Anda di halaman 1dari 5

Nama : Prity Wulandari

NPM : 6121001

Prodi : Sarjana Kebidanan (A1)

MK : MIKPAR

1. Jelaskan siklus hidup Entamoeba histolytica dan mekanisme penularannya!


2. Jelaskan siklus hidup Trichomonas vaginalis dan mekanisme penularannya!
3.Jelaskan pemeriksaan laboratorium untuk malaria!
4. Sebutkan penyakit yang disebabkan oleh Giardia lamblia!
5. Sebutkan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii!

1. E. histolytic Ini menyajikan siklus hidup langsung atau monoxenic, yaitu, ia membutuhkan


satu host untuk pengembangannya. Itu tidak menampilkan vektor biologis dalam siklus
hidupnya.

Namun, ia dapat memberikan vektor mekanis, seperti lalat, tikus yang tidak
berpartisipasi aktif dalam siklusnya, tetapi hanya mengangkut bentuk infektif ke makanan
dan air.

Infeksi terjadi setelah konsumsi kista berinti tetra dalam makanan dan air yang
terkontaminasi. Karena aksi jus lambung mencerna dinding kista.

Kista pecah memberikan jalan bagi pembentukan trofozoit. Ini berkembang biak
dengan pembelahan biner dan menyerang mukosa usus besar, terutama usus besar, yang
merupakan habitat utama untuk perkembangan aktifnya

Beberapa trofozoit dapat menyerang dinding usus menghancurkan sel-sel epitel.


Mereka menghasilkan lektin yang memungkinkan mereka untuk melekat pada sel-sel usus
dan menghasilkan lisis oleh proteinase. Dari usus dapat menyerang jaringan ekstraintestinal,
mencapai menyerang hati, paru-paru dan jaringan otak.

Di usus besar, prekursor yang tidak berinti berasal, secara progresif berubah menjadi
kista dewasa atau tetranukleasi, yang merupakan bentuk infeksi parasit..
Orang yang terkontaminasi mengeluarkan kista dan trofozoit, yang mencemari air dan
makanan. Dengan menelan makanan yang terkontaminasi, makanan baru dimulai di inang
baru.

2. Perkembangbiakannya dengan cara berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan


inti membelah dengan cara mitosis yang dilakukan setiap 8 sampai 12 jam dengan kondisi
yang optimum. Jadi tidak heran bila dalam beberapa hari saja

protozoa ini dapat berkembang mencapai jutaan. Tidak seperti protozoa lainnya,
trichomonas tidak memiliki bentuk kista. Sel-sel trichomonas vaginalis memiliki kemampuan
untuk melakukan fagositosis.

Untuk dapat hidup dan berkembang biak, trichomonas vaginalis membutuhkan


kondisi lingkungan yang konstan dengan temperatur sekitar 35-37˚C, hidup pada Ph diatas
5,5- 7,5. Sangat sensitif terhadap tekanan osmotik dan kelembaban lingkungan. Protozoa ini
akan cepat mati bila diletakkan di air atau di keringkan. Meskipun penularan trichomonas
vaginalis secara non-venereal sangat jarang, ternyata organisme dapat hidup beberapa jam
dilingkungan yang sesuai dengan lingkungannya.
Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di antara sel-sel epitel
dan leukosit dengan menggerakkan flagel anterior dan membran bergelombang.
 Parasit ini mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup selama5 hari pada suhu 00C.
Dalam biakan, parasit ini mati pada pH <4,9,  (pH vagina 3,8 - 4,4) dan tahan  terhadap
desinfektans dan antibiotik.
Trichomonas vaginalis dapat diidentifikasi dari sediaan sekret vagina yang masih
segar, dimana kita dapat melihat organisme ini secara jelas pergerakannya. Selain dari sekret
vagina yang masih segar lebih baik karena protozoa ini sangat sensitif dan mudah mati,
apalagi pada urine bisa terdapat sel-sel lain (seperti leukosit) yang menyulitkan kita untuk
membedakannya.
Trichomonas vaginalis berada di saluran alat kelamin perempuan bagian bawah. Pada
laki-laki berada di uretra dan prostat.Memperbanyak diri dengan pembelahan biner ( satu
menjadi dua). Parasit tidak memiliki bentuk kista, dan tidak bertahan dengan baik di
lingkungan luar.Trichomonas vaginalis ditularkan di antara manusia, terutama melalui
hubungan seksual.

3.Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium secara


visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita. Pemeriksaan
mikroskopis ini sangat bergantung pada keahlian pranata laboratorium (Ahli Teknologi
Laboratorium Medik / ATLM) yang melakukan identifikasi. Teknik pemeriksaan inilah
yang masih menjadi standar emas dalam penegakan diagnosis penyakit malaria.
Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan
QBC (Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan
pewarnaan fluorescensi dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap
eritrosit yang terinfeksi oleh parasit Plasmodium. 

Plasmodium akan mengikat zat warna Acridine Orange sehingga dapat dibedakan


dengan sel lain yang tidak terinfeksi. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat membedakan
spesies dan tidak dapat melakukan hitung jumlah parasit. Selain itu juga reagensia yang
digunakan relatif mahal dibandingkan pewarna Giemsa yang sering kita gunakan sehari-hari
untuk pewarnaan rutin sediaan malaria.

2. Pemeriksaan immunoserologis.
Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen
maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.

a. Deteksi antigen spesifik.


Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang
ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :

 Radio immunoassay
 Enzym immunoassay
 Immuno cromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat dilakukan
pemeriksaan diyakini parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik
tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat parasitemia.

b. Deteksi antibodi.
Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang
berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi immunologi dari
infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain :
 Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)
 Latex Agglutination Test
 Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa

3.  Sidik DNA


Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita.
Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit Plasmodium
maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium. Kelemahan teknik ini jelas pada pembiayaan
yang mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan pemeriksaan ini.

4. Penyakit giardiasis disebabkan oleh parasit Giardia atau dikenal juga dengan Giardiasis


intestinalis, Giardia lamblia, atau  Giardia duodenalis. Umumnya kontaminasi terjadi
melalui air yang mengandung giardia atau makanan yang terkontaminasi feses dari manusia
atau hewan yang sudah terinfeksi.

Beberapa faktor risiko yang membuat seseorang rentan terhadap infeksi giardiasis
antara lain adalah:

 Anak-anak. Paparan parasit pada anak-anak lebih mungkin terjadi lewat kotoran,
khususnya pada anak-anak yang masih menggunakan popok atau banyak
menghabiskan waktu di tempat penitipan anak.
 Orang tua dengan anak yang masih menggunakan popok atau banyak menghabiskan
waktu di tempat penitipan anak.
 Orang-orang yang tinggal atau berkunjung ke daerah polusi atau tempat yang
memiliki tingkat sanitasi rendah.

5. Toksoplasmosis terjadi ketika parasit Toxoplasma gondii masuk ke dalam tubuh manusia.


Parasit ini biasanya menetap di dalam otot, otak, mata, atau otot jantung.

Selain masuk ke dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat menginfeksi hewan,


terutama kucing. T.gondii  dapat berkembang di lapisan usus kucing dan bisa keluar bersama
kotoran.

Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii  melalui beberapa cara, yaitu:


 Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii
 Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii, terutama
daging yang tidak dimasak dengan matang
 Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin
 Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi

Anda mungkin juga menyukai