasi secepatnya

kepada operator, sehingga dapat melakukan tindakan korektif secara lebih cepat.

12
2.4 Programmable Logic Control ( PLC )

PLC (Programmable Logic Control) merupakan suatu peralatan control yang

tercipta dari hasil perpaduan antara teknologi komputer “solid–state” dan “traditional

sequence controller“ kontrol manual. Secara khusus PLC adalah komputer yang

dirancang khusus untuk mengoperasikan suatu masalah tertentu yang berhubungan

dengan pengontrolan atau pengendalian dan masalah kerja mesin atau proses dalam

suatu industri.

Menurut NEMA (National Electrical Manufacturesers Association) PLC

(Programmable Logic Control) adalah suatu peralatan listrik yang beroperasi digital

dengan menggunakan programmable memory untuk penyimpanan instruksi-instruksi

internal sebagai pengganti kerja dari peralatan yang mempunyai fungsi spesifik,

seperti logic, sequence, timer, counter, dan aritmatichs, untuk mengontrol kerja dari

mesin-mesin atau proses, melalui modul input output secara analog– digital.

Pada dasarnya PLC mempunyai fungsi untuk menggantikan kerja relay–relay

mekanik dan timer, PLC juga dapat melakukan operasi-operasi aritmatik,

mengkonversikan data analog ke digital atau dari digital ke analog, membandingkan

data dan dapat menyelesaikan masalah-masalah control yang bersifat kompleks. PLC

beroperasi dengan cara memeriksa input dari sebuah proses untuk mengetahui

statusnya, kemudian sinyal input ini diproses berdasarkan instruksi logika yang telah

diprogram dalam memori. Adapun keuntungan dengan menggunakan PLC sebagai

berikut:

1. Lebih mudah dalam pemrograman dan modifikasi sistem.

13
2. Lebih mudah melakukan pelacakan apabila terjadi gangguan sistem.

3. Lebih mudah dalam melakukan perawatan dan maintenance secara rutin.

2.4.1 Komponen Utama PLC

PLC memiliki beberapa komponen utama dalam menyusun sistem

pengendalian. Berikut ini adalah komponen komponen penyusunya:

a. CPU ( Central Processing Unit )

Merupakan otak dari PLC yang mengerjakan berbagai operasi, antara lain

mengeksekusi program, menyimpan dan mengambil data dari memori, membaca

kondisi/nilai input serta mengatur nilai output, memeriksa adanya kerusakan (self-

diagnosis), serta melakukan komunikasi dengan perangkat lain.

b. Input Modul

Merupakan bagian PLC yang berhubungan dengan perangkat luar yang

memberikan masukan kepada CPU. Perangkat luar input dapat berupa push button,

switch, sensor atau piranti lain.

c. Output Modul

Merupakan bagian PLC yang berhubungan dengan perangkat luar yang

memberikan keluaran dari CPU. Perangkat luar output dapat berupa lampu, katub

(valve), motor dan perangkat – perangkat lain.

d. Memori

Merupakan tempat untuk menyimpan program dan data yang akan dijalankan dan

diolah oleh CPU. Dalam memori PLC terdiri atas memori program untuk

14
menyimpan program yang akan dieksekusi, memori data untuk menyimpan nilai-

nilai hasil operasi CPU, nilai timer dan counter, serta memori yang menyimpan

nilai kondisi input dan output.

e. Fasilitas Komunikasi

Membantu CPU dalam melakukan pertukaran data dengan perangkat lain,

termasuk juga berkomunikasi dengan komputer untuk melakukan pemrograman

dan monitoring.

f. Power Supply

Berfungsi untuk memberikan sumber tegangan kepada semua komponen dalam

PLC. Biasanya sumber tegangan PLC adalah 220 V AC atau 24 DC.

2.4.2 Bahasa Pemrograman PLC

Dalam melakukan pemrograman PLC diperlukan bahasa pemrograman standar

yang digunakan pada PLC. Beberapa bahasa pemrograman PLC, Menurut

International Electrotechnical Commission (IEC) Standar IEC-61131-3 dikenal 5

bahasa pemrograman PLC, yaitu :

1. Instruction List (IL)

Rangkaian instruksi bahasa tingkat rendah berdasarkan atas mnemonics yang

sering digunakan untuk perintah utama PLC.

2. Function Block Diagram (FBD)

Function block diagram adalah suatu fungsi-fungsi logika yang

disederhanakan dalam gambar blok dan dapat dihubungkan dalam suatu

15
fungsi atau digabungkan dengan fungsi blok lain. Pada dasarnya, terdapat 3

macam blok fungsi logic, yaitu: AND, OR dan NOT (INVERSE). Sedangkan

fungsi logic lainnya dapat dibangun dengan mengkombinasikan ketiga fungsi

logika dasar tersebut. Function Blok Diagram mampu menggantikan ribuan

baris dari Structure Text Ptogram. FBD dikenalkan oleh standar IEC 61131- 3

untuk mengatasi kelamahan yang ada pada Structure Text dan Ladder

Diagram. Function Block Diagram adalah program yang dibangun dengan

menghubungkan beberapa fungsi dan blok fungsi yang menghasilkan satu

blok yang menjadi masukan untuk selanjutnya.

Tabel 2.1 Fungsi Logic Function Block Diagram

3. Ladder Diagram (LD)

Bahasa pemrograman yang yang dibuat dari persamaan fungsi logika dan

fungsi-fungsi lain berupa pemrosesan data atau fungsi waktu dan pencacahan.

Ladder diagram terdiri dari susunan kontak-kontak dalam satu grup perintah

secara horizontal dari kiri ke kanan, dan terdiri dari banyak grup perintah

16
secara vertikal. Contoh dari ladder diagram ini adalah kontak normally open,

kontak normaly close, output coil, pemindahan data. Garis vertikal paling kiri

dan paling kanan diasumsikan sebagai fungsi tegangan, bila fungsi dari group

perintah yang menghubungkan 2 garis vertikal tersebut maka rangkaian

perintah akan bekerja. Program Ladder Diagram mempunyai 2 rang (garis

vertikal), dengan instruksi input di sebelah kiri dan instruksi output di sebelah

kanan. Penggunaan bahasa pemrograman Ladder Diagram sangat sering

digunakan baik di dunia perkuliahan maupun di dunia industri (manufacture

industires, paper industries, oil and gas company).

Gambar 2.4 Contoh Ladder Diagram

4. Sequential Function Chart (SFC)

Bahasa program yang dibuat dan disimpan dalam chart. Bagian-bagian chart

memiliki fungsi urutan langkah, transisi dan percabangan. Tiap langkah

memiliki status proses dan bisa terdiri dari struktur yang berurutan. Semua

bahasa pemrograman tersebut dibuat berdasarkan proses sekuensial yang

17
terjadi dalam sistem yang dikendalikan. Semua instruksi dalam program akan

dieksekusi oleh modul CPU, dan penulisan program itu bisa dilakukan pada

keadaan online maupun offline.

5. Structured Text (ST)

Structured Text merupakan bahasa tingkat tinggi yang dapat memproses

sistem logika ataupun algoritma dan memungkinkan pemrosesan sistem lain.

Perintah umumnya menggunakan if, then, else dan lain-lain.

2.5 Tahapan Upgrading Safeguard Furnance

Dalam skripsi ini proses upgrading terabagi menjadi dua bagian dalam

upgrading Emergency Shutdown System (ESD System) pada furnance. Yakni tahapan

upgrading dari segi safetynya dan tahapan upgrading dari segi instrumentasinya.

2.5.1. Tahapan Upgrading Emergency Shutdown System (ESD System) furnance

dari Sisi Safety

Dalam skripsi ini proses upgrading yang pertama merupakan tahapan upgrading

dari sisi safetynya yakni melakukan Fault Tree Analysis (FTA) dan Safety Integrity

Level (SIL) berdasarkan standar IEC 61508 dan IEC 61511. Selain dua standar

tersebut dalam skripsi ini, proses Upgrading juga mengacu pada Standar

Internasional lainnya. Standar Internasional yang digunakan adalah standar IEC

(Intenational Electrotechical Commision) serta ISA (International Society of

Automation), dimana pada standar ini berisi standar - standar instrumentasi untuk

18
Safety Instrumented System (SIS) atau yang lebih dikenal Basic Proses Control

System (BPCS) .

1. IEC 61508 : Functional safety of electrical / electronic / programmable

electronic safety-related systems. (safety instrumented

system/SIS) – Part 1 to 7.

Menjelaskan tentang standar standar yang digunakan pada safety

intstrument system.

2. IEC 61511 : Functional safety – Safety Instrumented System for the

Process industry sector – Part 1 to 3.

Menjelaskan tentang prosedur yang benar mengenai langkah –

langkah upgrading di suatu proses industri dengan

mempertimbangkan fungsi safety yang akan di terapkan.

3. IEC 61131-2 : Programming Industrial Automatic System.

a. Digital - Gates, Flip-Flops, Bit Manipulations

b. Analog - Filters, Scaling, Analog Gates, Max/Min

c. Math - Integer/Floating Point, SIN, COS, Log

d. Process Control - PID, TOD

e. Ladder Logic - Contacts, Coils, Timers

f. Flow Chart - Process, Decision, Synchronize

Menjelaskan tentang peralatan yang berhubungan dengan

pemrograman safety system pada PLC.

4. IEC 60332-3 : Test of The Fire Behaviour On Bunched Cables (Reduced

19
flame propagation).

Menjelaskan tentang pemilihan kabel yang sesuai dengan

mempertimbangkan faktor perambatan api ketika kabel mengalami

kebakaran.

5. ISA-5.1-2009 : Instrumentation Symbol and Identification

Menjelaskan tentang identifikasi dan simbol – simbol tentang

instrumentasi yang digunakan P&ID dan PFD.

6. ISA-20-1981 : Specification Forms for Process Measurement and Control

Instruments, Primary Elements, and Control Valves

Menjelaskan tentang standar kriteria peralatan instrumen yang

digunakan dalam pengukuran proses dan sistem pengendalian.

International Electrotechnical Commission (IEC) adalah organisasi internasional

yang didirikan pada tahun 1906 yang bertugas sebagai penyusunan dan penerbitan

Standar Internasional di bidang “electrotechnology“. Standar ini berlaku untuk

semua teknologi listrik, elektronik, dan yang terkait dengannya. Standar tersebut

mengatur bagaimana merancang dan menerapkan penggunaan alat alat instrumen

baik itu berbasis elektrik sebagai komponen safety system terhadap proses yang ada

di industri.

20
Gambar 2.5 Cakupan Standar IEC 61511 dan 61508 EN

2.5.1.1 Safety Instrumented System (SIS)

Safety Instrumented System (SIS) memiliki nama lain yaitu shutdown system /

Emergency Shutdown System (ESD system) / High Integrity Protection System

(HIPS). Definisi Safety Instrumented System (SIS) sesuai standard ISA S84

merupakan peralatan / sistem yang dirancang untuk memonitor kondisi berbahaya

dalam suatu plant dan melakukan aksi apabila terjadi kondisi berbahaya atau kondisi

dimana jika tidak dilakukan aksi maka akan menimbulkan bahaya. Peralatan / sistem

ini akan menghasilkan output yang akan mencegah bahaya ataupun mengurangi

akibatnya.

21
SIS dapat dibagi menjadi tiga subsistem yaitu input elements, logic solver, dan

final elements. Input element digunakan untuk mendeteksi pemicu kejadian

berbahaya, logic solver berfungsi untuk memutuskan apa yang harus dilakukan, dan

final element berfungsi untuk melaksanakan aksi sesuai dengan keputusan. SIS

sendiri terdiri dari satu atau lebih dari SIF (Safety Instrumented System). Berikut ini

adalah tingkatan dari Safety Instrumented System (SIS).

Gambar 2.6 Tingkatan Safety Instrumented System (SIS)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6, Safety Instrumented System bekerja

pada tingkat safety layer. Tingkat safety layer merupakan tingkat terakhir sebelum

terjadi kejadian berbahaya yang tidak diinginkan. Ada beberapa tingkatan sebelum

22
tingkat safety layer, yaitu process control layer ketika kondisi normal dan process

control layer ketika kondisi tidak normal dan dilakukan process shutdown. Pada saat

proses berjalan normal sistem pengaman tidak bekerja namun yang bekerja adalah

sistem kontrol. Ketika proses mulai berjalan tidak normal dan menyebabkan process

alarm aktif, maka sistem kontrol akan memulai menjalankan process shutdown agar

proses yang berjalan tidak normal tersebut dapat diatasi. Namun jika process

shutdown tidak mampu mengatasinya dan menyebabkan proses terus berjalan tidak

normal yang kemudian menyebabkan trip alarm aktif, maka pengendalian akan

berpindah dari sistem kontrol ke sistem pengaman, dimana sistem pengaman akan

bertugas untuk mencegah agar proses yang tidak normal tidak menyebabkan kejadian

berbahaya yang tidak diinginkan dengan cara melakukan emergency shutdown.

Sistem pengaman harus segera bereaksi ketika trip alarm aktif, karena jika sistem

pengalaman lambat maka kejadian berbahaya tidak diinginkan akan terjadi.

Gambar 2.7 Hubungan Sistem Control dengan Sistem Pengaman

23
Pada gambar 2.7 diatas merupakan contoh hubungan antara sistem kontrol

dengan sistem pengaman. Pada gambar ditunjukkan bahwa pada kondisi normal,

maka BPCS yang akan aktif, namun jika proses mengalami kegagalan maka sistem

proteksi akan aktif secara bertahap untuk memastikan agar kegagalan proses tidak

menyebabkan kejadian yang berbahaya. Dari gambar 2.6 dan 2.7 dapat diketahui

bahwa sistem kontrol dan sistem pengaman bekerja sama dalam menjaga keamanan

proses

2.5.1.2 Safety Instrumented Function (SIF)

Safety Instrumented Function (SIF) adalah sebuah fungsi yang diterapkan dan

diimplementasikan oleh Safety Instrumented System (SIS) yang ditujukan untuk

mencapai atau menjaga kondisi aman proses dengan mengacu pada sebuah kejadian

berbahaya (hazardous) yang spesifik. Jadi SIS ini nantinya akan terdapat banyak SIF.

Sedangkan sebuah SIF sendiri terdiri dari berbagai tingkatan Safety Integrity Level

(SIL). Setiap SIF juga dapat mempunyai arsitektur yang sama atau pun berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut adalah tabel Safety Instrumented

Function (SIF).

24
Tabel 2.2 Tabel SIF

No Vote Keterangan
1 1oo1 one out of one, terdapat 1 keluaran dari 1 SIF
2 1oo2 one out of two, terdapat 1 keluaran dari 2 SIF
3 1oo3 one out of three, terdapat 1 keluaran dari 3 SIF
4 2oo2 two out of two, terdapat 2 keluaran dari 2 SIF
5 2oo3 two out of three, terdapat 2 keluaran dari 3 SIF
6 2oo4 two out of four, terdapat 2 keluaran dari 4 SIF

2.5.1.3 Safety Integrated Level

Safety Integrity Level (SIL) adalah tingkat relatif pengurangan risiko yang

disediakan oleh fungsi keamanan dari sebuah alat instrumen dan proses untuk

menentukan tingkat target pengurangan risiko. SIL merupakan pengukuran kinerja

yang diperlukan untuk Safety Instrumented System (SIS). SIL sendiri adalah angka

target untuk PFD (Probability Failure on Demand) dari suatu SIF (Safety

Instrumented Function). SIL adalah nilai ukur dari performansi Safety Instrumented

System (SIS) yang hanya dihubungkan dengan device yang mengkonfigurasi SIS.

Sedangkan SIS terdiri dari beberapa SIF (Safety Instrumented Function). Masing-

masing SIF terdiri dari input device (sensor), logic solver, dan output device (Final

Control Element). SIL bukanlah nilai ukuran dari frekuensi kejadian, tetapi SIL

didefinisikan sebagai probabilitas dari SIS untuk gagal ketika ada permintaan

(PFD/Probability Failure on demand). Permintaan ini terjadi ketika proses mencapai

kondisi trip dan menyebabkan SIS untuk melakukan tindakan keamanan. Ada empat

derajat SIL yang terdapat pada standar- standar tersebut meliputi SIL1, SIL 2, SIL 3,

dan SIL 4. Semakin tinggi nilai SIL semakin tinggi ketersediaan fungsi safety nya.

25
Tabel 2.3 Probability Failure

Probabilities of Failure
Safety Integrity Mode of operation – on Mode of operation –
System demand (average continuous (probability of
probability of failure to dangerous failure per hour)
perform its design function
upon demand)
4  10⁻⁵ to < 10⁻⁴  10⁻⁹ to < 10⁻⁸
3  10⁻⁴ to < 10⁻³  10⁻⁸ to < 10⁻⁷
2  10⁻³ to < 10⁻²  10⁻⁷ to < 10⁻⁶
1  10⁻² to < 10⁻¹  10⁻⁶ to < 10⁻⁵

2.5.1.4 Proses Safety Management

Process Safety Management (PSM) merupakan sistem manajemen yang

terintegrasi untuk mengendalikan risiko yang muncul dari bahan kimia berbahaya

yang dihasilkan oleh proses operasi dengan menerapkan prinsip-prinsip desain yang

baik, rekayasa dan prosedur-prosedur operasi yang tepat. PSM berhubungan dengan

pencegahan dan pengendalian insiden yang berpotensi untuk melepaskan energi dan

bahan-bahan berbahaya yang disebabkan oleh kegagalan mekanis, kesalahan

manusia/prosedur, terganggunya proses, dan kejadian non-proses. Salah satu yang

termasuk dalam PSM adalah analisa bahaya proses. Suatu proses analisa yang

digunakan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengelola potensi bahaya

proses. Analisa bahaya harus dilakukan secara tepat untuk memperkecil risiko dan

konsekuensi kecelakaan akibat proses. Hasil analisa merupakan informasi yang

penting untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah diidentifikasi dan dianalisa.

Analisa bahaya proses tergantung pada pertimbangan yang tepat dari tim yang

26
menganalisa bahaya tersebut. Asumsiasumsi yang dibuat selama analisa tersebut

harus didokumentasikan dan dipahami oleh tim yang menganalisa dan pengkaji

(reviewer) kemudian disimpan sebagai data pada analisa bahaya proses selanjutnya.

Metode analisa bahaya proses yang digunakan dapat menggunakan satu atau lebih

metode berikut yang sesuai untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi bahaya proses

yang akan dianalisis. Dalam menentukan Safety Integrity Level yang akan menjadin

dasar dalam perancangan Emergency Shutdown System juga menggunakan salah satu

metode dari tabel tersebut.

No Metode Deskripsi
1 What-If Analysis Teknik untuk
memperkirakan bahaya
yang
timbul dalam proses
operasi

2 Check List Daftar periksa pertanyaan


yang dapat
mengungkap kemungkinan
bahaya dalam
proses
3 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Teknik memeriksa pola
kegagalan
komponen dan akibtnya

4 Fault Tree Analysis (FTA) Teknik analisis dengan


merumuskan
rangkaian penyebab suatu
kejadian dalam
bentuk pohon logika

5 5. Hazard and Operability Teknik analisis yang


Study (Hazops) didasarkan pemikiran
bahwa bahaya hanya dapat
muncul bila

27
terjadi penyimpangan
terhadap standar

6 Pre-Hazard Analysis Metode identifikasi bahaya


(PHA) yang diterapkan
pada tahap perancangan
sistem

Tabel 2.4 Metode Analisis Bahaya Proses

Elemen lainnya yang dipersyaratkan yaitu keterpaduan mekanis merupakan suatu

program yang berkelanjutan dan terpadu untuk menjaga peralatan proses yang

bersifat critical dapat dioperasikan dengan baik melalui kegiatan perancangan,

fabrikasi, pemeliharaan dan pasca operasi suatu fasilitas yang dilaksanakan sesuai

dengan standar, prosedur dan sistem pengelolaan yang baik. Persyaratan keterpaduan

mekanis harus diterapkan terhadap peralatan salah satunya yaitu Emergency

Shutdown System melalui program peningkatan keandalan teknis.

2.5.2. Tahapan Upgrading Safeguard Furnance Sisi Instrumentasi

Setalah melakukan analisa Safety Integrity Level (SIL) dan Fault Tree Analysis

(FTA) langkah selanjutnya adalah melakukan upgrading dari segi instrumentasinya

yang meliputi beberapa tahapan. Berikut adalah tahapan tahapan tersebut.

1. Tahap Preparation

 Site survey

 Prepare material

 Purchasing shortage material

28
2. Tahap Comissioning Test

1. Perancangan P&ID

2. Perancangan Cause and Effect Table (untuk sistem pengaman)

3. Perancangan Block Diagram

4. Perancangan Instrument Index

5. Perancangan Input Output List

6. Penentuan Design Spesification

2.5.2.1 Perancangan P&ID

Perancangan P&ID untuk proses disesuaikan dengan kondisi aktual dari

kebutuhan dilapangan dan juga mengikuti Standar ISA-5.1-2009: Instrumentation

Symbol and Identification, ISA, North Carolina, USA, 2009 sebagai standar

identifikasi dan simbol.

2.5.2.2 Perancangan Cause and Effect Table

Setelah melakukan perancangan Piping and Instrumentation Diagram,

selanjutnya akan dilakukan perancangan cause and effect table yang sesuai dengan

kondisi sebenarnya dilapangan. Perancangan ini diperlukan untuk mengetahui

penyebab dan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari munculnya sistem alarm

dan sistem trip pada sebuah peralatan industri. Sehingga melalui cause and effect

table dapat dilakukan pemetaan, peralatan apa saja yang menyebabkan alarm dan

trip.

29
2.5.2.3 Perancangan Block Diagram

Berdasarkan P&ID yang telah disusun sebelumnya, langkah selanjutnya adalah

merancang blok diagram. Blok diagram berfungsi sebagai pemetaan antara field

instrument dan sistem pengendaliannya. Karena masing masing field instrument

memiliki jenis yang berbeda beda tergantung kebutuhan, seperti Analog Input (AI),

Analog Ouput (AO), Digital Input (DI), Digital Output (DO). Perancangan blok

diagram juga bertujuan untuk mengetahui wiring diagram dari sistem pengaman dan

sistem pengendalian.

2.5.2.4 Perancangan Instrument Index

Setelah melakukan tinjauan data dari P&ID dan cause and effect table maka

akan didapatkan beberapa peralatan instrument yang termasuk dalam project

upgrading ini. Perancangan Instrument Index diperlukan untuk melakukan pemetaan

peralatan instrument apa saja yang termasuk kedalam project ini. Mulai dari peralatan

instrument analog hingga digital baik itu peralatan input ataupun peralatan output.

2.5.2.5 Identifikasi Input Output List

Sebelum melakukan perancangan logic, terdapat beberapa tahapan yang

dilakukan terlebih dahulu yakni identifikasi tag number yang akan dimasukkan ke

dalam logic PLC untuk menentukan jumlah Analog Input, Analog Output, Diskrit

Input dan Diskrit Output. Input Ouput List didapatkan dari perancangan instrument

index.

30
2.5.2.6 Perancangan Logic PLC

Logic untuk menjalankan sistem pengaman pada kompresor akan dirancang

seusai dengan kebutuhan proses. Perancangan logic yang mengacu pada standar IEC

61131-3 untuk Function Blok Diagram (FBD) maupun dalam bentuk Ladder

Diagram (LD) yang juga mengacu pada standar IEC 61131-3. Penggunaan Ladder

Diagram lebih mudah dalam hal perancangan sistemnya, sedangkan penggunaan

Function Blok Diagram lebih mudah dalam hal analisa program karena menggunakan

prinsip dasar OR, AND, dan NOT.

2.6 Menghitung Kehandalan Peralatan (Reliability)

Reliability adalah kemungkinan/probabilitas dari peralatan atau sistem untuk

berhasil menjalankan fungsi dan tugasnya untuk suatu periode waktu tertentu.

Analisis keandalan dapat membantu untuk menentukan peluang suatu komponen atau

sistem mengalami kegagalan dalam melakukan fungsinya dalam jangka waktu

tertentu. Fungsi keandalan (reliability) dinotasikan sebagai R(t) dari sistem jika

dipakai selama t (satuan waktu). Probabilitas sistem dapat berfungsi dengan baik

selama pemakaian.

(𝑡) = 1 − (𝑡) = 1 − ∫ (𝑡) × 𝑑 𝑑𝑡 … … … … … … … … … … … … . . (2.1)

Dimana:

R(t) = Fungsi Kehandalan

F(t) = Fungsi Distribusi Kegagalan

f(t) = Probabilitas Kegagalan

31
2.6.1 Laju Kegagalan (Failure Rate)
Laju kegagalan (λ) adalah banyaknya kegagalan per satuan waktu. Laju

kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya kegagalan yang

terjadi selama selang waktu tertentu, dengan total waktu operasi komponen,

subsistem, atau sistem. Laju kegagalan secara matematis dirumuskan sebagai berikut.

λ = 𝐹 / 𝑇 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … … (2.2)

Dimana :

F = Banyaknya kegagalan

T = Total waktu operasi

2.6.2 MTTF, MTBF, MTTR


Mean Time Between Failure (MTBF) adalah istilah dalam perhitungan reliability

yang artinya rata - rata waktu peralatan atau komponen dari mulai operasi sampai

dengan mengalami kegagalan. Sedangkan untuk peralatan yang tidak bisa diperbaiki

istilah dalam reliability adalah Mean Time To Failure (MTTF). MTBF juga dapat

dianggap sebagai kombinasi antara MTTF dan waktu perbaikan Mean Time To

Repair (MTTR). Mengingat nilai MTBF biasanya diukur dalam beberapa tahun,

sedangkan nilai MTTR biasanya diukur dalam jam, sehingga dalam skripsi ini

menggunakan MTBF.

32
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam melakukan perancangan sistem proteksi furnance melalui analisis Fault

Tree Analysis (FTA) dan safety integrity level (SIL), terdapat berbagai objek yang

saling terkait, yaitu :

1. Alur proses kerja furnance

2. Peralatan – peralatan system pengaman pada furnance

3. Analisis Fault Tree Analysis (FTA) dan safety integrity level (SIL) pada

sistem proteksi furnance

4. Menentukan sasaran safety integrity level (SIL) pada desiain perancangan

sistem proteksi furnance yang baru

5. Perancangan Sistem proteksi berbasis programmable logic controller (PLC)

berupa ladder diagram

Besaran nilai investasi saat dilakukannya perancangan sistem proteksi pada furnace

melalui analisis Fault Tree Analysis (FTA) dan safety integrity level (SIL)

33
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian skripsi ini dilakukan di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit

III Plaju, Sumatera Selatan. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) di bidang EPC (Engineering, Procurement, Construction).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian skripsi ini mulai dilakukan pada tanggal 10 Desember 2019 hingga 31

January 2020. Adapun rancangan kegiatan untuk penelitian skripsi ini sebagai berikut

Tabel 3.1. Timeline Penelitian Skripsi

No Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan


Minggu Minggu Minggu ke Minggu ke Minggu
ke 1 ke 2 3 dan 4 5 dan 6 ke 7
1 Masa Orientasi
Studi Kasus
2 Objek Penelitian
Pengumpulan
3 Data
Penyusunan
4 Laporan
Evaluasi dan
5 Penutupan

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, terdapat beberapa metode yang akan digunakan

dalam teknik pengumpulan data antara lain :

34
1. Studi Literatur dan Dokumen

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai data dari

dokumen dan literatur sebagai bahan analisis dari penulis dalam menyusun skripsi.

Adapun literatur ini terdiri atas jurnal, handbook, datasheet, instrument standard

(ISA dan ANSI), dan berbagai literatur dan dokumen lainnya.

2. Wawancara (Interview)

Teknik pengumpulan daa ini dilakukan melalui tanya jawab langsung terhadap

narasumber, dimana sasaran narasumber yang akan dipilih antara lain instrument and

electrical engineer, maintenance planner and supply department, instrument

technician, shift supervisor, dan operator proses. Dalam skripsi ini, akan dilakukan

dua pendekatan wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak

terstruktur.

3. Observasi

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual

lapangan dan pengambilan data-data aktual lapangan. Dalam skripsi ini akan

dilakukan dua teknik pengumpulan data observasi, yaitu teknik pengumpulan data

participat observation (terlibat langsung dalam kegiatan atau situasi yang diamati

sebagai sumber data) dan Non participant observation (tidak ikut langsung dalam

kegiatan atau situasi yang diamati sebagai sumber data).

35
3.4 Tahapan Metodologi Penelitian

Untuk mempermumudah penyelesaian penelitian skripsi, metodologi penelitian

dibagi atas dua, yaitu tahapan metodologi penelitian sisi safety dan sisi interumentasi

yang pada dasarnya dua metodologi ini masih saling berhubungan satu sama lain.

3.4.1 Tahapan Metodologi Penelitian Sisi Safety


Tahapan-tahapan penelitian dari sisi safety antara lain :

a. Study literature

Dalam tahapan ini dilakukan pencarian literature, dokumen standar berupa

IEC 61508-1 dan 61511-1,jurnal terkait, konsultasi kepada pembimbing,

supervisor, dan engineering.

b. Pengumpulan data lapangan

Pengumpulan data lapangan yang diambil berupa alur proses kerja furnance,

process flow diagram, piping instrumentation diagram, field intrument

datasheet, cause and effect furnance, dan maintenance data report.

c. Perhitungan SIL Existing

Pendekatan yang dilakukan dalam perhitungan safety integrity level ini

melalui metode fault tree analysis. Setiap komponen PFD (probabillity failure

demand) akan mewakili setiap kejadian yang mungkin timbul. Nilai SIL dari

sistem proteksi furnance akan diperoleh dari keseluruhan PFD dari komponen

SIS sehingga tingkatan keamanan SIL dapat diketahui.

36
d. Penentuan Target SIL

Hasil kalkulasi SIL existing pada sub bab selanjutnya akan menjadi tindak

lanjut dalam menghasilkan hasil rancangan baru untuk meminimalisir bahaya

melalui peningkatan nilai SIL. Peningkatan nilai SIL ini dapat dilakukan

melalui penambahan komponen pengaman dan kegiatan pengaman sebagai

upaya penurunan risiko. Sasaran yang diharapkan yaitu SIL akan meningkat

satu tingkat lebih tinggi dari SIL existing.

e. Perancangan Safety Instrumentation System (SIS)

Pada tahapan ini dilakukan penambahan atau perubahan konfigurasi dari

sistem proteksi furnance. Pendekatan yang dilakukan yaitu melalui sistem

voting MooN karena akan memberikan pengaruh signifikan terhadap sistem

proteksi furnance.

f. Evaluasi SIL Perancangan Safety Instrumentation System (SIS)

Hasil rancangan SIS akan dievaluasi lebih lanjut untuk menentukan apakah

sistem SIS yang dirancang memenuhi nilai SIL target yang ditentukan

sebelumnya. Apabila telah terpenuhi, dapat dilanjutkan dengan perancangan

sistem proteksi dari sisi Instrumentasi.

37
MULAI

STUDI LITERATUR

PENGUMPULAN
DATA KONDISI
LAPANGAN

IDENTIFIKASI DAN
ANALISIS FTA

PERHITUNGAN SIL
EXITING

PENENTUAN
TARGET SIL

PERANCANGAN
SIS

TARGET SIL
TERCAPAI
TIDAK
YA

Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Sisi Safety

3.4.2 Tahapan Metodologi Penelitian Sisi Instrumentasi


Adapun tahapan-tahapan penelitian dari sisi instrumentasi antara lain :

38
1. Perancangan Sistem Proteksi

Pada perancangan safety instrumentated system (SIS) di metodologi sisi

safety, telah diketahui cause dan effect dari setiap parameter dari Furnance.

Selanjutnya, di tahapan ini dilakukan perancangan logic solver berupa ladder

diagram dan overview dari Human Machine Interface dari sistem proteksi

furnance.

2. Simulasi logic dan HMI Sistem Proteksi

Pada tahapan ini hasil rancangan akan dilakukan pengujian dan dievaluasi

apakah sesuai dengan rancangan SIS dan sistem proteksi yang diharapkan.

Apabila masih belum sesuai, maka dilakukan modifikasi dan perubahan

kembali terhadap ladder diagram ataupun Human Machine Interface.

3. Konfigurasi Programmable Logic Control (PLC)

Pada tahapan ini dilakukan uploading prograame dan konfigurasi dari

programmable logic controller (PLC) yang akan digunakan agar kompatible

dengan sistem dan field instrument existing pada furnance.

4. Evaluasi logic dan HMI Sistem Proteksi Setelah Konfigurasi

Pada tahapan ini dilakukan kembali pengujian dan evaluasi dari ladder

diagram dan Human Machine Interface (HMI) setelah dilakukannya

uploading dan konfigurasi secara hardware dari PLC.

5. Penyusunan Penelitian Skripsi

Tahap akhir dari mentodologi penelitian ini adalah penyusunan penelitian

skripsi. Isi dari penelitian skripsi ini berupa hasil analisis dan rancangan

39
sistem proteksi furnance, serta beberapa dokumen hasil rancangan antara lain

P&ID, tabel cause and effect, instrument index, logic solver berupa ladder

diagram, dan Human machine interface (HMI).

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Smith,David J.2001.”Reliability, Maintainability, and Risk.Buttenworth-


Heinemann.Oxford
2. Ahmadi, Arif. “Safety Integrity Level”. 10 November 2018.
http://caramenulisbuku.com/cara-menulis-daftar-pustaka-dari-internet/cara-
menulis-daftar-pustaka-internet.htm
3. ------. 2016. “Differential Pressure Transmitter”.
http://www.directindustry.com/prod/yokogawa-europe/product-19033-
40592.html
4. ------. 2016. “Solenoid Valve Spesifications and Dimension”.
https://www.stcvalve.com/solenoid_valve_specifications_and_dimenisons_2S_2
W.htm

41

Anda mungkin juga menyukai