Anda di halaman 1dari 17

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Taksonomi Chlamydia trachomatis

Chlamydia trachomatis inclusion bodies (brown) in a McCoy cell

culture.

Kingdom: Bacteria
Filum: Chlamydiae
Ordo: Chlamydiales
Famili: Chlamydiaceae
Genus: Chlamydia
Spesies: Chlamydia trachomatis (menyerang manusia)

Chlamydia muridarum (menyerang tikus dan hamster)

- Chlamydia suis ( menyerang babi)

2.2 Morfologi Chlamydia trachomatis


4

1. Chlamydia trachomatis termasuk bakteri gram negatif. Berukuran 0,2 –

1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak.


2. Chlamydia trachomatis merupakan bakteri obligat intraseluler, hanya

dapat berkembang biak didalam sel eukariot hidup dengan membentuk

semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi.


3. Chlamydia trachomatis bukan termasuk virus melainkan bakteri. Hal

ini terbukti dari sifat-sifat berikut yang tidak terdapat pada virus, yaitu

memiliki ribosom, RNA dan DNA, dinding sel dari peptidoglikan yang

mengandung asam muramat, membelah diri secara biner dalam badan

intrasitoplasma dan pertumbuahannya dapat dihambat oleh obat-obatan

antibakteri.
4. Chlamydia trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena

berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua

bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan Elementer

(BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial.


5. Badan elementer ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak

ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan

retikulat lebih besar (± 1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.


6. Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di dalamnya.

Chlamydia trachomatis peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid,

dan jumlah serovarnya adalah 15.


7. Antigen pada permukaan Chlamydia trachomatis dapat

diklasifikasikan sebagai Lipopolisakharida (LPS) dan Major Outer

Membrane Protein (MOMP) yang merupakan antigen spesifik dari

Chlamydia trachomatis. Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara

genetik berhubungan dengan respon imunopathologik namun sampai

sekarang belum jelas apakah respon anti bodi terhadap CHSP 60


5

memang terlibat dalam imunopatologik Chlamydia trachomatis atau

semata-mata sebagai petanda infeksi Chlamydia trachomatis yang

persintel.
8. Chlamydia tidak mampu membentuk sendiri senyawa fosfat berenergi

tinggi. Energi yang dibutuhkannya diambil dari sel hospes, oleh karena

itu kuman ini juga disebut sebagai parasit energi.

2.3 Patogenesis Chlamydia trachomatis

Kolonisasi Chlamydia mulai dengan melekat pada reseptor asam

sialik pada mata, tenggorokan, atau genitalia. Dan menetap pada bagian

tubuh yang tidak dapat dicapai oleh fagosit, sel T dan sel β. Serta

mempunyai 15 serotipe yang berbeda. Serotipe ini menyebabkan 4

penyakit utama pada manusia : trachoma endemik (disebabkan serotipe A

dan C), penyakit menular seksual, dan konjunktivitis inklusi (disebabkan

serotipe D dan K), dan lymphogranuloma venereum (disebabkan

serotype L1, L2 dan L2). Struktur dinding sel yang unik merupakan

faktor virulensi. Penelitian menjelaskan karena dinding selnya,

Chlamydia dapat menginhibisi fusi fagolisosom pada fagosit mungkin

tidak tampak jelas. Sebagai contoh misalnya, infeksi mata, saluran

pernapasan atau saluran genital disertai dengan kurasan, bengkak,

erythema dan nyeri yang terlokalisir hanya pada daerah ini. Infeksi

Chlamydia trachomatis terkait dengan banyak rangkaian susulan

merugikan disebabkan perubahan inflamasi kronis dan juga fibrosis

(misalnya, infertilitas tubal dan kehamilan ectopic). Mekanisme yang


6

diajukan untuk patogenesis penyakit chlamydial adalah reaksi yang

diantarai-kekebalan.

Wanita hamil dengan infeksi chlamydial serviks bisa menularkan

infeksi ke bayinya; bukti menunjukkan bahwa hingga 50% bayi yang

dilahirkan ibu sedemikian akan mengalami konjungtivitis inklusi.

Mungkin pada 10% bayi, pneumonitis chlamydial bawaan berkembang

pada usia 2-3 bulan. Patogen ini bisa menyebabkan otitis media pada

neonat. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa infeksi chlamydial

pada kehamilan adalah penanda risiko untuk kelahiran prematur dan

infeksi pascalahir. Wanita yang berisiko terbesar adalah wanita dengan

infeksi chlamydial baru-baru ini yang terdeteksi dengan IgM

antichlamydial. Wanita dengan infeksi kronis atau kambuhan tidak

mengalami peningkatan risiko kelahiran dini. Diajukan bahwa cervicitis

asymptomatik memicu amnionitis ringan. Kejadian ini mengaktifkan

phospholipase A2 untuk melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan

kontraksi rahim yang bisa menyebabkan persalinan prematur. Infeksi

chlamydial terkait dengan angka kejadian endometritis pascapersalinan

dini yang lebih tinggi dan juga infeksi terlambat dari Chlamydia yang

sering muncul beberapa minggu setelah persalinan.

Sekali bakteri pathogen seperti Chlamydia trachomatis memasuki

serviks dan infeksi tidak ditangani, dapat menyebar ke uterus dan tuba

fallopii dan akan meyebabkan penyakit radang panggul. Dan ini terjadi

lebih dari 40% wanita yang tidak segera ditangani. Penyakit radang

panggul akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada tuba fallopii,


7

uterus dan jaringan sekitar. Walaupun pada saat itu diusahakan untuk

diobati, dinding dalam tuba akan lengket, sehingga menghalangi untuk

terjadinya konsepsi.

2.4 Gejala yang ditimbulkan Chlamydia trachomatis

1. Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah

terinfeksi. Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan

yang tidak disertainyeri.


2. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera

membaik sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya.


3. Terjadi pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau

kedua selangkangan. Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat,

dan jika tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus) di kulit yang

terletak diatas kelenjar getah bening tersebut.


4. Dari lubang tersebut akan keluar nanah atau cairan kemerahan, lalu

akan membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau

kambuh kembali.
5. Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri

sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi

rektum yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah.


6. Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka pembuluh

getah bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi

pembengkakan jaringan.
7. Infeksi rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang

selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.

2.5 Penatalaksanaan Chlamydia trachomatis


8

Infeksi Chlamydia dapat disembuhkan dengan pemberian

antiobiotik. Dengan dosis tunggal Azithromycin atau Doksisiklin (dua

kali sehari) selama 7 hari merupakan pengobatan yang paling sering

diberikan.

Dosis tunggal Azithromycin untuk orang dewasa adalah 1 gram,

sedang untuk anak-anak adalah 10 mg/kgBB dan tidak boleh melebihi 1

gram/hari. Sedangkan Doksisiklin diberikan dengan dosis dewasa 100

mg dua kali sehari selama 7 hari.

Azithromycin lebih mahal dibandingkan dengan Doksisiklin,

tetapi berdasarkan penelitian Magic D dkk (1996) bahwa azithromycin

menimbulkan sedikit mayor maupun minor komplikasi dan secara rata-

rata dalam penggunaan lebih murah dibandingkan Doksisiklin.

Strain Chlamydia trachomatis mensintesa folat dan peka

terhadap hambatan oleh sulfonamid. Aminoglikosida tidak dapat

menghambat Kultur pasca-pengobatan biasanya tidak dianjurkan jika

doxycycline, azithromycin atau ofloxacin digunakan seperti yang

dijelaskan di atas dan gejala-gejala tidak ada; angka kesembuhan akan

lebih tinggi dari 95%. Pengujian ulang bisa dipertimbangkan 3 minggu

setelah menyelesaikan pengobatan dengan erythromycin.

Untuk pasien rawat jalan, yang harus diperhatikan :

 Semua pasien harus diikuti secara intensif untuk

mengurangi resiko infeksi lanjutan.


 Periksa kembali 1– 2 hari untuk melihat perbaikan gejala

klinik.

Pasien di rawat inap bila ada faktor-faktor :


9

 Tubo-ovarian abses (TOA), Kehamilan, Gagalnya

pengobatan rawat jalan, Immunodefisiensi, Nyeri perut

yang hebat.

Aturan alternatif adalah erythromycin basa 500 mg atau

erythromycin ethylsuccinate 800 mg secara oral 4 kali sehari yang

diberikan minimum selama 7 hari. Pasien yang tidak bisa mentoleransi

erythromycin hendaknya mempertimbangkan ofloxacin 300 mg dua kali

sehari atau levofloxacin 500 mg secara oral sekali sehari selama 7 hari.

Pemberian ampicillin dosis tinggi menghasilkan pembasmian Chlamydia

trachomatis dari serviks wanita penderita salpingitis akut. Penambahan

inhibitor enzym lactamase sulbactam meningkatkan aktivitas

antichlamydial secara in vitro. Wanita hamil dianjurkan menggunakan

erythromycin basa 500 mg 4 kali sehari selama 7 hari, atau amoxicillin

500 mg 3 kali sehari selama 7 hari. Aturan alternatip meliputi

erythromycin basa 250 mg secara oral 4 kali sehari selama 14 hari,

erythromycin ethylsuccinate 800 mg secara oral 4 kali sehari selama 7

hari, erythromycin ethylsuccinate 400 mg secara oral 4 kali sehari

selama 14 hari atau azithromycin 1 g secara oral dosis tunggal.

2.6 Epidemologi Chlamydia trachomatis

Westrom (1975) melaporkan 21% insiden terjadinya infertilitas

dikarenakan oleh PRP. Dan Westrom (1980) juga mengemukakan

rusaknya tuba fallopi meningkat dengan terjadinya PRP lanjutan dari 34%

menjadi 54%. Prevalensi infeksi Chlamydia trachomatis adalah penyakit


10

transmisi seksual paling banyak di Amerika, menginfeksi 3 juta orang tiap

tahun. Biasanya asimptomatik(60-80%menginfeksi wanita dan 10%

menginfeksi pria). Chlamydia trachomatis di Amerika mencapai 20%

merupakan penyebab infertilitas dengan proporsi tertinggi pada masalah

tuba. Dan sekitar 40% wanita dengan infeksi Chlamydia berkembang

menjadi penyakit radang panggul, 20% nya menjadi infertil. Pada tahun

2004, 929.462 infeksi chlamydia dilaporkan kepada CDC, yang 2,5 kali

lebih besar daripada jumlah kasus gonorrhea. Pusat untuk Pengendalian

Penyakit memperkirakan bahwa 2.8 juta orang Amerika terkena infeksi

dengan chlamydia setiap tahun. Sekitar 75% dari wanita-wanita terkena

infeksi tidak menunjukkan gejala-gejala dari infeksi chlaymida.

Berdasarkan Valkengoed IGM dkk (2000) pada penelitiannya

terhadap wanita asimptomatik dengan pemeriksaan sederhana menjumpai

sebanyak 2,8% dari 5.867 partisipan ternyata positif terinfeksi Chlamydia

trachomatis. Sedangkan Aldeen dkk (2000) menjumpai 4,8% (18/432

wanita asimptomatik) telah terdeteksi terinfeksi Chlamydia trachomatis.

Aswad SA dkk (2004) pada penelitiannya terhadap prevalensi

infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita Timur Tengah, dari 919 wanita

dijumpai sebanyak 2,6% terinfeksi oleh Chlamydia trachomatis.

Menurut Cohen CR dkk (2000) pada wanita dengan infertilitas

akibat abnormalitas tuba yang mempunyai riwayat PRP, yang telah

mempunyai antibodi Chlamydia trachomatis sebanyak 53%.

Chlamydia yang berasal dari cervix pada 5% sampai 39% dan pada

tuba 0% sampai 10% pada wanita-wanita yang didiagnosa PID. Antibodi


11

Chlamydia trachomatis ditemukan 20% sampai 40% pada wanita-wanita

dengan riwayat PID.

Di Swedia, Chlamydia trachomatis diperkirakan menyebabkan

60% kasus salpingitis. Walaupun bukti langsung infeksi sedemikian,

misalnya pemulihan dari kultur tubal, tidak ada dalam sebagian besar studi

yang dilaksanakan di Amerika Serikat, para ahli yakin bahwa patogen ini

mungkin bertanggungjawab atas 20-35% infeksi pelvis sedemikian.

Studi-studi saat ini menunjukkan bahwa 3-5% wanita hamil dan

sebanyak 15% wanita yang tidak hamil yang aktif secara seksual

mengalami colonisasi serviks chlamydial asymptomatik.

2.7 Diagnosa laboratorium Chlamedya trachomatis

 Spesimen
Untuk Chlamedya trachomatis infeksi oculogenital, spesimen

untuk pemeriksaan langsung dari biakan harus dikumpulkan dari

tempat yang terinfeksi dengan swab atau kerokan, dari permukaan sel

epitel yang terkena. Biakan dari discharge pirulen tidak adekuat, dan

material pirulen harus disingkirkan sebelum mengambil spesimen.

Dengan demikian, untuk inklusi konjungtivitis diambil kerokan

konjungtiva, untuk urethritis swab spesimen diambil dari beberapa

sentimeter ke dalam urethra, untuk servisitis spesimen diambil dari

permukaan sel kolumner dari kanal endoservikal. Ketika dicurigai

infeksi saluran genital bagian atas pada wanita, kerokan endometrium

merupakan sampel yang baik. Cairan yang didapatkan dari


12

culdosintesis atau aspirasi tuba uterina menghasilkan Chlamedya

trachomatis yang sedikit pada biakan. Biopsi tuba uterina untuk biakan

diagnostik lebih merupakan perangkat penelitian daripada suatu

prosedur rutin. Untuk lymfogranuloma venereum, aspirasi dari bubo

atau nodus fluktuan memberikan spesimen yang terbaik untuk biakan.


Swab, kerokan, dan spesimen jaringan sebaiknya ditempatkan

dalam medium transport. Medium yang dipakai mempunyai sukrosa

0,2 mol/L dalam buffer fosfat 0,02 M, pH 7,0 – 7,2 dengan 5% serum

janin anak sapi. Media transport lain mungkin sama-sama sesuai.

Media transport sebaiknya mengandung antibiotika untuk menekan

bakteri selain spesies chlamydia. Gentamycin, 10 µg/mL, Vancomycin

100 µg/mL, dan amphotericin B, 4 µg/mL, dapat dipakai dalam

kombinasi karena mereka tidak menghambat chlamydia. Jika spesimen

tidak dapat diproses dengan cepat, dapat dimasukkan ke dalam lemari

pendingin selama 24 jam, jika tidak mereka sebaiknya dibekukan pada

suhu –60° C atau lebih dingin, sampai diproses.


Pengambilan sampel urin harus dengan jumlah yang tepat dan

sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 jam setelah pengambilan urin.

Pemeriksaan urin dapat dipergunakan untuk pemeriksaan - infeksi

yang terjadi pada vagina ataupun serviks, dikarenakan saat

pengambilan sampel urin akan terbawa sejumlah sekret atau cairan

yang berasal dari dinding vagina dan serviks. Pemeriksaan urin pada

masa >3 jam akan menurunkan sensitifisitas pemeriksaan.

Penyimpanan urin yang belum dilakukan pemeriksaan sebaiknya


13

disimpan pada suhu rendah, sebab dapat terjadi perubahan susunan

protein pada sampel urin terutama pada suhu 25 °C atau lebih.


Usaha untuk pemeriksaan sampel non invasif yang baru adalah

dengan pengambilan sampel yang berasal dari introitus vagina atau

vulva, dengan melakukan pemeriksaan amplifikasi asam nukleotida.

Beberapa penelitian memakai pemeriksaan PCR (Polymerase Chain-

Reaction) memakai sampel yang berasal dari introitus vagina untuk

mendapatkan sensitifisitas yang sama dengan pemeriksaan kultur

serviks. Sampel yang adekuat adalah yang mengandung sedikitnya

satu sel kolumnar atau sel metaplastik setiap sediaan. Sampel tidak

adekuat bila salah satu atau lebih dari yang tersebut berikut :
1. Tidak ada komponen sel
2. Tidak ada sel kolumnar atau metaplastik
3. Hanya ada sel epitel skuamosa atau polimorfonuklear

 Mikroskopi dan Pewarnaan


Pemeriksaan sitologis penting dan berguna hanya pada

pemeriksaan konjungtivitis dan trachom yang disebabkan oleh C

trachomatis. Dapat terlihat inklusi intrasitoplasma khas, secara klasik

dengan spesimen yang diwarnai Giemza. Antibodi monoklonal yang

terkonjugasi dengan fluoresen dapat digunakan untuk pemeriksaaan

langsung spesimen dari saluran genital tetapi tidak sepeka biakan

chlamydia atau uji diagnostik molekuler.


 Kultur

Dengan cara mengumpulkan spesimen kerokan endocervix setelah

cervix dibersihkan dari lendir atau sekret. Hapusan atau sikat sitologi

digunakan untuk mengerok sel epitelial sedalam 1 – 2 cm dari

endocervix, kemudian diputar selama 15-30 detik kemudian


14

dikeluarkan dengan tidak menyentuh mukosa dinding vagina. Metode

yang serupa digunakan untuk mengumpulkan spesimen dari vagina,

urethra atau conjunctiva. Spesimen biopsi dari tuba uterine atau

epididymis juga dapat dibiakkan. Dacron, kapas, rayon atau calcium

alginate pada batang plastik seharusnya digunakan sebagai alat

penghapus untuk mengumpulkan spesimen. Alat penghapus dari

material yang lain dan alat penghapus dari kayu mempunyai sifat

toksik terhadap chlamidia. Untuk optimalisasi isolasi organisma dalam

pemeriksaan, sampel dimasukkan dalam pendingin segera setelah

pengambilan sampel dilakukan. Suhu pendinginan adalah 2-8°C dan

menetap pada suhu tersebut selama pengiriman sampel ke

laboratorium. Masa mulai dari pengumpulan dan proses pemeriksaan

laboratorium sebaiknya dilakukan kurang dari 48 jam. Namun bila

dalam masa ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan, sampel harus

disimpan dalam pendingin dengan suhu -70°C sampai saatnya proses

pemeriksaan dilakukan. Pendinginan atau melakukan kultur pada suhu

-20°C akan mengakibatkan penghancuran antigen chlamydia

trachomatis dan hal ini sebaiknya dihindarkan. Sampel yang dibekukan

akan mengurangi viabilitas sampai 20%. Spesimen hapusan

seharusnya ditempatkan pada media transpor untuk chlamidia dan

dijaga pada suhu lemari es sebelum dibawa ke laboratorium. Sel

McCoy ditumbuhkan dalam monolayers diatas coverslips pada dram

atau shell vial. Beberapa laboratorium menggunakan nampan

mikrodilusi yang bagian bawahnya datar, tetapi kultur dengan metode


15

ini tidak sesensitif seperti metode shell vial. Sel McCoy diberi

cycloheximid untuk menghambat metabolismenya dan meningkatkan

kepekaan terhadap isolasi chlamidia. Inoculum dari spesimenusapan

disentrifugasi dalam mono-layer dan dieramkan pada 35 – 37° C

selama48 – 72 jam. Monolayer kedua dapat diinokulasikan dan

sesudah inkubasi dapatdisonikasi dan ditanam pada monolayer yang

lain untuk meningkatkankepekaannya. Monolayer diperiksa dengan

immunofluorescence langsung untukmelihat inklusi sitoplasma.

Perbenihan chlamidia dengan metode ini kira – kira80 % sensitif tetapi

100 % spesifik., tetapi mahal, tidak cocok untuk jumlah pasienyang

sangat banyak dan sulit dalam mengkultur organisme, banyak hasil

false negatif.

 Pengujian Sitologi Langsung (Direct Fluorescent Antibody, DFA)

dan Enzyme-linked Immunoassay (EIA)


Secara komersial DFA dan EIA untuk mendeteksi C. trachomatis

dapat digunakan dalam laboratorium yang kurang lengkap fasilitasnya

untuk perbenihan. Spesimen dikumpulkan dengan teknik yang sama

dengan yang digunakan untuk mengumpulkan spesimen perbenihan.

Spesimen urine mungkin dapat dipakai untuk beberapa tes tersebut.

Cara pengambilan sampel urin perlu diperhatikan, agar tidak

melakukan pengambilan urin setelah vagina dibersihkan dengan cairan

pembersih tertentu. Jumlah urin yang dibutuhkan 10-20 ml yang

tersimpan dalam wadah pengumpul yang bersih. Beberapa pabrik

penyedia media untuk metode non kultur, diantaranya dapat

menyimpan sampel pada suhu 2- 8°C selama 4 hari. DFA


16

menggunakan antibodi monoklonal yang ditujukan terhadap spesies

antigen spesifik yang terdapat pada membran protein utama bagian

luar chlamidia (MOMP). EIA mendeteksi adanya genus spesifik

antigen lipopolisakarida yang diekstraksi dari elementary body dalam

spesimen. EIA memiliki Sensitivitas 40 – 60%; spesifitas 99%, tetapi

kepekaan sekitar 90% dan spesifisitas sekitar 97% ketika dipakai

dalam populasi dengan prevalensi infeksi yang sedang sampai tinggi

(5-20%). EIA tidak mahal, menggunakan alat automatik, sangat baik

untuk pasien yang sangat banyak. DFA Sensitivitas 50 – 80%,

spesifitas 99%, tetapi DFA memerlukan orang yang skill.


 Pendeteksian Asam Nukleat
Spesimen yang digunakan untuk metode molekuler untuk

mendiagnosis C trachomatis sama dengan yang digunakan untuk

perbenihan, urine mungkin dapat dites sekaligus. Satu metode

komersial menggunakan pemeriksaan DNA probe chemiluminescent

yang dihibridisasi pada sebuah spesies yang spesifik dari chlamidia 16

S rRNA, chlamidia meningkat sampai 104 tiruan dari 16 S rRNA.

Sekali hibrid dibentuk mereka diserap dalam manik-manik, dan jumlah

chemiluminescent kemudian dideteksi dalam sebuah luminometer.

Keseluruhan kesensitivitasan dan kespesifikan pada metode ini kira-

kira 85% dan 98 – 99%, dapat diterima.


Tes amplifikasi asam nukleat juga sudah dikembangkan dan dijual.

Satu tes berdasar pada reaksi rantai polimerase (PCR) dan yang lain

pada reaksi rantai ligase (LCR). Tes tersebut lebih sensitif daripada

perbenihan dan tes non amplifikasi yang lain dan telah mendapatkan

redefinisi kesensitivitasan dalam dokumen laboratorium tentang


17

infeksi chlamidia. Sensitivitas dari tes tersebut mendekati 100%. Tes

amplifikasi asam nukleat lebih mahal dibanding Enzym Immunoassay.


- Serologi

Karena massa antigenik yang relatif besar dari chlamydia pada

infeksi sistem alat kelamin, serum antibodi terjadi lebih banyak secara

umum, daripada trachom dan mempunyai titer yang lebih tinggi.

Peningkatan titer terjadi selama dan sesudah infeksi chlamydia yang

akut. Karena prevalensi yang tinggi dari infeksi sistem alat kelamin di

beberapa masyarakat, maka didapat antibody antichlamydia yang

tinggi pada masyarakat. Dari sekresi alat kelamin (misalnya cervical),

antibodi dapat dideteksi selama infeksi aktif dan dapat ditunjukkan

terhadap immunotipe yang menginfeksi (serovar). Kajian praktis

menunjukkan bahwa test antibodi chlamydia cepat, sangat sensitif

adalah yang paling cocok untuk screening, yang membatasi

penggunaan test antibodi chlamydia dan spesifik pada pasien dengan

hasil screening positip. Sensitivitas 91,1% dan spesifisitas 98,5%. Tes

antibodi Chlamydia walaupun tidak secara langsung, metode evaluasi

faktor tuba relatif murah dan minimal invasif. Tes antibodi Chlamydia

telah digunakan untuk skrining wanita infertil yang beresiko tinggi

terhadap penyakit tuba.

Prinsip tes ELISA yaitu :Antigen Chlamydia trachomatis yang

dimurnikan dilapisi pada permukaan microwells. Serum pasien yang

diencerkan dimasukkan ke dalam tabung, dan IgG spesifik antibodi

Chlamydia trachomatis, jika ada, akan berikatan dengan antigen.

Semua material yang tidak berikatan dicuci (disingkirkan). Setelah


18

menambah konjugat enzyme, maka akan berikatan dengan

antigenantibodi komplek. Konjugate enzym yang berlebihan dicuci,

dan ditambahkan substrat TMB chromogenic. Reaksi katalitik enzyme

konjugat dihentikan pada waktu tertentu. Intensitas warna yang

dihasilkan adalah sebanding dengan jumlah IgG spesifik antibodi di

dalam sampel. Hasil di baca dengan microwell reader dibandingkan

secara parallel dengan kalibrator dan control.

2.8 Pencegahan Chlamedya trachomatis

Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit yang

disebabkan oleh Chlamydia trachomatis adalah tidak melakukan

hubungan seksual dengan mitra seksual yang diketahui menderita penyakit

ini. Untuk mengurangi resiko tertular oleh penyakit ini, sebaiknya

menjalani perilaku seksual yang aman seperti tidak berganti-ganti

pasangan seksual atau menggunakan kondom saat berhubungan.

2.9 Pengobatan Chlamedya trachomatis

Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh

Chlamydia trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan

seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan dan pengobatan partner

seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. Untuk pengobatan

dapat diberikan :

 Tetrasiklin
19

Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak

lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh Chlamedya

trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/h

selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari

tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis2 x

l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak

dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara

pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil.


 Azithromisin
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam

pengobatan masa sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l

gram sekali minum.


 Regimen alternatif dapat diberikan:

-Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari

selama l4 hari.

-Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.

 Regimen untuk wanita hamil:

-Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari.

Anda mungkin juga menyukai