TM P
TM P
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah
1. Untuk mengetahui manajemen pre operasi kastrasi pada kelinci
2. Untuk mengetahui teknik operasi kastrasi pada kelinci
3. Untuk mengetahui manajemen post operasi kastrasi pada kelinci
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kastrasi
Kastrasi merupakan usaha mematikan sel kelamin dengan jalan operasi dan mengikat atau
memutus saluran sperma ataupun memasukan bahan kimia dengan cara injeksi agar alat
reproduksi tidak berfungsi. Bahasa kedokteran sering disebut orchidektomi. Orchidektomy
merupakan sebuah prosedur operasi/bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini
dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (terbius umum) (Suwed, 2011).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan
kesehatan hewan pada poin ke tujuh belas disebutkan bahwa kastrasi adalah tindakan mencegah
berfungsinya testis dengan cara menghilangkan atau menghambat fungsinya.
Tujuan dilakukannya Orchidectomy ini adalah sterilisasi seksual, mengurangi populasi,
mengatasi kerusakan akibat traumatik, neoplasma serta mencegah penularan penyakit. Pada
hewan yang muda orchidectomy dilakukan dengan maksud mengurangi sifat agresif,
mengurangi perilaku jelajah (marking) dan penggemukan hewan, sedangkan pada hewan tua
orchidectomy cenderung dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan senilitas pada testis
(Tobias, 2010).
Epididimis adalah suatu struktur memanjang yang melekat pada testis yang terdiri atas
kepala, badan dan ekor. Fungsi epididimis ada 4 yaitu: transportasi, konsentrasi, pendewasaan
dan penyimpanan spermatozoa. Di dalam epididimis untuk menjadi spermatozoa yang
fungsional, spermatozoa mengalami perubahan secara biokimia maupun morfologi.
Spermatozoa sewaktu meninggalkan tubulus seminiferus, mempunyai butiran sitoplasma di
bagian lehernya. sitoplasma ini pindah ke bagian ekor sampai akhirnya terlepas sama sekali.
Pemasakan ini disebabkan oleh adanya sekresi epididimis selama 8 s.d 10 hari (Mitchel, 2009).
Kelenjar-kelenjar pelengkap yang terdiri atas vesikula seminalis, prostat dan cowper. Semua
kelenjar ini menghasilkan sekresi, yang bersama-sama dengan spermatozoa keluar pada saat
ejakulasi yang dikenal dengan semen. Sekresi kelenjarkelenjar pelengkap ini dipengaruhi oleh
hormon testosteron yang dihasilkan sel Leydig pada testis. Fungsi dari cairan ini adalah
menambah volume cairan ejakulasi, membantu pergerakan, buffer dan makanan spermatozoa,
menyumbat alat kelamin betina serta merangsang kontraksi vagina dan uterus untuk
mempercepat pergerakan spermatozoa (Mitchel, 2009).
Dipuasakan hewan selama kurang lebih 8-12 jam sebelum dilakukan operasi
Dilakukan pengambilan data sinyalemen hewan
Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh terutama sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, dan suhu tubuh.
Dilakukan pencukuran rambut pada daerah prescortalis.
Diberikan obat premedikasi yaitu atropine sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB
secara subkutan ini untuk mengurangi sekresi saliva.
Diberikan obat anestesi total ini secara intramuskular menggunakan kombinasi ketamine
HCl (40 mg/kgBB konsentrasi 100 mg/mL) – xylazine (1 mg/kgBB konsentrasi 20
mg/mL) lima belas menit setelah pemberian premedikasi.
Direbahkan hewan di atas meja dengan posisi dorsal recumbency
Difiksasi keempat kakinya menggunakan tali sumbu,
Dibuka dan disumbat mulut kelinci dengan tampon serta lidah dijulurkan kesamping
untuk mempermudah jalannya respirasi selama proses operasi.
Dilakukan pemasangan drapes pada area skrotum dengan bantuan towel clamps di
sudutnya.
Diberikan antiseptik pada area prescortalis dengan menggunakan povidone iodine 10%.
Hasil
Menggunakan surgical caps, masker, hand glove, dan gaun/pakaian bedah yang steril
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Menggunakan alas kaki berupa sepatu tertutup khusus di ruang operasi.
Tiap individu melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang benar.
Hasil
3.3 Prosedur Operasi
Testis Kelinci
Kelinci
Diberikan povidon iodine 10% serta salep yang mengandung antibiotik pada area bekas
insisi
Diberikan biodin dengan dosis 0,1mL/kgBB secara intramuscukar (IM) setelah
dilakukannya operasi
Diberikan ketoprofen dengan dosis 3mg/kgBB secara subcutan (SC) dan dilanjutkan
pemberian selama 3-7hari
Diberikan antibiotik Enrofloxacin dengan dosis 5 mg/kg berat badan selama 5 hari
berturut-turut
Dilakukan kontrol hewan setelah 7hari pasca operasi
Hasil
BAB IV
ANALISA PROSEDURE DAN HASIL
Alat dan bahan disiapkan semua. Alat yang digunakan antara lain : scalpel handle, blade,
gunting (tata, tutu, tatu), benang chromic, drape, hemostatic forceps, pinset (anatomis dan
cirurgis), spy hook, allice forceps, duk clamp, termometer, stetoskop, dan iv cath. Bahan yang
digunakan antara lain : glove, masker, tampon, spuit, obat antibiotik (Enrofloxacin), ketamine
xylazine, lysol, atropin sulfat. Seluruh peralatan dilakukan sterilisasi. Antara peralatan tajam
dan tidak tajam dipisah lalu dibungkus menggunakan kertas. Pembungkusan juga harus sesuai
dengan aturan yaitu harus rapat dan ketika akan digunakan dapat dibuka dengan satu lipatan.
Untuk peralatan yang tidak tajam sterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu
121C selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan tajam sterilisasi secara kimiawi
menggunakan iodine. Tempat meja operasi juga dibersihkan dengan desinfektan berupa lysol.
Menurut Hugges (2008), peralatan sebelum digunakan harus disterilisasi untuk
mencegah adanya infeksi dari peralatan yang terdapat mikroorganisme dan debris-debris yang
ada. Metode sterilisasi yang digunakan antara lain menggunakan peralatan berupa autoclave
dan kimia dengan iodine. Jika dibandingkan literatur, prosedur yang dilakukan saat praktikum
telah sesuai.
b. Persiapan Hewan
Kelinci yang telah didapat selanjutnya diperiksa ke klinik untuk dilakukan physical
examination dan memeriksa kelinci. Sebelum dilakukan operasi, dicukur bulu kelinci pada
bagian area radius-ulna pada vena cephalica dan vena saphena. Pada bagian tersebut digunakan
untuk pemasangan IV cath. Selain itu, dicukur bulu pada bagian dari umbilical hingga ke bawah
umbilical untuk memudahkan proses penginsisian. Kelinci ditimbang berat badan untuk
dihitung dosis obat. Kelinci diinjeksi ACP secara subkutan. Setelah itu dipasang iv cath pada
kelinci dan diberi anestesi dengan ketamine xylazine secara intramuskular. Pada saat anestesi,
kelinci harus sebelumnya dipuasakan 8-12 jam agar tidak muntah. Lalu kelinci diletakkan di
meja operasi dan direbahkan dorsal. Keempat kaki kelinci difiksasi dengan tali yang diikat pada
meja operasi. Pada bagian abdomen yang telah dicukur diberi antiseptik dengan cara sirkular.
Selanjutnya dipasang duk yang sudah disterilisasi pada bagian yang akan operasi yaitu di
abdomen. Lalu duk difiksasi dengan duk clamp, dan hewan siap untuk dioperasi.
Menurut Hugges (2008), manajemen preoperasi pada hewan yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen, anamnesa, dan memeriksa sistema tubuh dengan cara
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Untuk kelinci , diperiksa abdomen untuk memeriksa adanya
fetus dengan menekan atau palpasi pada bagian abdomen dengan kedua telapak tangan
melingkari dari dorsal hingga abdomen mendekati caudal lalu dipalpasi. Selanjutnya kelinci
dicukur pada umbilical. Kemudian kelinci direbahkan dorsal pada meja operasi lalu difiksasi
dengan tali. Jika dibandingkan literatur, prosedur anestesi dilakukan sebelum kelinci dilakukan
pencukuran hal ini karena dengan kondisi teranestesi akan memudahkan proses pencukuran dan
selebihnya telah sama dengan praktikum.
c. Persiapan Operator
Pada saat praktikum, operator menggunakan jas lab yang bersih, headcap, glove yang
telah steril, dan masker. Sebelum dipasangkan glove, operator melakukan scrub yaitu mencuci
tangan. Proses mencuci tangan yaitu dari ujung jari sampai siku lalu sela-sela jari juga
dibersihkan dengan disikat dengan sabun hingga bersih. Setelah dilakukan scrubbing, tangan
harus dikeringkan dengan handuk steril dan dalam posisi diangkat ke atas karena posisi
dibawah merupakan daerah yang tidak steril. Selanjutnya dipasangkan glove yang telah steril.
Operator harus dalam kondisi sehat dan bisa melakukan operasi dengan baik.
Menurut Fossum (2019), pada saat operasi, operator menggunakan gaun operasi,
headcap, glove, dan masker. Operator juga melakukan scrub untuk sterilisasi tangan secara
menyeluruh dari ujung jari hingga siku pada kedua tangan. Selanjutnya tangan operator
diangkat di atas . Jika dibandingkan literatur, yang membedakan adalah penggunaan gaun
operasi. Pada saat praktikum, tidak menggunakan gaun operasi tetapi jas lab. Meskipun begitu,
fungsi dari kedua barang tersebut sama yaitu melindungi operator dan mencegah kontaminasi
silang antara hewan dengan operator.
Pemasangan duck
Insisi kulit dan linea alba
Fiksasi mesovarium
Gambar Keterangan
Cairan yang digunakan adalah normal saline 0,9%. Normal saline 0,9% adalah cairan
yang digunakan terapi pasien pada pasien, cairan ini bersifat isotonik, tidak mengandung HCO3-
, tidak mengandung K+, dan mempunyai komposisi klorida yang sama dengan natrium
Banyaknya kebutuhan cairan dihitung menggunakan rumus maintenance. Maintenance
merupakan cairan yang hilang secara normal pada pasien seperti saat ketika operasi. Kebutuhan
maintenance dapat dihitung dengan : Maintenance = ( 30 x Berat badan (kg) ) + 70 Sehingga
didapatkan kebutuhan volume infusnya adalah 164,2 ml. Untuk menentukan perhitungan infus
maka menggunakan rumus volume infus dikalikan faktor tetes selang dibagi dengan waktu.
Faktor tetes selang yang digunakan adalah menggunaka infus geriatric dengan nilai 20 tetes per
ml. (Bojrab,2014)
Kebutuhan cairan Kelinci Bubu = {(2,5 x kg/BB) + 70}
= 120 ml
164,2 𝑥 20
Tetes per menit = 720
Tetes per menit = 4,56 tetes / menit
Tetes per menit = 5
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih mengawasi kelinci ketika akan di anastesi, Karena berbeda
dengan kelinci kelinci lebih sensitive. Selain itu mahasiswa diharapkan paham mekanisme oprasi
untuk mempersingkat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Bojrab, M. Joseph, Don Ray Waldron, James P,Toombs. 2014. Current Techniques in Small Animal
Surgery, 4th Edition. East Simpson: Teton NewMedia
Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia For The Geriatric Dog And Cat. 61. Irish Veterinary. 234-350
Mitchell, M.A. dan T.N. Tully. 2009. Manual of Exotic pet Practice. St.Louis:Elsevier
Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan Lokal
Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang Berbeda.
Universitas Brawijaya. Malang
Prianto, Yusuf Eko. 2017. Performa Produksi Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Lepas
Sapih Yang Dipelihara Pada Suhu Lingkungan Yang Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang
Sumadia, I Wayan Pasek. 2014. Teknik Kastrasi Pada Anak Kelinci Jantan. Bogor
Suwed, M.A., R.M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kelinci. Penerbit Swadaya. Bogor. 18-23
Tobias, M.K. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication : Tennese, United State of America
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan dapat melakukan teknik bedah ovariohisterektomi dengan baik dan
benar dari pre-operasi, operasi, dan post-operasi.
2. Untuk membantu menekan jumlah populasi Kelinci
3. Untuk menghindari gangguan penyakit pada sistem genitalia pada kelinci
1.2 Manfaat
1. Dapat melakukan teknik bedah ovariohisterektomi dengan baik dan benar sesuai prosedur.
2. Dapat menekan jumlah kelincisehingga bisa mengurangi potensi penyakit zoonosis
3. Dapat menghindari kelinci dari gangguan penyakit sistem genitalia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Kelinci
2.1.1 Fisiologi Kelinci
Pengukuran suhu tubuh hewan dapat diukur menggunakan thermometer. Hasil yang
diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi menunjukkan
keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh. Suhu tubuh normal kelinci
berkisar 38,6-40,1˚C. Pengamatan frekuensi nadi pada kelinci dilakukan dengan cara mengukur
denyut pada arteri femoralis kelinci. Sedangkan pengamatan frekuensi jantung dihitung secara
auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Pulsus normal kelinci adalah 180-350kali per menit.
Perhitungan frekuensi nafas pada kelinci dapat dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Frekuensi respirasi
normal pada kelinci adalah 30-60kali per menit (Nurisa, 2013).
2.2 Ovariohisterektomi
Ovariohisterektomi adalah tindakan operasi untuk mengeluarkan organ reproduksi betina
berupa ovarium dan uterus dari rongga abdomen. Operasi ini digunakan untuk mengurangi
populasi, juga untuk terapi penyakit yang ada di dalam organ reproduksi. Ovariohisterektomi
merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari kata ovariectomi dan histerectomi. Ovariectomi
adalah tindakan mengangkat, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Histerektomi adalah tindakan mengangkat, mengeluarkan, dan menghilangkan organ uterus
dari dalam tubuh. Teknik operasi ovariohisterektomi menggunakan laparotomi posterior yaitu
dengan menyayat bagian medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus. Ovariohisterektomi
dilakukan dengan tujuan untuk sterilisasi, penyembuhan penyakit saluran reproduksi,
modifikasi tingkah laku agar lebih jinak, dan membatasi jumlah populasi Sedangkan kerugian
dari OH atau potensial komplikasi dari OH yaitu komplikasi ringan seperti kelinci yang
menjilati sayatan, peradangan (seroma) di bawah kulit pada sayatan, dan jahitan eksternal pada
kulit yang cepat terlepas. Pada kelinci yang lebih besar dan gemuk, perdarahan setelah operasi
lebih sering. Ovariohisterektomi (OH) adalah salah satu operasi yang paling umum dalam
kedorteran hewan. Selain kontrol reproduksi, prosedur bedah ini diindikasikan pada kasus-
kasus pyometra, metritis, distosia, dan gangguan reproduksi. Kasus-kasus lain seperti prolaps
vagina, prolaps uterus, dan beberapa masalah hormon (endokrin), seperti diabetes mellitus,
dapat mengambil manfaat dari prosedur sterilisasi . (Patrick, 2016).
2.3 Obat Obat
2.3.1 Premedikasi
Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan
menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk
memudahkan penanganan. Tujuan dari pemberian premedikasi yaitu untuk menenangkan
hewan sehingga memudahkan penanganan, untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi
dan hiporefleksi, untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), untuk memperoleh
induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi yang stabil dan pemulihan dari
anestesi yang baik, dan untuk mengurangi dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat
dikurangi (Fossum, 2019).
2.3.2 Anestesi
Anestesi adalah tindakan untuk mengurangi rasa sakit, memberikan efek relaksasi pada otot
dan amnesia untuk perawatan yang aman bagi pasien. Anestesi umum merupakan
ketidaksadaran yang diinduksi oleh obat yang dikontrol oleh depresi CNS dan persepsi yang
bersifat reversibel (Tambing, 2014). Obat anestesi yang digunakan adalah ketamine dan
xylazine.
a. Ketamine
Ketamin adalah obat anestesi golongan fenyl cyclohexylamine. Ketamin memiliki
efek anelgesi kuat dan memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin adalah zat anestesi
dengan efek satu arah yaitu efek analgesi akan hilang bila obat telah diekskresikan.
Ketamine dapat diadministrasikan secaraintramuscular. Dosis ketamin pada kelinci adalah
10-30 mg/kg BB. Ketamine menyebabkan pasien tidak sadar dalam durasi yang cepat, selain
itu dapat menekan hipotalamus sehingga akan menyebabkan penuruhan suhu. Ketamin
bukan anestetik yang bagus jika diberikan secara tunggal, karena obat ini tidak merelaksasi
muskulus dan membuat tonus sedikit meningkat. Ketamin bekerja dengan merangsang
simpatetik pusat yang menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan
meningkatkan aliran darah. Ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati lalu
diekskresi dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh (Tambing, 2014).
b. Xylazine
Xylazine adalah obat dari senyawa sedatif golongan 2 adrenergik agonis yang
bekerja dengan cara mengaktifkan central 2-adrenoreceptor. Xylazine memiliki efek yaitu
penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi lalu pada dosis yang lebih tinggi
digunakan untuk hipnotis,sehingga hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi. Dalam
anestesi, xylazine sering dikombinasikan dengan ketamin. Kombinasi dengan ketamin akan
menyebabkan durasi anestesi lebih panjang, eliminasi ketamin lebih lama, dan relaksan otot.
Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis dari sistem saraf pusat dan
perifer sebagai agonis adrenergik. Xylazine menimbulkan efek relaksasi muskulus dan
mempunyai efek analgesik. Dosis yang dapat diberikan adalah 1,0- 2,0 mg/kg BB (IM) dan
1 – 2 mg/kg BB (Tambing, 2014).
2.3.3 Antibiotik
Antibiotic yang digunakan ialah Enrofloxacin adalah bakterisida spektrum luas. Ini
berikatan dengan bakteri DNA gyrase subunit A, sehingga inhibiting pembelahan dan ligasi enzim,
mencegah replikasi DNA bakteri dan memamerkan bakterisida tindakan. Selain efek terapeutik baik
pada berbagai jenis sensitif E. coli, Salmonella, Pasteurella hemolitik, Pasteurella multocida,
Proteus, mikoplasma, dll juga memiliki efek terapi yang baik. Ini memiliki panjang umur paruh
pada unggas dan memiliki baik jaringan distribusi dan fungisida sangat efektif.Enrofloxacin diserap
dengan cepat dan benar-benar, dan tingkat obat darah mencapai puncaknya di 0,5-2 jam. Selain
sistem saraf pusat, hampir semua jaringan memiliki konsentrasi obat yang lebih tinggi dibandingkan
plasma, yang bermanfaat untuk pengobatan infeksi sistemik dan jaringan dalam infeksi. Khususnya,
enrofloxacin memiliki jaringan kuat permeabilitas paru-paru, jantung, hati, dll, dan hal ini dapat
obat terkemuka untuk obat lain yang kompatibel ketika ia diformulasi dengan obat-obatan tertentu
lainnya. Dengan demikian ia mempromosikan distribusi obat kompatibel lain dalam jaringan paru-
paru, hati, hati dan sejenisnya.
2.2.4 Antiinflam
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, sehingga
meredakan nyeri dan menurunkan demam. NSAIDs sering dikonsumsi untuk mengatasi sakit
kepala, nyeri menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi.
Alat dan bahan disiapkan semua. Alat yang digunakan antara lain : scalpel handle, blade,
gunting (tata, tutu, tatu), benang chromic, drape, hemostatic forceps, pinset (anatomis dan
cirurgis), spy hook, allice forceps, duk clamp, termometer, stetoskop, dan iv cath. Bahan yang
digunakan antara lain : glove, masker, tampon, spuit, obat antibiotik (Enrofloxacin), ketamine
xylazine, lysol, atropin sulfat. Seluruh peralatan dilakukan sterilisasi. Antara peralatan tajam
dan tidak tajam dipisah lalu dibungkus menggunakan kertas. Pembungkusan juga harus sesuai
dengan aturan yaitu harus rapat dan ketika akan digunakan dapat dibuka dengan satu lipatan.
Untuk peralatan yang tidak tajam sterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu
121C selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan tajam sterilisasi secara kimiawi
menggunakan iodine. Tempat meja operasi juga dibersihkan dengan desinfektan berupa lysol.
Menurut Hugges (2008), peralatan sebelum digunakan harus disterilisasi untuk
mencegah adanya infeksi dari peralatan yang terdapat mikroorganisme dan debris-debris yang
ada. Metode sterilisasi yang digunakan antara lain menggunakan peralatan berupa autoclave
dan kimia dengan iodine. Jika dibandingkan literatur, prosedur yang dilakukan saat praktikum
telah sesuai.
b. Persiapan Hewan
Kelinci yang telah didapat selanjutnya diperiksa ke klinik untuk dilakukan physical
examination dan memeriksa kelinci. Sebelum dilakukan operasi, dicukur bulu kelinci pada
bagian area radius-ulna pada vena cephalica dan vena saphena. Pada bagian tersebut digunakan
untuk pemasangan IV cath. Selain itu, dicukur bulu pada bagian dari umbilical hingga ke bawah
umbilical untuk memudahkan proses penginsisian. Kelinci ditimbang berat badan untuk
dihitung dosis obat. Kelinci diinjeksi ACP secara subkutan. Setelah itu dipasang iv cath pada
kelinci dan diberi anestesi dengan ketamine xylazine secara intramuskular. Pada saat anestesi,
kelinci harus sebelumnya dipuasakan 8-12 jam agar tidak muntah. Lalu kelinci diletakkan di
meja operasi dan direbahkan dorsal. Keempat kaki kelinci difiksasi dengan tali yang diikat pada
meja operasi. Pada bagian abdomen yang telah dicukur diberi antiseptik dengan cara sirkular.
Selanjutnya dipasang duk yang sudah disterilisasi pada bagian yang akan operasi yaitu di
abdomen. Lalu duk difiksasi dengan duk clamp, dan hewan siap untuk dioperasi.
Menurut Hugges (2008), manajemen preoperasi pada hewan yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen, anamnesa, dan memeriksa sistema tubuh dengan cara
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Untuk kelinci , diperiksa abdomen untuk memeriksa adanya
fetus dengan menekan atau palpasi pada bagian abdomen dengan kedua telapak tangan
melingkari dari dorsal hingga abdomen mendekati caudal lalu dipalpasi. Selanjutnya kelinci
dicukur pada umbilical. Kemudian kelinci direbahkan dorsal pada meja operasi lalu difiksasi
dengan tali. Jika dibandingkan literatur, prosedur anestesi dilakukan sebelum kelinci dilakukan
pencukuran hal ini karena dengan kondisi teranestesi akan memudahkan proses pencukuran dan
selebihnya telah sama dengan praktikum.
c. Persiapan Operator
Pada saat praktikum, operator menggunakan jas lab yang bersih, headcap, glove yang
telah steril, dan masker. Sebelum dipasangkan glove, operator melakukan scrub yaitu mencuci
tangan. Proses mencuci tangan yaitu dari ujung jari sampai siku lalu sela-sela jari juga
dibersihkan dengan disikat dengan sabun hingga bersih. Setelah dilakukan scrubbing, tangan
harus dikeringkan dengan handuk steril dan dalam posisi diangkat ke atas karena posisi
dibawah merupakan daerah yang tidak steril. Selanjutnya dipasangkan glove yang telah steril.
Operator harus dalam kondisi sehat dan bisa melakukan operasi dengan baik.
Menurut Fossum (2019), pada saat operasi, operator menggunakan gaun operasi,
headcap, glove, dan masker. Operator juga melakukan scrub untuk sterilisasi tangan secara
menyeluruh dari ujung jari hingga siku pada kedua tangan. Selanjutnya tangan operator
diangkat di atas . Jika dibandingkan literatur, yang membedakan adalah penggunaan gaun
operasi. Pada saat praktikum, tidak menggunakan gaun operasi tetapi jas lab. Meskipun begitu,
fungsi dari kedua barang tersebut sama yaitu melindungi operator dan mencegah kontaminasi
silang antara hewan dengan operator.
Dipuasakan hewan selama kurang lebih 8-12 jam sebelum dilakukan operasi
Dilakukan pengambilan data sinyalemen hewan
Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh terutama sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, dan suhu tubuh.
Dilakukan pencukuran rambut pada daerah prescortalis.
Diberikan obat premedikasi yaitu atropine sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB
secara subkutan ini untuk mengurangi sekresi saliva.
Diberikan obat anestesi total ini secara intramuskular menggunakan kombinasi ketamine
HCl (40 mg/kgBB konsentrasi 100 mg/mL) – xylazine (1 mg/kgBB konsentrasi 20
mg/mL) lima belas menit setelah pemberian premedikasi.
Direbahkan hewan di atas meja dengan posisi dorsal recumbency
Difiksasi keempat kakinya menggunakan tali sumbu,
Dibuka dan disumbat mulut kelinci dengan tampon serta lidah dijulurkan kesamping
untuk mempermudah jalannya respirasi selama proses operasi.
Dilakukan pemasangan drapes pada area skrotum dengan bantuan towel clamps di
sudutnya.
Diberikan antiseptik pada area prescortalis dengan menggunakan povidone iodine 10%.
Hasil
Menggunakan surgical caps, masker, hand glove, dan gaun/pakaian bedah yang steril
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Menggunakan alas kaki berupa sepatu tertutup khusus di ruang operasi.
Tiap individu melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang benar.
Hasil
3.5 Prosedur Operasi
3.6 Operasi
Kelinci
Dibersihkan area operasi dengan iodin, diamati kondisi fisiologis kucing meliputi
TPR selama 5 menit sekali sampai kucing sadar
Dibuat sayatan pada midline di posterior umbilikal dengan panjang kurang lebih 3-
4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan
Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian peritoneum
dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset
kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba sekitar 2-3 cm dari umbilicus
dengan menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat
Diperpanjang sayatan ke arah posterior dan anterior menggunakan gunting tajam-
tumpul (bertujuan agar tidak melukai organ bagian dalam), dengan panjang sesuai
dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka,
kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium
Dicari uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk atau spy
hook yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari
rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal
Dipreparir ovarium, dipotong penggantung uterus, oviduct, dan ovarium
Dilakukan penjepitan menggunakan dua arteri clamp pada penggantung ovarium dan
pembuluh darah ovarium, dilakukan pengikatan menggunakan benang dan dilakukan
pemotongan pada jaringan tersebut diantara dua clamp
Dipreparir corpus uteri, lalu dijepit dengan clamp. Diligasi dengan penjahitan corpus
uterus menggunakan cutgut chromic. Dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar
corpus uteri
Dipotong corpus uteri menggunakan scalpel blade dan dikeluarkan dari rongga
abdomen
Dilakukan penjahitan pada lapisan peritoneum dan muskulus menggunakan cutgut
setelah pemberian antibiotik, dilanjutkan menjahit subkutan dengan simple
continous dan kulit dengan teknik intradermal
Hasil
Diberikan povidon iodine 10% serta salep yang mengandung antibiotik pada area bekas
insisi
Diberikan biodin dengan dosis 0,1mL/kgBB secara intramuscukar (IM) setelah
dilakukannya operasi
Diberikan ketoprofen dengan dosis 3mg/kgBB secara subcutan (SC) dan dilanjutkan
pemberian selama 3-7hari
Diberikan antibiotik Enrofloxacin dengan dosis 5 mg/kg berat badan selama 5 hari
berturut-turut
Dilakukan kontrol hewan setelah 7hari pasca operasi
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Bojrab, M. Joseph, Don Ray Waldron, James P,Toombs. 2014. Current Techniques in Small Animal
Surgery, 4th Edition. East Simpson: Teton NewMedia
Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia For The Geriatric Dog And Cat. 61. Irish Veterinary. 234-350
Mitchell, M.A. dan T.N. Tully. 2009. Manual of Exotic pet Practice. St.Louis:Elsevier
Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan Lokal
Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang Berbeda.
Universitas Brawijaya. Malang
Prianto, Yusuf Eko. 2017. Performa Produksi Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Lepas
Sapih Yang Dipelihara Pada Suhu Lingkungan Yang Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang
Sumadia, I Wayan Pasek. 2014. Teknik Kastrasi Pada Anak Kelinci Jantan. Bogor
Suwed, M.A., R.M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kelinci. Penerbit Swadaya. Bogor. 18-23
Tobias, M.K. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication : Tennese, United State of America