Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

TUMOR PAROTIS SINISTRA

Oleh :

Laili Khairani

H1A007033

Pembimbing:

dr. H. Arif Zuhan, Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2012
Laporan Kasus

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. “IMT”
Usia : 70 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Abian Tubuh, Cakra
Pekerjaan : Buruh
Tanggal MRS : 14 Mei 2012
Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2012

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan pada leher sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang dengan keluhan terdapatnya benjolan pada leher kiri yang disadari sejak
kurang lebih 1,5 bulan yang lalu. Benjolan berawal dikeluhkan hanya bentukan seperti
benjolan kecil, yang semakin lama semakin membesar. Benjolan dirasakan tidak
menghilang walaupun pasien tidur mengarahkan kepalanya ke arah kiri, dengan maksud
agar benjolan tersebut terhimpit dan mengecil. Os menyangkal adanya nyeri pada
benjolan tersebut, pada benjolan tidak pernah bengkak, merah atau panas.
Demam (-), mual (-), muntah (-), sulit menelan (-), penurunan nafsu makan (-), buang air
besar normal, buang air kecil normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os menyatakan belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi (+), penyakit jantung (-), asma (-), riwayat trauma (-), kencing manis
(-), riwayat batuk lama (-).

Riwayat alergi :
Makanan :-
Obat :-

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat hipertensi (+),
riwayat kencing manis (-).

Riwayat Sosial
• Os adalah seorang buruh yang dikarenakan usia sudah tidak pernah bekerja lagi
• Riwayat merokok (+) sejak masih muda, dalam sehari dapat menghabiskan ± 10
batang dalam sehari.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6
Tensi : 120/90 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Respiratory rate : 22 x/menit
Suhu axial : 36,8⁰C

Pemeriksaan Fisik Umum


 Kepala-leher:
1. Ekspresi wajah normal
2. Mata : Simetris, anemis (-/-), hyperemi (-/-), ikterus (-/-), pupil bulat isokor
uk. ± 3mm.
3. THT : Pasien mengalami pendengaran yang sedikit berkurang. Pada
pemeriksaan region intraoral tidak adanya pendesakan pada bagian tonsil dan
uvula.
4. Leher : Terdapat massa pada leher sebelah kiri dengan berukuran 5 cm x 3
cm, berwarna sama dengan sekitarnya, permukaan licin, tidak terdapat
ulserasi, konsistensi kenyal dan berbatas tegas, nyeri tekan (-), tidak terdapat
pembesaran KGB.

 Thorax
1. Pulmo:
 Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, spidernevi (-), fosa
supraklavikula dan infraklavicula simetris, deviasi trakea (-).
 Palpasi : pergerakan simetris, nyeri tekan (-).
 Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru.
 Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

2. Cor :
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis teraba ICS VI midclavicula sinistra 3 jari kemedial.
 Perkusi : pekak dengan batas kanan jantung sterna line dekstra. Batas kiri
jantung ICS V midclavicular line sinistra 2 jari ke medial. Batas atas
jantung ICS II sterna line sinistra.
 Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).

 Abdomen
1. Inspeksi : kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi,
2. Auskultasi : BU (+) normal.
3. Palpasi : nyeri tekan (-) pada seluruh lapang abdomen; hepar, lien dan renal
tidak teraba.
4. Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen.

 Extremitas Atas-Axilla
1. Dingin (-), edema (-).
2. Deformitas (-)
3. Motorik dan sensibilitas baik
 Extremitas Bawah
1. Dingin (-), edema (-)
2. Deformitas (-)
3. Motorik dan sensibilitas baik

 Status Lokalis : Regio Parotis Sinistra dan Nervus VII, VIII, IX, X, XI, XII
 Inspeksi : tampak benjolan berbentuk oval dengan ukuran ± 5 cm x 3 cm, kulit
tampak normal.
 Palpasi : nyeri tekan (-), teraba kenyal dan berbatas tegas.
 Pemeriksaan N. VII, VIII, IX, X, XI dan XII : Tidak terdapat paralisis pada n.
cranialis, pasien masih dapat mengerutkan dahinya, mencucu, meringis,
menutup mata tanpa ada ketertinggalan gerak. Tidak ada paralisis nervus VII,
VIII, IX, X, XI dan XII.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah Lengkap:
WBC : 8,62
RBC : 5,00
Hb : 14,4
HCT : 47,6
PLT : 290
GDS : 175
SGOT : 43
SGPT : 21
Urea : 43
Kreatinin : 1,1
BT : 6’ 0”
CT : 2’ 30”
Urine Lengkap:
BJ : 1,020
pH : 5,0
protein :+1
Darah :+4
Leukosit : 5-10 /Lpb
Eritrosit : 3-5 /Lpb
Epitel : 3-5 /Lpb
b. Gambaran USG
Hasil Bacaan : Tampak limfadenopati pada parotis sinistra, berbatas tegas, tepi regular,
dengan ukuran 3,5 x 2,5 cm, tak tampak gambaran sentral hiler. Pada pemeriksaan
dengan color doppler sonography : Tak tampak hipervaskularisasi.

Tyroid dextra-sinistra : dalam batas normal

Parotis dextra, kelenjar submandibula : dalam batas normal

KESAN : limfadenopati pada parotis sinistra cenderung suatu metastasis  adakah


primer dari nasofaring?

E. RESUME
a. Anamnesis
Laki-laki, usia 70 tahun mengeluhkan benjolan pada leher` sebelah kiri, yang disadari
oleh Os sejak ± 1,5 bulan yang lalu. Benjolan yang bermula hanya kecil dan semakin
lama semakin membesar, Os menyangkal adanya nyeri pada benjolan tersebut. Mual
muntah (-), demam (-), nafsu makan normal.
b. Pemeriksaan Fisik
Tampak adanya benjolan berbentuk oval pada region parotis sinistra dengan ukuran ±
5 cm x 3 cm, kulit tampak normal, nyeri tekan (-), teraba kenyal dan berbatas tegas.
Pada pemeriksaan N. VII, VIII, IX, X, XI, dan XII dalam batas normal.

F. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Parotis sinistra

G. DIAGNOSIS BANDING
Limfadenopati Kelenjar Tiroid

H. RENCANA TERAPI
Paratiroidektomi

I. USULAN PEMERIKSAAN
CT-Scan

Biopsi

J. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Tinjauan Pustaka

1. Pendahuluan
Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis,
submandibula dan sublingual. Kelenjar saliva minor berjumlah ratusan dan terletak di
rongga mulut. Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan
menempati ruangan di depan prosesus mastoideus dan liang telinga luar.
Tumor parotis merupakan tumor yang menyerang kelenjar parotis. Dari 5 tumor
kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur kecil dan 30%
adalah malignan.

2. Anatomi Kelenjar Parotis


Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang berpasangan, berjumlah dua. Kelenjar
parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Masing-masing beratnya rata-rata 25
gram dan bentuknya ireguler, berlobus, berwarna antara hijau dan kuning (yellowish)
terletak di meatus akustikus eksternus di antara mandibula dan muskulus
sternokleidomastoideus.
Kelenjar ini memproduksi secret yang sebagian besar yang berasal dari sel-sel
asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar supraneural dan
kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar
parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf serta kelenjar limfatik.
Produksi kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari
sebelah anterior kelenjar parotis yaitu sekitar 1,5 cm dibawah zigoma. Duktus ini
memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus maseter,
berputar ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam rongga mulut
di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang
bukal.
Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus mandibula dan
sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter. Bagian posterior kelenjar dikelilingi
oleh telinga, prosesus mastoideus, dan tepi anterior muskulus sternokleidomastoideus.
Bagian dalam yang merupakan lobus medial meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh
prosesus stiloideus dan ligamentum stilomandibular, muskulus digastrikus, serta selubung
karotis. Di bagian anterior lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian medial
pterygoideus. Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan lemak subkutaneus.
Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam membungkus kelenjar ini.
Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur penting disekitarnya yaitu vena
jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis eksterna beserta cabangnya, kelenjar
limfa, cabang aurikulotemporalis dari nervus trigeminusdan nervus fasialis.
Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri eksterna dan cabang-cabang di
dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna melalui vena yang
keluar parotis.
Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada diatas kelenjar parotis
(kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri. Kelenjar limfe
yang berasal dari kelenjar parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas.
Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionik yang berjalan pada cabang
petrosus dari saraf glosofaringeus dan bersinaps pada ganglion otikus. Serabut
postganglionic mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal.
3. Tumor Parotis
a. Definisi
Tumor parotis adalah massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan berlebihan dan
tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal, yang terjadi pada kelenjar
parotis.

b. Epidemiologi
Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%,
tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam
mulut 1%. Sekitar 85% dari tumor kelenjar parotis adalah jinak. Adenoma pleomorfik
menempati 45-75% dari seluruh tumor kelenjar liur dan 65% terjadi di kelenjar
parotis.

c. Etiologi
Penyebab pasti dari tumor ini belum diketahui pasti, dicurigai adanya factor
keterlibatan lingkungan dan factor genetic. Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor
jinak warthin dan tumor ganas karsinoma mukoepidermoid. Epstein-Barr virus
merupakan salah satu factor pemicu timbulnya limfoepitelial kelenjar liur.

d. Klasifikasi
Diklasifikasikan menjadi 3 jenis tumor parotis yaitu tumor jinak, tumor ganas dan
mixed tumors.
a) Tumor Jinak
 Pleomorfik adenoma  paling sering terjadi pada kelenjar parotis.
Dinamakan pleomorfik dikarenakan terbentuk dari sel-sel epitel dan
jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk bulat dan
konsistensi lunak. Secara histologist dikarakteristikkan dengan struktur
beraneka ragam biasanya terletak seperti gambaran lembaran untaian
atau seperti pulau-pulau dari spindle atau stellata.
 Warthin’s tumor  tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis,
memiliki kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas
kista multiple. Histology Warthin’s tumor yaitu memiliki stroma
limfoid dan sel epithelial asini.
b) Tumor Ganas
 Mukoepidermoid karsinoma  keganasan pada kelenjar parotis yang
paling banyak. Paling umum mengenai usia anak-anak dan remaja dari
usia 20 tahunan. Untuk tumor Low-grade memiliki presentasi lebih
tinggi untuk terbentuk dari sel mucinous dan prognosis yang dimiliki
lebih baik. Sedangkan tumor High-grade memiliki lebih banyak sel
epitel dan prognosisnya lebih buruk.
 Adenoid kistik  merupakan keganasan kedua yang paling umum
terjadi pada kelenjar parotis. Tumor ini memiliki perkembangan yang
lambat . adenoid kistik karsinoma memiliki tiga perbedaan pola
histology, yang berkorelasi dengan prognosis dari tumor tersebut.
 Adenokarsinoma  adenokarsinoma yang banyak terjadi pada
kelenjar parotis adalah Karsinoma sel asinik, dimana karsinoma ini
berjalan dengan lambat.
c) Mixed Tumor
Pleomorfik adenoma dan neoplasma jinak campuran, dapat berubah
menjadi karsinoma. Perubahan ini terjadi pada sekitar 2-15% dari
keganasan kelenjar saliva.

e. Patofisiologi
1) Teori multiseluler  menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari
diferensiasi sel-sel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal
dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated, mixed tumor
berasal dari sel-sel duktus intercalated dan mioepitel.
2) Teori biseluler  menerangkan bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan
suktus intercalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari duktus intercalated
dapat menimbulkan terjadinya karsinoma acinous, karsinoma adenoid kistik,
mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin’s tumor, sedangkan stem sel dari duktus
ekskretorius menimbulkan terbentuknya sakuamous dan mukoepidermoid
karsinoma.

f. Gejala dan Tanda


Gejala
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan menggerakkan salah
satu sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya asimtomatis (81%), nyeri
dirasakan pada sebagian pasien (12%) dan paralisis nervus facialis (7%). Paralisis
nervus fasialis lebih sering didapatkan pada pasien dengan tumor parotis maligna.
Adanya bengkak biasanya mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang
(painless) dan menyebabkan pasien kesulitan dalam menelan.

Tanda
Tanda pada tumor benigna benjolan bias digerakkan, soliter dan keras. Namun, pada
pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi, konsistensi keras dan
cepat bertambah besar.

g. Diagnosis
 Anamnesis
Keluhan yang didapatkan berupa benjolan yang soliter, tidak nyeri, di
pre/infra/retro aurikuler, jika terdapat rasa nyeri yang sedang sampai berat
biasanya terdapat pada keganasan. Terjadinya paralisis nervus facialis pada 2-3%
kasus keganasan parotis. Adanya disfagia, sakit tenggorokan, dan gangguan
pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening apabila
terjadi metastasis
Selain itu dalam anamnesis perlu ditanyakan bagaimana progresivitas
penyakitnya, adakah factor-faktor resiko yang dimiliki oleh pasien, dan
bagaimana pengobatan yang telah diberikan selama ini.
 Pemeriksaan fisik
1. Status general  melihat keadaan umum pasien secara keseluruhan, adakah
anemis, ikterus, periksalah kepala, thorax, abdomen. Selain itu adakah tanda-
tanda kea rah metastasis jauh (paru, tulang dan lain-lain)
2. Status local
 Inspeksi dari warna kulit, struktur, perkiraan ukuran, dan sampai intaoral,
melihat adakah pendesakan tonsil/uvula)
 Palpasi untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan
sekitar.
 Pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII.
3. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan
kotralateral.

h. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
 USG  untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan
penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan
lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
 CT-Scan  gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang
tajam dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai suatu
kepadatan yang lebih tinggi disbanding glandula tissue. Tumor mempunyai
intensitas yang lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Focus
dengan intensitas signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan
area fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan dengan tanda
kosong (signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.
 MRI  pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau
maligna. Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus
dengan garis kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan
grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran
radiografi seperti lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki tepi
dengan gambaran infiltrasi.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal homeostasis,
untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.

3. Pemeriksaan Patologi Anatomi


 FNA  belum merupakan pemeriksaan baku.
 Biopsy insisional  dikerjakan pada tumor yang inoperable.
 Biopsy Eksisional  pada tumor parotis yang operable dilakukan
parotidektomi duperfisial.

i. Tatalaksana
Pengobatan tumor parotis adalah multidisiplin ilmu termasuk bedah, neurologis,
radiologi diagnostic dan inventersional, onkologi dan patologi. Factor tumor dan
pasien harus diperhitungkan termasuk keparahannnya, besarnya tumor, tingkat
morbiditas serta availibilitas tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan kemoterapi.

1. Tumor Operabel
 Terapi utama
Terapi utama tumor operable adalah pembedahan berupa parotidektomi
superficial, dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superficial. Untuk
parotidektomi total, dilakukan pada tumor ganas parotis yang belum ada
ektensi ektraparenkim dan n.VII. dan untuk parotidektomi total diperluas,
dilakukan pada tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim
dan n.VII.
 Terapi tambahan
Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan pada tumor
ganas dengan criteria: high grade malignancy, masih ada residu makroskopis
atau mikroskopis, tumor menempel pada saraf, karsinoma residif, dan
karsinoma parotid lobus profundus.

2. Tumor inoperable
 Terapi utama
Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu.
 Terapi tambahan
Kemoterapi:
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cyctic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)  adriamisin 50 mg/m2 iv
pada hari 1, 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1, dan sisplatinin 100
mg/m2 iv hari ke-2. Diulang setiap 3 minggu.
b) Untuk jenis karsinoma skuamos sel (aquamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)  mthotrexate 50 mg/m2 iv pada hari ke-1
dan 7, dan sisplatinin pada hari ke-2. Di ulang setiap 3 minggu.

j. Prognosis
Prognosis tumor malignan sangat tergantung pada histology, perluasan local dan
besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor
malignan telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk.
Daftar Pustaka

Susan, Standring. 2005. “Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice”.
Elsevier : USA.

Mujahid, Aswin. 2010. “Modalitas Pemeriksaan Radiologis pada Tumor Parotis.”

Lee, K. J. 2003. “Essential Otolaryngology-Head & Neck Surgery ed. 8”. Connecticut :
McGraw-Hill.

Anil K. 2004. “Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Necj


Surgery”. USA : Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai