Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari banyaknya hewan yang bisa dijadikan hewan peliharaan, kelinci adalah salah satu
hewan peliharaan yang cukup banyak penggemarnya. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Indonesia tahun 2012 hingga 2016 menyatakan peningkatan populasi kelinci
semua jenis diberbagai Provinsi yang ada di Indonesia. Pada tahun 2012 jumlah populasi kelinci di
Indonesia mencapai 1.074.847 ekor. Populasi kelinci terus meningkat dengan ditandainya data
jumlah kelinci yang diperoleh dari Direktorat Peternakan Indonesia tahun 2016 dengan jumlah
populasi 1.128.426 ekor. Dari data tersebut diketahui bahwa masyarakat di Indonesia cukup tertarik
untuk memelihara kelinci. Alasan untuk memelihara kelinci sebagai hewan peliharaan antara lain
karena sifatnya yang jinak, bentuknya lucu, bulunya lebat dan halus, serta harganya yang murah
(Prianto, 2017).
Kelinci adalah hewan mamalia dari famili Leporidae. Kelinci memiliki berbagai macam
jenis, ada yang memiliki ukuran yang cukup besar dan ada pula yang memiliki ukuran yang kecil
serta ada jenis kelinci hias yang memiliki bentuk dan bulu yang sangat indah. Kelinci (Oryctolagus
Cuniculus) merupakan salah satu ternak Pseudoruminasi yang cukup baik dalam produktivitasnya.
Kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan 6 kali dengan jumlah anak per kelahiran (litter size)
4-10 ekor, memiliki siklus reproduksi yang pendek (birahi 4 hari sekali) dan lama bunting 28-31
hari (Prianto, 2017).
Peranan komoditas kelinci sebagai penghasil kulit bulu, juga sekaligus menjadi salah satu
solusi bagi usaha meningkatkan keberhasillan dalam membudidayakan kelinci yang mampu
menghasilkan kulit bulu yang berkualitas tinggi. Dalam rangka mendukung pola usaha ternak
kelinci Rex yang mampu menghasilkan produk kulit/kulit bulu yang berkualitas baik serta
menunjang pemanfaatan produksi daging dan kulit bulu dan upaya lain untuk meningkatkan
produktivitas dan mutu kulit bulu, terutama pada kelinci jantan adalah melalui kastrasi (Sumadia,
2014).
Kastrasi adalah memutuskan saluran reproduksi kelinci jantan dengan jalan memotong
vasdeferen atau efididimis yang menghubungkan testis dengan penis, sehingga kelinci tidak dapat
memproduksi semen/spermatozoa, akibatnya kelinci menjadi mandul/in vertil. Kastrasi dapat
mempercepat pertumbuhan karena hormon androgen yang digunakan untuk reproduksi dihilangkan
sehingga lebih ditujukan untuk pertumbuhan. Selain kulit bulu yang dihasilkan menjadi lebih tipis
dan lemas. dan mungkin bulu yang lebih mengkilap. Sisi negatif kastrasi, pada umumnya akan
meningkatkan jumlah lemak, namun hal ini diduga dapat meningkatkan kilapan pada bulu, sehingga
meningkatkan nilai tambah pada bulu (Sumadia, 2014).
Program pengendalian populasi hewan kecil harus dicanangkan dan didukung terutama oleh
dokter hewan. Oleh sebab itu, sebagai calon dokter hewan hendaknya memiliki kemampuan yang
berkaitan tentang sterilisasi hewan kecil.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah
1. Untuk mengetahui manajemen pre operasi kastrasi pada kelinci
2. Untuk mengetahui teknik operasi kastrasi pada kelinci
3. Untuk mengetahui manajemen post operasi kastrasi pada kelinci
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kastrasi
Kastrasi merupakan usaha mematikan sel kelamin dengan jalan operasi dan mengikat atau
memutus saluran sperma ataupun memasukan bahan kimia dengan cara injeksi agar alat
reproduksi tidak berfungsi. Bahasa kedokteran sering disebut orchidektomi. Orchidektomy
merupakan sebuah prosedur operasi/bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini
dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (terbius umum) (Suwed, 2011).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan
kesehatan hewan pada poin ke tujuh belas disebutkan bahwa kastrasi adalah tindakan mencegah
berfungsinya testis dengan cara menghilangkan atau menghambat fungsinya.
Tujuan dilakukannya Orchidectomy ini adalah sterilisasi seksual, mengurangi populasi,
mengatasi kerusakan akibat traumatik, neoplasma serta mencegah penularan penyakit. Pada
hewan yang muda orchidectomy dilakukan dengan maksud mengurangi sifat agresif,
mengurangi perilaku jelajah (marking) dan penggemukan hewan, sedangkan pada hewan tua
orchidectomy cenderung dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan senilitas pada testis
(Tobias, 2010).

2.2 Anatomi Reproduksi Kelinci Jantan


Testis adalah organ utama dari sistem reproduksi jantan yang menghasilkan spermatozoa
dan hormon yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan tingkah laku. Testis terdiri atas
sepasang yang berbentuk oval dengan panjang kira-kira 25mm 11 dan berat setiap testis kira –
kira 2g tergantung pada umur, berat badan dan jenis kelinci. Spermatozoa dihasilkan di dalam
tubulus seminiferus testis atas pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone) sedangkan
testosteron diproduksi oleh sel Leydig atas pengaruh ICSH (Interstitial Cell Stimulating
Hormone). Jumlah Sel Leydig berbeda antar spesies. Pada kelinci dan tikus sel Leydig
berkembang sangat baik dan menghuni tempat yang sangat luas dari volume total testis. Pada
manusia dan sapi, sel-sel Leydig jauh lebih sedikit dan tidak membentuk sarang-sarang yang
besar. Sekresi androgen (testosteron) oleh sel Leydig dikontrol oleh kelenjar hipofisa.
Testosteron merupakan hormon seks yang sangat penting dalam perkembangan organ seks,
pembentukkan dan pemeliharaan ciri-ciri seks jantan, produksi spermatozoa, dan mengontrol
libido (Nursita, 2014).

Epididimis adalah suatu struktur memanjang yang melekat pada testis yang terdiri atas
kepala, badan dan ekor. Fungsi epididimis ada 4 yaitu: transportasi, konsentrasi, pendewasaan
dan penyimpanan spermatozoa. Di dalam epididimis untuk menjadi spermatozoa yang
fungsional, spermatozoa mengalami perubahan secara biokimia maupun morfologi.
Spermatozoa sewaktu meninggalkan tubulus seminiferus, mempunyai butiran sitoplasma di
bagian lehernya. sitoplasma ini pindah ke bagian ekor sampai akhirnya terlepas sama sekali.
Pemasakan ini disebabkan oleh adanya sekresi epididimis selama 8 s.d 10 hari (Mitchel, 2009).
Kelenjar-kelenjar pelengkap yang terdiri atas vesikula seminalis, prostat dan cowper. Semua
kelenjar ini menghasilkan sekresi, yang bersama-sama dengan spermatozoa keluar pada saat
ejakulasi yang dikenal dengan semen. Sekresi kelenjarkelenjar pelengkap ini dipengaruhi oleh
hormon testosteron yang dihasilkan sel Leydig pada testis. Fungsi dari cairan ini adalah
menambah volume cairan ejakulasi, membantu pergerakan, buffer dan makanan spermatozoa,
menyumbat alat kelamin betina serta merangsang kontraksi vagina dan uterus untuk
mempercepat pergerakan spermatozoa (Mitchel, 2009).

2.3 Fisiologi Kelinci


Pengukuran suhu tubuh hewan dapat diukur menggunakan thermometer. Hasil yang
diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi menunjukkan
keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh. Suhu tubuh normal kelinci
berkisar 38,6-40,1˚C. Pengamatan frekuensi nadi pada kelinci dilakukan dengan cara mengukur
denyut pada arteri femoralis kelinci. Sedangkan pengamatan frekuensi jantung dihitung secara
auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Pulsus normal kelinci adalah 180-350kali per menit.
Perhitungan frekuensi nafas pada kelinci dapat dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Frekuensi respirasi
normal pada kelinci adalah 30-60kali per menit (Nurisa, 2013).

2.4 Macam Macam Teknik Kastrasi pada Kelinci


Teknik kastrasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu teknik kastrasi terbuka dan teknik kastrasi
tertutup.
2.4.1 Kastrasi Terbuka
Kastrasi terbuka adalah kastrasi yang dilakukan dengan cara menginsisi semua jaringan
skrotum dan tunika vaginalis, kemudian testis dan spermatic cord dibuang tanpa tunika
vaginalis. Ligasi yang dilakukan dengan mengikat antara ductus deferens dengan pembuluh
darah. Kerugian utama cara ini adalah dengan terbukanya tunika vaginalis menyebabkan adanya
hubungan skrotum dengan rongga abdomen sehingga memungkinkan terjadinya hernia scrotalis
yang terutama berisi usus. Keuntungan cara ini adalah kekuatan ikatan pembuluh darah yang
lebih kuat (Tobias, 2010).
2.4.2 Kastrasi Tertutup
Metode ini biasanya digunakan pada anjing yang masih muda atau anjing ras kecil dan
kelinci. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak dibukanya tunika vaginalis, maka dapat
menghindari kemungkinan terjadinya hernia scrotalis (Tobias, 2010). Kastrasi tertutup
dilakukan dengan cara pada spermatic cord yang masih diselimuti tunika vaginalis tidak dibuka
dan langsung dilakukan ligasi. Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih
terbungkus oleh tunika vaginalis (Bojrab et al., 2014).

2.5 Stadium Anastesi


Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa
analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan
stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung.
 Stadium 1 atau stadium analgesi adalah stadium awal anestesi yang terjadi segera setelah
dilakukan anestesi secara inhalasi atau injeksi. Hewan pada stadium ini masih sadar tetapi
kehilangan orientasi dan menurunnya sensitifitas terhadap rasa nyeri. Respirasi dan denyut
jantung masih normal atau meningkat, dan semua refleks masih ada.
 Stadium 2 atau stadium delirium atau eksitasi adalah stadium yang dimulai dari hilangnya
kesadaran. Semua refleks masih ada dan bisa muncul berlebihan. Hewan masih dapat
mengunyah, menelan, dan mulut umumnya menganga. Kondisi pupil yang dilatasi tetapi
akan berkontriksi apabila ada rangsangan sinar. Stadium ini berjalan cepat dan bahkan akan
terlewati apabila diberikan preanestesi yang baik. Stadium 2 akan berakhir apabila hewan
menunjukkan tanda relaksasi otot, respirasi menurun, dan terjadi penurunan refleks.
 Stadium 3 atau stadium pembedahan adalah stadium melakukan tindakan bedah dan dibagi
menjadi empat plane, yaitu plane 1 atau anestesi ringan, plane 2 atau anestesi
pembedahan,plane 3 atau anestesi dalam, dan plane 4 atau paralisa.
 Stadium 4 atau stadium terminal (stadium kelebihan dosis) (Hughes,2008).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Gunting bedah (tajam-tajam, tajam-
tumpul, tumpul-tumpul), scalpel dan blade, pinset anatomis, pinset chirurgis, allis tissue forceps,
duk clamp, haemostatic forceps, needle holder, duk, needle GT dan GR, collar, lampu, kandang
kelinci, stetoskop, thermometer, jam tangan, botol kaca dan handuk
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hewan coba kelinci jantan, benang
jahit absorbable dan non absorbable, glove, masker, nurse cap, jas lab, underpad

3.2 Prosedur Pre Operasi


a. Hewan
Kelinci

 Dipuasakan hewan selama kurang lebih 8-12 jam sebelum dilakukan operasi
 Dilakukan pengambilan data sinyalemen hewan
 Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh terutama sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, dan suhu tubuh.
 Dilakukan pencukuran rambut pada daerah prescortalis.
 Diberikan obat premedikasi yaitu atropine sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB
secara subkutan ini untuk mengurangi sekresi saliva.
 Diberikan obat anestesi total ini secara intramuskular menggunakan kombinasi ketamine
HCl (40 mg/kgBB konsentrasi 100 mg/mL) – xylazine (1 mg/kgBB konsentrasi 20
mg/mL) lima belas menit setelah pemberian premedikasi.
 Direbahkan hewan di atas meja dengan posisi dorsal recumbency
 Difiksasi keempat kakinya menggunakan tali sumbu,
 Dibuka dan disumbat mulut kelinci dengan tampon serta lidah dijulurkan kesamping
untuk mempermudah jalannya respirasi selama proses operasi.
 Dilakukan pemasangan drapes pada area skrotum dengan bantuan towel clamps di
sudutnya.
 Diberikan antiseptik pada area prescortalis dengan menggunakan povidone iodine 10%.

Hasil

b. Operator dan Asisten Operator


‘ dan asisten operator
Operator

 Menggunakan surgical caps, masker, hand glove, dan gaun/pakaian bedah yang steril
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
 Menggunakan alas kaki berupa sepatu tertutup khusus di ruang operasi.
 Tiap individu melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang benar.

Hasil
3.3 Prosedur Operasi
Testis Kelinci

 Dilakukan insisi secara longitudinal pada kulit dan tunika dartos


 Didorong testis ke rongga inguinal
 Diinsisi tunika vaginalis parietal dan tarik testis keluar, pisahkan tunika vaginalis
parietal dari testis
 Dilakukan pemisahan ductus deferens dari penggantung testis
 Dilakukan pembendungan ductus deferens menggunakan haemostatic forceps
 Dilakukan ligasi pada ductus deferens dan pembuluh darah menggunakan benang
absorbable
 Dilakukan pemotongan ductus deferens, diamati adanya perdarahan dan lepas foreceps
 Dibuang testis lainnya dengan cara yang sama
 Diposisikan seperti semula kulit skrotum fan dilakukan penjahitan kulit
Hasil

3.4 Prosedur Post Operasi

Kelinci

 Diberikan povidon iodine 10% serta salep yang mengandung antibiotik pada area bekas
insisi
 Diberikan biodin dengan dosis 0,1mL/kgBB secara intramuscukar (IM) setelah
dilakukannya operasi
 Diberikan ketoprofen dengan dosis 3mg/kgBB secara subcutan (SC) dan dilanjutkan
pemberian selama 3-7hari
 Diberikan antibiotik Enrofloxacin dengan dosis 5 mg/kg berat badan selama 5 hari
berturut-turut
 Dilakukan kontrol hewan setelah 7hari pasca operasi
Hasil
BAB IV
ANALISA PROSEDURE DAN HASIL

4.1 Analisa Prosedure

4.1.1 Manajemen Pre-Operasi

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan disiapkan semua. Alat yang digunakan antara lain : scalpel handle, blade,
gunting (tata, tutu, tatu), benang chromic, drape, hemostatic forceps, pinset (anatomis dan
cirurgis), spy hook, allice forceps, duk clamp, termometer, stetoskop, dan iv cath. Bahan yang
digunakan antara lain : glove, masker, tampon, spuit, obat antibiotik (Enrofloxacin), ketamine
xylazine, lysol, atropin sulfat. Seluruh peralatan dilakukan sterilisasi. Antara peralatan tajam
dan tidak tajam dipisah lalu dibungkus menggunakan kertas. Pembungkusan juga harus sesuai
dengan aturan yaitu harus rapat dan ketika akan digunakan dapat dibuka dengan satu lipatan.
Untuk peralatan yang tidak tajam sterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu
121C selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan tajam sterilisasi secara kimiawi
menggunakan iodine. Tempat meja operasi juga dibersihkan dengan desinfektan berupa lysol.
Menurut Hugges (2008), peralatan sebelum digunakan harus disterilisasi untuk
mencegah adanya infeksi dari peralatan yang terdapat mikroorganisme dan debris-debris yang
ada. Metode sterilisasi yang digunakan antara lain menggunakan peralatan berupa autoclave
dan kimia dengan iodine. Jika dibandingkan literatur, prosedur yang dilakukan saat praktikum
telah sesuai.

b. Persiapan Hewan

Kelinci yang telah didapat selanjutnya diperiksa ke klinik untuk dilakukan physical
examination dan memeriksa kelinci. Sebelum dilakukan operasi, dicukur bulu kelinci pada
bagian area radius-ulna pada vena cephalica dan vena saphena. Pada bagian tersebut digunakan
untuk pemasangan IV cath. Selain itu, dicukur bulu pada bagian dari umbilical hingga ke bawah
umbilical untuk memudahkan proses penginsisian. Kelinci ditimbang berat badan untuk
dihitung dosis obat. Kelinci diinjeksi ACP secara subkutan. Setelah itu dipasang iv cath pada
kelinci dan diberi anestesi dengan ketamine xylazine secara intramuskular. Pada saat anestesi,
kelinci harus sebelumnya dipuasakan 8-12 jam agar tidak muntah. Lalu kelinci diletakkan di
meja operasi dan direbahkan dorsal. Keempat kaki kelinci difiksasi dengan tali yang diikat pada
meja operasi. Pada bagian abdomen yang telah dicukur diberi antiseptik dengan cara sirkular.
Selanjutnya dipasang duk yang sudah disterilisasi pada bagian yang akan operasi yaitu di
abdomen. Lalu duk difiksasi dengan duk clamp, dan hewan siap untuk dioperasi.
Menurut Hugges (2008), manajemen preoperasi pada hewan yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen, anamnesa, dan memeriksa sistema tubuh dengan cara
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Untuk kelinci , diperiksa abdomen untuk memeriksa adanya
fetus dengan menekan atau palpasi pada bagian abdomen dengan kedua telapak tangan
melingkari dari dorsal hingga abdomen mendekati caudal lalu dipalpasi. Selanjutnya kelinci
dicukur pada umbilical. Kemudian kelinci direbahkan dorsal pada meja operasi lalu difiksasi
dengan tali. Jika dibandingkan literatur, prosedur anestesi dilakukan sebelum kelinci dilakukan
pencukuran hal ini karena dengan kondisi teranestesi akan memudahkan proses pencukuran dan
selebihnya telah sama dengan praktikum.
c. Persiapan Operator

Pada saat praktikum, operator menggunakan jas lab yang bersih, headcap, glove yang
telah steril, dan masker. Sebelum dipasangkan glove, operator melakukan scrub yaitu mencuci
tangan. Proses mencuci tangan yaitu dari ujung jari sampai siku lalu sela-sela jari juga
dibersihkan dengan disikat dengan sabun hingga bersih. Setelah dilakukan scrubbing, tangan
harus dikeringkan dengan handuk steril dan dalam posisi diangkat ke atas karena posisi
dibawah merupakan daerah yang tidak steril. Selanjutnya dipasangkan glove yang telah steril.
Operator harus dalam kondisi sehat dan bisa melakukan operasi dengan baik.
Menurut Fossum (2019), pada saat operasi, operator menggunakan gaun operasi,
headcap, glove, dan masker. Operator juga melakukan scrub untuk sterilisasi tangan secara
menyeluruh dari ujung jari hingga siku pada kedua tangan. Selanjutnya tangan operator
diangkat di atas . Jika dibandingkan literatur, yang membedakan adalah penggunaan gaun
operasi. Pada saat praktikum, tidak menggunakan gaun operasi tetapi jas lab. Meskipun begitu,
fungsi dari kedua barang tersebut sama yaitu melindungi operator dan mencegah kontaminasi
silang antara hewan dengan operator.

4.1.2 Manajemen Operasi


Setelah kelinci difiksasi pada meja operasi. Kelinci dilakukan pemeriksaan temperatur
dan pulsus setiap 15 menit sekali untuk kontrol stadium anestesi. Prosedur yang dilakukan
pertama kali adalah laparotomi menginsisi pada bagian umbilicus menggunakan scalpel handle
sepanjang hingga kurang lebih 2 cm. Lapisan yang terbuka pertama kali adalah kulit. Setelah
kulit terbuka, Pada kastrasi kelinci kali ini menggunakan metode kastrasi tertutup dengan
menginsisi bagian atas scrotum (abdomen bawaha) dan dimana testis dan spermatic cord
dibuang tanpa membuka tunica vaginalis yang biasanya dilakukan pada anjing ras kecil atau
masih muda dan kelinci. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak dibukanya tunica vaginalis,
maka kemungkinan terjadinya hernia scrotalis dapat dihindari. Sayatan hanya sampai pada
tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan
dan penyayatan pada funiculus spermaticus). Selanjutnya dijahit dengan simple interrupted
dipastikan telah terjahit dengan baik dan luka tertutup dengan baik. (Suwed, 2011)
Gambar Keterangan

Pemasangan duck
Insisi kulit dan linea alba

Fiksasi mesovarium

Dicari corda spermatica dan


dikeluarkan

Diikat corda spermatica dengan


menyimpul secara langsung dengan
needle holder

Di potong dan di cek apakah masih ada


pendarahan
Dijahit dengan simple interrupted
bekas incisi

4.1.3 Menejemen Post Operasi


Menurut Prianto (2017), dipastikan setelah post operasi tidak adanya perdarahan yang
terjadi, pemberian nutrisi yang baik yang berfungsi untuk membantu proses penyembuhan luka,
pemberian antibiotik untuk mencegah kontaminasi. Pada praktikum kegiatan pasca operasi yang
dilakukan meliputi pengobatan, perawatan, dan observasi kelinci. Mulai dari kebersihan pasien,
luka operasi, dan kebersihan kendang untuk mencegah infeksi bakteri maupun agen infeksi lainnya.
Pasien juga diberikan obat ketoprofen dan ketoxyla pada 3 hari pasca operasi yang bertujuan untuk
mencegah infeksi sekunder berupa bakteri dan analgesik. Selain itu, diberikan perban pada perban
dikarenkan kelinci menggit luka dan scrotum sehingga menghambat kesembuhan luka lalu perban
juga dilakukan dua hari sekali dan hewan juga diberikan e-collar untuk menghindari terbukanya
luka. Pada hari ke-5 atau hari kontrol terlihat luka kelinci sudah mulai mengering.

4.3 Analisa Hasil


Setelah dilakukan operasi jahitan cukup kuat. Namun beberapa jam seteah operasi e-colar
lepas sehingga kelinci menggigit scrotum. Dan pada hari kedua jahitan kelinci lepas dikarenakan
ecolar lepas kemusian di jahit ulang. Tingkah laku kelinci setelah operasi lincah, nafsu makan baik,
pasca operasi sedikit terjadi pendarahan karena kelinci menggigit jahitan bekas operasi.

Gambar Keterangan

Kondisi Jahitan 2 Hari Setelah Operasi


Kondisi Jahitan 4 Hari Setelah Operasi

Kondisi Jahitan 6 Hari Setelah Operasi

4.3 Terapi Cairan

Cairan yang digunakan adalah normal saline 0,9%. Normal saline 0,9% adalah cairan
yang digunakan terapi pasien pada pasien, cairan ini bersifat isotonik, tidak mengandung HCO3-
, tidak mengandung K+, dan mempunyai komposisi klorida yang sama dengan natrium
Banyaknya kebutuhan cairan dihitung menggunakan rumus maintenance. Maintenance
merupakan cairan yang hilang secara normal pada pasien seperti saat ketika operasi. Kebutuhan
maintenance dapat dihitung dengan : Maintenance = ( 30 x Berat badan (kg) ) + 70 Sehingga
didapatkan kebutuhan volume infusnya adalah 164,2 ml. Untuk menentukan perhitungan infus
maka menggunakan rumus volume infus dikalikan faktor tetes selang dibagi dengan waktu.
Faktor tetes selang yang digunakan adalah menggunaka infus geriatric dengan nilai 20 tetes per
ml. (Bojrab,2014)
Kebutuhan cairan Kelinci Bubu = {(2,5 x kg/BB) + 70}

= {(30 x 1,5 kg) + 70}

= 120 ml

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔


Perhitungan Infus : Tetes per menit =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)

164,2 𝑥 20
Tetes per menit = 720
Tetes per menit = 4,56 tetes / menit
Tetes per menit = 5
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Orchiectomy juga dikenal dengan Orchidectomy/kastrasi yaitu sebuah prosedur


pembedahan untuk mengangkat (menghilangkan) testis hewan yang dilakukan pada hewan jantan
dalam keadaan tidak sadar karena telah teranastesi. Metode kastrasi dibagi menjadi dua yaitu
kastrasi terbuka dan kastrasi tertutup, pada praktikum yang dilakukan menggunakan metode kastrasi
tertutup dimana sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh
tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus).. Pasca
operasi kelinci dimonitoring nafsu makan, defekasi, suhu, dan pulsus. Serta diberikan Ketoprefen
dan Enrofloxacine.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih mengawasi kelinci ketika akan di anastesi, Karena berbeda
dengan kelinci kelinci lebih sensitive. Selain itu mahasiswa diharapkan paham mekanisme oprasi
untuk mempersingkat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Bojrab, M. Joseph, Don Ray Waldron, James P,Toombs. 2014. Current Techniques in Small Animal
Surgery, 4th Edition. East Simpson: Teton NewMedia

Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia For The Geriatric Dog And Cat. 61. Irish Veterinary. 234-350

Mitchell, M.A. dan T.N. Tully. 2009. Manual of Exotic pet Practice. St.Louis:Elsevier

Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan Lokal
Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang Berbeda.
Universitas Brawijaya. Malang

Prianto, Yusuf Eko. 2017. Performa Produksi Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Lepas
Sapih Yang Dipelihara Pada Suhu Lingkungan Yang Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang

Sumadia, I Wayan Pasek. 2014. Teknik Kastrasi Pada Anak Kelinci Jantan. Bogor

Suwed, M.A., R.M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kelinci. Penerbit Swadaya. Bogor. 18-23

Tobias, M.K. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication : Tennese, United State of America
BAB I
PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Dari banyaknya hewan yang bisa dijadikan hewan peliharaan, kelinci adalah salah satu
hewan peliharaan yang cukup banyak penggemarnya. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Indonesia tahun 2012 hingga 2016 menyatakan peningkatan populasi kelinci
semua jenis diberbagai Provinsi yang ada di Indonesia. Pada tahun 2012 jumlah populasi kelinci di
Indonesia mencapai 1.074.847 ekor. Populasi kelinci terus meningkat dengan ditandainya data
jumlah kelinci yang diperoleh dari Direktorat Peternakan Indonesia tahun 2016 dengan jumlah
populasi 1.128.426 ekor. Dari data tersebut diketahui bahwa masyarakat di Indonesia cukup tertarik
untuk memelihara kelinci. Alasan untuk memelihara kelinci sebagai hewan peliharaan antara lain
karena sifatnya yang jinak, bentuknya lucu, bulunya lebat dan halus, serta harganya yang murah
(Prianto, 2017).
Kelinci adalah hewan mamalia dari famili Leporidae. Kelinci memiliki berbagai macam
jenis, ada yang memiliki ukuran yang cukup besar dan ada pula yang memiliki ukuran yang kecil
serta ada jenis kelinci hias yang memiliki bentuk dan bulu yang sangat indah. Kelinci (Oryctolagus
Cuniculus) merupakan salah satu ternak Pseudoruminasi yang cukup baik dalam produktivitasnya.
Kelinci dalam satu tahun mampu melahirkan 6 kali dengan jumlah anak per kelahiran (litter size)
4-10 ekor, memiliki siklus reproduksi yang pendek (birahi 4 hari sekali) dan lama bunting 28-31
hari (Prianto, 2017).
Peranan komoditas kelinci sebagai penghasil kulit bulu, juga sekaligus menjadi salah satu
solusi bagi usaha meningkatkan keberhasillan dalam membudidayakan kelinci yang mampu
menghasilkan kulit bulu yang berkualitas tinggi. Dalam rangka mendukung pola usaha ternak
kelinci Rex yang mampu menghasilkan produk kulit/kulit bulu yang berkualitas baik serta
menunjang pemanfaatan produksi daging dan kulit bulu dan upaya lain untuk meningkatkan
produktivitas dan mutu kulit bulu, terutama pada kelinci jantan adalah melalui kastrasi (Sumadia,
2014).

Ovariohisterektomi dapat dilakukan untuk terapi pengobatan pada kasus penyakit


reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor, uterus, cyste, hiperplasia, dan neoplasia kelenjar
mamae. Tujuan dilakukannya ovariohisterektomi adalah mencegah peningkatan populasi hewan,
terapi, dan agar tingkah laku hewan mudah dikendalikan dan lebih jinak. Ovariohisterektomi
merupakan teknik operasi yang cukup tinggi sehingga perlu keahlian dan ketrampilan agar proses
operasi dari awal hingga akhir dapat berjalan dengan baik. Ovariohisterektomi termasuk dalam
keilmuan bedah yang menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter hewan. Oleh
karena itu, diperlukan adanya praktek secara langsung pada mahasiswa kedokteran hewan agar
dapat mengetahui dan melakukan prosedur bedah kastrasi ovariohisterektomi dari pre-operasi,
operasi, dan post-operasi (Sardjana, 2013).

1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan dapat melakukan teknik bedah ovariohisterektomi dengan baik dan
benar dari pre-operasi, operasi, dan post-operasi.
2. Untuk membantu menekan jumlah populasi Kelinci
3. Untuk menghindari gangguan penyakit pada sistem genitalia pada kelinci
1.2 Manfaat
1. Dapat melakukan teknik bedah ovariohisterektomi dengan baik dan benar sesuai prosedur.
2. Dapat menekan jumlah kelincisehingga bisa mengurangi potensi penyakit zoonosis
3. Dapat menghindari kelinci dari gangguan penyakit sistem genitalia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kelinci
2.1.1 Fisiologi Kelinci
Pengukuran suhu tubuh hewan dapat diukur menggunakan thermometer. Hasil yang
diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi menunjukkan
keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh. Suhu tubuh normal kelinci
berkisar 38,6-40,1˚C. Pengamatan frekuensi nadi pada kelinci dilakukan dengan cara mengukur
denyut pada arteri femoralis kelinci. Sedangkan pengamatan frekuensi jantung dihitung secara
auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Pulsus normal kelinci adalah 180-350kali per menit.
Perhitungan frekuensi nafas pada kelinci dapat dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Frekuensi respirasi
normal pada kelinci adalah 30-60kali per menit (Nurisa, 2013).

2.1.2 Anatomi Organ Reproduksi Kelinci Betina


Pada kelinci betina organ interna berupa sepasang ovarium dan uterus. Ovarium terletak
sebelah kaudal dari ren dan didalamnya terdapat folikel-folikel Graaf berbentuk gelembung. Uterus
berjumlah sepasang dan berkelok-kelok dan terbagi atas infundirambutm, tuba, dan uterus. Organ
eksternal tersusun atas vagina, vulva, labium majus, labium ninus, dan clitoris (Nurisa, 2013).

2.2 Ovariohisterektomi
Ovariohisterektomi adalah tindakan operasi untuk mengeluarkan organ reproduksi betina
berupa ovarium dan uterus dari rongga abdomen. Operasi ini digunakan untuk mengurangi
populasi, juga untuk terapi penyakit yang ada di dalam organ reproduksi. Ovariohisterektomi
merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari kata ovariectomi dan histerectomi. Ovariectomi
adalah tindakan mengangkat, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Histerektomi adalah tindakan mengangkat, mengeluarkan, dan menghilangkan organ uterus
dari dalam tubuh. Teknik operasi ovariohisterektomi menggunakan laparotomi posterior yaitu
dengan menyayat bagian medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus. Ovariohisterektomi
dilakukan dengan tujuan untuk sterilisasi, penyembuhan penyakit saluran reproduksi,
modifikasi tingkah laku agar lebih jinak, dan membatasi jumlah populasi Sedangkan kerugian
dari OH atau potensial komplikasi dari OH yaitu komplikasi ringan seperti kelinci yang
menjilati sayatan, peradangan (seroma) di bawah kulit pada sayatan, dan jahitan eksternal pada
kulit yang cepat terlepas. Pada kelinci yang lebih besar dan gemuk, perdarahan setelah operasi
lebih sering. Ovariohisterektomi (OH) adalah salah satu operasi yang paling umum dalam
kedorteran hewan. Selain kontrol reproduksi, prosedur bedah ini diindikasikan pada kasus-
kasus pyometra, metritis, distosia, dan gangguan reproduksi. Kasus-kasus lain seperti prolaps
vagina, prolaps uterus, dan beberapa masalah hormon (endokrin), seperti diabetes mellitus,
dapat mengambil manfaat dari prosedur sterilisasi . (Patrick, 2016).
2.3 Obat Obat
2.3.1 Premedikasi
Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan
menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk
memudahkan penanganan. Tujuan dari pemberian premedikasi yaitu untuk menenangkan
hewan sehingga memudahkan penanganan, untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi
dan hiporefleksi, untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), untuk memperoleh
induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi yang stabil dan pemulihan dari
anestesi yang baik, dan untuk mengurangi dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat
dikurangi (Fossum, 2019).

Pemilihan Obat Premedikasi


1. Atropin
Atropin adalah obat golongan agen antimuscarinic yang memiliki kemampuan
untuk inhibisi asetilkolin secara kompetitif pada reseptor parasimpatik muscarinic. Efek
yang dapat ditimbulkan atropin antara lain takiaritmia, midriasis, dan bradikardi. Dosis
pemberian atropin yang dapat diberikan adalah 0,04 mg/kg IM dan 0,02 mg/kg IV.
Atropin bekerja selama 1-1,5 jam dan efek akan timbul setelah 15-20 menit administrasi
(Fossum, 2019).
2. Diazepam
Diazepam adalah obat golongan transquilizer atau sedativa benzodiazepin.
Mekanisme kerja diazepam adalah meningkatkan efek GABA (gamma amino butyric
acid) yaitu inhibitor neurotransmitter di sistem syaraf pusat. Diazepam dalam
diadministrasikan secara IM dan IV (Tobias dan Johnston, 2012).

2.3.2 Anestesi
Anestesi adalah tindakan untuk mengurangi rasa sakit, memberikan efek relaksasi pada otot
dan amnesia untuk perawatan yang aman bagi pasien. Anestesi umum merupakan
ketidaksadaran yang diinduksi oleh obat yang dikontrol oleh depresi CNS dan persepsi yang
bersifat reversibel (Tambing, 2014). Obat anestesi yang digunakan adalah ketamine dan
xylazine.
a. Ketamine
Ketamin adalah obat anestesi golongan fenyl cyclohexylamine. Ketamin memiliki
efek anelgesi kuat dan memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin adalah zat anestesi
dengan efek satu arah yaitu efek analgesi akan hilang bila obat telah diekskresikan.
Ketamine dapat diadministrasikan secaraintramuscular. Dosis ketamin pada kelinci adalah
10-30 mg/kg BB. Ketamine menyebabkan pasien tidak sadar dalam durasi yang cepat, selain
itu dapat menekan hipotalamus sehingga akan menyebabkan penuruhan suhu. Ketamin
bukan anestetik yang bagus jika diberikan secara tunggal, karena obat ini tidak merelaksasi
muskulus dan membuat tonus sedikit meningkat. Ketamin bekerja dengan merangsang
simpatetik pusat yang menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan
meningkatkan aliran darah. Ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati lalu
diekskresi dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh (Tambing, 2014).
b. Xylazine
Xylazine adalah obat dari senyawa sedatif golongan 2 adrenergik agonis yang
bekerja dengan cara mengaktifkan central 2-adrenoreceptor. Xylazine memiliki efek yaitu
penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi lalu pada dosis yang lebih tinggi
digunakan untuk hipnotis,sehingga hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi. Dalam
anestesi, xylazine sering dikombinasikan dengan ketamin. Kombinasi dengan ketamin akan
menyebabkan durasi anestesi lebih panjang, eliminasi ketamin lebih lama, dan relaksan otot.
Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis dari sistem saraf pusat dan
perifer sebagai agonis adrenergik. Xylazine menimbulkan efek relaksasi muskulus dan
mempunyai efek analgesik. Dosis yang dapat diberikan adalah 1,0- 2,0 mg/kg BB (IM) dan
1 – 2 mg/kg BB (Tambing, 2014).
2.3.3 Antibiotik
Antibiotic yang digunakan ialah Enrofloxacin adalah bakterisida spektrum luas. Ini
berikatan dengan bakteri DNA gyrase subunit A, sehingga inhibiting pembelahan dan ligasi enzim,
mencegah replikasi DNA bakteri dan memamerkan bakterisida tindakan. Selain efek terapeutik baik
pada berbagai jenis sensitif E. coli, Salmonella, Pasteurella hemolitik, Pasteurella multocida,
Proteus, mikoplasma, dll juga memiliki efek terapi yang baik. Ini memiliki panjang umur paruh
pada unggas dan memiliki baik jaringan distribusi dan fungisida sangat efektif.Enrofloxacin diserap
dengan cepat dan benar-benar, dan tingkat obat darah mencapai puncaknya di 0,5-2 jam. Selain
sistem saraf pusat, hampir semua jaringan memiliki konsentrasi obat yang lebih tinggi dibandingkan
plasma, yang bermanfaat untuk pengobatan infeksi sistemik dan jaringan dalam infeksi. Khususnya,
enrofloxacin memiliki jaringan kuat permeabilitas paru-paru, jantung, hati, dll, dan hal ini dapat
obat terkemuka untuk obat lain yang kompatibel ketika ia diformulasi dengan obat-obatan tertentu
lainnya. Dengan demikian ia mempromosikan distribusi obat kompatibel lain dalam jaringan paru-
paru, hati, hati dan sejenisnya.
2.2.4 Antiinflam
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, sehingga
meredakan nyeri dan menurunkan demam. NSAIDs sering dikonsumsi untuk mengatasi sakit
kepala, nyeri menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi.

4.1.1 Manajemen Pre-Operasi

a. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan disiapkan semua. Alat yang digunakan antara lain : scalpel handle, blade,
gunting (tata, tutu, tatu), benang chromic, drape, hemostatic forceps, pinset (anatomis dan
cirurgis), spy hook, allice forceps, duk clamp, termometer, stetoskop, dan iv cath. Bahan yang
digunakan antara lain : glove, masker, tampon, spuit, obat antibiotik (Enrofloxacin), ketamine
xylazine, lysol, atropin sulfat. Seluruh peralatan dilakukan sterilisasi. Antara peralatan tajam
dan tidak tajam dipisah lalu dibungkus menggunakan kertas. Pembungkusan juga harus sesuai
dengan aturan yaitu harus rapat dan ketika akan digunakan dapat dibuka dengan satu lipatan.
Untuk peralatan yang tidak tajam sterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu
121C selama 15 menit, sedangkan untuk peralatan tajam sterilisasi secara kimiawi
menggunakan iodine. Tempat meja operasi juga dibersihkan dengan desinfektan berupa lysol.
Menurut Hugges (2008), peralatan sebelum digunakan harus disterilisasi untuk
mencegah adanya infeksi dari peralatan yang terdapat mikroorganisme dan debris-debris yang
ada. Metode sterilisasi yang digunakan antara lain menggunakan peralatan berupa autoclave
dan kimia dengan iodine. Jika dibandingkan literatur, prosedur yang dilakukan saat praktikum
telah sesuai.

b. Persiapan Hewan

Kelinci yang telah didapat selanjutnya diperiksa ke klinik untuk dilakukan physical
examination dan memeriksa kelinci. Sebelum dilakukan operasi, dicukur bulu kelinci pada
bagian area radius-ulna pada vena cephalica dan vena saphena. Pada bagian tersebut digunakan
untuk pemasangan IV cath. Selain itu, dicukur bulu pada bagian dari umbilical hingga ke bawah
umbilical untuk memudahkan proses penginsisian. Kelinci ditimbang berat badan untuk
dihitung dosis obat. Kelinci diinjeksi ACP secara subkutan. Setelah itu dipasang iv cath pada
kelinci dan diberi anestesi dengan ketamine xylazine secara intramuskular. Pada saat anestesi,
kelinci harus sebelumnya dipuasakan 8-12 jam agar tidak muntah. Lalu kelinci diletakkan di
meja operasi dan direbahkan dorsal. Keempat kaki kelinci difiksasi dengan tali yang diikat pada
meja operasi. Pada bagian abdomen yang telah dicukur diberi antiseptik dengan cara sirkular.
Selanjutnya dipasang duk yang sudah disterilisasi pada bagian yang akan operasi yaitu di
abdomen. Lalu duk difiksasi dengan duk clamp, dan hewan siap untuk dioperasi.
Menurut Hugges (2008), manajemen preoperasi pada hewan yaitu dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen, anamnesa, dan memeriksa sistema tubuh dengan cara
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Untuk kelinci , diperiksa abdomen untuk memeriksa adanya
fetus dengan menekan atau palpasi pada bagian abdomen dengan kedua telapak tangan
melingkari dari dorsal hingga abdomen mendekati caudal lalu dipalpasi. Selanjutnya kelinci
dicukur pada umbilical. Kemudian kelinci direbahkan dorsal pada meja operasi lalu difiksasi
dengan tali. Jika dibandingkan literatur, prosedur anestesi dilakukan sebelum kelinci dilakukan
pencukuran hal ini karena dengan kondisi teranestesi akan memudahkan proses pencukuran dan
selebihnya telah sama dengan praktikum.

c. Persiapan Operator

Pada saat praktikum, operator menggunakan jas lab yang bersih, headcap, glove yang
telah steril, dan masker. Sebelum dipasangkan glove, operator melakukan scrub yaitu mencuci
tangan. Proses mencuci tangan yaitu dari ujung jari sampai siku lalu sela-sela jari juga
dibersihkan dengan disikat dengan sabun hingga bersih. Setelah dilakukan scrubbing, tangan
harus dikeringkan dengan handuk steril dan dalam posisi diangkat ke atas karena posisi
dibawah merupakan daerah yang tidak steril. Selanjutnya dipasangkan glove yang telah steril.
Operator harus dalam kondisi sehat dan bisa melakukan operasi dengan baik.
Menurut Fossum (2019), pada saat operasi, operator menggunakan gaun operasi,
headcap, glove, dan masker. Operator juga melakukan scrub untuk sterilisasi tangan secara
menyeluruh dari ujung jari hingga siku pada kedua tangan. Selanjutnya tangan operator
diangkat di atas . Jika dibandingkan literatur, yang membedakan adalah penggunaan gaun
operasi. Pada saat praktikum, tidak menggunakan gaun operasi tetapi jas lab. Meskipun begitu,
fungsi dari kedua barang tersebut sama yaitu melindungi operator dan mencegah kontaminasi
silang antara hewan dengan operator.

4.1.2 Manajemen Operasi


Setelah kelinci difiksasi pada meja operasi. Kelinci dilakukan pemeriksaan temperatur dan
pulsus setiap 15 menit sekali untuk kontrol stadium anestesi. Prosedur yang dilakukan Setelah
kelinci difiksasi pada meja operasi. Kelinci dilakukan pemeriksaan temperatur dan pulsus setiap
15 menit sekali untuk kontrol stadium anestesi. Prosedur yang dilakukan pertama kali adalah
laparotomi menginsisi pada bagian umbilicus menggunakan scalpel handle sepanjang hingga
kurang lebih 5 cm. Lapisan yang terbuka pertama kali adalah kulit. Setelah kulit terbuka,
dilanjut dengan membuka lapisan subkutan. Dibawah lapisan subkutan, diinsisi linea alba.
Setelah linea alba terbuka, maka dikuakkan bagian peritoneum hingga organ terlihat.
Selanjutnya adalah mencari uterus dapat dengan bantuan spy hook ataupun mencari dengan jari
kelingking. Ciri uterus adalah organ lebih berwarna putih. Setelah uterus ditemukan, difiksir
uterus lalu dicari ovarium dengan cara mengarah jari ke arah cranial atau ke atas dari uterus
dan akan ditemukan ovarium dengan ciri seperti kumpulan telur. Selanjutnya diligasi pada
ligamentum suspensorium ovarium sebelah kanan menggunakan hemostatic forceps. Diatas
hemostatic dilakukan simpul menggunakan jenis simpul surgeon knot. Lalu dipotong pada
bawah hemostatic. Kemudian dicek hasil ligasi terjadi bleeding atau tidak. Selanjutnya lakukan
hal yang sama pada ovarium sebelah kiri. Kemudian pindah ke bagian uterus, ditusukkan needle
ke tengah uterus lalu dibuat melingkari uterus lalu disimpul dengan surgeon knot. Lalu dipotong
saluran. Setelah saluran reproduksi diangkat dan dilakukan penjahitan. Lapisan linea alba
dijahit menggunakan teknik jahitan simple interrupted suture dengan benang chromic. Lapisan
subkutan dijahit menggunakan teknik jahitan simple continous dengan benang chromic dan
lanjutan benang dari subkutan dilanjutkan ke kulit untuk dijahit dengan menggunakan teknik
jahit intradermal. Selanjutnya dipastikan telah terjahit dengan baik dan luka tertutup dengan
baik.
Menurut Fossum (2019), proses ovariohisterektomi merupakan proses pengangkatan
organ reproduksi dari uterus hingga ovarium. Prosedur yang dilakukan adalah laparotomi
dengan metode midline. Setelah lapisan kulit, subkutan, dan musculus terbuka dicari organ
uterus. Setelah uterus ditemukan maka dicari organ ovarium dan dilakukan proses ligasi
ligamentum. Lalu dipotong ligamentum, selanjutnya diligasi pada bagian uterus lalu dipotong
dan diangkat organ dari uterus hingga tuba falopi. Lalu dilakukan penjahitan.
2.5 Terapi Cairan
Cairan yang digunakan adalah normal saline 0,9%. Normal saline 0,9% adalah cairan yang
digunakan terapi pasien pada pasien, cairan ini bersifat isotonik, tidak mengandung HCO3-, tidak
mengandung K+, dan mempunyai komposisi klorida yang sama dengan natrium (Novara, 2009).
Banyaknya kebutuhan cairan dihitung menggunakan rumus maintenance. Maintenance merupakan
cairan yang hilang secara normal pada pasien seperti saat ketika operasi. Kebutuhan maintenance
dapat dihitung dengan : Maintenance = ( 30 x Berat badan (kg) ) + 70 (Suartha, 2010). Sehingga
didapatkan kebutuhan volume infusnya adalah 164,2 ml. Untuk menentukan perhitungan infus
maka menggunakan rumus volume infus dikalikan faktor tetes selang dibagi dengan waktu. Faktor
tetes selang yang digunakan adalah menggunaka infus geriatric dengan nilai 20 tetes per ml.
(Suartha, 2010)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.3. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Gunting bedah (tajam-tajam, tajam-
tumpul, tumpul-tumpul), scalpel dan blade, pinset anatomis, pinset chirurgis, allis tissue forceps,
duk clamp, haemostatic forceps, needle holder, duk, needle GT dan GR, collar, lampu, kandang
kelinci, stetoskop, thermometer, jam tangan, botol kaca dan handuk
3.1.4. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hewan coba kelinci jantan, benang
jahit absorbable dan non absorbable, glove, masker, nurse cap, jas lab, underpad

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Prosedur Pre Operasi
c. Hewan
Kelinci

 Dipuasakan hewan selama kurang lebih 8-12 jam sebelum dilakukan operasi
 Dilakukan pengambilan data sinyalemen hewan
 Dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh terutama sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, dan suhu tubuh.
 Dilakukan pencukuran rambut pada daerah prescortalis.
 Diberikan obat premedikasi yaitu atropine sulfat dengan dosis 0,02-0,04 mg/kgBB
secara subkutan ini untuk mengurangi sekresi saliva.
 Diberikan obat anestesi total ini secara intramuskular menggunakan kombinasi ketamine
HCl (40 mg/kgBB konsentrasi 100 mg/mL) – xylazine (1 mg/kgBB konsentrasi 20
mg/mL) lima belas menit setelah pemberian premedikasi.
 Direbahkan hewan di atas meja dengan posisi dorsal recumbency
 Difiksasi keempat kakinya menggunakan tali sumbu,
 Dibuka dan disumbat mulut kelinci dengan tampon serta lidah dijulurkan kesamping
untuk mempermudah jalannya respirasi selama proses operasi.
 Dilakukan pemasangan drapes pada area skrotum dengan bantuan towel clamps di
sudutnya.
 Diberikan antiseptik pada area prescortalis dengan menggunakan povidone iodine 10%.

Hasil

d. Operator dan Asisten Operator


‘ dan asisten operator
Operator

 Menggunakan surgical caps, masker, hand glove, dan gaun/pakaian bedah yang steril
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
 Menggunakan alas kaki berupa sepatu tertutup khusus di ruang operasi.
 Tiap individu melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang benar.

Hasil
3.5 Prosedur Operasi
3.6 Operasi
Kelinci

Dibersihkan area operasi dengan iodin, diamati kondisi fisiologis kucing meliputi
TPR selama 5 menit sekali sampai kucing sadar
Dibuat sayatan pada midline di posterior umbilikal dengan panjang kurang lebih 3-
4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit kemudian subkutan
Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian peritoneum
dapat terlihat. Setelah itu, bagian peritoneum tersebut dijepit menggunakan pinset
kemudian disayat sedikit tepat pada bagian linea alba sekitar 2-3 cm dari umbilicus
dengan menggunakan scalpel hingga ruang abdomen terlihat
Diperpanjang sayatan ke arah posterior dan anterior menggunakan gunting tajam-
tumpul (bertujuan agar tidak melukai organ bagian dalam), dengan panjang sesuai
dengan sayatan yang telah dilakukan pada kulit. Setelah rongga abdomen terbuka,
kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium
Dicari uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk atau spy
hook yang dimasukkan ke rongga abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari
rongga abdomen hingga posisinya adalah ekstra abdominal
Dipreparir ovarium, dipotong penggantung uterus, oviduct, dan ovarium
Dilakukan penjepitan menggunakan dua arteri clamp pada penggantung ovarium dan
pembuluh darah ovarium, dilakukan pengikatan menggunakan benang dan dilakukan
pemotongan pada jaringan tersebut diantara dua clamp
Dipreparir corpus uteri, lalu dijepit dengan clamp. Diligasi dengan penjahitan corpus
uterus menggunakan cutgut chromic. Dilakukan pengikatan dengan kuat melingkar
corpus uteri
Dipotong corpus uteri menggunakan scalpel blade dan dikeluarkan dari rongga
abdomen
Dilakukan penjahitan pada lapisan peritoneum dan muskulus menggunakan cutgut
setelah pemberian antibiotik, dilanjutkan menjahit subkutan dengan simple
continous dan kulit dengan teknik intradermal

Hasil

3.7 Prosedur Post Operasi


Kelinci

 Diberikan povidon iodine 10% serta salep yang mengandung antibiotik pada area bekas
insisi
 Diberikan biodin dengan dosis 0,1mL/kgBB secara intramuscukar (IM) setelah
dilakukannya operasi
 Diberikan ketoprofen dengan dosis 3mg/kgBB secara subcutan (SC) dan dilanjutkan
pemberian selama 3-7hari
 Diberikan antibiotik Enrofloxacin dengan dosis 5 mg/kg berat badan selama 5 hari
berturut-turut
 Dilakukan kontrol hewan setelah 7hari pasca operasi
Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Bojrab, M. Joseph, Don Ray Waldron, James P,Toombs. 2014. Current Techniques in Small Animal
Surgery, 4th Edition. East Simpson: Teton NewMedia

Hughes, J.M.L. 2008. Anaesthesia For The Geriatric Dog And Cat. 61. Irish Veterinary. 234-350

Mitchell, M.A. dan T.N. Tully. 2009. Manual of Exotic pet Practice. St.Louis:Elsevier

Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan Lokal
Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang Berbeda.
Universitas Brawijaya. Malang

Prianto, Yusuf Eko. 2017. Performa Produksi Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Lepas
Sapih Yang Dipelihara Pada Suhu Lingkungan Yang Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang

Sumadia, I Wayan Pasek. 2014. Teknik Kastrasi Pada Anak Kelinci Jantan. Bogor

Suwed, M.A., R.M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kelinci. Penerbit Swadaya. Bogor. 18-23

Tobias, M.K. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. A John Wiley & Sons, Ltd.,
Publication : Tennese, United State of America

Anda mungkin juga menyukai