NPM : 1631010161
Paralel :D
TUGAS UTILITAS
ROTARY DRYER
Panas Udara Panas Udara
Pengering Pengering
Keluar Masuk
Ls,Hs1,x1,Ts1 Ls,Hs2,x2,Ts2
ROTARY DRYER
G,Hg1,y1,Tg1,H1 G,Hg2,y2,Tg2,H2
Moisture balance :
Panas masuk = panas keluar
G.H2 + LS.X1 = G.H1 + LS.X2
(Pers. 9.10-23, Geankoplis, 1993, 562)
Heat balance :
Panas masuk = panas keluar
GS. HG2 + LS. HS1 = GS. HG1 + LS. HS2
(Pers.9.10-26,Geankoplis,1993 :562)
Keterangan :
Dengan:
𝑋𝐻2𝑂 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
𝑦1 = 𝑑𝑎𝑛 𝑦2
1 − 𝑋𝐻2𝑂 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
𝑋𝐻2𝑂 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
=
1 − 𝑋𝐻2𝑂 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
Udara masuk pada temperatur 180oC dan tekanan 1 atm, dan mengandung uap air
dengan tekanan parsial Pa = 2,97 kPa. Dari steam table pada temperature 180oC, P
uap air (Pas) = 4,246 kPa (App. A.2-9 Geankoplis,1993:857). Maka dapat
dirumuskan bahwasanya persen relative humidity sebagai berikut:
𝑃𝐴
𝐻𝑅𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 100% 𝑥
𝑃𝐴𝑆
Dari % relative humidity, maka berdasarkan humidity chart (Perry’s 7th ed, gambar
12-3 hal. 12-6) Diperoleh H1.
Udara keluar pada temperature 80 oC dan tekanan 1 atm, dan mengadung uap air
dengan tekanan parsial Pa= x kPa. Dan dari stem table pada temperature 80 oC, P
uap air (pas) = y kPa kPa (App. A.2-9 Geankoplis,1993:857). Maka dapat
dirumuskan bahwasanya persen relative humidity sebagai berikut:
𝑃𝐴
𝐻𝑅𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 100% 𝑥
𝑃𝐴𝑆
Dari % relative humidity, maka berdasarkan humidity chart (Perry’s 7th ed, gambar
12-3 hal. 12-6) Diperoleh H2.
ℎ𝐺
𝐻𝑤 − 𝐻𝐺 = (𝑡 − 𝑡𝑊 ) … … … . (1)
29. 𝜆𝑊 𝑘𝐺 𝐺
Keterangan:
Hw = Humidity pada temperatur wet bulb (udara keluar), lbm air/lbm udara
kering
HG = Humidity pada temperatur dry bulb (udara masuk), lbm air/lbm udara
kering
hG = Koefisien perpindahan panas dari gas ke permukaan yang terbasahi
lw = Entalpi pada temperatur wet bulb, Btu/lb
tG = Temperatur dry bulb, oF
tw = Temperatur wet bulb, oF
kG = Koefisien perpindahan massa dari gas ke permukaan yang terbasahi.
Persamaan (1) hanya berlaku untuk udara yang memiliki BM=29 dengan tekanan 1
atm. Maka untuk persamaan umumnya BM diganti MG dan tekanan menjadi P.
Sehingga muncul persamaan (2) Pers. 8-30 Banchero,1988:384
ℎ𝐺
𝑊𝑤 − 𝑊𝐺 = (𝑡 − 𝑡𝑊 ) … … … . (2)
𝑀𝐺 . 𝜆𝑊 . 𝑃. 𝑘𝐺 𝐺
Dari table 8-1 Badger Banchero, pengukuran wet bulb dari system udara-air
diperoleh bahwasanya nilai :
ℎ𝐺
0,26 = … … … … … . . (3)
𝑀𝐺 . 𝑘𝐺 . 𝑃
Sehingga persamaan (2) apabila dijabarkan menjadi , dengan temoperature dry bulb
= 284oF:
0,26
𝑊𝑤 − 𝑊𝐺 = (284 − 𝑡𝑊 ) … … … . (4)
𝜆𝑊
𝑡𝐺2 − 𝑡𝑊
𝑁𝑇𝑈 = 𝑙𝑛 ( )
𝑡𝐺1 − 𝑡𝑊
Dengan:
Dengan :
CS = humid heat
H2 = humidity udara masuk
λo = panas laten air pada Tref (180oC)
CS = humid heat
H1 = humidity udara keluar
λo = panas laten air pada To (80oC)
komponen Fi Ni 𝑘𝐽 𝑄25
∫ 𝐶𝑝𝑖. 𝑑𝑇 ( . 𝐾)
(kg/jam) (kmol) 𝑘𝑚𝑜𝑙
= 𝑛𝑖. ∫ 𝐶𝑝𝑖. 𝑑𝑇 (𝑘𝐽)
CRYSTALIZER
bahan keluar Air pendingin
keluar
Q21
Panas masuk+Panas kristalisasi = Panas keluar+Panas hilang+Panas yang
diterima air dingin
m.c.Δ𝑇 + Hkristalisasi = Qloss + mc Δ𝑇
Boiiling Point Rise atau kenaikan titik didih, dapat dihitung dengan persamaan:
∆𝑇𝑏 = 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 𝐾𝑏
𝑤1 𝑥 1000
∆𝑇𝑏 = ( ) 𝑥 𝐾𝑏
𝐵𝑀 𝑥 𝑤2
Dengan :
Steam yang biasanya digunakan memiliki 120oC = 248oF dengan tekanan 198,53
kPa sehingga didapat
Sehingga, maka dapat dihitung temperature keluar produk (T) dan temperature
pemanas (Ts) pada masing-masing efek sebagai berikut
T1 = Ts1 - T1
Ts2 = T1 – BPR1
Efek 1 : Efek 2 :
T1 = y T2 = 100oC
Laju alir panas pada aliran umpan evaporator dihitung berdasakan table berkut
komponen Fi Ni 𝑘𝐽 𝑄25
∫ 𝐶𝑝𝑖. 𝑑𝑇 ( . 𝐾)
(kg/jam) (kmol) 𝑘𝑚𝑜𝑙
= 𝑛𝑖. ∫ 𝐶𝑝𝑖. 𝑑𝑇 (𝑘𝐽)
Sehingga bisa dihitung panas masuk, panas keluar evaporator sesuai dengan
bahan yang masuk dan keluar
4. Konsep Neraca Panas/ Neraca Energi pada Reaktor