Anda di halaman 1dari 21

Kepada Yth :

Rencana Baca : Kamis 17 Mei 2018


Tempat : RSP UNHAS Lt 4 / Jam : 08.30 Referat Infeksi Tropis

CHLAMYDIA TRACHOMATIS
Fatma Idris, Irda Handayani, Benny Rusli
Program Studi Patologi Klinik FK-UNHAS / RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar

I. PENDAHULUAN
Chlamydia adalah salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang
menyerang manusia. Penyakit yang juga dikenal dengan nama uretritis non
gonore (UNG) atau uretritis non spesifik (UNS) ini disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis. Infeksi C.trachomatis pada banyak negara merupakan
penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, yaitu secara
genito-genital, oro-genital dan ano-genital. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 2012, dilaporkan 131 juta kasus baru dari
Chlamydia terjadi pada orang dewasa dan remaja muda dengan usia 15-49
tahun diseluruh dunia.1,2
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri Gram – negatif yang menginfeksi
epitel kolumnar serviks, uretra, dan rektum, serta lokasi non – genitalia. Bakteri
tersebut merupakan penyebab penyakit menular seksual yang paling sering
dilaporkan di Amerika Serikat, dan merupakan penyebab utama kebutaan akibat
infeksi di seluruh dunia. Infeksi C.trachomatis pada pria dapat menimbulkan
uretritis, epididimitis, dan prostatitis sedangkan pada wanita dapat
menyebabkan urethritis, servisitis dan salfingitis.3,4,5
Infeksi C.trachomatis diperkirakan 25-50 % bersifat asimptomatik, terutama
pada wanita (80%), akan tetapi C.trachomatis mempunyai peranan penting
pada servisitis mukopurulen dan infeksi radang panggul (PID) yang kemudian
dapat menyebabkan kehamilan ektopik dan infertilitas. Untuk mencegah
penyebaran infeksi yang lebih luas dan terjadinya komplikasi maka diperlukan
pemeriksaan yang baik sehingga diagnosis dapat dilakukan secara dini dan
pengobatan dapat dilakukan dengan segera.6,7

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 1


II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi genital Chlamydia merupakan penyakit infeksi yang paling sering
dilaporkan di Amerika Serikat dengan lebih dari 1.000.000 kasus dilaporkan
pada tahun 2006, karena banyaknya infeksi asimptomatis. Menurut Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) prevalensi infeksi mungkin lebih dari
2,8 juta kasus per tahun. Tahun 2000 hingga 2010, angka skrinning chlamydia
pada perempuan muda hampir dua kali lipat, dari 25% menjadi 48%. Wanita
usia 15 – 19 tahun memiliki insidensi tertinggi kemudian diikuti oleh wanita
dengan usia 20 – 24 tahun. Menurut CDC, angka kejadian infeksi chlamydia
pada laki – laki juga mengalami peningkatan yaitu antara tahun 2005 hingga
2009, angka kejadian infeksi pada laki – laki dilaporkan meningkat, dari 129.4
menjadi 219.3 kasus. Penelitian di Ghana (2010) mendapatkan bahwa infeksi
Chlamydia genital dijumpai pada 4,8% partisipan, sedangkan infeksi
gonokokkal dijumpai pada 0,9% partisipan.3,8
Di Indonesia angka kejadian infeksi C. trachomatis secara global belum
diketahui. Pada populasi pekerja seks komersial wanita di Indonesia didapatkan
prevalensi infeksi C. trachomatis mencapai 35-55%. Di Surabaya prevalensi
infeksi C.trachomatis pada remaja wanita sebesar 2.1% dan pada remaja pria
sebesar 2.3 %.9

III. ASPEK BIOLOGI CHLAMYDIA TRACHOMATIS


1. Taksonomi
Taksonomi C.trachomatis tergolong ke dalam :
Filum : Chlamydiae
Kelas : Chlamydiae
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : Chlamydia trachomatis

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 2


Chlamydia trachomatis adalah 1 dari 4 spesies, termasuk Chlamydia
psittaci, Chlamydia pneumonia dan Chlamydia pecorum. Spesies
C.trachomatis mempunyai 15 serovar, dimana serovar A, B dan C
menyebabkan trachoma, serovar D - K menyebabkan infeksi genital, serovar
L1 - L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV).10,11

2. Morfologi
Chlamydia merupakan mikroorganisme Gram negatif, bakteri obligat
intraseluler, berukuran 0.2-1 m, bentuk ovoid dan hanya dapat berkembang
biak didalam sel eukariot dengan membentuk semacam koloni atau
mikrokoloni yang disebut badan inklus. Chlamydia membelah secara
binary fission dalam badan intrasitoplasma. Antigen pada permukaan
Chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai lipopolisakarida (LPS) dan Major
Outer Membrane protein (MOMP) yang merupakan antigen spesifik
Chlamydia.4,12,13

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 3


Gambar 1. Chlamydia Trachomatis
(Sumber : Pommerville CJ. Chlamydia in Alcamo’s Fundamentalis of Microbiolgi
ninth editon. 2011)

3. Siklus Hidup
Chlamydia merupakan organisme gram – negatif yang bersifat obligat
intraseluler, yang berkembang dan bereplikasi di dalam sel host eukariotik.
Pertahanan hidup bersifat parasitik karena adanya kelemahan pada system
transport electron dan tidak adanya sitokrom. Faktor tersebut penting dalam
pembentukan adenosine triphosphate (ATP). Oleh karena itu organisme
dapat tumbuh dan berkembang biak dari nutrisi dan ATP sel host. Proses
perkembangan dan replikasi di dalam sel host khusus hanya untuk
Chlamydia, yang terdiri dari dua tipe morfologi sel yang berbeda, yaitu
badan elementer (Ebs) yang merupakan partikel infektif, dan badan
retikulum (Rbs) yang merupakan partikel reproduktif. Ebs tidak aktif secara
metabolik walaupun cukup stabil dalam lingkungan ekstraseluler. Ebs tidak
membelah diri, namun berikatan pada reseptor spesifik di permukaan sel
dan masuk melalui vesikel fagositik. Saat berada di dalam sitoplasma sel,
Ebs berkembang menjadi bentuk matur, dan Rbs yang aktif secara metabolik
juga merupakan bentuk pembelahan diri dari Chlamydia. Rbs membelah
berdasarkan pembelahan biner (Binary Fission), mulai dari sekitar 8 jam
pasca masuk hingga 18–24 jam. Aktivitas metabolik paling besar akan
terjadi pada periode ini. Selama periode ini, organisme ini sangat sensitif
terhadap inhibitor sintesis dinding sel dan aktivitas metabolik bakteri.
Setelah 24 jam, jumlah yang mendomasi adalah Ebs, meskipun kedua bentuk
orgasnime ini dapat ditemukan. Pada waktu antara 48–72 jam, membran sel
mengalami ruptur dan melepaskan generasi baru dari badan elementer yang
infektif (Gambar 1).15

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 4


Gambar 2. Siklus hidup Chlamydia Trachomatis
(Sumber : Laboratory Diagnosis and Identification of Chlamydia Trachomatis in
The Battle Againts Microbial Pathogen: Basic Since. 2015)

IV. PATOGENESIS
Patogenesis infeksi C.trachomatis masih belum dijelaskan sepenuhnya. C.
trachomatis masuk melalui luka pada kulit atau mukosa, sehingga
menyebabkan terjadinya infeksi pada epitel. Epitel yang terinfeksi akan

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 5


mengeluarkan sitokin proinflamasi yang akan menyebabkan terjadinya infiltrasi
dari polimorfonuklear (PMN) yang diikuti oleh limfosit, makrofag, sel plasma
dan eosinofil.1,16
Chlamydia trachomatis memiliki genom yang sangat kecil, merupakan
mikroorganisme yang mempunyai siklus hidup bifasik, yaitu sebagai
elementary body (EB) dan reticulate body (RB) yang mempunyai aktivitas
metabolik aktif dan daya untuk membelah diri. Chlamydia mempunyai
permukaan sel yang sanggup menarik nutrien dari sitoplasma pejamu. Invivo
Chlamydia yang berbentuk EB menempel pada mikrovili sel pejamu dan secara
aktif penetrasi ke dalam sel, di dalam sel pejamu Chlamydia berubah bentuk
menjadi bentuk RB yang mampu mensintesis deoxyribonucleic acid (DNA),
ribonucleic acid (RNA) dan protein sel pejamu, namun tidak mampu
memproduksi adenosin triphosphate (ATP), oleh karena itu Chlamydia selalu
tergantung pada sel pejamu untuk mendapatkan ATP. Chlamydia akan
membelah diri di dalam sel pejamu dan dalam waktu 92 jam setelah infeksi, sel
pejamu akan mengeluarkan lagi Chlamydia dalam bentuk EB yang akan
mencari sel pejamu berikutnya. Terdapat banyak respon imun terhadap infeksi
Chlamydia ( dalam hal antibodi yang bersirkulasi atau respon yang diperantarai
sel), dan terdapat bukti bahwa penyakit Chlamydia merupakan penyakit
imunopatologi.1,16

V. MANIFESTASI KLINIS
1. Infeksi Mata
Trakoma merupakan penyakit keratokonjungtivitis kronis yang dimulai
dengan peradangan akut di konjungtiva dan kornea, kemudian memburuk
hingga terbentuk jaringan parut dan kebutaan. Gejala awal trakoma adalah
lakrimasi, sekret mukopurulen, hiperemia konjungtiva dan folikuler
hipertropi. Masa inkubasi untuk infeksi Chlamydia pada konjungtiva adalah
3-10 hari, di daerah endemik infeksi terjadi pada masa kanak-kanak dan

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 6


timbul dalam waktu yang lama, sehingga menyebabkan terjadinya trakoma.
Lebih dari 400 juta orang di dunia terinfeksi trakoma dan 20 juta diantaranya
menderita kebutaan.1,17,18
Bayi yang baru lahir mendapatkan infeksi selama proses melalui saluran
jalan lahir yang terinfeksi. Sekitar 20-25% bayi yang ibunya terinfeksi akan
terkena infeksi, 15-20% bayi yang terinfeksi menunjukkan gejala pada mata
dan 10-20% menunjukkan infeksi pada sistem pernafasan. Inklusi
konjungtiva pada bayi baru lahir diawali dengan konjungtivitis mukopurulen
7-12 hari sesudah kelahiran dan cenderung berkurang setelah pengobatan
atau sembuh spontan setelah beberapa minggu atau bulan.1,17

Gambar 3. Trakoma
(Sumber :
Ray GC, Ryan JK.
Chlamydia
in Sherris Medical

Microbiology sixth edition. McGrawHill. 2014)


2. Infeksi Urogenital pada Pria
a. Uretritis
Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi Chlamydia.
Masa inkubasi untuk uretritis yang disebabkan oleh C.trachomatis
bervariasi sekitar 1 – 3 minggu. Pasien dengan uretritis mengeluh adanya
duh tubuh yang jernih dan nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria).
Infeksi C.trachomatis lebih sering bersifat asimptomatis.1,17

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 7


Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
pewarnaan Gram atau methylene blue dari sedian apus uretra. Perlu
diketahui bahwa sampai 25% pria yang menderita gonore disertai infeksi
Chlamydia. Bila uretritis karena Chlamydia tidak diobati sempurna,
infeksi dapat menjalar ke uretra posterior dan menyebabkan epididimitis
dan mungkin prostatitis.17,19

Gambar 4. Uretritis
Sumber : Genital Chlamydia Infections in Rook’s textbook of dermatology. 8th
Edition. Oxford:Wiley-Blackwell, 2010)

b. Epididimitis
Secara klinis, epididimitis Chlamydia dijumpai dengan nyeri skrotum
unilateral, pembengkakan dan demam pada pria muda yang sering
berkaitan dengan uretritis Chlamydia, namun uretritis tersebut sering
asimptomatis dan ditandai dengan inflamasi uretra pada pewarnaan
gram.1,17,19
c. Proktitis
Chlamydia trachomatis dapat menyebabkan proktitis terutama pada
pria homoseks. Keluhan penderita ringan, dimana dapat ditemukan cairan
mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi, berupa nyeri pada rektum dan
perdarahan.1,16,18

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 8


d. Sindrom Reiter
Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu: artritis, uretritis
dan konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh
C.trachomatis. Hal ini disokong dengan ditemukannya “Badan
Elementer” dari C. trachomatis pada sendi penderita dengan
menggunakan teknik Direct Immunofluerescence.17,19

3. Infeksi Urogenital pada Wanita


a. Servisitis
Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks,
tidak ada gejala yang khas membedakan servisitis karena C.trachomatis
dan servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai sekret
mukopurulen (37%) dan serviks yang ektopi hipertropik (19%). Ektopi
hipertropik merupakan daerah ektopi yang edematosa, kongesti dan
mudah berdarah.1,17,19

Gambar 5. Servisitis
(Sumber : Genital Chlamydia Infections in Rook’s textbook of dermatology. 8th
Edition. Oxford:Wiley-Blackwell, 2010)

b. Bartolinitis

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 9


Labium minor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila berjalan
dan pasien sukar untuk duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat
timbul abses atau dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Gejala seperti
gonokokkus. C. trachomatis dapat menimbulkan infeksi eksudatif duktus
bartholin. 1

c. Salpingitis
Salpingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden
sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba
(terjadi tuba scarring). Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan
kehamilan ektopik. Wanita dengan salpingitis umumnya mengeluh rasa
tidak enak pada perut bagian bawah, disebabkan karena infeksi menyebar
ke rahim, saluran telur, indung telur, bahkan sampai ke leher rahim.1
d. Perihepatitis (Sindrom Fitz-Hugh-Curtis)
Deskripsi awal oleh Fitz-Hugh dan Curtis, perihepatitis yang terjadi
setelah atau dengan salpingitis telah dianggap sebagai komplikasi infeksi
gonokokkal, namun penelitian dalam 15 tahun terakhir mengatakan
bahwa infeksi Chlamydia lebih sering berhubungan dengan perihepatitis
dari pada N.gonorhhoeae. Perihepatitis sebaiknya dicurigai pada wanita
muda, seksual aktif yang mengalami nyeri kuadran kanan atas, demam,
mual atau muntah. Bukti salpingitis mungkin dijumpai atau tidak
dijumpai pada pemeriksaan.1,17

VI. DIAGNOSIS
Infeksi Chlamydia trachomatis pada saluran genitalia pria dan wanita
biasanya gejala yang timbul tidak spesifik, pada pria yang terinfeksi 50%
asimptomatik, sedangkan pada wanita 70% asimptomatik. Diagnosis
C.trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis , antara lain adanya riwayat keluarnya

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 10


sekret dari uretra atau vagina dan nyeri pada saat buang air kecil. Pemeriksaan
fisik pada pria dapat dijumpai inflamasi pada meatus uretra, edema penis,
pembesaran kelenjar limfe dan keluarnya pus berwarna kuning kehijauan,
sementara pada wanita infeksi lebih sering terjadi di serviks dibandingkan
dengan vagina, kelenjar bartholin atau uretra sendiri. Sebagian kecil dengan
keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering buang air kecil dan
nyeri di daerah pelvis. Pemeriksaan laboratorium digunakan sebagai konfirmasi
hasil pemeriksaan yang telah diperoleh baik melalui anamnesis maupun
pemeriksaan fisik dan memegang peranan penting untuk menegakkan diagnosis
C. trachomatis.3,4,20

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan laboratorium melalui pewarnaan Gram
atau Giemsa, kultur dan deteksi antigen dapat dilakukan dengan DFA, EIA, dan
amplifikasi asam nukleat. Pengambilan spesimen dan transportasi yang tepat
memiliki peranan yang penting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosis
pada infeksi C.trachomatis. Menunjukkan adanya infeksi genital oleh
C.trachomatis, bahan pemeriksaan harus diambil dari uretra atau serviks
dengan menggunakan swab kapas, pada wanita C.trachomatis lebih sering
dapat diisolasi di serviks dari pada uretra.4,22
1. Sediaan langsung atau Mikroskopik
Pewarnaan Gram bertujuan untuk melihat jumlah lekosit polimorfonuklear
(PMN) secara mikroskopik. Spesimen pemeriksaan mikroskopik ini dapat
diambil dari duh tubuh endoserviks pada wanita atau duh tubuh uretra pada
pria. Spesimen sebaiknya diambil dengan swab kapas dakron atau rayon,
karena swab alginat bersifat toksik terdadap chlamydia. Pemeriksaan dalam
gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan iodium dan
diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pewarnaan Giemsa, badan Inklusi
(BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua,

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 11


sedangkan dengan pewarnaan iodine akan terlihat berwarna coklat. Penilaian
pemeriksaan Gram dapat dilakukan dengan cara menilai adanya lekosit
PMN. Apabila lekosit PMN didapatkan ≤ 10/LPB pada wanita dan ≤ 5/LPB
pada pria maka adanya kemungkinan infeksi C.trachomatis pada pasien
dapat disingkirkan. Tidak dijumpai diplokokus gram-negatif. Jika dibanding
dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitifitasnya
rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimptomatik.1,4,23

Gambar 6.
Chlamydia
trachomatis dengan
pewarnaan iodine
(Sumber :
Pommerville CJ.
Chlamydia in Alcamo’s
Fundamentalis of
Microbiolgi ninth editon.
2011)
2. Kultur Sel
Kultur C.trachomatis dulu digunakan untuk mendiagnosis infeksi
Chlamydia. Namun, kultur tersebut mahal dan sulit dilakukan. Hasilnya jauh
lebih lambat jika dibandingakn ketepatan waktu pemeriksaan deteksi asam
nukleat atau pemeriksaan lain. Untuk kultur Chlamydia biasanya digunakan
biakan sel McCoy selapis yang aktifitas metabolismenya diturunkan dengan
menambahkan sikloheksimid pada waktu inokulasi spesimen. Inokulum dari
spesimen apusan disentrifugasi ke lapis-tunggal dan diinkubasi pada suhu
35-37°C selama 48-72 jam kemudian diperiksa dengan imunofluoresensi
direk untuk melihat badan inklusi sitoplasmik. Kultur Chlamydia dengan
metode tersebut memiliki sensitivitas sekitar 80%, tetapi memiliki spesifitas
100%.4,18,23

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 12


Gambar 7. Chlamydia
trachomatis tumbuh
dalam sel McCoy
(Sumber :
Jawetz, Melnick & Adelberg.
Chlamydia dalam
Mikrobiologi Kedokteran,
Edisi 25. Buku Kedokteran
EGC. 2014)

3. Tes Deteksi Antigen


a. Direct Fluorescent Antibody (DFA)
Pemeriksan Direct Fluorescent Antibody (DFA) dilakukan dengan cara
melakukan pewarnaan dengan antibodi khusus Chlamydia trachomatis.
Antibodi yang digunakan pada pemeriksaan ini terutama ditujukan
terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) dan MOMP (Major outer
membran protein). C.trachomatis dapat ditemukan secara langsung
dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescent,
dengan teknik ini badan elementer (BE) dan badan inklusi akan terlihat
berwarna hijau dengan latar belakang yang berwarna kontras coklat
kemerahan. Kadang-kadang juga ditemukan badan inklusi intra
sitoplasmik. Sensitifitasnya 70-75% dan spesifisitasnya 95-99%.1,4,18
b. Enzym Immuno Assay (EIA)
Pada pelayanan kesehatan tanpa adanya fasilitas kultur jaringan, Enzym
Immunoassay (EIA) digunakan sebagai prosedur skrining. Pada dasarnya,
EIA mengandalkan perubahan warna sebagai suatu indikator positif,
bukan visualisasi Ebs (imunofluoresensi) atau Rbs (kultur sel).
Pemeriksaan EIA bertujuan mendeteksi adanya antigen C.trachomatis

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 13


dengan menggunakan antibodi monoklonal maupun poliklonal. Antibodi
akan mendeteksi adanya LPS C.trachomatis yang lebih soluble
dibandingkan dengan MOMP. Sensitivitas pemeriksaan EIA bervariasi
antara 65-75% dan spesifitas adalah 97%. 4,14
c. Onsite Chlamydia Rapid Test (CTK Biotech)
Rapid Diagnostic Tests (RDT) merupakan pemeriksaan point-of-care
(pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di samping pasien) yang
sederhana, cepat, murah, dan dapat memberikan hasil dalam beberapa
menit sehingga pasien dapat segera menerima terapi antibiotik ketika tes
positif. Onsite Chlamydia Rapid Test bertujuan untuk mendeteksi secara
kualitatif keberadaan antigen C.trachomatis menggunakan specimen swab
endoserviks dan endouretral, dengan sensitifitasnya 94,1% dan
spesifisitasnya 97,4%.12,21
4. Tes Nucleic Acid Amplification based test (NAAT)
Pemeriksaan Nucleic Acid Amplification based test menggunakan uji
amplikasi asam nukleat yang merupakan terobosan baru dan pilihan utama
dalam mendiagnosis infeksi oleh C.trachomatis. Adanya proses amplifikasi
secara teori diharapkan pemeriksaan dengan cara ini akan memberikan hasil
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan lain. Teknik amplifikasi
nukleat yang sering dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR)
dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas 90-95%,
spesifisitas 98-100% dan dapat menggunakan spesimen non-invasif seperti
urin untuk menskrinning infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.1,4,18,22

VII. PENATALAKSANAAN
Infeksi C.trachomatis harus ditata laksana sekaligus pada kedua pasangan
seksual dan pada keturunan untuk mencegah berulangnya infeksi. Penting
untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital yang disebabkan oleh
C.trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya,

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 14


Contact tracing (pemeriksaan dan pengobatan partner seksual) diperlukan
untuk keberhasilan pengobatan.2,5,18
Regimen terapi yang direkomendasikan adalah :
a. Azitromisin, diberikan dosis tunggal 1 gr/oral
b. Doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2x100 mg/hari selama 7 hari.
Regimen alternatif yang dapat diberikan adalah :
a. Eritromisin 4x500 mg/hari selama 7 hari atau 4x250 mg/hari selama 14 hari.
b. Eritromisin etilsuksinat 4x800 mg/hari selama 7 hari.
c. Ofloksasin 2x300 mg/hari selama 7 hari
d. Levofloksasin 1x500 mg/hari selama 7 hari.
Untuk meminimalisasi transmisi, pria yang mendapat terapi dianjurkan
untuk menghindari hubungan seksual selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal
atau hingga selesai regimen 7 hari, dengan gejala yang telah hilang.5

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Tabel 1. Diagnosis Banding Chlamydia Trachomatis.1,11,17

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 15


IX. PENCEGAHAN
Kriteria Infeksi Chlamydia Infeksi Gonorea Trikomoniasis
trachomatis
Penyebab Chlamydia Neisseria Trichomonas
trachomatis gonorrhoeae Vaginaslis
Masa Inkubasi 1-3 minggu 2-5 hari 4-28 hari
Manifestasi Keluarnya sekret Keluarnya sekret Keluarnya sekret
Klinis mukopurulen dari alat purulen dari alat purulen, berbusa
kelamin, nyeri pelvis kelamin, disuria, dan berbau amin
kronis, disuria. gatal. dari alat kelamin,
eritema dan udema
vulva
Laboratorium Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
mikroskopik, Kultur, mikroskopik, mikroskopik,
DFA, EIA, NAAT, tes kultur, NAAT, tes kultur, tes serologi,
serologi serologi NAAT

Metode terbaik dalam pencegahan komplikasi dari infeksi Chlamydia


adalah penapisan terhadap remaja dan dewasa muda yang aktif secara seksual.
Edukasi penderita sangat penting, menekankan penggunaan kondom yang
benar dan konsisten telah terbukti menurunkan risiko penularan penyakit
menular seksual. CDC menganjurkan penapisan dilakukan pada wanita usia
≤25 tahun yang aktif secara seksual. Pasangan seksual penderita dalam waktu
60 hari atau lebih sebelum gejala timbul atau saat diagnosis, dianjurkan untuk
diperiksa dan terapi. Penderita dianjurkan untuk menghentikan sementara
aktifitas seksual hingga terapi selesai (7 hari) dan pasangan telah selesai

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 16


menjalani evaluasi dan terapi. Penderita diberikan konseling tentang risiko dan
penularan akan infeksi menular seksual yang lain.3,5
Monitoring penderita C.trachomatis disarankan untuk menjalani evaluasi
ulang bila gejala menetap atau timbul kembali setelah menyelesaikan terapi.
Hanya gejala saja tanpa ada tanda atau bukti labarotorium akan inflamasi uretra,
tidak cukup untuk memulai terapi ulang. Perlu dipikirkan kemungkinan akan
adanya prostatitis kronis / sindrom nyeri pelvis kronis pada penderita pria yang
mengalami nyeri menetap, gejala iritasi saat berkemih, nyeri saat atau setelah
ejakulasi atau onset baru ejakulasi dini selama lebih dari 3 bulan.5

X. PROGNOSIS
Pengobatan dini dengan terapi antibiotik yang tepat menghasilkan prognosis
yang sangat baik dan mungurangi risiko komplikasi jangka panjang, seperti
infertilitas. Terapi pertama kali dengan antibiotik telah terbukti 95% efektif
dalam memberantas infeksi. Kegagalan terapi dengan regimen rekomendasi
cukup jarang. Relaps dapat terjadi dengan regimen alternatif. Reinfection cukup
sering dan berhubungan dengan pasangan seksual yang tidak diterapi atau
didapatkan dari pasangan seksual yang baru.5,11

XI. RINGKASAN
Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler genus Chlamydia. Siklus
perkembangan Chlamydia berbeda dari bakteri lainnya, pembelahan terjadi
secara binary fission dan berkembang dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu
badan elementer dan badan retikulat. Infeksi C.trachomatis dapat mengenai
saluran genital pria dan wanita, konjungtiva, dan paru-paru. Infeksi
C.trachomatis pada saluran genital pria dan wanita dapat bersifat asimtomatik,
pada wanita dapat mengakibatkan gejala yang parah seperti penyakit radang
panggul (PID), yang kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik dan
infertilitas, sedangkan pada pria dapat mengalami prostatitis dan epididimitis.

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 17


Untuk mencegah penyebaran infeksi yang lebih luas dan terjadinya
komplikasi maka diperlukan pemeriksaan yang baik sehingga diagnosis dapat
dilakukan secara dini dan pengobatan dapat dilakukan dengan segera. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium yang mendukung. Diagnosis C.trachomatis pada saat ini
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dengan menyingkirkan infeksi
spesifik lain seperti Neisseria gonnorhea. Pemeriksaan baku emas yang dapat
dilakukan untuk mendiagnosis infeksi C.trachomatis adalah kultur agen
penyebab. Namun pemeriksaan ini tidak mudah dilakukan dan memerlukan
keahlian khusus, sehingga sulit dilakukan pada praktek klinis. Metode diagnosis
infeksi C.trachomatis antara lain dengan Direct Fluoresence Assay (DFA),
Enzim Immunoassay (EIA), dan deteksi asam nukleat. Penanganan dini dengan
antibiotik yang sesuai diperlukan dan dapat mengurangi risiko komplikasi
jangka panjang.

ALGORITMA CHLAMYDIA TRACHOMATIS

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 18


Individu dengan resiko tinggi Infeksi Chlamydia Trachomatis

Spesimen

Pewarnaan Gram Kultur sel McCoy Deteksi antigen


(masih sulit
dilakukan)
Gram negatif - Tidak dijumpai EIA RDT DFA
diperiksa dengan
diplokokus gram negatif
imunofluoresensi
diplokokus Ditemukan BE & BI
direk untuk
melihat BI
- Pewarnaan giemsa
Gonore : BI terdapat sitoplasmik
Chlamydia
sitoplasma sel epitel
akan nampak warna
ungu tua

- Pewarnaan
Positif Negatif
iodium : BI terlihat
berwarna coklat
Konfirmasi
Chlamydia Trachomatis
NAAT/PCR

Negatif

Bukan
Chlamydia

Sumber : Modifikasi.4,12,14,21,23

DAFTAR PUSTAKA

1. Karmila N. Infeksi Chlamydia trachomatis, available from:


http://library.usu.ac.id, accesed 16 Februari 2018

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 19


2. World Health Organization (WHO). Treatment of Chlamydia trachomatis by
the WHO document production service, Geneva, Switzerland. 2016;p.10-11
3. Mishori R, dkk. Chlamydia Trachomatis Infections : Screening Diagnosis and
Management. Washington, District of Colombia. 2012,p; 1127-1131.
4. Reza,R,N and SHW,T. Pemeriksaan laboratorium infeksi Chlamydia
trachomatis pada saluran genitalia. Berkala ilmu ksehatan kulit dan kelamin-
Periodical of Dermatology and Venereology.Vol 27/N0.2/Agustus 2015.
Hal;144-148
5. Setiati S,dkk. Uretritis Non-Gonokokal dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi VI. InternaPublishing. 2015;840-43.
6. Carey AJ. Beagley KW. Chlamydia trachomatis, a hidden epidemic: effects
on female reproduction and options for treatment. American Journal of
Reproductive Immunology; 2010;63:576–86
7. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines, MMWR 2006. p.21-42.
8. Opoku BK. Sarkodie YA. Prevalence of genital chlamydia and gonococcal
infections in at risk women in the Kumasi metropolis, Ghana. Ghana Medical
Journal;2010;44:21-23
9. Sariroh W dan Primawariawan Y,R. Tingginya Infeksi Chlamydia trachomatis
pada kerusakan tuba fallopi wanita infertil dalam majalah Obstetri &
Ginekologi, Vol 23 No.2/Mei-Agustus 2015;69-74.
10. Lanjow E, ddk. 2015 European Quideline on the Management of Chlamydia
Trachomatis Infections in International Journal of STD & AIDS. Orebro
University, Sweden.2015,p;1-9.
11. Goldsmith AL, dkk. Chlamydia in Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 8th Edition. McGrawHill.2012,p;2519-21.
12. Pommerville CJ. Chlamydia in Alcamo’s Fundamentalis of Microbiolgi ninth
editon. United States of America. 2011.p:401-403.
13. Ray GC, Ryan JK. Chlamydia in Sherris Medical Microbiology sixth edition.
McGrawHill. 2014,p;667-71.
14. Mayer T. Diagnostic Procedures to Detect Chlamydia Trachomatis Infections
in Journal Microorganisms. Germany.2016,p;2-10
15. Moodley, S. Laboratory Diagnosis and Identification of Chlamydia
Trachomatis in The Battle Againts Microbial Pathogen: Basic Since, South
Africa. 2015,p;1036-41.
16. Daville T. Hiltke TJ. Patogenesis of genital tract disease due to Chlamydia
trachomatis. Journal of Infectious Diseases;2010;201(S2):S114-S125
17. Burns T, dkk. Genital Chlamydia Infections in Rook’s textbook of
dermatology. 8th Edition. Oxford:Wiley-Blackwell; 2010,p;34.29-31.
18. Jawetz, Melnick & Adelberg. Chlamydia dalam Mikrobiologi Kedokteran,
Edisi 25. Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2014 : 342-351
19. Kasper, LD and Fauci, SA. Chlamydial Infection in Harrison’s Infectious
Disease. McGrawHill. 2010,p;692-99.

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 20


20. Menaldi SL, dkk. Infeksi Genital Nonspesifik dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin edisi ketujuh. FKUI. 2017, hal; 439-45
21. Insert Kit onsite Chlamydia rapid test-cassette swab. Available at :
http://www.grupomoscaro.com/pdf. Accessed on februari 20, 2018.
22. Domeika M. Savicheva A. Sokolovskiy E. et al. Guidelines for the laboratory
diagnosis of chlamydia trachomatis infections in east european countries.
Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology
2009;23:1353–63
23. Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Yudarsono J. Pemeriksaan Bakteriologik dan
Serologik PMS dan Infeksi Non Spesifik. Dalam : Penyakit Menular Seksual.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI 2017:31-33

Chlamydia Trachomatis/Referat Infeksi Tropis 21

Anda mungkin juga menyukai