Anda di halaman 1dari 36

ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI

Ari Fahrial Syam

PENDAHULUAN sejak saat itu berbagai penelitian melaporkan efektivitas


penggunaan endoskopi melalui transnasal tersebut.
Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi (EGD) Berbagai kelemahan dari skup yang kecil ini diupayakan
merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk untuk diperbaiki terutama mengenai kemampuan untuk
mengevaluasi saluran cerna atas. Dengan pemeriksaan melakukan biopsi dengan skup yang diameternya lebih
EGD kita dapat melihat secara detail struktur mukosa kecil. Sampai pada akhirnya alat EGD yang saat ini ada
saluran cerna khususnya saluran cerna atas. dipasaran mempunyai kualitas lebih baik dan mampu
Berbagai kelainan yang dapat ditemukan pada mengambil has11biopsi walaupun menggunakan skup
pemeriksaan EGD antara lain adanya mukosa yang yang kecil dengan cukup a d e k ~ a t . ~
hiperemis, erosi, ulserasi; dan berbagai bentuk tumor dari
polip kecil, polip sesil, polip bertangkai sampai kanker.
Besar kecilnya varises dapat dinilai baik pada esofagus 'TEKN I K M E L A K U K A N EGD
dan gaster. Adanya perubahan anatomi berupa stenosis
atau penyempitan juga dapat dinilai. Tujuan pemeriksaan EGD adalah untuk melihat lumen
Tindakan esofagogastroduodenoskopi (EGD) salurar~cerna atas dan daerah sekitarnya melalui skup
merupakan tindakan yang aman walaupun pernah endoskopi. Pemeriksa harus melihat dengan jelas dan
dilaporkan komplikasi serius pada tindakan tersebut mengetahui arah dari skup tersebut. Posisi pasien pada
antara lain aspirasi pada saat terjadinya perdarahan waktu dilakukan endoskopi adalah pada posisi miring
saluran cerna atas, perforasi pada esofagus, gaster serta sudah terpasang mouthpiece dan penyangga gigi
atau duodenum pada endoskopi terapeutik. Selain itu sehingga skup tidak tergesek dengan gigi saat masuk.
perlu juga menjadi perhatian adanya efek samping Pada saat sudah melalui lidah dan menuju hipofaring
penggunaan sedasi berupa gangguan kardiovaskuler posisi ujung skup tetap berada di tengah menqju sfingter
selama tindakan EGD.' krikofaringeal. Kemudian pasien diminta untuk menelan
Saat ini ada 2 macam pendekatan pemeriksaan dan diiarapkan ujung skup akan meluncur ke esofagus
EGD yaitu melalui transnasal atau melalui transoral. proksimal. Biasanya para endoskopis akan memilih untuk
Perbedaan mendasar dari kedua pemeriksaan ini adalah mengontrol endoskopi (antara lain tombol udara, air
pemeriksaan EGD pada teknik transoral skup masuk dan penghisap) dalam satu tangan yaitu tangan kiri.
melalui rongga mulut sedangkan pada teknik transnasal Sedangkan tangan kanan akan mengarahkan masuknya
skup masuk melalui lubang hidung. Oleh karena itu skup dan mengendalikan arah skup ke kanan dan ke kiri
maka skup untuk transnasal mempunyai diameter jauh atau ke atas dan ke bawah.
lebih kecil dibandingkan skup yang dari mulut. Dengan Setelah skup melewati esofagus (biasanya esofagus
diameter yang lebih kecil maka skup transnasal ini lebih berada 20-40 cm dari gigi insisivus) selanjutnya skup
nyaman dibandingkan skup yang biasanya digunakan rnenuju gaster. Pada saat masuk gaster, udara diinsuflamasi
untuk EGD. ke dalam gaster sehingga struktur dapat terlihat dengan
Pendekatan pemeriksaan endoskopi melalui transnasal jelas. Skup kemudian diarahkan menuju korpus, antrum
pertama kali diperkenalkan oleh Shaker tahun 1994, dan kita dapat mengamati pilorus. Pilorus diperhatikan
apakah membuka dan menutup atau tetap terbuka KON'TRAIN D I K A S I ESOFAGOGASTRO D U O -
(pyloric gapping). Setelah itu skup diarahkan menuju DENOSKOPI
duodenum, bulbus, post bulber dan duodenum pars
desendens. Kemudian skup ditarik kembali menuju gaster Kontraindikasi tindakan EGD antara lain infark miokard
dan dilakukan posisi U turn yaitu ujung skup diputar akut, serangan asma bronkial akut, gagaljantung kongestif
180 derajat. Posisi retrofleksi ini bertujuan untuk melihat berat serta keadaan hemodinamik tidak stabil.
fundus dan kardia gaster. Salah satu kelebihan dari Secara umum kontraindikasi pemeriksaan EGD
endoskopi adalah kita bisa melakukan biopsi, dimana transnasal lebih sedikit. Pasien dengan gagal jantung
forsep biopsi akan masuk melalui channel biopsi. relatif dapat dilakukan EGD transnasal. Pasien juga
tidak terlalu traumatik saat dilakukan pemeriksaan EGD
transnasal.
INDlKASl ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI Esofagogastroduodenoskopitransnasal tidak diindikasi
untuk evaluasi perdarahan saluran cerna atas. Seperti yang
Beberapa indikasi pemeriksaan EGD yaitu dispepsia (baik telah disebutkan di atas karena diameter yang kecil maka
berupa nyeri ulu hati maupun gejala mual dan muntah), otornatis saluran untuk penghisap (suction) juga kecil
disfagia, refluks esofagus/GERD, evaluasi adanya tumor sehingga tidak dapat digunakan untuk evakuasi darah.
baik yang ditemukan saat pemeriksaan fisik maupun
"I
berdasarkan hasil evaluasi radiologi, evaluasi drug
induced injury, evaluasi benda asing, evaluasi ulkus
Dispepsia atau refluks esofagus yang tidak respons dengan
peptikum serta evaluasi hematemesis melena. (lihat obat
tabel Mual dan muntah yang persisten.
Selain u n t u k pemeriksaan diagnostik, EGD Disfagia dan odinofagia.
juga dapat digunakan untuk tindakan terapeutik; Hematemesis atau melena.
antara lain ligasi varises esofagus, sklerosing varises Cepat kenyang atau anoreksia dengan penurunan berat
esofagus/fundus/kardia. Dengan EGD kita juga dapat badan.
Nyeri dada tanpa kelainanjantung.
melakukan penyuntikan adrenalin, kliping, koagulasi
Defisiensi besi dengan hasil kolonoskopi normal.
baik dengan heat probe maupun dengan argon plasma,
Riwayat Menelan zat kaustik.
esofagogastroduodenoskopijuga dapat digunakan untuk Curiga malabsorbsi (untuk biopsi usus halus).
melakukan tindakan bedah minimal seperti polipektomi, Gagal terjadinya penurunan berat badan atau kenaikan berat
endoscopic mucosal resection (EMR) dan juga endoscop;~ badan kembali setelah operasi obesitas.
submucosal disection (ESD). Selain itu EGD juga dapat Evaluasi abnormalitas dari pemeriksaan barium meal.
digunakan untuk melakukan dilatasi esofagus (baik Lesi berbentuk massa.
dengan balon maupun dengan businasi), dilatasi stenosis Fold atau lekukan yang abnormal.
pilorus dan juga pemasangan stent baik pada esofagus Ulkus besar pada esofagus dan gaster.
Deformitas atau jaringan parut pada pasien yang
maupun duodenum.
bergejala.
Berbeda dengan pemeriksaan EGD transoral, EGD
Skrining kanker.
transnasal mempunyai indikasi yang lebih terbatas. Hal Barrett's Esofagus.
ini disebabkan karena skup yang digunakan lebih kecil Poliposis familial.
sehingga terdapat keterbatasan untuk melakukan evakuasi Tindak lanjut polip gaster adenomatosus.
darah atau sisa makanan. Akalasia yang tidak diobati dengan adekuat.
Beberapa indikasi pemeriksaan endoskopi transnasal Endoskopi t&apeutik.
yaitu dispepsia (baik berupa nyeri ulu hati maupun Kontrol perdarahan.
Ligasilsklerosing varises.
gejala mual dan muntah), disfagia, refluks esofagus/
Dilatasi striktur atau stoma yang menyempit.
GERD, evaluasi adanya tumor baik yang ditemukan saat
Gastrostomi perendoskopi.
pemeriksaan fisik maupun berdasarkan hasil evaluasi Polipektomi.
radiologi. Stent tumor esofagus.
Selain untuk pemeriksaan diagnostik, endoskopi Laser atau kauterisasi tumor.
transnasal ini dapat digunakan untuk pemasangan naso Mengeluarkan benda asing.
gastric tube (NGT) melalui endoskopi dengan diameter Penempatan tube feeding di duodenum.
skup yang lebih kecil. Adanya stenosis atau penyempitan Tindak lanjut endoskopi.
I lumen yang tidak dapat dilalui oleh skup dengan diameter Evaluasi ulkus esofagus dan gaster.
Evaluasi sklerosis varises.
10 mm yang biasa terdapat pada EGD transoral dapat
Evaluasi laser atau kauterisasi tumor.
dijangkau dengan skup transnasal. Memindahkan gastrostomi.
ESOFAGOGASTRODUODENOSKOPI

Jika dipaksakan tentu akan terjadi penyumbatan. Efek sarnping yang dapat terjadi rnelalui pemeriksaan
Adanya masalah pada rongga hidung seperti polip transnasal ini adalah timbulnya epistaksis walaupun efek
yang besar atau mukosa hidung yang rapuh dan mudah samping yang terjadi ini ringan. Dengan rnengistirahatkan
berdarah merupakan ha1 yang tidak rnemungkinkan pasien maka epistaksis dapat berhenti spontan.
untuk dilakukan tindakan endoskopi melalui transnasal
ini. Kegagalan yang sering terjadi dalam melakukan
pemeriksaan endoskopi transnasal ini antara lain kesulitan PENUTUP
saat skup ini melalui rongga hidung karena adanya
perubahan anatomi dari rongga hidung tersebut. Perneriksaan e n d o s k o p i s a l u r a n cerna atas
(esofagogastroduodenoskopi/EGD) merupakan
pemeriksaan utama untuk mengevaluasi adanya kelainan
PENGALAMAN TEKNlK TRANSNASAL pada mukosa saluran cerna atas. Selain untuk tujuan
diagnostik, EGD dapat digunakan juga untuk terapeutik
Saat ini alat EGD sudah tersedia di beberapa RS di Jakarta. dan tindak lanjut pengobatan.
Sampai saat ini sudah puluhan kasus saluran cerna atas
kami evaluasi dengan perneriksaan transnasal.
Dibandingkan dengan EGD transoral, pemeriksaan REFERENSI
EGD transnasal ini tetap dapat mengevaluasi mukosa
dan struktur saluran cerna atas, serta mengidentifikasi 1. Thompson AM, Wright DJ, Murray W, Ritchie GL, Burton
HE, Stonebridge PA: Analysis of 153 deaths after upper
varises esofagus, erosi, hiperernis dan ulkus peptikurn gastrointestinal endoscopy: room for improvement? Surg
dengan jelas. Endosc. 2004;18:22-5
Kelebihan EGD transoral dibandingkan dengan 2.
ooesophagogastroduodenoscopy (T-EGD): technique.
-
S h a k e r R. U n s e d a t e d t r a n s n a s a l p h a r h v,n g -
EGD transnasal, pasien biasanya merasa lebih nyaman
Gastrintest Endosc. 1994;40:346-8.
selama dilakukanya pemeriksaan. Bahkan karena skup 3. Tytgat GJ. Upper Gastrointestinal Endoscopy. In: Yamada
ini rnelalui lubang hidung, pasien dapat berbicara dan T, Alpers DH, Kaplowitz N, et al., eds. Textbook of
berkomunikasi dengan pemeriksa selarna tindakan Gastroenterology. 4th ed. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams and Wilkins; 2003
dilakukan. Hal ini tidak rnungkin dilakukan jika kita 4. Morrissey JF, Reichelderfen M. Gastrointestinal endoscopy.
menggunakan EGD transoral. Selama tindakan pasienjuga N Engl J Med. 1991;325:1143.
tidak mernerlukan sedasi sehingga efek sarnping yang 5. Al-Karawi MA, Sanai FM, Al-Madani A, Kfoury H, Yasawy MI,
Sandokji A. Comparison of peroral versus ultrathin transnasal
bisa timbul akibat penggunaan sedasi tidak terjadi karena endoscopy in the diagnosis of upper gastrointestinal pathology.
selama pemeriksaan endoskopi transnasal ini pasien tetap Armals S Medicine. 2000;20:328-30.
dalam keadaan sadar. 6. Murata A, Akahoshi K, Sumida Y, Yarnarnoto H. Nakamura K,
Penelitianyang dilakukan oleh Murata dkk, melibatkan Nawata H. Prospective randomized trial of transnasal versus
peroral endoscopy using an ultrathin videoendoscope in
124 pasien dimana 64 pasien dilakukan EGD transoral dan unsedated patients. J Gastroenterol Hepatol. 2007;24:482-5.
60 pasien sisanya dilakukan EGD transnasal membuktikan 7. Campo R, Monsterrat A, Brullet E. Transnasal gastroscopy
bahwa pasien yang menjalani teknik transnasal merasa compared to conventional gastroscopy: a randomized study of
feasibility, safety and tolerance. Endoscopy. 1998;30:448-52.
lebih nyaman dibandingkan dengan teknik transoral.
Kelebihan lain EGD transnasal selain kenyarnanan bagi
pasien, risiko tersedak dan kerusakan alat akibat tergigit
juga dapat dihindari.
Biopsi rnerupakan ha1 penting yang perlu dilakukan
selama tindakan EGD jika memang ada indikasi. Tindakan
biopsi terutama ditujukan untuk mengambil sampel
biopsi untuk pemeriksaan kuman H.pylori. Sampai sejauh
ini sampel yang diambil melalui saluran (channel) biopsi
pada skup EGD transnasal cukup adekuat untuk dinilai oleh
ahli patologi. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Al Karawi dkk, yang membandingkan hasil
biopsi pasien yang dilakukan rnelalui transnasal dengan
melalui oral. Ternyata pemeriksaan dengan EGD transnasal
dapat dilakukan secara sukses baik untuk pemeriksaan
diagnostik maupun untuk pengambilan sampel untuk
evaluasi histopatologi.
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
SALURAN CERNA
Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

Pemeriksaan endoskopi pada awalnya merupakan Endoskop yaitu suatu alat yang digunakan untuk
I pemeriksaan penunjang u n t u k mendiagnosis memeriksa organ di dalam tubuh manusia visual dengan
kelainan-kelainan organ di dalam tubuh. Bidang ilmu cara mengintip melalui alat tersebut (rigid/fiber-scope)
gastroenterologi dan hepatologi berkembang sangat atau langsung melihat pada layar monitor (skop Evis),
pesat dengan ditemukannya alat endoskopi, terlebih sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat
dengan ditemukannya alat endoskop lentur (flexitle dilihat dengan jelas.
endoscope/fiberscope) dan video endoscope (skop Evis). Pemeriksaan endokopi adalah pemeriksaan penunjang
Dengan ditemukannya skop lentur pandang samping yang memakai alat endoskop untuk mendiagnosis
(side view) dapat dilakukan pemeriksaan endoscopic kelainan-kelainan organ di dalam tubuh antara lain saluran
retrograde cholangiopancreatography (ERCF') untuk cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen,
mendiagnosis kelainan bilier, dan pankreas. Untuk dan lain-lain.
mendiagnosis kelainan hati, peritoneum, dan rongga Esofagoskopi y a i t u pemeriksaan e n d o s k o p i
I abdomen dikembangkan pemeriksaan peritoneoskopi. untuk mendiagnosis kelainan di esofagus. Gastroskopi
Perkembangan mutakhir terbaru, untuk memeriksa yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di usus halus telah ditemukan dan dikembangkan kelainan di gaster/lambung. Duodenoskopi yaitu
pemeriksan endoskopi yang tidak menggunakan selang pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan
endoskop tetapi dengan kapsul, sehingga disebut di duodenum. Enteroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi
endoskopi kapsul. untuk mendiagnosis kelainan di usus halus. Kolonoskopi
Dengan pemeriksaan endoskopi ini kelainan-kelainan yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
di saluran antara lain esofagus, gaster, duodenum, kelainan di kolon/usus besar. Endoskopi kapsul yaitu
jejunum, ileum, kolon, saluran bilier, pankreas, dan pemeriksaan endoskopi menggunakan endoskop
hati dapat dideteksi lebih mudah dan tepat. Dalam berbentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan di usus
perkembangannya, selain digunakan untuk diagnostik, halus.
I, alat endoskop juga dipakai untuk tindakan terapeutik
antara lain skleroterapi/ ligasi varises, hemostatik
perendoskopik pada perdarahan akut, terapi laser, JENlS ENDOSKOPI
polipektomi perendoskopik pada perdarahan akut,
skleroterapi atau ligasi hemoroid, sfingterotomi papila Endoskopi kaku ( rigid scope)
vateri, ekstraksi batu bilier perendoskopik waktu ERCP, Endoskopi lentur (fiber cope)
pemasangan stent bilier/pankreas waktu ERCF, dilatasi Video endoscope (Evis scope)
stenosis saluran cerna dan lain sebagainya. Endoskop kapsul (capsule endoscope)
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA 375

SEJARAH ILMU ENDOSKOPI SALURAN CERNA diagnostik dan terapeutik dilaporkan pertama kali oleh
Lesmana L dkk. Terapi Laser parendoskopi dikembangkan
Sejarah di Luar Negeri pertama kali oleh Daldiyono H. Ligasi varises esofagus
Periode I, yaitu periode endoskop kaku atau straight dilaporkan oleh Hermono H dan dan Rani AA. Ligasi
rigid tubes, antara tahun 1795-1932. ganda \arises esofagus dilaporkan oleh Hermono H
Periode II, yaitu periode setengah lentur atau dan Simadibrata M. Tindakan Percutaneus Endoscopic
semiflexible tube endoscopy, antara tahun 1932- Gastrostomy (PEG) dilakukan oleh Hermono H dan
1958. Chudahman Manan.
Periode Ill, yaitu periode endoskop lentur atau flexible Pemeriksaan usus halus proksimal dan ileum terminal
endoscope, yang diawali pada tahun 1958. Sejak itu dengan kolonoskop pediatrik yang dimodifikasi dan
perkembangan endoskopi maupun gastroenterologi kolonoskopi panjang dikembangkan Simadibrata M sejak
terasa sekali sangat pesat. tahun 1997.
Sejak ditemukannya endoskop serat optik, diproduksi Sesudah i t u pemeriksaan enteroskopi (push
juga enteroskop serat optik yang panjang yang dapat enterosc.3~~)untuk pemeriksaan usus halus secara lengkap
memeriksa kelainan-kelainan di usus halus. Beberapa mulai dilakukan dan dikembangkan Bambang Handana
senter di Jepang mengawali pemeriksaan push enteroscopy dkk di Jakarta.
menggunakan enteroskop tersebut untuk memeriksa usus Endoskopi kapsul mulai diperkenalkan dan dilakukan
halus, yang lalu diikuti oleh beberapa negara maju lainnya. di Jakarta lndonesia sejak tahun 2004, yang digunakan
Setelah era video endoskopi, enteroskopi diproduksi untuk memeriksa kelainan-kelainan di usus halus.
sesuai sistem video endoskopi. Akhir-akhir ini di Jepang
dibuat lagi enteroskop memakai balon yang disebut
double balloon enteroscope untuk memeriksa kelainan JENlS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN
usus halus. CERNA BAGIAN ATAS
Sejak tahun 2000 ditemukan dan dikembangkan
pemeriksaan endoskopi kapsul tanpa selang dan tanpa Diagnostik
kabel, menggunakan kapsul endoskop yang digunakan Esofagogastrosduodenoskopi dan biopsi.
untuk memeriksa kelainan usus halus. Jej~noskopidan biopsi
Enteroskopi dan biopsi
Sejarah di Dalam Negeri Encoskopi kapsul
Perkembangan endoskop di lndonesia hampir mirip
dengan perkembangan di luar negeri, yaitu juga diawali Terapeutik
dengan endoskop kaku. skleroterapi dan ligasi-varisesesofagus
Endoskop kaku yang pernah dipakai y a i t u skleroterapi histroakril varises lambung
rektosigmoidoskop yang semula banyak dipakai di bidang hemostatik endoskopik perdarahan non varises:
bedah. Pang pada tahun 1958 memelopori penggunaan adrenalin + etoksisklerol, berryplast, koagulasi elektrik,
laparaskop kaku di Indonesia. Endoskop setengah lentur bip3larprobe, endosclips dan lain-lain.
pertama kali pada tahun 1967 digunakan di lndonesia oleh polipektomi polip esofagus-gaster-duodenum
Simadibrata. Selanjutnya dilaporkan hasil pemeriksaan endoscopic mucosal resection (EMR)
gastroskop lentur (Olympus GTFA) oleh Supandiman d terapi laser untuk tumor, perdarahan dan lain-lain.
Bandung (tahun 1971). Sejak itu makin banyak laporan dilatasi esofagus: dengan busi Hurst atau Savary-
hasil pemakaian endoskop lentur di Indonesia, apalagi Guillard
setelah didirikan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal pemasangan stent esofagus
lndonesia (PEGI) pada tahun 1974 yang diketuai oleh pemasangan percutaneus endoscopic gastrostomy
Pang. (PEG)
Kolonoskopi lentur digunakan pertama kali sejak pemasangan selang makanan/NGT-flocare per-
Oktober 1973 oleh Hilmy dkk. Tindakan polipektomi endoskopik
endoskopk juga dilaporkan Hilmy dkk tahun 1978.
Skleroterapi endoskopik juga sudah dikembangkan di
lndonesia dilaporkan pertama kali oleh Hilmy dkk (1984). JENlS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN
Pemasangan prostesis esofagus pertama kali dilaporkan CERNA BAGIAN BAWAH
Simadibrata R. Tindakan dilatasi esofagus dengan Savary
dilaporkan oleh Rani AA dan Chudahman Manan dkk. Diagnostik
Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) En-eroskopi dan biopsi
ENDOSKOPI

Kapsul endoskopi Pasien dengan gejala rnenetap (disfagia, nyeri


Ileo-kolonoskopi & biopsi epigastrium, rnuntah-rnuntah)yang pada perneriksaan
Rektosigrnoidoskopi & biopsi radiologis tidak didapatkan kelainan.
Anoskopi Bila perneriksaanradiologis rnencurigai suatu kelainan
rnisalnya tukak, keganasan atau obstruksi pada
Terapeutik esofagus; indikasi endoskopi untuk mernastikan
skleroterapi dan ligasi hemoroid lebih lanjut lesi tersebut dan rnernbuat perneriksaan
hemostatik endoskopik perdarahan non varises: fotografi, biopsi, atau sitologi.
adrenalin + aethoxyscerol, berryplast, electric Perdarahan akut saluran cerna bagian atas rnernerlukan
coagulation, bipolar probe, endosclips dll. perneriksaan endoskopi secepatnya dalarn waktu 24
polipektomi polip kolon jam untuk rnendapatkan diagnosis surnber perdarahan
endoscopic mucosal resection (EMR) yang paling tepat.
terapi laser untuk tumor, perdarahan dll. Perneriksaan endoskopi yang berulang-ulang
dilatasi striktur/ stenosis kolon diperlukanjuga untuk rnernantau penyernbuhantukak
pemasangan stent kolon yang jinak dan pada pasien-pasien dengan tukak yang
dicurigai kernungkinan adanya keganasan(deteksi dini
karsinorna larnbung)
ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIO Pada pasien pascagastrektorni dengan gejala/keluhan
PANCREATOGRAPHY (ERCP) saluran cerna bagian atas diperlukan perneriksaan
endoskopi karena interpretasi radiologis biasanya
Diagnostik sulit; iregularitas dari larnbung dapat dievaluasi paling
Melihat duktus bilier, sistikus, kandung empedu dan baik dengan visualisasi langsung melalui endoskopi.
duktus pankreatikus Pasien sindrorn dispepsia dengan usia lebih dari 45
tahun atau di bawah 45 tahun dengan "tanda bahaya",
Terapeutik pernakaian obat anti-inflarnasi non-steroid (OAINS)
pernasangan stent bilier dan stent pankreas dan riwayat kanker pada keluarga. Yang dirnaksud
dengan tanda bahaya yaitu rnuntah-rnuntah hebat,
sfingterotomi atau papilotorni endoskopik
demarn, hernaternesis, anemia, ikterus dan penurunan
ekstraksi batu atau cacing dari saluran empedu.
berat badan.
pemasangan nasal biliary drainage (NBD)
Prosedur terapeutik seperti polipektorni, pernasangan
selang rnakanan (nasogastric tube), dilatasi pada
stenosis esofagus atau akalasia, dan sebagainya.
Kontraindikasi perneriksaan endoskopi SCBA:
Diagnostik 1. Kontraindikasi absolut :
- pasien tidak kooperatif atau rnenolak prosedur
melihat kelainan peritoneum dan hati
perneriksaan tersebut setelah indikasinya
Terapeutik dijelaskan secara penuh.
- Renjatan berat karena perdarahan dan sebab
untuk mengambil batu kandung ernpedu dan
kolesisektomi dikembangkan tindakan laparaskopik lain.
- Oklusi koroner akut
kolesisektomi yang mernakai peralatanperitoneoskopi
tersebut.
- Gagal jantung berat
- Korna
- Emfiserna dan penyakit paru obstruktif berat
Pada keadaan-keadaan tersebut, perneriksaan
INDlKASl DAN KONTRAlNDlKASl ENDOSKOPI
endoskopi harus ditunda dulu sarnpai keadaan
SALURAN CERNA
penyakitnya rnernbaik.
lndikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian Kontraindikasi relatif :
atas (SCBA): - Luka korosif akut pada esofagus, aneurisrna aorta,
aritrnia jantung berat.
Untuk melihat langsung abnormalitas yang didapatkan
- Kifoskoliosis berat, divertikulurn Zenker, osteofit
pada pemeriksaan radiologis yang rneragukan atau
bear pada tulang servikal, strurna besar. Pada
tidak jelas, atau untuk menentukan dengan lebih
keadaan tersebut, perneriksaan endoskopi harus
pasti/ tepat kelainan radiologis yang didapatkan pada
dilakukan dengan hati-hati dan "halus".
esofagus, lambung atau duodenum
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA

Pasien gagal jantung Kehamilan trisemester pertama, penyakit peradangan


Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis, panggul.
kolesistitis). Penyakit anal atau perianal akut.
Pasien anemia berat misal karena perdarahan, Dugaan perforasi kolon atau belum lama menjalani
harus diberi transfusi darah terlebih dulu sampai operasi kolon.
Hb sedikitnya 10 gldl. * Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliakal.
Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai - Nyeri perut, demam, distensi perut dan adanya
hipertensi berat atau kejang-kejang. penurunan tekanan darah sewaktu pembersihan
Pasien pascabedah abdomen yang baru. kolon.
Gangguan kesadaran.
Tumor mediastinum.
lndikasi pemeriksaan ERCP : .
lkterus dengan penyebab tidak jelas.
lndikasi pemeriksaan endoskopi kapsul: Batu saluran empedu.
Perdarahan saluran cerna atas dan bawah yang Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas.
disebabkan kelainan usus halus Pankreatitis kronik.
- Diare kronik yang disebabkan kelainan usus halus Tumor pankreas, termasuk kista.
Diabetes mellitus, dengan nyeri perut atau berat
Kontra indikasi pemeriksaan endoskopi kapsul:
badan menurun, untuk menyingkirkan pankreatitis
Obstruksi saluran cerna
atau karsinoma.
Stenosisl striktur saluran cerna
Divertikel duodenum sekitar papil.
lndikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian Metastasis tumor ke sistem bilier atau pankreas.
bawah (SCBB): Nyeri perut bagian atas, tanpa kelainan pada pankreas,
Mengevaluasi kelainan yang didapat pada hasil lambung, duodenum dan hati.
pemeriksaan enema barium misal striktur, gangguan Gallstone pankreatitis.
pengisian (filling defect) menetap.
Kontraindikasi pemeriksaan ERCP :
Perdarahan rektum yang tidak dapat diterangkan
Sesuai dengan kontraindikasi pemeriksaan endoskopi
penyebabnya. Selain itu bila darah samar positif atau
SCBA.
perdarahan nyata, indikasi mutlak kolonoskopi.
Keadaan umum lemah atau buruk.
Penyakit radang usus besar (Crohn, kolitis ulserosa,
Alergi kontras yodium.
kolitis mikroskopik)
Keganasan dan polip dalam kolon (ditegakkan dengan lndikasi pemeriksaan laparaskopil peritoneoskopi:
biopsi histopatologi) Memeriksa hati dan melakukan biopsi terpimpin pada
Evaluasi diagnosis keganasan rcktum atau kolon yang penyakit yang diduga setempat atau difus, termasuk
ditegakkan sebelumnya. evaluasi filling defect pada pemeriksaan pencitraan
Kolonoskopi pascabedah; evaluasi anastomosis. hati dan limpa.
Surveilens, pada kelompok resiko tinggi (misal Memeriksa kandung empedu untuk kemungkinan
pada kolitis ulseratif) dan pemantauan sesudah penyakit atau pembesaran yang disebabkan oleh
pembuangan polip atau kanker. penyumbatan pada duktus koledokus.
Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pengambilan Menetapkan etiologi tumor abdomen.
benda asing, dan lain-lain Menilai kemungkinan operasi pasien tumor ganas dan
Penelitian evaluasi penyakit kolon pada pasien dengan menentukan adanya metastasis.
anemia yang tidak dapat diterangkan penyebabnya, Menetapkan etiologi asites, terutama yang resisten
penurunan berat badan, adenokarsinoma metastatik terhadap pengobatan.
dengan lesi primer yang kecil. Evaluasi nyeri abdomen yang gambaran klinisnya tidak
Kontraindikasi pemeriksaan endoskopi SCBB: jelas, termasuk nyeri daerah pelvis yang mungkin
disebabkan radang. Atau penyakit lain atau adhesi
Setiap proses peradangan akut dan berat seperti
kolitis ulseratif, penyakit Crohn atau kolitis iskemik, dengan peritoneum atau organ lain.
Evaluasi organ dalam pelvis.
kolitis radiasi. Pada keadaan akut dan berat dapat
timbul perforasi. Menentukan stadium penyakit Hodgkin dan limfoma
lain.
Divertikulitis akut dengan gejala-gejala sistemik. Nyeri
hebat pada abdomen, peritonitis (bahaya perforasi). Kontraindikasi pemeriksaan peritoneoskopi:
lnfark jantung baru dan gangguan kardiopulmoner Kelainan pembekuan darah
berat. Pasien tidak kooperatif
ENDOSKOPI

Penyakit kardiopulrnoner berat HASlL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN


Asites yang amat besar CERNA Dl RSUPN-CIPTO MANGUNKUSUMO
Hernia diafragrnatika atau dinding abdomen
Obstruksi usus Dari kasus-kasus dispepsia yang dilakukan pemeriksaan
Keadaan obesitas berat endoskopi SCBA didapatkan kelainan yang sering yaitu
Perneriksa yang belurn rnerniliki pengalarnan gastritis diikuti gastritis erosif, duodenitis. Dari kasus-
kasus perdarahan SCBA yang dilakukan perneriksaan EGD
Penyulit Komplikasi didapatkan penyebab yang sering yaitu pecah varises
esofagus diikuti kornbinasi kelainan SCBA, gastritis erosif,
1. Perneriksaan endoskopi SCBA : gastropati hipertensi portal.
- Reaksi terhadap obat-obatan: korna karena Kelainan yang sering diternukan pada perneriksaan
diazepam, gangguan pernapasan. kolonoskopi yaitu hernoroid diikuti, polip, kolorektal, kolitis
- Pneumonia aspirasi infektif, kanker kolorektal.
- Perforasi Hasil perneriksaan endoskopi tersebut dapat dilihat
- Perdarahan pada tabel 1, 2, dan 3.
- Gangguan kardiopulrnoner
- Penularan infeksi Tabel 1. Jenis dan Prevalensi Penyakit Saluran Cerna
- Instrumental impaction. Bagian Atas (SCBA) Kasus Dispepsia pada Tahun 1994
Divisi Gastroenterologi Bagian llmv Penyakit Dalam
2. Perneriksaan endoskopi SCBB: FKUI/RSUPNCM
- Gangguan kardiovaskuler dan pernapasan
Jenis Penyakit
- Perforasi kolon
Normal
- Perdarahan
Gastritis ,

- Reaksi vasovagal Gastritis erosive


- Distensi pascakolonoskopi Duodenitis
- Flebitis Esofagitis
- lnfeksi Gastritis refluks empedu
- Volvulus Tukak duodenum
- Efek samping biopsi : perforasi, perdarahan, Tukak lambung
Gastropati hipertensi portal
infeksi dll.
Tumor gaster
3. Perneriksaan ERCP : Sliding hernia
- perdarahan Kandidiasis esofagus
- perforasi Tumor esofagus
Atrofi gaster
- pembentukan kista submukosa duodenum Dikutip dari Daldiyono H
- infeksi : kolangitis supuratif akut, kista pankreas
terinfeksi, sepsis, pankreatitis akut. Tabel 2. Jenis dan Prevalensi Penyebab Perdarahan
- Sepsis dan kernatian. dengan Endoskopi SCBA Divisi Gastroenterologi Tahun
1996-1998
4. Laparaskopi/peritoneoskopi :
- Yang berhubungan dengan pneumoperitoneum Jenis Penyakit Persentase (%)
(ernfisema subkutan-rnediastinum, perdarahan Pecah varises esofagus 27,2
Kombinasi kelainan-kelainan 22,l
ternpat sayatan, pneumotoraks, renjatan, henti
Gastritis erosif 19,O
jantung, tertusuknya organ dalam abdomen, 11,7
Gastropati hipertensi portal
emboli udara, nyeri abdomen dan bahu, hernia Ulkus duodenum 5,7
diafragmatika atau dinding abdomen). Ulkus gaster 5,5
- Yang berhubungan dengan laparaskopi (nyeri Pecah varises lambung 1 ,a
waktu rnenggerakkan trokar, nyeri waktu skup Karsinoma duodenum 1,1
rnengenai peritoneum parietal, perdarahan organ Karsinoma gaster 0,9
atau tumor yang terkena skup, perforasi usus, Esofagitis erosive 0,7
Ulkus esofagus 0,4
emboli udara, rnerembesnya cairan asites dari
Duodenitis erosif 02
sayatan dinding abdomen).
Polip gaster 02
- Yang berhubungan dengan tindakan biopsi Angiodisplasia/hemangioma 02
(perdarahan, nyeri, peritonitis empedu). Tak ditemukan kelainan 3.3
Dikutip dari Sirnadibrata M, Rani AA
PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNA 379
,"

hepatologi. Perhimpunan endoskopi gastrointestinal


Tabel 3. Jenis dan Prevalensi Penyakit Saluran Cerna Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 243-55.
Bagian Bawah (SCBB) Hasil Kolonoskopi Tahun 1996 Nurman A. Persiapan dan perawatan pasien sebelum dan
sesudah endoskopi. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono,
Jenis penyakit Penentase(%) Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
Normal 12,70 hepatologi. Perhimpunan endoskopi gastrointestinal
Hemoroid 25,75 Indoxesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 29-45.
Polip kolorektal 11,70 Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Simadibrata M. Sindrom
Kolitis infektif 10,70 dispepsia- Diagnosis dan penatalaksanaan dalam praktek
sehari-hari(buku panduan diskusi). Pusat Informasi dan
Kanker kolorektal 9,03
Penerbitan Bagan Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM.
Kolitis ulseratif 6,02 Apri; 1999.
Kolitis nonspesifik 5,68 Rzni AA. Kolangio-pankreatografi retrograd endoskopik
Divertikel kolon 4,68 (KPFE=ERCP).Dalam Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani
Trikuriasis 3,67 A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
Ileitis infektif 2,67 hepatologi. Perhimpuan Endoskopi Gastrointestinal
Tuberculosis kolon 2 Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI 1987.p. 169-77
Restogi A, Schoen RE, Slivka A. Diagnostik yield and clinical
Kolitis iskemik 1,67
outcomes of capsul endoscopy (Abstract).Gastrointes Endosc
Penyakit Crohn 1,33 2004: 60(6). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/
Kolitis amebic 1,33 om.dll/ serve?action=searchDB&searchDB for: 1-2.
Kolitis radiasi 1 Sears DM, Avots-Avotins A, Culp K, Gavin MW. Frequency and
Dlkut~pd a r ~Dald~yono Clinical outcomeof capsuleretentionduringcapsule endoscopy
for GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes
Endosc 2004; 60(5). http://www2.us.elsevierhealth.com/
scri~ts/om.dll/serve?action=searchDB&serachDB for: 1-2
KESIMPULAN SirnadibrataM, Rani AA. Upper gastrointestinalbleeding.Abstracts
for t3e 11"'Asian Pacific Congress of Gastroenterology and
the 8th Asian Pacific Congress of Digestive Endoscopy.
Pemeriksaan e n d o s k o p i m e r u p a k a n pemeriksaan Hongkong-China. March 10-14,2000.p. BM(A212).
penunjang yang penting dalam menegakkan diagnosis
penyakit gastrointestinal, bilier dan hati. Pemeriksaan
endoskopi harus selalu dipandang sebagai cabang ilmu
kedokteran yang akan berkembang terus.

REFERENSI

Adler DG, Knipschield M, Gostout C. A Prospective comparison


of capsule endoscopy and push enteroscopy in patients with
GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes Endosc
2004; 59(4). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/
om.dll/serve?action=searchDB& searchDB for: 1-2.
Chong AKH, Taylor A, Miller A, Hennessy 0,Connell W, Desmond
P. Capsule endoscopy vs push enteroscopy and enteroclysisin
suspected small-bowel Crohn's disease(Abstract).Gastrointes
Endosc 2005; 61(2). http://www3.us.elsevierhealth.com/
scripts/om.dll/serve?action= searchDB&searchDB for: 1-2.
Daldiyono H. Aplikasi dan teknologi endoskopi dalam bidang
gastroenterologi ilmu penyakit dalam. Pidato pada upacara
pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam ilmu penyakit
dalam pada fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Jakarta. 20 September 1997.
Geng F, Swain P, Mills T. Wireless endoscopy. Gastrointest Endosc
2000; 51: 725-9.
Hadi S. Sejarah perkembangan endoskopi d i luar negeri dan
di Indonesia. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani
A, Akbara N eds. Endoskopi dalam bidan gastroentero-
hepatoogi. Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal
1ndonesia.Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 1-7.
Iddan G, Meron G, glukhovsky A et.al. Wireless capsule
endoscopy. Nature 2000; 25: 405-17.
Kasugai T. Endoscopic diagnosis in gastroenterology. 1%' edition.
Tokyo-NewYork. Igaku Shoin . 1982.p.1-2.
Noer HMS. Laparoskopi. Dalam: Hadi A, Thahir G, Daldiyono,
Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-
EKOKARDIOGRAFI TRANS ESOFAGEAL (ETE)
Lukman H. Makmun

PENDAHULUAN TEKNIK PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Ekokardiografi Trans Esofageal (E-E) Persiapan Alat


merupakan pemeriksaan lanjutan Ekokardiografi Trans Alat transduser Trans Esofageal (probe) sebelumnya
Torakal (ETT). Letak perbedaan antara kedua cara dibersihkan lebih dahulu dengan air kemudian disterilkan
pemeriksaan ini adalah pada FrE transduser diletakkan dalam cairan kirnia (rnisal:Cidex) selarna 20 rnenit.
di belakang organ jantung dengan cara memasukkannya Seterusnya dibilas dengan air (biasanya dengan cairan
melalui esofagus seperti melakukan pem2riksaan infus dekstrosa) dan dikeringkan.
esofagogastroduodenoskopi. Hasil yang didapat ada ah Disiapkan Jelly xylocain dan dengan kain kasa
gambaran (imaging) struktur jantung yang I ~ b i h jelas dioleskan pada probe mulai dari ujung sarnpai sepanjang
dibandingkan dengan hasil ekokardiografi trars torakal 30-40 cm. Atau kalau rnernungkinkan dibuatkan sarung
dengan transduser berukuran 5 MHz. karet (seperti kondom panjang) untuk menyarungi probe;
Transduser terletak pada ujung pipa fiber yang dapat jelly dirnasukkan ke dalarn ujung sarung karet supaya
diputar-putar dengan rnodus biplane atau mdtiplave. terdapat kontak yang baik antara transduser dengan
Biplane berarti transduser hanya dapat digerakkan untuk sarung karet dan pada bagian luar sarung karet diolesi
mendapatkan horizontal dan vertikal view saja yang juga jelly tadi untuk memudahkan masuknya probe ke
berbeda 90". Sedangkan pada multiplane dapat digerakkan dalarn esofagus.
secara bebas dalarn perubahan setiap derajat sehingga Elektroda EKG dipasang untuk rnelihat EKG di monitor
didapat gambaran yang diinginkan oleh pemeriksa artinya rnesin eko. Probe dihubungkan dengan rnesin eko dan di
dapat rnelihat view semua arah. set untuk perneriksaan ETE.
Dengan ETE ini sesuai dengan standar pemeriksaan
ekokardiografi, dapat dilakukan Eko colordan Dopler u n ~ u k Persiapan Pasien:
melihat dan mengukur flow. Dilakukan pemeriksaan HBsAg bila alat TEE hanya
ada satu, karena takut bahaya
. penularan.
. Kalau
rnernungkinkan untuk pasien HBsAg digunakan
sarung karet untuk probe.
Pasien dipuasakan terlebih dahulu selama 6 jam
supaya tidak rnuntah.

Cara Kerja
Pasien dibaringkan dengan posisi miring ke kiri, bagian
atas badan agak tinggi, tanpa bantal dan leher diganjal
dengan pengganjal. Gigi palsu dilepas dahulu. Faring
disemprot denganxylocain spray beberapa kali. Bila pasien
agak takut dapat disuntikkan rnidazolarn (DormicumR)
0.07 - 0.1 mg/kgBB iv. Hati-hati pada pasien usia lanjut
Garnbar 1 Garnbar alat probe transduser karena dapat terjadi depresi napas.
EKOKARDIOGRAFITRANSESOFAGUS

Pasien dirninta rnenggigit Mouth piece disuruh gigit. Foramen ovale persistent
Badan pasien bagian distal agak rnelengkung ke dalarn Mitrul valve prolaps (MVP)
dan kepala agak menekuk sehingga dapat melihat kakinya Garr baran vegetasi pada katup.
sendiri. Fungsi protese katup
Probe diatur sehingga ujungnya agak fleksi (rnelekuk Kelainan katup rnitral, aorta, trikuspid
ke dalarn) sesuai dengan bentuk faring dan ditahan. Penonjolan foramen ovale pada strok non hemoragik
Gerakan menyarnping probe supaya dikunci. Keleinan pada aorta torakalis, rnisal plak atau
Probe dirnasukkan secara perlahan ke dalarn aneurisrna.
mulut, lidah pasien di dalam dan kalau perlu ditekan.
Pada pasien obesitas, emfiserna paru dan deformitas
Sesarnpainya probe di faring, kondisi fleksi probe yang
dada kadang-kadang sulit untuk rnendapatkan gambaran
tadi ditahan dengan tangan supaya dilepaskan sehingga
struktur jantung dengan TTE biasa, karena itu diperlukan
probe tadi bebas dan rnenyesuaikan diri dengan bentuk
pemqriksaan dengan ETE i n i untuk rnendapatkan
keadaan esofagus. Pasien disuruh rnengarnbil napas
garnbaran yang lebih jelas.
dalarn supaya tenang dan disuruh rnenelan. Sarnbil pasien
rnenelan, probe didorongkan perlahan dengan lembut
Kontraindikasi:
ke dalarn. Bila ada tahanan jangan dipaksakan, tetapi
Kontraindikasi perneriksaan ETE ini adalah sebagai
cabut sedikit, kernudian arah disesuaikan lagi. Biasanya
berikut:
kalau sudah rnelewati laring, probe dengan rnudah dapat
kelainan esofagus
didorongkan ke distal esofagus. Kernudian dilihat rnelalui
aritrnia berat
monitor posisi transduser.
trombo tes yang sangat rendah, takut bahaya
Biasanya setelah rnelewati 30 cm, transduser sudah
perdarahan
berada di belakang jantung. Bila lebih dalarn lagi akan
hipertensi rnaligna.
rnasuk ke dalam larnbung dan akan terlihat ventrikel kanan
dan kiri. Kernudian probe ditarik lagi sarnpai terlihat sernua
ruang jantung.
Dengan rnernanipulasi tornbol pengarah, perneriksa
dapat rnengarnati bagian-bagian struktur jantung
terrnasuk LAA (Left Atrial Appendage).
Setelah selesai perneriksaan, probe ditarik pelan-pelan
sarnbil rnelihat kernbali struktur aorta. Kernudian pasien
dipuasakan tidak rnakan dan rninurn selama 3 jam, karena
efek xylocain spray tadi.

Gambar 3. Gambaran ETE dengan struktur jantung yang


normal, di mana dimensi ruang-ruang jantungnya normal.

Gambar 2. Cara memasukkan alat probe

Indikasi:
lndikasi perneriksaan ETE ini adalah untuk melihat struktur
jantung dengan lebih jelas, yaitu:
dugaan trornbus di LAA rnisal pada kasus strok non
hernoragik Gambar 4. Gambaran trombus di LAA, di mana di lokasi
ini tidak bisa di deteksi dengan pemeriksaan TTE biasa.
dugaan trornbus di ventrikel. Keadaan patologis ini merupakan penyebab utama strok non
ASD dan VSD dengan rnelihat aliran shunt. hemoragik.
Cambar 5. Gambaranseptum inter atrial, tampakintakdengan vegetasi pada daun k a t u ~t r i k u s ~ i ddan
septum ventrikel.
tidak ada defek.

Perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya refleks


vagal, sehingga perlu disiapkan juga sulfas atropin
ampul.
Pemeriksaan ETE ini kurang nyaman bagi pasien
karena harus menelan probe, meskipun sudah diberikan
anestesi lokal.

REFERENSI

Hatle L, Angelsen B.Doppler Ultrasound in Cardiology.


Philadelphia : Lea & Fabiger. 2nd ed.1985.
Oka Y., Konstadt SN.Clinica1 Transesophageal Ekokardiografi
cardio graphy. Philadelphia Lippincott-Raven. 1996.
S i g l o w V.,Schofer J, M a t h e y D. T r a n s o e s o p h a g e a l e
Ekocardiographie. Thieme Verlag Stuttgart.1993.

Garnbar 6. VSD. Tampak celah pada septum ventrikl. Kondisi


seperti ini saat ini dapat dilakukan penutupan dengan teknik
kateterisasi.

Garnbar 7. MVP (Mitral valve prolaps) Di sini terlit-at dengan


jelas katup mitral tidak menutup dengan rapat.
BRONKOSKOPI
Bambang Sigit Riyanto, 4ka Trisnawati M

PENDAHULUAN INDIKASI DAN KONTRA-INDIKASIBRONKOSKOPI


(DIAGNOSTIK DAN TERAPEUTIK)1,2*3
Sejarah Bronkoskopi
Bronkoskopi pertama kali dilakukan pada tahun 1867 lndikasi bronkoskopi diagnostik adalah sebagai
oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Gustav berikut1v4:
Killian. Jenis b r o n k o s k o p i yang dilakukan oleh 1. Riwayat penyakit pasien. Gejala-gejala penyakit
d r Killian pada saat i t u adalah t i p e bronkoskopi yang dialami pasien dengan riwayat penyakit pasien
rigid/ kaku. Bronkoskopi serat optik fleksibel pertama sangatlah penting. Seorang dokter harus siap
kali dilakukan oleh Profesor lkeda pada t a h u n untuk memutuskan melakukan bronkoskopi hanya
1960. Selama beberapa tahun setelahnya, berbagai berdasarkan riwayat anamnesis pasien saja.
teknologi baru telah dikembangkan dan diperkenalkan, 2. Hemoptisis yang sering atau berulang-ulang (namun
seperti kamera video berwarna oleh lkeda dan Ono sedikit) dengan atau tanpa tanda-tanda fisik atau
pada tahun 1971, bronchoalveolar lavage (BAL) oleh penemuan radiologis yang abnormal.
Reynolds pada tahun 1974, endoskopi video oleh Ikeda 3. Batuk yang baru dialami, tidak dapat dijelaskan
pada tahun 1987, stent oleh Dumon pada tahun 1989 peiyebabnya dan persisten, dengan atau tanpa
dan Endobronchial Ultrasound (EBUS) oleh Becker pada dahak. Yang jarang dikenali, namun penting, adalah
tahun 1999.' perubahan dalam kebiasaan batuk yang sering tidak
terlewatkan pada bronkitis kronis, dengan riwayat
Definisi Bronkoskopi pasien sudah lama mengalami batuk dan berdahak.
Bronkoskopi adalah teknik visualisasi untuk melihat Karsinoma bronkial sering ditemukan dalam bentuk
bagian dalam saluran napas untuk tujuan diagnostik semacam ini.
dan terapeutik. Sebuah alat (bronkoskop) dimasukkan 4. Bersin yang onsetnya baru saja terjadi dan terus-menerus,
ke dalam saluran napas, biasanya melalui hidung atau secara khusus, yaitu adanya mengi unilateral yang tidak
mulut, atau kadang-kadang melalui trakeostomi. Hal ini hilang dengan batuk atau, jika hilang, selalu muncul
memungkinkan praktisi medis untuk memeriksa dan atau kembali di tempat yang sama.
melakukan terapi untuk berbagai kelainan pada saluran 5. Dispneu
napas pasien seperti masuknya benda asing, perdarahan, 6. Aspirasi. Kemungkinan terjadinya aspirasi benda asing,
tumor, atau peradangan. Spesimen dapat diamb~ldari muntahan atau darah, terutama pada anak, tidak boleh
dalam paru-paru. Konstruksi bronkoskop beragam dilupakan saat melakukan anamnesis.
dari tabung logam yang kaku hingga jenis perangkat 7. Adanya perubahan radiologis.
pencahayaan melekat pada instrumen fleksibel serat optik - Pneumonia persisten atau berulang
dengan peralatan video untuk melihat langsung ke dalam - Kolaps pulmoner
saluran napas pada saat yang sama (real time). Area kerja - Pembesaran bayangan hilus yang khas
seorang bronkoskopis meliputi daerah saluran pernapasan - Lebih banyak bayangan periferal, terutama jika
di bawah pita suara.'c2 terus-menerus, dan mengalami pembesaran.
- Banyak informasi tentang segmen atau wonkus 3. Toilet pulmoner
yang terlibat dapat diperoleh tanpa pemandangen Membersihkan saluran bronkial dari sekresi yang
langsung tumor itu sendiri. disebut dengan toileting, merupakan aplikasi yang
8. Bermacam-macam indikasi lainnya paling sering dari bronkoskopi terapeutik. Bronkoskop
- Efusi pleura (untuk mengetahui penyeb~bnya) yang digunakan adalah yang memiliki pengisap
- Pleuritik nyeri tanpa efusi berukuran besar, dan biasanya ha1 ini diperlukan di
- Bonkiektasis Unit Perawatan lntensif (Intensive Care Unit/ ICU).
- Trauma dada berat 4. Bronchoalveolar lavage (BAL)
- Menemukan sel ganas pada dahak, bahkan Lavage seluruh paru pada pasien yang menderita
dalam ketiadaan gejala, tanda-tanda fisik atau PulmonaryAlveolar Proteinosis (PAP) memiliki peranan
perubahan radiologis. diagnostik maupun terapeutik.
9. lndikasi ekstra toraks. 5. Kolaps lobus
Jika terdapat manifestasi ekstra toraks yang tidakjelas 6. lntubasi
penyebabnya, bronkoskopi harus dilakukan. Indikasi- 7. Pemeliharaanjalan napas
indikasi tersebut diantaranya : 8. Tatalaksana jaringan endobronkial yang jinak maupun
- Limfadenopati pada leher atau ketiak ganas
- Eritema nodosum yang tidak dapat dijelaskan - Kauter elektrik (electrocautery) dan koagulasi
- Obstruksi vena kava superior plasma argon
- Osteoartropati paru hipertrofik dan/ atau jari-jari Kauter elektrik dapat digunakan melalui saluran
tabu h bronkoskop dalam mode kontak maupun
- Berbagai neuromiopati non-kontak. Tindakan ini memiliki kelebihan
- Ganggguan endokrin dibandingkan laser karena waktu yang diperlukan
- Ginekomastia untuk melakukan prosedur ini lebih singkat dan
- Perubahan suara karena keterlibatan nervus biayanya lebih murah. lndikasi untuk kauter
laringeus kiri berulang akibat adanya penyakit elektrik meliputi terapi lesi jinak dan ganas,
intratorakal. debulking tumor dan pengambilan jaringan
10. Trauma inhalasi granulasi, tatalaksana hemoptisis, kontrol
hemostatik segera, dan koagulasi.
Beberapa indikasi bronkoskopi t e r a p e ~ t i k : l . ~ . ~ , l ~ - Fotoreseksi dengan laser
1. Aspirasi dan pengambilan benda asing Teknik fotoreseksi dengan laser digunakan
Bronkoskopi memainkan peranan yang sangat pada lesi-lesi endobronkial obstruktif yang
penting dalam' pengambilan benda asing. Fiasanya, memungkinkan patensi jalan napas dan
bronkoskopi rigid menjadi instrumen pilihan untuk selanjutnya memungkinkan ventilasi terjadi pada
pengambilan benda asing, namun kini penggunaan paru bagian distal serta untuk drainase pada
bronkoskopi serat optik fleksibel juga meningkat. pneumonia pasca-obstruksi. Lesi lainnya yang
Bronksokopi fleksibel memungkinkan akses yang lebih ditatalaksana dengan fotoreseksi laser meliputi
besar ke perifer dan dapat digunakan dengan mudah granuloma trakeal, stenosis trakeal, amiloidosis
pada pasien dengan ventilator mekanik dan mereka endobronkial dan tracheopathia osteoplastica.
yang lehernya tidak stabil. Berbagai instrumen yang - Terapi fotodinamik
digunakan untuk mengambil benda asing meliputi Photosensitizers digunakan untuk menimbulkan
snares (semacam jerat operatif), katete- balon, nekrosis jaringan. lndikasi untuk tatalaksana ini
keranjang pengambilan, dan forsep penggeqggam. meliputi tatalaksana kanker paru tahap awal atau
2. Kontrol perdarahan paliatif dari karsinoma bronkogenik yang tidak
Bronkoskopi berguna baik untuk diagnosis maupun dapat dioperasi yang menyebabkan obstruksi
tatalaksana gawat darurat pada hemoptisis. Diperlukan trakeobronkial.
suatu instrumen dengan suatu saluran yang lebih besar, - Cryotherapy Brachytherapy
penggunaan bronkoskopi rigid lebih direkomendasiksn. Cryotherapy merupakan salah satu modalitasyang
Beberapa perasat seperti penggunaan larutan salin es digunakan untuk tatalaksana lesi-lesi maligna
dan epinefrin, dapat dicoba. Kateter untuk tanponade di endobronkial. Prinsip tatalaksana ini yaitu
pada tempat perdarahan, termasuk kateter balon menciptakan pendinginan secepat mungkin pada
Fogarty dapat dicoba. Visualisasi sumber perdarahan jaringan target untuk memprovokasi terjadinya
dan penggunaan fotokoagulasi laser juga dapat pembekuan intraselular. Agen pembekuan yang
diusahakan. digunakan adalah nitrogen cair, nitrous oksida
dan karbondioksida. 3. S t a t ~ skardiovaskuler yang tidak stabil
9. Penempatan katup endobronkial 4. Asrra berat akut
Reduksi volume paru dengan bronkoskopi 5. Hipoksemia berat
menggunakan katup endobronkial untuk pasien- 6. Bronkoskopis atau tim bronkoskopisyang tidak cukup
pasien dengan paru yang mengalami hiperinflasi terlatih
pada emfisema heterogeniktelah dicoba. Penggunaan 7. lnstrumen yang tidak memadai untuk melakukan
katup endobronkial untuk tatalaksana kebocoran prosedur
pulmoner persisten telah menunjukkan hasil yang 8. Aritmia yang mengancam jiwa yang tidak dapat
efektif dan merupakan prosedur invasif minimal. diobati
10. Termoplasti bronkial 9. Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi pada
11. Trauma dada pasien secara memadai selama prosedur dilakukan
12. Pneumotoraks 10. Kesagalan pernapasan akut dengan hiperkapnia
13. Pemasangan stent (kecuali pasien diintubasi dan dipasang ventilator)
Stent dipasang melalui bronkoskopi untuk melegakan
Kontraindikasi relatif r n e l i p ~ t i : ' ~ ~ , ~ ~ ~
obstruksi endoluminal. Baik bronkoskop fleksibel
1. Bat'~k yang tidak terkontrol selama prosedur
maupun rigid dapat digunakan untuk penempatan
2. Diatesis perdarahan yang tidak ditatalaksana
stent. Pasien dengan tumor saluran napas primer dapat
3. Gagal ginjal tahap lanjut
memperoleh manfaat dari tatalaksana endoluminal
4. Hipoksemia yang signifikan pada seorang pasien
dan pemasangan stent,jika operasi tidak diindikasikan
dengan paru tunggal
pada pasien yang bersangkutan. Tumor lainnya
5. P e ~ b a h a nbulosa yang ekstensif pada area yang
yang muncul berdekatan dengan saluran napas dan
akan dibiopsi
menghasilkan obstruksi dengan cara invasi langsung
6. Ditemukannya tanda-tanda radiologis adanya
atau kompresi ekstrinsik, juga dapat ditatalaksana
malformasi vaskuler yang berdekatan dengan area
paliatif dengan sukses dengan terapi endoluminal
yarig akan dibiopsi
dikombinasikan dengan pemasangan stent. Pasien
7. Pasien yang tidak kooperatif
dengan stenosis trakeal pasca intubasi seringkali
8. l nfark miokard baru (recent miocardiol infarct)
merupakan kandidat yang baik untuk dilatasi jalan
9. Obstruksi trakea letak tinggi
napas dan pemasangan stent.
10. Koagulopati yang tidak dapat dikoreksi
14. Dilatasi dengan balon
11. Bicpsi transbronkial harus dilakukan dengan hati-
Teknik ini digunakan untuk memastikan patensijalan
hati pada pasien dengan uremia, obstruksi vena
napas pada pasien-pasien dengan pneumonia retensi,
kava superior, atau hipertensi pulmonal karena
atelektasis, abses paru atau stenosis simptomatis dari
peningkatan risiko pendarahan. Namun demikian,
saluran bronkial.
inspeksi saluran napas pada pasien-pasien semacam
15. Penutupan fistula
ini tergolong aman.
ldentifikasi fistula yang sulit dijangkau dengan
menggunakan bronkoskop serat optik fleksibel
dilakukan dengan insersi serial termasuk balon
JENIS-JENIS BRONKOSKOPI
oklusif dan memeriksa apakah ada kebocoran udara.
Berbagai pelapis/penutup seperti busa jel @elfoam),
Bronkcskopi fleksibel dan rigid adalah dua metode yang
tambalan darah autologus (autologous blood patches),
berbeda untuk mendapatkan akses dan memvisualisasikan
kriopresipitat dan nitrat perak dapat digunakan untuk
saluran napas. Banyak terdapat pendapat bahwa
menutup fistula. Hampir 83% dari fistula esofageal
bronkoskopi serat optik fleksibel telah menggantikan
dapat dideteksi dengan bronkoskopi, tatalaksana
bronkoskopi kaku untuk hampir semua kepentingan
selanjutnya dapat direncanakan dengan esofagoskopi
diagncstik dan pada kebanyakan indikasi terapi.
konkomitan.
Bronkoskopi F l e k ~ i b e l ' . ~ , ~ , ~ , ~
Kontraindikasi
Bronkoskopi serat optik fleksibel memiliki berbagai
Kontraindikasi absolut r n e l i p ~ t i : ' , ~ , ~ , ~ kelebihan dibandingkan dengan teknik bronkoskopi rigid,
1. Ketidakmampuan pasien untuk kooperatif dengan karena bronkoskopi fleksibel lebih mudah dimanipulasi,
prosedur penggunaaannya sederhana, tidak memerlukan anestesi
2. Ketidakmampuan untuk menjalani anestesi umum umum dan dapat dilakukan sebagai suatu prosedur di luar
(bila diperlukan) untuk memperoleh BLB ruangan (outdoor). Berbagai ukuran bronkoskop tersedia,
yang mencakup bronkoskop ultra-tipis (untuk visualisasi saluran napas dan striktur (misalnya, stenting).
saluran napas neonatus dan saluran napas berukuran kecil), Bronkoskopi kaku sekarang digunakan hanya bila
bronkoskop pediatrik (diameter luar 2,8 mm dan saluran diperlukan peneropongan yang lebih lebar dan saluran
kerja 1,2 mm), bronkoskop dewasa (diameter luar berkisar untuk visualisasi yang lebih baik, serta instrumentasi
antara 4,9 hingga 6,O mm dan ukuran saluran setidaknya seperti pada:
2,O mm) dan bronkoskop terapeutik (diameter luar 6,O mm lnvestigasi perdarahan paru berat (dimana bronkoskop
dan saluran kerja 2,8 mm). Bronkoskop video membantu kaku dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan,
dalam ha1 visualisasi lesi dan penyimpanan data.' dengan saluran penghisapnya yang lebih besar, bisa
Sebuah bronkoskop serat optik fleksibel digunakan lebih baik dalam mengaspirasi darah dan mencegah
untuk memeriksa bronkus dan percabangan-percabangan sesak napas)
bronkial dan pita suara (kecuali adanya kelumpuhan Melihat dan mengeluarkan benda asing yang ter-
nervus laringeus berulang) sebelum operasi. Hal ini juga aspirasi pada anak kecil
digunakan untuk diagnosis lesi endobronkial. Teknik Melihat lesi endobronkial obstruktif (membutuhkan
tambahan seperti biopsi endobronkial dapat dilakukan debulking laser atau penempatan stent)
untuk memperoleh spesimen dari tumor memperoleh
paru endobronkial atau untuk mengambil sampel epitel
saluran pernapasan yang abnormal. Penyikatan (brushing)
bronkial dapat meningkatkan hasil diagnostik.
Pencucianbronkial dapat digunakan untuk mernperoleh Sebelum prosedur, riwayat penyakit pasien yang
sitologi pada kasus-kasus yang dicurigai sebasai suatu menyeluruh dan pemeriksaan fisik yang teliti harus
keganasan dan juga berguna untuk diagnosis infeksi dilakukan. Untuk menentukan indikasi yang tepat,
yang dicurigai, terutama TBC dan Pneumonia carinii. dokter harus memperoleh informasi mengenai terapi
Bilasan bronkial dan jumlah sel mungkin berguna untuk sebelumnya dan status kinerja saat ini. Tes laboratorium
mendapatkan diagnosis banding dari penyakit parenkim (misalnya hitung darah lengkap, elektrolit, profil koagulasi,
paru-paru (biopsi transbronkial dapat dilakuken untuk elektrokardiogram, radiografik toraks) dianjurkan. Studi
mendiagnosa penyakit parenkim paru-paru:. Selain tambahan seperti computed tomography (CT), tes fungsi
itu, aspirasi cairan getah bening transbronkial dapat paru, dan penilaian gas darah arteri mungkin diperlukan
dilakukan untuk menentukan stadium kanker paru-paru. tergantung pada sifat prosedur yang akan dilakukan.
Bronkoskopi serat optik fleksibel juga memungkinkan
untuk dilakukannya aspirasi nanah dan sekret serta
pengambilan benda asing.
Bronkoskop fleksibel yang tersedia saat ini hampir
semua dilengkapi video berwarna yang kompatibel, dapat Bronkoskopi harus dilakukan hanya oleh pulmonologis
memfasilitasi visualisasi jalan napas dan mendokumen- atau ahli bedah yang terlatih dalam suatu pengaturan
tasikan temuan. Dalam kerangka diagnosa dan tatalaksana, (setting) yang terpantau/dapat dimonitor, biasanya pada
bronkoskopi serat optik fleksibel memungkinkan untuk : suatu ruangan yang memang disediakan khusus untuk
Visualisasi j a l a n napas, t e r m a s u k b r o n k u s bronkoskopi, ruang operasi, atau ICU (untuk pasien
subsegmental dengan ventilator). Pasien harus puasa per oral selama
Pengambilan sampel sekresi pernapasan dan sel minimal 4 jam sebelum bronkoskopi dan memiliki akses
melalui pencucian bronkial, penyikatan, dan bilasan intravena, pemantauan tekanan darah intermitten, pulse
saluran napas perifer dan alveoli oxyimetry yang terpasang kontinu, dan pemantauan
Biopsi struktur endobronkial, parenkim, dan jantung. Bantuan oksigen harus tersedia. Premedikasi
mediastinum dengan 0,01 mg/ kg I M atau IV untuk mengurangi
Kegunaan terapeutik meliputi penyedotan sekret sekresi dan tonus vagal umum dilakukan, meskipun
yang sulit untuk dikeluarkan oleh pasien sendiri, praktik ini masih dipertanyakan dalam beberapa studi
penempatan stent endobronkial, pelebaran dan terbaru. Benzodiazepin kerja cepat, opioid, atau keduanya
pemasangan balon pada stenosis jalan napas. biasanya diberikan kepada pasien sebelum prosedur
untuk mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan, dan
Bronkoskopi kaku (rigid)1,2s5 batuk. Faring dan pita suara dibius dengan nebulasi
Berbagai prosedur terapi yang lebih luas dapat dilakukan atau aerosol (1 atau 2%, maksimum 250 sampai 300 mg
dengan bronkoskopi kaku, namun diperlukan anestesi untuk pasien dengan berat badan 70 kg). Bronkoskop
umum. lndikasinya meliputi hemoptisis masif, obstruksi ini dilumasi dengan jeli dan melewati lubang hidung
jalan napas, dan terapi lokal untuk tumor yang menyerang atau melalui mulut dengan penggunaan jalan napas oral
BROKOSKOPI 387

atau gudel. Setelah rnerneriksa nasofaring dan laring, PENGAMBILAN SPESIMEN


dokter rnelewatkan bronkoskop rnelalui pita suara selarna
inspirasi, ke dalarn trakea dan kernudian lebih lanjut distal Mendapatkan spesirnen dari bronkus dan percabangan
ke dalarn saluran pernapasan. bronkial selarna endoskopi adalah bagian penting dari
diagnosis.
Spesirnen dapat diarnbil sebagai berikut4:
PROSEDUR BRONKOSKOPI FLEKSIBEL2,3-6*7
1. Sekresi. Sekresi diarnbil dengan penghisapan secara
Informed consent harus dilakukan dan pasien harus lernbut oleh alat bronkoskopi dan dikirirn untuk
berpuasa selarna 4 jam sebelum prosedur (rnengingat uji rnikroskopik rutin, kulturl sensitivitas antibiotik,
berbagai kornplikasi yang rnungkin tirnbul pada prosedur sitologi dan perneriksaan spesifik lainnya. Cuci
yang rnernbutuhkan anestesi urnurn).Pernantauan bronkial: larutan gararn fisiologis (normal saline)
saturasi oksigen dan fasilitas anestesi sangat penting. disuntikkan rnelalui bronkoskop dan kernudian
Sedasi intravena biasanya dilakukan. Pernilihan obat disedot dari saluran napas.
bervariasi tergantung operator, yang biasa digunakan
2. Bilasan bronkial. Jika kuantitas sekresi tidak rnernadai
rnisalnya rnidazolarn. Lidokain topikal disernprotkan ke
atau sangat tebal untuk diisap langsung, daerah tersebut
dalarn rongga hidung dan dibiarkan dalarn waktu yang
dapat dilakukan bilasan dengan larutan gararn fisiologis
cukup rnernungkinkan untuk anestesi. Skup serat optik
dan penghisapan dapat dilakukan. Sebanyak 50 sarnpai
dirnasukkan ke dalarn hidung dan selanjutnya lidokain
200 rnL larutan gararn fisiologis steril dirnasukkan ke
diberikan rnelalui lengan dari sisi skup untuk rnernbius
dalarn percabangan bronkoalveolardistal dan kernudian
secara progresif area hipofaring, laring dan pita suara. Saat
disedot keluar. Tindakan ini bertujuan untuk rnengarnbil
scope rnelewati trakea, seluruh percabangan trakeobronkial
sel, protein, dan rnikroorganisrne yang terletak pada
dapat divisualisasikan.
tingkat alveolar. Tirnbulnya area yang rnengalarni
edema paru selarna prosedur bilasan dilakukan dapat
rnenyebabkan hipoksernia sernentara.
PROSEDUR BRONKOSKOPI RIGIDZ-3,8
3. Sikatan bronkial (Scrappings/ bronchialbrushing) :sebuah
Informed consent diperlukan sebelurn prosedur. Pasien sikat digerakkan rnaju rnelalui bronkoskop dan
harus berpuasa sernalarn karena diperlukan anestesi digunakan untuk rnengikis lesi rnencurigakan untuk
urnurn untuk rnelakukan prosedur ini. Setelah anestesi rnendapatkan sarnpel sel. Spesirnen diperoleh dengan
urnurn diberikan, pasien berventilasi dengan inspirasi rnenggunakan penyeka, spons, kuas atau kuret dari
oksigen konsentrasi tinggi. Kedua rnata ditutup dan daerah yang mencurigakan,terutarna ketika tidakada
leher diekstensikan. Alat bronkoskop kaku dirnasukkan perturnbuhan yang terlihat.
langsung rnelalui rnulut dengan pengawasan langsung 4. Biopsi endobronkial. Forsep yang rnaju rnelalui
(harus dilakukan hati-hati supaya tidak rnelukai gusi atau bronkoskop dan saluran napas untuk rnendapatkan
gigi), rnelewati epiglotis dan pita suara dan rnasuk ke sarnpel dari satu atau lebih ternpat dalarn parenkirn
trakea. Jet ventilasi interrniten (rnelalui alat bronkoskop paru.
tersebut) diperlukan untuk rnernpertahankan pertukaran
gas selarna prosedur. Seluruh percabangantrakeobronkial 5. Aspirasijarurn transbronkial. Sebuah jarurn yang dapat
dapat dilihat dan berbagai prosedur diagnostik dan terapi ditarik dirnasukkan rnelalui bronkoskop dan digunakan
dapat dilakukan. untuk pengarnbilan sarnpel untuk pernbesaran
kelenjar getah bening rnediastinurn atau rnassa. Pasien
biasanya diberikan oksigenasi tarnbahan dan diarnati
selarna 2 sarnpai 4 jam setelah prosedur. Pulihnya
refleks rnuntah dan perneliharaan saturasi oksigen
Continuous pulse oxymetry dan prosedur pernantauan tanpa bantuan oksigen dari luar adalah dua indeks
lainnya harus dilakukan sesuai dengan pedornan lokal utarna pernulihan. Praktek standar adalah untuk rnen-
rnengenai sedasi dalarn keadaan sadar. Meskipun dapatkan foto rontgen dada posteroanterior paru
anestesi lokal dan sedasi dalarn keadaan sadar dapat setelah transbronkial biopsi untuk rnenyingkirkan
dilakukan pada bronkoskopi fleksibel, ahli bronkoskopi pneurnotoraks.
intervensi harus siap untuk rnengalihkan ke anestesi 6. Biopsi paru transbronkial. Ini adalah salah satu cara
urnurn, jika keadaan rnendesak dan rnernerlukan anestesi paling arnan untuk rnendapatkan biopsi pada parenkirn
urnurn. paru. Prosedur ini sangat rnernbantu rnenjelaskan
penyakit yang telah rnenyebar dan rnenegakkan Reaksi Umum
diagnosis lain, rnisalnya untuk kernungkinan infeksi Peningkatan suhu setelah bronkoskopi singkat yang
pneumocystis carinii pada pasien imunosupresi. dilakukan untuk rnenghilangkan benda asing metalik
Pneurnotoraks dan perdarahan adalah kernungkinan yang baru saja rnasuk biasanya tidak terjadi. Namun,
kornplikasi yang bisa terjadi. Pneurnotoraks mungkin jika sudah terdapat kondisi peradangan pada bronkus
rnernerlukan drainase. Perdarahan biasanya tidak sebelum bronkoskopi, seperti rnisalnya penyebaran
parah dan berhenti dengan cara penyurnbatan laryngotrocheobronchitis purulen yang berhubungan
bronkus oleh alat bronkoskopi. Biopsi transbronkial dengan aspirasi biji kacang, atau dengan adanya abses
biopsi dapat dilakukan tanpa panduan rontgen, tapi paru dari benda asing yang telah lama rnasuk, rnaka
bukti rnendukung adanya peningkatanhasil diagnostik peningkatan suhu skala sedang dapat terjadi.
dan insiden pneurnotoraks yang lebih rendah ketika Syok biasanya jarang terjadi. Pada anak-anak dapat
panduan fluoroskopik digunakan. Lesi harus didekati dijurnpai reaksi berupa tertidur nyenyak akibat kelelahan
dengan ujung bronkoskop dan dapat tervisualisasi selarna prosedur yang dikerjakan cukup lama.
dengan baik. Biopsi dapat diambil dengan forsep
pernukul (punch) atau forsep pernotong. Reaksi Lokal
7. Biopsi lesi perifer. Prosedur ini dilakukan dengan Reaksi lokal biasanya rnenyebabkan suara sedikit serak
anestesi urnurn. Dengan adanya fibrescope dan dan akan rnenghilang dalarn beberapa hari. Jika dispnea
instrumen yang lernbut, prosedur ini rnenjadi lebih terjadi biasanya karena :
nyaman dan aman. 7. Drowning(terbenarnnya)pasien dalarn sekresi sendiri.
Pasien yang terbenarn dalarn sekresinya sendiri
karena akurnulasi cairan di dalarn bronkus terlihat
KOMPLIKASIDAN EFEK PASCA BRONKOSKOPllO~ll~lZ paling sering pada anak-anak, dan dengan cepat
dapat pulih.
Sernua kasus benda asing harus diawasi siang dan 2. Edema subglotis. Edema supraglotis jarang
rnalarn oleh perawat khusus sarnpai semua bahaya rnenyebabkan dispnea kecuali bila dikaitkan dengan
kornplikasi disingkirkan. Komplikasi jarang terjadi jika nefritis tahap lanjut.
prosedur dikerjakan dengan hati-hati, tetapi jika sarnpai 3. Edema laring. Edema subglotis merupakan kornplikasi
kornplikasi terjadi, rnungkin rnemerlukan penanganan yang jarang terlihat kecuali pada anak di bawah 3
segera. tahun. Edema subglotis yang terjadi dalarn laring yang
Kornplikasi yang serius jarang terjadi, perdarahan sebelurnnya normal dapat rnerupakan akibat dari:
kecil dari sebuah ternpat biopsi dan demam terjadi pada - Penggunaan ukuran tube (scope) yang besar
10 sarnpai 15% pasien. Prernedikasi dapat menyebabkan - Bronkoskopi yang lama.
sedasi berlebihan dengan depresi pernapasan, hipotensi, - Kesalahan posisi pasien, rnisalnya poros tube tidak
dan aritrnia jantung. Kornplikasi yang jarang terjadi pas pada trakea.
karena anestesi topikal dapat menyebabkan spasme - Trauma dari kekuatan yang tidak semestinya atau
laring, bronkospasrne, kejang, rnethernoglobinernia arah yang tidak benar saat insersi bronkoskop
dengan sianosis refraktorik, aritrnia jantung atau henti tersebut.
jantung (cardiac arrest).Bronkoskopi sendiri mungkin - Manipulasi instrurnen.
rnenyebabkan edema laring atau cedera kecil dengan - Trauma yang diderita saat dilakukan proses
suara serak, hipoksernia pada pasien dengan pertukaran ekstraksi benda asing.
gas terganggu, aritrnia (paling sering kontraksi prernatur
atrium, denyut ventrikel prematur, atau bradikardia), Komplikasi Bronkoskopi Fleksibe13
dan, sangat jarang, penularan infeksi dari peralatan Kornplikasi mayor relatif jarang, terjadi pada 1,7%
yang disterilkan secara sub-optimal. Kematian adalah kasus, rneliputi kernatian (0,1%), gangguan pernapasan,
1 sarnpai 4 per 10.000 pasien. Orang tua dan pasien pneumonia dan obstruksi jalan napas. Komplikasi minor
dengan komorbiditas serius (PPOK berat, penyakit arteri terrnasuk reaksi vasovagal, demam, aritrnia jantung,
koroner, pneumonia dengan hipoksernia, kanker stadium perdarahan, rnual dan rnuntah, dan afonia yaitu sebesar
lanjut, disfungsi mental) mernpunyai risiko lebih besar. 6,5%. Prosedur tarnbahan seperti biopsi transbronkial
Biopsi transbronkial dapat rnenyebabkan pneurnotoraks rnernbawa risiko tarnbahan pneurnotoraks (10%).
(2 sarnpai 5%) dan perdarahan yang signifikan (1 sarnpai
1,5%); kematian rneningkat menjadi 12 per 10.000 pasien, Komplikasi Bronkoskopi RigicP
tetapi rnelakukan bronkoskopi sesuai prosedur dapat Cedera pada gusi, bibir, dan gigi dapat terjadi tetapi
rnenghindari kebutuhan untuk t o r a k o t ~ m i . ~ luka faring jarang terjadi. Perdarahan dapat terjadi
akibat trauma pada jalan napas selama prosedur ini,
tetapi perdarahan mayor jarang terjadi dan biasanya
berhubungan dengan biopsi tumor vaskular. Barotrauma
dari ventilasi jet dapat menghasilkan emfisema pasca
bedah dan atau pneumotoraks.

Diagnosis Komplikasi
Diagnosis harus ditegakkan tanpa menunggu terjadi-
nya sianosis yang mungkin tidak pernah muncul. Pucat,
gelisah, bangkit setelah tidur beberapa menit, biasanya
terjadi pada anak-anak dengan batuk berat yang ditandai
dengan batuk, suara serak dan kesulitan bernapas. Kasus-
kasus semacam ini tidak boleh lepas dari pengawasan dan
bilamana diperlukan dapat dilakukan trakeostomi. Anak
akan menjadi lelah dalam berjuang untuk mendapatkan
udara dan akan menyerah dan dapat meninggal dunia. Gambar 2. Perubahan inflamatorik pada bronkitis kronis.4
Peningkatan laju pernapasan karena "kelaparan" akan
udara, pengumpulan cairan yang tidak dapat dikeluarkan
karena gangguan motilitas glotis, sering disalahartikan
sebagai suatu pneumonia. Banyak anak yang hidupnya
bisa diselamatkan oleh trakeostomi telah meninggal dunia
akibat diagnosis yang salah tersebut.

Terapi Apabila Terjadi Komplikasi3


lntubasi merupakan prosedur terapi yang tidak begitu
aman karena sekresi tidak dapat dengan mudah
dikeluarkan melalui tube dan stenosis karena intubasi
dapat terjadi. Trakeostomi yang rendah, yaitu sayatan
trakea di bawah cincin kedua, adalah metode tatalaksana
yang paling aman dan terbaik.

POSTERIOR
POSTERIOR BASAL
BASAL ANTERIOR BASAL
(WITH MEDIAL BRANCH)
Gambar 3.Perubahan inflamatorik pada tuberkulosis dengan
suatu benang (string)sekret yang terlihat pada bronkus utama
kanan.4

MIDDLE
INFERIOR \ \ i-.h

ANTERIOR

UPPER
DIVISION

Gambar 1. Percabangan bronkial pada bronchial tree seperti


yang tervisualisasi oleh seorang bronchoscopist yang
mengoperasikan alat bronkoskop dari atas kepala seorang Gambar 4. Tampak tumor yang terdapat pada bronkus utama
pasien yang terlentang?
I . .

tun. -
n
ENDOSKOPI

7. Nickalls RWD. Fibreoptic bronchoscopy. Department of


Anaesthesia, Nottingham University Hospitals, City Hospital
Campus,Nottingham, UK, 2009.
8. Du Rand IA, Barber PV, Goldring J, Lewis RA, Mandal S,
Munavvar M, Rintoul RC, Shah PL, Singh S, Slade MG,
Woolley A. British Thoracic Society guideline for advanced
diagnostic and therapeutic flexible bronchoscopy in adults.
Thorax Journal, November 2011.
9. Haas AR, Vachani A, and Sterman DH. Advances in
Diagnostic Bronchoscopy. Am J Respir Crit Care Med. 2010;
182: 589-97.
10. Jin F, Mu D, Chu D, Fu E, Xie Y, Liu T. Severe Complications
of Bronchoscopy. Respiration 2008;76:429-33.
11. Kaparianos A, Argyropoulou E,Sampsonas F,Zania A,
Efremidis G, Tsiamita M, Spiropoulos K. Indications, results
and complications of flexible fiberoptic bronchoscopy: a
5-year experience in a referral population in Greece. European
Gambar 5. Tampak pemasangan stent silikon Dumc-nsecara Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2008; 12:
bronkoskopik, dirnana stent tersebut diinsersikan pade bronkus 355-63.
utarna kiri13. 12. Suleman A, Ikramullah Q, Ahmed F, Khan MY. Indications
and Complications of Bronchoscopy : An Experience of 100
Cases in A Tertiary Care Hospital. JPMI 2008; 22: 210-14
13. Madkour A. Principles of Interventional Therapeutic
Bronchoscopy. Egyp J Bronchol. 2008 Vol2, No 1,

Bronkoskopi memiliki berbagai manfaat baic untuk


diagnostik maupun terapeutik. Meskipun terkait dengan
beberapa komplikasi (bahkan komplikasi mayor), namun
prosedur ini termasuk prosedur yang relatif cukup aman
jika dilakukan oleh tangan ahli. Terkadang terdap,at
klaim bahwa bronkoskopi fleksibel dapat sepenuhnya
menggantikan bronkoskopi rigid, namun pendapat ini
masih diperdebatkan. Kedua instrumen saling melsngkapi:
kelemahan dari satu alat mencerminkan keuntungan dari
yang lain.

REFERENSI

1. Narashiman R, Gayathri AR. Bronchoscopy. Textbook of


Pulmonary and Critical Care Medicine Vol.1, Chandigarh,
India : Jaypee Brothers Medical publishers (P) LTD,2011.
2. Lechtzin N. Bronchoscopy. Bronchoscopy: Diagnostic
Pulmonary Procedures. Merck Manual Professional, June,
2009 at http://www.merckmanuals.com/professional/
pulmonary~disorders/diagnostic~pulmonary_prccedures/
bronchoscopy/ html
3. Sparsha. Bronchoscopy - Indications, Types, Procedure and
Complications. India Study Channel, 2009 at http://www.
indiastudychannel.com/resources/59512-Bronchoscopy-In
dications,Types,ProcedureandComplications
4. DalalDD, VyasJJ. Diagnostic Bronchoscopy.Bombay Hospital
Journal at http://www.bhj.org/journal/1999-4103-july99/
reviews-537.htm
5. Bolliger CT, Mathur PN, Beamis JF, Becker HD, Cavaliere S,
Colt H, Diaz-JimenezJF', DumonJF, Edell E, Kovitz EX, Macha
HN, Mehta AC, Marel M, Noppen M, Strausz J, Sutedja TG.
ERS/ATS statement on interventional pulmonology. Eur
Respir J 2002; 19: 356-73
6. British Thoracic Society Bronchoscopy Guidelines Committee,
a Subcommittee of the Standards of Care Committee of the
British Thoracic Society. British Thoracic Society guidelines
on diagnostic flexible bronchoscopy. Thorax 2001;56(suppl
I): 11-121.
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF
SWALLOWING ( F E E S )
Susyana Tamin

PENDAHULUAN Pada fase esofagus terdapat kelainan dinding esofagus


atau kelainan struktur eksterna yang menghambat gerak
Disfagia merupakan keluhan pasien yang harus ditanggapi makanan dalam esofagus dan kelernahan peristaltik
dengan cermat. Kelainan kongenital, inflamasi, infeksi, esofag~s.'~~
trauma, kelainan endokrin, tumor, kelainan kardiovaskuler, Berbagai kelainan neurologik dapat menyebabkan
kelainan neurologik dan penyebab iatrogenikseperti akibat disfagia neurogenik, seperti penyakit Parkinson dirnana
operasi, kemoterapi, dan radiasi dapat menyebabkan dengan adanya degenerasi substansia nigra yang
keluhan d i ~ f a g i a . ~ , ~ , ~ menimbulkan kekakuan dan tremor otot-otot. Hal ini
Kelainan yang tampak pada disfagia berbeda pada dapat rnenyebabkan terjadi gangguan pada fase oral dan
tiap fase menelan. Pada fase oral dapat diternukan faring berupa penurunan kemampuan pergerakan lidah
kelainan berupa I ) terkumpulnya rnakanan dalam rongga dan pargkal lidah. Sering pula ditemukan gangguan pada
mulut, 2) kebocoran dari bibir, 3) kebocoran/ rnasuknya elevasi laring dan penutupan pita suara.'
makanan ke faring sebelum refleks menelan timbul yang Gangguan menelan pada pasien strok dibedakan
disebabkan oleh kelemahan dan buruknya koordinasi berdasarkan lokasi lesi yang terjadi. Pasien strok dengan
dari bibir, pipi, dan pangkal lidah @reswallowing leakage). lesi pada korteks serebri kiri dapat rnengalarni gangguan
4 ) aspirasi rnakanan pada saat inspirasi, berkaitan rnenelan fase oral dengan keterlarnbatan waktu transit
dengan kebocoran rnakanan ke faring sebelum menelan. oral dan keterlarnbatan dalarn rnernulai refleks rnenelan
@reswallowing aspiration). 5) gangguan fungsi lidah oleh fase faring yang sering kali rnenirnbulkan aspirasi. Strok
karena kelernahan bagian posterior, 6) gangguan inisiasi korteks serebri kanan menirnbulkan garnbaran proses
rnenelan oleh perubahan status mental dan kognitif yang rnenela~yang berbeda, terlihat dengan berkurangnya
rneningkatkan risiko rnenurnpuknya rnakanan dalam tenaga dorongan otot-otot rongga mulut dan larnbatnya
rongga rnulut dan risiko aspirasi. refleks penutupan jalan napas, sering juga adanya disfagia
Pada fase faring terdapat I ) disfungsi palaturn mole dan apraksia. Disfagia apraksia berupa keterlambatan dalam
faring superior yang rnenyebabkan refluks ke nasofaring, rnernulai fase oral dengan tidak adanya pergerakan lidah
2) gangguan fungsi rnuskulus palatofaring, tirohioid saat makanan ada di r n u l ~ t . ~
dan elevasi os hioid menyebabkan berkurangnya elevasi Paca strok dengan lesi batang otak terlihat fase oral
laring dan faring, sehingga meningkatkan risiko aspirasi berjalan normal, tetapi terdapat gangguan rnernulai dan
karena terganggunya pernbukaan sfingter esofagus atas, rnengontrol neurornotor fase faring berupa gangguan
3) kelernahan rnuskulus konstriktor faring menyebabkan pada pernbukaan sfingter esofagus bagian atas dan
penurnpukan sisa rnakanan (residu) di valekula dan sinus gangguan proteksi jalan napa~.~,'
piriforrnis yang juga berisiko terjadi aspirasi saat rnenelan Perlelitian di Klinik Disfagia Terpadu Departernen THT
dan setelah proses menelan selesai. 4) gangguan relaksasi, FKUl RSCM pada 48 pasien strok, baik iskemik rnaupun
distensibilitas,fibrosis, hiperplasia, atau hipertrofi rnuskulus hemoragik yang dilakukan perneriksaan FEES, menernukan
krikofaring rnenyebabkan gangguan koordinasi rnenelan. adanya standing secretion (56,3%),preswallowing leakage
ENDOSKOPI

(91,7%), residu (81,3%), penetrasi (72,9%), aspi-asi (39, mempermudah saat dimasukkan melalui hidung.?
6%) dan 73,7% diantaranya terjadi silent aspiration. Pasien Survei yang dilakukan oleh Langmore pada tahun
dengan strok iskernik dan strok berulang mempunllai risiko 1995 menernukan hanya 27 kasus dari 6000 prosedur FEES
aspirasi dan silent aspiration yang lebih tinggi. yang mengalami komplikasi. Adapun kornplikasi yang bisa
Disfagia juga rnerupakan salah satu gejala yang timbul pada pemeriksaan FEES adalah rasa tidak nyaman
ditirnbulkan akibat kanker di daerah kepala dan leher. yang biasanya ringan dan sangatjarang ditemukan adanya
Gejala ini tergantung dari ukuran dan lokasi lesi. derajat epistaksis, respons vasovagal, alergi terhadap anestesi
dan perluasan dari tumoryang direseksi, rekonstruksi atau topikal dan laringospasme.'~"
efek sarnping dari pengobatan. Pasien yang mendapat Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
terapi radiasi mernpunyai risiko gangguan menelan. Efek tindakan ialah rnelakukan insersi endoskop secara hati-
jangka pendek radiasi meliputi xerostomia, perdarahan, hati, membatasi penggunaan obat anestesi pada mukosa
nyeri dan mukositis. Efekjangka panjang rneliputi fibrosis, hidung dan rnenghindari penyemprotan pada laring atau
osteoradionekrosis, trismus, gangguan aliran darah, karies melakukan tindakan tanpa penggunaan anestesi sama
dentis dan gangguan sensasi p e n g e ~ a p . ~ sekaIi.',O
Wue dalarn penelitiannya menggunakan FEES untuk
evaluasi perubahan fungsi menelan pada 31 pasien
Karsinoma Nasofaring (KNF) setelah terapi radiasi. Kelainan l NDlKASl D A N KONTRAlNDlKASl
yang paling banyak diternukan adalah retensi faring
(93,5%) yang berakibat tingginya insiden aspirzsi pasca Pemeriksaan FEES tidak mernpunyai kontraindikasi mutlak.
rnenelan (77,4%).Kelainan lain berupa atrofi lidah (54,8%), Beberapa keadaan yang dapat dipertirnbangkan untuk
paralisis pita suara (29%), inkornpeten velofaring (58%), tidak melakukan pemeriksaan FEES ialah adanya gangguan
prematur leakage (41,9%),hilang atau terlambatnya refleks hernostasis, penurunan kesadaran, dan tanda vital yang
rnenelan (87,1%),konstriksi faring yang buruk (80,6%),dan tidak ~ t a b i l . " ~ , ' ~
silent aspirasi (41,9%). lndikasi FEES disesuaikan dengan informasi yang didapat
Penelitian lainnya di Klinik Disfagia Terpadu Departemen dari pemeriksaan ini antara lain melihat adanya: 1 ) perubahan
THT FKUl RSCM pada 39 pasien KNF pasca kemoradiasi pada anatomi nasofaring, orofaring atau laring yang
yang dilakukan pemeriksaan FEES menemukar adanya mempunyai pengaruh terhadapfungsi menelan 2) perubahan
standing secretion (92,4%), residu pada keseluruhan pasien, integritas sensorik dari struktur faring dan laring yang
penetrasi (35,9%),aspirasi (10,3%),tetapi tidak ditemukan menyebabkan berkurangnya kernampuan refleks menelan
adanya silent aspiration. Terjadi pernanjangan pada fase dan refleks batuk 3) kemampuan pasien dalarn mernulai
oral dan fase faring dan pernberian makanan cair akan dan mempertahankan proteksi jalan napas dalam satu
rnempercepat proses menelan. waktu tertentu yang bila menurun akan meningkatkan risiko
terjadinya aspirasi 4) perbedaan kekuatan kontraksi dinding
faring kiri dan kanan 5 ) kelelahan pada saat melakukan proses
PRlNSlP KERJA ALAT menelan berulang 6) rekaman pemeriksaan dapat dijadikan
urnpan balik bagi pasien dan keluarganya untuk rnengetahui
Pemeriksaan FEES membutuhkan pemeriksa yang mahir kelainan yang terjadi 7 ) pengaruh berbagai strategi dalarn
dalarn menggunakan endoskopi serat optik lentur, dan usaha untuk meningkatkan kemampuan rnenelan dapat
mernpunyai pengetahuan yang baik mengenai anatomi langsung dinilai pengaruhnya terhadap kemampuan menelan
kepala dan leher serta fisiologi proses menelan. ~asien.~,~
A l a t y a n g d i g u n a k a n b e r u p a s a t u set a l a t
nasofaringolaringoskop serat optik lentur teknologi
videoskop ukuran Y,T mrn berikut dengan sumber cahaya KELEBIHAN D A N KEKURANGAN
xenon (light source) dan kamera video CCD, juga video
monitor berwarna beserta alat perekarn VCD ataupun DVD. Pemeriksaan FEES merupakan pemeriksaan yang tidak
Leonardlrnenggunakan T atau Y semprot anestesia topikal rnahal dan dapat dilakukan dalam waktu singkat dan
seperti lidokain %E dan sejumlah kecil neosynephrine segera memberi hasil, bersifat tidak invasif dan tidak
(%*,To)pada salah satu lubang hidung. Di Klinik Disfagia iritatif, menggunakan makanan normal dan dapat diulang
Terpadu Departernen THT FKUl RSCM, pemeriksaan FEES sesering mungkin bila d i b u t ~ h k a n . ~
dilakukan tanpa rnenggunakan anestesi topikal untuk FEES m e m p u n y a i k e t e r b a t a s a n d i b a n d i n g
tetap mempertahankan sensasi d i daerah crofaring, videofluoroscopy Perneriksaan ini tidak dapat melakukan
sehingga tidak akan rnempengaruhi proses menelan. evaluasi pembentukan bolus pada rongga mulut, antara lain
Endoskop yang digunakan hanya diberi jeli pelurnas untuk tidak dapat melihat kernampuan pasien untuk membentuk
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF SWALLOWING ( F E E S )

dan menahan bolus di mulut, memindahkannya dari konsistensi makanan yang paling aman bagi pasien, 3).
bagian anterior ke posterior rongga mulut dan pengiriman Pemeriksaan terapi (therapeutic assessment) dengan
bolus ke faring. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengaplikasikan berbagai perasat (manuver) dan posisi
melihat tingkatan konstriksi faring, pembukaan sfingter kepala, dinilai apakah terdapat peningkatan dalam
esofagus atas dan elevasi hioid/laring saat menelan.6 kemampuan menelan.5,6,g
Kekurangan lain dari FEES, pada saat terjadi refleks Pada tahap pertama, awalnya dilakukan evaluasi gerak
menelan, secara bersamaan terjadi aproksimasi pangkal lidah, elevasi palatum mole dan kemampuan otot bukal dan
lidah dan faring yang mengaburkan visualisasi saat bibir untuk mengetahui kemampuan fungsi oromotor dari
pemeriksaan (white spot). Penetrasi dan aspirasi bolus fase oral. Kemudian endoskop dimasukkan melalui kavum
saat terjadi proses menelan tidak tervisualisasi, penilaian nasi sampai ke nasofaring dan pasien diminta menelan tanpa
penetrasi dan aspirasi dilakukan sesaat setelah terjadi rrakanan (dryswallow) untuk menilai kerapatan penutupan
refleks menelan. Perhitungan waktu secara tepat seperti velofaring (velopharyngeal competence) dan juga dinilai
yang bisa diperoleh pada pemeriksaan radiologi, juga tidak penutupan velofaring saat fonasi. Selanjutnya endoskop
didapat pada pemeriksaan FEES.6 dimasukkan lagi sampai hipofaring agar dapat memvisualisasi
struktur di bawah palatum mole. Pada posisi ini, dilakukan
evaluasi pangkal lidah, valekula, sinus piriformis, dinding
TEKNIK D A N PERSIAPAN PEMERIKSAAN p2steric.r faring, dan postkrikoid. Untuk evaluasi struktur
laring, endoskop dimasukkan lagi lebih dalam, sehingga
Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh Langmore pada u-iungnya berada setinggi epiglotis. Evaluasi dilakukan
tahun 2001. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan terhadao gerakan plika vokalis saat fonasi dan inspirasi,
nasofaringolaringoskop serat optik lentur melalui rongga serta adanya akumulasi saliva atau sekret (standing secretion)
hidung, melewati velum dan posisinya dipertahankan di atas pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan kiri dan
epiglotis. Pemeriksaan FEES dapat memvisualisasi secara juga postkrikoid. Kemudian dinilai pula adanya penetrasi
langsung faring dan laring setinggi plika vokalis. Makanan dan aspirasi juga kemampuan refleks batuk.',' Pemeriksaan
dan cairan dengan konsistensi dan jumlah tertentu dilihat tersebut merupakan pemeriksaan awal (preswallowing
saat melewati faring. Pada pemeriksaan ini dinilai segmen assessment) sebelum pemeriksaan inti.5,6,9
laringofaring pada saat sebelum dan sesudah proses Pemeriksaan inti FEES berupa tes menelan dengan
menelan dan dapat mendeteksi adanya aspirasi dan silent 6 konsistensi makanan seperti uraian di atas. Dimulai
aspiration. FEES menjadi pemeriksaan pilihan yang tepat dengan memberikan 1 sendok bubur saring, pasien
untuk disfagia orofaring dimana sering terjadi gangguan diminta menahannya dalam mulut kira-kira 10 detik
fungsi pada fase oral dan fase faring.5,6,9 untuk menilai adanya kebocoran fase oral (premature oral
Protokol pemeriksaan saat ini merupakan modifikasi leakage) atau aspirasi sebelum menelan (preswalllowing
dari protokol awal oleh Bastian. Pemeriksaan dilakukan aspirati'm). Kemudian pasien diminta menelan dan pada
oleh ahli THT dan penilaian dilakukan bersama-sama saat bersamaan gambaran visualisasi akan hilang sesaat,
dengan ahli Rehabilitasi Medik dan ahli Gizi. Pemeriksaan kurang dari satu detik (white spot/blind spot) karena
dapat dilaksanakan di sisi tempat tidur, dilakukan tanpa kontraksi velofaring dan elevasi laring. Penilaian dilakukan
tindakan pembiusan dan dalam posisi pasien duduk tegak sesaat sebelum dan sesudah momen ini. Penting dicatat
atau duduk miring 45". Pemeriksaan FEES membutuhkan adanya lateralisasi aliran makanan, penetrasi atau aspirasi,
kerjasama pasien dalam mengikuti instruksi yang diberikan can residu/sisa makanan pada valekula, sinus piriformis,
selama pemeriksaan. Proses menelan dievaluasi dengan pangkal lidah, dan postkrikoid. Bila terdapat residu, maka
memberikan 6 konsistensi makanan berupa cairan encer pasien diminta menelan lagi dan dinilai apakah dengan
(thin liquid), cairan kental (thick liquid), bubur saring menelan berulang efektif untuk membersihkan residu.
Cpuree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur tepung Apabila pasien mengeluh adanya regurgitasi, endoskop
(havermouth), dan biskuit. Semua konsistensi makanan dapat dipertahankan lebih lama untuk melihat adanya
kecuali biskuit diberi warna hijau atau biru untukvisualisasi regurgitasi setelah proses menelan b e r ~ l a n g . ~ , ~ , ~
yang lebih baik saat pemerik~aan.~.~,~ Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur
Tahap pemeriksaan pada modalitas ini dibagi menjadi nasi dan dihentikan bila terdapat aspirasi. Respons
3 tahap: 1 ) . Pemeriksaan sebelum pasien menelan terhadap aspirasi dan efektivitas refleks batuk dinilai. Bila
(preswallowing assessment) untuk menilai fungsi muskular terdapat aspirasi tanpa disertai refleks batuk menunjuk-
dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral dan fase kan adanya silent aspiration yang menyebabkan tingginya
faring 2). Pemeriksaan berlangsung dengan memberikan b:omplikasi terjadi infeksi paru (pneumonia). Bila tidak
beberapa konsistensi makanan (swallowing assessment), terdapat aspirasi, pemeriksaan dilanjutkan dengan 4
dinilai kemampuan menelan pasien dan mengetahui konsistensi makanan lainnya.
Terdapat 5 parameter FEES yang harus dinilai yang diambil pada sekelompok pasien dengan gangguan
saat perneriksaan seperti: 1) preswallowing leckage, 2) rnenelan akibat kelainan neurologis, neurornuskular dan
sensitivitas, 3) residu, 4) penetrasi dan 5) aspirasi.l"ll pasien keganasan kepala dan leher. Pasien-pasien tersebut
Preswallowing leakage, didefinisikan sebagai bolus dapat meningkatkan kecepatan menelan, mengurangi
makanan yang masuk ke daerah hipofaring sebelum residu dan rnengontrol terjadinya aspirasi. Penentuan sikap
tirnbulnya refleks rnenelan. Adanya preswallowing leakage tubuh mana yang harus digunakan, (teknik rnana dan kapan
rnenyebabkan mudahnya terjadi aspirasi sebelum proses harus digunakan).12.13 rnerupakan keputusan bersama yang
menelan. ditunjang juga oleh hasil perneriksaan,
Sensitivitas merupakan kernarnpuan sensori daerah Rehabilitasi perasat menelan dilakukan berdasarkan
hipofaring dilihat dari timbulnya refleks batuk atau pun penggunaan konsistensi makanan dan cairan tertentu
rnekanisme menahan bolus supaya tidak rnasuk laring untuk melatih teknik menelan dan perasat (manuver)
yang merupakan kemampuan proteksi jalan napas.l0t1l yang baik. Pasien diajarkan suatu perasat menelan yang
Residu merupakan bolus makanan yang tertinggal di bertujuan untuk meningkatkan kecepatan transportasi
hipofaring setelah terjadinya proses menelan. Hasil ukur bolus melalui orofaring ke esofagus. Keuntungan teknik ini
residu berupa ringan bila terdapat sedikit sisa makanan pada ialah dapat dilakukan tanpa makanan atau rninurnan dan
satu/ beberapa lokasi seperti pangkal lidah, valek~la,sinus efeknya dapat dilihat langsung melalui pemeriksaan FEES.
piriformis,post-krikoid, sedang bila sedikit pada seluruh lokasi Penggunaan perasat (manuver) berbeda-beda pada setiap
/ banyak pada 1 lokasi, dan berat bila banyak pada beberapa individu tergantung dari penyebab gangguan menelan.
lokasi/ seluruh l ~ k a s i . ' ~ ~ ~ ~ Beberapa cara dapat dilakukan, seperti :
Penetrasi merupakan bolus makanan yang rnasuk ke
dalam vestibulum laring saat atau setelah proses menelan Perasat Supraglotik (Supruglottic Swallow)
terjadi dan dibagi dalam ernpat tingkatan y a i t ~0 (tidak Pasien diminta menelan rnakanan sambil rnenahan napas,
ada penetrasi), 1 (bolus di atas pita suara/ vestibulurn dan batuk segera setelah menelan sebelum inspirasi yang
laring, pasien rnerasakan dan dapat mengeluarkan bolus), kemudian dilanjutkan menelan lagi. Tujuannya untuk
2 (bolus di atas pita suara/vestibulum laring, pasien tidak menutup plika vokalis dan membersihkan residu yang
merasakan), 3 (bolus di pita suara, pasien merasakan dan mungkin masuk ke laring. Perasat ini digunakan pada
mengeluarkan bolus), 4 (bolus di pita suara, pasien tidak pasien dengan kelemahan pergerakan pita suara dan
merasakan).lO~ll kelumpuhan pita suara, gangguan sensoris pada laring,
Aspirasi bila bolus makanan masuk ke dalam subglotis pada pasien pasca-intubasi lama dan pasca-operasi
saat atau setelah proses menelan terjadi. Terdapat ernpat laringektomi sup rag loti^.^^^^^
tingkatan yaitu 0 (tidak ada aspirasi), 1 (ada aspirasi dan
pasien mengeluarkan bolus secara spontan), 2 (ada aspirasi Perasat Super-Supraglotik (Super-Supraglottic
dan pasien berusaha mengeluarkan bolus akan tetapi Swallow)
tidak berhasil), 3 (ada aspirasi namun tidak ads usaha Sama dengan perasat supraglotik dengan penambahan
rnengeluarkan b o l ~ s ) . ' ~ ~ ~ ~ instruksi untuk menahan napas sedikit lebih lama dan
Perubahan posisi kepala dan teknik lain yang lebih dalam (manuver valsava). Tindakan ini bertujuan
rnernbantu rnemperbaiki proses rnenelan dilakukan saat untuk menarnbah penutupan plika vokalis atau mernbantu
pemeriksaan tahap tiga. Hasil perneriksaan direkam penutupan plika ariepiglotis dan bagian posterior plika
dalam kornputer perekarn data untuk bahan analisa vokalis. Donzeli dan Brodi seperti dikutip oleh Murry dan
selanj~tnya.~,~.~ Carrau15menyatakan pada perasat ini terjadi penutupanlaring
Tahap ke tiga merupakan pemeriksaan terapeutik, yang lebih maksirnal dan waktu menelan yang lebih cepat
pasien diminta untuk menelan dengan posisi kepala dibandingkan perasat sup rag loti^.'^^'^
tertentu atau melakukan perasat tertentu dalam usaha
meningkatkan kemarnpuan menelan. Bebera~aorang Effortful Swallow
telah memperlihatkan bahwa dengan menolehkan Pasien diminta menelan sambil menekan (squeeze) bolus
kepala ke satu sisi, rnenundukkan dagu ke bawah atau dengan kuat rnenggunakan kekuatan otot pangkal lidah
memiringkan kepala ke belakang pada saat menelan dapat dan faring. Perasat ini lebih mudah untuk diinstruksikan
mencegah atau mengurangi terjadinya aspirasi. Sikap terutama pada pasien dengan gangguan kognitif,
tubuh saat latihan menelan dapat mengurangi terjadinya anak-anak dan gangguan sensoris berat. Penekanan
aspirasi, mengurangi waktu transit oral dan faring dan juga ini rnembantu pendorongan bolus ke hipofaring pada
rnengurangijumlah residu setelah rnenelan dibandingkan kelernahan pergerakan lidah. Perasat ini harus hati-hati
tanpa penyesuaian sikap tubuh. Beberapa penelitian apabila digunakan pada pasien dengan kelemahan
membuktikan kegunaan sikap tubuh ini dilihat dari cata penutupan pita suara.12,13
FLEXIBLE ENDOSCOPIC EVALUATION OF SWALLOWING (FEES) 395

Kelainan Aplikasi postural Tujuan apiikasi postural


Pemanjangan waktu transit oral kepala defleksi Menggunakan gravitasi untuk membersihkan rongga mulut
(berkurangnya propulsi bolus ke
posterior oleh lidah)
Terlambatnya stimulasi fase faring Dagu ke bawah (chin Melebarkan valekula untuk cegah bolus masuk ke jalan napas;
(bolus meiewati ramus mandibula down) menyempitkan jalan masuk ke saluran napas, mengurangi risiko
tetapi fase faring tidak terpicu) aspirasi
Berkurangnya gerak pangkal lidah Dagu ke bawah Menekan pangkal lidah ke posterior ke arah dinding faring
ke posterior (residu di valekula)
Paralisis plika vokalis unilateralRotasi kepala ke sisi lesi Menempatkantekanan ekstrinsik pada kartilago tiroid, memperbaiki
(aspirasi selama menelan) adduksi (penutupan) plika vokalis, dan mengarahkan bolus ke sisi
lebih kuat
Berkurangnya penutupan bagian Dagu ke bawah, rotasi Menempatkan epiglotis pada posisi lebih protektif; menyempitkan
superior laring dan plika vokalis kepala ke sisi lesi aliran masuk ke laring; memperbaiki penutupan plika vokalis dengan
(aspirasi selama menelan) menggunakan tekanan ekstrinsik
Berkurangnya kontraksi faring Baring pada satu sisi Eliminasi efek gravitasi terhadap residu di faring
(residu tersebar di faring)
Paresis faring unilateral (residu Rotasi kepala ke sisi lesi Eliminasi sisi paresis faring terhadap aliran bolus
pada satu sisi faring)
Kelemahan unilateral oral dan Kepala miring ke sisi Mengarahkan bolus ke bawah pada sisi lebih sehat dengan
faring pada sisi yang sama (residu lebih kuat gravitasi
di rongga mulut dan faring pada
sisi sama
Disfungsi krikofaring (residu di Rotasi kepala Menarik kartilago krikoid menjauhkan dari dinding faring posterior,
sinus piriformis) mengurangi sisa tekanan pada sfingter krikofaring

Perasat Mendelsohn
Perasat ini digunakan untuk mempermudah terbukanya
otot sfingter esofagus atas. Pasien melakukan beberapa
kali gerakan menelan sambil merasakan tonjolan tiroid
terangkat. Kemudian pasien diminta menahan beberapa
detik saat posisi tiroid terangkat (laring terelevasi). Laring
yang dipertahankan saat elevasi akan mempermudah
relaksasi sfingter esofagus atas sehingga dapat dilalui
makanan. l 2 , l 3

Perasat Menahan Lidah


Gambar 3. Daerah hipofaring Gambar 4. Retrofleksi epiglotis
Pasien diminta untuk mengeluarkan lidah dan menahannya bebas d x i residu saat rnenelan

Gambar 1. Penutupan sfingter Gambar 2. Penutupan sfingter di hipofaring valekula, sinus piriformiskananl
velofaring saat rnenelan velofaring saat fonasi kiri, dan postkrikoid
396 ENDOSKOPI

di antara kedua gigi (atas dan bawah) pada saat menelan.


Tujuan perasat ini untuk meningkatkan tekanan pada saat
terjadi kontak pangkal lidah dengan dinding faring. Perasat
ini digunakan pada kelemahan lidah, pada pasiei pasca-
operasi regio rnulut atau keganasan lidah.12~'3

REFERENSI

Murry T, Carrau RL. Anatomy and Fuction of the Svrallowing


Mechanism. In: Murry T, Carrau RL, editors. Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Ehtion. San
Diego: Singular Publishing. 2006 p.19-33
Aviv JE, Murry T. FEESST Safety. In: Aviv JE, Murry T.
editors. Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing with
Sensory Testing. San Diego, Oxfrod: Plural Publishing Inc,
2005:p.88-95.
Mark L, Rainbow D. Subjective Assessment. In: Mark L,
Rainbows D, editors. Working with Dysphagia. A Speech-
mark Practical Therapy Manual. 1st ed. Oxon: Speechmark
Publishing Ltd. 2001. p.35-72.
Murry T, Carrau RL. The abnormal Swallow : Conditions
and Diseases In: Murry T, Carrau RL, editors Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Ehtion. San
Diego: Singular Publishing. 2006. p.37-80
Langmore SE, Aviv JN. Endoscopic Procedure to Evaluate
Oropharyngeal Swallowing.In. Langmore SE, ed. Endoscopic
Evaluation and Treatment of Swallowing Disorders. 1st ed.
New York, Stuttgart: Theme; 2001.~73-100.
Leonard R. SwallowEvalution with Flexible Videoendsocopy.
In: Leonard R, Kendall K, editors. Dysphaga Asses5ment and
Treatment Planning - A Team Approach. Second Edition. S m
Diego: Plural Publishing. 2008 p.161-80.
Aviv JE, Muny T. Cases. In: Aviv JE, Muny T. editors. Flexible
Endoscopic Evaluation of Swallowing with Sensory Testing.
San Diego, Oxfrod: Plural Publishing Inc, 2005:p.109-22.
Wu CH, Hsiao TY, KO JY. Dysphagia after Radiotherapy:
Endoscopic Examination of Swallowing in Patients with
Nasopharyngeal Carcinoma. Ann Otol Rhino1 Laryngol
2000;109:320-5
Tamin S, Ku PK, Cheung D. Assessment and maagement
of dysphagia with fiberoptic endoscopic examinatisn
of swallowing (FEES) and its future implementation in
Indonesia. Otorhinolaringol.Indon.2004;34 (4): 26-33
Tamin S. Disfagia orofaring. In: Iskandar N, Soepardi EA,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007 p.281-4
Langrnore SE. Scoring a FEES Examination. In: Langmore
SE, ed. Endoscopic Evaluation and Treatment of Swallowing
Disorders. 1st ed. New York, Stuttgart: Thieme; 2001.p101-
43.
Murry T, Carrau RL. Non surgical Treatment of Swallowing
Disorders. In: Murry T, Carrau RL, editors. Clinical
Management of Swallowing Disorders. Second Edition. San
Diego: Singular Publishing. 2006 p.139-67.
Mark L, Rainbow D. Pharyngeal State Management. In:
Mark L, Rainbows D, editors. Working with Dysphagia.
A Speechmark Practical Therapy Manual. 1st ed. Oxon:
Speeclunark Publishing Ltd. 2001. p.130-8.
ARTROSKOPI
Andri M T Lubis

PENDAHULUAN Sementara sudut inklinasi lensa artroskopi bagian distal


bervariasi dari 10-120 derajat, namun yang terbanyak di
Seiring dengan perkembangan teknik endoskopi maka pasaran adalah lensa dengan sudut 30 dan 70 derajat.
saat ini banyak prosedur pembedahan yang sebelumnya Akan tetapi pada saat ini lebih dari 90% prosedur
memerlukan insisi atau luka yang besar menjadi jauh artroskopi dikerjakan dengan menggunakan artroskop 30
lebih minimal invasif. Endoskopi yang dipergunakan untuk derajat Alat-alat lain yang diperlukan dalam prosedur ini
daerah persendian disebut artroskopi. Profesor Kenji Takaji adalah sumber cahaya, layar monitor, motor unit untuk
(1888-19663) dari Universitas Tokyo dianggap sebagai shaver, pompa air dan alat perekam. Selain itu terdapat
orang yang pertama kali mengaplikasikan prinsip-prinsip pula instrumentasi khusus yang diperlukan untuk masing-
endoskopi pada sendi lutut, begitu pula dengan Severin masing indikasi pada prosedur artroskopi.
Nordentoft. Sementara perintis bidang artroskopi lainnya
adalah Eqgen Bircher dan Michael Purman. Setelah Perang
Dunia kedua, pengembangan teknik ini diteruskan oleh
Masaki Watanabe dari Universitas Tokyo dan Robert W.
Jackson dari Rumah Sakit Umum Toronto. Kemudian pada
tahun 1974 didirikan lnternational Arthroscopy Association
(IAA) di Philadelphia dengan Profesor Watanabe sebagai
ketua pertamanya. Saat ini organisasi tingkat dunia yang
banyak berhubungan dengan artroskopi telah bertambah
jumlahnya dan salah satu di antaranya adalah International
Society of Arthroscopy, Knee Surgery, and Orthopaedic
Sports Medicine (ISAKOS). Di samping itu, International
Cartilage Repair Society (ICRS) juga merupakan suatu
wadah yang seringkali berkaitan dengan perkembangan
artroskopi di dunia. Sedangkan di Asia telah berdiri
organisasi Asian Pacific Orthopaedic Society for Sport
Garnbar 1. Tindakan artroskopi pada sendi lutut. Luka
Medicine (APOSSM), dan Asian Arthroscopy Congress (AAC). vana diperlukan sanaat kecil. Umumnva dibutuhkan
Perkembangan teknik dan alat artroskopi yang sangat iekitar 2 sampai 3 inGsi kecil sebagai portal. Operator
pesat dalam dekade terakhir ini mengakibatkan semakin dapat rnelihat keadaan dalam sendi lutut melalui
banyak prosedur yang dapat dilakukan dengan tindakan
minimal invasif menggunakan bantuan artroskopi.

INDIKASI-INDIKASI PROSEDUR ARTROSKOPI


INSTRUMENTASI PADA ARTROSKOPI
Artroskopi saat ini dapat membantu tindakan pada
Secara garis besar tindakan artroskopi memerlukan berbagai sendi, dan prosedur ini sangat sering digunakan
artroskop dengan diameter antara 2,7 sampai 7,5 mm. terutama pada sendi besar seperti sendi lutut dan sendi
ENDOSKOPI

bahu. Artroskopi juga dapat digunakan pada kendi yang ligamentum tersebut harus dilakukan dengan teknik
lebih kecil seperti sendi pergelangan kaki (ankle), sendi operasi terbuka. Pada umumnya, luka operasi pun
siku, sendi pergelangan tangan (wrist), dan kadang kala besar karena beberapa ligamentum sulit dicapai, seperti
juga digunakan pada sendi panggul. Endoskopijuga dapat misalnya ligamentum cruciatum, sehingga patella perlu
dipakai untuk membantu operasi tulang belakang, tetapi didislokasikan untuk mencapai ligamentum tersebut.
tidak akan dibahas pada bab ini. Sebagai akibatnya nyeri pasca operasi cukup hebat, luka
Saat ini indikasi utama penggunaan alat artroskopi insisi besar, dan fase pemulihan menjadi lebih lama.
adalah untuk membantu penanganan operasi akibat Dengan bantuan artroskopi maka insisi menjadi jauh lebih
cedera olah raga dan kecelakaan di samping penanganan kecil, patella tidak perlu didislokasikan sehingga nyeri
masalah penyakit degeneratif. Oleh karena itu, d banyak pasca operasi tidak terlalu berat dan rehabilitasi menjadi
negara, ahli ortopedi yang memfokuskan diri pada lebih cepat. Agar operasi menggunakan artroskopi ini
prosedur artroskopi disebut sports surgeon. dapat berjalan optimal maka penentuan portal menjadi
sangat penting.

Pada awalnya tindakan debridement arthioscopy


terutama pada sendi lutut sangat banyak dikerjakan
dan merupakan salah satu prosedur yang palin,) sering
dilakukan dalam bidang orthopaedi. Debridement
arthroscopy pada mulanya dianggap mampu mergurangi
keluhan pada osteoartritis khususnya pada sendi lutut
Gambar 2. Contoh graft tendon semitendinosus dan gracilis
dan mengurangi sel-sel peradangan, sitokin pro-iiflamasi
yang dapat dipakai sebagai tendon graft untuk rekonstruksi
yang terdapat pada sendi lutut. Akan tetapi banyak ligamentum krusiatum anterior rnaupun ligarnenturn krusiatum
penelitian terkini menunjukkan bahwa hasil debridement posterior
arthroscopy kurang lebih sama dengan placebo bahkan
pada beberapa kasus lebih buruk daripada placebo.
American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS)
maupun International Society of Cartilage Repair (ICRS)
saat ini merekomendasikan debridement arthroscopy
untuk osteoartritis hanya dilakukan apabila terdapat
dua kelainan, yaitu ruptur meniskus atau terdapat loose
bodies sehingga tindakan artroskopi dapat dipergunakan
untuk melakukan menisektomi ataupun pengeluaran
loose bodies. Akan tetapi osteoartritis perlu dibedakan
dengan suatu keadaan berupa cedera kartilago. Cedera
pada kartilago dapat berupa defek yang cukup dalam dan
besar tetapi tidak meluas pada keseluruhan serdi lutut.
Pada jenis masalah ini, dapat dilakukan penatalaksanaan
mikrofraktur dengan bantuan artroskopi. Selain itu dapat
pula dilakukan mozaicplasty, autologous chondrocyte Gambar 3. Contoh luka insisi pada rekonstruksi ligarnenturn
transplantation maupun penatalaksanaan dengan sel krusiaturn anterior. Sekalipun pada pasien ini dilakukan
punca, yang dalam pelaksanaannyadapat memanfaatkan rekonstruksi kedua bundle ligarnentum krusiatum anterior,
yaitu bundle anterornedial dan bundle posterolateral, akan
artroskopi.
tetapi hanya diperlukan tiga luka insisi untuk portal dan satu
luka kecil untuk rnengarnbilgraft.

REKONSTRLIKSI LIGAMENTLIM PADA SEND1 LUTUT


M E N I S E K T O M I D A N P E R B A I K A N (REPAIR)
Pada sendi lutut terdapat empat ligamentum utama, yaitu MENISKUS
ligamentum cruciatum anterior, ligamentum cruciatum
posterior, ligamentum kolateral medial dan ligamentum Pada sendi lutut terdapat dua menisci, yaitu meniskus
kolateral lateral. Sebelum masuk dalam era artroskopi, medial yang lebih besar dan meniskus lateral yang
apabila terjadi cedera maka rekonstruksi liganentum- lebih kecil. Meniskus tidak mempunyai perdarahan yang
ARTROSKOPI

baik, sehingga sangat sulit sembuh bila terjadi robekan. akan mengalami robekan pada labrum glenoid yang
Sebelum era artroskopi, apabila terjadi robekan pada disertai dengan mengendurnya kapsul bahu. Hal ini akan
meniskus hingga menimbulkan nyeri yang mengganggu, mengakibatkan dislokasi pada sendi bahu menjadi semakin
maka terpaksa dilakukan operasi terbuka dengan mudah dan cenderung berulang. Dislokasi yang berulang ini
melakukan menisektomi total. Bahkan sekalipun robekan akan mengakibatkan terdapatnya lesi Bankart, yang ditandai
cuma sedikit, akan tetapi sering kali seluruh meniskus dengan robekan labrum dari glenoid di sisi anteroinferior
harus diangkat/ dibuang. Dengan bantuan artroskopi, terhadap glenoid sehingga kapsul sendi bahu pun menjadi
ahli bedah orthopaedi dapat memilih bagian yang rusak semakin kendur. Pasien seperti ini memerlukan perbaikan
dan membuang bagian tersebut saja. Dengan demikian melalui operasi yang dikenal sebagai Bankarf repair. Teknik
pada cedera meniskus saat ini telah dapat dilakukan Bankartjauh lebih baik daripada teknik Bristow, karena teknik
menisektomi subtotal bahkan menisektorni parsial. Bankart lebih fisiologis dan anatomis, sedangkan teknik
Dilihat dari segi perdarahannya, meniskus dibagi Bristow dapat mengakibatkan berkurangnya gerakan rotasi
dalam tiga zona, mulai dari perifer yaitu red-redzone, red- eksterna sendi bahu pasca operasi. Dengan bantuanartroskopi
white zone dan white-white zone. Red-redzone merupakan maka operasi perbaikan lesi Bankart menjadi lebih mudah.
area yang paling baik perdarahannya, sehingga apabila Umumnjla pada Bankarf repair diperlukan tiga portal atau
robekan terjadi pada zona ini maka dengan bantuan irsisi saja, tanpa perlu memotong otot sama sekali. Dengan
artroskopi dimungkinkan perbaikan dan penjahitan demikian alat teropong sendi dapat langsung mempunyai
meniskus yang robek. Banyak penelitian membuktikan akses pada sendi bahu dan membantu operasi perbaikan.
bahwa bila seseorang tidak mempunyai meniskus lagi, Otot subskapularistidak perlu dibuka, seperti umurnnya pada
misalnya akibat menisektomi total, maka risiko terjadinya operasi konvensional tanpa bantuan artroskopi. Sementara
osteoartritis menjadi lebih besar. Bahkan pada penelitian itu, anchorscrewdan benangjuga dapat dengan lebih mudah
osteoartritis pada hewan coba ditemukan bahwa apabila diimplantasikan. Sebagai konsekuensinya, rehabilitasi akan
meniskus hewan coba tersebut diambil maka hewan lebih cepat dan baik. Oleh karena insisi tidak besar maka
tersebut akan mengalami osteoartritis. nyeri jauh lebih ringan dan secara kosmetik menjadi jauh
lebih baik.

MANFAAT LAIN PROSEDUR ARTROSKOPI PADA Penanganan Sindrom Impingement


SENDl LUTUT Saat ini masalah degeneratif sernakin banyak ditemukan
di pelbagai negara dan akan menjadi masalah yang
Selain hal-ha1 yang telah dikemukakan di atas, artroskopi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya
juga bermanfaat dalam mengeluarkan loose bodies (benda populasi usia lanjut. Pada populasi lanjut usia pada
lepas) di dalam sendi lutut, melakukan biopsi, terutama biopsi umumnya terjadi perubahan bentuk pada akromion
sinovium pada sendi lutut. Biopsi sinovium ini sering kali skapula. Bigliani membagi bentuk akromion menjadi
diperlukan untuk menunjang diagnosis suatu penyakit. tiga tipe, yaitu datar, curved (melengkung) dan hooked
(menyudut). Hal tersebut terjadi karena adanya
pembentukan osteofit pada ujung akrornion. Akromion
PEMANFAATANARTROSKOPI PADA SENDl BAHU yang berbentuk curved ataupun hooked mengakibatkan
ruang subskromial menyempit. Sebagai akibatnya, otot-
Artroskopi Diagnostik dan Debridement otot rotator cuff yang bergerak di bawahnya menjadi
Kadang kala diperlukan pemeriksaan artroskopi diagnostik terjepit, terutama otot supraspinatus saat gerakan
untuk menunjang suatu diagnosis penyakit. Namun abduksi bahu. Hal tersebut dapat mengakibatkan rasa
dengan adanya perneriksaan magnetic resonance imaging sakit, yang dikenal sebagai pain arch syndrome, yang
(MRI) maka pernanfaatan artroskopi untuk tujuan ditandai oleh nyeri abduksi bahu, terutarna pada 60
diagnostik semakin berkurang walaupun pencitraan MRI sampai 120 derajat.
pada bahu lebih baik apabila menggunakan artrogram Apabila penanganan konservatif, baik dengan
sehingga gambaran kelainan sendi bahu menjadi lebih pemberian antiinflamasi maupun fisioterapi, tidak
jelas. Artroskopi mempunyai peran didalam melakukan menolong maka diperlukan tindakan pembedahan berupa
pembersihan atau debridement pada sendi bahu, seperti acromioplasty atau dekompresi ruang subakromial.
pada kasus artritis sepsis, adanya loose body maupun 'JValau?un prosedur tersebut dapat dilakukan dengan
untuk tindakan biopsi. teknik operasi konvensional, akan tetapi tentunya akan
lebih baik bila menggunakan bantuan artroskopi, karena
Penanganan Dislokasi Bahu Berulang luka yang jauh lebih kecil dan tidak banyakjaringan yang
Seseorang yang mengalami dislokasi pada bahunya, rusak.
Perbaikan Robekan Otot Rotator Cuff robekan labral, peradangan sinovium dan cedera
O t o t - o t o t rotator cuff merupakan o t o t - o t 2 t yang kartilago.
melakukan gerakan perputaran pada sendi bahu. Otot-otot
tersebut adalah supraspinatus, infraspinatus,subskapularis
dan teres minor. Seperti telah dikemukakan sebelurnnya, PEMANFAATAN ARTROSKOPI PADA SENDl KEClL
sejalan dengan pertambahan usia, seseorang berisito
menderita impingement pada sendi bahunya. Akromion Pemanfaatan artroskopi pada sendi kecil memerlukan
yang rnenjadi curved ataupun hooked dapat menjadi teropong (scope)yang lebih kecil. Begitu pula instrumentasi
sangat tajam dan mengakibatkan iritasi terus nenerus yang dipergunakan, semuanya berbeda dan menggunakan
terhadap rotator cuff pada saat gerakan perputaran sendi instrumen yang jauh lebih kecil dibandingkan prosedur
bahu. Sebagai akibatnya, lama kelamaan otot-otot rotator pada sendi besar. Apabila menggunakan instrumen seperti
cufftersebut dapat putus. Pasien akan mengeluh nyeri dan pada sendi besar untuk penanganan sendi kecil, justru
terbatas gerakan pada sendi bahu. dapat rnengakibatkan cedera pada sendi yang lebih kecil
Teknik operasi untuk perbaikan otot rotatorcuffdapat tersebut.
dilakukan dengan operasi terbuka yang konvensional.Ada
pula teknik yang disebut perbaikan terbuka m ni (mini
open repair), dimana dilakukan dekompresi subacromial
atau acromioplasty dengan bantuan artrosk3pi dan
selanjutnya perbaikan otot yang robek secara terbuka. lndikasi pemanfaatan artroskopi pada sendi siku antara lain
Dengan kemajuan artroskopi yang sangat pesat rraka saat untuk debridement sendi siku, pembersihan loose bodies,
ini telah dapat dilakukan pebaikan robekan otot rotat,3r penanganan kekakuan sendi siku, penanganan tennis
cuff sepenuhnya dengan bantuan artroskopi. Dengan elbow, penanganan osteokondritis disekans, sinovektorni
demikian maka rehabilitasi pasca operasi menjadi lebih partial, penanganan pembebasan kontraktur, penanganan
cepat dan nyeri lebih ringan. instabilitas ligarnen serta rnernbantu evaluasi patah tulang.

Lesi Patologis Lain pada Sendi Bahu


Terdapat beberapa jenis lesi patologis lain yang dapat SENDl PERGELANGAN T A N G A N
diperbaiki dengan bantuan artroskopi, yaitu antara lain:
lndikasi pernanfaatan artroskopi pada sendi per-gelangan
Lesi SLAP (Superior Labrum Anterior Posterior Lesion),yang tangan antara lain untuk indikasi mernbantu diagnosis
merupakan keadaan patologis dimana terjadi -obekan yang sulit dengan pemeriksaan radiologi, penanganan
labrum pada bagian superior glenoid, di sekitar lokasi sindroma carpal tunnel, penanganan robekan kartilago
origo kaput longus otot biceps brachii. Lesi ini jauh lebih triangular, penanganan robekan scapholunate, sinovektorni,
I mudah diperbaiki dengan bantuan artroskopi. pembersihan artritis septik, pengeluaran loose bodies,
Bony Bankart yang merupakan variasi dari lesi Bankart, penanganan cedera kartilago sendi dan reseksi artroplasti.
dimana terjadi robekan labrum pada sisi anterior inferior
glenoid, akan tetapi terdapat pula fragrnen tulang glenoid
kecil yang pecah dan mengikuti labrum yans robe<. SENDl PERGELANGAN KAKl
Dengan bantuan artroskopi perbaikan cedera ini tidak
memerlukan sayatan besar ataupun perobekan cltot. lndikasi pernanfaatan artroskopi pada sendi per-gelangan
kaki antara lain untuk indikasi pernbersihanloose bodies atau
ALPSA (Anterior Labrum Periosteal Sleeve Avulsion). Lesi fragmen osteokondral, kondroplasti, sinovektomi, reseksi
ini juga rnerupakan variasi lesi Bankart dirnana terjadi jaringan lunak pada sindroma impingement, pernbersihan
robekan labrum di sisi anterior inferior glenoid, akan jaringan parut dan penanganan osteochondritis dissecans
tetapi periosteum pada tulang glenoid juga tercabik dan (OCD). Artroskopi juga dapat membantu prosedur
mengikuti labrum yang robek. artrodesis pergelangan kaki, sebagai alternatif prosedur
artrodesis terbuka.

PEMANFAATANARTROSKOPI PADASENDI PANGGUL


REFERENSI
Beberapa masalah pada sendi panggul dapat diatasi
dengan bantuan artroskopi, antara lain pada pernbersihan 1. Burkhart SS, Lo IKY, Brady P. A cowboy's guide to advanced
slioulder arthroscopy. Philadelpl~ia:Lippincot Williams &
loose bodies, pembersihan osteofit yang rnengganggu,
Wilkins; 2006.
ARTROSKOPI 40 1

Cho NS, Lubis AM, Ha JH, Rhee YG. Clinical results of


arthroscopic Bankart repair with knot-tying and knotless
suture anchors. Arthroscopy. 2006;22(12):1276-82.
Cole BI, Sekiya JK. Surgical techniques of the shoulder, elbow,
and knee in sports medicine. Pluladelphia: Saunders (Elsevier
Science USA); 2008.
Lubis AM, Sandhow L, Lubis VK, et al. Isolation and
cultivation of mesenchymal stem cells from iliac crest bone
marrow for further cartilage defect management. Acta Med
Indones. 2011;43(3):178-84.
McGinty JB, Burkhart SS, Jackson RW, Johnson DH, Richmond
JC, editors. Operative arthroscopy. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins; 2003.
Miller MD, Howard RF, Plancher KD. Surgical atIas of sports
medicine. Philadelphia: Saunders (Elsevier Science USA);
2003.
Moseley JB, O>Malley K, Petersen NJ, et al. A controlled trial
of arthroscopic surgery for osteoarthritis of the knee. N Engl
J Med 2002;347(2):81-8.
Pedowitz RA, O'Connor JJ, Akeson WH, editors. Daniel's
knee injuries. Ligament and cartilage structure, function,
injury, and repair. 2nd ed. Philadelphia: Lippincot Williams
& Wilkins; 2003.
Rockwood, Jr. CA, Matsen 111 FA, Wirth MA, Lippitt SB,
editors. The shoulder. 3rd ed. Vol. 2. Philadelphia: Saunders
(Elsevier Science USA); 2004.
ULTRASONOGRAFI ENDOSKOPIK
Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN incontinence; rnernpelajari lesi subrnukosa seperti nodul


atau bumps yang bersembunyi di dalarn dinding usus
Perneriksaan ultrasonografi endoskopik (Endoscopic yang tertutup rnukosa usus normal rnisal Gastrointestinal
ultrasonography, EUS) digunakan untuk rn~meriksa stromal tumor(G1ST); rnernpelajari aliran darah di dalarn
rnukosa/dinding saluran cerna bagian atas dan bawah pernbuluh darah rnenggunakan ultrasonografi Doppler;
serta organ-organ sekitarnya.' Perneriksaan ini dapat dan rnendapatkan contoh jaringan (aspirasi jarurn
rnendiagnosis beberapa penyakit rnisal kelainan pankreas, halus/ FNA) dengan mernasukkan jarum khusus, dalarn
saluran ernpedu, dan kandung empedu, pernbesaran birnbingan ultrasonografi ke dalarn kelenjar limfe yang
kelenjar getah bening karena berbagai penyebab misalnya membesar atau curiga tumor untuk perneriksaan patologi
rnetastase kanker anatornL5*6*'

Ultrasonografi endoskopik didefinisikan sebagai sebuah Komplikasi EUS terjadi pada sekitar 1 diantara 2000
prosedurtindakan medik yang rnenggabungkan endoskopi tindakan. Komplikasi yang tirnbul antara lain hives, ruarn
dan ultrasonografi untuk rnendapatkan garnbaran dan kulit atau mual akibat obat-obat yang dipakai selarna
inforrnasi mengenai dinding saluran cerna, organ-organ perneriksaan EUS. Kornplikasi serius yang dapat terjadi
dan jaringan di sekitarnya. Gelombang suara cikirirn ke tetapi jarang yaitu perfora~i.~
dinding saluran cerna rnelalui probe ultrasonografi yang
rnelekat pada ujung endoskop. Kemudian pola ekho
yang dibentuk oleh gelornbang suara yang ~erefleksi PERSIAPAN EUS
diterjemahkan ke dalarn garnbar dinding saluran cerna
oleh komp~ter.4~~ Untuk pemeriksaan EUS saluran gastrointestinal atas,
pasien harus puasa makan dan rninurn minimal 6 jam
~ebelurnnya.~~~
INDIKASI Untuk perneriksaan EUS saluran gastrointestinal
bawah (rektum dan kolon), pasien rnengonsurnsi cairan
lndikasi EUS antara lain: rnenentukan stadium kanker pembersih kolon atau diet cairan jernih dikombinasi
e s o f a g u s - l a r n b u n g - p a n k r e a s - r e k t u r n dan paru; dengan laksatif atau enema sebelurn perneriksaan.'
mengevaluasi pankreatitis kronik dan t u n o r atau Kebanyakan obat yang dikonsumsi dapat diteruskan
kista pankreas; rnemastikan kelainan saluran ernpedu sarnpai hari perneriksaan EUS. Tanyakan pada pasien
termasuk batu pada saluran empedu atau kandung obat-obat yang telah dikonsurnsi. Obat-obat antikoagulan
ernpedu; rnernastikan tumor saluran ernpedu, kandung (warfarin atau heparin) dan klopidogrel harus distop
empedu, atau hati; rnempelajari otot-otot rekturn bawah sebelurn prosedur. Insulin juga harus distop pada hari
dan anal canal dalarn rnengevaluasi penyebab fecal pemeriksaan EUS. Secara urnurn, obat aspirin dan OAlNS
ULTRASONOGRAFIENDOSKOPIK 403

(ibuprofen, naproxen, dan lain-lain) masih dapat dikonsumsi


sebelum perneriksaan EUS. Jika ada alergi terhadap lateks,
harus hati-hati kernungkinan syok anafilaktik.' Harus
ditanyakan apakah ada alergi obat atau bahan lain rnisal
iodine atau shellfish pada anamnesis. Penyakit serius juga
harus ditanyakan antara lain penyakit jantung, penyakit
paru, diabetes melitus sebelurn tindakan. Jika akan
dilakukan aspirasijarurn halus, harus dilakukan perneriksaan
pernbekuan darah. Harus ditanyakan apakah pasien memiliki
penyakit gangguan perdarahan atau rninum obat-obatan
yang mengganggu pernbekuan darah (seperti Cournadin)
atau gangguan fungsi trombosit (seperti aspirin, Motrin,
ibuprofen, Aleve dan OAlNS lainnya). Antibiotik biasanya
tidak diperlukan sehabis tindakan EUS, kecuali bila pasien
merniliki penyakit katup jantung.
EUS dilakukan dengan bantuan sedasi, jadi pasien
tidak dapat bekerja atau mengendarai mobil selarna 24 .
Gambar 1 EUS radial mendiagnosis tumor saluran cerna dan
jam. Setelah tindakan pasien harus ditemani orang lain metastaje kelenjar getah bening.
untuk mengantarnya ke rumah.

KOMPLlKASl EUS

Kornplikasi pemeriksaan EUSjarang didapatkan. Kornplikasi


yang didapatkan antara lain perdarahan akibat biopsi, sakit
tenggorokan, efek samping terhadap obat sedatif, aspirasi
isi lambung ke dalam paru, infeksi, komplikasi penyakit
jantung/paru, dan perforasi (jarang).

MACAM/TIPE EUS

Menurut tujuan perneriksaan, EUS dibagi 2 yaitu diagnostik


dan terapeutik. Menurutjenisnya alat EUS dibagi rnenjadi
EUS radial dan EUS linear. EUS radial lebih banyak dipakai Gambar 2. Punksi pseudokista pankreas memakai EUS linear
untuk diagnostik kelainan saluran cerna, sedangkan EUS
linear selain diagnostik dapat dipakai sebagai rnodalitas
terapi untuk punksi cairan kista dan biopsi jarum
hal~s(FlVAB).~(lihatgambar 1,2,3) REFERENSI

1. Understanding EUS (EndoscopicUltrasonography).Avdable


from url: http://www.asge.org/patients/patients.aspx?id=38O.
FREKUENSI EUS Accessed 4 January 2012.
2. Skordilis P, Mouzas IA, Dimoulios PD, Alexandrakis G,
Frekuensi probe EUS bervariasi dari 7,5 sampai dengan Mcschandrea J, Kouroumalis E. Is endosonography an
12 MHz9 effective method for detection and local staging of the
ampulIary carcinoma? A prospective study. BMC Surg.
20C2; 2: 1.
Saftoiu A, Cazacu SM. Linear Endoscopic Ultrasound Atlas.
2 4 .

KESIMPULAN Accessed 5 January 2011Available from url: http://www.


eusatlas.ro/ ..
4. Endoscopic ultrasonography (EUS). Accessed 19 January
Ultrasonografi endoskopik (EUS) rnerupakan salah satu 20L2. Available from url:http://medical-dictionary.
pemeriksaan penunjang yang berguna untuk rnenegakkan thefreedictionary.com/EUS
5. Endoscopic Ultrasound. Accessed 19Januari 2012. Available
diagnosis dan terapi kelainan saluran cerna dan organ-
from url: http://www.medicinenet.com/endoscopic~
organ disekitarnya. ultrasound/page2.htrn.
6. Raimondo M, Wallace MB. Diagnosis of early chronic
pancreatitis by endoscopic ultrasound. Are we there Yet? J
Pancreas(0nline) 2004;5(1): 1-7.
7. Akahoshi K, Oya M. Gastrointestinal stromal tumor of the
stomach: How to manage? World J Gastrointes Encosc. 2010;
2(8): 271-7.
8. Yahoo Indonesia. Gambar Endosonography. Aczessed 23
January 2012. Available from url://http://id.images.search.
yahoo.com/ search/images;~ylt=AhCI400XkE.e7LGns9dv.
Lxuf445;-ylc=XlMDOTYlNjQwMDQ2BF9yAzIEZnIDeWZ
wLXQtNzEzBG5fZ3BzA.
9. EUS in Benign Pancreatic Disease. Accessed 19January 2012.
Available from url: http://www.eusimaging.com/reference/
benign2.html
10. Irisawa A. Current role of radial and curved-linear arrayed
EUS scopes for diagnosis of pancreatic abnormalities in Japan.
Dig Endosc.2011; 23(Issue suppl sl): 9-11.

Anda mungkin juga menyukai