S3-2016-286464-Introduction 2
S3-2016-286464-Introduction 2
BAB I
PENDAHULUAN
yang beriklim panas dan lembab seperti Indonesia (Kusmarinah, 2009; Adiguna 2013). Di
Jawa Barat Bramono dan kawan kawan melaporkan dermatofitosis di daerah rural dengan
2010), dijumpai bahwa dermatomikosis menduduki tempat ke-2 dari 10 besar penyakit kulit
dan kelamin, dan dermatofitosis merupakan infeksi terbanyak. Tipe klinis dermatofitosis
yang paling banyak ditemukan adalah tinea kruris (41,46%), umumnya laki-laki (54,88%)
daerah rural maupun urban, di kalangan pekerja industri tambang batubara, supir, pelajar,
Infeksi T. rubrum merupakan infeksi kronik, sering kambuh dan sulit disembuhkan.
Keadaan tersebut mengganggu kualitas hidup penderita, menganggu usaha mencari nafkah,
menimbulkan masalah ekonomi yang berkaitan dengan biaya pengobatan dan kemungkinan
resistensi jamur terhadap obat (Yang et al., 2007). T. rubrum adalah penyebab utama
Trichophyton rubrum dikenal sebagai tinea kruris, tinea fasialis, tinea korporis, tinea pedis
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dan tinea unguium. T. rubrum termasuk kapang yang pada medium agar sabouraud dekstrosa
(ASD), tumbuh sebagai koloni filamen berwarna putih-krem, seperti beledu, membentuk
pigmen merah sampai coklat yang dengan mudah dapat dilihat pada sisi belakang koloni.
Kemampuan membentuk pigmen tersebut merupakan salah satu tanda yang memudahkan
identifikasi.
klinis maupun ekonomi tidak diimbangi oleh pengetahuan yang cukup tentang biologi jamur
dan respons pejamu. Pemahaman tentang biologi jamur dan hubunganya dengan respons
pejamu akan memperbaiki cara pencegahan maupun pengobatan, sehingga masalah klinis
kronik T. rubrum dengan golongan darah. Infeksi yang disebabkan dermatofit banyak
ditemukan pada golongan darah A dan O (Balajee et al., 1996), sedangkan infeksi kronik
karena T. rubrum dihubungkan dengan golongan darah A (Vilani-Moreno et al., 1999). Pada
golongan darah A ditemukan isoantigen yang mirip dengan glikoprotein yang ditemukan
pada dinding sel T. rubrum yang agaknya berhubungan dengan kronisitas infeksi (Zaini et
al., 2000). Sebaliknya Neering (1979) menyatakan tidak terdapat hubungan antara golongan
mengatur respons imun tubuh terhadap antigen, yakni sistim human leucocyte antigens
(HLA) yang ditemukan dalam darah dan jaringan. Sistem HLA merupakan sitem genetik
yang paling polimorfik jika dibandingkan dengan sistem genetik lain, misalnya sistem ABO.
Keberhasilan sistem ini akan memberikan kekebalan pada penyakit, sebaliknya kegagalan
sistem ini akan menimbulkan penyakit. Peran sistim HLA pada infeksi T. rubrum masih
2
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
belum jelas. Sebagian peneliti menyatakan tidak ada hubungan antara infeksi T. rubrum dan
aktivitas HLA (Svejgaard et al., 1983), tetapi peneliti lain menyatakan HLA-A 26 dan
HLA-A33 ditemukan dengan kadar tinggi pada pasien dermatofitosis kronik pada kaki
sehat. Studi pada kelompok Yahudi Askenazic di Brazil (2004) ditemukan HLA-A dan
HLA-C sering terlihat pada pasien dengan dermatofitosis T. rubrum sementara pada
kelompok kontrol lokus B HLA kelas I, HLA-B 14 lebih sering ditemukan. Peneliti yang
sama juga menemukan bahwa gen pada kromosum 6 regio MHC atau HLA mempengaruhi
terjadinya dermatofitosis kronik (Sadahiro et al., 2004). Studi lain menunjukkan terdapat
pengaruh aktivitas genetik yang berhubungan dengan kerentanan untuk mendapatkan infeksi
et al., 2010).
darah tidak dapat dilakukan secara langsung karena HLA hanya terdapat pada sel yang
berinti. Gen HLA/MHC terletak pada kromosom 6, sedangkan gen yang berkaitan dengan
golongan darah terdapat pada kromosom 9. Untuk mengatasi hal itu dapat dilakukan
pendekatan tidak langsung untuk mengetahui hubungan polimorfisme HLA dan golongan
Indonesia memiliki banyak suku yang berbeda di tiap wilayah. Perbedaan suku
tersebut tercermin dalam polimorfisme HLA. Panigoro (1998) mempelajari 10 etnik yaitu
Batak, Minang-Palembang, Jawa, Dayak, Bali, Minahasa, Makassar, Timor, Maluku dan
3
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Irian, dan mengidentifikasi 32 alel HLA-DRBI, yakni 5 alel HLA-DRB3, 6 HLA-DRB5 dan
16 HLA-DQB1, dan tiga alel baru yang diberi nama oleh Komite Nomenklatur WHO yaitu
karena itu perlu dilakukan penelitiaan apakah kronisitas berhubungan dengan HLA tertentu
atau apakah HLA tertentu khususnya HLA-DRB1( HLA-DR4 dan HLA-DR6) merupakan
faktor risiko infeksi T.rubrum? Selain itu perlu diteliti apakah golongan darah juga
3. Apakah terdapat hubungan antara golongan darah ABO (DR4) dengan terjadinya
4. Apakah terdapat hubungan antara golongan darah ABO (DR6) dengan terjadinya
4
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3. Hubungan antara golongan darah ABO (DR4) dengan kasus sebagai faktor risiko
4. Hubungan antara golongan darah ABO (DR6) dengan kasus sebagai faktor risiko
Hasil penelitian ini akan memberi informasi dan edukasi kepada masyarakat,
dengan faktor genetik (polimorfisme HLA) dan golongan darah tertentu sebagai faktor
risiko terjadi penyakit tersebut. Informasi ini dapat dignakan untuk pencegahan dengan
a. Bagi peneliti
Untuk memacu penelitian lanjut bagi peneliti- peneliti. Studi-studi yang berhubungan
dengan HLA, golongan darah ABO dengan dermatofitosis kronik karena T. rubrum.
5
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
b. Bagi institusi
dermatofitosis kronik maupun golongan darah ABO ( secara fenotip) dalam kaitan risiko
terjadinya dermatofitosis kronik karena T. rubrum. Peneltian ini diharapkan dapat sebagai
rubrum.
antara golongan darah ABO dengan kasus, kaitannya sebagai faktor risiko terjadinya
Indonesia. Studi semacam ini, meskipun tidak banyak, telah dilakukan di beberapa negara,
(Svejgaard et al., 1983), HLA-26 dan HLA-A33 (Ahmed et al., 1985), HLA-DR 52, HLA-
DR53 (Zait et a.,l 1996), HLA-A, HLA-C, HLA-B14 (Sadahiro et al., 2004), HLA-DR6 dan
6
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Svejgaard et al., HLA studies in chronic HLA-ABC (34) Tidak ada perbedaan Tidak signifikan
1983.Acta dermatophytosis caused by HLA-DR (28) distribusi antara pasien
Dernatovener. T.rubrum pada pasien dan kontrol
Ahmed et al., 1985 A preliminary report on the 29 pasien dan 558 HLA-A26 HLA-A26
Clin,Exp,Derm. role of some immunologic kontrol HLA-A33 HLA-A33
factors in persistence of (metode
chronic tinea pedis microcytotoxicity
assay)
Zait et a.,l 1996 HLA-Associated Pasien dan kontrol Onychomycosis HLA-DR 52 (pasien)
Int,J,Dernatol. susceptibility to chronic Frekuensi meninggi HLA-DR 53 (kontrol)
onychomycosis in Brazilian pada HLA-DR 52,
Ashkenazic Jews/ HLA-DR53 pada
kontrol
Sadahiro et al., HLA in Brazilian 25 pasien dan 25 HLA-B14 p<0,05
2004. Ashkenazic Jews with kontrol DQB1*06 HLA-B14 signifikan,
Braz.J.Microbiol. chronic dermatophyrosis p=0.05(Susceptibility) DQB1*06
caused by Trichophyton susceptibilitas
rubrum
ditemukan pada golongan darah A dan O ( Balajee et al., 1996 ) juga, hubungan antara
golongan darah dengan dermatofitosis kronik karena T. rubrum yaitu ditemukan isoantigen
dinding sel jamur yang mirip dengan golongan darah A. (Vilani-Moreno et al.,1993; Zaini et
al., 2000).
7
HUBUNGAN POLIMORFISME HLA-DR4, HLA-DR6 DAN GOLONGAN DARAH DENGAN
DERMATOFITOSIS KRONIK KARENA
Trichophyton rubrum Kajian pada masyarakat di Samarinda Kalimantan Timur
NATANAEL SHEM, DR. DIP.DERM., DDSC., M.SC
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Balajee et al., 1996. ABO blood groups in 108 kasus, 100 Hasil: O terbanyak, bukan analitik
Mycosis . relation to the infection kontrol. kmd A, B, AB.
rate of dermatophytosis A cenderung kronik
Vilani-Moreno et Dermatophytosis: 40 kasus: T,rubrum lebih banyak Penelitian : golongan
al., 1999. Association between ABO T.rubrum 54.5% terisolasi dari golongan darah ABO, juga tes
Rev.Inst.Med.Trop. Blood groups and kasus, juga reaksi darah A. trichophytin
S.Paulo. reactivity to the tipe cepat (A)
trichophytin
Zaini et al., 2000 The relationship between 308 pasien O & A terbanyak Golongan darah A:
International blood group isoantigens kroniksitas :A & O. T.mentagrophytes
journal of the and dermatofitosis T.rubrum
Iranian red E.floccosum
crescent society.
Indonesia yang terdiri atas banyak pulau dengan bermacam suku / etnik ternyata
darah tentu akan mengakibatkan perbedaan risiko terhadap infeksi. Penelitian ini perlu
dilakukan agar pengetahuan tentang biologi jamur galur Indonesia dalam hal ini masyarakat
yaitu etnik/suku di Samarinda Kaltim dan kaitannya polimorfisme HLA-Grup ABO akan