Damono
Tafsir Sekadar
Selain puisi Aku Ingin, Puisi Hujan Bulan Juni adalah puisi Sapardi Djoko Damono yang
sangat dikenal di masyarakat luas. Bahkan, sudah ada yang membuat filmnya. Dan
banyak juga karya lain, seperti tarian, dibuat karena terinspirasi dari puisi ini. Betapa
kuat imaji yang tergambar dan terasa dari puisi Hujan Bulan Juni ini.
Ketabahan, kebijakan, dan kearifan dari hujan yang turun di bulan juni ini berhasil
ditangkap dengan indah oleh Sapardi Djoko Damono yang dituangkan ke dalam puisi.
Unsur Instrinsik
Tema
Tema Alam/Fenomena Alam
Nada/Suasana
Nada dalam puisi Hujan Bulan Juni cenderung lirih dengan emosi tenang. Suasannya
lebih santai tapi dalam.
Rima
Rimanya tidak tertib di akhir larik; sebagaimana puisi-puisi hari ini. Lebih bertumpu pada
pemilihan diksi untuk menegaskan bunyi.
Irama
Irama puisi Subuh ini terdapat pada pengulangan frase ‘Tak ada yang lebih’ dan ‘hujan
bulan juni’. Pengulangan ini sangat mempengaruhi irama secara keseluruhan. Sebagai
gambaran, ketika orang membaca puisi ini untuk orang banyak, keberadaan
pengulangan frase dan diksi ini bisa diberi intonasi berbeda-beda sehingga bisa
mencapai klimaks untuk para pendengar.
Gaya Bahasa/Majas
1. Repetitif
dan juga kata penunjuk untuk sesuatu yang tidak dekat keberadaannya, ‘itu’, di akhir
larik setiap bait.
2. Personifikasi
rintik rindunya
jejak-jejak kakinya
Citraan/Imaji
1. Imaji Rasa
2. Imaji Penglihatan
jejak-jejak kaki
3. Imaji Pendengaran
rintik rindunya
Tipografi
Susunan rata kiri yang dimulai dengan huruf kapital di awal setiap larik dalam bait.
Kata Konkret
Kenapa hujan di bulan juni kemudian menjadi begitu tabah? Ketabahannya untuk apa
atau siapa?
Ternyata di larik ini dijelaskan bahwa ketabahan si Hujan Bulan Juni dalam rangka
merahasiakan rintik rindunya kepada pohon yang sedang berbunga itu. Bisakah itu
terjadi? Bisa!
Ilustrasi sederhananya sperti ini; ketika musim masih setia pada kedatangannya – belum
terjadi anomali cuaca atau perubahan iklim di bumi – hujan di bulan juni adalah sebuah
fenomena. Di mana bulan juni masih masuk pada rotasi bulan di musim kemarau. Jadi
sangat langka apabila terjadi hujan di bulan juni.
Kalau sampai itu terjadi, ada hujan di bulan juni, dia akan turun meski itu tidak lebat,
hanya merintik, yang ditandai penyair sebagai ‘rintik rindunya’ kepada pohon yang
berbunga itu. Dan kehadiran hujan bulan juni selalu menjadi rahasia alias tidak pasti
kedatangannya.
Kalau di bait awal menceritakan ketabahan si Hujan Bualan Juni, di bait ke dua di larik ke
lima dan ke enam melukiskan kebijakan hujan bulan juni. Bijak kenapa? Itu dijelaskan di
larik berikut;
Larik ke-7 dan ke-8
Kehadiran hujan di bulan juni yang biasanya hanya sekadar lewat atau tidak lama,
membuat ‘jejak-jejak kakinya’ atau tanda kemunculannya, segera menghilang. Terkesan
ragu-ragu.
Tentu tanda kedatangan hujan bulan juni hanya akan terlihat berbekas di atas sesuatu
yang mengandung debu atau pasir. Di pekarangan rumah yang masih berhalaman tanah,
misalnya.
Di awal bait ke tiga, di larik pertama dan kedua, penyair mengenalkan kearifan si Hujan
Bulan Juni. Kearifan seperti apa? Sila lanjut ke larik berikutnya..
Ya, Kehadiran Hujan Bulan Juni yang terkesan buru-buru itu tidak perlu banyak kata
untuk mengungkapkan rindunya kepada pohon berbunga yang terdapat di bait pertama.
Namun, yang tidak terucapkan itu sampai juga dan diserap akar pohon yang mungkin
sangat membutuhkan air saat kemarau tak kunjung reda. Barangkali seperti itu.
Unsur Ekstrinsik
Berhubungan dengan hidup dan kehidupan penyair yang bisa dibaca sebagian di sini..
Salam.