Anda di halaman 1dari 4

“ AKUNTANSI MATA UANG ASING”

A. PENDAHULUAN

Fluktuasi rupiah terhadap mata uang asing terasa tajam. Sering kali terjadinya
perubahan kurs tidak disebabkan oleh perubahan ekonomi semata, tetapi juga pada peristiwa-
peristiwa lainnya seperti keamanan, politik, dan non-ekonomi. Hal ini sebagai konsekuensi
dari pemberlakuan sistem nilai tukar free floating exchange rate oleh Bank Indonesia.

Perubahan sistem nilai tukar yang dilakukan di Indonesia seperti pada awal
kemerdekaan yang dikenal dengan Dividen Ordonantie 1940 dan Umdang-undang No. 32
Tahun 1978 dilakukan juga perubahan suatu devisa menjadi sistem devisa mengambang
terkendali (manage floating exchange rate system). Dalam perkembangan pada tahun 1997
sistem lama diubah menjadi floating exchange rate system sampai saat ini. Beberapa
kebijakan pemerintah pada sistem nilai tukar tetap ini di antaranya kebijakan penurunan niali
(devaluasi) atau kenaikan (revaluasi) mata uang rupiah terhadap mata uang asing.

B. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN


Pengaruh dari fluktuasi valuta asing di bursa umum disajikan pada dua aspek
penyajian yaitu sebagai berikut :

1. Translation Of Foreign Exchange Financial Statement

Pada aspek dimaksud sebagai penjanbaran laporan keuangan yang disusun dalam
mata uang atau valuta asing seperti diatur dalam PSAK No. 11 Reformat 2007.
Penjabaran ini digunakan untuk perubahan multinasional yang cabang atau anak
perusahannya berada di negara lain. Awalnya digunakan untuk kepentingan
laporan konsolidasi di dalam negeri yang memiliki anak cabang-cabang di luar
negeri.

2. FOREIGN EXCHANGE TRANSACTION

Pada aspek tersebut sebagai penjabaran yang disebabkan adanya transaksi


perusahaan yang berhubungan dengan valuta asing. Pengaturan ini berada pada
PSAK No. 10 Reformat tahun 2007.
C. AKUNTANSI KERUGIAN SELISIH KURS MATA UANG ASING

Perlakuan akibat kerugian selisih kurs ini terdapat beberapa teori yang umum
digunakan, yaitu sebagai berikut :

1. Pembebanan langsung dalam perhitungan laba atau rugi pada periode terjadinya
perubahan.

Pembeban langsung ini menganut teori perspektif dua transaksi (two transaction
perspective). Teori ini melekat bahwa transaksi yang menimbulkan utang-piutang
dipandang terpisah peristiwa moneter yang menimbulkan selisih kurs.

2. Pengguhan dan amortisasi selama periode sesuai saat realisasi.


Pada pendekatan ini kerugian akibat selisih kurs yang dimasukkan dalam akun selisih
kurs yang ditangguhkan (deferred charges). Sebagai dasar pemikirannya yaitu
keuntungan atau kerugian selisih kurs berkaitan erat dengan kebijakan pembelanjaan.
3. Dikapitalisasi ke dalam harga aset yang bersangkutan.
Teori ini mendasarkan pada perspektif satu transaksi (one transaction perspective)
yaitu dengan menganggap bahwa kerugian yaitu bagian dari aset yang menimbulkan
kerugian dari pembelian atau penjualan, selisih kurs tersebut yaitu bagian sari harga
perolehan aset yang bersangkutan.

Akuntansi selisih kurs menurut PSAK hanya digunakan untuk transaksi pos-pos
moneter dan transaksi lindung nilai (hedge). Sedangkan untuk transaksi nonmoneter tidak
boleh digunakan dan harus dijabarkan dengan kurs historisnya. Dalam kondisi normal
pengakuan selisih kurs dibebankan saat tanggal neraca mengacu pada spot rate tanggal neraca
atau kurs tengah Bank Indonesia dan selisihnya diakui sebagai kerugian atau laba pada tahun
yang bersangkutan.

Dalam hal pelaporan terdapat perbedaan antara PSAK dengan perpajakan, karena
pelaporan PSAK dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca.
Sedangkan untuk kepentingan pajak diperkenakan menggunakan dasar kurs tetap dan kurs
tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca. Kurs tetap dalam aturan pajak yaitu kurs
historis/kurs pada saat transaksi awal, sehingga pada akhir tahun laporan pos yang
mengakibatkan selisih kurs dijabarkan dengan kurs historis, tidak dengan kurs berjalan.
Untuk kepentigan rekonsiliasi fiscal yaitu sebagai berikut :

1. Menggunakan kurs tetap


Apabila wajib pajak menggunakan kurs tetap dalam pelaporan pajaknya, maka
selisih pos-pos moneter yang telah dijabarkan dalam kurs berjalan harus dikoreksi.
Dengan kurs tetap diartikan tidak adanya penyesuaian kurs berjalan tetapi tetap
pada penjabaran kurs historis. Keuntungan atau kerugian dari keseluruhan
penjabaran ke mata uang rupiah menurut aturan pajak dengan kurs tetap hanya
terjadi saat realisasi, sebagai contoh pelunasan utang.

2. Menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.

Apabila wajib pajak menggunakan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs
sebernarnya dalam pelaporan pajak. Untuk kepentingan laporan kepada para
pemangku kepentingan, maka pos-pos moneter akan disesuaikan dengan kurs
berjalan sedangkan untuk kepentingan pajak memang peraturan pelaksanaan
perpajakan tidak mengatur pos-pos manakah yang harus dijabarkan dalam kurs
berjalan dengan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs tanggal neraca perbandingan
antara pengaturan dalam PSAK No. 10 dengan surat Ederan Direktur Jendral Pajak
No. SE, 03/PJ.31/1997 sebagai berikut

No. Keterangan PSAK No.10 Aturan Pajak

1. Perlakuan
- kondisi normal Langsung dibebankan Langsung dibebankan
sebagai biaya berjalan sebagai biaya berjalan

- kondisi tidak Dikapitalisasi sebagai Khusus tahun 1997 boleh


normal carrying amount aset, dibiayakan tahun berjalan
asal tidak melebihi atau ditangguhkan dan
jumlah terendah antara disusutkan selama 5 tahun
replacement cost dan (KMK-597/KMK.04/1997
amount recoverable. dan SE-16/PJ.43/1997)
2. Kurs yang dipakai Spot rate tanggal neraca Spot rate tanggal neraca
atau kurs tengah Bank atau kurs tengah Bank
Indonesia. Indonesia atau kurs tetap.

3. Pos=pos valuta asing yang Pos-pos moneter dan Tidak diatur


dikonversi dalam rupiah transaksi hedge, sedang
pos-pos nonmoneter
disajikan dengan kurs
historis.

Anda mungkin juga menyukai